BAB II URAIAN TEORITIS
2.1 Pengertian Pembangunan Istilah pembangunan diartikan oleh banyak ahli ekonomi secara berbeda sesuai dengan seleranya sendiri, sehingga pada akhirnya defenisi tentang pembangunan pun sedemikian banyak dan berbeda satu sama lain. Namun secara garis besarnya istilah pembangunan ini sesungguhnya dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian berdasarkan periode waktunya yaitu pandangan lama berdasarkan ukuran-ukukan ekonomi tradisional dan pandangan baru ekonomi pembangunan.
2.1.1 Ukuran-ukuran Ekonomi Tradisional Menurut pengertian akademis ilmu ekonomi yang ketat, istilah pembangunan (development) secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat statis dalam kurun waktu yang cukup lama- untuk menciptakan dan mempertahankan kenaikan tahunan atas Pendapatan Nasional Bruto atau GNP (Gross National Product)-nya pada tingkat 5 persen hingga 7 persen, atau bahkan lebih tinggi lagi. Ukuran lain yang mirip dengan GNP, yakni yang dikenal dengan istilah Produk Domestic Bruto atau GDP (Gross Ddomestic Product). Indeks ekonomi lainnya yang sering digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan adalah tingkat pertumbuhan Pendapatan Per Kapita (Income Per Capita) atau GNP Per Kapita. Indeks ini pada dasarnya mengukur kemampuan
Universitas Sumatera Utara
diri suatu negara untuk memperbesar outputnya dalam laju yang lebih cepat daripada tingkat pertumbuhan penduduknya. Tingkat dan laju pertumbuhan pendapatan per kapita “rill” (yakni, sama dengan pertumbuhan GNP per kapita dalam satuan moneter dikurangi dengan tingkat inflasi) merupakan tolok ukur ekonomis yang paling sering digunakan untuk mengukur sejauh mana kemakmuran ekonomis dari suatu bangsa. Berdasarkan tolok ukur tersebut, maka kita akan mengetahui seberapa banyak barang dan jasa-jasa rill yang tersedia bagi rata-rata penduduk untuk melakukan kegiatan konsumsi dan investasi. Pembangunan ekonomi pada masa lampau
juga sering diukur
berdasarkan tingkat kemajuan struktur produksi dan penyerapan sumber daya (employment) yang diupayakan secara terencana. Biasanya dalam proses tersebut peranan sektor pertanian akan menurun untuk memberi kesempatan bagi tampilnya sektor-sektor manufaktur dan jasa-jasa yang secara sengaja diupayakan agar terus bekembang. Oleh karena itu, strategi pembangunan biasanya berfokus pada upaya untuk menciptakan industrialisasi secara besar-besaran sehingga kadangkala mengorbankan kepentingan pembangunan sektor pertanian dan daerah pedesaan pada umumnya yang sebenarnya tidak kalah pentingnya. Jelaslah, bahwa penerapan tolok ukur pembangunan yang murni bersifat ekonomis tersebut, agar lebih akurat dan bermanfaat, harus didukung pula oleh indikatorindikator sosial (social indicators) nonekonomis. Secara umum, sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. Tinggi rendahnya kemajuan pembangunan di suatu negara hanya diukur berdasarkan tingkat pertumbuhan GNP, baik secara keseluruhan maupun per kapita, yang diyakini akan menetes
Universitas Sumatera Utara
dengan sendiri sehingga menciptakan lapangan pekeerjaan dan berbagai peluang ekonomi yang pada akhirnya akan menumbuhkan berbagai kondisi yang diperlukan demi terciptanya distribusi hasil-hasil pertumbuhan ekonomi dan sosial secara lebih merata. Itulah yang secara luas dikenal sebagai prinsip “efek penetesan ke bawah” (tricle down effect). Dengan demikian, tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan unsur yang paling diutamakan sehingga masalah-masalah lain seperti sosial kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan distribusi pendapatan acapkali dinomorduakan.
2.1.2 Pandangan Baru Ekonomi Pembangunan Pengalaman pada dekade 1950-an dan 1960-an, ketika banyak di antara negara-negara dunia ketiga berhasil mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun gagal memperbaiki taraf hidup sebagian besar penduduknya, menunjukkan bahwa ada sesuatu yang salah dalam defenisi pembangunan yang dianut selama itu. Semakin lama semakian banyak ekonom dan perumus kebijakan yang meragukan ketepatan dan keampuhan “tolok ukur GNP” sebagai indikator tunggal atas terciptanya kemakmuran dan kriteria kinerja pembangunan. Mereka mulai mempertimbangkan untuk mengubah strategi guna mengatasi secara langsung berbagai masalah mendesak seperti tingkat kemiskinan absolut yang semakin parah, ketimpangan pendapatan yang semakin mencolok, dan tingkat pengangguran yang terus melonjak. Singkatnya, selama dekade 1970-an, pembangunan ekonomi mengalami redefenisi. Mulai muncul pandangan bahwa tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi bukan lagi menciptakan tingkat pertumbuhan GNP yang setinggi-tingginya, melainkan penghapusan atau
Universitas Sumatera Utara
pengurangan tingkat kemiskinan, penanggulangan ketimpangan pendapatan, dan penyediaan lapangan kerja dalam konteks perekonomian yang terus berkembang. Penyesuaian defenisi pertumbuhan yang kini lebih didasarkan pada konsep “redistribusi kemakmuran” itu merupakan slogan yang popular pada masa itu. Dalam konteks ini, Prof. Dudley Seers mengajukan serangkaian pertanyaan mendasar mengenai makna pembangunan, yang kemudian berkembang menjadi defenisi baru pembangunan sebagai berikut: “pertanyaan-pertanyaan mengenai pembangunan suatu negara yang harus diajukan adalah: apa yang terjadi dengan kemiskinan penduduk di negara itu? Bagaimana dengan tingkat penganggurannya? Adakah perubahan-perubahan berarti yang berlangsung atas penanggulangan masalah ketimpangan pendapatan? Jika ketiga permasalahan tersebut selama periode tertentu sedikit banyak telah teratasi, maka tidak diragukan lagi bahwa periode tersebut memang merupakan periode pembangunan bagi negara yang bersangkutan. Akan tetapi, jika satu, dua, atau bahkan semua dari ketiga persoalan mendasar tersebut menjadi semakin buruk, maka negara itu tidak bisa dikatakan telah mengalami proses pembangunan yang positif, meskipun barangkali selama kurun waktu tersebut pendapatan per kapitanya mengalami peningkatan hingga dua kali lipat” (Seers, 1999: 45).
