7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi dalam Dua Mahzab John Fiske dalam bukunya Pengantar Ilmu Komunkasi mengemukakan bahwa terdapat dua mahzab utama dalam ilmu komunikasi. Pertama keompok yang melihat komunikasi sebagai transmisi pesan. Kelompok ini fokus dengan bagaimana pengirim dan penerima mengirimkan dan meneriman pesan. Kelompok ini juga sangat memerhatikan dengan hal-hal seperti efisiensi dan akurasi. Pandangan ini melihat komunikasi sebagai proses dimana seseorang memengaruhi perilaku atau cara berpikir orang lain. Jika efek yang muncul berbeda atau kurang dari yang diinginkan, mahzab ini cenderung untuk berbicara dengan istilah-istilah seputar kegagalan komunikasi , dan melihat berbagai tahapan di dalam proses komunikasi untuk menemukan dimana kegagalan terjadi. Untuk lebih mudahnya pandangan ini disebut sebagai kelompok proses. Mahzab kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Kelompok ini focus dengan bagaimana pesan atau teks, berinteraksi dengan manusia di dalam rangka untuk memproduksi maknya; artinya pandangan ini sangat memerhatikan peran teks di dalam budaya kita. Kelompok ini menggunakan istilah seperti signifikansi (pemaknaan), dan tidak menganggap kesalahpahaman sebagai bukti penting dari kegagalan komunikasi-kesalahpahaman tersebut mungkin merupakan hasil dari perbedaan-perbedaan budaya antara pengirim dan penerima.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
Bagi mahzab ini, ilmu komunikasi adalah kajian teks dan budaya. Metode utama dari pandangan ini adalah semiotik (ilmu tentang tanda dan makna). Mahzab proses cenderung mengaitkan diri dengan ilmu-ilmu social, terutama psikologi dan sosiologi, dan cenderung memfokuskan dirinya terhadap tindak (acts) komunikasi. Mahzab semiotik cenderung mengaitkan dirinya dengan linguistik dan subjeksubjek seni, dan memiliki kecenderungan untuk memfokuskan dirinya terhadap kerja (works) komunikasi. Dua mahzab juga memiliki pengertian yang berbeda mengenai apa yang disebut sebagai pesan. Mahzab proses melihat pesan adalah apa yang ditransmisikan oleh proses komunikasi. Banyak pengikut kelompok ini yang percaya bahwa intensi/kesengajaan adalah factor penting di dalam menentukan sesuatu itu sebuah pesan atau bukan. Sedangkan bagi kelompok semiotic, pada sisi yang lain, pesan adalah sebuah konstruksi dari tanda-tanda, yang akan memproduksi makna melalui interaksi dengan audiens/penerima. Pengirim, yang didefinisikan sebagai transmitter dari pesan mengalami penurunan peranan/tingkat kepentingan. Penekanan berpindah ke teks dan bagaimana teks dibaca. Dan pembacaan adalah proses menemukan makna-makna yang terjadi ketika pembaca berinteraksi atau bernegosiasi dengan teks. Negosiasi terjadi ketika pembaca pembawa aspek-aspek dari pengalaman budayanya untuk menjelajahi tanda dan kode yang membangun teks. Jadi pembaca yang memiliki pengalaman social yang berbeda atau berasal dari latar belakang budaya yang berbeda mungkin akan menemukan makna yang berbeda dari sebuah teks yang sama. Namun hal tersebut, bukanlah serta merta bukti kegagalan komunikasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
Jadi, pesan bukanlah sesuatu yan dikirim dari A ke B, namun merupakan elemen di dalam sebuah hubungan terstruktur yang elemen-elemen lainnya termasuk realitas eksternal dan produser atau pembaca. 3 2.2. Public Relations Salah satu bagian keilmuan dalam komunikasi itu sendiri adalah Public Relations, sebuah kajian yang menitik beratkan pada saling pengertian antara beragam stakeholder dengan suatu organisasi/instansi. Public Relations juga sangat bertumpu pada efektivitas komunikasi agar mencapai tujuan organisasi yang diharapkan. Berikut definisi Public Relations dari beberapa pakar. 2.2.1. Definisi Public Relations Public relations (PR) adalah fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan publik yang memimplikasii kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut.4 Public Relations merupakan suatu ilmu baru, belum ada kesepakatan khusus yang mendefinisikan apa itu public relations. Terdapat sedikitnya dua ribu ahli yang telah mengemukakan tentang definisi public relations. Satu sama lain berbeda pendapat dikarenakan masing-masing ahli memiliki dasar pandangan dan pemikiran yang berbeda-beda didukung pula implikasi waktu serta tempat yang berbeda. 5
3
John Fiske. Pengantar Ilmu Komunikasi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2012. Hal 2-6 Scott M. Cutlip, Allen H. Center, Glen M. Broom, effective Public Relations, Kencana Jakarta, Edisi ke-9, 2006 hal.6 5 F. Rachmadi. Public Relations dalam teori dan praktek: Aplikasi dalam badan usaha swasta dan pemerintah. Jakarta, Gramedia Pustaka Utama. 1992 hal 4-5. 4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
Menurut The British Institute of Public Relations, PR adalah keseluruhan upaya yang dilakukan secara sederhana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik. F. Rachmadi berpendapat fungsi utama Public Relations adalah menumbuhkan dan mengembangkan hubungan baik antara lembaga dengan publiknya, baik internal maupun eksternal dalam rangka menanamkan pengertian, menumbuhkan motivasi dan partisipasi publik dalam upaya menciptakan iklim pendapat (opini publik) yang menguntungkan lembaga, seperti dikemukakan oleh cutlip,dkk: “Public relations is a distinctive management function which help established and mutual line of communications, understanding, acceptance, and corporation between on organizations and it’s public”. 6 Institute of Public Relations (IPR) mendefinisikan PR adalah keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik (goodwill) dan saling pengertian antara suatu organisasi denga segenap khalayaknya. Tujuan utamanya adalah menciptakan dan memelihara saling pengertian, maksudnya adalah untuk memastikan bahwa organisasi
tersebut
senantiasa
dimengerti
oleh
pihak-pihak
yang
turut
berkepentingan. Dengan adanya kata ‘saling’. Maka itu berarti organisasi juga harus memahami setiap kelompok atau individu yang terlibat dengannya (istilah yang umum dipakai adalah ‘khalayak’ atau ‘publik’. 7
6
Scott M. Cutlip, Allen H. Center, and Glen M. Broom. Effective Public Relations. New Jersey,Practice Hall International, 2000 hal 4 7 Scott M. Cutlip, Allen H. Center, Glen M. Broom, Effective Public Relations, Kencana, Jakarta, edisi ke-9 2006, hal. 6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
