11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi Massa 2.1.1 Pengertian Komunikasi Massa Komunikasi massa berasal dari istilah bahasa Inggris, mass communication, sebagai kependekan dari mass media communication. Artinya, komunikasi yang menggunakan media massa atau komunikasi yang mass mediated. Istilah mass communication atau communications diartikan sebagai salurannya, yaitu media massa (mass media) sebagai kependekan dari media of mass communication. Massa mengandung pengertian orang banyak, mereka tidak harus berada di lokasi tertentu yang sama, mereka dapat tersebar atau terpencar di berbagai lokasi, yang dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan dapat memperoleh pesan-pesan komunikasi yang sama. Komunikasi dalam menyampaikan informasi dapat dilakukan dengan berbagai cara melalui berbagai saluran. Salah satunya komunikasi massa yang dilakukan oleh media massa. Secara sederhana komunikasi massa didefinisikan sebagai komunikasi melalui media massa yakni surat kabar, majalah, radio, televisi dan film. 8 Menurut Bittner, komunikasi massa adalah pesan yang disampaikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass communication is message communicated through a mass medium to a large number of people). 9
11 8 9
Morissan. Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio Dan Televisi. 2007. Hal.21 Ardianto Elvirano. Komunikasi Massa (Suatu Pengantar). 2004. Hal.21.
12 Lebih rinci lagi tentang komunikasi massa oleh Gerbner, komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri. 10 Salah satu perubahan teknologi baru itu menyebabkan dipertanyakannya kembali definisi komunikasi itu sendiri. Definisi komunikasi massa yang sebelumnya sudah cukup jelas. Komunikasi massa bisa di definisikan dalam tiga ciri : 1. Komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar, heterogen dan anonim. 2. Pesan–pesan yang disebarkan secara umum, sering dijadwalkan untuk bisa mencapai sebanyak mungkin anggota audiens secara serempak dan sifatnya sementara. 3. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar. 11 Komunikasi merupakan suatu proses sosial yang sangat mendasar dan vital dalam kehidupan manusia. Dikatakan mendasar karena setiap masyarakat manusia –baik yang primitif maupun yang modern- berkeinginan mempertahankan suatu persetujuan mengenai berbagai aturan sosial melalui komunikasi. Dikatakan vital karena setiap individu memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan individu-individu lainnya (dan dengan begitu menetapkan kredibilitasnya sebagai seorang anggota masyarakat), sehingga meningkatkan kesempatan individu tersebut untuk tetap hidup; sedangkan tidak adanya kemampuan ini pada seorang
10
Ibid. hal 4. Charles R. Wright. Mass Communication: A Sosiological Perspective. (Sosiologi Komunikasi Massa). 1959. Hal.3-6 11
13 individu umumnya dianggap sebagai seuatu bentuk patologi kepribadian yang serius. 12 Manusia dibekali seperangkat naluri oleh Tuhan Yang Maha Esa. Nalurinaluri tersebut antara lain: naluri kebahagiaan, naluri sosial, naluri ingin tahu dan naluri komunikasi. 13 Naluri kebahagiaan mendorong manusia sepanjang hidupnya untuk mencari dan menikmati kebahagiaan. Naluri sosial mendorong manusia sepanjang hidupnya untuk bergaul dengan manusia lain. Naluri ingin tahu mendorong manusia untuk mengetahui segala sesuatu termasuk hal ikhwal manusia lain. Sedangkan naluri komunikasi mendorong manusia untuk menyampaikan isi pernyataannya kepada manusia lain. 14 Singkatnya komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan oleh media massa untuk menyebarkan informasi kepada khalayak yang heterogen. Media massa disini bisa berupa media massa elektronik maupun media massa cetak.
2.1.2 Karakteristik Komunikasi Massa Komunikasi massa mempunyai ciri–ciri khusus yang disebabkan oleh sifat– sifat komponennya yaitu: 15 1. Komunikasi massa berlangsung satu arah (one-way communication) Ini berarti bahwa tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komunikator. Dengan kata lain perkataan wartawan sebagai komunikator tidak mengetahui tanggapan para pembacanya terhadap pesan atau berita yang 12
suatu ringkasan mengenai beberapa kasus manusia yang terisolasi, lihat Robert M MacIver & Charles H.Page dalam bukunya Society, An Introductory Analysis. Hal. 44-45 13 Ali Moechtar Hoeta Soehoet. Pengantar Ilmu Komunikasi. 2002. Hal.31 14 ibid. hal.26 15 Onong Uchjana Effendy. Dinamika Komunikasi. 2007. Hal.8
14 disiarkannya itu. Demikian pula penyiar radio, penyiar televisi atau sutradara film tidak mengetahui tanggapan khalayak yang dijadikan sasarannya. Yang dimaksudkan dengan “tidak mengetahui” dalam keterangan diatas ialah tidak mengetahui pada waktu proses komunikasi itu berlangsung. Mungkin saja komunikator mengetahuinya juga, misalnya melalui rubrik “Surat Pembaca” atau “Surat Pendengar” yang biasa terdapat dalam media surat kabar, majalah dan radio atau dengan jalan menelepon. 2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi. Oleh karena itu, komunikatornya melembaga atau dalam bahasa asing disebut institutionalized communicator atau organized communicator. Komunikator pada komunikasi massa, misalnya wartawan surat kabar atau penyiar televisi, karena media yang dipergunakannya adalah suatu lembaga dalam menyebarluaskan pesan komunikasinya bertindak atas nama lembaga, sejalan dengan kebijaksanaan (policy) surat kabar dan stasiun televisi yang diwakilinya. Ia tidak mempunyai kebebasan individual. Ungkapan seperti kebebasan mengemukakan pendapat (freedom of expression atau freedom of opinion) merupakan kebebasan terbatasi (restricted freedom). Berdasarkan kenyataan tersebut diatas, komunikator pada komunikasi massa dinamakan juga komunikator kolektif (collective communicator) karena tersebarnya pesan komunikasi massa merupakan hasil kerjasama sejumlah kerabat kerja.
15 1) Pesan pada komunikasi massa bersifat umum Pesan yang disebarkan melalui media massa bersifat umum (public) karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. Jadi tidak ditujukan kepada perseorangan atau kepada sekelompok orang tertentu. Media massa tidak akan menyiarkan suatu pesan yang tidak menyangkut kepentingan umum. Media massa akan menyiarkan berita mengenai seorang menteri yang meresmikan sebuah proyek pembangunan, tetapi tidak akan menyiarkan berita seorang menteri yang menyelenggarakan khitanan putranya. Media massa tidak akan memberitakan seorang gubernur yang pergi ke Tanah Suci. Andaikata memberitakannya juga, maka yang disiarkan bukan menunaikan ibadah hajinya, melainkan ketiadaannya di tempat sehingga merupakan informasi bagi masyarakat yang akan menghadap atau berhubungan dengan gubernur tersebut. 2) Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan Ciri lain dari media massa adalah kemampuannya untuk menimbulkan keserempakan (simultaneity) pada pihak khalayak dalam menerima pesan– pesan yang disebarkan. Hal inilah yang merupakan ciri paling hakiki dibandingkan dengan media komunikasi lainnya. Pesan yang disampaikan melalui poster atau papan pengumuman kepada khalayak tidak diterima oleh mereka dengan melihat poster atau papan pengumuman itu secara serempak bersama–sama, tetapi secara bergantian. Lain dengan pesan yang disampaikan melalui radio siaran. Pesan yang disampaikan dalam bentuk pidato, misalnya pidato kenegaraan dari presiden,
16 akan diterima oleh khalayak dalam jumlah jutaan, bahkan puluhan juta atau ratusan juta serempak bersama–sama pada saat Presiden menyampaikan pidatonya. Oleh karena itulah pada umumnya yang termasuk ke dalam media massa adalah surat kabar, majalah, radio, televisi dan film yang mengandung ciri keserempakan tersebut. 3) Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen Komunikasi atau khalayak yang merupakan kumpulan anggota masyarakat yang terlibat dalam proses komunikasi massa sebagai sasaran yang dituju komunikator bersifat heterogen. Dalam keberadaannya secara terpencar–pencar dimana satu sama lainnya tidak saling mengenal dan tidak memiliki kontak pribadi, masing–masing berbeda dalam berbagai hal jenis kelamin, usia, agama, ideologi, pekerjaan, pendidikan, pengalaman, kebudayaan, pandangan hidup, keinginan, cita–cita dan sebagainya. Berdasarkan pengelompokkan tersebut diatas maka sejumlah rubrik atau acara diperuntukkan bagi kelompok tertentu sebagai sasarannya. Contoh rubrik untuk khalayak sasaran pada surat kabar adalah berita, tajuk rencana, pojok, artikel, cerita bersambung dan lain-lain. Sedangkan untuk kelompok sasaran adalah ruangan wanita, halaman untuk anak–anak, kolom untuk mahasiswa dan sebagainya. Karakteristik komunikasi massa yang lainnya, adalah: 1. Ditujukan pada khalayak yang luas, heterogen, anonim, tersebar dan tidak mengenal batas geografis-kultural.
17 2. Bersifat umum, bukan perorangan atau pribadi. Kegiatan penciptaan pesan melibatkan orang banyak dan terorganisasi. 3. Pola penyampaian bersifat cepat dan tidak terkendala oleh waktu dalam menjangkau khalayak yang luas. 4. Penyampaian pesan cenderung satu arah. 5. Kegiatan komunikasi terencana, terjadwal dan terorganisasi. 6. Penyampaian pesan bersifat berkala, tidak bersifat temporer. 7. Isi pesan mencakup berbagai aspek kehidupan manusia (ekonomi, sosial, budaya, politik, dll). Memahami komunikasi massa tidak akan terlepas dari media massa, karena objek kajian terbesar adalah pada peran dan pengaruh yang dimainkan media massa. Di bawah ini akan diuraikan faktor-faktor yang mendasar dari media massa: 1. Media massa merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan kerja, barang dan jasa serta menghidupkan industri lain yang terkait. Media juga merupakan industri sendiri yang memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan institusi tersebut dengan masyarakat dan institusi sosial lainnya. Di lain pihak, institusi media diatur oleh masyarakat. 2. Media massa merupakan sumber kekuatan- alat kontrol, manajemen, inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai penganti kekuatan atau sumber daya lainnya.