Penegasan tersebut bukan merupakan sebuah spekulasi yang mengadaada ataupun sekedar deskripsi atas suatu situasi hipotetis. Pada kenyataannya, memang ada sejumlah negara berkembang yang berhasil mencapai pertumbuhan pendapatan per kapita yang cukup tinggi selama dekade 1960-an dan dekade 1970-an, namun masalah-masalah pengangguran, kesenjangan pendapatan, dan pendapatan rill dari 40% penduduknya yang paling miskin tidak banyak mengalami perbaikan atau bahkan dalam banyak kasus justru semakin buruk. Menurut defenisi pertumbuhan sebelumnya, negara-negara berkembang tersebut sudah bisa dikatakan telah mengalami pembangunan. Akan tetapi, berdasarkan kriteria pembangunan yang baru, ketiga masalah tersebut belum teratasi secara
Universitas Sumatera Utara
memadai, maka mereka tidak bisa dikatakan telah mengalami pembangunan. Situasi yang ada pada dekade 1980-an dan permulaan dekade 1990-an semakin buruk dan anjloknya tingkat pertumbuhan GNP di banyak negara berkembang. Karena dihadapkan pada masalah utang luar negeri yang demikian berat, banyak pemerintahan negara-negara berkembang yang kemudian terpaksa mengurangi atau bahkan menghapuskan program-program bantuan ekonomi dan sosial yang sebenarnya sudah sangat terbatas itu. Namun, fenomena pembangunan atau adanya situasi keterbelakangan yang kronis sesungguhnya tidak semata-mata merupakan persoalan ekonomis atau sekedar pengukuran tingkat pendapatan, dan juga terbatas berupa masalah perhitungan, masalah ketenagakerjaan, atau penaksiran tingkat ketimpangan penghasilan secara kuantitatif. Keterbelakangan merupakan sebuah kenyataan rill dalam kehidupan sehari-hari bagi lebih dari tiga miliar orang di planet ini. Yang dimaksud dengan keterbelakangan di sini bukan hanya angka-angka kemiskinan nasional, melainkan juga menyangkut keterbatasan berpikir dari penduduk miskin di negara-negara terbelakang yang bersangkutan. Kondisinya dikemukakan secara tepat oleh Denis Goulet berikut ini: “hakekat keterbelakangan itu sangat menyedihkan. Di suatu masyarakat yang dililit keterbelakangan kita akan mudah sekali menemukan kelaparan, penyakit, keputusasaan, dan kematian yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Yang lebih menyedihkan lagi, orang-orang terbelakang itu sendiri terkesan tidak begitu merasakan tekanan penderitaan yang begitu hebat. Mereka nampaknya sudah terlanjur menganggap rendahnya pendapatan mereka, buruknya perumahan yang mereka tempati, tingginya angka kematian bayi-bayi mereka, atau jeleknya kondisi ketenagakerjaan, sebagai nasib buruk yang mau tidak mau harus mereka terima. Biasanya, yang bisa mengatakan secara objektif mengenai kondisi keterbelakangan adalah para pengamat yang secara personal dan sungguhsungguh telah mengalami sendiri “kejutan keterbelakangan” tersebut. Kejutan kultural unik yang menekan perasaan ini sebenarnya mudah dibayangkan asal kita mau menghayati emosi-emosi yang terkandung di dalam “budaya kemiskinan”. Kejutan yang sebaliknya pasti akan dirasakan oleh orang-orang
Universitas Sumatera Utara
yang tinggal di daerah-daerah terbelakang ketika mata mereka terbuka pada kenyataan bahwa kondisi-kondisi hidup mereka itu sama sekali tidak manusiawi dan bisa diubah. Sayangnya, tanpa disadari keterbelakangan juga telah menggerogoti emosi sehingga secara personal dan sosial, hal-hal seperti penyakit atau kematian dini dianggap sebagai hal yang biasa. Setiap dorongan untuk memahami perubahan hanya akan mendatangkan kebingungan dan pada akhirnya berujung pada sikap masa bodoh. Mereka merasa bahwa segala peristiwa yang terjadi atas diri mereka sepenuhnya berada di luar kendali dan mereka sama sekali tidak berdaya menghadapi bencana kelaparan atau musibah alam lainnya. Kemiskinan lahir batin yang kronis seperti itu begitu menyesakkan dan kita tidak dapat memahami sejauh mana sakitnya kemiskinan itu jika mendekati masalah kemiskinan hanya sebagai suatu objek” (Goulet, 1971: 32).
Bahkan Bank Dunia sendiri, yang selama dekade 1980-an begitu mengagung-agungkan pertumbuhan ekonomi sebagai tujuan utama pembangunan, telah menyadari kekeliruannya dan bergabung dengan para pengamat di atas dalam mengambil perspektif yang lebih luas mengenai tujuan dan makna dasar pembangunan. Dalam salah satu publikasi resminya, yakni World Development Report, yang terbit pada tahun 1991, Bank Dunia melontarkan pernyataan tegas bahwasannya: “tantangan utama pembangunan adalah memperbaiki kualitas kehidupan, terutama di negara-negara paling miskin. Kualitas hidup yang lebih baik memang mensyaratkan adanya pendapatan yang lebih tinggi. Namun, yang dibutuhkan bukan hanya itu. Pendapatan yang lebih tinggi itu hanya merupakan salah satu dari sekian banyak syarat yang harus dipenuhi. Banyak hal lain yang tidak kalah pentingnya yang harus juga diperjuangkan, yakni mulai dari pendidikan yang lebih baik, peningkatan standar kesehatan dan nutrisi, pemberantasan kemiskinan, perbaikan kondisi lingkungan hidup, pemerataan kesempatan, pemerataan kebebasan individual dan penyegaran kehidupan budaya”(World Development Report,1991).
