BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Komunikasi Massa 2.1.1
Pengertian Komunikasi Massa Perkembangan
teknologi komunikasi mutakhir belakangan ini
menyebabkan upaya merumuskan definisi ilmu komunikasi menjadi sulit dilakukan. Perkembangan teknologi telah semakin mengaburkan garis batas yang membedakan antara komunikasi publik dan komunikasi pribadi serta antara komunikasi massa dan komunikasi interpersonal. Istilah ‘Komunikasi Massa’ yang muncul pertama kali pada akhir tahun 1930-an memiliki banyak pengertian
sehingga
sulit
bagi
para
ahli
untuk
secara
sederhana
mendefinisikan komunikasi massa. Istilah ‘massa’ menggambarkan sesuatu (orang atau barang) dalam jumlah besar, sementara ‘komunikasi’ mengacu pada pemberian dan penerimaan arti, pengiriman dan penerimaan pesan.4 Definisi Komunikasi Massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner yang dikutip oleh Rakhmat lalu dikutip kembali oleh Elvinaro, yakni : komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa
4
Morissan, dkk, 2010, Teori Komunikasi Massa, PT Gahlia Indonesia, Bogor, hal 6-7
8
9
pada sejumlah besar oarang (Mass communication is message communicated through a mass medium to a large number of people). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan Media Massa.5 Jadi jika terjadi proses komunikasi dengan khalayak banyak seperti rapat dengan puluhan bahkan ribuan orang sekalipun namun tidak menggunakan media massa sebagai salurannya, berarti tidak dapat disebut sebagai Komunikasi Massa. Karena pada intinya komunikasi massa ialah komunikasi yang menggunakan Media Massa. Definisi komunikasi massa yang lebih perinci dikemukakan oleh ahli komunikasi lain, yaitu Gerbner. Maenurut Gerbner yang dikutip oleh Rakhmat lalu dikutip kembali oleh Elvinaro “Mass communication is the tehnologically and institutionally based production and distribution of the most broadly shared continous flow of messages in industrial societies”. (Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri). Definisi komunikasi massa dari Meletzke berikut ini memperlihatkan sifat dan ciri komunikasi massa yang satu arah dan tidak langsung sebagai akibat dari penggunaan media massa, juga sifat pesannya yang terbuka untuk semua orang. Dalam definisi Meletzke, yang dikutip oleh Rakhmat dan 5
Elvinaro Ardianto, dkk, 2007, Komunikasi Massa Suatu Pengantar Edisi Revisi, Simbiosa Rekatama, Bandung, hal 3
10
dikutip kembali oleh Elvinaro bahwa komunikasi massa diartikan sebagai setiap bentuk komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar. Istilah tersebar menunjukan bahwa komunikan sebagai pihak penerima pesan tidak berada di satu tempat, tetapi tersebar di berbagai tempat. Menyimak berbagai definisi komunikasi massa yang dikemukakan para ahli komunikasi, Rakhmat merangkum definisi-definisi komunikasi massa tersebut yang dikutip oleh Elvinaro, menjadi : “komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat”.6 2.1.2
Karakteristik Komunikasi Massa Komunikasi massa berbeda dengan komunikasi antarpersonal dan
komunikasi kelompok. Perbedaannya terdapat dalam komponen-komponen yang terlibat di dalamnya dan proses berlangsungnya komunikasi tersebut. Namun, agar karakteristik komunikasi massa itu tampak jelas, maka
6
Ibid, hal 3, 4 dan 6
11
pembahasannya perlu dibandingkan dengan komunikasi antarpersonal. Karakteristik komunikasi massa adalah sebagai berikut :7 1. Komunikator Terlembagakan Ciri komunikasi massa yang pertama adalah komunikatornya. Kita sudah memahami bahwa komunikasi massa itu menggunakan media massa, baik media cetak maupun elektronik. Dengan menginat kembali pendapat Wright, bahwa komunikasi massa itu melibatkan lembaga, dan komunikatornya bergerak dalam organisasi yang kompleks. Mari kita bayangkan secara kronologis proses penyusunan pesan oleh komunikator sampai pesan itu diterima oleh komunikan. Apabila pesan itu akan disampaikan melalui surat kabar, maka prosesnya adalah sebagai berikut : komunikator menyusun pesan dalam bentuk artikel, apakah atas keinginannya atau ata permintaan media yang bersangkutan. Selanjutnya, pesan tersebut diperiksa oleh penanggungjawab rubrik. Dari penanggung jawab rubrik diserahkan kepada redaksi untuk diperiksa baik tidaknya pesan itu untuk dimuat dengan pertimbangan utama tidak menyalahi kebijakan dari lembaga media massa itu. Ketika sudah baik, pesan dibuat setting-nya, lalu diperiksa oleh korektor, disusun oleh lay-out man agar komposisinya bagus, dibuat plate, kemudian masuk mesin cetak. Tahap akhir setelah 7
Ibid, hal 6-12
12
dicetak merupakan tugas bagian distribusi untuk mendistribusikan surat kabar yang berisi pesan itu kepada pembacanya. Apabila media komunikasi yang digunakan adalah televisi, tentu akan lebih banyak lagi orang yang terlibat, seperti juru kamera (lebih dari satu), juru lampu, pengarah acara, bagian make up, floor manager, dan lain-lain. Selain itu, peralatan yang digunakan lebih banyak serta dana yang digunakan lebih besar. 2. Pesan Bersifat Umum Komunikasi massa itu bersifat terbuka, artinya komunikasi massa itu ditujukan
untuk
semua
orang
dan
tidak
ditujukan
untuk
sekelompokorang tertentu. Oleh karenanya, pesan komunikasi massa bersifat umum. Pesan komunikasi massa dapat berupa fakta, peristiwa atau opini. Namun tidak semua fakta dan peristiwa yang terjadi di sekeliling kita dapat dimuat dalam media massa. Pesan komunikasi massa yang dikemas dalam bentuk apa pun harus memenuhi kriteria penting atau menarik, atau penting sekaligus menarik, bagi sebagian besar komunikan. Dengan demikian, kriteria pesan yang penting dan menarik itu mempunyai ukuran tersendiri, yakni bagi sebagian besan komunikan. Ada peristiwa yang mempunyai kategori penting, tetapi hanya penting bagi sekelompok orang. Peritiwa tersebut tentu saja tidak dapat disampaikan melalui media massa.
13
3. Komunikannya Anonim dan Heterogen Komunikan pada komunikasi massa bersifat anonim dan heterogen. Pada
komunikasi
antarpersonal,
komunikator
akan
mengenal
komunikannya, mengetahui identitasnya, seperti : nama, pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal, bahkan mungkin mengenal sikap dan perilakunya. Sedangkan dalam komunikasi massa, komunikator tidak mengenal komunikan (anonim), karena komunikasinya menggunakan media dan tidak tatap muka. Di samping anonim, komunikan komunikasi massa adalah heterogen, karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda, yang dapat dikelompokan berdasarkan faktor : usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, latar belakang budaya, agama dan tingkat ekonomi. 4. Media Massa Menimbulkan Keserempakan Kelebihan komunikasi massa dibandingkan dengan komunikasi lainnya, adalah jumlah sasaran khalayak atau komunikan yang dicapainya relatif banyak dan tidak terbatas. Bahkan lebih dari itu, komunikan yang banyak tersebut secara serempak pada waktu yang bersamaan memperoleh pesan yang sama pula. Effendy (1981) mengartikan keserempakan media massa itu sebagai keserempakan kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari
14
komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan terpisah. Sekarang mari kita perhatikan contoh berikut ini : acara “Indonesian Idol” yang ditayangkan stasiun televisi RCTI ditonton oleh jutaan pemirsa. Mereka secara serempak pada waktu yang sama menonton acara tersebut selama hampir 120 menit, padahal mereka berada di berbagai tempat di seluruh Indonesia. 5. Komunikasi Mengutamakan Isi Ketimbang Hubungan Mulyana mengatakan yang dikutip oleh Elvinaro, Salah satu prinsip komunikasi adalah bahwa komunikasi mempunyai dimensi isi dan dimensi hubungan. Dimensi isi menunjukan muatan atau isi komunikasi, yaitu apa yang dikatakan, sedangkan dimensi hubungan menunjukan
bagaimana
cara
mengatakannya,
yang
juga
mengisyaratkan bagaimana hubungan para peserta komunikasi itu. Sementara Rakhmat menyebutnya sebagai proporsisi unsur isi dan unsur hubungan, yang dikutip oleh Elvinaro. Dalam konteks komunikasi massa, komunikator tidak harus selalu kenal dengan komunikannya, dan sebaliknya. Yang penting, bagaimana seorang komunikator menyusun pesan secara sistematis, baik, sesuai dengan jenis medianya, agar komunikannya bisa memahami isi pesan tersebut. Itulah sebabnya mengapa perlu ada cara penulisan lead untuk media cetak, lead untuk media elektronik (radio maupun televisi), cara
15
menulis artikel yang baik, dan seterusnya. Semua itu menunjukan pentingnya unsur isi dalam komunikasi massa. 6. Komunikasi Massa Bersifat Satu Arah Karena komunikasinya melalui media massa, maka komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung. Komunikator aktif menyampaikan pesan, komunikan pun aktif menerima pesan, namun diantara keduanya tidak dapat melakukan dialog sebagaimana halnya terjadi dalam komunikasi antarpersonal. Dengan kata lain, komunikasi massa itu bersifat satu arah. Dalam komunikasi antarpersonal, komunikator dan komunikan saling mengendalikan arus informasi,
sedangkan
pada
komunikasi
massa
tidak
terjadi
pengendalian arus informasi. 7. Simulasi Alat Indra Terbatas Ciri komunikasi massa lainnya yang dapat dianggap salah satu kelemahannya, adalah stimulasi alat indra yang terbatas. Pada komunikasi antarpersonal yang bersifat tatap muka, maka seluruh alat indra pelaku komunikasi, komunikator dan komunikan, dapat digunakan secara maksimal. Kedua belah pihak dapat melihat, mendengar secara langsung, bahkan mungkin merasa. Dalam komunikasi massa, stimulasi alat indra bergantung pada jenis media
16
massa. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat. Pada radio siaran dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar, sedangkan pada media televisi dan film, kita menggunakan indra penglihatan dan pendengaran. 8. Umpan Balik Tertunda (Delayed) dan Tidak Langsung (Indirect) Komponen umpan balik atau yang lebih populerdengan sebutan feedback merupakan faktor penting dalam proses komunikasi antarpersonal,
komunikasi
kelompok,
dan
komunikasi
massa.
