BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi Antar Budaya 2.1.1 Definisi Komunikasi Antarbudaya Dari awal kita menggunakan istilah komunikasi antarbudaya maka ada baiknya jika dijelaskan pengertian dari dua kata tersebut. Demikian juga dengan istilah budaya dominan serta subkultur. Menurut Larry A. Samovar, Dkk. Komunikasi antarbudaya terjadi ketika anggota dari suatu budaya tertentu memberikan pesan kepada anggota dari budaya yang lain. lebih tepatnya, komunikasi antarbudaya melibatkan interaksi antara orang-orang yang persepsi budaya dan sistem simbolnya cukup berbeda dalam suatu komunikasi1 Pendapat
lain
mengatakan,
Komunikasi
antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini. 2 Menurut Stewart L. Tubbs, komunikasi
antarbudaya
adalah komunikasi antara
orang-orang
yang
berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio
1 Larry A. Samovar., Dkk.. Komunikasi Lintas Budaya, edisi tujuh. Jakarta: Salemba Humanika. 2010. Hlm. 13. 2 Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss. Human Communication :Konteks-konteks Komunikasi. 1996. Bandung. Remaja Rosdakarya. Hal. 236-238
16
17
ekonomi).Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.3 1. Budaya Dominan Ketika kita menunjuk sekumpulan orang sebagai budaya, kita sedang menggunakan istilah budaya dominan yang dapat didapati di banyak masyarakat. Kelompok ini yang biasa mengatur bagaimana budaya itu terlibat dalam bisnisnya. Kelompok ini memiliki wewenang untuk berbicara ke seluruh orang mengenai halhal yang biasanya diikuti oleh orang lain. kekuasaan ini tidak dipengaruhi oleh jumlah, tetapi dalam bentuk kontrol. Orang yang berwewenang biasanya sejak dahulu berkuasa atau masih berkuasa dalam istitusi penting dalam suatu kelompok budaya. 2. Subkultur Didalam setiap masyarakat anda akan menemukan budaya yang lebih dominan, tetapi buday tersebut tidaklah monolitik. Dengan kata lain, didalam suatu budaya yang lebih dominan anda akan menemukan banyak budaya lain. victor mengatakan, “budaya suatu Negara tidaklah pernah homogen. Disetiap budaya, pasti ada kontradiksi internal. Demikian juga pada budaya di Amerika Serikat.”
4
Kita percaya bahwa cara yang paling tepat dalam
mengidentifikasi kelompok ini adalah dengan menggunakan istilah subkultur, karena hal ini mengarah pada keanggotaan ganda. Oleh 3 4
Ibid S. Victor, “Election 2000 and the Culture War,” The Humanist (Jan/Feb 2001), 5.
18
karena itulah, kami akan menggunakan istilah subkultur ketika membahas kelompok atau komunitas sosial dengan karakter komunikasi, persepsi, nilai-nilai, kepercayaan, dan tindakan yang membedakan mereka dari kelompok dan komunitas lain dan juga dari budaya dominan. Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka
dalam
menjalankan
fungsinya
sebagai
kelompok.5 Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan:
1.
Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan
antarbudaya
(penyampaian
tema
yang melalui
membahas simbol)
satu yang
tema sedang
dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan maknamakna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan; 2.
Melalui
pertukaran
sistem
simbol
yang
tergantung
daripersetujuan antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama;
5
Alo Liliweri. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. 2003. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Hal. 11-12.
19
3.
Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita;
4.
Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan pelbagai cara.
2.1.2 Model Komunikasi Antarbudaya Model komunikasi adalah pola yang digunakan dalam proses komunikasi. Menurut sereno dan Mortensen6, model komunikasi merupakan deskripsi ideal mengenai apa yang dibutuhkan untuk terjadinya komunikasi. Sedangkan B. Aubrey Fisher mengatakan bahwa model adalah analogi yang mengabstrasikan dan memilih bagian dari keseluruhan, unsur, sifat, atau komponen yang penting dari fenomena yang dijadikan model. Pola komunikasi adalah kecenderungan gejala umum yang menggambarkan bagaimana cara berkomunikasi yang terjadi dalam organisasi atau kelompok sosial tertentu. Menurut William B.Gudykunst dan Young Yun Kim7 merupakan model komunikasi antarbudaya, yakni komunikasi antara orang-orang yang berasal dari budaya berlainan, atau komunikasi dengan orang asing (stranger). Model komunikasi ini pada dasarnya sesuai dengan komunikasi tatap-muka, khususnya antara dua orang. Model Gudykunst dan Kim Menggambarkan
6 7
Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi suatu pengantar. Bandung: Rosda, 2010, hlm. 132 Ibid, hlm. 169
20
bahwa adanya pengaruh budaya-budaya individu dan masalah-masalah penyandian dan penyandian balik pesan. Dalam setiap budaya ada bentuk lain yang agak serupa dengan bentuk budaya lainnya. Ini menunjukkan individu yang telah dibentuk oleh suatu budaya. Bentuk individu sedikit berbeda dari bentuk budaya yang mempengaruhinya. Gambar 2.1 MODEL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA Larry A. Samovar dan Richard E. Porter8
Bentuk individu sedikit berbeda dengan bentuk budaya yang mempengaruhinya karena ada pengaruh lain di samping budaya yang membentuk individu, dan orang dalam suatu budaya pun mempunyai sifatsifat yang berbeda. Penyandian dan penyandian balik pesan antarbudaya dilukiskan oleh panah-panah yang menghubungkan budaya-budaya itu. Panah-panah ini
8
Dedy Mulyana. 2005. Komunikasi Antarbudaya: Panduan Berkomunikasi dengan orang berbeda
budaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.hlm 20-21
21
menunjukkan pengiriman pesan dari budaya satu ke budaya lainnya. Panah meninggalkan suatu budaya yang mengandung pola yang sama seperti pola yang ada dalam individu penyandi. Makna asli pesan berubah pada saat penyandian, begitu pula saat penyandian balik. Budaya A berbeda dengan budaya B, namun dari bentuk modelnya kita dapat mengetahui bahwa perbedaannya tidak terlalu jauh sehingga makna pesan yang diterima B mendekati makna pesan asli yang dimaksud oleh A. Berbeda dengan budaya C, penyandian balik lebih menyerupai pola budaya C.9 2.1.3 Fungsi-fungsi Komunikasi Antarbudaya Dalam fungsi-fungsi komunikasi antarbudaya terdapat dua fungsi utama yaitu fungsi pribadi dan fungsi sosial.10 Berikut penjabarannya 1.