18 3. Media merupakan forum atau agen yang semakin berperan untuk menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang bertaraf nasional maupun internasional. 4. Media seringkali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup dan normanorma. 5. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif. Media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan. 16
2.1.3 Tujuan dan Fungsi Komunikasi Massa Sejumlah upaya mencoba mensistimasisasikan fungsi utama komunikasi massa, yang pada mulanya dimulai oleh Lasswell (1948) yang memberikan ringkasan atau kesimpulan mengenai fungsi dasar komunikasi. Menurut Harold D Lasswell pakar komunikasi terkenal mengatakan bahwa proses komunikasi dimasyarakat menunjukkan tiga fungsi yaitu: 17 1) Pengamatan terhadap lingkungan (the surveillance of the environment), penyingkapan ancaman dan kesempatan yang mempengaruhi nilai masyarakat dan bagian–bagian unsur didalamnya. 2) Korelasi unsur–unsur masyarakat ketika menanggapi lingkungan (correlation of the components of society in making a response to the environment) 16
Amri Jahi. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-Negara Dunia Ketiga. 1988. Hal.22 17 Onong Uchjana Effendy. op.cit., hal.9
19 3) Penyebaran warisan sosial (transmission of the social inheritance). Disini berperan para pendidik, baik dalam kehidupan rumah tangganya maupun di sekolah, yang meneruskan warisan sosial kepada keturunan berikutnya. Fungsi pengawasan sosial merujuk pada upaya penyebaran informasi dan interpretasi yang obyektif mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dalam dan di luar lingkungan sosial dengan tujuan kontrol sosial agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Fungsi korelasi sosial merujuk pada upaya pemberian interpretasi dan informasi yang menghubungkan satu kelompok sosial dengan kelompok sosial lainnya atau antara satu pandangan dengan pandangan lainnya dengan tujuan mencapai konsensus. Fungsi sosialisasi merujuk pada upaya pewarisan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi lainnya, atau dari satu kelompok ke kelompok lainnya. Sasa Sendjaja (2003), memberikan ilustrasi tentang fungsi komunikasi massa dari Lasswell sebagai berikut: 18 Kita ambil contoh pemberitaan tentang “konflik” yang sekarang sangat dominan dikemukakan oleh berbagai media elektronik maupun media cetak. Pemberitaan konflik yang terjadi, menurut fungsi pengawasan sosial, seharusnya ditujukan agar masyarakat waspada dan mencegah agar konflik tersebut tidak meluas. Penyajian opini dari elit-elit atau kelompok-kelompok yang bertikai, menurut fungsi kaorelasi sosial, seharusnya dikorelasikan dengan opini-opini dari berbagai kalangan masyarakat lainnya. Ini berarti, isi pemberitaan jangan hanya menyajikan pandangan dari pihak-pihak yang bertengkar saja. Pandanganpandangan dari berbagai kalangan masyarakat baik yang berasal dari lapisan atas, 18
Sasa Djuarsa Sendjaja. Fungsi Komunikasi massa, hand out Pascasarjana Ilmu Komunikasi. 2002.
20 menengah atau kalangan masyarakat bawah, perlu disajikan secara eksplisit termasuk dampak konflik terhadap kondisi kehidupan nyata sehari-hari. Tujuannya mencapai konsensus agar konflik dapat segera berakhir karena yang akan menjadi korban adalah masyarakat. Sementara itu, media massa juga seharusnya menjalankan fungsi sosialisasi. Pesan utama yang perlu disosialisasikan dalam konteks konflik yang terjadi sekarang ini adalah perlunya menjaga integrasi bangsa. Pesan-pesan lainnya yang relevan disosialisaikan antara lain adalah toleransi dan apresiasi terhadap perbedaan pandangan, perlunya menegakkan supremasi hukum, serta anti segala bentuk tindakan kekerasan. Selanjutnya Lasswell menyatakan bahwa mengenai fungsi komunikasi itu, dengan MacBride sebagai editornya diterangkan bahwa fungsi dalam tiap sistem sosial adalah sebagai berikut: 1) Informasi Pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta dan pesan, opini dan komentar yang dibutuhkan agar dapat mengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi internasional, lingkungan dan orang lain, dan agar dapat mengambil keputusan yang tepat. 2) Sosialisasi (pemasyarakatan) Penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang menyebabkan ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga ia dapat aktif di dalam masyarakat.
21 3) Motivasi Menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek maupun jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihannya dan keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dikejar. 4) Perdebatan dan diskusi Menyediakan
dan
saling
menukar
fakta
yang
diperlukan
untuk
memmungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai masalah publik, menyediakan bukti–bukti yang relevan yang diperlukan untuk kepentingan umum dan agar masyarakat lebih melibatkan diri dalam masalah yang menyangkut kegiatan bersama di tingkat internasional, nasional dan lokal. 5) Pendidikan Pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong perkembangan intelektual, pembentukan watak dan pendidikan keterampilan serta kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan. 6) Memajukan kebudayaan Penyebarluasan hasil kebudayaan dan seni dengan maksud melestarikan warisan masa lalu, perkembangan kebudayaan dengan memperluas horizon seseorang, membangunkan imajinasi dan mendorong kreativitas serta kebutuhan estetikanya. 7) Hiburan Penyebarluasan sinyal, simbol, suara, dan citra (image) dari drama, tari, kesenian, kesusastraan, musik, komedi, olahraga, permainan dan sebagainya untuk rekreasi dan kesenangan kelompok dan individu.
22 8) Integrasi Menyediakan bagi bangsa, kelompok dan individu, kesempatan memperoleh berbagai pesan yang diperlukan mereka agar mereka dapat saling kenal dan mengerti dan menghargai kondisi, pandangan dan keinginan orang lain. Charles Robert Wright (1960) menambahkan fungsi entertainment (hiburan) dalam fungsi komunikasi massa. Jay Black dan Frederick C, Whitney (1988) mendefinisikan fungsi komunikasi massa sebagai: (a) to inform (menginformasikan), (b) to entertaint (memberi hiburan), (c) to persuade (membujuk), dan (d) transmission of the culture (transmisi budaya). 19 John Vivian dalam bukunya The Media of Mass Communication (1991) mendefinisikan fungsi komunikasi massa sebagai : (a) providing information, (b) providing entertainment, (c) helping to persuade, dan (d) contributing to social cohesion (mendorong kohesi sosial). Joseph R. Dominick dalam bukunya The Dynamics of Mass Communication (1981) mendefinisikan fungsi komunikasi massa sebagai berikut: (a) surveillance (pengawasan), (b) interpretation (interpretasi), (c) linkage (hubungan), (d) socialitation (sosialisasi), dan (e) entertainment (hiburan) (lihat Nurudin, 2003). Sedangkan Onong Uchjana Effendy (1994) mendefinisikan fungsi komunikasi massa sebagai berikut: (a) menyampaikan informasi (to inform), (b) mendidik (to educate), (c) menghibur (to entertain), dan (d) mempengaruhi (to influence). Beberapa definisi “lanjutan” fungsi komunikasi massa tersebut di atas walaupun secara tersurat berbeda-beda, namun pada hakekatnya mempunyai 19
Werner J. Severin & James W. Tankard. Communication Theories: Origins, Methods, & Uses in the Mass Media, ed. 5th, penerj. Sugeng Hariyanto. 2001. Hal.10
23 kesamaan dan bersifat melengkapi definisi fungsi komunikasi massa dari Lasswell, seiring dengan perkembangan produk (pesan-pesan) yang dibawakan oleh media massa itu sendiri. Sebagai ilustrasi, kita ambil contoh definisi fungsi komunikasi massa dari Dominick, fungsi pengawasan dan interpretasi dari Dominick hakekatnya sama dengan fungsi pengawasan sosial dari Lasswell, fungsi hubungan dari Dominick hakekatnya mempunyai kesamaan dengan fungsi korelasi sosial dari Lasswell, sedangkan fungsi hiburan dari Dominick merupakan fungsi tambahan dari ketiga fungsi komunikasi massanya Lasswell, seperti definisi fungsi komunikasi massa “lanjutan”nya Wright atau yang lainnya. 20
2.2 Internet sebagai Media Massa Internet adalah jaringan komputer dunia yang mengembangkan ARPANET, yaitu suatu sistem komunikasi yang terkait dengan pertahanan-keamanan yang dikembangkan pada tahun 1960-an. Manfaat sistem komunikasi yang berjaringan ini kemudian dikembangkan oleh para peneliti dan pendidik. Bahkan saat ini internet telah hadir untuk publik dengan cara pengaksesan yang lebih mudah. Internet telah berkembang secara fenomenal selama beberapa tahun terakhir, baik dari segi jumlah komputer induk (host computer) maupun dari segi jumlah penggunanya. Internet memungkinkan hampir semua orang dibelahan dunia manapun untuk saling berkomunikasi dengan cepat dan mudah. 21 Selain itu, internet telah mengubah cara berkomunikasi dengan beberapa cara fundamental. Media massa tradisional pada dasarnya menawarkan model komunikasi ‘satu-untuk-banyak’, sedangkan internet memberikan model-model 20
Sumber berdasarkan Kuliah Penutup Perkembangan Teknologi Komunikasi oleh Prof. M. Alwi Dahlan, Phd. Rabu, 23 Maret 2007. 21 ibid