Onong Uchjana mengungkapkan bahawa jika hubungan masyarakat memang terjemahan dari public relations, maka ciri-ciri hakiki public relations harus ada pada hubungan masyarakat dan dilaksanakan oleh kepala humas beserta stafnya. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut : 1. Komunikasi yang dilancarkan berlangsung dua arah secara timbal balik. 2. Kegiatan yang dilakukan terdiri atas penyebaran informasi, penggiatan persuasi, dan pengkajian pendapat umum. 3. Tujuan yang hendak dicapai adalah tujuan organisasi tempat humas menginduk 4. Sasaran yang dituju adalah khalayak di dalam organisasi dan khalayak di luar organisasi. 5. Efek yang diharapkan adalah terbinanya hubungan yang harmonis antara organisasi dan khalayak. Dari ciri-ciri public relations atau hubungan masyarakat itu jelas bahwa tugas kegiatan humas adalah mendukung tercapainya tujuan organisasi yang dikejar dan dilaksanakan oleh seluruh insan dalam organisasi yan bersangkutan, mulai dari pimpinan tertinggi sampai bawahan terendah. Untuk memperoleh kejelasan mengenai apa itu hubungan masyarakat, mengapa diadakan hubungan masyarakat, dan bagaimana melakukan kegiatan hubungan masyarakat, para ahli membagi hubungan masyarakat menjadi dua jenis pengertian, yakni dalam pengertian technique of communication dan sebagai state of being.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
a. Hubungan masyarakat sebagai technique of communication Seperti telah disinggung di muka, kegiatan hubungan masyarakat pada hakikatnya adalah kegiatan komunikasi. Berbeda dengan jenis komunikasi lainnya, komunikasi yang dilancarkan oleh hubungan masyarakat mempunyai ciri-ciri tertentu yang disebabkan oleh fungsi hubungan masyarakat, sifat organisasi dimana hubungan masyarakat itu dilakukan, sifat-sifat manusia yang terlibat, faktor-faktor ekstern yang memimplikasii, dan sebagainya. Ciri hakiki komunikasi dalam public relations sebagaimana ditegaskan di atas ialah komunikasi timbal balik (two way traffic communication). Ini mutlak harus berlangsung jika tidak terjadi dengan sendirinya, maka harus diusahakan agar terjadi. Dengan lain perkataan , seorang pemimpin yang melancarkan komunikasi harus menelitinya sehingga ia megetahui pasti efek komunikasinya. Hubungan masyarakat dalam pengertian technique of communication mengandung arti bahwa kegiatan hubungan masyarakat dilakukan sendiri oleh seorang pemimpin, apakah ia pemimpin jawatan, perusahaan , instansi militer, lembaga atau organisasi lainnya. b. Hubungan masyarakat sebagai state of being Yang dimaksud denga state of being disini ialah keadaan wujud yang merupakan wahana kegiatan hubungan masyarakat dalam bentuk biro, bagian, seksi, urusan, dan lan-lain. Penggunaan istilah tersebut bergantung pada struktur organisasi dimana hubungan masyarakat itu dilakukan. Biro, bagian, seksi, atau urusan hubungan masyarakat sebagai sarana kegiatan hubungan masyarakat, jelas dapat dilihat wujudnya, yakni ruangan kantornya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
lengkap dengan segala peralatannya; meja, lemari, kursi, mesin tik, telepon beserta alat-alat elektronik; jelas pula pegawai-pegawainya mulai dari kepala humas sampai juru tik. Melihat dua pengertian hubungan masyarakat di atas, dapat diartikan bahwa kegiatan hubungan masyarakat bukan monopoli pekerjaan kepala humas saja, melainkan dapat dilakukan oleh siapa saja yang menjadi pemimpin organisasi yang mempunyai anak buah atau seorang yang mempunyai khalayak.8 2.2.2. PR Pemerintahan Di dunia pemerintahan, PR bertugas menjalankan kegiatan kebijakan publik dan pelayanan publik. Salah satu kegiatan PR pemerintah dalam bidang kebijakan publik adalah memberikan berbagai informasi tentang kebijakan pemerintahan yang mengikat rakyat atau masyarakat. Sedangkan untuk pelayanan publik adalah memberikan pelayanan terbaik, dengan birokrasi yang tidak berbelit-belit untuk memberikan kepuasan kepada rakyat atau masyarakat sehingga dunia pmerintahan memperoleh citra positif dari rakyat atau publik. Esensi tujuan PR di dunia pemerintahan, seperti halnya PR di dunia bisnis adalah membuat berbagai program pemerintahan yang dapat membentuk, meningkatkan, dan
memelihara citra positif dan reputasi baik agar dapat
memperoleh opini publik yang menguntungkan, serta dukungan dan simpati rakyat atau publik. Citra sengaja diciptakan oleh PR dalam dunia pemerintahan, dalam
8
Onong Uchjana Effendy, Komunikasi, Teori dan Praktek. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006. Hal 132-133
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
bentuk events (kegiatan-kegiatan), campaign (kampanye-kampanye), dan programprogram. 9 PR dalam dunia pemerintahan dilakukan, baik ke dalam (publik internal) maupun ke luar (publik eksternal). Kegiatan PR yang bersifat internal, yaitu: (1) mengadakan analisis terhadap kebijakan partai politik yang sudah dan sedang berjalan, (2) mengadakan perbaikan sebagai kelanjutan dari analisis yang dilakukan terhadap kebijakan publik, baik yang sedang berjalan maupun terhadap perencanaan kebijakan publik baru. Kegiatan PR yang bersifat eksternal, yaitu memberikan atau menyebarkan pernyataan-pernyataan secara jujur dan objektif kepada publik, dengan dasar mengutamakan kepentingan publik. Pesan yang disampaikan harus direncanakan secermat mungkin sehingga pada tahap selanjutnya rakyat atau masyarakat akan menaruh simpati dan kepercayaan terhadap pemerintahan. Kegiatan PR di dunia pemerintahan harus mengemban fungsi yang dikemukakan Canfield, yaitu : (1) mengabdi kepada kepentingan umum (it should serve the public interest), (2) memelihara komunikasi yang baik (maintain a good communication), (3) menitikberatkan pada moral dan tingkah laku yang baik (to stress a good morals and manners) (diadaptasi dari arifin, 2003) Kegiatan PR di dunia pemerintahan harus benar-benar untuk kepentingan rakyat atau publik sehingga seorang pejabat PR harus mampu menciptakan, membina, serta memelihara hubungan ke dalam dan ke luar. Pejabat PR adalah
9
Elvinaro Ardianto, Handbook Of PR, Bandung, Simbiosa Rekatama Media, 2011, Hal 239
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
seorang profesional atau komunikator profesional, ia diangkat oleh lembaga pemerintah dengan tugas melayani informasi kebijakan publik dan pelayanan. Seorang pejabat profesional adalah perantara atau jembatan antara lembaga pemerintahan dan rakyat atau masyarakat, baik ke dalam maupun ke luar. Ia harus mampu menjelaskan rencana kebijakan publik dan pelayanan publik, serta ia pun harus mampu mengetahui keinginan dan kepentingan rakyat atau masyarakat yang kemudian akan ia sampaikan kepada pimpinan puncak sebagai masukan bagi pembuatan kebijakan publik dan pelayanan publik. Langkah-langkah model perencanaan PR dalam dunia pemerintahan mengacu pada Management by Objective (MBO): 1. Client/Employer Objectives (tujuan klien). Apa tujuan dilakukan komunikasi dalam menentukan kebijakan publik dan pelayanan publik, dan bagaimana mencapai tujuannya) tujuan khususnya seperti membuat kesadaran rakyat atau masyarakat tentang kebijakan publik dan pelayanan publik. 2. Audience/Publics (Khalayak/Publik). Publik mana yang menjadi sasaran penyampaian pesan, bagaimana publik dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi (pemerintahan)? Bagaimana mengetahui karakteristik rakyat atau masyarakat, dan bagaimana informasi demografis digunakan untuk membuat struktur pesan? 3. Public Objectives (tujuan publik). Apa yang publik ingin ketahui dan bagaimana menyampaikan pesan kepada publik yang sesuai keinginan mereka?