Fungsi Pribadi Fungsi
pribadi
adalah
fungsi-fungsi komunikasi yang
ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari seorang individu. a. Menyatakan Identitas Sosial `
Dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa
perilaku
komunikasi
individu
yang
digunakan
untuk
menyatakan identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan berbahasa baik secara verbal dan nonverbal. Dari 9
Dedy Mulyana, et al. 2005. Komunikasi Antarbudaya: Panduan Berkomunikasi dengan orang berbeda budaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.hlm 20-21 10
Alo Liliweri.Op.Cit. Hal. 36-41
22
perilaku berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal-usul suku bangsa, agama, maupun tingkat pendidikan seseorang.
b. Menyatakan Integrasi Sosial Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi, antarkelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur. Perlu dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah memberikan makna yang sama atas pesan yang dibagi antara komunikator dan komunikan. Dalam kasus komunikasi antarbudaya
yang
melibatkan
perbedaan
komunikator
dengan komunikan,
budaya
antar
maka integrasi sosial
merupakan tujuan utama komunikasi. Dan prinsip utama dalam proses pertukaran pesan komunikasi antarbudaya adalah: saya memperlakukan
anda
sebagaimana
kebudayaan
anda
memperlakukan anda dan bukan sebagaimana yang saya kehendaki. Dengan demikian komunikator dan komunikan dapat meningkatkan integrasi sosial atas relasi mereka.
c. Menambah Pengetahuan Seringkali komunikasi antarpribadi maupun antarbudaya menambah
pengetahuan
kebudayaan masing-masing.
bersama,
saling
mempelajari
23
d. Melepaskan Diri atau Jalan Keluar Kadang-kadang kita berkomunikasi dengan orang lain untuk melepaskan diri atau mencri jalan keluar atas masalah yang sedang kita hadapi. Pilihan komunikasi seperti itu kita namakan komunikasi yang berfungsi menciptakan hubungan yang komplementer dan hubungan yang simetris. Hubungan komplementer selalu dilakukan oleh dua pihak mempunyai
perlaku
yang
berbeda.
Perilaku
seseorang
berfungsi sebagaistimulus perilaku komplementer dari yang lain. Dalam hubungan komplementer, perbedaan di antara dua pihak dimaksimumkan.Sebaliknya hubungan yang simetris dilakukan oleh dua orang yang saling bercermin pada perilaku lainnya.Perilaku satu orang tercermin pada perilaku yang lainnya. 2.
Fungsi Sosial
a. Pengawasan Fungsi sosial yang pertama adalah pengawasan. Praktek komunikasi antarbudaya di antara komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan"perkembangan" tentang lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa yang
24
menyebarlusakan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi disekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.
b. Menjembatani Dalam proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakanjembatan atas perbedaan di antara mereka. Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang
mereka
pertukarkan,
keduanya
saling
menjelaskan
perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama. Fungsi ini dijalankan pula oleh pelbagai konteks komunikasi termasuk komunikasi massa.
c. Sosialisasi Nilai Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.
d. Menghibur Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antarbudaya. Misalnya menonton tarian hula-hula dan
"Hawaian"
di
taman
kota
yang
terletak
di
25
depan Honolulu Zaw, Honolulu, Hawai.
Hiburan
tersebut
termasuk dalam kategori hiburan antarbudaya. 2.2 Budaya dan Kebudayaan 2.2.1 Definisi Budaya dan Kebudayaan Budaya atau kebudayaan dapat dikatakan cara bertingkah laku suatu komunitas masyarakat yang berkesinambunagan. Suatu budaya dapat lestari dan diwariskan kepada generasi yang akan datang melalui proses komunikasi. Disini komunikasi berfungsi sebagai alat penyebaran (transmission) nilai dan budaya. 11 Budaya adalah gaya hidup unik suatu kelompok manusia tertentu. Budaya bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh sebagian orang dan tidak dimiliki oleh sebagian orang lainnya. Budaya dimiliki oleh seluruh manusia dan dengan demikian merupakan suatu faktor pemersatu (Edward T. Hall & William Foote Whyte). Dari perspektif budaya, media massa telah menjadi acuan utama untuk menentukan definisi-definisi terhadap suatu perkara, dan media massa memberikan gambaran atas realitas sosial. Media massa juga menjadi perhatian utama masyarakat untuk mendapatkan hiburan dan menyediakan lingkungan budaya bersama bagi semua orang.12 Budaya adalah tradisi dan gaya hidup yang dipelajari dan didapatkan secara sosial oleh anggota dalam suatu masyarakat termasuk cara berfikir.
11
Ibid. hal. 30 Denis McQuail (2000), Mass Communication Theory, 4th Edition, London: Sage Publication, Hal.4.