Efektivitas komunikasi seringkali dapat dilihat dari feedback yang disampaikan komunikan. Dalam proses komunikasi massa, umpan balik bersifat tidak langsung (indirect) dan tertunda (delayed). Artinya, komunikator komunikasi massa tidak dapat dengan segera mengetahui bagaimana reaksi khalayak terhadap pesan yang disampaikannya. Tanggapan khalayak bisa diterima lewat telepon, email, atau surat pembaca. Proses penyampaian feedback lewat telepon, email atau surat pembaca itu menggambarkan feedback komunikasi massa bersifat
indirect.
Sedangkan
waktu
yang
dibutuhkan
untuk
menggunakan telepon, menulis surat pembaca, mengirim email itu menunjukan bahwa feedback komunikasi massa bersifat tertunda (delayed).
17
2.1.3
Fungsi Komunikasi Massa Para pakar mengemukakan tentang sejumlah fungsi komunikasi,
kendati dalam setiap item fungsi terdapat persamaan dan perbedaan. Fungsi komunikasi massa menurut Dominick yang dikutip Elvinaro, yaitu terdiri dari surveillance (pengawasan), interpretation (penafsiran), linkage (keterkaitan), transmission of values (penyebaran nilai), dan entertainment (hiburan).8 1.
Surveillance (Pengawasan) Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi dalam bentuk utama :
(a). warning or beware surveillance (pengawasan peringatan); (b). instrumental surveillance (pengawasan instrumental). Fungsi
pengawasan
peringatan
terjadi
ketika
media
massa
menginformasikan tentang ancaman dari angin topan, meletusnya gunung merapi, kondisi yang memprihatinkan, tayangan inflasi atau adanya serangan militer. Peringatan ini dengan serta merta dapat menjadi ancaman. Fungsi pengawasan instrumental adalah penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak delam kehidupan sehari-hari. Berita tentang film apa yang sedang dimainkan di bioskop, bagaimana harga-harga saham di bursa efek, produk-produk baru,
8
Ibid, hal 14-17
18
ide-ide tentang mode, resep masakan dan sebagainya, adalah contoh-contoh pengawasan instrumental. 2.
Interpretation (Penafsiran) Fungsi penafsiran hampir mirip dengan fungsi pengawasan. Media
massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting. Organisasi atau industri media memilih dan memutuskan peristiwa-peristiwa yang dimuat atau ditayangkan. Contoh nyata penafsiran media dapat dilihat pada halaman tajuk rencana (editorial) surat kabar. Penafsiran ini berbentuk komentar dan opini yang ditujukan kepada khalayak pembaca, serta dilengkapi perspektif (sudut pandang) terhadap berita yang disajikan pada halaman lainnya. Tujuan penafsiran media ingin mengajak para pembaca atau pemirsa untuk memperluas wawasan dan membahasnya lebih lanjut dalam komunikasi antarpersonal atau komunikasi kelompok. 3.
Linkage (Pertalian) Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam,
sehingga membentuk linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu.
19
Contoh kasus di Indonesia adalah kasus Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sebelumnya menjabat Menko Polkam dalam jajaran Kabinet Gotong Royong Presiden Megawati Soekarnoputri. Ketika beliau jarang diajak rapat kabinet dan kemudian mengundurkan diri, maka tayangan beritanya di televisi, radio siaran dan surat kabartelah menaikan pamor Partai Demokrat yang mencalonkan SBY sebagai Presiden. Dalam Pemilu 2004 lalu, perolehan suara Partai Demokrat mencuat dan mengalahakan partai besar sebelumnya, seperti Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Bulan Bintang (PBB). Masyarakat yang tersebar telah dipertalikan oleh media massa untuk memilih Partai Demokrat. Kelompokkelompok yang memiliki kepentingan yang sama tetapi terpisah secara geografis dipertalikan atau dihubungan oleh media. 4.
Transmission Of Values (Penyebaran Nilai-Nilai) Fungsi penyebaran nilai tidak kentara. Fungsi ini juga disebut
sosialization (sosialisasi). Sosialisasi mengacu kepada cara, di mana individu mengadopsi prilaku dan nilai kelompok. Media massa yang mewakili gambaran masyarakat itu ditonton, didengar, dan dibaca. Media massa memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang mereka harapkan. Dengan kata lain, media mewakili kita dengan model peran yang kita amati dan harapan untuk menirunya. Sebuah penelitian menunjukan
20
bahwa banyak remaja belajar tentang perilaku berpacaran dari menonton film dan acara televisi yang mengisahkan tentang pacaran, termasuk pacaran yang agak liberal atau bebas. Diantara semua media massa, televisi sangan berpotensi untuk terjadinya sosialisasi (penyebaran nilai-nilai) pada anak muda, terutama anakanak yang telah melampaui usia 16 tahun, yang banyak menghabiskan waktunya menonton televisi dibanding kegiatan lainnya, kecuali tidur. Beberapa pengamat memperingatkan kemungkinan terjadinya disfungsi jika televisi menjadikan salurannya terutama untuk sosialisasi (penyebaran nilainilai). Sebagai contoh, maraknya tayangan kekerasan di stasiun televisi dapat membentuk sosialisasi bagi anak muda yang menontonnya, yang membuat anak muda berfikir bahwa metode kekerasan adalah wajar dalam memecahkan persoalan hidup. 5.
Entertainment (Hiburan) Sulit dibantah lagi bahwa kenyataannya hampir semua media
menjalankan
fungsi
hiburan.