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
4. Media Channel (Saluran media). Media apa yang akan digunakan agar dapat mencapai publik, bagaimana dapat menggunakan multisaluran (media berita, brosur, peristiwa khusus, surat langsung) yang dapat memperkuat pesan diantara publik-publik kunci. 5. Media Channel Objectives (Sasaran saluran media). Apakah setiap gatekeeper (redaktur media) mencari sudut pandang berita? Mengapa publikasi tertentu menjadi informasi yang memiliki daya tarik? 6. Source and Question (Sumber dan pertanyaan). Siapa yang menjadi sumber informasi utama dan sekunder? Siapa pakar yang akan diwawancarai? 7. Communication strategies (strategi komunikasi). Apakah faktor-faktor lingkungan akan memimplikasii penyebaran dan penerimaan pesan? Apakah suatu peristiwa dan sejumlah informasi lain akan mengurangi atau memperkuat bobot pesan? 8. Essence of the message (esensi pesan). Apakah komunikasi dirancang dengan baik atau dirancang untuk mengubah sikap dan perilaku. 9. Nonverbal support (dukungan nonverbal). Bagaimana tentang fotografi, grafis, film, artwork (bentuk ilustrasi lainnya) dapat memperjelas dan memperindah visualisasi pesan tertulis? (Nager dan Allen, dalam Wilcox, et al, 2003:145-146 dikutip dari Ardianto 2011)10 Dalam menjalankan tugasnya sebagai jembatan, pejabat PR harus memiliki moral dan tingkah laku yang baik agar ia dapat memperoleh kredibilitas dan menjadi teladan bagi publik. Hal ini sangat penting dalam upaya bekerja dan 10
Ibid, Hal 241-243
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
bertindak tegas, cermat, dan akurat dalam menjalankan tugas sebagai PR di dunia pemerintahan. 2.3. Media Sosial Setelah mengamati dan mempelajari dengan seksama konsep public relations, penelitian ini juga sangat berkaitan dengan konsep dan pemanfaatan media sosial. Hal ini dikarenakan Ridwan Kamil menggunakan media sosial sebagai alat konstruk dalam menampilkan wajah Bandung kepada masyarakat dalam negeri maupun dunia. Suka atau tidak suka, social media menawarkan demokratisasi nilai yang menuntut kedewasaan berperilaku bagi pelakunya. Di tatanan politik misalnya, apa yang terjadi di Tunisia, Mesir, Libya, Yaman, Suriah memperlihatkan begitu efektifnya social media dalam menyebarkan semangat revolusi masyarakat di negara-negara arab (Arab Spring) untun menumbangkan rezim penguasa diktator. Social media layaknya sebuah mesin tsunami penyebaran ide kebangkitan di kalangan masyarakat tertindas. Kath Albury, dkk dalam Jurnal berjudul “Young People, Social Media, Social Network Sites and Sexual Health Communication in Australia: “This is Funny, You Should Watch It
11
” mengutip pandangan beberapa pakar mengenai
media sosial: Social media enable users to create a profile; define online a personal network; make visible their online connections to other people, communities, and organizations; engage in dialogue; and share, remix, and create media. Social media can take the form of message boards and forums; weblogs; wikis (a type of 11
Kath Albury, dkk. Young People, Social Media, Social Network Sites and Sexual Health Communication in Australia: “This is Funny, You Should Watch It. International Journal of Communication. California. 2013
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
website that allows any user to edit or create pages); video and photograph hosting sites; music mixing/hosting sites; social news sites where users vote on articles, comment, and debate; social bookmarking and tagging; microblogs; or a combination of these (Collin et al., 2010; Lenhart & Madden, 2007; Lefebvre, 2009). Some social media brands in Australia are Facebook, YouTube, Vimeo, MySpace, Bebo, Digg, Reddit, Friendster, Flickr, Wikipedia, Twitter, Pinterest, Foursquare, LinkedIn, Formspring, Last.fm, Del.icio.us, Google+, and Yahoo Answers. Underpinning social media is a change from a unidirectional model of communication to a multidirectional model of communication. Audience members are actively engaged in the communication and are not just receivers of information (Thackeray & Neiger, 2009). Those who access social media can be both consumers and producers of media, or what Axel Bruns (2009) has termed “produsers.” This concept refers to “user-led, collaborative processes of content creation” (Bruns, 2009, p. 3). Dunia politik juga memperlihatkan peran efektif social media bagi kesuksesan tokoh politik berkampanye. Sebut saja Obama yang mencatatkan tinta sejarah di tahun 2008 dan mengulanginya di 2012. Lewat kampanye di Facebook, MySpace, Twitter, Youtube, dia mampu membangkitkan energi massa Demokrat, masa mengambang, dan anak-anak muda untuk berparade bersamanya melangkah ke depan. 12 Perlu diketahui juga bahwa media sosial adalah sebuah media online dimana para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, social network atau jejaring sosial, wiki, forum, dan dunia virtual. Jejaring sosial merupakan situs dimana setiap orang bisa membuat halaman web pribadi kemudian terhubung dengan teman-teman untuk berbagi informasi dan berkomunikasi. Jejaring sosial terbesar antara lain blog, facebook, myspace, dan twitter. Jika media tradisional menggunakan media cetak dan media broadcast, medai sosial menggunakan internet. Media sosial mengajak siapa saja yang tertarik
12
Ade Febransyah, Social Media Nation, Jakarta, Prasetya Mulya Publishing, 2013, Hal xii-xiii
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
untuk berpartisipasi dengan memberi kontribusi dan feedback secara terbuka, memberi komentar, serta membagi informasi dalam waktu yang cepat dan tak terbatas. Saat teknologi internet dan mobile phone makin maju, media sosial pun ikut tumbuh dengan pesat. Kini, untuk mengakses facebook atau twitter misalnya, bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja hanya dengan menggunakan sebuah mobile phone. Demikian cepatnya orang bisa mengakses media sosial mengakibatkan terjadinya fenomena besar terhadap arus informasi tidak hanya di negara-negara maju, tetapi juga di Indonesia. karena kecepatannya, media sosial juga mulai tampak menggantikan peranan media massa konvensional dalam menyebarkan berita-berita. Pesatnya perkembangan media sosial kini dikarenakan semua orang seperti bisa memiliki media sendiri. Jika untuk memiliki media media tradisional seperti televisi, radio atau koran dibutuhkan modal yang besar dan tenaga kerja yang banyak, lain halnya dengan media sosial. Seorang pengguna media sosial bisa mengaksesnya dengan jaringan internet bahkan yang aksesnya lambat sekalipun, tanpa biaya besar, tanpa alat mahal dan dilakukan sendiri tanpa karyawan. Kita sebagai pengguna sosial media dengan bebas bisa mengedit, menambahkan, memodifikasi baik tulisan, gambar, video, grafis, maupun isi lainnya.13
13
Elvinaro Ardianto, Handbook of Public Relations, Bandung, Simbiosa Rekatama Media, 2011, Hal 165-166
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
Antony Mayfield dalam bukunya what is social media mendefinisikan media sosial sebagai satu kelompok jenis baru dari media, yang mencakup karakterkarakter berikut ini: a. Partisipasi Media sosial mendorong kontribusi dan umpan balik (feedback) dari setiap orang yang tertarik. Tidak ada yang bisa membatasi seseorang untuk menjadi bagian dari media sosial. Setiap orang dapat melakukannya secara bersama-sama berdasarkan kesadaran hati b. Keterbukaan Setiap kata yang telah dipublikasikan di media sosial berpeluang untuk ditanggapi oleh orang lain karena pada dasarnya media sosial bersifat terbuka untuk siapa saja. Hampir tidak ada penghalang untuk mengakses dan membuat isi. Karenanya setiap pengunjung akan cenderung tidak suka jika dalam media sosial ada semacam password yang dapat menghambat proses interaksi. c. Percakapan Perbedaan yang mendasar antara media konvensional dengan media sosial adalah media konvensional bersifat menginformasikan (satu arah), sedangkan media sosial lebih pada percakapan dua arah atau lebih. d. Komunitas Media sosial seringkali dimanfaatkan oleh komunitas masyarakat, baik terkait dengan pekerjaan, etnis, pendidikan, profesi maupun minat yang sama.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
Media sosial memberi peluang komunitas terbentuk dengan cepat dan berkomunikasi secara efektif. e. Saling terhubung sifat dari media sosial itu berjaring. Antara satu dengan yang lainnya akan saling terhubung. Keberhasilan media sosial terletak pada link-link yang menghubungkan media sosial dengan situs-situs , antarmedia sosial, juga orang per orang. 14 2.3.1. Facebook Salah satu pionir kehebatan implikasi media sosial dewasa ini adalah Mark Zuckerberg dengan facebook yang diciptakannya. Patform media sosial inipun yang paling sering digunakan dan menurut peneliti paling efektif dalam menyebarkan informasi tentang Bandung oleh Ridwan Kamil. Mao & Qian dalam Jurnal bertajuk Facebook Use and Acculturation: The Case of Overseas Chinese Professionals in Western Countries yang diterbitkan International Journal of Communication mengemukakan 15 Facebook is an important tool for bonding social capital and bridging social capital, with the strongest association between bridging social capital and Facebook use intensity (Ellison, Steinfield, & Lampe, 2007; Steinfield, Ellison, & Lampe, 2008). Bridging social capital exists more among weak ties such as acquaintances and strangers in social networks, and it is more about the values created by heterogeneous groups including a wide range of information without emotional support (Donath, 2007; Haythornthwaite, 2005). Bonding social capital exists more among strong ties such as family and friends that are usually socially homogeneous groups, and it is characterized by extensive assistance and personal support. Contacts with weak ties are more likely to be out-group members, and those with strong ties are more likely to be in-group members in Chinese culture. Chu and Choi (2010) found that college students in China show a level of bridging social capital similar to their counterparts in the United States but a lower level of 14