12
26
Perasaan dan tindakan yang terpola dan dilakukan berulang-ulang (M.Harris, 1983:5)13 Kebudayaan merupakan sebuah konsep yang amat kompleks yang didefinisikan sebagai cara hidup orang-orang yakni nilai, asumsi, peraturan bersama dan praktek sosial yang membentuk dan mendukung identitas serta rasa aman pribadi dan kolektif. Kebudayaan merupakan ide yang sangat dinamis dewasa ini, karena ia dibangun bukan hanya dari pengaruh-pengaruh lokal. Tetapi juga dari representasi simbolik yang digambarkan dimedia massa/kultural.14 Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan secara tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna dan diwariskan dari generasi ke generasi, melalui usaha individu dan kelompok. Budaya menampakan diri, dalam polapola bahasa dan bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku; gaya komunikasi; objek materi, seperti rumah, alat dan mesin yang digunakan dalam industri dan pertanian, jenis transportasi, dan alat-alat perang.15 2.2.2 Elemen-elemen Budaya Budaya terdiri atas elemen-elemen yang tidak terhitung jumlahnya. Namun pemahaman tentang elemen-elemen ini memungkinkan anda
13
Stanley J. Baran. 2012. Pengantar Komunikasi Massa Melek media dan Budaya. Edisi 5. Jakarta:Erlangga. Hlm. 9. 14 Dadan Anugrah dan winny kresnowiati. Opcit. hlm 224 15 Ahmad Sihabudin. 2011. Komunikasi Antarbudaya: Satu Perspektif Multidimensi. Jakarta: Bumi Aksara. Hlm. 19
27
menghargai pendapat tentang semua budaya dalam membagikan sejumlah komponen umum, peranan isu ini tidak jarang membedakan satu budaya dari yang lainnya. 1. Sejarah Semua budaya percaya bahwa sejarah merupakan sebuah diagram yang memberikan petunjuk bagaimana hidup pada massa ini. Hal yang menarik dari sejarah budaya ialah bahwa banyak elemen penting dari budaya disebarkan dari generasi ke generasi dan melestarikan pandangan suatu budaya. Sejarah menyoroti asal suatu budaya, “memberitahukan” anggotanya apa yang dianggap penting, dan mengidentifikasi prestasi suatu budaya yang pantas untuk dibanggakan. 2. Agama Menurut Parkes, Laungani, dan Young. Semua budaya “memiliki agama yang dominan dan terorganisasi dimana aktivitas dan kepercayaan mencolok (upacara, ritual, hal-hal tabu, dan perayaan) dapat berarti dan berkuasa. Pengaruh agama dapat dilihat dari semua jalinan budaya karena hal ini berfungsi dasar. 3. Nilai Nilai merupakan fitur lain dalam budaya. Menurut Peoples dan bailey
merupakan
“kritik atas pemeliharaan
budaya
secara
keseluruhan karena hal tersebut mewakili kualitas yang dipercayai orang yang penting untuk kelanjutan hidup mereka. Hubungan antara
28
nilai dan budaya amat kuat, sehingga sulit untuk membahas yang satu tanpa meninggung yang lain. seperti yang ditulis Macionis, nilai adalah “standar keinginan, kebaikan, dan keindahan yang diartikan dari budaya yang berfungsi sebagai petunjuk dalam kehidupan sosial.” 16 Kata kunci dalam setiap pembahasan tentang nilai suatu budaya adalah ‘petunjuk’. Dengan kata lain, nilai-nilai berguna untuk menentukan bagaimana seseorang seharusnya bertingkah laku. 4. Organisasi Sosial Organisasi-organisasi ini (kadang-kadang merujuk pada sistem sosial atau struktur sosial) mewakili unit sosial yang beraneka ragam yang terkandung dalam budaya. Institusi seperti itu, termasuk keluarga, pemerintah, sekolah, dan suku bangsa. Menolong anggota suatu kelompok budaya untuk mengatur kehidupan mereka. Sistem sosial ini menerapkan jaringan komunikasi dan mengatur norma pribadi, keluarga, dan tingkah laku sosial.17 5. Bahasa Bahasa juga merupakan fitur lain yang umum pada setiap budaya. Begitu pentingnya bahasa bagi setiap budaya membuat Haviland dan rekannya mengatakan, “Tanpa kapasitas kita terhadap bahasa yang kompleks, budaya manusia seperti yang kita ketahui tidak akan ada.”18 bahasa tidak hanya mengizinkan anggotanya untuk berbagi
16
J.J. Macionis, society: the basics, edisi ke-4. (Upper Saddle River, NJ:Prentice Hall,1998), 34. Parkes, Laungani, dan Young, 1997, 15. 18 W.A.Haviland, H.E.L.Prins,D.Walrath, dan B.McBride, Cultural Anthropology: The Human Challenge, Edisi ke-11 (Belmont, CA: Wadsworth, 2005),89. 17
29
pikiran, perasaan dan informasi, tetapi juga merupakan metode utama dalam menyebarkan budaya. Semua bahasa memberikan tanda identitas dari budaya khusus. 19 2.3 Budaya Massa dan Budaya Populer 2.3.1 Definisi Budaya Massa dan Populer (Cultural Popular) Istilah Budaya pop dalam bahasa spanyol dan portugis secara harfiah berarti “kebudayaan dari rakyat” (de la gente, del pueblo; d gente, do povo). Pop, dalam pengertian ini, tidak berarti tersebar luas, arus utama, dominan atau secara komersil sukses. Dalam bahasa dan kebudayaan latin kata ini lebih banyak mengacu pada ide bahwa kebudayaan berkembang dari hasil kreativitas orang kebanyakan. Budaya pop berasal dari rakyat; budaya pop diberikan kepada mereka. Budaya pop mengunakan media massa sebagai proses mendistribusikan sumber-sumber budaya. 20 Budaya pop biasanya mengacu pada artifak budaya dan pribadipribadi yang didukung oleh media massa, paling mudah diterima dan sukses secara komersial. Budaya pop sering dipertentangkan dengan budaya tinggi “high culture” akan tetapi istilah ini mengacu pada pengalaman kultural yang dihasilkan oleh orang-orang yang biasa sebagai pencipta, pengintepretasi dan pemakai sumber-sumber simbolik.21 Jadi “pop” dalam budaya pop sesungguhnya berarti bahwa impulsimpuls dan citra budaya berasal dari lingkungan sehari-hari dan kemudian 19
Larry A. Samovar., Dkk.. Komunikasi Lintas Budaya, edisi tujuh. Jakarta: Salemba Humanika. 2010. Hlm. 29-31 20 James Lull. 1997. Media komunikasi kebudayaan:suatu pendekatan global. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia hlm 85-86 21 Ibid. hlm 231
30