Televisi
adalah
media
massa
yang
mengutamakan sajian hiburan. Hampir tiga perempat bentuk siaran televisi setiap hari merupakan tayangan hiburan. Memang ada beberapa stasiun televisi dan radio siaran yang lebih mengutamakan tayangan berita. Demikian
21
halnya pula dengan majalah. Tetapi, ada beberapa majalah yang lebih mengutamakan berita seperti Time dan News Week, Tempo dan Gatra. Melalui berbagai macam program acara yang ditayangkan televisi, khalayak dapat memperoleh hiburan yang dikhendakinya. Melalui berbagai macam acara di radio siaran pun masyarakat dapat menikmati hiburan. Sementara surat kabar dapat melakukan hal tersebut dengan memuat cerpen, komik, teka-teki silang (TTS), dan berita yang mengandung human interest (sentuhan manusiawi). Fungsi dari media massa sebagai fungsi menghibur tiada lain tujuannya, adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak, karena dengan membaca berita-berita ringan atau melihat tayangan hiburan di televisi dapat membuat pikiran khalayak segar kembali. Sementara itu, Effendy mengemukakan yang dikutip oleh Elvinaro fungsi komunikasi massa secara umum :9 1. Fungsi Informasi Fungsi memberikan informasi ini diartikan bahwa media massa adalah penyebar informasi bagi pembaca, pendengar, atau pemirsa. Berbagai informasi dibutuhkan oleh khalayak media mssa yang bersangkutan sesuai dengan kepentingannya. Khalayak sebagai 9
Ibid, hal 18-19
22
makhluk sosial akan selalu merasa haus akan informasi yang terjadi. Sebagian informasi didapat bukan dari sekolah, atau tempat bekerja, melainkan dari media. Kita belajar musik, politik, ekonomi, hukum, seni, sosiologi, psikologi, komunikasi, dan hal lain dari media. 2. Fungsi Pendidikan Media massa merupakan sarana pendidikan bagi khalayaknya (mass education). Karena media massa banyak menyajikan hal-hal yang sifatnya mendidik. Salah satu cara mendidik yang dilakukan media massa adalah melalui pengajaran nilai, etika, serta aturanaturan yang berlaku kepada pemirsa atau pembaca. Media massa melakukannya melalui drama, cerita, diskusi dan artikel. 3. Fungsi Memengaruhi Fungsi memengaruhi dari media massa secara implisit terdapat pada tajuk/editorial, features, iklan, artikel, dan sebagainya. Khalayak dapat terpengaruh oleh iklan-iklan yang ditayangkan televisi ataupun surat kabar, seperti contoh berikut: Keluarga petani yang hidup di desa mempunyai kebiasaan mencuci rambut dengan menggunakan air rendaman sapu merang yang telah dibakar lebih dahulu. Apa yang terjadi setelah keluarga
23
petani tersebut memiliki televisi dan menonton tayangan iklan shampo yang dibintangi artis favoritnya ? kebiasaan yang sudah berlangsung sejak lama, sekarang mengalami perubahan. Dari mencuci rambut dengan memakai air reendaman sapu merang yang dibakar diganti dengan shampo yang ada dalam iklan di televisi. Selanjutnya DeVito menyebutkan fungsi komunikasi massa secara khusus yang dikutip oleh Elvinaro, adalah : meyakinkan (to persuade), menganugerahkan
status,
membius
(narcotization), menciptakan
rasa
kebersatuan, privatisasi dan hubungan parasosial.10 1. Fungsi Meyakinkan (to Persuade) Fungsi
komunikasi
massa
secara
umum
antara
lain
memberikan hiburan khalayaknya. Namun ada fungsi yang tidak kalah penting dari media massa yaitu fungsi meyakinkan atau persuasi. Menurut DeVito, persuasi bisa datang dalam bentuk : a. Mengukuhkan atau memperkuat sikap, kepercayaan atau nilai seseorang; b. Mengubah sikap, kepercayaan atau nilai seseorang;
10
Ibid, hal 19-24
24
c. Menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu; dan d. Memperkenalkan etika atau menawarkan sistem nilai tertentu. Mengukuhkan. Usaha untuk melakukan persuasi, kita pusatkan kepada upaya mengubahatau memperkuat sikap atau kepercayaan khalayak agar mereka bertindak dengan cara tertentu. Elvinaro mengutip
kata
Mar’at.
Menurut
Mar’at,
sikap
adalah
kecenderungan berperilaku dengan cara tertentu. Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi, di mana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsang yang diterimanya. Jikat kita bersikap pada objek tertentu, berarti terjadi penyesuaian diri terhadap objek tersebut dan dipengaruhi oleh lingkungan sosial, sehingga muncul kesediaan orang itu untuk bereaksi pada objek. Media dengan semua sumber daya dan kekuatan yang ada, tidak terkecuali, lebih sering mengukuhkan atau membuat kepercayaan, sikap, nilai dan opini khalayak menjadi kuat. Komunikasi yang dikira dapat mengubah sikap, sering kali hanya merupakan pengukuhan terhadap sikap yang sudah ada. Mengubah. Media akan mengubah orang yang tidak memihak pada suatu masalah tertentu. Menurut DeVito, media juga
25
menghasilkan banyak perubahan yang kita anggap sepele. Sebagai contoh mungkin sangat dipengaruhi oleh media. Kecuali untuk pabrik dan penjual kertass tisu, pilihan kita terhadap kertas tisu tidaklah penting. Menggerakan. Dilihat dari sudut pengiklan (advertiser), fungsi terpenting
media
massa
adalahmenggerakan
(activating)
konsumen untuk mengambil tindakan. Media berusaha mengajak pembaca atau pemirsa untuk membeli dan menggunakan produk merek tertentu. Setelah suatu sikap dibentuk atau suatu pola perilaku
dimantapkan,
media
berfungsi
menyalurkan
dan
mengendalikannya ke arah tertentu. Menawarkan Etika. Fungsi persuasif dari media massa lainnya adalah mengetikakan (ethicizing). Dengan mengungkapkan secara terbuka tentang adanya penyimpangan tertentu dari suatu norma yang berlaku (misalnya, skandal Pangeran Charles dengan Camila), media merangsang masyarakat untuk mengubah situasi. Mereka menyajikan etik kolektif kepada pembaca dan pemirsa. 2. Fungsi Menganugerahkan Status Penganugerahan status (status conferal) terjadi apabila berita yang disebarluaskan
melaporkan
kegiatan
individu-individu
26
tertentu sehingga prestise (gengsi) mereka meningkat. Misalnya, Ekonomi Bisnis Indonesia menyajikan rubrik profil dan views pengusaha di halaman depan, sehingga menaikkan prestise mereka sebagai pengusaha. Dengan memfokuskan kegiatan media massa pada orang-orang tertentu, masyarakat menganugerahkan kepada orang-orang tersebut suau status publik (public status) yang tinggi. Kegiatan ini dalam dunia public relations disebut publicity (publisitas). Lebih lanjut dikatakan bahwa “komunikasi massa mempunyai fungsi mengakhlakkan kalau komunikasi itu memperkuat kontrol sosial
atas
anggota-anggota
masyarakat
yang
membawa
penyimpangan prilaku ke dalam pandangan masyarakat. 3. Fungsi Membius (Narcotization) Salah satu fungsi media massa yang paling menarik dan paling banyak dilupakan adalah fungsi membiusnya (narcotization). Ini berarti bahwa apabila media menyajikan informasi tentang sesuatu, penerima percaya bahwa tindakan tertentu harus diambil. Sebagai akibatnya, pemirsa atau penerima terbius ke dalam keadaan pasif, seakan-akan berada dalam pengaruh narkotik.
27
Misalnya, televisi telah menayangkan tentang kematian tragis Putri Diana. Media membuat tayangan sedemikian rupa sehingga pemirsa seolah-olah terbius oleh tayangan tersebut. 4. Fungsi Menciptakan Rasa Kebersatuan Fungsi komunikasi massa yang tidak banyak disadari oleh kita semua adalah kemampuannya untuk membuat kita merasa menjadi anggota suatu kelompok. Sebagai contoh, seseorang yang sedang sendirian, kesepian di rumah yang besar, duduk di ruang keluarga sambil minum teh dan menonton televisi. Acara yang ditayangkan televisi membuat orang tersebut merasa menjadi anggota keluarga, karena merasa terhibur dan menyatu dengan acara tersebut. 5. Fungsi Privatisasi Privatisasi adalah kecenderungan bagi seseorang untuk menarik diri dari kelompok sosial dan mengucilkan diri ke dalam dunianya sendiri. Beberapa ahli berpendapat bahwa berlimpahnya informasi yang dijejalkan kepada kita telah membuat kita merasa kekurangan. Laporan yang gencar tentang perang, inflasi, kejahatan, dan pengangguran membuat sebagian orang merasa begitu putus asa sehingga mereka menarik diri ke dalam dunia mereka sendiri.
28
Dalam banyak hal, ini dilakukan dalam bentuk memusatkan perhatian
pada masalah-masalah sepele, contohnya baju atau
kosmetik apa yang harus dibeli, restoran mana yang akan dikunjungi untuk makan malam atau film apa yang akan ditonton dan di bioskop mana dan sebagainya.