Roni Tabroni, Komunikasi Politik pada Era Multimedia, Bandung, Simbiosa Rekatama Media, 2012, Hal 162-163 15 Mao & Qian. Facebook Use and Acculturation: The Case of Overseas Chinese Professionals in Western Countries. International Journal of Communication. California. 2015
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
bonding social capital in SNS. A similar pattern could be found among Chinese people living overseas in their Facebook use. Secara singkat, sejarah lahirnya Facebook diawali dari adanya inisiatif untuk menghubungkan orang-orang dari seluruh belahan dunia. Situs jejaring sosial pertama, yaitu sixdegrees.com mulai muncul pada tahun 1977. Situs ini memiliki aplikasi untuk membuat profil, menambah teman, dan mengirim pesan. Tahun 1999 dan 2000, muncul situs lunarstorm, live journal, cyword yang berfungsi memperluas informasi secara searah. Tahun 2001, muncul ryze.com yang berperan untuk memperbesar jaringan bisnis. Tahun 2002, muncul friendster sebagai situs anak muda pertama yang semula disediakan untuk tempat pencarian jodoh. Dalam kelanjutannya, friendster ini lebih diminati anak muda untuk saling berkenalan dengan pengguna lain. Tahun 2003, muncul situs sosial interaktif lain menyusul kemunculan friendster, flickr, youtube, myspace. Hingga akhir tahun 2005, friendster dan myspace merupakan situs jejaring sosial yang paling diminati. Memasuki tahun 2006, penggunaan friendster dan myspace mulai tergeser dengan adanya facebook. Facebook dengan tampilan yang lebih modern memungkinkan orang untuk berkenalan dan mengakses informasi seluas-luasnya. Tahun 2009, kemunculan twitter ternyata menambah jumlah situs sosial bagi anak muda. Twitter menggunakan sistem mengikuti-tidak mengikuti (follow-unfollow), dimana kita dapat melihat status terbaru dari orang yang kita ikuti (follow). 16
16
Ibid, Hal 168-169
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
2.4. Kepemimpinan Kemampuan komunikasi yang baik serta pemanfaatan media sosial yang efektif tidak lantas menjadikan proses pembangunan citra atau proses stabilitas pemerintahan berjalan mulus. Dibutuhkan satu indikator yang kuat, yakni kepemimpinan yang dijalankan secara berprinsip. Kepemimpinan yang berprinsip adalah paradigma terobosan-terobosan cara berpikir baru yang membantu menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan modern dewasa ini. Untuk itu diperlukan: 1. Pertimbangan keseimbangan yang bijak; 2. Kesederhanaan di tengah-tengah kompleksitas; 3. Arah dan tujuan sebagai peta terlengkap, memandang kelemahan, kekuatan manusiawi; 4. Penggantian prasangka dengan rasa hormat; 5. Dapat diberdayakan dan memberdayakan orang; 6. Dorongan untuk berubah, memperbaiki; 7. Anggota yang berguna, saling melengkapi; 8. Dimana harus memulai, untuk pertumbuhan dan perbaikan 9. Bisa mengkoordinasi dan mau dikoordinasi. 17
17
Maria Assumpta Rumanti, Dasar-Dasar Public Relations Teori dan Praktik, Jakarta, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002, Hal 244
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
2.4.1. Ciri-Ciri Pemimpin Berprinsip Menurut Covey (1997) yang dikutip dari Assumpta (2002), ciri-ciri berikut ini tidak hanya menandakan pemimpin efektif, tetapi juga berfungsi sebagai tanda kemajuan. 1. Pribadi yang terus belajar Orang yang berprinsip terus belajar dari pengalaman-pengalamannya. Membaca, mengikuti pelatihan, dan kursus-kursus, penataran, mendengarkan orang lain, belajar mengggunakan kedua telinga dan mata, selalu ingin tahu, dan bertanya. Secara terus menerus menambah kemampuan untuk mengerjakan banyak hal. Berusaha menciptakan dan mengembangkan keterampilan baru, minat baru, mereka semakin menyadari semakin banyak tahu, bahwa lingkaran pengetahuan mereka, perkembangan energi, semangat untuk belajar bertumbuh dan berkembang dengan sendirinya dan akan mengisi sendiri pula. Mereka akan mengembangkan kemampuannya lebih cepat dengan belajar membuat dan memenuhi komitmen secara disiplin dan akan terasa bahwa semakin mampu mengendalikan diri. Bila macam ini dilakukan terus, harga diri kita akan semakin meningkat, semakin bisa dipercayai dan mampu dipercayai. 2. Pribadi yang berorientasi pada pelayanan Pribadi yang mau berjuang menjadi pemimpin yang berprinsip, melihat kehidupan sebagai suatu misi tidak sebagai karier. Sebenarnya, kita perlu menyadari bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, maka sumber yang mendasar telah dipersiapkan sang pencipta untuk saling melayani. Kalau ini disadari dan ditekuni perwujudannya, orang akan lebih memikirkan orang lain
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
dalam tindakannya, mengutamakan kepentingan orang lain. Kalau itu terjadi maka pribadi tersebut dapat dikatakan ‘mengenakan kendali pelayanan’. 3. Pribadi yang memancarkan energi positif Wajah dan air muka orang-orang yang berprinsip itu cerah, gembira, menyenangkan, dan bahagia. Sikap mereka opimis, positif, dan bergairah. Semangat, antusias, dan penuh harapan, serta percaya diri. Energi positif ini seperti medan energi atau aura, perasaan subjektif mengelilingi kita, mengisi atau mengubah medan energi negatif di sekitar kita. Di samping itu, kita menarik dan memperbesar medan-medan energi positif yang lebih kecil untuk dikembangkan. 4. Pribadi berjiwa positif mampu mempercayai orang lain Orang yang berprinsip tidak bereaksi berlebihan pada perilaku negatif, kritikan atau kelemahan manusiawi. Kita tidak merasa hebat ketika menemukan kelemahan orang lain, mereka tidak naif, sadar akan kelemahan. Perlu kita sadari bahwa perilaku dan potensi adalah dua hal yang berbeda dan percaya bahwa orang mempunyai potensi yang tidak tampak, mampu mensyukuri kelebihan orang lain dan merasa wajar bilamana perlu dengan tulus memaafkan dan melupakan kekasaran orang lain, tanpa berkeluh kesah, tidak mengucilkan orang lain atau mengkotak-kotakkan dan berprasangka. 18
18
Ibid, Hal 250
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
2.5. Konstruksi Realitas Citra Bandung yang sangat baik belakangan ini sebetulnya merupakan hasil konstruksi realitas yang dijalankan dengan sangat berstrategi oleh Ridwan Kamil selaku walikota Bandung. Tentunya dengan memanfaatkan beragam tools dalam hal ini media sosial. Ditambah lagi dengan gaya kepemimpinan yang matang dan berprinsip. Berikut beberapa pandangan terkait konstruksi realitas. Berger dan Luckman (Bungin, 2008:14) mulai menjelaskan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman ‘kenyataan dan pengetahuan’. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat di dalam realitas-realitas yang diakui sebagai memiliki keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak kita sendiri. Pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata (real) dan memiliki karakteristik yang spesifik. Berger dan Luckman (Bungin, 2008:15) mengatakan terjadi dialektika antara indivdu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Proses dialektika ini terjadi melalui eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Proses dialektis tersebut mempunyai tiga tahapan; Berger menyebutnya sebagai momen. Ada tiga tahap peristiwa. Pertama, eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Ini sudah menjadi sifat dasar dari manusia, ia akan selalu mencurahkan diri ke tempat dimana ia berada. Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang lepas dari dunia luarnya. Manusia berusaha menangkap dirinya, dalam proses inilah dihasilkan suatu dunia dengan kata lain, manusia menemukan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
dirinya sendiri dalam suatu dunia. Kedua, objektivasi, yaitu hasil yang telah dicapai baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu menghasilkan realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya. Lewat proses objektivasi ini, masyarakat menjadi suatu realitas suigeneris. Hasil dari eksternalisasi kebudayaan itu misalnya, manusia menciptakan alat demi kemudahan hidupnya atau kebudayaan nonmateriil dalam bentuk bahasa. Baik alat tadi maupun bahasa adalah kegiatan ekternalisasi manusia ketika berhadapan dengan dunia, ia adalah hasil dari kegiatan manusia. Setelah dihasilkan, baik benda atau bahasa sebagai produk eksternalisasi tersebut menjadi realitas yang objektif. Bahkan ia dapat menghadapi manusia sebagai penghasil dari produk kebudayaan. Kebudayaan yang telah berstatus sebagai realitas objektif, ada diluar kesadaran manusia, ada “di sana” bagi setiap orang. Realitas objektif itu berbeda dengan kenyataan subjektif perorangan. Ia menjadi kenyataan empiris yang bisa dialami oleh setiap orang. Ketiga, internalisasi. Proses internalisasi lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu diimplikasii oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas diluar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat. Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pemahaman semacam ini, realitas
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