diperhatikan, di interpretasi dan dipakai oleh orang-orang biasa kadangkadang, tetapi tidak selalu, dengan cara-cara yang sangat bertentangan setelah dikomiditaskan dan diedarkan oleh industri kebudayaan media massa.22 Dalam ensiklopedi Encarta (2004), budaya pop diartikan sebagai berikut : popular culture is values that come from advertising, the entertainment industry, the media, and icons of style and are targeted to the ordinary people in society (budaya pop adalah nilai-nilai yang berasal dari industri iklan, industri hiburan, media dan simbol mode yang ditujukan kepada masyarakat awam). Terpaan media massa yang terus-menerus memborbardir ranah publik dengan seluruh nilai yang dibawanya telah menjadikan ranah publik sebagai medan pertarungan tanpa henti. Dominic Strinati mengutip pendapat L Gamman dan M Marshment dalam tulisannya yang berjudul The Female Gaze: Woman as viewer of popular culture (1988) menjelaskan: “budaya pop sebagai alokasi pertarungan, dimana banyak dari makna ini (pertarungan kekuasaan atas makna yang terbentuk dan beredar di masyarakat) ditentukan dan diperdebatkan. Tidak cukup untuk mengecilkan budaya pop sebagai hanya melayani sistem pelengkap bagi kapitalisme dan patriarkhi, membiarkan kesadaran palsu membius masyarakat. (budaya pop) juga bisa dilihat sebagai lokasi dimana makna-makna dipertandingkan dan ideology yang dominan bisa saja diusik. Antara pasar dan berbagai ideologi, antara pemodal dan produser, antara sutradara dan aktor, antara penerbit dan penulis, antara kapitalis dan
22
ibid. hlm 87
31
kaum pekerja, antara perempuan dan laki-laki, kelompok heteroseksual dan homoseksual, kelompok kulit hitam dan putih, tua dan muda, antara apa makna segala sesuatunya, dan bagaimana artinya merupakan pertarungan atas kontrol ( terhadap makna) yang berlangsung terus-menerus. 2.3.2 Karakteristik Budaya Pop dan Massa Budaya pop melihat berbagai fenomena sosio-kultural, khususnya persoalan seksualitas, erotisme, pornografi dan komodifikasi tubuh pada umumnya. Ada semacam “tembok besar” yang memisahkan dua ruang kebudayaan, yaitu di satu pihak Budaya Tinggi (High Culture), yang dianggap merupakan budaya penjaga moralitas dan nilai-nilai luhur. Sementara di pihak lain ada Budaya Rendah (Low Culture) atau budaya massa (Mass Culture), yang dianggap merusak moralitas dan membawa nilai-nilai rendah, murahan dan picisan. Sekilas Nampak basis utama budaya pop menginduksi kepada kesenangan yang diusung oleh media massa. Terpaan media massa yang menawarkan beragam “kenikmatan dunia” pelan namun pasti memporakporandakan sendi-sendi tradisi dan nilainya. Karena itu, budaya pop memiliki karakteristik berikut : 1.
Budaya pop dibangun atas permisivitas akan nilai dan moralitas. Disini, nilai dan moralitas tidak lagi dijadikan pijakan atau pegangan dalam pergaulan dan tata kehidupan lainnya.
2.
Budaya pop bersifat instan. Artinya budaya pop memberikan pemuasan sesaat, pasif dan cenderung dangkal. Karena demikian,
32
maka tak jarang budaya pop ini dipenuhi intrik sexsualitas, konsumerisme, pemujaan atas kesenangan dan gaya hidup. 3.
Budaya pop bersifat massa, sehingga penyebarannya ditengah masyarakat demikian cepat lewat dukungan piranti komunikasi. Oleh karena, nilai-nilai yang terserap dengan segera akan meluas di tengah masyarakat, tak terkecuali nilai-nilai yang bertentangan dengan moralitas.
4.
Budaya pop didukung sepenuhnya oleh kapitalisme global yang lebih menekankan pertumbuhan ekonomi tanpa kompromi dengan baik dan buruk. Kebudayaan massa diproduksi secara besarbesaran yang hanya bersandarkan logika dagang semata.23
2.3.3 Ruang-Ruang Budaya Massa Budaya
massa
mengarahkan
masyarakat
terutama
pada
aksentuasi atas pengalaman indrawi (sensory experiences). Dengan kata lain, budaya mencoba mengekploitasi penampilan atau pengalaman fisikal (physical appearance). Segalanya di kontruksi untuk tampil “seksi” sehingga memiliki daya pikat dan daya sihir yang memenuhi saraf-saraf manusia. Ruang-ruang pada budaya massa/pop hampir menyentuh keseluruh ranah kehidupan manusia yang dikontruksikan melalui kedigayaan media massa. Untuk menyebut garis besarnya budaya massa tampil dengan beberapa hal : 1. Mode pakaian (Fashion) 23
Dadan Anugrah dan winny kresnowiati. Komunikasi Antarbudaya :Konsep dan aplikasinya. 2007. Jala permata hal. 175-177
33
2. Hiburan (Fun) seperti musik, seni rupa, puisi, novel, film dan sebagainya. 3. Makanan (Food)24 2.4
Musik 2.4.1 Pengertian Musik Djohan (2005) mengatakan Musik adalah sains atau seni pengaturan nada untuk menghasilkan komposisi yang memiliki kesatuan serta kontinuitas. Sama halnya dengan Rodriguez (1995) mengatakan bahwa musik adalah suara-suara yang teratur serta terorganisasi. Namun dalam pengaturannya tersebut ada nilai estetis didalamnya. 25 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Musik adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara dl urutan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yg mempunyai kesatuan dan kesinam-bungan; nada atau suara yg disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan (terutama yg menggunakan alatalat yg dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu).26 2.4.2 Korean Pop Korean Pop adalah jenis musik populer yang berasal dari korea selatan. Banyak artis dan kelompok musik pop korea yang sudah menebus batas dalam negeri dan populer di mancanegara. Kegandrungan akan musik K-
24
Ibid. Hal 177-179 Djohan. Terapi Musik.Yogyakarta: Galang Press. 2005. 26 Musik http://kbbi.web.id/musik . diakses pada 27 November 2013. Pukul 12.53 pm 25
34
pop merupakan bagian yang tak terpisahkan daripada deman korea (Korean Wave) di berbagai negara. 2.5 Remaja Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Pasa masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. 27 Menurut Sri Rumini & Siti Sundari masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa.28 Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 22 tahun Sedangkan pengertian remaja menurut Zakiah Darajat adalah: “masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang”29
27
Monks, F., J., dkk, 1990. Psikologi Perkembangan. Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 28 Sri Rumini & Siti Sundari. (2004). Perkembangan Anak & Remaja. Jakarta : Rineka Cipta.hal. 53 29 Zakiah Darajat. (1990). Kesehatan Mental. Jakarta: CV Haji Masagung.hal. 23
35
Hal senada diungkapkan oleh Santrock bahwa adolensence diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.30 Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 22 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 22 tahun = masa remaja akhir. Jadi definisi remaja yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti Sundari, Zakiah Darajat, dan Santrock tersebut menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun psikologis.31 2.6 Internalisasi Secara epistimologi Internalisasi berasal dari kata intern atau kata internal yang berarti bagian dalam atau di dalam. Sedangkan internalisasi berarti penghayatan32 Internalisasi berarti proses menanamkan dan menumbuh kembangan suatu nilai atau budaya menjadi bagian diri orang yang bersangkutan. Jika sosialisasi lebih kesamping (horizontal) dan lebih kuantitatif maka internalisasi
30
lebih
bersifat
vertikal
dan
kualitatif.