24 berkomunikasi tambahan berupa ‘banyak-untuk-satu’, seperti contoh e-mail ke satu alamat sentral, banyaknya pengguna yang berinteraksi dengan satu halaman website, serta model berkomunikasi ‘banyak-untuk-banyak’, contohnya e-mail, milis dan sebagainya. Internet menawarkan potensi komunikasi yang lebih terdesentralisasi dan lebih demokratis jika dibandingkan dengan yang ditawarkan oleh media massa sebelumnya. Internet juga memberikan kekuatan besar bagi audiens perorangan atau individu yang dapat menemukan informasi-informasi yang sebelumnya tidak tersedia serta melakukan kontrol terhadap pesan-pesan yang akan terekspos padanya. 22 Perkembangan baru dalam teknologi komunikasi internet juga menyebabkan perbedaan antara media massa semakin tipis dibandingkan sebelumnya. Banyak surat kabar dan sumber siaran berita sekarang ini memiliki website yang digunakan untuk menyalurkan dan menyiarkan berita. 23 Media massa -pers, televisi, radio dan lain-lain serta proses komunikasi massa (peran yang dimainkannya)- semakin banyak dijadikan sebagai objek studi. Gejala ini seiring dengan kian meningkatnya peran media massa itu sendiri sebagai suatu institusi penting dalam masyarakat. Asumsi dasar bahwa media memiliki fungsi penting. Asumsi tersebut ditopang oleh dalil: 1. Media merupakan industri yang berkembang yang menciptakan lapangan pekerjaan, barang dan jasa serta menghidupkan industri-industri yang terkait. Media juga merupakan industri tersendiri yang memiliki peraturan dan norma-
22 23
ibid ibid
25 norma yang menghubungkan institusi tersebut dengan masyarakat dan institusi sosial lainnya. 2. Media massa merupakan sumber kekuatan –alat kontrol, manajemen dan inovasi- dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya. 24 Seiring dengan berjalannya waktu, sumber-sumber informasi pun tak lagi hanya melalui media cetak namun telah berkembang melalui media audio dan audio-visual. Musik, kata yang mempunyai sejarah panjang, merupakan salah satu media yang menjadi sumber informasi. Musik adalah sebuah bahasa universal yang disukai oleh orang di seluruh dunia. Sejarah awal musik berkembang pada saat ditemukannya phonograph pada tahun 1877 oleh Thomas Alfa Edison. Lagu pertama yang diperdengarkan adalah Mary Had a Little Lamb. Lalu penemuan selanjutnya oleh Emile Berliner pada tahun 1882 yaitu gramophone dimana pertama kalinya digunakan flat disk yang biasa dikenal dengan vinyl. Lalu pada tahun 1906 Victrola dikenalkan dan menjadi phonograph yang biasa digunakan oleh publik dan orang banyak. Perkembangan musik selanjutnya yaitu dimana radio mulai mengudara pada tahun 1924. Pada awal masa tersebut, terjadi persaingan yang hebat pada penjualan phonograph karena dengan adanya radio, penjualan phonograph menjadi turun secara drastis. Namun setelahnya, radio digunakan sebagai alat sosialisasi musik terbaru sehingga didengar oleh masyarakat umum dan nantinya masyarakat umum akan membeli musik tersebut melalui vinyl dari phonograph. Sehingga dengan adanya radio, terjadilah hubungan timbal balik positif diantara keduanya.
24
Denis McQuail. Komunikasi Massa Suatu Pengantar (edisi 2). 1987. Hal.3
26 Perkembangan selanjutnya pada media audio-visual yang sangat efektif dalam menyampaikan informasi. Adalah televisi dan film media audio-visual yang sangat berkembang pesat dewasa ini. Informasi dan pesan yang disampaikan melalui media ini terbilang sangat efektif, sehingga media ini mendominasi dalam proses komunikasi. Dengan perkembangan teknologi yang demikian pesat, kebutuhan manusia akan informasi akan lebih terakomodasi. Sehingga semakin lama, bentuk media akan semakin beragam yang memungkinkan manusia lebih mudah dalam mengakses informasi. 25 Perkembangan teknologi yang begitu pesat ikut mempengaruhi proses eksistensi media. Media massa sedikit banyak akan mengalami pergeseran atau revolusi ke arah yang lebih canggih. Mulai dari buku, majalah, surat kabar, atau media cetak lainnya tidak memakai kertas lagi karena kita bisa membacanya secara online. Sisi baiknya, tentu jangkauannya lebih luas dan cepat, interaksi tinggi, selalu up-date, dan cost yang dikeluarkan lebih sedikit. Tapi hal tersebut justru akan menurunkan angka minat baca masyarakat terhadap buku dan media cetak. Media online memiliki permasalahan, yaitu kompetisi yang berat antara satu situs majalah online dengan majalah online yang lain, proliferasi penerbitan dan isi, gratis, serta ruang iklan yang terbatas, tidak seperti pada media nononline. Solusi yang dilakukan ialah dengan pembayaran untuk premium content, iklan pay-per-click, serta langganan. Dengan semakin berkembangnya teknologi komputer dan internet, media cetak pun terpengaruh. Menyadari pentingnya internet, sekarang pihak penerbit 25
http://wonosari.4umer.com/panduan-bantuan-dan-uji-posting-f4/perkembangan-mediat4234.htm
27 media cetak juga ikut berkontribusi dalam pemberian informasi kepada masyarakat via online. Mereka biasanya mempunyai situs sendiri yang berisi berita yang terdapat juga di media yang mereka cetak. Misalnya sebuah situs majalah Seventeen, disana tersedia rubrik-rubrik yang juga terdapat di majalah versi cetak. Bahkan komunikasi tersebut bisa berjalan dua arah dengan cara para pembaca memberikan feedback berupa comment atau komentar. Contoh lain adalah e-book atau electronic book, merupakan bentuk baru dari buku. Dimana bentuk dari buku telah berubah. Hal tersebut bisa didapatkan lewat internet dengan cara mengunduhnya. Dengan adanya perkembangan teknologi informasi, perilaku dan sikap kita dapat berubah. Misalkan kita tak perlu lagi bersusah jika ingin membeli buku tertentu. Jika dulu kita harus pergi ke toko buku atau membelinya di counter, sekarang kita dapat dengan mudah membelinya lewat situs tertentu, seperti amazon.com misalnya. Bahkan ada beberapa penerbit yang mengijinkan bukunya untuk di download secara cuma-cuma oleh masyarakat luas. Bidang komunikasi memang tidak dapat dipisahkan dari semua perkembangan teknologi yang berimbas pada perkembangan media. Semua perkembangan ini hendaknya dilihat dari sisi positif. Apabila berhasil memandang semua perkembangan ini dari sisi positif, tidak tertutup kemungkinan untuk menciptakan peluang baru bahkan inovasi baru tentang media dari semua perkembangan teknologi ini. 26
26
Sumber berdasarkan Kuliah Penutup Perkembangan Teknologi Komunikasi oleh Prof. M. Alwi Dahlan, Phd. Rabu, 23 Maret 2007.
28 2.3 Etika Kerja Jurnalis 2.3.1 Proses Kerja Jurnalis Dari segi asal kata, jurnalistik berasal dari istilah Acta Diurna, yang artinya segala kegiatan dari hari ke hari. Jurnalistik berasal dari perkataan Perancis; ‘Journal’ atau ‘Du Jour’, yang artinya catatan harian. Jurnalistik dalam kamus dijelaskan sebagai kegiatan untuk menyiapkan, mengedit dan menulis untuk surat kabar, majalah atau media berkala lainnya. 27 Jurnalistik mempunyai empat (4) fungsi penting, yaitu: 28 1) To inform, untuk menginformasi 2) To interpret, untuk membantu menginterpretasi 3) To guide, untuk mengarahkan 4) To entertain, untuk menghibur Dalam garis besarnya, jurnalistik dibagi menjadi dua (2) bagian besar, yakni: 29 1. News: a) Straight News: 1)
Matter of news
2) Interpretative report 3) Reportage b) Feature News: 1) Human Interest features 2) Biographical and personality features 3) Travel features 27
M. Djen Amar. Hukum Komunikasi Jurnalistik. 1984. Hal.15 ibid 29 ibid 28
29 4) Explanatory and how to do it features 5) Scientific features 2. Views a) Editorial b) Special articles c) Column d) Features articles Menurut Adinegoro, “jurnalistik diartikan sebagai semacam kepandaian mengarang yang pokoknya untuk memberi pekabaran pada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya”. 30 Jurnalisme adalah pekerjaan mengumpulkan, menulis, mengedit dan menerbitkan berita di surat kabar dan sebagainya. 31 Kewartawanan ialah pekerjaan kegiatan usaha yang sah, yang berhubungan dengan pengumpulan, pengadaan dan penyiaran dalam bentuk fakta, pendapat, ulasan, gambar-gambar dan sebagainya, untuk perusahaan pers, radio, televisi dan film. Dengan demikian, maka yang disebut sebagai wartawan ialah karyawan yang melakukan pekerjaan kewartawanan seperti diatas itulah. 32 Dja’far H. Assegaff, penulis jurnalistik memberikan lima (5) pegangan pokok dalam penerapan bahasa jurnalistik, yaitu: 33 1) Laporan berita harus bersifat menyeluruh. 2) Ketertiban dan keteraturan mengikuti gaya menulis berita. 3) Tepat dalam penggunaan bahasa dan tata bahasa. 30
ibid Rosihan Anwar & Blikololong, J.B. Ponco Sulistyo. Wartawan dan Kode Etik Jurnalistik. 1996. Hal.7 32 ibid. hal. 39 33 Dja’far Husin Assegaff. Bunga Rampai Sejarah Media Massa. 1985. Hal.32 31
30 4) Ekonomi kata harus diterapkan. 5) Gaya penulisan haruslah hidup, memiliki makna, warna dan imajinasi. Berikut ini adalah beberapa pekerjaan yang dilakukan oleh jurnalis: 34 1. Jurnalis mengumpulkan dan menyajikan informasi secara tertulis atau lisan dalam bentuk berita, feature atau dokumentasi. 2. Jurnalis umum menulis segala macam berita, tapi beberapa jurnalis menspesialisasikan diri dibidang-bidang tertentu, seperti jurnalis olah raga, politik atau pertanian. 3. Redaktur mengambil berita yang telah dikirim oleh seorang reporter dan menyajikannya dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan surat kabar, majalah maupun pada portal berita online. 4. Jurnalis foto menggunakan foto untuk menyampaikan berita. 5. Pemimpin Redaksi biasanya adalah orang yang memutuskan apa yang dimuat disurat kabar, majalah maupun portal berita online. 6. Redaktur berita adalah atasan reporter berita. 7. Penulis feature bekerja untuk surat kabar dan majalah, menulis cerita yang lebih panjang dan biasanya memberikan latar belakang berita. 8. Stasiun radio dan televisi yang lebih besar biasanya mempunyai staf khusus yang memproduksi acara peristiwa-peristiwa saat ini atau siaran yang setara dengan artikel feature. 9. Penulis spesialis dipekerjakan untuk menulis kolom opini pribadi atau resensi hal-hal tertentu seperti buku, film, seni atau pertunjukan.