2.2
Media Massa 2.2.1 Pengertian Media Massa Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). media massa (saluran) yang dihasilkan oleh teknologi modern. Hal ini perlu ditekankan sebab ada media yang bukan media massa yakni, media tradisional seperti kentongan, angklung, gamelan, dan lain-lain. Jadi, disini jelas media massa menunjuk pada hasil produk teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi massa.11 Dari sekian banyak devinisi bisa dikatakan media massa bentuknya antara lain media elektronik (televisi, radio), media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), buku, dan film. Dalam perkembangan komunikasi massa yang sudah sangat modern dewasa ini, ada satu perkembangan tentang media
11
Nurudin, 2013, Pengantar Komunikasi Massa, Rajawali Pers, Jakarta, hal 3-4
29
massa, yakni ditemukannya internet.12 Media massa itu tidak berdiri sendiri. Di dalamnya ada beberapa individu yang bertugas melakukan pengolahan informasi sebelum informasi itu sampai kepada audience-nya. Mereka yang bertugas itu sering disebut sebagai gatekeeper.13 Pidato politisi bisa menjadi proses komunikasi massa jika disiarkan oleh media massa dan dinikmati oleh ribuan atau jutaan audience. Dengan demikian, media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan heterogen. Kelebihan media massa dibanding dengan jenis komunikasi lain adalah ia bisa mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang tak terbatas.14
2.2.2
Bentuk-bentuk Media Massa Media Massa pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua katagori, yakni
media massa cetak dan media elektronik. Media cetak yang dapat memenuhi kriteria sebagai media massa adalah surat kabar dan majalah. Sedangkan
12
Ibid, hal 4-5 Ibid, hal 7 14 Ibid, hal 9 13
30
media elektronik yang memenuhi kriteria media massa adalah radio siaran, televisi, film, media on-line (internet).15
A. Surat Kabar Berbicara tentang surat kabar, ungkap Agee dan kawankawannya yang dikutip oleh Elvinaro Ardianto dan kawan-kawan, orang akan tertuju kepada Sundy Time yang terbit di New York, dengan oplah nasional setiap minggunya. Koran-koran dengan sirkulasi nasional ini dikenal dengan surat kabar metropolitan, yang selain terbit di New York, terdapat pula di Washington, Chicago, Los Angeles. Surat kabar merupakan media massa yang paling tua dibandingkan dengan jenis media massa lainnya. Sejarah telah mencatat keberadaan surat kabar dimulai sejak ditemukannya mesin cetak oleh Johann Guternberg di Jerman. Prototipe pertama surat kabar di terbitkan di Bremen Jerman pada tahun 1609. Di Inggirs, surat kabar pertama yang masih sederhana terbit pada tahun 1621. Surat kabar harian yang pertama di Amerika Serikat adalah Pennsylvania Evening Post dan Daily Advertiser yang terbit pada tahun 1783. 15
Elvinaro Ardianto, dkk, 2007, Komunikasi Massa Suatu Pengantar Edisi Revisi, Simbiosa Rekatama, Bandung, hal 103-150
31
Keberadaan surat kabar di Indonesia ditandai dengan perjalanan panjang melalui lima periode yakni masa penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, menjelang kemerdekaan dan awal kemerdekaan, serta zaman orde lama dan serta orde baru. Surat kabar sebagai media massa dalam masa orde baru mempunyai misi menyebarluaskan pesan-pesan pembangunan dan sebagai alat mencerdaskan rakyat Indonesia. Dari empat fungsi media massa (informasi, edukasi, hiburan, dan persuasif), fungsi yang paling menonjol pada surat kabar adalah informasi. Hal ini sesui dengan tujuan utama khalayak membaca surat kabar, yaitu keingintahuan akan setiap peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Karakteristik surat kabar sebagai media massa aktualitas,
mencakup : publisitas, periodesitas, universalitas, dan
terdokumentasikan.
Surat
kabar
dapat
dikelompokan pada berbagai katagori. Dilihat dari ruang lingkupnya, maka katagorisasinya adalah surat kabar lokal, regional, dan nasional.
B. Majalah Edisi perdana majalah yang diluncurkan di Amerika pada pertengahan 1930-an memperoleh kesuksesan besar. Majalah telah membuat segmentasi pasar tersendiri dan membuat fenomena baru
32
dalam dunia media massa cetak di Amerika. Menurut Dominick yang dikutip oleh Elvinaro Ardianto dan kawan-kawan, klasifikasi majalah dibagi ke dalam lima katagori utama, yakni : (1) general consumer magazine (majalah konsumen umum); (2) business publication (majalah bisnis); (3) literacy reviews and academic journal (kritik sastra dan majalah ilmiah); (4) newsletter (majalah khusus terbitan berkala); (5) public relations magazines (majalah humas). Keberadaan majalah sebagai media massa terjadi tidak lama setelah surat kabar. Sebagaimana surat kabar, sejarah majalah diawali
dari
negara-negara
Eropa
dan
Amerika.
Sejarah
keberadaan majalah sebagai media massa di Indonesia dimulai menjelang dan pada awal kemerdekaan Indonesia. Di Jakarta pada tahun 1945 terbit majalah bulanan dengan nama Pantja Raja pimpinan Markoem Djojohadisoeparto (MD) dengan perkata dari Ki Hadjar Dewantoro selaku Menteri Pendidikan pertama RI. Mengacu pada sasaran khalayaknya yang spesifik, maka fungsi utama media berbeda satu dengan yang lainnya. Majalah berita seperti Gatra mungkin lebih berfungsi sebagai media informasi tentang berbagai peristiwa dalam dan luar negeri, dan fungsi berikutnya adalah hiburan. Majalah wanita dewasa Femina, meskipun isinya relatif menyangkut berbagai informasi dan tips
33
masalah kewaanitaan, lebih bersifat menghibur. Fungsi informasi dan mendidik mungkin menjadi prioritas berikutnya. Majalah pertanian Trubus fungsi utamanya adalah memberi pendidikan mengenai cara bercocok tanam, sedangkan fungsi berikutnya mungkin informasi. Meskipun sama-sama sebagai media cetak, majalah tetap dapat dibedakan
dengan
surat
kabar
karena
majalah
memiliki
karakteristik tersendiri, yaitu : Penyajian lebih dalam, Nilai aktualitas lebih lama, Gambar / foto lebih banyak, Kover sebagai daya tarik.
C. Radio Sebelum tahun 1950-an, ketika televisi menyedot banyak perhatian khalayak radio siaran, banyak orang memperkirakan bahwa radio siaran berada diambang kematian. Radio adalah media massa elektronik tertua yang luwes. Selama hampir satu abad lebih keberadaanya, radio siaran telah berhasil mengatasi persaingan keras dengan bioskop, rekaman kaset, televisi, televisi kabel, electronic games dan personal casset players. Keunggulan radio siaran adalah berada dimana saja : di tempat tidur (ketika orang akan tidur dan bangun tidur), di dapur, di dalam mobil, di kantor, dijalanan, di pantai, dan berbagai tempat lainnya.
34
Radio memiliki kemampuan menjual bagi pengiklan yang produknya dirancang khusus untuk khalayak tertentu. Radio Siaran (broadcasting) yang digunakan sebagai alat atau media komunikasi massa, mula-mula diperkenalkan oleh David Sarnoff pada tahun 1915. Radio siaran juga dapat melakukan fungsi kontrol sosial seperti surat kabar, di samping empat fungsi lainnya yakni memberi informasi, menghibur, mendidik, dan melakukan persuasi. Faktor-faktor yang memengaruhi kekuatan radio siaran tersebut adalah daya langsung, daya tembus, dan daya tarik. Mark W. Hall dalam buku Broadcast Journalism yang dikutip oleh Elvinaro Erdianto dan kawan-kawan bahwa perbedaan mendasar antara media cetak dengan radio siaran ialah media cetak dibuat untuk konsumsi mata, sedangkan radio siaran untuk konsumsi telinga.
D. Televisi Dari semua media komunikasi yang ada, televisilah yang paling berpengaruh pada kehidupan mansia. 99% orang Amerika memiliki televisi di rumahnya. Tayangan televisimereka dijejali hiburan, berita, dan iklan. Televisi mengalami perkembangan secara dramatis, terutama melalui pertumbuhan televisi kabel.
35
Tahun
1948
merupakan
tahun
penting
dalam
dunia
pertelevisian, dengan adanya perubahan dari televisi eksperimen ke televisi komersial di Amerika. Karena perkembangan televisi yang sangat cepat, dari waktu ke waktu media ini memiliki dampak terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari. Secara bertahap, layar televisi berkembang dari diagonal 7 inci kemudian 12, 17, 21, 24, sampai 39 inci. Penonton televisi kini lebih selektif. Jam
tayang
televisi
bertambah.
Penerimaan
pprogramnya
mengalami peningkatandari waktu ke waktu. Sistem penyampaian program lebih berkembang lagi. Kegiatan penyiaran melalui media televisi di Indonesia dimulai pada
tanggal
24
Agustus
1962,
bertepatan
dengan
dilangsungkannya pembukaan Pesta Olahraga se-Asia IV atau Asean Games di Senayan. Selama tahun 1962-1963 TVRI berada diudara rata-rata satu jam sehari dengan segala kesederhanaannya. Sejak tahun 1989 TVRI mendapat saingan televisi siaran lainnya, yakni Rajawali Citra Televisi (RCTI), yang bersifat komersial. Secara berturut-turut berdiri stasiu televisi, Surya Citra Televisi (SCTV), Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), Andalas Televisi (ANTV), Indosiar, TV7, Lativi, Metro Tv, Trans Tv, Global Tv, dan televis-televisi daerah seperti Bandung TV, JakTV,
36
Bali TV, dan lain-lain. Karakteristik televisi adalah Audiovisual, Berpikir dalam Gambar, dan Pengoprasian Lebih Kompleks.