Penanaman
dan
Santrock. J. W. (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja.(edisi keenam) Jakarta: Erlangga. Hal. 26. 31 Pengertian remaja. http://belajarpsikologi.com/pengertian-remaja/. Diakses pada 6 November 2013 pukul 2.36 am 32 Salim, Peter dan Yenny Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, Modern English Press, Jakarta, 1991.hal 576
36
penumbuhkembangkan nilai tersebut dilakukan melalui berbagai metode, seperti pendidikan, pengarahan, aturan dan lain sebagainya.33 Pengertian secara harafiah, Internalisasi merupakan penghayatan atau proses terhadap ajaran, doktrin, atau nilai sehingga menyadari keyakinan akan kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku. Internalisasi merupakan tahap pembatinan kembali hasil-hasil objektivasi dengan mengubah struktur lingkungan lahiriah itu menjadi struktur lingkungan batiniah, yaitu kesadaran subjektif. 34 Sedangkan menurut buku Ilmu
Pengetahuan
Sosial
Sosiologi
internalisasi
merupakan
proses
penghayatan mengenai kebiasaan dalam kehidupan bersama sehingga menjadi milik diri setiap anggota masyarakat. 35 Komunikan
mengalami
proses internalisasi,
jika
komunikan
menerima pesan yang sesuai dengan system nilai yang dianut. Komunikan merasa memperoleh sesuatu yang bermanfaat, pesan yang disampaikan memiliki rasionalitas yang dapat diterima.Internalisasi bisa terjadi jika komunikatornya memiliki ethos atau credibility (ahli dan dapat dipercaya), karenanya komunikasi bisa efektif.36 Berger dan Luckmann mengatakan, dalam kehidupan setiap individu ada suatu urutan waktu, selama ini pula ia mengimbaskan sebagai partisipan ke dalam dialektika masyarakat. Titik awal dari proses ini adalah internalisasi; 33
Antonius, Athosoki Gea Antonia, Panca Yuni Wulandari. Character Building IV Relasi dengan Dunia. Jakarta:PT Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia. 2005. Hal. 332 34 F. Budi Hardiman. Melampaui Positivisme dan Modernitas. Yogyakarta: Kanisius. 2003. Hal 101 35 Hidayati. Khairul, dkk. Ilmu Pengetahuan Sosial Sosiologi 2.Jakarta: Erlangga. 2006. Hal.45 36 Hamidi.Metode Penelitian dan Teori Komunikasi. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2007 hal 74
37
pemahaman atau penafsiran yang langsung dari sebuah peristiwa objektif sebagai pengungkapan suatu makna, artinya sebagai suatu manifestasi dari proses-proses subyektif orang lain, yang dengan demikian, menjadi bermakna secara subyektif bagi individu itu sendiri. Tidak peduli apakah subyektif orang lain bersesuaian dengan subyektif individu tertentu. Karena bisa jadi individu memahami orang lain secara keliru, karena sebenarnya, subjektivitas orang lain tersedia secara objektif bagi individu dan menjadi makna baginya, kesesuaian sepenuhnya dari kedua makna subjektif dan pengetahuan timbale balik mengenai kesesuaian itu, mengendaikan terbentuknya pengertian bersama.37 Dengan demikian, internalisasi dalam arti umum merupakan dasar bagi pemahaman mengenai “sesama saya”, yaitu pemahaman suatu dunia yang
oleh
Berger
dan
Luckmann
dikonotasikan
sebagai
pejoratif
(merendahkan). Proses internalisasi juga melibatkan identifikasi subjektif dengan peran dan norma-normanya yang sesuai. Sifat sosialisasi sekunder, seperti tergantung kepada status perangkat pengetahuan yang bersangkutan didalam universum simbolis secara keseluruhan.38 Menurut Hidayati, Internalisasi terbagi menjadi tiga tahap, diantaranya : 1. Tahap Transformasi Nilai
37
Burhan Bungin. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursis Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta : Kencana Prenada Media Grup. 2006. Hlm.197 38 Ibit. Hlm. 197-198
38
Tahap ini merupakan proses untuk menginformasikan nilai –nilai yang baik dan kurang baik. Dalam tahap ini, hanya terjadi komunikasi verbal antara informan dan penerima informasi. 2. Tahap Transaksi Nilai Sedangkan tahap transaksi nilai merupakan tahap pendidikan nilai dengan melakukan komunikasi dua arah, atau terjadi interaksi antara komunikator dengan komunikan yang bersifat interaksi timbal – balik. 3. Tahap Transinternalisasi Tahap ini merupakan tahap terakhir. Tahap transinternalisasi ini jauh lebih mendalam dari tahap transaksi nilai. Dalam tahap ini, yang dilakukan tidak hanya komunikasi verbal, namun juga sikap mental dan kepribadian.39 2.7 Nilai-nilai Keindahan 2.7.1 Pengertian Keindahan Menurut asal katanya “keindahan” dalam perkataan bahasa inggris: beautiful (dalam bahasa prancis: beau, sedang italia dan spanyol: Bello; yang berasal dari kata latin bellum). Akar katanya bonum yang berarti kebaikan.40 Keindahan dalam arti yang luas, semula merupakan pengertian dari bangsa yunani yang didalamnya tercakup pula ide kebaikan. Plato menyebutkan tentang watak yang indah dan hukum yang indah, sedang Aristoteles merumuskan keindahan sebagai sesuatu yang selain baik juga menyenangkan. Orang yunani dulu berbicara pula mengenai buah pikiran yang indah dan adat kebiasaan yang indah tapi bangsa yunani juga mengenal 39 40