34
Peter Henshall & David Ingram. Terjemahan: Menjadi Jurnalis. Hal.32
31 Dalam bukunya yang berjudul ‘Menjadi Jurnalis’, Peter Henshall dan David Ingram mengatakan bahwa jika seseorang ingin memasuki dunia jurnalistik, maka orang tersebut harus mempunyai empat (4) motivasi utama, yaitu : 1. Keinginan menulis 2. Keinginan untuk dikenal 3. Keinginan untuk berpengaruh 4. Haus pengetahuan. 35 Kemudian dalam perkembangannya maka disimpulkan bahwa ‘jurnalistik adalah salah satu bentuk komunikasi yang menyiarkan berita dan atau ulasan berita tentang peristiwa-peristiwa sehari-hari yang umum dan aktual dengan secepat-cepatnya’. 36 Menurut Yurnaldi, dalam bukunya ‘Kiat Praktis Jurnalistik’, untuk membuahkan tulisan yang berbobot dan merealisasikan misi kemasyarakatan yang diemban, seorang wartawan perlu memiliki beberapa sifat dan kemampuan dasar tertentu, yang antara lain sebagai berikut: 37 1. Wartawan harus selalu penasaran dan ingin mengorek hal-hal penting yang akan, sedang maupun telah terjadi. Mata dan telinga wajib dibuka lebar-lebar setiap saat, agar dapat memantau berbagai permasalahan. 2. Harus menguasai dengan benar bahasa nasional dan memahami bahasa jurnalistik dengan baik. Pengetahuan tentang bahasa internasional akan menguntungkan sekali.
35
ibid Yurnaldi. Kiat Praktis Jurnalistik. 1992. Hal. 13-14 37 ibid 36
32 3. Memiliki latar belakang pendidikan dan pengetahuan budaya yang cukup. Wawasan tidak perlu difokuskan pada satu bidang tertentu yang dikuasai saja, tetapi perlu meluaskan wawasan pada banyak bidang ilmu pengetahuan. 4. Harus mampu melatih disiplin pribadi, tepat waktu dan selalu membawa perlengkapan tulis-menulis setiap mencari bahan berita. Emosi dan sikap harus dikendalikan agar tidak mempengaruhi tulisan yang kita buat. 5. Harus mempunyai ide, gagasan dan mengetahui serta mencari apa yang akan menjadi bahan berita, bukan hanya menunggunya terjadi. Ide seharusnya timbul dari semua benda yang berada disekitar kita setiap hari. 38 Lima persyaratan pokok diatas masih harus ditunjang lagi dengan sebuah landasan berupa tanggung jawab moral kepada masyarakat dan Negara. Tanpa landasan ini, hasil karya wartawan akan menyimpang keluar dari jalur kebenaran yang seharusnya dilintasi. 39 Menurut Yanuar Abdulah dalam bukunya yang berjudul ‘Dasar-dasar Kewartawanan, Teori dan Praktek, mengatakan bahwa dalam Undang-undang Pokok Pers Indonesia dikenal dengan istilah kewartawanan. 40 “Kewartawanan adalah kegiatan, usaha yang sah yang berhubungan dengan pengumpulan, pengolahan dan penyiaran berita dalam bentuk berita, pendapat, ulasan, gambar dan sebagainya dalam bidang komunikasi massa. Sedangkan wartawan maksudnya adalah orang yang melakukan pekerjaan kewartawanan”. 41 Untuk dapat menguasai keterampilan kewartawanan ini, diperlukan latihan intensif dan terus-menerus mengenai:
38
ibid ibid 40 Yanuar Abdulah. Dasar-dasar Kewartawanan, Teori dan Praktek. Hal.38 41 Himpunan Undang-Undang Pokok Pers 39
33 1. Teknik menulis berita 2. Teknik meliput (mengumpulkan bahan berita) 3. Teknik dan etika wawancara 4. Teknik penulisan artikel, feature dan reportase 5. Pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar 42 Menurut Yanuar Abdulah dalam bukunya ‘Dasar-dasar Kewartawanan, Teori dan Praktek’, wartawan adalah: “Manusia yang melakukan kegiatan sehari-hari sebagai pencari dan pemburu berita, pengumpul berita, pembawa berita, penyusun berita, penyiar berita, juga pengajak berpikir, tukang ingatkan (kontrol), serta tukang hibur dengan menggunakan bahasa tulisan sebagai medianya (alat)”. 43 Untuk menjadi seorang wartawan, yang adalah seorang komunikator dalam Ilmu Komunikasi, disebutkan ada 12 syarat. Syarat-syarat untuk menjadi wartawan atau jurnalis ada 12 yang satu demi satu dapat diutarakan sebagai berikut: 44 a. Bersemangat (enthusiasm) Seorang jurnalis harus benar-benar tertarik kepada tugasnya. Baginya menghimpun dan menyusun berita dan cerita tentang sesuatu yang penuh kemanusiaan terasa selalu menggetarkan hati. Dia tidak pernah berhenti untuk selalu menyempurnakan diri dalam melaksanakan tugasnya. Seorang wartawan yang sejati akan selalu siap bertugas “kapan saja dan dimana saja”. b. Prakasa (initiative)
42
opcit ibid 44 M. Djen Amar. Hukum Komunikasi Jurnalistik. 1984. Hal. 40 43
34 Seorang jurnalis yang baik tidak perlu diperintah oleh siapapun juga. Ide dan semangatnya selalu melahirkan berita dan laporan yang menggugah sanubari pembacanya. Dia tidak akan pernah kekurangan bahan bagi berita dan laporan serta tulisan-tulisannya. c. Agresif (aggressiveness) Seorang jurnalis yang baik akan selalu mencari fakta yang akan dipergunakannya untuk menunjang berita dan tulisannya. Dia akan selalu terus mencari dan bertanya hingga berhasil mendapatkannya. Dia pantang berdiam diri. Dia berani tapi sopan. Yang dicari didapatnya dan orang pun gembira dan senang kepadanya. d. Berkepribadian (personality) Seorang jurnalis yang baik selalu menikmati pertemuan dan pembicaraan dengan siapapun. Dia adalah jenis manusia kepada siapa orang akan menaruh kesetiaan dan kepercayaan. Karenanya, setiap orang selalu memberikan bahan (tip) kepadanya. Karenanya, dia tidak akan kekurangan bahan untuk berita dan laporan serta tulisannya. e. Rasa ingin-tahu (curiosity) Jurnalis yang baik selalu ingin tahu. Dia selalu ingin tahu apa yang orang lakukan dan mengapa demikian. Meskipun rasa ingin tahu ini selalu disertai penghormatan kepada hak-diri-pribadi orang lain. f. Jujur (fairness) Jurnalis yang baik harus jujur. Dia harus selalu menyadari bahwa jika sesuatu diberitakan, maka akan selalu ada dua pihak yang tersangkut. Karenanya kedua pihak harus benar-benar diperlakukan secara adil.
35 g. Bertanggung-jawab (responsibility) Jurnalis yang baik selalu menyadari bahwa mereka selalu harus bertanggungjawab akan kebenaran berita/laporan/tulisan yang dicetak atau dibicarakannya. Kebenaran berarti fakta dan data harus selalu mendukung berita/ laporan/ tulisannya. h. Kemampuan bicara/menulis (speaking/writing ability) Jurnalis yang baik harus selalu belajar mengenai bagaimana cara mengkomunikasikan ide secara korek (teliti) dan efektif. Dia harus bicara/menulis secara sederhana, langsung, tanpa menggunakan kata-kata yang berbelit-belit. Namun kata-kata tersebut haruslah hidup dan menarik. i. Bergairah fakta (desire for facts) Jurnalis yang baik selalu bergairah akan fakta-fakta. Fakta-fakta tersebut kemudian dirangkai hingga merupakan berita/laporan/tulisan yang menarik pendengar/pembacanya. j. Akurat/tepat (accuracy) Jurnalis yang baik akan selalu berjuang untuk tetap menulis/bicara secara tepat. Dia mengutip secara tepat. Dia mengeja nama secara benar. Dia mengemukakan fakta dengan jelas. k. Pendidikan (education) Jurnalis yang baik harus memiliki pengetahuan dalam banyak bidang. Dia harus membaca banyak, khususnya mengenai orang-orang. Apa yang mereka lakukan dan mengapa mereka melakukan sesuatu hal. Termasuk mengenai segi-segi kemanusiaan.