Dengan demikian, pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselarasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan,
Universitas Sumatera Utara
serta pengentasan kemiskinan. Jadi, pada hakekatnya pembangunan itu harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik, secara material maupun spiritual.
2.1.3 Tiga Nilai Inti Pembangunan Dalam bukunya Todaro mengutip pendapat Profesor Goulet dan tokohtokoh lainnya yang mengatakan bahwa paling tidak ada tiga komponen dasar atau nilai inti yang harus dijadikan basis konseptual dan pedoman praktis untuk memahami pembangunan yang paling hakiki. Ketiga komponen dasar tersebut adalah kecukupan (sustenance), jati diri (self-esteem), serta kebebasan (freedom); ketiga hal inilah yang merupakan tujuan pokok yang harus digapai oleh setiap orang dan masyarakat melalui pembangunan. Ketiganya berkaitan secara langsung dengan kebutuhan-kebutuhan manusia yang paling mendasar, yang terwujud dalam berbagai macam manifestasi (bentuk) di hampir semua masyarakat dan budaya sepanjang zaman.
a. Kecukupan: Kemampuan Untuk Memenuhi Kebutuhan-kebutuhan Dasar Apa yang dimaksud dengan “kecukupan” di sini bukan menyangkut makanan. Melainkan mewakili semua hal yang merupakan kebutuhan dasar manusia secara fisik. Kebutuhan dasar ini meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Jika satu saja dari sekian banyak kebutuhan dasar ini
Universitas Sumatera Utara
tidak dipenuhi, maka muncullah kondisi “keterbelakangan absolut”. Fungsi dari semua kegiatan ekonomi pada hakekatnya adalah untuk menyediakan sebanyak mungkin
perangkat
dan
bekal
guna
menghindari
kesengsaraan
dan
ketidakberdayaan yang diakibatkan oleh kekurangan pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Atas dasar itulah kita menyatakan bahwa keberhasilam pembangunan ekonomi itu merupakan prasyarat bagi membaiknya kualitas kehidupan. Tanpa adanya kemajuan ekonomi secara berkesinambungan, maka realisasi potensi manusia, baik di tingkat individu maupun masyarakat, tidak mungkin berlangsung. Setiap orang harus “memiliki kecukupan untuk mendapatkan lebih”. Dengan demikian, kenaikan pendapatan per kapita, pengentasan kemiskinan absolut, penambahan lapangan kerja, dan pemerataan pendapatan, merupakan hal-hal yang harus ada (necessary conditions) bagi pembangunan, tapi tidak akan memadai tanpa adanya faktor-faktor positif lainnya (not sufficient conditions). Cara lain untuk mengungkapkan hal yang sama dapat kita temukan pada laporan PBB, Human Development Report terbitan tahun 1994. Pada bab pembukaan laporan ini secara tegas mengatakan bahwa: “Semua manusia lahir dengan membawa potensi kapabilitas tertentu. Tujuan pembangunan adalah menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan setiap orang mengembangkan kapabilitas itu, dan kesempatannya harus senantiasa dipupuk dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pondasi nyata bagi pembangunan manusia adalah universalisme pengakuan atas hidup manusia…kekayaan itu penting bagi kehidupan manusia. Namun jika semua perhatian dicurahkan ke hal itu, maka ini adalah suatu kekeliruan. Ada dua alasan pokok. Pertama, akumulasi kekayaan tidak menjamin tersedia atau terpenuhinya pilihan-pilihan yang terpenting bagi manusia…kedua, pilihanpilihan manusia itu sendiri jauh lebih luas dari sekedar kekayaan”(Human Development Report,1994).
Universitas Sumatera Utara
b. Jati Diri: Menjadi Manusia Seutuhnya Komponen universal yang kedua dari kehidupan yang serba lebih baik adalah adanya dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau mengejar sesuatu, dan seterusnya. Semuanya itu terangkum dalam satu istilah, yakni jati diri (selfesteem). Pencarian jati diri ini sama sekali bukan suatu urusan yang sepele, karena jati diri itu sendiri bukan hal yang sepele. Penyebaran “nilai-nilai modern” yang bersumber dari negara-negara maju telah mengakibatkan kejutan dan kebingungan budaya di banyak negara berkembang. Kontak dengan masyarakat lain yang secara ekonomis dan teknologis lebih maju acapkali mengakibatkan defenisi dan batasan mengenai baik-buruk atau benar-salah menjadi kabur. Ini dikarenakan kesejahteraan nasional muncul sebagai berhala baru. Kemakmuran materiil lambat laun dianggap sebagai suatu ukuran kelayakan yang universal, dan dinobatkan menjadi landasan penilaian atas segala sesuatu. Derasnya serbuan nilai-nilai Barat yang mengagungkan materi telah mengikis jati diri masyarakat di banyak negara berkembang. Banyak bangsa yang tiba-tiba saja merasa dirinya kecil atau tidak berarti hanya karena mereka tidak memiliki kemajuan ekonomi dan teknologi setinggi bangsa-bangsa lain. Selanjutnya, yang dianggap hebat adalah yang mempunyai kemajuan ekonomi dan teknologi modern, sehingga masyarakat Dunia Ketiga pun berlomba-lomba mengejarnya, dan tanpa disadari mereka telah kehilangan jati dirinya.