berwajah ganda/plural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing. Lebih lanjut Ibnu Hamad (2010) mengungkapkan bahwa komunikasi sebagai proses konstruksi realitas adalah komunikasi yang didalamnya berlangsung proses pengembangan wacana. Komunikator, sebagai pelaku konstruksi realitas, dalam proses ini berupaya menyususn realitas pertama itu kedalam struktur cerita yang bermakna atau populer disebut wacana. Mengingat adanya berbagai faktor yang memengaruhi proses komunikasi realitas, baik yang disadarinya maupun tidak, memungkinkan struktur dan makna yang terbentuk berbeda dari realitas pertama. Justru karena sifat dasarnya seperti ini, teori komunikasi sebagai wacana (coomunication as discourse) memiliki asumsi bahwa realitas yang dikonstruksikan bukan hanya menjadi realitas simbolik (symbolic reality) atau sekedar menjadi realitas kedua (second reality) tetapi membentuk realitas lain (the other reality) yang bisa berbeda sama sekali dengan realitas pertama. 19
19
Ibnu Hamad, Komunikas sebagai wacana, Jakarta, La Tofi Enterprise, 2010 Hal 31-32
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
Realitas Pertama: Kedaan, Benda, Pikiran, Orang, Peristiwa, ... (1)
Dinamika Internal dan Eksternal Pelaku Konstruksi (4)
Faktor Internal : Ideologis, Idealis... Faktor Eksternal: Pasar, Sponsor... (5)
Sistem Komunikasi yang Berlaku (3)
Strategi Mengkonstruksi Realitas (6)
Proses Konstruksi Realitas oleh Pelaku (2)
Strategi Signing Strategi Framing Strategi Priming (7)
Discourse atau Realitas yang Dikonstruksikan (Text, Talk, Act dan Artifact) (8)
Makna, Citra, dan Kepentingan di Balik Wacana (9) Gambar 2: Proses Konstruksi Realitas dalam Pembentuk Discourse
2.6. Semiotik Setelah melangkah lebih jauh memahami konsep konstruksi realitas, kita akan menyelam lebih dalam memahami semiotik yang merupakan alat analisa dalam penelitian pencitraan Bandung melalui fanpage facebook Ridwan Kamil ini. Semiotik menjadi begitu penting karena objek penelitian ini adalah teks berupa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
catatan, status, dan video yang dipublikasikan Ridwan Kamil melalui fanpage Facebooknya. Pusat dari konsentrasi semiotic adalah tanda. Kajian mengenai tanda dan cara tanda-tanda tersebut bekerja disebut semiotik atau semiologi. Semiotika sebagaimana kita menyebutnya, memiliki tiga wilayah kajian: 20 1. Tanda itu sendiri. Wilayah ini meliputi kajian mengenai berbagai jenis tanda yang berbeda, cara-cara berbeda dari tanda-tanda di dalam menghasilkan makna, dan cara tanda-tanda tersebut berhubungan dengan orang yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami di dalam kerangka penggunaan/konteks orang-orang yang menempatkan tanda-tanda tersebut. 2. Kode-kode atau sistem dimana tanda-tanda diorganisasi. Kajian ini melingkupi bagaimana beragam kode telah dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau budaya, atau untuk mengeksploitasi saluransaluran komunikasi yang tersedia bagi pengiriman kode-kode tersebut. 3. Budaya tempat dimana kode-kode dan tanda-tanda beroperasi. Hal ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan dari kode-kode dan tanda-tanda untuk eksistensi dan bentuknya sendiri. Jadi, fokus utama semiotik adalah teks. Model proses linier memberi perhatian kepada teks tidak lebih seperti tahapan-tahapan yang lain di dalam proses komunikasi. Di dalam semiotic, penerima atau pembaca dipandang memiliki peranan yang lebih aktif dibandingkan sebagian besar model 20
John Fiske. Pengantar Ilmu Komunikasi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2012. Hal 66-67
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
proses (model gerbner adalah sebuah pengecualian. Semiotik lebih memilih istilah ‘pembaca (reader)’ (juga berlaku pada foto dan lukisan) dibandingkan penerima (receiver)’ karena istilah tersebut menunjukkan derajat aktivitas yang lebih besar dan juga membaca adalah sesuatu yang kita pelajari untuk melakukannya; jadi hal tersebut ditentukan oleh pengalaman budaya dari pembaca. Pembaca membantu untuk menciptakan makna dari teks dengan membawa pengalaman, sikap, dan emosi yang dimiliki ke dalam makna. Mohammed El-Nawawy Dan Mohamad Hamas Elmasry menuliskan dalam jurnal berjudul The Signs of a Strongman: A Semiotic and Discourse Analysis of Abdelfattah Al-Sisi’s Egyptian Presidential Campaign 21 mengutip pendapat berbagai sumber mengenai semiotik sebagai berikut: According to Halliday (1978), the semiotic representation of any social context entails three conceptual dimensions or metafunctions: the field serving an experiential or ideational metafunction (the nature and description of the activity); the tenor serving an interpersonal metafunction (the relationships and interactions among the participants in the activity); and the mode serving a textual metafunction (the rhetorical channel or the medium through which the activities are shown). These three dimensions determine the semantic configuration and rhetorical patterns of a social context. In the process of analyzing a semiotic text by using these three dimensions, one must account for the syntagmatic environment (the “semantic context” or the “semiotic construct . . . [that] can be treated as a constant for the text as a whole, but is in fact constantly changing, each part serving in turn as environment for the next”) and the paradigmatic environment (“the ongoing text-creating process [that] continually modifies the system” in which it is embedded) (Halliday, 1978, p. 139). Semiotics, as a theoretical and methodological tool, has been criticized for lacking objectivity and generating incomprehensive, vague, and 21
Mohammed El-Nawawy Dan Mohamad Hamas Elmasry. The Signs of a Strongman: A Semiotic and Discourse Analysis of Abdelfattah Al-Sisi’s Egyptian Presidential Campaign. International Journal of Communication. California. 2016
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
ungeneralizable findings. This may be caused by a high level of dependence on “the impressionistic insights of individual analysts, with varying abilities to reach the deeper levels of meaning construction” (McFall, 2004, p. 23). Another criticism of semiotics is that it is sometimes hard for sign analysts to figure out how meanings are negotiated in particular social contexts. This may result from “excessive abstraction” and overemphasizing nuanced textual meanings while neglecting the real contexts in which meanings are created (McFall, 2004). Semiotik melihat komunikasi sebagai penciptaan/pemunculan makna di dalam pesan baik oleh pengirim maupun penerima. Makna tidak bersifat absolut, bukan suatu konsep statis yang bisa ditemukan terbungkus rapi di dalam pesan. Makna adalah sebuah proses yang aktif; para ahli semiotik menggunakan kata kerja seperti; menciptakan, memunculkan, atau negosiasi mengacu pada proses ini. Negosiasi mungkin merupakan istilah yang paling berguna mengindikasikan halhal seperti kepada dan dari, memberi dan menerima antara manusia/orang dan pesan. Makna adalah hasil interaksi dinamis antara tanda, konsep mental (hasil interpretasi), dan objek: muncul dalam konteks historis yang spesifik dan mungkin berubah seiring dengan waktu. Bahkan mungkin akan berguna mengganti istilah ‘makna’ dan menggunakan istilah yang jauh lebih aktif dari pierce, yaitu ‘semiosistindakan memaknai. 22 2.7. Wacana Kepiawaian Ridwan Kamil dalam membangun wacana dalam setiap postingannya menjadi penentu keberhasilannya dalam membangun citra Bandung yang positif. Wacana yang dibangun selalu berkaitan dengan keberhasilan
22
Ibid 76-77
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
pembangunan, solidaritas masyarakat, dan sebagainya. Untuk memahami konsep wacana, mari kita lihat beberapa penjelasan berikut. Kata wacana banyak digunakan oleh berbagai bidang ilmu pengetahuan mulai dari ilmu bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra, dan sebagainya. Namun demikian, secara spesifik pengertian, definisi, dan batasan istilah wacana sangat beragam. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan lingkup dan disiplin ilmu yang memakai istilah wacana tersebut. Wacana
merupakan
1)
rentetan
kalimat
yang
berkaitan,
yang
menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi diantara kalimat-kalimat itu; 2) kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis (J.S. Badudu, 2000) Selain itu, menurut Hawtan, 1992 bahwa wacana adalah komunikasi kebahasaan yang terlibat sebagai sebuah pertukaran di antara pembicara dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal dimana bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya. Wacana adalah komunikasi lisan atau tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan kategori yang masuk di dalamnya; kepercayaan di sini
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
mewakili pandangan dunia; sebuah organisasi atau representasi dari pengalaman (roger Fowler, 1977) 23 Diakui atau tidak, untuk mencapai berbagai tujuan hidup, kita berkomunikasi. Dari sudut pandang komunikasi, untuk mendapatkan apapun di dunia ini harus dicapai dengan komunikasi; bahkan untuk memperoleh kebahagiaan di alam baka kelak, kita mesti berkomunikasi. Tanpa komunikasi kita mati. Apa yang dilakukan ketika kita berkomunikasi? Dari perspektif komunikasi sebagai wacana, kegiatan komunikasi itu adalah membentuk wacana. Tak ada wacana, tak ada kegiatan komunikasi. Dengan kata lain, untuk mewujudkan berbagai hajat hidup kita mesti membangun wacana. Hal ini berarti masa depan teori komunikasi sebagai wacana akan senantiasa berkoresponden dengan kenyataan kehidupan. Kegiatan membangun wacana juga menjadi elemen dasar bagi manusia dalam mengembangkan hubungan dengan sesamanya, baik untuk hubungan antar pribadi, antar kelompok, ataupun antar bangsa. Pasang naik dan pasang surutnya hubungan bergantung dari cara orang berwacana. Jika isi wacana itu produktif untuk pengembangan hubungan maka hubungan bisa diteruskan. Sebaliknya, jika isi wacana itu bersifat destruktif terhadap pengembangan hubungan maka berhentilah hubungan itu. 24