36 l. “Hidung berita” (nose for news) Jurnalis yang baik harus tahu apa yang bisa disebut sebagai berita. Dan apa yang sebenarnya dikehendaki oleh pendengar/pembacanya dari dirinya. Dan jurnalis yang baik akan selalu mencoba untuk memenuhi harapan para pendengar/pembacanya. 45 Jika ke-12 butir syarat untuk menjadi seorang jurnalis yang baik diatas dapat dipenuhi, maka jadilah mereka, siapapun juga jurnalis yang baik. Yang dapat memenuhi harapan pendengar/pembacanya, khususnya yang memiliki semangat dan jiwa kemanusiaan. 46 Tujuan utama jurnalisme adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan warga agar mereka bisa hidup bebas dan mengatur diri sendiri. 47 Wartawan era baru tidak lagi memutuskan apa yang seharusnya diketahui publik. Dia membantu audiens mengerti secara runtut apa yang seharusnya mereka ketahui. Hal ini secara tidak langsung berarti menambah interpretasi atau analisis pada sebuah laporan berita. Lebih tepat jika disebut tugas pertama wartawan era baru adalah memverifikasi apakah informasinya bisa dipercaya, lantas meruntutkannya sehingga warga bisa memahaminya secara efisien. Dalam sebuah era ketika siapa saja bisa menjadi reporter atau komentator situs
web, maka “Anda bergerak menuju jurnalisme dua arah” kata Seeley
Brown. Wartawan menjadi “pemimpin diskusi” atau mediator daripada menjadi
45
ibid. hal. 40-43 ibid, hal. 43 47 Bill Kovach & Tom Rosenstiel. The Elements of Journalism. 2001 penerj. Yusi A. Pareanom, Agus Sopian & Andreas Harsono. 2006. Hal.12 46
37 guru atau pengajar semata. Audiens tidak hanya menjadi konsumen, melainkan “prosumen”, sebuah persilangan antara konsumen dan produsen. 48 Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran. Keinginan agar informasi merupakan kebenaran adalah elementer. Berita adalah materi yang digunakan orang untuk mempelajari dan berpikir tentang dunia di luar diri mereka, maka kualitas terpenting berita adalah bisa digunakan dan diandalkan. Singkat kata, kebenaran menciptakan rasa aman yang tumbuh dari kesadaran seseorang, dan kebenaran inilah yang menjadi intisari sebuah berita. 49 Jurnalisme harus menghadirkan sebuah forum untuk kritik dan komentar publik. 50
2.3.2 Pers di Indonesia Tentang kata ‘PERS’ yang sekarang dikenal atau dipahami untuk menyebut atau memanggil orang-orang yang melakukan kegiatan “kewartawanan” berasal dari bahasa Inggris “PRESS” yang dipinjam pula oleh Inggris dari bahasa Perancis “PRESESS” yang memiliki makna tekanan atau jepitan. Kata ‘PRESS’ pada mulanya dimaksudkan untuk menyebut mesin cetak, tetapi kemudian menjelma menjadi panggilan atau sebutan untuk orang yang bekerja diperusahaan surat kabar atau orang yang mengisi kolom-kolom halaman surat kabar. Saat ini pengertian ‘PERS’ sudah meliputi surat kabar, jurnalisme elektronika dan majalah. 51
48
ibid, hal. 21 ibid, hal. 38-39 50 ibid, hal. 173 51 M. Djen Amar. Hukum Komunikasi Jurnalistik. 1984. Hal.17 49
38 Pengertian “Press” dalam arti luas dapat diartikan sebagai media massa secara keseluruhan, sesuai dengan kemajuan teknologi, termasuk media massa elektronika yang modern. Dan sesuai pula dengan definisi Komunikasi Massa versi Edwin Emery dan kawan-kawannya yang berbunyi: “mass communication --- delivering informations, ideas, and attitudes to a sizable and diversified audience through use of the media developed for that purpose = komunikasi massa adalah kegiatan menyampaikan informasi, ide, sikap kepada sejumlah orang yang berbeda-beda dengan mempergunakan media yang diciptakan untuk maksud tersebut”. Dalam mengartikan “media yang diciptakan untuk maksud tersebut” atau “the media developed for that purpose”, kemajuan teknologi begitu pesat dalam menciptakan media massa ini. 52 Sesuai dengan falsafah dan ideologi negara Pancasila, yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan pasal demi pasal UUD 1945. Semangat, jiwa dan karakter atau watak dari Pers Indonesia adalah Pancasila. Ajaran pokoknya jelas dan sesuai dengan Ketetapan MPR No. II/ MPR/ 1978, pedomannya adalah “Ekaprasetya Pancakarsa” atau “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila”. 53 Bagi pers Pancasila, rasa bertanggung jawabnya tercermin dari apakah berita-berita tersebut menghargai Ketuhanan Yang Maha Esa, Persatuan Indonesia dan sila demi sila dari Pancasila. Jika pers di Indonesia ada yang memberitakan hal yang mencegah persatuan bangsa, misalnya yang sifat beritanya menghina Agama serta Suku Bangsa, maka pers tersebut jelas harus ditindak sesuai dengan
52 53
ibid ibid. hal 22-23
39 hukum (KUH Pidana). Karena membahayakan kesatuan dan persatuan Indonesia. Pers demikian adalah pers yang tidak bertanggung jawab. 54
2.3.3 Pencemaran Nama Baik Di negara-negara yang menganut sistem hukum Anglo-Saxzon delik penghinaan lazim disebut sebagai libel. Libel artinya pernyataan tertulis yang menyerang kehormatan atau reputasi seseorang. Sedang yang penghinaan secara lisan atau dengan menggunakan gerak-gerik atau tanda (gesture) disebut slander. 55 Libel merupakan kata bahasa Inggris yang berarti penyebaran fitnah secara tertulis, segala sesuatu yang memburukkan dan pencemaran nama atau memfitnah. Undang-undang libel dibuat untuk melindungi hak kita supaya tidak diganggu oleh orang lain. Dengan kata lain, libel adalah apa saja yang dicetak atau ditulis yang cenderung menghina, memalukan, merugikan atau menertawakan orang lain yang menjadi objek tulisan. 56 Esensi libel adalah exposure (penyingkapan) alias pengumuman. Demikian tulis Duane Bradley dalam buku The Newspaper – It’s Place In A Democracy (1965). Bila nama baik seseorang dirusak, maka dia dapat berpaling kepada pengadilan untuk menuntut ganti rugi. Demikian tulis M.L. Stein dalam Freedom of the Press – A Continuing Struggle (1966). 57 Hal-hal yang membuat LIBEL biasanya adalah: defamination dan slander. Defamination artinya “yang membuat jatuh reputasinya” dibuat nama baiknya 54
ibid Oemar Seno Adji. Perkembangan Delik Pers di Indonesia. Hal.39 56 Rosihan Anwar & Blikololong, J.B. Ponco Sulistyo. Wartawan dan Kode Etik Jurnalistik. 1996. hal.15 57 ibid, hal.16 55
40 “jatuh”. Slander biasanya dilakukan secara lisan (oral), sedangkan defamination dilakukan secara tercetak, diterbitkan. 58 Akibat yang ditimbulkan oleh slander dan defamation agak berbeda. Permintaan kerugian (ganti rugi) dari defamation, biasanya lebih besar jumlahnya daripada akibat yang ditimbulkan slander. Tetapi apabila slander yang diucapkan oleh sang Pemidato kemudian dikutip oleh media massa cetak dan dibaca oleh seluruh pembaca luas, maka begitu tercetak, jadilah ia defamation. Slander yang “murni” adalah justru yang tidak dibuat jadi berita dalam media massa. 59 Dalam slander “murni” si pembicara lisan (oral) sendiri itulah yang harus bertanggung jawab. Artinya, jika dituntut ke muka pengadilan, maka si pembicara itu sendirilah yang akan menjadi si terdakwa. Secara hukum, defamation melalui media massa cetak, menghadapi dua akibat. Pertama: membuat cedera secara individual. Kedua: mengakibatkan cedera pada individu secara/sebagai anggota masyarakat, sehingga yang terluka adalah masyarakat secara keseluruhan. 60 Jika pers ingin memfungsikan dirinya dalam masyarakat yang demokratis, maka kebebasan menerbitkan kebenaran haruslah diutamakan, meskipun kadangkadang kebenaran itu pahit. Jika kebenaran itu kemudian dapat menimbulkan keonaran atau kekacauan, dengan demikian kebenaran tersebut tidaklah murni, karena masih dipertentangkan, bahkan cenderung ke terjadinya komplikasi perkara pidana. Jika kebenaran cenderung mengakibatkan cedera, maka ada baiknya
memberitakan
kebenaran
tersebut,
demi
kepentingan
umum
dipertimbangkan motif dan tujuan serta akibat pemberitaannya nanti. Yang penting ialah memutuskan “tujuan yang terbaik”. Itulah yang harus ditentukan; 58
M. Djen Amar. Hukum Komunikasi Jurnalistik. 1984. Hal.58 ibid, hal. 59 60 ibid. 59
41 jika hendak memberitakan kebenaran yang bisa mencederakan individu atau masyarakat itu. Akibatnya adalah memberitakan kebenaran secara murni dapat berakibat terbentur pada “perkara sipil”/perdata atau perkara pidana atau criminal libel. 61 Di Indonesia, yang lebih dikhawatirkan sempai sekarang ialah perkara pidana, karena yang bersangkutan nama baiknya merasa dihina, biasanya menuntut media massa yang bersangkutan melalui tuntutan perkara pidana. Jika yang dihina Presiden RI, maka dikenakan pasal 134 KUH-Pidana. Ancaman hukumannya enam (6) tahun. Apabila yang terkena penghinaan “orang biasa” bukan Presiden, maka pasal 310 atau 311 KUH Pidana akan dikenakan kepada media massa yang bersangkutan. Ancaman hukumannya sembilan (9) bulan dan empat (4) tahun, (jika tidak dapat membuktikan penistaannya). 62 Pasal 310 KUHP (1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. 61 62
ibid, hal. 60 ibid. hal. 57-58
42 (3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan itu jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri. Pasal 311 KUHP (1) Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka ia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (2) Pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 No. 1-3 dapat dijatuhkan. 63 Dari pasal 310 ayat (1) KUHP, jika diuraikan lebih lanjut, maka orang yang akan terkena delik pencemaran harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: 1. Perbuatannya dilakukan dengan sengaja. 2. Objek atau sasarannya adalah pribadi perorangan. 3. Perbuatan yang dilakukan itu jelas menyerang atau merusak kehormatan dan nama baik seseorang. 4. Perbuatan tersebut dilakukan dengan maksud supaya tersiar dan diketahui umum. 5. Harus ada atau mengandung “tuduhan tertentu”. 64 Sampai pada batas itu pers belum terkena, karena baru sampai pada pencemaran saja, sedangkan pers termasuk dalam pencemaran tertulis. Maka
63 64
ibid. hal. 54 ibid
43 khusus untuk pers, selain seluruh unsur-unsur itu harus pula ditambah dengan unsur “tertulis” (pasal 310 ayat (2)). 65 Pasal 27 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), UU RI No. 11 Tahun 2008. (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau
membuat
dapat
diaksesnya
Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau
membuat
dapat
diaksesnya
Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian. (3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau
membuat
dapat
diaksesnya
Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. (4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau
membuat
dapat
diaksesnya
Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
65
ibid.
