BAB II URAIAN TEORITIS
A. Penelitian Terdahulu Hasil penelitian dari Scapinello (1989) menunjukkan bahwa seseorang dengan tingkat kebutuhan akan prestasi yang tinggi kurang dapat menerima kegagalan daripada mereka dengan kebutuhan akan prestasi rendah. Dengan kata lain, kebutuhan akan prestasi berpengaruh pada atribut kesuksesan dan kegagalan. Sejalan dengan hal tersebut, Sengupta dan Debnath (1994) dalam penelitiannya di India menemukan bahwa kebutuhan akan prestasi berpengaruh besar dalam tingkat kesuksesan seorang wirausaha. Kebutuhan akan prestasi juga dapat mendorong kemampuan pengambilan keputusan dan kecenderungan untuk mengambil resiko seorang wirausaha. Semakin tinggi kebutuhan akan prestasi seorang wirausaha, semakin banyak keputusan tepat yang akan diambil. Wirausaha dengan kebutuhan akan prestasi tinggi adalah pengambil resiko yang moderat dan menyukai hal-hal yang menyediakan balikan yang tepat dan cepat. Efikasi diri terkait erat dengan pengembangan karir. Merujuk Betz dan Hacket (1986), efikasi diri akan karir seseorang adalah domain yang menggambarkan pendapat pribadi seseorang dalam hubungannya dengan proses pemilihan dan penyesuaian karir. Dengan demikian, efikasi diri akan karir seseorang dapat menjadi faktor penting dalam penentuan apakah intensi kewirausahaan seseorang sudah terbentuk pada tahapan awal seseorang memulai karirnya. Lebih lanjut, Betz dan Hacket menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat
Universitas Sumatera Utara
efikasi diri seseorang pada kewirausahaan di masa-masa awal seseorang dalam berkarir, semakin kuat intensi kewirausahaan yang dimilikinya. Selain itu, Gilles dan Rea (1999) membuktikan pentingnya efikasi diri dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan karir seseorang. Efikasi diri terbukti signifikan menjadi penentu intensi seseorang. B. Pengertian Efikasi Diri Bandura (1994) mengatakan bahwa efikasi diri menentukan bagaimana seseorang merasakan sesuatu, berfikir, memotifasi diri mereka sendiri dan juga prilaku mereka. lebih lanjut Bandura mengungkapkan bahwa individu dengan efikasi diri yang tinggi bersikap positif, berorientasi kesuksesan dan berorientasi tujuan. Selain itu mereka membutuhkan bantuan dalam penentuan tujuannya, mereka mencari bantuan nyata dan bukan dukungan emosional ataupun penentraman hati. Defenisi formal efikasi diri yang biasanya digunakan adalah pernyataan Bandura mengenai penilaian atau keyakinan pribadi tentang “seberapa baik seseorang dapat melakukan tindakan yang diperlukan untuk berhubungan dengan situasi prospektif”. Defenisi yang lebih luas dan lebih tepat untuk prilaku organisasi positif diberikan oleh Stajkovic dan Luthans. efikasi diri mengacu pada keyakinan
individu
pada
keyakinan
individu
(konfidensi)
mengenai
kemampuannya untuk memobilisasi motivasi, sumber daya kognitif, dan tindakan yang diperlukan agar berhasil melaksanakan tugas dalam konteks tertentu. Efikasi diri yang tinggi akan mengembangkan kepribadian yang kuat pada seseorang, mengurangi stress dan tidak mudah terpengaruh oleh situasi yang mengancam. Berbeda dengan individu dengan efikasi diri rendah yang akan cenderung tidak mau berusaha atau menyukai kerjasama dalam situasi yang sulit dan tingkat
Universitas Sumatera Utara
