BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Komunikasi Massa
2.1.1 Pengertian Istilah ‘komunikasi massa’ yang muncul pertama kali pada akhir tahun 1930an memiliki banyak pengertian sehingga sulit bagi para ahli untuk secara sederhana mendefinisikan komunikasi massa. Kata ‘massa’ sendiri memiliki banyak arti dan bahkan kontroversial, dan istilah ‘komunikasi’ sendiri masih belum memiliki definisi yang dapat disetujui bersama. Namun demikian, definisi Gebner (1967) mengenai komunikasi, yaitu interaksi sosial melalui pesan, tampaknya merupakan definisi yang dipandang paling sulit dipatahkan, setidaknya definisi itu sangat ringkas dan cukup tepat menggambarkan gejala komunikasi. Namun demikian, terdapat upaya untuk terus mengajukan definisi lainnya agar dapat menggambarkan proses kerja serta sifatsifat komunikasi secara umum.1 Istilah ‘massa’ menggambarkan sesuatu (orang atau barang) dalam jumlah besar, sementara ‘komunikasi’ mengacu pada pemberian dan penerimaan arti, pengiriman dan penerimaan pesan. Salah satu definisi awal komunikasi oleh Janowitz (1960) menyatakan bahwa komunikasi massa terdiri atas lembaga dan teknik dimana kelompok-kelompok terlatih menggunakan teknologi untuk menyebarluaskan simbol1
Morissan, DKK. “Teori Komunikasi Massa”, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010, Hal. 7
10
simbol kepada audiens yang tersebar luas dan bersifat heterogen. Definisi oleh Janowitz ini berupaya untuk menyamakan kata ‘komunikasi massa’ dengan pengiriman (transmisi) pesan yang hampir menekankan pada aspek pengiriman saja, definisi ini tidak memasukan aspek pengiriman saja, definisi ini tidak memasukan aspek respons dan interaksi. Proses komunikasi massa tidaklah sama dengan media massa (organisasi yang memiliki teknologi yang memungkinkan terjadinya komunikasi massa). Media massa juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan orang perorangan (individu) atau organisasi. Media massa yang membawa pesan-pesan publik kepada masyarakat juga dapat memuat pesan-pesan pribadi (personal), seperti ucapan terima kasih, ucapan selamat atau duka cita yang sifatnya pribadi. Dengan demikian, telah terjadi penyatuan (konvergensi) komunikasi dimana garis batas antara bidang publik dan pribadi serta komunikasi skala luas dan komunikasi individu semakin tidak jelas batasnya. 2 Menurut Defleur dan Dennis McQuail, komunikasi massa adalah suatu proses dalam mana komunikator-komunikator menggunakan media untuk menyebarkan pesan-pesan secara luas, dan secara terus menerus menciptakan makna-makna yang diharapkan dapat mempengaruhi khalayak-khalayak yang besar dan berbea-beda dengan melalui berbagai cara.3
2 3
Ibid. Hal. 8 Riswandi. “Ilmu Komunikasi”, Yogyakarta: Garah Ilmu, 2009, Hal. 103
11
2.1.2 Fungsi Komunikasi Massa Fungsi komunikasi massa menurut Dominick (2001) terdiri dari pengawasan, penafsiran, keterkaitan, penyebaran nilai dan hiburan. 4 1. Pengawasan Fungsi pengawasan komunikasi dibagi dalam bentuk utama: (a) pengawasan peringatan dan (b) pengawasan instrumental. Fungsi pengawasan peringatan terjadi ketika media massa menginformasikan tentang ancaman dari angin topan, meletusnya gunung merapi, kondisi yang memprihatinkan, tayangan inflasi atau adanya serangan militer. Peringatan ini dengan serta merta dapat menjadi ancaman. Kendati banyak informasi yang menjadi peringatan atau ancaman serius bagi masyarakat yang dimuat oleh media, banyak pula orang yang tidak mengetahui tentang ancaman itu. Fungsi pengawasan instrument adalah penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari. Berita tentang film apa yang sedang dimainkan di bioskop, bagaimana harga-harga saham di bursa efek, produk-produk baru, ide-ide tentang mode, resep masakan dan sebagainya, adalah contoh-contoh pengawasan instrumental. Majalah People dan Reader’s Digest menampilkan sebuah fungsi pengawasan instrumental.