44 2.3.4 Kode Etik Jurnalistik Wartawan adalah profesi dengan etika. Itulah sebabnya, wartawan dinilai sebagai profesi. Sebagai profesi, ia terikat kepada kode etik dan kriteria. Kode etik yang dimaksudkan sebagai norma yang mengikat pekerjaan yang ditekuninya. Sedangkan kriteria dimaksudkan sebagai alat seleksi karena tidak setiap orang dapat bebas memasuki lingkaran sebuah profesi. Bagi para jurnalis Indonesia, sampai saat ini masih diberlakukan ‘Kode Etik Jurnalistik’. Etika pers dapat dilihat pada kode etik jurnalistik yang terdapat dalam berbagai organisasi wartawan, seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan sebagainya. Adapula kode etik jurnalistik yang dibuat atas kesepakatan sejumlah organisasi wartawan dan disebut Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI). 66 Dalam kehidupan jurnalistik kita mengenal adanya kaidah jurnalistik, yang secara sah disebut sebagai Kode Etik Jurnalistik. Kode etik jurnalistik di Indonesia disusun dan disahkan oleh kongres Persatuan Wartwan Indonesia (PWI) seluruh Indonesia. 67 Kode berasal dari bahasa Inggris “code” atau bahasa Latin “codex”, yang artinya adalah buku undang-undang, kumpulan sandi dan kata yang disepakati dalam lalu lintas telegrafi serta susunan prinsip hidup suatu masyarakat. Etik, juga dieja (etika) dalam bahasa Perancis disebut “ethique”, dan dalam bahas Latin
66 67
Sudirman Tebba. Etika Media Massa Indonesia. hal. 2 M. Djen Amar. Hukum Komunikasi Jurnalistik. 1984. Hal. 62
45 “ethica” serta “ethos” dalam bahasa Yunani. Etik adalah moral filosofi, filsafat praktis dan ajaran kesusilaan. 68 Menurut kamus besar bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1988), etika adalah: 1. Ilmu tentang
apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak). 2. Kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan 3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Sedangkan jurnalistik berarti segala sesuatu yang menyangkut kewartawanan dan pesuratkabaran. 69 Dengan memperhatikan makna kata tadi, maka kode etik jurnalistik adalah aturan tata susila kewartwanan dan juga norma tertulis yang mengatur sikap, tingkah laku dan tata karma penerbitan*. Etik adalah cabang filsafat yang membantu para wartawan menentukan apa yang benar dilakukan dalam kewartawanan mereka. Etik ditentukan secara pribadi atau personal, dan dilaksanakan secara pribadi pula. Etik seharusnya memberi prinsip-prinsip dasar tertentu atau tolak ukur kepada wartawan, sehingga ia dapat menimbang apakah tindakan-tindakannya benar atau salah, baik atau jahat dan bertanggung jawab atau tidak. 70
68
Rosihan Anwar & Blikololong, J.B. Ponco Sulistyo. Wartawan dan Kode Etik Jurnalistik. 1996. Hal.21 69 ibid. hal. 22 * menurut Prof.Dr. Kees Bertens, ahli etika dari Universitas Atma Jaya Jakarta, pengertian etika dalam kamus besar bahasa Indonesia (1988) itu lebih lengkap dibanding dalam kamus umum bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta. Kalam KUBI, etika hanya diartikan sebagai ilmu, dan sebab itu kurang lengkap. Dalam bukunya, Etika (Gramedia, Jakarta, 1994), Bertens mengubah urutan pengertiian etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dengan menempatkan arti nomor 3 di urutan pertama. Kode etik dalam bab tentang Kode Etik Jurnalistik ini cocok dengan arti kedua, yakni kumpulan azas atau nilai moral. 70 ibid.
46 Secara umum arti kata demi kata dari kode etik jurnalistik ialah: kode berarti himpunan ketentuan-ketentuan (hukum) yang disusun secara jelas dan praktis. Atau dapat juga berarti sebagai seperangkat peraturan-peraturan dan prinsipprinsip bagi sekelompok masyarakat. Atau diartikan juga sebagai seperangkat tata-tindak dan tata-moral yang diterima oleh masyrakat atau sekelompok masyarakat. 71 Kata etik berarti pinsip-prinsip tentang moralitas. Atau ilmu mengenai moralitas. Atau berarti juga sebagai himpunan aturan-aturan mengenai tata-cara atau tata-tindak. Selanjutnya kata jurnalistik berarti ilmu mengenai kepandaian menulis atau mengarang sesuatu berita atau karangan sehari-hari, yang biasa dimuat dalam sesuatu penerbitan umum baik berupa surat kabar harian atau majalah berkala. 72 Dengan demikian, yang dimaksud dengan kode etik jurnalistik ialah seperangkat ketentuan-ketentuan atau prinsip-prinsip mengenai tata-cara atau tatatindak dalam bidang jurnalistik, bidang penulisan berita atau karangan untuk penerbitan umum baik harian ataupun majalah ataupun kantor berita. 73 Kode etik jurnalistik di Indonesia mempunyai 7 pasal, yang meliputi kepribadian wartawan Indonesia sampai dengan pengawasan penataan kode etik jurnalistik tersebut. 74 Kode etik jurnalistik Indonesia mempunyai 7 pokok ketentuan, yaitu: 1. Kepribadian wartawan Indonesia
71
M. Djen Amar. Hukum Komunikasi Jurnalistik. 1984. Hal. 62 ibid. hal.62 73 ibid. hal. 63 74 ibid. 72
47 Disini ditentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang wartawan Indonesia (anggota PWI). 2. Pertanggung-jawaban Dirumuskan tanggung-jawab dari wartawan Indonesia 3. Cara pemberitaan dan menyatakan pendapat Tata-cara memberitakan sesuatu berita diatur disini. 4. Palanggaran hak jawab Mengatur mengenai hak jawab dari yang terkena pemberitaan. 5. Sumber berita Pengaturan tentang sumber berita dirumuskan disini. 6. Kekuatan kode etik Ditegaskan dimana letak kekuatan kode etik. 7. Pengawasan penataan kode etik Badan apa dijelaskan disini sebagai pengawas kode etik jurnalistik. 75 Pasal 1 kode etik jurnalistik Indonesia menegaskan tentang kepribadian wartawan Indonesia, yaitu: wartawan Indonesia adalah warga Negara yang beratakwa kepada Tuhan YME, berjiwa pancasila taat pada Undang-Undang Dasar 1945, bersifat ksatria dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia serta perjuangan emansipasi bangsa dalam segala lapangan dan dengan itu turut bekerja kearah keselamatan masyarakat Indonesia sebagai warga dari msyarakat bangsabangsa di dunia. 76 Menjadi wartawan Indonesia harus memiliki kepribadian nasional yang kuat dan pejuang internasional yang tangguh. Sekaligus dia harus menjadi insan 75 76
ibid, hal. 64 ibid. hal.67
48 nasional dan insan internasional. Kepribadian inilah yang menjadi tantangan wartawan Indonesia yang pertama. Kemudian dari segi-segi teknis pemberitaannya, begitu banyak hal yang harus diperhatikan dan dipatuhi oleh wartawan Indonesia. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan berita atau tulisan yang sifatnya destruktif, merugian Negara dan rakyatnya, dan sebagainya. Ini jelas tertera dalam pasal 2 kode etik jurnalistik. Dalam pasal 3 dikemukakan, dalam memperoleh bahan-bahan berita, wartawan Indonesia harus menempuh jalur yang jujur, meneliti kebenaran sesuatu berita atau keterangan sebelum disiarkan. Menyusun berita harus membedakan antara fakta dan opni tidak mencampur-baurkannya. 77 Wartawan Indonesia dianggap melanggar secara berat terhadap profesi jurnalistiknya jika tulisan yang berisi tuduhan tidak memiliki dasar, hasutan yang membahayakan keselamatan negara, fitnahan, memutarbalikkan kejadian dengan sengaja, menerima sesuatu untuk meyiarkan atau tidak menyiarkan sesuatu berita atau tulisan, dan hal-hal ini haruslah dihindari demi martabat diri wartawan Indonesia. Pasal 4 kode etik jurnalistik jelas menuliskan masalah ini. Tentang sumber berita yang harus diperhatikan ialah bahwa wartawan Indonesia harus menghargai dan melindungi kedudukan sumber berita yang tidak mau disebut namanya dan tidak menyiarkan keterangan-keterangan yang diberikan secara “off the record”. Tidak boleh jadi plagiat. Ini ada dalam pasal 5. Kemudian dimanakah kekuatan kode etik jurnalistik Indonesia ini? Pasal 6 jelas menyebutkan bahwa prinsip tentang penataannya terutama pada hati nurani setiap wartawan Indonesia. Dengan demikian, yang terpenting yang harus ada
77
ibid, hal. 68