kompleksitas yang tinggi (Lee & Bobko, 1994). Brehm dan Kassin (1990) mendefenisikan efikasi diri sebagai keyakinan individu bahwa ia mampu melakukan tindakan spesifik yang diperlukan untuk menghasilkan out come yang diinginkan dalam suatu situasi. Baron dan Byrne (1997) mendefenisikan efikasi diri sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi diri dalam melakukan sesuatu tugas, mencapai tujuan atau mengatasi suatu masalah. Bandura (1997) menyatakan bahwa efikasi diri dapat diperoleh, dipelajari dan dikembangkan dari empat sumber informasi. Di mana pada dasarnya keempat hal tersebut adalah stimulasi atau kejadian yang dapat memberikan inspirasi atau pembangkit positif untuk berusaha menyelesaikan tugas atau masalah yang dihadapi. Hal ini mengacu pada konsep pemahaman bahwa pembangkitan positif dapat meningkatkan perasaan atas efikasi diri (Bandura, dalam Lazarus et.al., 1980). Adapun sumber-sumber efikasi diri tersebut ialah: 1. Enactive attainment and performance accomplishment (pengalaman keberhasilan dan pencapaian prestasi), yaitu sumber ekspektasi efikasi diri yang penting, karena berdasar pengalaman individu secara langsung. Individu yang pernah memperoleh suatu prestasi, akan terdorong meningkatkan keyakinan dan penilaian terhadap efikasi dirinya.
Pengalaman
keberhasilan
individu
ini
meningkatkan
ketekunan dan kegigihan dalam berusaha mengatasi kesulitan, sehingga dapat mengurangi kegagalan. 2. Vicarious experience (pengalaman orang lain), yaitu mengamati perilaku dan pengalaman orang lain sebagai proses belajar individu. Melalui model ini efikasi diri individu dapat meningkat, terutama jika
Universitas Sumatera Utara
ia merasa memiliki kemampuan yang setara atau bahkan merasa lebih baik dari pada orang yang menjadi subyek belajarnya. Ia akan mempunyai kecenderungan merasa mampu melakukan hal yang sama. Meningkatnya efikasi diri individu ini dapat meningkatkan motivasi untuk mencapai suatu prestasi. Peningkatan efikasi diri ini akan menjadi efektif jika subyek yang menjadi model tersebut mempunyai banyak kesamaan karakteristik antara individu dengan model, kesamaan tingkat kesulitan tugas, kesamaan situasi dan kondisi, serta keanekaragaman yang dicapai oleh model. 3. Verbal persuasion (persuasi verbal), yaitu individu mendapat bujukan atau sugesti untuk percaya bahwa ia dapat mengatasi masalah-masalah yang akan dihadapinya. Persuasi verbal ini dapat mengarahkan individu untuk berusaha lebih gigih untuk mencapai tujuan dan kesuksesan. Akan tetapi efikasi diri yang tumbuh dengan metode ini biasanya tidak bertahan lama, apalagi kemudian individu mengalami peristiwa traumatis yang tidak menyenangkan. 4. Physiological state and emotional arousal (keadaan fisiologisdan psikologis).
Situasi
yang
menekan
kondisi
emosional
dapat
mempengaruhi efikasi diri. Gejolak emosi, goncangan, kegelisahan yang mendalam dan keadaan fisiologis yang lemah yang dialami individu akan dirasakan sebagai suatu isyarat akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan, maka situasi yang menekan dan mengancam akan cenderung dihindari.
Universitas Sumatera Utara
Empat hal tersebut dapat menjadi sarana bagi tumbuh dan berkembangnya efikasi diri satu individu. Dengan kata lain efikasi diri dapat diupayakan untuk meningkat dengan membuat manipulasi melalui empat hal tersebut. C. Proses Dan Dampak Efikasi Diri a. Proses Efikasi Diri (Luthans, 2005) mengatakan bahwa proses efikasi diri mempengaruhi fungsi manusia bukan hanya secara langsung, tetapi juga mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap faktor lain. Secara langsung, proses efikasi diri mulai sebelum individu memilih pilihan mereka dan mengawali
usaha
mereka.