23
Aris Badara, Analisis Wacana; teori, metode, dan penerapannya pada wacana media, Kendari, Percetakan Kharisma Putra Utama, 2012, Hal 16 24 Ibnu Hamad, Komunikas sebagai wacana, La Tofi Enterprise, Jakarta, Hal 90-92
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
2.8. Citra perseorangan dalam PR/ Personal Image Sosok Ridwan Kamil yang fenomenal ini tidak terlepas dari citra diri/personal image yang dibangun dalam waktu yang panjang. Ia muncul sebagai tokoh yang menginspirasi dan menunjukkan trend baru gaya kepemimpinan yang populis. Untuk lebih mendetail, berikut penjelasan singkat mengenai personal image terutama dalam konteks PR: Menjadikan perseorangan atau individu sebagai salah satu sumber pencitraan merupakan salah satu kekuatan PR dalam mendukung pengembangan citra sebuah organisasi. Perseorangan dalam konteks organisasi adalah mereka yang berada dalam organisasi, baik menempati posisi strategis manajemen atau mereka yang hanya berada pada level di bawah staf. Berbeda dari dimensi organisasi yang menjadikan seluruh anggota organisasi sebagai PR, dalam dimensi citra perseorangan ini seseorang betul-betul ditunjuk dan diposisikan sebagai citra perusahaan. Baik karena prestasi , kemampuan berbicara di depan publik atau karena kompetensi jabatannya, maka seseorang akan dibuatkan panggung hingga mampu menjadi wakil pencitraan organisasi. Satu hal yang harus dipahami pada dimensi citra : perseorangan ini adalah bahwa: semua orang boleh menjadi representasi perusahaan dalam publikasi, tapi sepenuhnya atas kontrol PR. 25 Personal Branding adalah sesuatu tentang bagaimana mengambil kendali atas penilaian orang lain terhadap anda sebelum ada pertemuan langsung dengan anda. (Montoya & Vandehey, 2008 dalam Yunitasari dan Japarianto, 2013)
25
Silih Agung Wasesa, Strategi Public Relations, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Hal 38-39
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
“Personal Branding is about taking control of how other people perceive you before they come into direct contact with you.” (Montoya &Vandehey, 2008) Menurut (Sandy Wahyudi, MM, MA., ada beberapa alasan mengapa sangat penting untuk sebuah profesional memiliki personal branding : a. Dunia bisnis menjadi semakin kompetitif dan dampak globalisasi semakin terasa, semuaorang berlomba untuk mendapatkan pelanggan yang sama. b.
Hubungan baik dengan pelanggan yang akan menentukan penjualan, bukan lagi kualitasatau harga produk yang kita jual.
c. Personal branding akan menjadi titik awal (tipping poin) yang ada dalam pikiran pelanggan saat mengevaluasi produk atau jasa yang kita jual. d. Personal branding akan mengarahkan strategi bisnis dan memberi nilai tambah bagi dirisendiri. e. Dapat membantu kita untuk tetap fokus pada penciptaan nilai diri sendiri dan produk yang kita jual f. Personal branding dapat memimpin kita pada kenyamanan pribadi dan kepuasan kerja. Dapat disimpulkan bahwa personal branding adalah suatu proses membentuk persepsi masyarakat terhadap aspek-aspek yang dimiliki oleh seseorang, diantaranya adalah kepribadian, kemampuan, atau nilai-nilai, dan bagaimana stimulus – stimulus ini menimbulkan persepsi positif dari masyarakat yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai alat pemasaran. Ada tiga dimensi utama pembentuk personal branding (McNally & Speak, 2002: 26)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
Kompetensi Peran kita bersama orang lain
Personal Branding Standar Bagaimana kita melakukannya
Gaya Bagaimana kita berhubungan dengan orang lain
Gambar 3: Dimensi pembentuk personal branding
1) Kompetensi atau Kemampuan Individu Untuk membangun reputasi atau personal branding, kita harus memiliki suatu kemampuan khusus atau kompetensi dalam satu bidang tertentu yang dikuasai. Seseorang dapat membentuk sebuah personal branding melalui sebuah polesan dan metode komunikasi yang disusun dengan baik. Personal Brand adalah sebuah gambaran mengenai apa yang masyarakat pikirkan tentang seseorang. Hal tersebut mencerminkan nilai- nilai, kepribadian, keahlian dan kualitas yang membuat seseorang berbeda dengan yang lainnya. 2) Style Gaya merupakan kepribadian dari personal branding anda. Gaya merupakan bagian yang menjadikan diri anda unik di dalam benak orang lain. Gaya adalah cara
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
anda berhubungan dengan orang lain. Seringkali kata-kata yang digunakan orang untuk menilaigaya kita mengandung suatu emosi yang kuat. 3) Standar Standar personal branding anda sangat memimplikasii cara orang lain memandang diri anda. Standar akan menetapkan dan memberikan makna terhadap kekuatan personal branding. Namun kuncinya adalah anda sendiri yang menetapkan standar, anda sendiri yang harus melakukan.Terkadang kita menetapkan standar yang terlalu tinggi dan terlanjur mengatakan pada oranglain bahwa kita mampu melakukan suatu hal dengan cepat dan dapat memperoleh hasil yang baik (agar kompetensi dan gaya personal branding kita kelihatan menarik di benak semuaorang). Namun yang terjadi adalah sebaliknya, terkadang kita gagal untuk mencapai standar yang kita tetapkan sendiri Jadi dengan menggabungkan ketiga faktor tersebut, yaitu kompetensi, style dan standart, kita dapat mulai terus membangun dan mengembangkan reputasi dalam bidang khusus yang di pilih dan Proses membangun reputasi adalah proses seumur hidup. Kita berharap semakin bertambah usia kita, semakin kuat "brand" kita di masyarakat. Delapan hal berikut adalah konsep utama yang menjadi acuan dalam membangun suatu personal branding seseorang. (Peter Montoya, 2002) : 1. Spesialisasi (The Law of Specialization) Ciri khas dari sebuah Personal Brand yang hebat adalah ketepatan pada sebuah spesialisasi, terkonsentrasi hanya pada sebuah kekuatan, keahlian atau pencapaian tertentu. Spesialisasi dapat dilakukan pada satu atau beberapa cara, yakni:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
a. Ability – misalnya sebuah visi yang stratejik dan prinsip- prinsip awal yang baik. b. Behavior – misalnya keterampilan dalam memimpin, kedermawanan, atau kemampuan untuk mendengarkan. c. Lifestyle – misalnya hidup dalam kapal (tidak dirumah seperti kebanyakan orang), melakukan perjalanan jauh dengan sepeda. d. Mission – misalnya dengan melihat orang lain melebihi persepsi mereka sendiri e. Product – misalnya futurist yang menciptakan suatu tempat kerja yang menakjubkan. f. Profession – niche within niche – misalnya pelatih kepemimpinan yang juga seorang psychotherapist. g. Service – misalnya konsultan yang bekerja sebagai seorang nonexecutive director h. Kepemimpinan (The Law of Leadership)
Masyarakat membutuhkan sosok pemimpin yang dapat memutuskan sesuatu dalam suasana penuh ketidakpastian dan memberikan suatu arahan yang jelas untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sebuah Personal Brand yang dilengkapi dengan kekuasaan dan kredibilitas sehingga mampu memposisikan seseorang sebagi pemimpin yang terbentuk dari kesempurnaan seseorang. a. Kepribadian (The Law of Personality) Sebuah Personal Brand yang hebat harus didasarkan pada sosok kepribadian yang apa adanya, dan hadir dengan segala ketidaksempurnaannya. Konsep ini menghapuskan beberapa tekanan yang ada pada konsep Kepemimpinan (The Law of Leadership), seseorang harus memiliki kepribadian yang baik, namun tidak harus menjadi sempurna. b. Perbedaan (The Law of Distinctiveness) Sebuah Personal Brand yang efektif perlu ditampilkan dengan cara yang berbeda dengan yang lainnya. Banyak ahli pemasaran membangun suatu merek dengan konsep yang sama dengan kebanyakan merek yang ada di pasar, dengan tujuan untuk menghindari konflik. Namun hal ini justru merupakan suatu kesalahan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
karena merek-merek mereka akan tetap tidak dikenal diantara sekian banyak merek yang ada di pasar. c. The Law of Visibility Untuk menjadi sukses, Personal Brand harus dapat dilihat secara konsisten terus-menerus, sampai Personal Brand seseorang dikenal. Maka visibility lebih penting dari kemampuan (ability)-nya. Untuk menjadi visible, seseorang perlu mempromosikan dirinya, memasarkan dirinya, menggunakan setiap kesempatan yang ditemui dan memiliki beberapa keberuntungan. d. Kesatuan (The Law of Unity) Kehidupan pribadi seseorang dibalik Personal Brand harus sejalan dengan etika moral dan sikap yang telah ditentukan dari merek tersebut. Kehidupan pribadi selayaknya menjadi cermin dari sebuah citra yang ingin ditanamkan dalam Personal Brand. e. Keteguhan (The Law of Persistence) Setiap Personal Brand membutuhkan waktu untuk tumbuh, dan selama proses tersebut berjalan, adalah penting untuk selalu memperhatikan setiap tahapan dan trend. Dapat pula dimodifikasikan dengan iklan atau public relation. Seseorang harus tetap teguh pada Personal Brand awal yang telah dibentuk, tanpa pernah raguragu dan berniat merubahnya. f. Nama baik (The Law of Goodwill) Sebuah Personal Brand akan memberikan hasil yang lebih baik dan bertahan lebih lama, jika seseorang dibelakngnya dipersepsikan dengan cara yang positif.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
Seseorang tersebut harus diasosiasikan dengan sebuah nilai atau ide yang diakui secara umum positif dan bermanfaat. 26 2.9. Citra Kota/ City Branding Menariknya, Citra Personal yang dibangun Ridwan Kamil juga memudahkannya dalam membangun city branding Bandung. Sosoknya yang memiliki personal branding yang kuat dapat menjadi representasi Bandung di mata khalayak.