49 dalam diri setiap wartawan Indonesia adalah hati nurani yang kuat. Hati nurani yang bersih. Hati nurani yang putih. Karena jurnalistik adalah profesi yang mengemban idea. Mengemban perjuangan dan cita-cita bangsa dan Negara dalam bidang idiil dan spiritual. Pengawasan dari pelangar-pelanggar kode etik jurnalistik menurut pasal 7 kode etik jurnalistik dilakukan oleh Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia yang menentukan sanksi-sanksi yang diperlukan. Ini terjadi jika ada kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan oleh wartawan Indonesia. 78 Fungsi pertama kode etik jurnalistik ialah memperlihatkan pertanggung jawaban (accountability) kepada publik, yang dalam hal ini sebagai penerima pesan-pesan jurnalistik. Prinsip-prinsip yang menekankan pertanggungjawaban kepada publik dapat dibagi dalam 4 subkelompok, yaitu (1) kebenaran informasi, (2) kejelasan dan ambiguitas informasi, (3) pembelaan hak-hak publik, dan (4) tanggung jawab wartawan sebagai pencipta opini publik. 79 1. Kebenaran informasi a. Kebenaran, ketulusan, kecepatan informasi b. Keesensian informasi c. Keanekaragaman dan kemajemukan informasi d. Objektivitas informasi e. Mengecek fakta dan sumber-sumber f. Mengoreksi kesalahan-kesalahan g. Kewajiban menyiarkan statement dewan pers
78
ibid. hal. 69 Rosihan Anwar & Blikololong, J.B. Ponco Sulistyo. Wartawan dan Kode Etik Jurnalistik. 1996. Hal. 25 79
50 2. Kejelasan dan ambiguitas informasi a. Pemisahan fakta dan opini b. Pemisahan iklan dengan bahan editorial c. Larangan terhadap seleksi dan mispresentasi d. Peliputan judul berita di dalam teks 3. Pembelaan hak-hak publik a. Kewajiban mengabdi sebagai watch-dog (penjaga) terhadap kekuasaan b. Kebebasan ekspresi, bicara, komentar, kritik c. Hak publik menyatakan pendapat 4. Tanggung jawab wartawan sebagai pencipta opini publik a. Tanggung jawab wartawan atas segala sesuatu yang diberitakan b. Pelanggaran terhadap diskriminasi atas dasar ras/ suku/ kebangsaan c. Pelanggaran terhadap diskriminasi atas dasar agama dan sebagainya d. Respek terhadap selera baik dalam ekspresi e. Respek terhadap nilai-nilai umum f. Pelarangan terhadap memuji/ menggalakkan kejahatan dan kekerasan g. Respek terhadap negara-negara dan bangsa-bangsa lain. 80 Pertanggung jawaban kepada sumber-sumber (pemberi) dan kepada referent (objek) informasi terbagi atas dua kelompok, yaitu (1) pengumpulan dan pelaporan informasi, dan (2) integritas sumber. 81 1. Pengumpulan dan pelaporan informasi a. Cara-cara fair dalam mengumpulkan informasi b. Respek terhadap hak cipta dan hukum-hukum pengutipan (quoting) 80 81
ibid, hal. 26 ibid. hal. 27
51 c. Respek terhadap embargo berita d. Hak sumber untuk mencek kecepatan informasi e. Pelanggaran terhadap fitnah, libel dan tuuduhan yang tidak mendasar f. Hak menjawab 2. Integritas sumber a. Respek terhadap privacy (hak individu/ pribadi/ perorangan) b. Kerahasiaan profesional c. Pertimbangan khusus dalam memberitakan kejahatan, kecelakaan dan lainlain d. Praduga tidak bersalah 82 Mochtar Luthfi menjelaskan bahwa suatu pekerjaan disebut profesi jika memenuhi kritera-kriteria: 83 1. Merupakan panggilan hidup dan penuh waktu 2. Harus mengandung suatu keahlian 3. Memiliki teori-teori yang baku secara universal 4. Merupakan suatu pengabdian, bukan untuk mencari materi hanya untuk kepentingan dirinya sendiri 5. Harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif 6. Pemegang profesi memiliki otonomi dalam melakukan profesinya 7. Memiliki kode etik profesi 8. Harus mempunyai klien, yakni orang-orang yang memerlukan layanan atas jasa profesi itu.
82 83
ibid. Dja’far Husin Assegaff. Bunga Rampai Sejarah Media Massa. 1985.
52 Sedangkan berkenaan dengan kriteria profesi Lkshamana Rao, dalam sebuah monografi mengenai penelitian komunikasi, menyebutkan empat kriteria untuk menunjukkan bahwa suatu pekerjaan itu disebut sebagai profesi, yakni: 1. Harus terdapat kebebasan dalam pekerjaan itu 2. Harus ada panggilan dan keterikatan dengan pekerjaan itu 3. Harus ada keahlian (expertice), dan 4. Harus ada tanggung jawab yang terikat pada kode etik pekerjaan tersebut. 84 Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar. Wartawan Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa melaporkan dan menyiarkan informasi secara faktual dan jelas sumbernya, tidak menyembunyikan fakta serta pendapat yang penting dan menarik yang perlu diketahui publik sebagai hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan akurat. Wartawan Indonesia menempuh cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi. Wartawan
Indonesia
menghormati
azas
praduga
tak
bersalah,
tidak
mencampurkan fakta dan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan plagiat. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan. Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang dan off the record sesuai kesepakatan. Wartawan
84
ibid.
53 Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani hak jawab. 85
2.3.5 Jurnalis Media Online Kemajuan teknologi dalam dunia pengetahuan kita tentu berimbas pada kemajuan informasi. Sumber-sumber untuk mendapatkan informasi bisa berasal dari mana saja. Baik itu lingkungan yang terdekat dengan kita seperti keluarga dan pertemanan, bisa pula melalui media-media lainnya seperti media cetak. Media cetak dalam hal ini buku, majalah, dan surat kabar memiliki andil besar dalam penyebaran informasi. Perkembangan teknologi memiliki banyak implikasi pada seluruh bidang kehidupan
manusia.
Perkembangan
teknologi
yang
begitu
pesat
ikut
mempengaruhi proses eksistensi media. Hal tersebut juga terjadi karena pola perkembangan manusia modern yang cenderung serba instan. Masyarakat pada era globalisasi sekarang ini lebih menggemari kebiasaan menonton daripada kebiasaan membaca. Mereka juga tidak lagi suka membeli surat kabar atau majalah, berganti dengan digandrunginya media elektronik yang menampilkan visualisasi konsep. Kebiasaan ini seiring dengan waktu menjadi perubahan budaya pada manusia. Jurnalistik ialah penyebaran informasi untuk publik, opini publik dan hiburan untuk publik yang sifatnya sistematis dan dapat dipercaya melalui media komunikasi massa modern (Ronald E. Wolseley & Laurence R. Campbell, 1949). Atau definisi yang lebih luas: jurnalistik adalah laporan tentang kejadian-kejadian
85
ibid.
54 yang sedang berlangsung pada saat ditulis, bukan kajian yang sudah definitif tentang suatu keadaan (Edwin Emery et al, 1965). 86 Secara historis wartawan atau jurnalistik melaksanakan dua fungsi utama: melaporkan berita dan menawarkan tafsiran serta pendapat yang didasarkan atas berita. Wartawan dapat menulis laporan yang menghibur dan bernilai berita. Sedang orang yang menulis semata-mata untuk hiburan misalnya para penulis skrip (cerita) TV bukanlah wartawan. Perlu diperhatikan, bahwa jurnalistik pada awalnya hanyalah pemberitaan atau laporan tertulis untuk pers. Tetapi kemudian dengan munculnya media elektronik khususnya radio dan televisi muncul pula jurnalistik penyiaran atau jurnalistik udara tanpa tertulis (misalnya wawancara langsung). Karena itu definisi Wolseley dan Campbell tersebut sudah mencakup pula jurnalistik penyiaran. 87 Revolusi ke-enam dibidang pers dan jurnalistik adalah revolusi Koran elektronika. Ia akan mengakhiri keberadaan pers cetak yang keberadaannya sudah sekitar enam abad tersebut. Pembaca tidak perlu lagi membeli atau membagibagikan koran yang dicetak. Pembaca cukup memiliki layar monitor yang tipis dan mudah dibawa kemana-mana, mirip layar televisi. Pada layar-layar monitor itulah berita, gambar, tulisan dan iklan akan terbaca lewat video-teks. Secara langsung atau tidak, revolusi di bidang pers akan berpengaruh terhadap kelembagaan pers nasional (sistem pers nasional) yang akan berlanjut kepada bidang hukum dan etika. Arus globalisasi akan meningkat. Batas-batas sistem pers nasional akan semakin ‘tipis”. Arus informasi di dalam masyarakat akan berubah kualitasnya, lebih cepat dan lebih banyak. Perubahan pola-pola 86 87
Abdul Muis Andi Makassau. Kontroversi Sekitar Kebebasan Pers. 1996. Hal.13 ibid.