Yang
pertama,
orang
cenderung
mempertimbangkan, mengevaluasi, mengintegrasikan informasi mengenai kapabilitas yang dirasakan. Yang penting, langkah awal dari proses tersebut tidak begitu berhubungan dengan kemampuan atau sumber individu, tetapi lebih pada bagaimana mereka menilai atu meyakini bahwa mereka dapat menggunakan kemampuan dan sumber mereka untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. b. Dampak Efikasi Diri (Luthans, 2005) Efikasi diri secara langsung memengaruhi : Pemilihan perilaku (keputusan dibuat berdasarkan bagaimana efikasi yang dirasakan seseorang terhadap pilihan, misalnya tugas pekerjaan atau bidang karier). Usaha motivasi (orang mencoba lebih keras berusaha melakukan tugas di mana efikasi diri mereka lebih tinggi daripada mereka yang memiliki penilaian efikasi rendah). Daya tahan (orang dengan efikasi diri tinggi akan bangkit, bertahan saat menghadapi masalah atau kegagalan,
Universitas Sumatera Utara
sementara orang dengan efikasi diri rendah cenderung menyerah saat muncul rintangan). Daya tahan terhadap stress (orang dengan efikasi diri rendah cenderung mengalami stres dan kalah karena mereka gagal, sementara orang dengan efikasi diri tinggi, memasuki situasi penuh tekanan dengan percaya diri dan kepastian dengan demikian dapat menahan reaksi stress).
D. Komponen Efikasi Diri Bandura (1986) mengungkapkan bahwa perbedaan efikasi diri pada setiap individu terletak pada tiga komponen, yaitu Masing-masing mempunyai implikasi penting di dalam performansi, yang secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut:(tingkat kesulitan tugas), yaitu masalah yang berkaitan dengan derajat kesulitan tugas individu. Komponen ini berimplikasi pada pemilihan perilaku yang akan dicoba individu berdasar ekspektasi efikasi pada tingkat kesulitan tugas. Individu akan berupaya melakukan tugas tertentu yang ia persepsikan dapat dilaksanakannya dan ia akan menghindari situasi dan perilaku yang ia persepsikan di luar batas kemampuannya.(kekuatan keyakinan), yaitu berkaitan dengan kekuatan pada keyakinan individu atas kemampuannya. Pengharapan yang kuat dan mantap pada individu akan mendorong untuk gigih dalam berupaya mencapai tujuan, walaupun mungkin belum memiliki pengalaman–pengalaman yang menunjang. Sebaliknya pengharapan yang lemah dan ragu-ragu akan kemampuan diri akan mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak menunjang.(generalitas), yaitu hal yang berkaitan cakupan luas bidang tingkah laku di mana individu merasa yakin terhadap kemampuannya. Individu dapat
Universitas Sumatera Utara
merasa yakin terhadap kemampuan dirinya, tergantung pada pemahaman kemampuan dirinya yang terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi yang lebih luas dan bervariasi.