4
Elvinaro Ardianto. “Komunikasi Massa Suatu Pengantar”, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007, Hal. 14
12
2. Penafsiran Fungsi penafsiran hampir mirip dengan fungsi pengawasan. Media massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan penafsiran bertahap kejadian-kejadian penting. Organisasi atau industri media memilih dan memutuskan peristiwa-peristiwa yang dimuat atau ditayangkan. Contoh rencana penafsiran media dapat dilihat pada halaman tajuk rencana (editorial) surat kabar. Penafsiran ini berbentuk komentar dan opini yang ditujukan kepada khalayak pembaca, serta dilengkapi perspektif (sudut pandang) terhadap berita yang disajikan pada halaman selanjutnya. Penafsiran tidak terbatas pada tajuk rencana. Rubrik artikel yang disajikan pun memberikan analisis kasus dibelakang peristiwa yang menjadi berita utama, misalnya tentang kebijakan pemerintah, pemilihan umum dan lainnya. Selain surat kabar, radio dan siaran televisi pun memiliki fungsi penafsian. Tujuan penafsiran media ingin mengajak para pembaca atau pemirsa untuk memperluas wawasan dan membahasnya lebih lanjut dalam komunikasi antarpesona atau komunikasi kelompok.5 3. Pertalian Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk pertalian berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang susuatu.
5
Ibid. Hal. 15
13
Contoh kasus di Indonesia adalah kasus Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sebelumnya menjabat Menko Polkam dalam Jajaran Kabinet Gotong Royong Presiden Megawati Soekarnoputri. Ketika beliau jarang diajak rapat kabinet dan kemudian mengundurkan diri maka tayangan beritanya di televisi, radio siaran dan surat kabar telah menaikan pamor Partai Demokrat yang mencalonkan SBY sebagai Presiden. Dalam pemilihan 2004 lalu, perolehan suara Partai Demokrat lalu mencuat dan mengalahkan partai besar sebelumnya, seperti Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Bulan Bintang (PBB). Masyarakat yang telah tersebar telah dipertalikan oleh media massa untuk memiliki Partai Demokrat. Kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan yang sama tetapi terpisah secara geografi dipertalikan atau dihubungkan oleh media. 4. Penyebaran nilai-nilai Fungsi penyebaran nilai tidak kentara. Fungsi ini juga disebut sosialisasi. Sosialisasi mengacu kepada cara, dimana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa yang mewakili gambaran masyarakat itu ditonton, didengar dan dibaca. Media massa memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang mereka harapkan. Dengan kata lain, media mewakili kita dengan model peran yang kita amati dan harapan untuk menirunya. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa bunyak remaja belajar tentang perilaku berpacaran dari menonton film dan acara telivisi yang mengisahkan tentang pacaran, termasuk pacaran yang agak liberal atau bebas. 14
Diantara semua media massa, televisi sangat berpotensi untuk terjadinya sosialisasi (penyebaran nilai-nilai) pada anak muda, terutama anak-anak yang telah melampaui usia 16 tahun, yang banyak menghabiskan waktunya menonton televisi dibanding kegiatan lainnya, kecuali tidur. Beberapa pengamat memperingatkan kemungkinan terjadinya disfungsi jika televisi menjadikan salurannya terutama untuk sosialisasi (penyebaran nilai-nilai). Sebagai contoh, maraknya tayangan kekerasan di stasiun televisi dapat membentuk sosialisasi bagi anak muda yang menontonnya, yang membuat anak muda berpikir bahwa metode kekerasan adalah wajar dalam memecahkan persoalan hidup.6 5. Hiburan Sulit dibantah lagi bahwa kenyataannya hampir semua media menjalankan fungsi hiburan. Televisi adalah media massa yang mengutamakan sajian hiburan. Hampir tiga perempat bentuk siaran televisi setiap hari merupakan tayangan hiburan. Begitupun radio siaran, siarannya banyak memuat acara hiburan. Memang ada beberapa stasiun televisi dan radio siaran yang lebih mengutamakan tayangan berita. Demikian pula halnya dengan majalah. Tetapi, ada beberapa stasiun televisi dan radio siaran yang lebih mengutamakan tayangan berita. Demikian pula halnya dengan majalah. Tetapi, ada beberapa majalah yang lebih mengutamakan berita seperti Time dan News Week, Tempo dan Gatra. 6
Ibid. Hal. 16
15