E. Film Film lebih dahulu menjadi media hiburan dibanding radio siaran dan televis. Menonton film ke bioskop ini menjadi aktivitas populer bagi orang Amerika pada tahun 1920-an sampai 1950-an. Industri film adalah industri bisnis. Dari catatan sejarah perfilman di Indonesia, film pertama yang diputar berjudul Lady Van Java yang diproduksi di Bandung pada tahun 1926 oleh David. Faktorfaktor yang dapat menunjukan karakteristik film adalah layar lebar, pengambilan gambar, konsentrasi penuh, dan identifikasi psikologis. Film dapat dikelompokan pada jenis film cerita, film berita, film dokumenter, dan film kartun.
F. Komputer dan Internet Lebih dari lima orang Amerika dewasa menggunakan internet di rumah, kantor, atau sekolah, dan di atas 10% menggunakannya setiap hari. Dari karakteristik jenis kelamin hampir sama banyaknya lelaki dan perempuan yang menggunakan web (situs). Pengguna internet menggantungkan pada situs untuk memperoleh berita.
37
Industri media komputer memiliki beberapa bidang utama, antara lain : pabrik perangkat keras komputer, pembuat perangkat lunak komputer (pembuatan program-program yang menjalankan mesin komputer).
2.3
Film Sebagai Media Massa Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual
di belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film televisi, dan film video laser setiap minggunya. Film Amerika diproduksi di Hollywood. Film yang dibuat disini membanjiri pasar global dan memengaruhi sikap, perilaku dan harapan orang-orang di belahan dunia. Industri film adalah industri bisnis. Predikat ini telah menggeser anggapan orang yang masih meyakini bahwa film adalah karya seni, yang diproduksi secara kreatif dan memenuhi imajinasi orangorang yang bertujuan memperoleh estetika (keindahan) yang sempurna. Menurut Dominick yang dikutip oleh Elvinaro Ardianto meskipun pada kenyataannya adalah bentuk karya seni, industri film adalah bisnis yang memberikan keuntungan, kadangkadang menjadi mesin uang yang seringkali, demi uang keluar dari kaidah artistik film itu sendiri.16
16
Ibid, hal 143
38
Jenis Film
2.3.1
Sebagai seorang komunikator adalah penting untuk mengetahui jenisjenis
film
agar dapat
memanfaatkan
film
tersebut sesuai dengan
karakteristiknya. Film dapat dikelompokan pada jenis film cerita, film berita, film dokumenter, dan film kartun.17
a. Film Cerita Film Cerita (story film), adalah jenis film yang mengandung suatu cerita yang lazim dipertunjukan di gedung-gedung bioskopdengan bintang film tenar dan film ini didistribusikan sebagai barang dagangan. Cerita yang diangkat menjadi topik film bisa berupa cerita fiktif atau berdasarkan kisah nyata yang dimodifikasi, sehingga ada unsur menarik, baik dari jalan ceritanya maupun dari segi gambarnya. Cerita sejarah yang pernah diangkat menjadi film adalah G.30 S PKI, Janur Kuning, Serangan Umum 1 Maret, dan yang baru-baru ini dibuat adalah Fatahilah. Sekalipun film cerita itu fiktif, dapat saja bersifat mendidik karena mengandung ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi.
17
Ibid, hal 148-149
39
b. Film Berita Film berita atau newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa yyang benar-benar terjadi. Karena sifatnya berit, maka film yang disajikan kepada publik harus mengandung nilai berita (news value). Kriteria berita itu adalah penting dan menarik. Jadi berita juga harus penting atau menarik atau penting sekaligus menarik. Film berita dapat langsungterekam dengan suaranya, atau film beritanya bisu, pembaca berita yang membacakan narasinya. Dalam hal ini terpenting adalah peristiwanya terekam secara utuh.
c. Film Dokumenter Film Dokumenter (documentary film) didefinisikan oleh Robert Flaherty sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan” (creative treatment of actuality). Film dokumenter merupakan hasil interpretasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut. Banyak kebiasaan masyarakat Indonesia yang dapay diangkat menjadi film dokumenter, diantaranya upacara kematian orang Toraja, upacara ngaben di Bali.
40
d. Film Kartun Film Kartun (Cartoon film) dimuat untuk dikonsumsi anakanak. Dapat dipastikan, kita semua mengenai tokoh Donald Bebek (Dounald Duck), Putri Salju (Snow White), Miki Tikus (Mickey Mouse) yang diciptakan oleh seniman Amerika Serikat Walt Disney. Sekalipun tujuan utamanya menghibur, film kartun bisa juga mengandung unsur pendidikan. Minimal akan terekam bahwakalau ada tokoh jahat dan tokoh baik, maka pada akhirnya tokoh baiklah yang selalu menang.
2.3.2 Karakteristik Film Faktor-faktor yang dapat menunjukan karakteristik film adalah layar lebar, pengmbilan gambar, konsentrasi penuh, dan identifikasi psikologis.18
a. Layar yang Luas / Lebar Film dan televisi sama-sama menggunakan layar, namun kelebihan media film adalah layarnya yang berukuran luas. Saat ini ada layar televisi yang berukuran jumbo, yang bisa digunakan pada saat-saat khusus dan biasanya di ruangan terbuka, seperti dalam pertunjukan musik dan sejenisnya. 18
Ibid, hal 145-147
41
Layar
film
yang
luas
telah
memberikan
keleluasaan
penontonnya untuk melihat adegan-adegan yang disajikan di film. Apalagi dengan adanya kemajuan teknologi, layar film di bioskopbioskop pada umumnya sudah tiga dimensi, sehingga penonton seolah-olah melihat kejadian nyata dan tidak berjarak.
b. Pengambilan Gambar Sebagai konsekuensi layar lebar, maka pengambilan gambar atau shot dalam film bioskop memungkinkan dari jarak jauhatau extrame long shot, dan panoramic shot, yakni pengambilan pemandangan menyeluruh. Shot, tersebut dipakai untuk memberi kesan artistik dan suasana yang sesungguhnya, sehingga film menjadi lebih menarik. Perasaan kita akan tergugah melihat seseorang (pemain film) sedang berjalan di gurun pasir pada tengah hari yang amat panas. Manusia yang berjalan tersebut terlihat bagai benda kecil yang bergerak di tengah luasnya padang pasir. Di samping itu, melalui pano-ramic shot, kita sebagai penonton dapat memperoleh sedikit gambaran, bahkan mungkin gambaran yang cukup tentang daerah tertentu yang dijadikan lokasi film sekalipun kita belum pernah berkunjung ke tempat tersebut. Sebaliknya, pengambilan gambar pada televisi lebih sering dari jarak dekat.
42
c. Konsentrasi Penuh Dari pengalaman kita masing-masing, disaat kita menonton film di bioskop, bila tempat duduk sudah penuh atau waktu main sudah tiba, pintu-pintu di tutup, lampu dimatikan, tampak di depan kita layar luas dengan gambar-gambar cerita film tersebut. Kita semua terbebas dari gangguan hiruk pikuknya suara diluar karena biasanya ruangan kedap suara. Semua mata tertuju pada layar, sementara pikiran perasaan kita tertuju pada laur cerita. Dalam keadaan demikian emosi kita juga terbawa suasana, kita akan tertawa terbahak-bahak manakala adegan film lucu, atau sedikit senyum dikulum apabila ada adegan yang menggelitik. Namun
dapat pula kita
menjerit
ketakutan
bila adegan
menyeramkan (biasanya anak-anak) dan bahkan menangis melihat adegan menyedihkan.
d. Identifikasi Psikologis Kita semua dapat merasakan bahwa suasana di gedung bioskop telah membuat pikiran dan perasaan kita larut dalam cerita yang disajikan. Karena penghayatan kita yang amat mendalam, seringkali
secara
tidak
sadar
kita
menyamakan
(mengidentifikasikan) pribadi kita dengan salah seorang pemeran dalam film itu, sehingga seolah-olah kita lah yang sedang
43
berperan. Menurut Effendy yang dikutip oleh Elvinaro Ardianto gejala ini menurut ilmu jiwa sosial disebut sebagai identifikasi psikologis. Pengaruh film terhadap jiwa manusia (penonton) tidak hanya sewaktu atau selama duduk di gedung bioskop, tetapi terus sampai waktu yang cukup lama, misalnya peniruan terhadapcara berpakaian atau model rambut. Hal ini disebut imitasi. Katagori penonton yang mudah terpengaruh itu biasanya adalah anak-anak dan generasi muda, meski kadang-kadang orang dewasa pun ada.