E. Kebutuhan Akan Prestasi McClelland (dalam Indarti, 2008) telah memperkenalkan konsep kebutuhan akan prestasi sebagai salah satu motif psikologis. Kebutuhan akan prestasi dapat diartikan sebagai suatu kesatuan watak yang memotivasi seseorang untuk menghadapi tantangan untuk mencapai kesuksesan dan keunggulan. Lebih lanjut, McClelland menegaskan bahwa kebutuhan akan prestasi sebagai salah satu karakteristik kepribadian seseorang yang akan mendorong seseorang untuk memiliki intensi kewirausahaan. Menurutnya, ada tiga atribut yang melekat pada seseorang yang mempunyai kebutuhan akan prestasi yang tinggi, yaitu (a) menyukai tanggung jawab pribadi dalam mengambil keputusan, (b) mau mengambil resiko sesuai dengan kemampuannya, dan (c) memiliki minat untuk selalu belajar dari keputusan yang telah diambil. Kebutuhan akan pujian dan penghargaan ini muncul sebagai reaksi atas perasaan bahwa dirinya tidak berguna dan bukan siapa-siapa. Mereka ingin menunjukkan kepada dunia di sekelilingnya bahwa mereka pantas diperhitungkan serta mampu melakukan sesuatu yang menarik perhatian. Wirausahawan seringkali memutuskan untuk memulai usahanya sendiri karena mereka adalah high achiver yang merasa bahwa karier mereka sulit berkembang dalam perusahaan tempat mereka bekerja maupun profesi yang mereka tekuni (Susanto,
Universitas Sumatera Utara
2009:30). Para individu tersebut terdorong untuk membuat usaha yang dapat mereka tentukan sendiri jenjang karier yang mereka inginkan. Pencapaian prestasi adalah alasan utama mereka ingin berwirausaha karena tempat mereka bekerja tidak dapat memfasilitasi keinginan mereka untuk mencapai jenjang karier yang diharapkan. Maslow (dalam Adair, 2008:51) membagi kebutuhan akan prestasi ke dalam dua perangkat yaitu: 1. Hasrat akan kekuatan, pencapaian, kecukupan, penguasaan, kompetensi, percaya diri di hadapan dunia, kemandirian, serta kebebasan; dan 2. Hasrat akan reputasi, prestise, status, dominasi, pengakuan, perhatian, kepentingan, dan penghargaan.
F. Faktor-faktor yang Meningkatkan Prestasi Kinerja Perusahaan menghasilkan tenaga kerja yang berprestasi terdapat faktorfaktor yang mempengaruhi yaitu “Faktor Kemampuan dan Faktor Motivasi”. (Mankunegara,2000: 67). 1. Faktor Kemampuan Secara psikologis kemampuan karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realiti, artinya karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil untuk mengerjakan pekerjaannya, maka akan lebih mudah mencapai prestasi kinerja yang diharapkan, oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya. Jenis-jenis kemampuan tenaga kerja antara lain:
Universitas Sumatera Utara
a. Kecerdasan b. Menganalisis c. Prakarsa d. Bijaksana e. Mengambil keputusan f. Organisasi g. Pengetahuan tentang pekerjaan h. Komunikasi i.
Kepemimpinan
2. Faktor Motivasi Motivasi terbentuk dari sikap seorang karyawan dalam menghadapi situasi dan motivasi adalah kondisi yang mengerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Jenis-jenis sikap atau tingkah laku antara lain: a. Rajin b. Rasional c. Bertanggungjawab d. Jujur dan dapat dipercaya e. Ingin maju dan berprestasi f. Memiliki semangat bekerja sama g. Membela kepentingan perusahaan h. Dapat berdiri sendiri i. j.
Optimis Setia
Universitas Sumatera Utara
G. Penilaian Prestasi Kinerja “Penilaian prestasi kinerja adalah suatu proses penilaian prestasi kinerja pegawai yang dilakukan pemimpin secara sistimatik berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya” (Mankunegara, 2000 : 69). 1. Alasan untuk menilai prestasi kinerja yaitu : a. Penilaian prestasi kinerja menyediakan informasi sebagai dasar pengambilan keputusan tentang personil dan gaji b. Penilaian prestasi kinerja menyediakan kesempatan bagi atasan dan bawahan untuk bersama meninjau kembali hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan. c. Prestasi kinerja juga memungkinkan atasan dengan bawahan menyusun suatu rencana untuk memperbaiki setiap efisiensi yang dapat diketahui. Penilaian prestasi kinerja yang tinggi, senantiasa akan diberikan kepada karyawan yang memiliki disiplin dan dedikasi yang baik, berinisiatif positif, sehat jasmani dan rohani, mempunyai semangat kerja dan mengembangkan diri dalam pelaksanaan tugas, pandai bergaul dan sebagainya. 2. Manfaat
penilaian prestasi kinerja (William
B.
Werther
dalam
Hariandja,2002: 195) yaitu : a.