Universitas Sumatera Utara
c. Kebebasan Dari Sikap Menghamba: Kemampuan Untuk Memilih Nilai universal yang ketiga dan terakhir yang harus terkandung dalam makna pembangunan adalah konsep kemerdekaan manusia. Kemerdekaan atau kebebasan di sini hendaknya diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam kehidupan ini. Kebebasan di sini juga diartikan sebagai kebebasan terhadap ajaran-ajaran dogmatis. Arthur Lewis (1954) bermaksud menekankan hubungan antara pertumbuhan ekonomi kebebasan dari sikap menghamba tatkala ia mengatakan bahwa “buah terbesar yang dihasilkan pertumbuhan ekonomi bukanlah tambahan kekayaan, melainkan tambahan pilihan”. Kekayaan itu pada hakekatnya dicari dan dikejar-kejar karena kekayaan itu memungkinkan seseorang untuk memperoleh kontrol yang lebih besar terhadap lingkungan alam dan fisik yang ada disekitarnya (yakni melalui produksi pangan, sandang, dan papan); bila Anda kaya, kemampuan Anda untuk mengendalikan segala sesuatu jelas lebih besar dibandingkan dengan bila Anda miskin. Manfaat inti yang terkandung dalam penguasaan yang lebih besar itu adalah kebebasan untuk memilih, misalnya untuk memilih merasakan kenikmatan yang lebih besar dan bervariasi, untuk memilih lebih banyak barang dan jasa.
Konsep kebebasan manusia juga
melingkupi segenap komponen yang terkandung di dalam konsep kebebasan politik, termasuk juga keamanan diri pribadi, kepastian hukum, kemerdekaan berekspresi, partisipasi politik, dan persamaan kesempatan. Perlu dicatat bahwa sebagian kisah sukses di bidang ekonomi selama dekade 1970-an dan 1980-an yang diraih oleh Arab Saudi, Cili, Korea Selatan, Malaysia, Singapura, Thailand, Indonesia, Turki, Cina dan sejumlah negara lainnya ternyata secara umum tidak
Universitas Sumatera Utara
dibarengi dengan prestasi yang setara dalam kriteria Indeks Kebebasan Manusia (Human Freedom Index) yang disusun oleh Program Pembangunan PBB (UNDP, United Nations Development Program).
2.1.4 Tiga Tujuan Inti Pembangunan Dapat kita simpulkan bahwa pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik. Apapun komponen spesifik atas “kehidupan yang serba lebih baik” itu, bertolak dari tiga nilai pokok di atas, proses pembangunan di semua masyarakat paling tidak harus memiliki tiga tujuan inti sebagai berikut: 1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan perlindungan keamanan. 2. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan, yang kesemuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materiil, melainkan juga menumbuhkan jati diri pribadi dan bangsa yang bersangkutan. 3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau
Universitas Sumatera Utara
negara-negara lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka.
2.2 Perencanaan Pembangunan Daerah Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah
yang
bersangkutan (endogenous development)
dengan
menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.
2.2.1 Peran Pemerintah Dalam Pembangunan Daerah Tahap pertama perencanaan bagi setiap organisasi yang tertarik dalam pembangunan ekonomi daerah adalah menentukan peran (role) yang akan dilakukan dalam proses pembangunan. Ada empat peran yang dapat diambil oleh pemerintah daerah dalam proses pembangunan ekonomi daerah yaitu sebagai entrepreneur, coordinator, fasilitator, stimulator bagi lahirnya inisiatif-inisiatif pembangunan daerah. •
Entrepreneur Dengan perannya sebagai entrepreneur, pemerintah daerah bertanggung jawab untuk menjalankan usaha bisnis. Pemerintah daerah bisa mengembangkan
Universitas Sumatera Utara
suatu usaha sendiri (BUMD). Aset-aset pemerintah daerah harus dapat dikelola dengan lebih baik sehingga secara ekonomis menguntungkan. •
Coordinator Pemerintah daerah dapat bertindak sebagai coordinator untuk menetapkan kebijakan atau mengusulkan strategi-strategi bagi pembangunan di daerahnya. Perluasan dari peranan ini dalam pembangunan ekonomi bisa melibatkan kelompok-kelompok
masyarakat
dalam
proses
pengumpulan
dan
pengevaluasian informasi ekonomi, misalnya tingkat kesempatan kerja, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, dan sebagainya. Dalam perannya sebagai coordinator, pemerintah daerah bisa juga melibatkan lembaga-lembaga pemerintah lainnya, dunia usaha, dan masyarakat dalam penyusunan sasaran-sasaran ekonomi, rencana-rencana, dan strategi-strategi. Pendekatan ini sangat potensial dalam menjaga konsistensi pembangunan daerah dengan nasional (pusat) dan menjamin bahwa perekonomian daerah akan mendapatkan manfaat yang maksimum daripadanya. •
Fasilitator Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan attitudinal (perilaku atau budaya masyarakat) di daerahnya. Hal ini akan mempercepat proses pembangunan dan prosedur perencanaan serta pengaturan penetapan daerah (zoning) yang lebih baik.
•
Stimulator Pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan dan pengembangan usaha melalui tindakan-tindakan khusus yang akan mempengaruhi perusahaan-
Universitas Sumatera Utara
perusahaan untuk masuk ke daerah tersebut agar perusahaan yang ada tetap berada di daerah tersebut.
2.2.2 Strategi Pembangunan Ekonomi Daerah Secara umum tujuan strategi pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut: pertama, mengembangkan lapangan kerja bagi penduduk yang ada sekarang. Kedua, mencapai stabilitas ekonomi daerah. Ketiga, mengembangkan basis ekonomi dan kesempatan kerja yang beragam. Strategi pembangunan ekonomi daerah dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok besar yaitu: (1) Strategi Pengembangan Fisik/Lokalitas (Locality or Physical Development Strategy), (2) Strategi Pengembangan Dunia Usaha (Business Development Strategy), (3) Strategi Pengembangan Sumberdaya Manusia (Human Resouce Development Stretegy), dan (4) Strategi Pengembangan Masyarakat (Community-based Development Strategy). 1. Strategi Pengembangan Fisik/Lokalitas Melalui pengembangan program perbaikan kondisi fisik/lokalitas daerah yang ditujukan untuk kepentingan pembangunan industri dan perdagangan, pemerintah daerah akan berpengaruh positif bagi pengembangan dunia usaha daerah. Secara khusus tujuan strategi pengembangan fisik/lokalitas ini adalah untuk menciptakan identitas daerah/kota, memperbaiki basis pesona, (amenity based) atau kualitas hidup masyarakat, dan memperbaiki daya tarik pusat kota (civic center) dalam upaya untuk memperbaiki dunia usaha daerah.