2.4
Teks Teks merupakan elemen multimedia yang menjadi dasar untuk menyampaikan
informasi, karena teks adalah jenis data yang paling sederhana dan membutuhkan tempat penyimpanan yang paling kecil. Teks merupakan cara yang paling efektif dalam mengemukakan ide-ide kepada pengguna, sehingga penyampaian informasi akan lebih mudah dimengerti oleh masyarakat.19
2.5
Elemen - Elemen dalam Gambar Media gambar atau visual mampu mengkomunikasikan pesan dengan cepat
dan berkesan. Sebuah gambar bila tepat memilihnya, bisa memiliki nilai yang sama
19
Fred T. Hofstetter. Multimedia Literacy. 2001. Hal 16
44
dengan ribuan kata, secara individual juga mampu untuk memikat perhatian. Gambar berdiri sendiri dan selalu memiliki subjek yang mudah dipahami sebagai simbol yang jelas dan mudah dikenal. Misalnya sebuah foto mobil sport yang melaju dengan cepat di jalan bebas hambatan, foto tersebut memberikan konotasi pengertian yang pasti atau gambar seekor harimau dipadu dengan mobil sport, maka akan tercipta informasi mengenai kecepatan dan keindahan. Pembuatan suatu gambar dimaksudkan untuk mendukung suatu pengertian riil dan diungkapkan melalui berbagai bentuk gambar yang disebut logo, ilustrasi, karikatur dan sebagainya. Gambar merupakan bagian yang terpenting untuk membentuk suatu tayangan berdurasi. Ada banyak elemen dalam mebuat gambar yang baik, teknik pengambilan suatu gambar akan sangat menentukan hasil suatu gambar yang baik. Teknik pengambilan suatu gambar dapat memiliki kode-kode yang mempunyai makna tersendiri. Kode-kode tersebut menginformasikan hampir seluruh aspek tenatang keberadaan kita dan menyediakan konsep yang bermanfaat bagi analisis seni popular dan media. Berbagai elemen terdapat dalam kode, terutama yang berhubungan dengan bahasa gambar yang biasa dilihat secara lebih detail. Jelasnya dapat diperlihatkan melalui tabel berikut:20
20
Keith Selby and Ron Coedery, How to Study Television, London, Mc Millisan, 1995
45
Tabel 2.1 : Elemen-Elemen Bahasa Gambar
Camera Angle
Camera Distance
Lens
Camera Movement
Signified
Signifier High (looking up)
Power, authority
Low (looking down)
Disempowerment
Eye Level
Equality
Big Close Up
Emotion, internal focalization
Close-Up
Intimacy, internal focalization
Medium Shot
Involvement, focalization
Long Shot
Distance, context, external focalization
Wide Angle
Dramatic emphasis
Normal
Diegetic reality
Telephoto
Voyeurism
internal
Pan (camera rotates on fixed Context, external focalization point) Tracking (camera runson track Involvement, pace, internal parallel to action) focalization Tilt (following movement up Effect of movement – drama and down) or humor Crane (high shot moving Entrance to or withdrawal quickly to or from subject) from diegetic
Focus
Lighting
Handheld
Participation point of view
in
diegetic,
Zoom in
Surveillance, focalization
Zoom Out
Relation of subject to context
Sharp Focus
Diegetic reality; anticipation
Soft Focus
Interpersonal function; mood
Selective Focus
Significance; privileging
High Key
High modality; positive mood
Low Key
Low modality; uncertainty;
external
46
negative mood
2.6
Back Lighting
Interpersonal function; high value
Fill (closest to natural light)
Diegetic reality
Representasi Menurut Turner, makna film sebagai representasi dari realitas masyarakat,
berbeda dengan film sekadar sebagai refleksi dari realitas. Film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) di baliknya. Dengan kata lain film tidak bisa dipisahkan dari konteks masyarakat yang memproduksi dan mengkonsumsinya. Selain itu sebagai representasi dari realitas, film juga mengandung muatan ideologi pembuatnya sehingga sering digunakan sebagai alat propaganda. Representasi adalah tindakan menghadirkan atau merepresentasikan sesuatu baik orang, peristiwa, maupun objek lewat sesuatu yang lain di luar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol. Representasi ini belum tentu bersifat nyata tetapi bisa juga menunjukan dunia khayalan, fantasi, dan ide-ide abstrak.21
21
Stuart Hall. 1997. Representation: Cultural Representations dan Signifying Practices. London: Sage Publications. hal 28
47
2.7
Feminisme Teori feminis berusaha menganalisis berbagai kondisi yang membentuk
kehidupan kaum perempuan dan menyelidiki beragam pemahaman cultural mengenai apa artinya menjadi perempuan. Awalnya teori feminis diarahkan oleh tujuan politis gerakan perempuan-yakni kebutuhan untuk memahami subordinasi perempuan dan eksekusi atau marjinalisasi perempuan dalam berbagai wilayah kultural maupun social. Kaum feminis menolak pandangan bahwa ketidaksetaraan antara laki-laki, perempuan lebih sering dijadikan objek dibanding pencipta pengetahuan. Teori feminis adalah soal berfikir untuk kita sendiri-perempuan menghasilkan pengetahuan tentang perempuan dan gender bagi perempuan.22 Feminisme merupakan gerakan yang berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas. Dalam usaha mengakhiri penindasan tersebut, mereka masuk berselisih mengenai apa, mengapa dan bagaimana penindasan terjadi. Dengan demikian, feminisme laki-laki, melakukan berbagai perjuangan diantaranya untuk transformasi system dan struktur yang tidak adil menuju system bagi perempuan maupun laki-laki. Dalam ilmu sosial kontemporer lebih dikenal sebagai gerakan kesetaraan gender. Feminis membedakan antara gender dan jenis kelamin. Jenis kelamin merujuk pada bagaimana laki-laki dan perempuan dipandang secara biologis, sementara gender merupakan peran ideologis dan material yang dibentuk serta dilekatkan oleh masyarakat terhadap kedua jenis kelamin tersebut. Gender kemudian digunakan 22
Jackson, stevi, Jackie Jones, 2009, Teori-teori Feminis Kontemporer, hal 1
48
untuk menjustifikasi perlakuan tidak adil serta menjadi dasar ideologi suatu bentuk ketidakadilan sosial. Secara umum, istilah feminisme merujuk pada pengertian sebagai ideologi pembebasan perempuan, karena yang melekat dalam semua pendekatannya adalah keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya.23 Dalam pengertian yang lebih sempit, yaitu dalam sastra, feminisme dikaitkan dengan cara-cara memahami karya sastra baik dalam kaitannya dengan proses produksi maupun resepsi. Dalam dunia sastra, dikenal istilah kritik sastra feminisme, yaitu cara menganalisis posisi perempuan ditengah-tengah masyarakat. Bagaimana perempuan di posisikan di dalam teks sastra dan kaitannya dengan konstruksi budaya patriarkal yang telah mendominasi peradaban. Dasar pemikiran berperspektif feminis adalah upaya pemahaman kedudukan dan peran perempuan seperti tercermin dalam karya sastra.24 Laki-laki dan perempuan telah direpresentasikan oleh media sesuai dengan stereotip-stereotip kultural untuk mereproduksi peranan-peranan jenis kelamin secara tradisional.