Hidayati. OpCit. Hal 46-47 Dharsono Sony Kartika. Estetika. Bandung: Rekayasa Sains Bandung. 2007. Hal. 1
39
pengertian keindahan berdasarkan penglihatan dan ‘harmonia’ untuk keindahan berdasarkan pendengaran (musik). Jadi dapat disimpulkan pengertian keindahan yang seluas-luasnya meliputi: keindahan seni, keindahan alam, keindahan moral, keindahan intelektual.41 Jadi keindahan pada dasarnya adalah sejumlah kualita pokok tertentu yang terdapat pada sesuatu hal. Kualita yang paling sering disebut kesatuan (unity), keselarasan (harmony) kesetangkupan (symmetry), keseimbangan (balance) dan perlawanan (contrast). 42 2.7.2 Estetika, Filsafat, Ilmu dan Seni Estetika diartikan sebagai cabang filsafat yang memperhatikan atau berhubungan dengan gejala yang indah pada alam dan seni. Estetika berasal dari bahasa yunani “aisthetika” berarti hal-hal yang dapat diserap oleh pancaindera. Oleh karena itu estetika sering diartikan sebagai persepsi indera (sense of perception). Alexander Baumgarten (1714-1762), seorang filsuf Jerman adalah yang pertama memperkenalkan kata “aisthetika”, sebagai penerus pendapat Cottfied Leibniz (1646-1716). Baumgarten memilih estetika karena ia mengharapkan untuk memberikan tekanan kepada pengalaman seni sebagai suatu sarana untuk mengetahui.43
41
Ibid. Hal. 2 Ibid. 43 Ibid. Hal. 3 42
40
Estetika berbeda dengan filsafat keindahan cakupan pembicaraan tentang keindahan dalam seni atau pengalaman estetis, berkaitan juga dengan gaya atau aliran seni, perkembangan seni dan sebagainya. 44 2.7.3 Nilai Estetis/Keindahan Istilah nilai dalam filsafat sering dipakai sebagai suatu kata benda abstrak yang berarti keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness). dalam Dictionary of Sociology and Related Sciences diberikan perumusan tentang value/nilai yang lebih terperinci lagi sebagai berikut: “The believed capacity of any object to satisfy a human desire. The quality of any object which causes it to be of interest to an individual or a group”(kemampuan yang dipercayai ada pada suatu benda untuk memuaskan suatu keinginan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau suatu golongan).
Nilai adalah semata-mata suatu realita prikologis yang harus dibedakan secara tegas dari kegunaan, karena terdapat dalam jiwa manusia dan bukan pada bendanya itu sendiri. Pembedaan nilai dalam nilai ekstrinsik dan nilai intrinsik. Nilai ekstrinsik adalah sifat baik atau bernilai dari suatu benda sebagai suatu alat atau sarana untuk sesuatu hal lainnya. Nilai ini nilai bersifat alat atau membantu. Sedangkan nilai intrinsik dimaksudkan sifat baik atau bernilai dalam dirinya atau sebagai suatu tujuan ataupun demi kepentingan sendiri dari benda yang bersangkutan. Nilai yang telah lengkap
44
Ibid.
41
atau mencapai tujuan yang dikehendaki. Nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan. 45
Tingkat ke tiga Tingkat kedua Tingkat ke11
Persepsi fisik Persepsi psikis
Gambar 2.2 : tingkat tanggapan atau pengamatan estetika46 Setiap manusia memiliki tingkat pemahaman yang berbeda tergantung relavitas pemahaman yang dimiliki. Tingkat ketajaman tergantung dari latar belakang budayanya, serta tingkat terlibatnya proses pemahaman oleh Pavlov, ahli psikologi, mengatakan bahwa tingkat pemahaman seseorang tergantung dari proses hibitution (ikatan yang selalu kontak). Sehingga
pemahaman tergantung dari manusianya dalam
menghadapi sebuah karya hasil ungkapan keindahan. Penghayat yang sedang memahami karya sajian, harus terlebih dulu mengenal struktur atau dasar seni. 47
45
Ibid. Hal 9 Ibid. Hal 12 47 Loc.cit 46
42
2.7.4 Nilai Estetika dan Seni Menurut Kant ada dua macam nilai estetis: 1. Nilai estetis atau nilai murni. Oleh karena nilainnya murni, maka bila ada keindahan, dikatakan keindahan murni. Nilai estetis yang murni ini terdapat pada garis, bentuk, warna dalam seni rupa. Gerak, tempo, irama dalam seni tari. Suara, metrum, irama dalam seni musik. Dialog, ruang, gerak, dalam seni drama dan lain-lain. 2. Nilai ekstra etetis atau nilai tambahan. Nilai ekstra estetis (nilai luar estetis) yang merupakan nilai tambahan terdapat pada: bentukbentuk manusia, alam, binatang dan lain-lain; gerak lambaian, sembahan dan lain-lain; suara tangis dan lain-lain. keindahan yang dapat dinikmati pengemar seni yang terdapat pada unsur-unsur tersebut, disebut keindahan luar estetis atau tambahan. 48 Berikut terdapat teori dalam nilai estetika dan seni: 1. Teori Instrinsik Nilai seni itu terdapat pada bentuknya. Yang disebut bentuk ialah penyusunan medium inderawi atau permukaan karya seni. Jika demikian. Maka isinya (pandangan cita dan emosi yang menertainya) yang terdapat di dalam bentuk itu dapat dikatakan tidak relevan. 2. Teori Ekstrinsik (Forma)
48
Ibid. hal 13.