Perbaikan prestasi kinerja Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer dan departemen Personalia dapat memperbaiki kegiatan-kegiatan mereka untuk memperbaiki prestasi.
Universitas Sumatera Utara
b.
Penyesuaian-penyesuaian kompensasi Evaluasi prestasi kinerja mampu membantu para pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, bonus dan bentuk kompensasi lain.
c.
Keputusan-keputusan penempatan Promosi, transfer, dan demosi biasanya didasarkan pada prestasi kinerja masa lalu atau antisipasinya. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan terhadap prestasi kerja masa lalu.
d.
Kebutuhan-kebutuhan latihan dan pengembangan Prestasi kinerja yang jelek mungkin menunjukkan kebutuhan latihan. Demikian juga, prestasi yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.
e.
Perencanaan dan pengembangan karir Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karir, yaitu tentang jalur karir tertentu yang harus diteliti.
f.
Penyimpangan-penyimpangan proses Staffing Prestasi kinerja yang baik atau jelek mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia.
g.
Ketidak akuratan informasi Prestasi kinerja yang jelek mungkin menunjukkan kesalahankesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana-rencana sumber daya manusia, atau komponen-komponen lain sistem informasi manajemen personalia.
h.
Kesalahan kerja yang adil
Universitas Sumatera Utara
Prestasi kinerja secara akurat yakin menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi. i.
Tantangan-tantangan Eksternal Prestasi kinerja sering kali dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar lingkungan kerja, seperti keluarga, kondisi finansial atau masalahmasalah pribadi lainnya. Mengenai objek penilaian atau jumlah dan jenis yang dianalisis, sebenarnya belum ada kesepakatan pendapat. Ini disebabkan adanya berbagai jenis jabatan, tujuan penilaian juga berbeda-beda. Objek penilaian harus dilakukan sesuai dengan tujuan penilaian, kalau tidak dapat terjadi kekeliruan penilaian tentang prestasi kinerja karyawan yang diinginkan. Oleh sebab itu penilaian harus benar-benar mampu merencanakan dan melaksanakan nilai suatu pekerjaan seobjektif mungkin.
3. Ada beberapa sistem penilaian prestasi kinerja, yaitu: a. Rangking Method Yaitu cara yang digunakan dengan membandingkan karyawan yang satu dengan karyawan yang lain untuk menentukan siapa yang lebih baik. Perbandingan ini dilakukan secara keseluruhan tidak dicoba dipisah-pisahkan faktor yang mempengaruhi prestasi kerja. b.
Grading Method Merupakan suatu definisi untuk setiap kategori prestasi kinerja karyawan, misalnya adalah baik sekali, memuaskan, dan kurang memuaskan yang masing-masing mempunyai definisi yang jelas.
Universitas Sumatera Utara
c.
Skala Grafis Pada metode ini baik tidaknya pekerjaan seseorang karyawan dinilai
berdasarkan
faktor
yang
dianggap
penting
dalam
pelaksanaan pekerjaan tersebut. Faktor-faktor tersebut dibagi ke dalam kategori yang disertai dengan definisi yang jelas untuk masing-masing kategori. d.
Cheklist Pada metode ini penilaian bukan menilai karyawan, tetapi sekedar melaporkan penilaian atas tingkah yang dilakukan dan yang dilaporkan kepada personalia
Yang dapat berfungsi sebagai penilai adalah atasan (atasan langsung) dan bawahan langsung (jika karyawan yang dinilai mempunyai bawahan langsung) (Rivai,2003: 314). Prestasi kinerja dinilai, diperlukan cara-cara yang dapat dipertanggung jawabkan antara lain dari sudut: 1. Keserasian atau relevansi 2. Dapat dipercaya atau reliabiliti 3. Ketepatan sasaran atau keobjektifan Langkah terakhir dalam penilaian prestasi kinerja adalah melakukan monitoring terhadap program penilaian.
Universitas Sumatera Utara