55 tingkah laku masyarakat yang sedang dibawa oleh media massa elektronika akan menjadi lebih luas. 88 Kebutuhan masyarakat akan informasi yang cepat tentunya menjadi nilai plus tersendiri bagi media online. Terlepas dari keakuratan berita yang kadangkadang kurang, media online telah banyak membantu perkembangan jurnalisme. Perkembangan internet telah mengubah profesi jurnalis dalam beberapa hal, hingga munculnya istilah jurnalisme digital atau jurnalisme online. Adanya perubahan itu lantas memunculkan diskusi mengenai tiga karakteristik kunci dari media online: interaktivitas, personalisasi dan konvergensi. Karakteristik penting lainnya adalah kecepatan dan kontinuitas dari media online. Publik pun dapat mengakses media online secara gratis selama 24 jam setiap harinya, dan informasi yang disajikan termutakhirkan secara konstan. 89 Interaktivitas terkait adanya keterlibatan publik. Personalisasi terkait kebebasan pembaca terhadap apa yang diinginkannya. Sedangkan konvergensi merupakan penyatuan wadah-wadah penyampai informasi ke dalam sebuah media sinergi. Mengutip tulisan Kovach dan Rosentel dalam Sembilan Elemen Jurnalisme, dalam sebuah era ketika siapa saja bisa menjadi reporter atau komentator situs web, maka, jurnalisme bergerak menuju jurnalisme dua arah. Wartawan kini lebih banyak berperan menjadi pemimpin diskusi atau mediator, daripada menjadi guru atau pengajar semata. Audiens tidak menjadi konsumen, melainkan prosumen, sebuah persilangan antara konsumen dan produsen. 90
88
ibid. hal. 200-201 http://bayusubrata.blogspot.com/2009/01/media-online-akan-cerah-di-tahun-2009.html 90 http://www.slideshare.net/fajribudi/online-media-presentation-919144 89
56 Media online adalah media massa yang dapat kita temukan di internet. Sebagai media massa, media online juga menggunakan kaidah-kaidah jurnalistik dalam sistem kerja mereka. Bekerja di media online tentunya memiliki sejumlah persyaratan teknis yang sedikit berbeda. Ini terkait adanya beberapa kebutuhan agar penyajian di media berbasis teknologi internet itu dapat menyajikan berita secara maksimal. Pemahaman mengenai teknologi internet dan perkembangannya menjadi mutlak diperlukan. Dan kini, ada pertanyaan pokok yang masih harus dijawab, yaitu, apa itu jurnalisme online dan apa yang membuatnya berbeda dengan tipe dan gaya jurnalisme yang mainstream?. Pada prinsipnya, laporan berita online yang baik sama dengan laporan berita yang baik di media cetak, meski karakteristiknya terkadang berbeda dan membutuhkan standar dan keterampilan yang berbeda pula. Ini yang terkadang tidak disadari mereka yang bekerja di media online. Tapi apakah ada bedanya dengan media massa konvensional? Sebetulnya, tak ada perbedaan yang terlalu signifikan. Perbedaan yang paling mencolok adalah mediumnya. Yang satu virtual, satunya lagi tercetak. Karena itu, secara teknis ada hal-hal tertentu yang -mau tidak mau- membuat mereka berbeda. Selain itu, ada asumsi yang salah mengenai apa-apa saja yang pantas disajikan di media online. Pada prinsipnya, media online tidak hanya mengedepankan berita-berita cepat atau breaking news. Media online tentunya harus menyajikan berita-berita berbobot dengan muatan analitis. Ini tentu untuk memenuhi kebutuhan pembaca, yang tidak hanya membutuhkan informasi terkini, namun juga wawasan baru berdasarkan multiperspektif.
57 Persoalan teknis, misalnya, adanya kecenderungan mudah lelah saat membaca sajian di berita-berita online yang panjang, tentu dapat diantisipasi dengan model penyajian dan desain yang senyaman mungkin. Di antara mediamedia online ke depannya, seharusnya, tidak hanya bersaing pada kecepatan menyajikan berita, namun juga memberikan sajian yang berbobot, bervariasi, dan memiliki kedalaman informasi. Faktor penting lainnya juga –yang selama ini lemah–, media online harus memiliki kedisiplinan verifikasi. Kesalahan kerap terjadi dalam sajian-sajian di portal-portal online, lantaran lebih mengedepankan faktor kecepatan dalam penyajian. 91 Migrasi berita dan informsi menjadi berbasis online telah mengubah pola membaca dan hubungan antara pembaca dengan penyedia berita. Internet telah mempercepat penyampaian informasi, memperluas jangkauan, serta memberi kebebasan waktu penyampaian dan pengaksesan. Informasi pun dapat diperoleh dengan biaya yang murah. Sebagian besar perbedaan jurnalistik media cetak dengan media online hanyalah pada masalah-masalah teknis. Dari segi sifatnya, ada satu kemiripan antara media online dengan media elektronik seperti radio dan televisi. Mereka selalu dituntut untuk menyajikan berita yang paling up to date atau secepat mungkin. Mereka juga biasanya tidak perlu menunggu hingga seluruh data terkumpul.
Begitu
ada
data,
walau
hanya
sedikit,
mereka
langsung
melaporkannya. Jika ada perkembangan baru mengenai peristiwa tersebut, mereka melaporkannya lagi. Demikian seterusnya. Karena itu, aturan penulisan di dalam
91
http://blogfajri.wordpress.com/2008/05/13/media-online-profesi-jurnalis/
58 media online cenderung lebih bebas, tidak terlalu terpaku pada kaidah-kaidah bahasa dan jurnalistik yang berlaku umum. 92
2.4 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Kemerdekaan pers merupakan sarana terpenuhinya hak asasi manusia untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers, wartawan Indonesia menyadari adanya tanggung jawab sosial serta keberagaman masyarakat. Guna menjamin tegaknya kebebasan pers serta terpenuhinya hak-hak masyarakat diperlukan suatu landasan moral atau etika profesi yang dapat menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas wartawan. Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru, yaitu hukum siber (cyber law, hukum telematika, hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law) dan hukum mayantara. Istilah ini lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem informasi yang dalam pemanfaatannya baik dalam lingkup lokal maupun global dalam hal ini penggunaan media internet dengan menggunakan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Sistem elektronik digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi sebagai penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elekronik, yang berfungsi merancang, memproses,
92
http://blogfajri.wordpress.com/2008/05/13/media-online-profesi-jurnalis/
59 menganalisis, menampilkan dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. Tidak dapat dipungkiri bahwa kebebasan pers adalah salah satu produk terbaik yang dihasilkan proses reformasi. Tapi belakangan ini, muncul reaksi dari berbagai kalangan atas disetujuinya UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) oleh DPR, yang dibeberapa pasalnya disinyalir akan menghambat kebebasan pers. Mengingat negara Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat), sudah sepantasnya jika kita menggunakan perangkat hukum untuk mengendalikan sebuah problematika bangsa. Undang-undang ini tidak hanya memberi larangan keras pada hal-hal yang berbau pornografi tetapi berbagai hal yang bersangkutan dengan software (perangkat lunak) dan karya intelektual. Dalam hal ini banyak yang amat keberatan karena bukan sebuah rahasia lagi di Indonesia software (perangkat lunak) yang beredar dimasyarakat adalah bajakan. Hal ini pun, dikarenakan ketidak mampuan masyarakat untuk membeli software berlisensi asli, karena dari segi perekonomian bangsa ini daya beli bangsa kita terhadap software asli sangatlah kecil. Sekali lagi hal itu dikarenakan harga dari sebuah software yang terbilang sangat mahal. Dan dalam UU ITE ini pun sanksi pidana yang akan dikenakan pada pelaku pun tidak main-main. Dalam pasal 45 diterangkan bawah denda yang akan dibebankan kepada pelaku adalah sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) atau pidana penjara selama enam (6) tahun. Banyak kalangan merasa pesimis terhadap pemerintah yang mengeluarkan UU ITE, hal ini dikarenan adanya UU ITE ini ditakutkan hanya menjadi sumber untuk korupsi dan pelaksanaa UU ITE ini pun masih dipertanyakan.
60 Tumpang tindih dalam UU ITE yang dimaksud terdapat pada pasal 27. Pasal tersebut mengatur soal perbuatan yang dilarang, seperti kesusilaan (ayat 1), perjudian (ayat 2), penghinaan dan pencemaran nama baik (ayat 3), serta pemerasan dan pengancaman (ayat 4). Sementara, di sisi lain, Indonesia juga punya UU Pornografi yang mengatur tentang kesusilaan dan Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencemaran nama baik. Pembuktian untuk tindak kejahatan di dunia maya dengan hukum eksisting di dunia nyata sudah terakomodir dalam UU ITE pasal 17 tentang transaksi elektronik, pasal 42 tentang penyidikan, dan pasal 44 tentang alat bukti penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Setelah disahkannya UU ITE, banyak pemblokiran situs yang dilakukan pemerintah terhadap situs-situs internet yang dianggap melakukan pelanggaran. Sebagian besar situs yang diblokir pemerintah tersebut adalah situs yang memuat konten pornografi. Dampak dari tindakan pemerintah tersebut, sebagian masyarakat mengira bahwa UU ini hanya mengatur masalah pornografi di internet saja. Sebaliknya, tidak sedikit pula masyarakat kritis yang tidak enggan menganalisa problematika ini yang mengatakan UU ini belum layak untuk dijadikan sebagai sebuah cyber law (hukum yang mengatur kegiatan dunia maya) karena masih terlalu luas, definisi tidak tepat, tidak konsisten, belum semua bentuk cyber crime terjamah dan ada beberapa hal masih ambigu tapi dalam penjelasan UU tertulis "cukup jelas". Bahkan oleh para blogger, UU ITE dianggap membatasi hak kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat serta menghambat kreativitas, padahal dalam setiap posting yang dilakukan, umumnya
61 blogger berpegang pada asas kebebasan dan keterbukaan. Pandangan yang sama muncul dari kalangan pers. UU ITE sendiri masih dipandang terlalu rumit dalam aplikasi penerapannya. Yang menjadi masalah utama atas rumitnya peradilan kasus cyber crime yaitu tidak adanya batas teritorial negara dalam dunia maya. Dalam UU ITE pasal 2 disebutkan, “Undang Undang ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. Moralitas dan integritas bangsa adalah dua konsep sejalan yang terwujud dalam hubungan sebab-akibat. Sedangkan yang menjadi penghalang akan tegaknya konsep tersebut di masyarakat adalah kriminalitas. Akar dari kriminalitas adalah rusaknya psikologis yang salah satu penyebabnya adalah pornografi-pornoaksi. UU ITE telah hadir sebagi pelengkap perangkat hukum dalam upaya pemberantasan kriminalitas. Sayangnya, UU ini terbukti masih rumit dan sulit dalam penerapannya. Tapi setetes harapan yang dinanti sebagian masyarakat akhirnya datang, RUU Pornografi yang dipandang sebagai pengawal sekaligus pelengkap atas lemahnya UU ITE kini tengah dipersiapkan. Diiringi dengan kontroversi, perjalanan RUU tersebut memang sangat panjang. 93
93
http://fsldkn.org/ke-ummat-an/menjaga-integritas-bangsa-integrasikan-uu-ite-dengan-ruupornografi.html