43
Susunan dari arti-arti di dalam (makna dalam) dan susunan medium inderawi (makna kulit) yang menampung proyeksi dari makna dalam harus dikawinkan. Nilai-nilai itu mencakup semuanya, meliputi semua arti yangdiserap dalam seni dan cita yang mendasarinya. 3. Teori Serba Intelektual Teori ini berdasarkan filsafat Ariestoteles, yaitu: “keindahan adalah kebenaran, keindahan yang benar atau kejujuran”. Kebenaran disini bukan kebenaran alami atau sosial, tetapi kebenaran seni. Tiada bedanya tujuan dan nilai ilmu pengetahuan dengan seni. Bedanya hanya caranya: ilmu menyajikan bayangan dalam bentuk nilai-nilai abstrak, sedangkan seni menyajikan bayingan yang nyata dan merupkan perumpamaan. 4. Teori ‘Katarsis’ (Catharsis) Teori katarsis adalah tentang efek seni drama pada penontonnya. Penonton yang mendapat kepuasan dan kedamaian. Teori milik Ariestotoles yang berbunyi: “kepuasan menyaksikan karya seni drama dan mendengarkan music bagi penonton dan pendengarnya, merupakan penyucian atau penyembuhan rohani.” Keindahan adalah suatu jenis ekspresi dan ekspresi adalah muatan atau isi seni. Selain dari nilai-nilai yang ada pada sasaran yang tadi juga mengenal nilai-nilai pada sasaran ekspresi, termasuk keindahan muatan dan isi ini dapat didasari berdasarkan rasa inderawi dan
44
emosi yang dibedakan menurut rasa menyenangkan, rasa lucu dan renungan. 49 2.8 Analisis Resepsi Analisis resepsi adalah satu dari berbagai model metode penelitian komunikasi kualitatif. Analisis resepsi bisa dikatakan sebagai perspektif baru dalam aspek wacana dan sosial dari teori komunikasi. Dalam menanggapi tradisi ilmu sosial, analisis resepsi mencatat bahwa setiap kajian pengalaman dan dampak media. apakah itu kualitatif maupun kuantitatif, harus didasarkan pada teori representasi, jenis dan wacana yang melampaui operasionalisasi kategori sematik dan skala. Di dalam menanggapi kajian tekstual humanistik analisis resepsi memberikan baik audiens maupun kontek komunikasi massa perlu diteliti sebagai analisis sosial objek yang spesifik dan empiris.50 Resepsi merupakan sebuah tindakan sosial yang berfungsi untuk menegosiasikan definisi realitas sosial dalam konteks penerapan-penerapan budaya dan komunikasi yang luas. 51 Menurut John Fiske Pemanfaatan teori analisis resepsi sebagai pendukung
dalam
kajian
terhadap
khalayak
sesungguhnya
hendak
menempatkan khalayak tidak semata pasif namun dilihat sebagai agen kultural yang memiliki kuasa tersendiri dalam hal menghasilkan makna dari berbagai wacana yang ditawarkan media. Makna yang diusung media lalu bisa bersifat
49
Ibid. hal. 13-15 Jensen, K. Bruhn. A Handbook of Qualitative Methodologies for Mass Communication Research. Routledge. Newyork: 1999. Hal. 135. 51 Ibit. 50
45
terbuka atau polysemic dan bahkan bisa ditanggapi secara oposisif oleh khalayak52 Peneliti resepsi menggunakan istilah “interpretive communities” untuk menunjukkan sekelompok orang yang membuat interpretasi teks secara umum.Secara umum tujuan resepsi adalah untuk menemukan bagaimana khalayak membuat bermacam-macam pengertian tentang teks media. Dengan demikiandihasilkan cara yang berbeda dari kelompok sosial yang berbeda dalammenginterpretasikan teks media yang sama53 Peran aktif penonton dalam memaknai teks juga dapat terlihat pada model encoding/decoding Stuart Hall, yaitu model yang menjelaskan bahwa sebuah pesan yang sama dapat dikirmkan atau diterjemahkan lebih dari satu cara. Model ini fokus pada ide bahwa audiens memiliki respon yang bermacam-macam pada sebuah pesan media karena pengaruh posisi sosial, gender, usia, etnis, pekerjaan, pengalaman, keyakinan dan kemampuan mereka dalam menerima pesan.54 David Morley dalam bukunya yang berjudul Film Television: Cultural Power and Domestic Leisure, Teori Stuart Hall berdasarkan kepada konsep hegemoni gramsci yang digambarkan dalam hegemoni budaya. Konsep 52 Tri Nugroho Adi. Mengkaji media khalayak dengan metode penelitian. http://komunikasi.unsoed.ac.id/sites/default/files/Tri%20Nugroho%20Adi%20%20Mengkaji%20Khalayak%20Media%20dengan%20Metode%20Penelitian%20Resepsi.pdf. Staff pengajar jurusan ilmu komunikasi FISIP UNSOED. Hlm 26-27. 53 John Downing, Ali Mohammadi, Annabelle Sreberny-Mohammadi. Questioning the media; a critical introduction. 1990. New Delhi: SAGE Publications. Hlm. 160-162 54
Rayner Philip,dkk. Media Studies: The Essential Resource. 2004. London: Routledge. Hlm. 9798
46
idologi, hegemoni dan budaya. Hall meletakan dasar untuk kajian audiens melalui analisis resepsi. Berdasarkan kerangka Hall, pesan dikodekan oleh produser atau penulis dengan cara yang diterima dan diinterpretasi oleh penonton. Kerangka encode dan decode berawal dari model stimulus respon yang dominan. 55 Pendekatan analisis resepsi digunakan karena pada dasarnya audiens aktif meresepsi teks dan tidak terlepas dari pandangan moralnya, baik pada tahap mengamati, menginterpretasi atau dalam membuat kesimpulan. Penyeledikan resepsi berdasarkan pada kesadaran subjek dalam memahami objek dan peristiwa dengan pengalaman individu. Penggunaan analisis resepsi adalah untuk melihat mengapa khalayak memaknai sesuatu secara berbeda, faktor-faktor psikologi dan sosial yang mempengaruhi perbedaan tersebut dan konsekuensi sosial apakah yang muncul. Tujuan analisis resepsi adalah untuk menjelaskan bahwa teks media mendapatkan makna pada saat peristiwa penerimaan dan khalayak secara aktif memproduksi makna dari media dengan menerima dan menginterpretasi teks-teks sesuai dengan kedudukan sosial dan budaya mereka. Dengan kata lain, pesan dalam media secara subjektif di konstruksikan oleh khalayak secara individual. Pendekatan
ini
mencoba
untuk
membuka
dan
menguraikan
pemahaman individu secara nyata, apa yang telah mereka alami dan rasakan. Analisis resepsi dikenal sebagai perbandingan tekstual dari sudut pandang
55
Rizki Briandana. Penelitian Interprestasi Audiens Terhadap Drama Seri Korea di Kalangan Mahasiswa Di Jakarta.2012. hlm. 18
47