23
Kasiyan. 2008. Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan. Ombak: Yogyakarta. Hal. 73 Suwardi Endraswara. 2003. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Pustaka Widyatama: Yogyakarta. Hal. 146
24
49
2.8
Feminisme Eksistensialis Buku yang di tulis oleh Simone De Beauvoir, yaitu The Second Sex yang
dirilis pada tahun 1949 yang pada bukunya membahas bab tentang teori Feminisme Eksistensialis. Eksistensialisme untuk perempuan dengan mengadopsi bahasa ontologis dan bahasa etis eksistensialisme, Beauvoir mengemukakan bahwa laki-laki dinamai “laki-laki” sang Diri, sedangkan “perempuan” sang Liyan. Jika Liyan adalah ancaman bagi Diri, maka perempuan adalah ancaman bagi laki-laki. Karena itu, jika laki-laki ingin tetap bebas, ia harus mensubordinasi perempuan terhadap dirinya. Jelas, opresi gender bukanlah sekedar untuk opresi. Jauh dari itu. Orang kulit hitam mengetahui bagaimana rasanya diopresi oleh orang kulit putih, dan orang miskin tahu bagaimana rasanya diopresi oleh orang kaya. Tetapi, menurut Dorothy Kauffman McCall, opresi perempuan oleh laki-laki unik karena dua alasan : “pertama, tidak seperti opresi ras dan kelas, opresi terhadap perempuan merupakan fakta historis yang saling berhubungan, suatu peristiwa dalam waktu yang berulangkali dipertanyakan dan diputarbalikan. Perempuan selalu tersubordinasi laki-laki. Kedua, perempuan telah menginternalisasi cara pandang asing bahwa laki-laki adalah esensial dan perempuan adalah tidak esensial”.25 Meskipun “fakta” reproduksi ini mungkin dapat menjelaskan mengapa seringkali jauh lebih sulit bagi perempuan untuk menjadi diri, terutama jika ia telah mempunyai anak, menurut Beauvoir, fakta itu dapat membuktikan dengan cara
25
Rosemarie Putnam Tong, 1998, Feminist Thought, Jalasutra, Yogyakarta, hal 262
50
apapun mitos sosial bahwa kapasitas perempuan untuk menjadi diri, secara intristik, memang lebih rendah dari pada laki-laki. Beauvoir berulang-ulang mengatakan bahwa meskipun fakta biologis dan psikologis tentang perempuan misalnya, peran utamanya dalam reproduksi psikologis relatif terhadap peran sekunder laki-laki, kelemahan fisik perempuan, relatif terhadap kekuatan fisik laki-laki, dan peran tidak aktif yang dimainkannya dalam hubungan seksual adalah relatif terhadap peran aktif laki-laki dapat saja benar, namun bagaimana kita menilai fakta ini bergantung pada makhluk sosial.26 Tentu saja pendapat Beavoir bahwa, “adalah baik untuk menuntut seorang perempuan tidak harus merasa rendah karena, katakanlah, datang bulannya; bahwa perempuan harus menolak untuk dibuat merasa konyol karena kehamilannya; bahwa seorang perempuan harus dapat merasa bangga akan tubuhnya, dan seksualitas perempuannya”. Tidak ada alasan sama sekali untuk terjebak dalam narsisisme liar, dan membangun, berdasarkan sesuatu yang sudah merupakan “takdir”, suatu sistem yang kemudian menjadi kebudayaan dan kehidupan perempuan. Beauvoir tidak sependapat bahwa perempuan harus menekan hal-hal kodrati itu. perempuan mempunyai hak penuh untuk menjadi bangga sebagai perempuan, seperti juga laki-laki bangga menjadi laki-laki. Pada akhirnya, laki-laki memang berhak untuk bangga atas kelaki-lakiannya, dengan syarat, tentu saja, bahwa laki-laki tidak mengambil hak perempuan untuk juga memiliki kebanggaan yang sama
26
Ibid, hal 263
51
menjadi perempuan. Setiap orang dapat menjadi bahagia dengan tubuhnya. Tetapi tidak selayaknya kita menempatkan tubuh sebagai pusat dari jagad ini. Bahwa setiap perempuan harus menggariskan nasibnya sendiri, harus dimengerti dengan hati-hati. Beauvoir menyadari situasi hukum, politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan yang menghambat perempuan. Ia menyadari bagaimana perempuan membiarkan dirinya terikat dan terhambat oleh situasi-situasi tersebut. Beauvoir berkeras bahwa tidak ada satu pun dari pembatasan itu yang dapat secara total memenjarakan perempuan. Perempuan ditentukan nasibnya dan, pada saat yang sama , bebas dari patriarki. “Manusia”, menurut Carol Ascher, “membuat keputusan untuk melepaskan diri dari atau bertahan dengan harus menghadapi tingkat hambatan yang berbeda-beda. Pada kondisi tertentu tidak ada keputusan positif yang mungkin diambil. Meskipun begitu, keputusan tetap diambil, dan setiap individu harus bertanggung jawab atas keputusan tersebut”. Jadi, ketika Beauvoir meminta perempuan untuk mentransendensi pembatas imanensi mereka, Beauvoir tidak sedang meminta perempuan untuk menegasi diri, melainkan untuk melepaskan semua beban yang menghambat kemajuan mereka menuju Diri / selfhood yang autentik. Tentu saja, sebagian beban tersebut terlalu besar untuk ditanggung oleh perempuan sebagai individu, tetapiu beban itu dapat disingkirkan melalui tindak pemberdayaan kolektif berskala kecil ataupun besar. Apa yang berlaku sekarang tidaklah harus bermakna apa yang seharusnya terjadi. Tidak
52
ada seorang pun atau sesuatu pun yang dapat menghambat perempuan yang berketetapan hati untuk maju. 27
2.8.1
Karakteristik Feminisme Eksistensialis Teori Eksistensialis adalah teori yang memandang suatu hal dari sudut
keberadaan manusia, teori yang mengkaji cara manusia berada di dunia dengan kesadarannya. Jadi, teori feminisme eksistensialis merupakan kajian ang melihat adanya ketimpangan pengakuan terhadap perempuan. Feminisme eksistensialis berargumen perempuan itu bukan terlahir sebagai perempuan namun menjadi perempuan. Mengapa demikian, karena nilai-nilai yang harus dimiliki perempuan seperti kelembutan, ramah, atau pandai mengerjakan pekerjaan domestik tidak dimiliki sejak lahir tapi diajarkan oleh masyarakat dimana dia tinggal. Femininitas menurut de Beauvoir adalah nilai-nilai yang membelenggu perempuan. Jadi karakteristik Feminisme Eksistensialis adalah dimana perempuan memiliki kemampuan yang sama terutama dibidang domestik, dan perempuan juga mampu berkiprah diranah politik. Yang artinya perempuan yang mampu menunjukan kemampuan dirinya. Perempuan yang percaya diri, perempuan yang mandiri, dan perempuan berani, yang mampu menunjukan kemampuan dirinya dalam bidang yang gemari. Bukan perempuan yang terkekang dan tidak berkembang melainkan perempuan yang mampu memberontak untuk 27
Ibid, hal 281-282
53
berusaha memperjelas keberadaan dalam kehidupan bermasyarakat juga sosial, dan politik, itu adalah karakteristik feminisme eksistensialis.
2.9
Analisis Wacana Mills (1994) mengatakan, lalu Foucault mengatakan kembali yang dikutib
oleh Rachmat Kriyantono bahwa wacana sebagai bidang dari semua pernyataan (statement), kadang sebagai sebuah individualisasi kelompok pernyataan, dan kadang sebagai praktik regulatif yang dilihat dari sejumlah pernyataan. Sementara Eriyanto mendefinisikan analisis wacana sebagai suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subjek yang mengemukakan suatu pernyataan. Wacana merupakan praktik sosial (mengkonstruksi realitas) yang menyebabkan sebuah hubungan dialektis antara peristiwa yang diwacanakan dengan konteks sosial, budaya, ideologi tertentu. Di sini bahasa dipandang sebagai faktor penting untuk merepresentasikan maksud si pembuat wacana.28
2.10
Semiotika Semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda. Studi tentang tanda dan segala
yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya. Menurut Preminger ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat
28
Rachmat Kriyantono, 2010, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relation, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, Kencana , Jakarta, hal 262
54
dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotika mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan,
konvensi-konvensi
yang
memungkinkan
tanda-tanda
tersebut
mempunyai arti. Tokoh-tokoh penting dalam bidang semiotika adalah Ferdinand de Saussure, seorang ahli linguistik dari swiss dan Charles Sanders Pierce, seorang ahli filsafat dan logika Amerika. Kajian semiotika menurut Saussure lebih mengarah kepada penguraian sistem tanda yang berkaitan dengan linguistik, sedangkan Peirce lebih menekankan pada logika dan filosofi dari tanda-tanda yang ada di masyarakat. Analisis Semiotika berupaya menemukan makna tanda termasuk hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena sistem tanda sifatnya amat kontekstual dan bergantung pada pengguna tanda tersebut. Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial di mana pengguna tanda tersebut berada. Yang dimaksud dengan “tanda” ini sangat luas. Pierce membedakan tanda atas lambang (symbol), ikon (icon), dan indeks (index). Dapat dijelaskan sebagai berikut :29 a. Lambang : suatu tanda dimana hubungan antara tanda dan acuannya merupakan hubungan yang sudah terbentuk secara konvensional. Lambang ini adalah tanda yang di bentuk karena adanya consensus dari para pengguna tanda. Warna merah bagi masyarakat Indonesia adalah lambang berani, mungkin di Amerika bukan.