Universitas Sumatera Utara
2. Strategi Pengembangan Dunia Usaha Pengembangan dunia usaha merupakan komponen penting dalam perencanaan pembangunan ekonomi daerah karena daya tarik, kreasi, atau daya tahan kegiatan usaha merupakan cara terbaik untuk menciptakan perekonomian daerah yang sehat.
3. Strategi Pengembangan Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia merupakan aspek yang paling penting dalam proses pembangunan ekonomi. Oleh karena peningkatan kualitas dan keterampilan sumberdaya manusia adalah suatu keniscayaan. Pengembangan kualitas sumberdaya manusia ini dapat dilakukan dengan cara antara lain: •
Pelatihan dengan sistem customize training. Sistem pelatihan seperti ini adalah sistem pelatihan yang dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan dan harapan si pemberi kerja.
•
Pembuatan bank keahlian (skillbanks). Informasi yang ada pada bank keahlian berisi data tentang keahlian dan latar belakang orang yang menganggur di suatu daerah. Informasi ini bermanfaat bagi pengembangan jenis pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan keterampilan para penganggur tersebut.
•
Penciptaan iklim yang mendukung bagi berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan dan keterampilan (LPK) di daerah. Berkembangnya lembagalembaga pendidikan dan keterampilan di suatu daerah secara tidak langsung bermanfaat bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia di daerah tersebut.
Universitas Sumatera Utara
•
Pengembangan lembaga pelatihan bagi penyandang cacat. Hal ini penting bagi si penyandang cacat itu sendiri untuk meningkatkan rasa harga diri dan percaya dirinya.
4. Strategi Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kegiatan pengembangan masyarakat ini merupakan kegiatan yang ditujukan untuk mengembangkan suatu kelompok masyarakat tertentu di suatu daerah. Dalam bahasa popular sekarang sering juga dikenal dengan istilah kegiatan pemberdayaan (empowerment) masyarakat. Kegiatan-kegiatan seperti ini berkembang marak di Indonesia karena ternyata kebijakan umum ekonomi yang ada tidak mampu memberikan manfaat bagi kelompok-kelompok masyarakat tertentu.
2.3 Pembangunan Manusia United
Nation
Development
Program
(UNDP)
mendefinisikan
pembangunan manusia sebagai suatu “proses untuk mempeluas pilihan-pilihan bagi penduduk” (Human Development Report, 2001), dalam arti bahwa manusia diberi pilihan yang lebih banyak dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang menyangkut ekonomi, sosial, dan budaya. Ada tiga hal yang dianggap penting untuk pilihan manusia, yaitu untuk memiliki kehidupan yang panjang dan sehat, untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan memiliki akses terhadap sumberdaya yang diperlukan untuk mendapat standar hidup yang layak. Apabila tiga faktor yang kritis tersebut tidak dipenuhi maka banyak pilihan lainnya yang tidak akan
Universitas Sumatera Utara
dapat dicapai, misalnya kemerdekaan politik, ekonomi, sosial, serta kesempatan untuk memperoleh tingkat produktivitas yang tinggi, menikmati rasa terhormat dan hak-hak azasi manusia. Konsep pembangunan manusia dalam pengertian di atas jauh lebih luas daripada teori pembangunan ekonomi yang konvensional, termasuk model pertumbuhan ekonomi, pembangunan sumber daya manusia (SDM), pendekatan kesejahteraan, dan pendekatan kebutuhan kebutauhan dasar manusia. Model pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan pendapatan dan produksi nasional (GNP). Pembangunan SDM menempatkan manusia terutama sebagai input dari proses produksi (sebagai suatu sarana bukan tujuan). Pendekatan kesejahteraan melihat manusia sebagai pemanfaat (beneficiaries) bukan sebagai objek perubahan. Pendekatan kebutuhan-kebutuhan dasar memfokuskan pada penyediaan barang dan jasa kebutuhan hidup. Pembangunan manusia memiliki dua sisi: pertama, fungsi dari keberdayaan manusia dan kedua, pemakaian keberdayaan itu untuk keseimbangan kehidupan dan tujuan produksi (National Human Development for Balize, 1997). Sesuai dengan konsep pembangunan manusia, pendapatan hanyalah salah satu pilihan manusia walupun termasuk yang terpenting. Tujuan pembangunan manusia ialah memperluas pilihan bukan hanya pendapatan. Sebagai contoh bahwa pendapatan dapat digunakan untuk membeli obat yang esensial, atau narkotika. Oleh karena itu, pendapatan hanyalah media bukan tujuan akhir, karena pendapatan dapat digunakan untuk tujuan yang buruk bagi kehidupan manusia. Kesejahteraan
masyarakat
tergantung
kepada
cara
penggunaan
pendapatan tersebut, bukan kepada tingkat pendapatan itu. Lagi pula dari
Universitas Sumatera Utara
pengalaman banyak negara terlihat bahwa pembangunan manusia yang tingkatnya cukup tinggi dijumpai juga pada negara yang tingkat pendapatannya hanyalah moderat, dan pembangunan manusia dengan tingkat yang rendah terdapat juga pada negara yang pendapatannya relatif tinggi. Dari fakta tersebut dapat diambil suatu kesimpulan sederhana bahwa tidak otomatis ada hubungan antara pendapatan yang tinggi dengan kemajuan pembangunan manusia. Pada umumnya model dari pertumbuhan ekonomi diarahkan untuk meningkatkan GDP dan tidak memasukkan peningkatan kualitas kehidupan. Pertumbuhan GDP memang penting, tetapi tidak cukup untuk pembangunan manusia. Demikian pula teori pembentukan modal manusia, dan pembangunan sumberdaya menganggap bahwa manusia hanya sebagai media, bukan merupakan tujuan akhir, hanyalah sebagai instrumen untuk menghasilkan barang-barang yang lebih banyak. Sebenarnya manusia bukan hanya sekedar faktor modal tetapi manusia juga adalah tujuan akhir dan penerima manfaat dari proses pembangunan. Oleh karena itu, konsep pembentukan modal manusia hanya menangkap satu sisi dari pembangunan manusia. Sementara itu pembangunan dengan pendekatan kesejahteraan menganut prinsip bahwa manusia sebagai pengguna manfaat, bukan sebagai agen perubahan atau peserta dalam proses pembangunan. Dan akhirnya pendekatan kebutuhan dasar menitikberatkan pada penyediaan barang dan jasa kepada kelompok penduduk yang tertinggal, bukan memperbesar pilihan umat manusia di segala bidang. Pendekatan pembangunan manusia akan memperlakukan pengelolaan aspek produksi dan distribusi dari komoditi serentak dengan pengembangan serta
Universitas Sumatera Utara
penggunaan kemampuan manusia. Akan dianalisa semua issu pada masyarakat, apakah pertumbuhan ekonomi, perdagangan, lapangan pekerjaan, kemerdekaan politik dan nilai budaya dari perspektif umat manusia. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, empat hal pokok yang perlu diperhatikan adalah produktivitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan (UNDP, 1995:12). Secara ringkas empat hal pokok tersebut mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Produktivitas Penduduk harus diberdayakan untuk meningkatkan produktivitas dan untuk berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan (nafkah) dan lapangan pekerjaan. Pembangunan ekonomi yang demikian merupakan himpunan bagian dari model pembangunan manusia. 2) Pemerataan Penduduk harus memiliki kesempatan /peluang yang sama untuk mendapatkan akses terhadap semua sumberdaya ekonomi dan sosial. Semua hambatan yang memperkecil kesempatan untuk memperoleh akses tersebut harus dihapus, sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari kesempatan yang ada dan berpartisipasi dalam kegiatan produktif untuk meningkatkan kualitas hidup. 3) Kesinambungan Akses terhadap sumberdaya ekonomi dan sosial harus dipastikan tidak hanya untuk generasi-generasi yang akan datang. Semua sumberdaya fisik, manusia, dan lingkungan harus selalu diperbaharui (replenished).