Ridwan
Kamil
benar-benar
mengoptimalkan
sosoknya
untuk
mempromosikan Bandung di mata dunia. Konsep city branding yang lebih rinci dijelaskan sebagai berikut: Bagi pemerintah daerah memang tidak mudah untuk memulai kampanye pembentukan citra, baik untuk menarik investor-investor lokal maupun asing, atau untuk menjadikan daerah sebagai daerah tujuan yang akan dikunjungi oleh wisatawan asing maupun lokal. Silih dan Jim dalam buku strategi public relations (2010) yang dikutip dari Raudhul Rizky 2015 mengungkapkan bahwa ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah daerah untuk menyiapkan rencana kampanye perbaikan citra: 1. Tujuan pencitraan, pastikan tujuan pencitraan yang diinginkan oleh pemerintah daerah. Karena citra bukan sekedar baik dan buruk, citra harus lebih spesifik. Dengan begitu tujuannya menjadi lebih jelas; semisal citra yang spesifik itu terwujud apa yang diharapkan dari situ, apakah investor akan datang, penduduk nyaman atau pariwisata menjadi berkembang.
26
Cindy Yunitasari dan Edwin Japarianto. Analisa Faktor-Faktor Pembentuk Personal Branding dari C.Y.N. Surabaya. Universitas Petra. 2013. Hal 2-3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
2. Data dan fakta pendukung citra, PR bekerja dengan kredibilitas, dan tidak mampu untuk melakukan hiperbola satu situasi, dengan begitu pemerintah daerah hendaknya segera melakukan inventarisasi data dan fakta yang mampu mendukung citra tersebut. Dalam inventarisasi sebaiknya juga dipilahkan mana data kasar dan mana data yang sudah diolah. Pemilahan ini nantinya akan berguna untuk menjadikan data bagi konsumsi publik. Hal yang juga harus diperhatikan adalah sosialisasi data dan fakta tersebut kedalam beberapa bahasa yang dipahami oleh audiensi target. Semisal pemerintah hendak membuat situs web, dianjurkan untuk mengakomodasi beberapa bahasa, seperti mandarin, jepang, dan inggris. 3. Strategi
sederhana
pencitraan.
Menunggu
kedatangan
konsultan
komunikasi ataupun konsultan PR terkadang membutuhkan waktu untuk beberapa pemerintah daerah, tidak jarang ditambahi dengan ketakutan biaya yang mahal saat memanggil konsultan komunikasi. Sambil menunggu strategi yang lebih terarah, lakukan pendekatan dengan wartawan-wartawan yang menjadi perwakilan media nasional, kemudian secara bergantian diajak ke tempat-tempat yang mendukung tujuan pencitraan, plus memberikan data dan fakta yang sudah diolah hingga mudah dibaca. 4. Ide dari jurnalis. Jurnalis adalah pihak yang paling dekat dengan media massa, sekalipun apa yang ditulis belum tentu akan dimuat oleh redaktur media massa. Tapi hubungan yang baik dengan jurnalis adalah cara yang paling sederhana untuk membangun citra yang baik. Kuncinya sangat sederhana untuk hal terakhir ini, lakukan hubungan dengan tulus, terbuka
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
terhadap situasi yang terjadi dan minta masukan dengan apa yang sebaiknya dilakukan. Ketiga syarat tersebut harus dipenuhi karena kalau salah satu saja ditinggalkan, hubungan dengan jurnalis menjadi sangat mekanis, dan jangka pendek. Misalnya hal di atas sudah dilakukan dengan baik, kedatangan konsultan ataupun program pencitraan dari pemerintah bisa dimanfaatkan ‘sekadar’ sebagai penajam strategi yang sudah dibuat. Langkah tersebut juga sekaligus menguntungkan. 27 Memperkenalkan kota dalam sebuah brand sebagaimana produk merupakan branding untuk sebuah kota. Hal tersebut bertujuan memperkenalkan potensipotensi yang dimiliki dan mempromosikan kota tersebut, sehingga dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan. City branding dapat dikatakan sebagai strategi dari suatu negara atau daerah untuk membuat positioning yang kuat di dalam benak target pasar mereka, seperti layaknya positioning sebuah produk atau jasa, sehingga negara dan daerah tersebut dapat dikenal secara luas di seluruh dunia. Secara harfiah, city branding bisa diartikan sebagai sebuah usaha yang dimulai dengan membentuk merek untuk sebuah kota, dengan tujuan dikenal oleh masyarakat lebih luas dengan persepsi yang baik, dianggap sesuai untuk tujuan-tujuan khusus (specific purpose), dianggap tepat untuk tujuan wisata, tempat tinggal, berinvestasi dan memberikan keamanan untuk berbagai kegiatan (Primayudi, 2010: 1).
27
Raudhul Rizky. Perancangan City Branding Kota Bukit Tinggi. Jogjakarta. Institut Seni Indonesia. 2015. Hal 12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
Pemasaran sebuah kota, daerah, dan negara telah menjadi sangat dinamis, kompetitif, dan penting dewasa ini. Dalam keadaan ini, para pemimpin pasar telah mencitrakan dirinya sendiri agar lebih menonjol dari pada kompetitor mereka. Kota, daerah, dan negara menemukan bahwa gambaran yang baik dan implementasi penuh dari brand strategy memberikan banyak manfaat dan keuntungan. Lokasi geografis, seperti produk dan personal, juga dapat dijadikan acuan untuk membuat brand dengan menciptakan dan mengkomunikasikan identitas bagi suatu lokasi yang bersangkutan. Kota, negara bagian, dan negara masa kini telah aktif dikampanyekan melalui periklanan, direct mail, dan perangkat komunikasi lainnya (Keller dalam elib.unikom.ac.id) Satu lagi contoh kampanye city branding yang sangat sukses adalah untuk Kota New York “I Love NY” yang berhasil menyelamatkan kota Big Apple itu dari kemelut ekonomi. Sejarah "I Love NY", berangkat dari peristiwa para pebisnis di kota New York yang dilanda krisis ekonomi akhirnya memutuskan pindah ke Connecticut. Pada saat itu kota New York kehilangan pemasukan pajak. Pemerintah kota New York meminta tolong pada pemerintah pusat, tapi jawaban Presiden saat itu adalah tidak bisa membantu New York secara finansial. Akhirnya pemerintah New York beralih ke bisnis pariwisata. Mereka lantas menginventarisir produk-produk apa saja yang dimiliki New York, dari sumber daya alam hingga gerakan seni dan budaya. Pemerintah lokal meminjam uang pada bank, di mana uang itu akan digunakan untuk kampanye city branding "I Love NY”, yang kemudian logonya dijiplak oleh banyak kota. Kampanye itu mendorong peningkatan pengujung New York dan menyumbang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
pendapatan negara sebesar 1,6 miliar USD dari sektor pariwisata. Bisa dikatakan, New York adalah kota pionir yang melakukan city branding di dunia.