29
Rachmat Kriyantono, 2010, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relation, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, Kencana , Jakarta, hal 265-266
55
b. Ikon : suatu tanda di mana hubungan antara tanda dan acuannya berupa hubungan berupa kemiripan. Jadi, ikon adalah bentuk tanda yang dalam berbagai bentuk menyerupai objek dari tanda tersebut. Patung kuda adalah ikon dari seekor kuda. c. Indeks : suatu tanda di mana hubungan antara tanda dan acuannya timbul karena ada kedekatan eksistensi. Jadi indeks adalah suatu tanda yang mempunyai hubungan langsung (kausalitas) dengan objeknya. Asap merupakan indeks dari adanya api. Pada dasarnya, analisis semiotika memang merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau narasi / wacana tertentu. Analisisnya bersifat paradigmatic dalam arti berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi dibalik sebuah teks. Maka orang sering mengatakan semiotika adalah upaya menemukan makna ‘berita di balik berita’. Dengan menggunakan semiotika dalam studi media massakita dapat mengajukan berbagai pertanyaan : mengapa misalnya sebuah media tertentu selalu – untuk tidak mengatakan terus menerus –menggunakan frase, istilah, kalimat atau frame tertentu manakala menggambarkan seseorang atau sekelompok orang ? Apa yang sebenarnya menjadi sebab, alasan, pertimbangan, latar belakang dan tujuan media tersebut mengambil langkah tersebut.30
30
Indiawan Seto Wahyu Wibowo, 2013, Semiotika Komunikasi-Aplikasi Praktis Bagi Penelitian Dan Skripsi Komunikasi, Mitra Wacana Media, Jakarta, hal 8
56
Hubungan analisis wacana dengan semiotika adalah metode semiotika ini menghendaki pengamatan secara menyeluruh dari semua isi berita (teks), termasuk cara pemberitaan (frame) maupun istilah-istilah yang digunakannya. Peneliti diminta untuk memperhatikan koherensi makna antar bagian dalam teks itu dan koherensi teks dengan konteksnya. Little john (1996) mengatakan yang dikutip oleh Alex Sobur. Seperti halnya dalam analisis wacana, pada umumnya ada tiga jenis masalah yang hendak diulas dalam analisis semiotika. Pertama, masalah makna (the problem of meaning). Bagaimana orang memahami pesan ? informasi apa yang dikandung dalam struktur sebuah pesan ? Kedua, masalah tindakan (problem of action) atau pengetahuan tentang bagaimana memperoleh sesuatu melalui pembicaraan. Ketiga, masalah koherensi (problem of coherence), yang menggambarkan bagaimana membentuk suatu pola pembicaraan masuk akal (logic) dan dapat dimengerti (sensible).
2.11
Semiotika Roland Barthes Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang getol
mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia berpendapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Buku ini ditulis Barthes sebagai upaya untuk mengeksplisitkan kode-kode narasi yang berlaku dalam suatu naskah realis. Barthes berpendapat bahwa Sarrasine ini terangkai dalam kode rasionalisasi, suatu proses yang mirip dengan yang terlihat dalam retorika tentang tanda mode. Lima kode yang
57
ditinjau Barthes adalah kode hermeneutik (kode teka-teki), kode semik (makna konotatif), kode simbolik, kode proaretik (logika tindakan), dan kode gnomik atau kode kultural. Kode hermeneutik atau kode teka-teki berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode semik atau kode konotatif banyak menawarkan banyak sisi. Dalam proses pembacaan, pembaca menyusun tema atau teks. Ia melihat bahwa konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan konotasi kata atau frase yang mirip. Kode simbolik merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas bersifat struktural, atau tepatnya menurut konsep Barthes, pascastruktural. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi biner atau pembedaan baik dalam taraf bunyi menjadi fonem dalam proses produksi wicara, maupun pada taraf oposisi psikoseksual yang melalui proses. Kode proaretik atau kode tindakan / lakuan dianggapnya sebagai perlengkapan utama teks yang dibaca orang; artinya, antara lain, semua teks yang bersifat naratif. Kode gnomik atau kode kultural banyak jumlahnya. Kode ini merupakan acuan teks ke benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya. Tujuan analisis Barthes ini, menurut Lechete, bukan hanya utnuk membangun suatu sistem klasifikasi unsur-unsur narasi yang sangat formal, namun lebih banyak untuk menunjukan bahwa tindakan yang paling masuk akal, rincian yang paling meyakinkan, atau teka-teki yang paling menarik, merupakan produk buatan, dan bukan tiruan dari yang nyata.
58
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes mengulas sistem pemaknaan tataran ke-dua, sistem ke-dua ini disebut konotatif dan denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama.
Tabel 2.2 : Peta Tanda Roland Barthes
1. Signifier
2.
(penanda)
Signified (petanda)
3. Denotative sign (tanda denotatif) 4. CONNOTATIVE SIGNIFIER (PENANDA KONOTATIF) 6.
5.
CONNOTATIVE SIGNIFIED (PETANDA KONOTATIF)
CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
Dari peta Barthes diatas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Jadi dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi kebenarannya. Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dimengerti
59
oleh Barthes. Pengertian umum, denotasi biasanya di mengerti sebagai makna harfiah, makna yang “sesungguhnya”. Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai ‘mitos’, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.31 Roland Barthes juga membuat sebuah model sistematis dalam menganalisis makna dari tanda-tanda. Fokus perhatian Barthes lebih tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua tahap (two order of signification) seperti terlihat pada tabel dibawah ini :32 Tabel 2.3 Signifikasi Dua Tahap Barthes First Order
Second Order
Culture
Reality Signs
Connotation Form Signifier Denotation
Signified Content Myth
31
Alex Sobur, 2004, Semiotika Komunikasi, PT. Ramaja Rosdakarya, Bandung, hal 63-71 Alex Sobur, 2012, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, hal 127
32
60
Melalui tebel diatas menjelaskan : signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek; sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya. Konotasi bekerja dalam tingkat subjektif, sehingga kehadirannya tidak disadari. Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. Mitos primitif, misalnya, mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa, dan sebagainya. Sedangkan mitos masa kini misalnya mengenai femininitas, maskulinitas, ilmu pengetahuan, dan kesuksesan.33 Menurut Barthes, segala sesuatu yang tetap, mapan, stabil merupakan mitos. Mitos merupakan pemaknaan yang dibekukan oleh kekuasaan. Ketika manusia
33
Ibid, hal 128
61
memaknai sesuatu sesuai dengan ‘makna resmi’ yang seolah-olah inheren secara alamiah dalam tanda, maka ia telah tenggelam dalam mitos. Setiap hari manusia selalu memaknai benda secara subjektif. Bunga mawar, contohnya, sering digunakan untuk mengungkapkan cara cinta. Bunga mawar memuat tiga aspek : penanda (signifier = mawar), petanda (signified = perasaan cinta), dan tanda (sign = bunga mawar sebagai ungkapan rasa cinta). Disini perlu dibedakan antara mawar sebagai penanda dengan mawar sebagai tanda. Mawar sebagai penanda merupakan suatu potensi yang selalu siap dimaknai (misalnya, mawar dimaknai sebagai gadis cantik yang sering melukai hati lelaki). Sedangkan tanda adalah sesuatu yang bersifat penuh, definit, dan mapan. Dalam mitos selalu ditemukan konsep triadik : penanda, petanda, dan tanda. Sifat penanda yang kosong, potensial, dan terbuka membuat bekembangnya proses pemaknaan. Terdapat satu pergeseran dari makna denotatif menjadi makna konotatif. Melalui pemaknaan sekunder yang dimapankan, mitos muncul ke permukaan. Prinsip utama mitos adalah ‘mengubah sejarah menjadi alamiah’ (turn history into nature). Dapat dipahami mengapa para ‘konsumen’ mitos tidak menyadari adanya motivasi dan kepentingan
yang
termanifestasi secara tersembunyi
(terselubung) dalam suatu mitos. Mereka cenderung memandang mitos sebagai sesuatu yang alamiah. Proses pembentukan mitos ini kemudian memunculkan ideologi. Jika dimapankan dan dibekukan terus dan tersebar pada satu wilayah konvensi, maka mitos berkembang menjadi ideologi. Proses pembentukan ideologi
62
terjadi sama seperti proses pembentukan mitos, hanya disertai dengan daya pemaknaan yang melampaui daya individual (supraindividual).34
2.12
Individualisme Sarjana-sarjana yang membahas teori individualisme adalah Herbert Spencer
(1820-1903) dan Horald J. Laski (1893-1950). Dengan semangat renaissance, manusia telah menemukan kembali kepribadiannya. Manusia sebagai individu hidup bebas dan merdeka, tidak ada yang di bawah oleh orang lain, semua dalam kedudukan taraf yang sama. Individu itu selalu hendak menonjolkan diri sebagai aku. Dia pusat kekuasaan yang selalu berusaha memperbesar kekuasaannya. Oleh karena itu, individu saling berhadapan, senantiasa mengadu tenaga dalam perebutan kekuasaan (Laboratorium Pancasila IKIP Malang, 1983). Dalam hal ini peneliti membahas Individualisme karena peneliti melihat adanya kecenderungan nilai Individualisme dalam film Laura & Marsha.35
34
Bagus Takwin, 2009, Akar-akar Ideologi; Kajian Konsep Ideologi dari Plato Hingga Bourdleu, Jalasutra, Yogyakarta, hal 105-106 35 Dr. H. Syahrial Syarbaini, M.A. 2011, Pendidikan Pancasila, Implementasi Nilai-nilai Karakter Bangsa di Perguruan Tinggi, Ghalia Indonesia, Bogor, hal 57