Universitas Sumatera Utara
4) Pemberdayaan Penduduk harus berpartisipasi penuh dalam keputusan dan proses yang akan menentukan (bentuk/arah) kehidupan mereka, serta untuk berpartisipasi dan mengambil manfaat dari proses pembangunan. Pertumbuhan ekonomi harus dikombinasikan dengan pemerataan hasilhasil pembangunan. Kesamaan kesempatan harus sama untuk generasi sekarang dan generasi mendatang. Dan semua orang, laki-laki dan perempuan harus diberdayakan untuk mengambil bagian dalam merencanakan dan melaksanakan faktor-faktor kunci yang membentuk masa depan mereka.
2.4 Indeks Pembangunan Manusia Untuk dapat membuat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) maka UNDP mansponsori sebuah proyek tahun 1989 yang dilaksanakan oleh tim ekonomi dan pembangunan. Tim tersebut menciptakan IPM yang menjelaskan tentang rangking dari negara-negara di dunia dan Human Development Report (UNDP, 1990) menjadi yang pertama dari laporan semi tahunan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dimaksudkan untuk mengukur dampak dari upaya peningkatan kemampuan dasar. Kemampuan dasar itu adalah umur panjang, pengetahuan dan daya beli. Umur panjang yang dikuantifikasikan dalam umur harapan hidup saat lahir atau sering disebut Angka Harapan Hidup/AHH (e°). Pengetahuan dikuantifikasikan dalam kemampuan baca tulis/angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Daya beli dikuantifikasikan
Universitas Sumatera Utara
terhadap kemampuan mengakses sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup layak. Nilai IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh Negara atau wilayah itu telah mencapai sasaran yang ditentukan yaiti angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa kecuali), dan tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup layak. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu. Karena hanya mencakup tiga komponen, maka IPM harus dilihat sebagai penyederhanaan dari realitas yang kompleks dari luasnya dimensi pembangunan manusia. Oleh karena itu, pesan dasar IPM perlu dilengkapi dengan kajian dan analisis yang dapat mengungkapkan dimensi-dimensi pembangunan manusia yang penting lainnya (yang tidak seluruhnya dapat diukur) seperti kebebasan politik, kesinambungan lingkungan, kemerataan antar generasi. 2.4.1 Komponen-komponen IPM Usia Hidup Usia hidup diukur dengan Angka Harapan Hidup waktu lahir (life expectancy at birth) yang biasa dinotasikan dengan e°. Karena Indonesia tidak memiliki sistem vital registrasi yang baik maka e° dihitung dengan metode tidak langsung. Metode ini menggunakan dua macam data dasar yaitu rata-rata anak yang dilahirkan hidup (live-birth) dan rata-rata anak yang masih hidup (stillliving) per wanita usia 15-49 tahun menurut kelompok umur lima tahun. Perhitungan e° dilakukan dengan metode software Mortpak Life. Angka e° yang
Universitas Sumatera Utara
diperoleh dengan metode tidak langsung ini merujuk pada keadaan 3-4 tahun dari tahun survei. Pengetahuan Seperti halnya UNDP, komponen IPM pengetahuan diukur dengan dua indikator yaiti melek huruf (literacy rate) penduduk 15 tahun ke atas dan rata-rata lama sekolah (mean-years of schooling). Sebagai catatan, UNDP dalam publikasi tahunan HDR sejak 1995 mengganti rata-rata lama sekolah dengan partisipasi sekolah dasar, menengah, dan tinggi karena alasan kesulitan memperoleh datanya sekalipun diakui bahwa indikator yang kedua kurang sesuai sebagai indikator dampak. Angka melek huruf diolah dari variabel kemampuan membaca dan menulis, sedangkan rata-rata lama sekolah dihitung menggunakan tiga variabel secara simultan yaitu partisipasi sekolah, tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani, dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Standar Hidup Layak Berbeda dengan UNDP yang menggunakan indikator GDP per kapita riil yang telah disesuaikan (adjuisted real GDP per capita) sebagai indikator standar hidup layak. Di Indonesia menggunakan “rata-rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan” (adjuisted real per capita expenditure) atau daya beli yang disesuaikan (purchasing power parity).