Gambar 4: Logo I Love New York
City branding adalah proses atau usaha membentuk merek dari suatu kota untuk mempermudah pemilik kota tersebut memperkenalkan kotanya kepada target pasar (investor, tourist, talent, event) kota tersebut dengan menggunakan kalimat positioning, slogan, icon, eksibisi, dan berbagai media lainnya. Sebuah city branding bukan hanya sebuah slogan atau kampanye promosi, akan tetapi suatu gambaran dari pikiran, perasaan, asosiasi dan ekspetasi yang datang dari benak seseorang ketika seseorang tersebut melihat atau mendengar sebuah nama, logo, produk, layanan, event, ataupun berbagai simbol rancangan yang menggambarkannya.
Dalam
membuat sebuah city branding, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi, diantaranya: 1. Attributes: Do they express a citys brand character, affinity, style, and personality?(menggambarkan sebuah karakter, daya tarik, gaya, dan personalitas kota)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
2. Message: Do they tell a story in a clever, fun, and memorable way? (menggambarkan sebuah cerita secara pintar, menyenangkan dan mudah atau selalu diingat) 3. Differentiation: Are they unique and original? (unik dan berbeda dari kota-kota yang lain) 4. Ambassadorship: Do they inspire you to visit there, live there, or learn more? (Menginspirasi orang untuk datang dan ingin tinggal di kota tersebut). 28
2.10.
Gaya Bahasa Seperti yang kami sadur dari website www.ilmubahasa.net, Gaya bahasa sering disebut juga dengan istilah majas, yaitu cara memilih bahasa yang sesuai dengan cita rasa pengarang. Bahasa yang dipilih adalah bahasa yang dapat menimbulkan perasaan tertentu dalam hati orang lain. Gaya bahasa pada umumnya dipakai untuk menarik hati pembaca agar tidak bosan dan selalu memperoleh kesegaran dalam membaca karya sastra. Gaya bahasa dipakai untuk menghidupkan dan memberi jiwa pada karya tulis. Tak heran dalam sebuah novel pasti terdapat macam macam majas gaya bahasa sebagai daya tarik novel tersebut. Menurut isi dan jenisnya, gaya bahasa dapat dibedakan menjadi: a. b. c. d.
28
Gaya bahasa penegasan Gaya bahasa perbandingan Gaya bahasa pertentangan Gaya bahasa sindiran
Ibid
http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
Macam macam gaya bahasa (majas) beserta contohnya A. Gaya bahasa (majas) penegasan 1. Majas Pleonasme Gaya bahasa
yang dipakai untuk memperjelas maksud dengan
menggunakan kata berulang dan maknanya sudah dikandung oleh kata yang mendahului. Contoh: Burung itu sudah naik ke atas kemudian turun ke bawah lagi. 2. Majas Hiperbola, Adalah gaya bahasa yang dipakai untuk melukiskan keadaan secara berlebihan Contoh: Anak itu berlari sangat cepat bagai kilat 3. Majas Litotes Dipakai untuk melukiskan hal sekecil-kecilnya utnuk merendahkan diri. Contoh: Terimalah pemberianku yang tidak berharga ini. 4. Majas Repetisi Adalah gaya bahasa mengulang kata-kata tertentu beberapa kali. Gaya ini sering digunakan dalam berpidato Contoh: Jangan ragu-ragu Saudara, selama matahari masih beredar, selama bulan masih bersinar dan selama hayat masih dikandung badan saya akan memperjuangkan hak rakyat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
48
5. Majas Klimaks Adalah gaya bahasa yang menggunakan sesuatu secara berturut-turut makin lama makin memuncak. Contoh: Jangankan seratus ribu, lima ratus ribu atau satu juta, satu miliar pun kalau dijual akan aku beli. 6. Majas Antiklimaks Adalah gaya bahasa yang menyebut sesuatu secara berturut-turut makin lama makin menurun. Contoh: Apalagi setahun, sebulan atau semingu, sehari saja dia tidak akan meninggalkanmu. 7. Majas Asidenton Adalah gaya bahasa yang melukiskan beberapa hal secara terurai tanpa menggunakan kata penghubung. Contoh: Besar, kecil, tua, muda semuanya hadir dalam acara pembukaan sekaten. 8. Majas Polisindenton Adalah gaya bahasa yang menyebutkan beberapa hal dengan menggunakan kata penghubung. Contoh: Sebelum berangkat ke sekolah pagi itu, saya menyapu lantai dan mengepelnya kemudian saya mandi dan sarapan pagi. 9. Majas Koreksio
http://digilib.mercubuana.ac.id/
49
Adalah gaya bahasa yang menyebutkan sesuatu yang slah, kemudian dibetulkan agar menarik. Contoh: Kemarin sore... eh maaf tadi malam wanita itu datang di pondoknya. 10. Majas Interupsi Adalah gaya bahasa yang menggunakan sisipan kata/frase di tengah-tengah kalimat untuk menegaskan maksud. Contoh: Pak Zaeni-lurah yang baru-orangnya sangat sederhana. B. Gaya bahasa (majas) perbandingan 1. Majas Metafora Adalah gaya bahasa yang membandingkan suatu benda dengan benda lain secara langsung. Biasanya disertai kata-kata: seperti, bagaikan dan bak. Contoh: Suaranya bening bagaikan buluh perindu. 2. Majas Personifikasi Adalah gaya bahasa yang melukiskan benda mati yang diungkapkan seperti manusia. Contoh: Angin malam telah melarang aku ke luar. 3. Majas Tropen Adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata yang tepat dan sejajar dengan pengertian yang dimaksud. Contoh: Dia telah terbang menggunakan pesawat Garuda, maka jangan biarkan dirimu hanyut dalam kesediahan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
50
4. Majas Metonimia Adalah gaya bahsa yang menggunakan benda yang dimaksud dengan sebuah nama (merek dagang). Contoh: Belikan saya sebungkus Gudang Garam di warung. 5. Majas Sinekdoke Gaya bahasa ini terdiri atas dua macam yaitu: a) Pars Prototo : menyebutkan sebagian untuk menyatakan keseluruhan. Contoh: Sejak tadi tidak kelihatan batang hidungnya, ke mana? b) Totem Proparte : menyebutkan keseluruhan yang dimaksud sebagian. Contoh: Tadi malam Indonesia dapat mengalahkan Malaysia dengan skor 3-2. 6. Majas Eufemisme Adalah gaya bahasa yang menggantikan kata yang lebih halus sehinga lebih sopan. Contoh: Sejak ditinggal kekasihnya, anak itu menjadi kurang ingatan (gila). C. Gaya bahasa (majas) sindiran 1. Majas Ironi
Adalah gaya bahasa sindiran yang paling halus. Kadang yang disindir sampai tidak terasa.Gaya bahasa ini dipakai dengan cara menggunakan kata-kata yang mengandung arti kebalikan yang dimaksud. Contoh: a) Manis sekali kopi yang kau buat (maksudnya sangat pahit)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
51
b) Pagi benar kau datang. Jauh ya? 2. Majas Sinisme Adalah gaya bahasa sindiran yang agak kasar. Contoh: Dengan jarang mengikuti pelajaran, semoga kau lulus dengan nilai terbaik. 3. Majas Sarkasme
Adalah gaya bahasa sindiran yang paling kasar sehingga sangat menyakitkan hati bagi orang yang disindir. Contoh: Hai, penjilat! Belum puas kau merampas hak orang lain! 4. Majas Alusio
Adalah gaya bahasa sindiran yang menggunakan peribahasa/ungkapan yang sudah lazim. Contoh: Anda ini senang kura-kura dalam perahu, bukanlah sudah gaharu cendana pula. (pura-pura tidak tahu, bertanya pula). D. Gaya bahasa Pertentangan 1. Majas Paradoks Adalah gaya bahasa pertentangan yang di dalamnya jika diteliti ternyata tidak ada pertentangan, sebab pokok pembicaraan sudah berlainan. Contoh: a) Orang itu sangat kaya di daerah ini, tetapi sangat miskin di hadapan Tuhan. b) Setelah ditinggal pergi anaknya, ibu itu merasa sepi hidup di kota yang ramai ini.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
52
2. Majas Antitesis Adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata yang bertentangan dengan artinya. Contoh: Sedih-gembira, berat-ringan harus kita hadapai dengan bersera kepada Allah SWT.
http://digilib.mercubuana.ac.id/