Melalui berbagai macam program acara yang ditayangkan televisi, khalayak dapat memperoleh hiburan yang dikehendakinya. Melalui berbagai macam acara di radio siaran pun masyarakat dapat menikmati hiburan. Sementara surat kabar dapat melakukan hal tersebut dengan memuat cerpen, komik, teka teki silang (TTS), dan berita yang mengandung human interest (sentuhan manusiawi). Berdasarkan hasil penelitian, siaran langsung olah raga yang ditayangakan televisi dan media massa telah meningkatkan jumlah penonton yang menyaksikan olah raga. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat seorang ahli sosiologi John Tulamin dan Charles Page yang menyatakan bahwa meningkatnya oleah raga secara luar biasa sebagai hiburan massa setelah berakhirnya Perang Dunia II, sebagian besar merupakan hasil dari televisi. Fungsi dari media massa sebagai fungsi menghibur tidak lain tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak, karena dengan membaca berita-berita riangan atau melihat tayangan hiburan di televisi dapat membuat pikiran khalayak segar kembali.7
7
Ibid. Hal. 17
16
2.1.3 Ciri Komunikasi Massa Komunikasi massa dapat didefinisikan dalam tiga ciri:8 1. Komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar, heterogen, dan anonim. 2. Pesan-pesan yang disebarkan secara umum, sering dijadwalkan untuk bisa mencapai sebanyak mungkin anggota audiens secara serempak dan sifatnya sementara. 3. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar. Karakteristik
dalam
komunikasi
massa
mempunyai
beberapa
ketentuan, yaitu:9 1. Komunikator terlembaga, komunikasi itu pasti menggunakan media massa, baik cetak maupun elektronik. 2. Komunikasi melalui media massa pada dasarnya ditunjuk kepada khalayak yang luas, heterogen, anonim, tersebar, dan tidak mengenal batas geografi dan cultural. 3. Bentuk kegiatan melalui media massa bersifat umum, dalam arti isi pesan yang disampaikan menyangkut kepentingan orang perorangan ataupun pribadi. 8
Warner J. Severin, James W. Tankard Jr. ”Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa”, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, Hal. 4 9 Tommy suprapto. “Pengantar Ilmu Komunikasi dan Peran Manajemen Komunikasi”, Center of Public
17
4. Pola penyampaian media massa berjalan secara cepat dan mampu menjangkau khalayak luas, bahkan mungkin tidak terbatas baik secara geografis maupun kultural. 5. Penyampaian pesan pada media massa cenderung berjalan satu arah. Umpan balik dari khalayak berlangsung secara tertunda. 6. Kegiatan komunikasi melalui media massa dilakukan secara terencana, terjadwal, dan terorganisasi. 7. Penyampaian pesan melalui media massa dilakukan secara berkala. 8. Isi pesan yang disampaikan melaui media massa mencakup berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, politik, sosial budaya, dan keamanan, baik yang bersifat informatif, edukatif, maupun hiburan. 9. Media massa mengutamakan unsur isi daripada hubungan. 10. Media massa menimbulkan keserempakkan. 11. Kemampuan respon alat indra terbatas.
2.1.4 Karakteristik Isi Pesan Media Massa Diantaranya, seperti: 10 1. Noveltry (sesuatu yang baru) Sesuatu yang ‘baru’ merupakan unsur yang terpenting bagi suatu pesan media massa. Khalayak akan tertarik untuk menonton suatu program acara televisi, mendengarkan siaran radio, atau membaca surat kabar apabila isi 10
Riswandi. “Ilmu Komunikasi”, Yogyakarta: Garah Ilmu, 2009, Hal. 109
18
pesannya dipandang mengungkapkan suatu hal yang baru atau belum pernah diketahui. 2. Jarak (proximity) Jarak terjadinya suatu peristiwa dengan tempat dipublikasikannya peristiwa itu, mempunyai arti penting. Khalayak akan tertarik untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan langsung dengan kehidupannya dan lingkungannya. 3. Popularitas Peliputan tentang tokoh, organisasi/kelompok, tempat dan waktu yang penting dan terkenal, akan lebih menarik perhatian khalayak. 4. Pertentangan/Conflict Hal-hal yang mengungkapkan pertentangan, baik dalam bentuk kekerasan maupun menyangkut perbedaan pendapat dan nilai, biasanya lebih disukai oleh khalayak. Contoh: konflik atau pertentangan antara suku Dayak dan Madura yang terjadi di Kalimantan Barat, atau konflik suku Madura dan Betawi, serta konflik antarsuku lainnya yang pernah terjadi di Indonesia. Pengertian konflik atau pertentangan ini juga bisa dalam arti adanya perbedaan/gap antara apa yang seharusnya (das solleen) dengan apa yang menjadi kenyataan (das sein).