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Tahapan Perhitungan IPM 1) Tahapan pertama penghitungan IPM adalah menghitung indeks masingmasing komponen IPM (e°, pengetahuan, dan standar hidup layak) dengan hubungan matematis sebagai berikut: Indeks (Xi) = (Xi - Xmin)/(Xmaks - Xmin) Xi
= indikator komponen IPM ke-i (i = 1,2,3)
Xmaks
= nilai maksimum Xi
Xmin
= nilai minimum Xi
Persamaan di atas akan menghasilkan nilai 0≤ X i ≤ 1, untuk mempermudah cara membaca skala dinyatakan dalam 100 persen sehingga interval nilai menjadi 0 ≤ X i ≤ 100. 2) Tahapan kedua penghitungan IPM adalah menghitung rata-rata sederhana dari masing-masing indeks Xi dengan hubungan matematis: Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
= 1/3 Xi = 1/3 (X1 + X2 + X3)
dimana: X1 = indeks angka harapan hidup X2 = 2/3 (indeks melek huruf) + 1/3 (indeks rata-rata lama sekolah) X3 = indeks konsumsi per kapita yang disesuaikan
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1 Nilai Maksimum dan Minimum Indikator Komponen IPM
Indikator
Nilai Maksimum
Nilai Minimum
Catatan
Angka Harapan Hidup
85
25
Sesuai standar global (UNDP)
Angka Melek Huruf
100
0
Sesuai standar global (UNDP)
Rata-rata Lama Sekolah
15
0
Sesuai standar global (UNDP)
Konsumsi Per Kapita yang Disesuaikan (000)
732,7
300,0 (1996)
UNDP menggunakan GDP per kapita riil yang disesuaikan
360,0 (1999) (2002) Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara
2.4.3 Hubungan Pembangunan Ekonomi Terhadap IPM Dalam rangka mencapai kodisi masyarakat yang sejahtera, maka pemerintah di berbagai negara berusaha untuk meningkatkan GNP maupun pendapatan per kapita dari penduduknya. Untuk tujuan tersebut maka pemerintah menjalankan berbagai program pembangunan ekonomi. Persyaratan fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan pertumbuhan penduduk. Pembentukan modal tersebut harus didefinisikan secara luas sehingga mencakup pengeluaran yang sifatnya menaikkan produktivitas.
Universitas Sumatera Utara
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia berlangsung melalui dua macam jalur. Jalur pertama melalui kebijaksanaan pengeluaran pemerintah. Dalam hal ini faktor yang menentukan adalah pengeluaran pemerintah untuk sub sektor sosial yang merupakan prioritas seperti pendidikan dan kesehatan dasar. Besarnya pengeluaran itu merupakan indikasi besarnya komitmen pemerintah terhadap pembangunan manusia. Jalur kedua adalah melalui kegiatan pengeluaran rumah tangga. Dalam hal ini faktor yang menentukan adalah besar dan komposisi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan dasar seperti pemenuhan nutrisi anggotanya, untuk biaya pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar, serta untuk kegiatan lain yang serupa. Selain pengeluaran pemerintah dan pengeluaran rumah tangga hubungan antara kedua variabel itu berlangsung melalui penciptaan lapangan kerja. Aspek ini sangat penting karena sesungguhnya, penciptaan lapangan kerja merupakan “jembatan utama” yang mengaitkan antara keduanya (UNDP, 1966: 87). Melalui
upaya
pembangunan
manusia,
kemampuan
dasar
dan
keterampilan tenaga kerja termasuk petani, pengusaha dan menejer akan meningkat. Selain itu, pembangunan manusia akan mempengaruhi jenis produksi domestik, kegiatan riset dan pengembangan teknologi yang pada akhirnya akan mempengaruhi komposisi output dan ekspor suatu negara. Kuatnya hubungan timbal balik antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia juga akan dipengaruhi oleh faktor-faktor kelembagaan pemerintah, distribusi sumberdaya swasta dan masyarakat, modal sosial, lembaga sosial kemasyarakatan (LSM), dan organisasi kemasyarakatan.
Universitas Sumatera Utara
Faktor kelembagaan pemerintah jelas peranannya karena keberadaannya sangat menetukan implementasi suatu kebijakan publik. Faktor distribusi sumberdaya juga jelas karena tanpa distribusi sumberdaya yang merata (misalnya dalam penguasaan lahan atau sumberdaya ekonomi lainnya) hanya akan menimbulkan frustrasi masyarakat. Faktor modal sosial menegaskan arti penting peranan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik. Inti dari modal sosial adalah kepercayaan masyarakat terhadap sistem dan perilaku pemerintah. Semua faktor-faktor tersebut berperan sebagai katalisator bagi berlangsungnya hubungan timbal balik antara keduanya secara efisien.