media dan audiens yang menghasilkan suatu pengertian pada suatu konteks. Pembaca atau penonton belum tentu dapat menciptakan makna sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pembuat teks. Khalayak hanya akan melakukan interpretasi makna yang terdapat dalam teks secara aktif.56 2.9
Proses Decoding Ketika kita menerima dari pihak lain maka kita melakukan decoding terhadap pesan itu berdasarkan persepsi, pemikiran, dan pengalaman masa lalu. Proses decoding pesan media merupakan hal penting bagi studi Kultural. Kita telah mengetahui bahwa masyarakat menerima informasi dalam jumlah besar dalam kelompok elit masyarakat, yaitu media, dan khalayak secara tidak sadar menerima, menyetujui atau mendukung apa yang dikemukakan ideology dominan para ahli teori kultural berpandangan bahwa masyarakat harus dilihat sebagian dari konteks yang lebih besar, salah satunya adalah mereka yang tidak terdengar suaranya karena tertekan oleh pandangan dominan. Media melakukan kontrol terhadap isi pesan dengan melakukan encoding terhadap pesan. Pada saat bersamaan, audien akan menggunakan berbagai kategori yang mereka miliki untuk melakukan decoding terhadap pesan dan mereka sering kali menginterpretasikan pesan media melalui caracara yang tidak dikehendaki oleh sumber pesan sehingga menimbulkan
56
Ibit. Hlm.20-21
48
makna yang berbeda. Sebagai akibat munculnya makna yang berbeda ini, ideologi yang berlawanan muncul dimasyarakat. 57 Menurut Hall khalayak melakukan decoding terhadap pesan media melalui tiga kemungkinan posisi, yaitu hegemoni dominan, negosiasi, dan oposisi.58 1. Pemaknaan dominan (dominant-hegemonic position) Hall menjelaskan hegemoni dominan sebagai situasi dimana The media produce the massage; the massage consume it. The audience reading coincide with the preferred reading. (media menyampaikan pesan, khalayak menerimanya. Apa yang disampaikan media secara kebetulan juga disukai oleh khalayak.) ini adalah situasi dimana media menyampaikan pesannya dengan menggunakan kode budaya dominan dalam masyarakat. Dengan kata lain, baik media dan khalayak, samasama menggunakan budaya dominan yang berlaku. 2. Pemaknaan Negosiasi (negotiated code/position). Posisi negosiasi adalah dimana khalayak secara umum menerima ideologi dominan, namun menolak penerapannya dalam kasus-kasus tertentu (sebagaimana dikemukaan Hall, the audience assimilates the leading ideology in general but opposes is application in specific case). Dalam hal ini, khalayak bersedia menerima ideologi dominan yang
57 Morissan, Andy Corry Wardhani, Farid Hamid. Teori Komunikasi Massa. Ghalia Indonesia Bogor.2010. Hlm 170-171. 58 Stuart Hall. Encoding Decoding dalam Stuart Hall, D. Honson, A. Lowe & P. Willis (Eds), Culture Media language. Hutchhinson 1980, Hllm 128-138
49
bersifat umum, namun mereka akan melakukan beberapa pengecualian dalam penerapannya yang disesuaikan dengan aturan budaya setempat. 3. Pemaknaan oposisi (Oppositional code/position) Cara terakhir yang dilakukan khalayak dalam melakukan decoding terhadap pesan media adalah melalui oposisi, yang terjadi ketika khalayak audien yang kritis mengganti atau mengubah pesan atau kode yang disampaikan media dengan pesan atau kode alternatif. Audien menolak makna pesan yang dimaksudkan atau disukai media dan media. 2.10 Khalayak Khalayak adalah massa yang menerima informasi massa yang disebarkan oleh media massa, mereka ini terdiri dari publik pendengar atau pemirsa sebuah media massa.59 Khalayak merupakan produk konteks sosial (yang mengarah pada kepentingan budaya, pemahaman, dan kebutuhan informasi yang sama) serta respons kepada pola pasokan media tertentu. Penggunaan media juga mencerminkan pola yang lebih luas dari penggunaan waktu, ketersediaan, gaya hidup dan rutinitas sehari-hari.60 Khalayak berasal baik dari masyarakat maupun media dan kontennya : baik orang-orang menstimulasi pasukan konten yang layak
59 Burhan Bungin. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursis Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta : Kencana Prenada Media Grup. 2006. Hal 72. 60 Denis McQuail. Teori Komunikasi Massa McQuail. Jakarta: Salemba Humantika. 2011. Hlm. 144-145
50
maupun media menarik orang terhadap konten yang mereka tawarkan. Berikut merupakan jenis-jenis khalayak : 1. Khalayak sebagai kelompok atau publik Khalayak media yang juga merupakan kelompok sosial barangkali adalah pembaca dari surat kabar lokal atau kelompok pendengar dari stasiun radio komunitas. Khalayak berbagi berbagi setidaknya satu karakteristik signifikan yang mengidentifikasikan sosial/budaya, yaitu ruang bersama dan keanggotaan dari komunitas lokal. 2. Perangkat Kepuasan sebagai Khalayak Istilah ‘perangkat kepuasan’ (gratification set) dipilih untuk merujuk pada banyak kemungkinan bagi khalayak untuk membentuk dan membentuk ulang berdasarkan kesukaan, kebutuhan, atau pilihan yang terkait media. Meskipun khalayak sebagai ‘publik’ sering kali memiliki serangkaian kebutuhan dan kepentingan media yang luas, dan mendapatkan kesatuan dari karakteristik sosial bersama, ‘perangkat kepuasan’ diidentifikasikan oleh kebutuhan tertentu atau jenis kebutuhan (yang meskipun demikian, didapatkan dari pengalaman sosial). Hingga tahap tertentu, jenis khayak ini secara berangsur-angsur menggantikan jenis publik yang lama, hasil dari perbedaan produksi dan pasokan media untuk memenuhi tuntutan konsumen yang utama. 3. Khalayak Media Masing-masing media surat kabar, majalah, film, radio, televisi, fonogram-telah harus membangun kelompok konsumen baru atau para
51
pengabdi dan proses tersebut dilanjutkan dengan penyebaran ‘media baru’, misalnya internet atau multimedia. Jenis khalayak ini dekat dengan gagasan akan ‘khalayak massa’ sebagaimana yang digambarkan diatas karena sering kali sangat besar, tersebar, dan heterogen, tanpa pengaturan, atau struktur internal. Khalak media merupakan konsep penting untuk mereka yang ingin menggunakan media untuk tujuan iklan dan kampanye lainnya meskipun kurangnya eksklusivitas.61
61
Ibit. Hlm. 155-159