Universitas Sumatera Utara
Pembangunan Manusia
Reproduksi Sosial
Modal sosial, LSM, Ormas
Kapabilitas Pekerja dan petani, Manager, Wira Usaha
Ketenagakerjaan
Produksi R & D, Teknologi
Anggaran Untuk Bidang Sosial Prioritas
Pengeluaran Rumah Tangga untuk Kebutuhan Dasar
Kegiatan dan Pengeluaran Rumah Tangga
Kebijakan dan Pengeluaran Pemerintah
Distribusi Sumber Daya Pemerintah dan Swasta ketenagakerjaan
Komposisi dan Output Ekspor
Kelembagaan dan Governance
Pertumbuhan Ekonomi
Saving Luar Negeri
Saving Domestik Modal Kapital
Gambar 2.1 Hubungan antara Pembangunan Manusia dan Pertumbuhan Ekonomi
Universitas Sumatera Utara
2.4.4 Pengaruh Pembangunan Pendidikan Terhadap Peningkatan IPM Pembangunan manusia kian mendapat perhatian dari penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah. Indikasinya, pembangunan manusia dimanifestasikan dalam bentuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Salah satu strategi untuk meningkatkan IPM ini adalah dengan meningkatkan pembangunan di bidang pendidikan. Fenomena opportunity loss diperkirakan mengakibatkan ketimpangan pembangunan manusia antar daerah. Daerah-daerah dengan layanan publik yang kian lengkap umumnya kian diuntungkan dalam pembangunan manusia. Keuntungan itu kian bertambah jika diiringi susbsidi yang kian beragam, seperti subsidi pendidikan, kesehatan, dan listrik. Pembangunan manusia di daerah kian terakselerasi jika ditambah kemampuan masyarakat yang kian meningkat untuk mengakses layanan publik yang disediakan pemerintah. Sebaliknya, daerah yang tidak memiliki peluang akibat opportunity loss akan mangalami ketertinggalan dalam pembangunan manusia. Kita berharap dapat mengejar kemajuan pembangunan manusia dibandingkan negara yang telah mengalami kemajuan. Untuk itu, diperlukan komitmen dari semua pihak khususnya pemerintah dalam melakukan pemerataan pembangunan termasuk di dalamnya meniadakan opportunity loss (Ritonga, 2007). Komponen pendidikan pada IPM terdiri dari dua aspek: angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah (mean years schooling). Suatu daerah yang telah mencapai angka melek huruf di atas 90 persen akan sulit diharapkan bisa memberi kontribusi besar tehadap peningkatan pendidikan. Untuk rata-rata lama sekolah,
Universitas Sumatera Utara
kontribusinya bergantung pada tingkat partisipasi sekolah. Suatu daerah dengan partisipasi sekolah 40 persen untuk semua umur, maksimal akan memperoleh kenaikan rata-rata lama sekolah 0,4 poin. Fenomena perkembangan pembangunan pendidikan ditandai pula oleh gejala: (a) adanya keterkaitan antara aspek pendidikan dengan aspek-aspek kehidupan yang lainnya, serta (b) pendekatan pembangunan yang menekankan pada peningkatan nilai Indeks Pembangunan Manusia, yang merupakan akumulasi dari nilai indeks daya beli, indeks kesehatan dan indeks pendidikan. 2.4.5 Pengaruh Pembangunan Kesehatan Terhadap Peningkatan IPM Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia, yang antara lain diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dalam pengukuran IPM, kesehatan adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan. Kesehatan juga merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan dibutuhkan perubahan cara pandang (mindset) dari paradigma sakit ke paradigma sehat, sejalan dengan visi Indonesia Sehat 2010.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah adalah konsumsi barang dan jasa yang dilakukan pemerintah serta pembiayaan yang dilakukan pemerintah untuk keperluan administrasi pemerintah dan kegiatan-kegiatan pembangunan (Sadono, 1994). Secara lebih rinci pengeluaran pemerintah digunakan untuk membayar gaji pegawai pemerintah, membiayai sistem pendidikan dan kesehatan masyarakat, membiayai pembelanjaan untuk angkatan bersenjata dan membiayai berbagai jenis infrastruktur dalam proses pembangunan. Agar dapat tercapai peningkatan IPM haruslah ada konsisntensi kebijakan dan pelaksanaannya. Program dan proyek haruslah konsisten dengan tujuan yang ingin dicapai dengan kebijakan pembangunan manusia. Sebuah contoh
ialah
kebijakan
menungkatkan
laju
transportasi.
Kebijakan
ini
dititikberatkan pada transportasi dengan kendaraan bermotor. Meskipun tidak tersurat, tersiratlah dalam kebijakan ini bahwa transportasi dengan mobil pribadi yang diutamakan (Soemarwoto, 2006). Berdasarkan penelitian Due (1998) dan Miftah (2000), perbandingan antara pengeluaran-pengeluaran daerah terhadap pendapatan bruto cenderung berbanding linier dan positif, maksudnya adalah jika pengeluaran pemerintah naik maka pendapatan bruto masyarakat juga ikut naik bersamaan pembangunan ekonomi suatu daerah. Juga dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, didapati bahwa variabel pengeluaran pemerintah memberikan pengaruh yang positif. Jumlah pengeluaran pemerintah dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktorfaktor yang penting antara lain adalah: jumlah pajak yang diterima, tujuan-tujuan
Universitas Sumatera Utara
ekonomi jangka pendek dan pembangunan jangka panjang serta pertimbangan politik dan keamanan. Semua pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa merupakan bagian dari pendapatan daerah. Investasi yang dilakukan oleh pemerintah dimasukkan ke dalam pengeluaran bukan sebagai investasi. Misalnya investasi publik untuk jalan raya, rumah sakit, sekolah, dan lainnya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah adalah semua pengeluaran kas pemerintah dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang meliputi belanja rutin (operasional), belanja pembangunan (belanja modal), serta pengeluaran tak tersangka atau biasa disebut juga dengan dan dekonsentrasi. 2.5.1 Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Model
ini
dikembangkan
oleh
Rostow
dan
Musgrave
yang
menghubungkan pengembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pembangunan besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana, seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi, dan sebagainya. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin membesar. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah, oleh karena peranan swasta yang semakin besar ini banyak menimbulkan kegagalan pasar, dan juga menyebabkan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih
Universitas Sumatera Utara
banyak dan kualitas yang lebih baik. Selain itu pada tahap ini, perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor yang semakin rumit (complicated).
Misalnya
perkembangan
sektor
pertumbuhan
industri
ekonomi
menyebabkan
yang
semakin
ditimbulkan tingginya
oleh
tingkat
pencemaran udara, tanah dan air, dan pemerintah harus turuan tangan untuk mengatur dan mengurangi akibat negatif dari polusi itu terhadap masyarakat. Pemerintah juga harus melindungi buruh yang berada dalam posisi yang lemah agar dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Musgrave (1995) berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta dalam persentase GNP semakin besar dan persentase investasi pemerintah terhadap GNP semakin kecil. Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut, Rostow mengatakan bahwa pembangunan ekonomi, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana untuk pengeluaran-pengeluaran aktivitas sosial, seperti halnya program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat, dan sebagainya. Pembangunan
ekonomi
di
Indonesia
merupakan
bagian
penting
dari
pembangunan nasional dengan tujuan akhir, yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang bisa diukur antara lain melalui tingkat pendapatan riil per kapita yang tinggi. Jadi, pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan riil per kapita meningkat dalam jangka panjang (Tambunan, 1996).
Universitas Sumatera Utara