19
5. Komedi Manusia
pada
dasarnya
tertarik
pada
hal-hal
yang
lucu
dan
menyenangkan. Oleh karena itu, bentuk-bentuk penyampaian pesan yang bersifat humor/komedi lazimnya disenangi khalayak. Unsur-unsur komedi ini antara lain meliputi ketidakwajaran, ketololan, kondisi yang bersifat , memalukan, dan lain-lain. 6. Seks dan Keindahan Salah
satu
sifat
manusia
adalah
menyenangi unsur
seks
dan
keindahan/kecantikan, sehingga kedua unsur itu bersifat universal. Kedua unsur ini selalu menarik perhatian orang, itulah sebabnya media massa seringkali menonjolkan kedua unsur itu. 7. Emosi Hal-hal yang berkaitan dan menyentuh kebutuhan
dasar/basic needs
manusia seringkali bisa menimbulkan dan simpati khalayak. 8. Nostalgia Pengertian nostalgia di sini merujuk pada hal-hal yang mengungkapkan pengalaman di masa lalu. 9. Human interest Setiap orang pada dasarnya ingin menetahui segala peristiwa atau hal-hal yang menyangkut kehidupan orang lain. Gambaran tentang orang-orang ini (cerita-cerita human interest) dapat dikemas dalam bentuk berita, feature, biografi, dan lain-lain. 20
2.1.5 Dampak Pesan Media Massa Dampak Pesan Media Massa dapat diuraikan, seperti : 11 1. Dampak Kognitif Dampak ini terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi oleh khalayak. Dengan perkataan lain, dampak ini berkaitan dengan penyampaian informasi, pengetahuan, dan kepercayaan yang diberikan oleh media massa. Dari media massa kita bisa mengetahui informasi kunjungan presiden ke Amerika Serikat, telah ditahan Ketua KPU, adanya kasus busung lapar di daerah tertentu. Melalui acara-acara di media massa kita jadi tahu mengenai berbagai hal seperti cara mengasuh anak, membuat masakan daerah tertentu, cara memilih dalam Pemilihan Umum secara langsung dan sebagainya. Menurut Mc. Luhan, media massa adalah perpanjangan alat indera manusia. Malalui media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang peristiwa, atau tempat-tempat yang belum pernah kita lihat dan kunjungi secara langsung. Realitas yang ditampilkan oleh media massa adalah realitas yang sudah diseleksi. Televisi memilih tokoh-tokoh tertentu untuk ditampilkan dan menyampingkan tokoh-tokoh lainnya. Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka sudah tentu media massa akan mempengaruhi citra kita tentang lingkungan 11
Ibid. Hal. 113
21
sosial yang biasa tidak cermat. Oleh karena itu, muncul apa yang disebut stereotype. 2. Dampak Asosiatif Dampak pesan media massa sampai tahap afektif bila pesan yang disebarkan media massa mengubah apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci oleh khalayak. Dampak ini berkaitan dengan perasaan, rangsangan emosional, sikap, atau nilai. Misalnya kita merasa terharu ketika membaca ulasan tentang keberhasilan tukang becak menjadi sarjana, Anda merasa benci dengan aktor A dalam film yang selalu mendapat peran penjahat, atau Anda merasa takut pulang malam setelah menonton berita kriminal di televisi. Media massa memberikan informasi bahwa gaji Pegawai Negeri akan naik sebesar 30% pada tahun 2006, maka para PNS merasa senang setelah mendengar informasi tersebut. 3. Dampak Konatif/Behavioral Dampak pesan media messsa sampai pada tahap konatif bila pesan-pesan yang disebarkan media massa mendorong Anda untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu. Misalnya setelah Anda menonton tayangan televisi atau membaca berita surat tentang Gempa Tsunami di Aceh Anda kemudian segera mengirimkan bantuan uang dan makanan. Dewasa ini, media massa telah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi khalayak. Contohnya, adalah berbagai jenis buku, majalah, maupun surat 22
kabar yang telah membahas berbagai keterampilan antara lain adanya berbagai kolom/ruang fotografi, keterampilan memasak, dan komputer, dan sebagainya. Dengan demikian, media tersebut dapat dijadikan sebagai media pendidikan.
2.2
Film
2.2.1 Pengertian Menurut Undang-Undang No. 33 tahun 2009 tentang Perfilman, film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan.12 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film merupakan sebuah selaput tipis berbahan seluloid yang digunakan untuk menyimpan gambar negatif.13 Film ditujukan untuk mendorong dialog dalam diri setiap penonton sehingga dapat memperoleh gambaran yang lebih jernih tentang kenyataan yang ada di sekitarnya.14
12
Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 33 tahun 2009 tentang Perfilman. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2008, Hal. 392 14 Ibid. Hal. 31 13
23
2.2.2 Peran Film Film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak, dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum.15
2.2.3 Genre Film Dalam film kita akan mengenal istilah genre atau untuk mudahnya kita biasa menyebutnya jenis atau bentuk sebuah film berdasarkan keseluruhan cerita. Walaupun sebenarnya hal ini bukan dimaksudkan untuk mengkotak-kotakan film, ini digunakan untuk mempermudah penonton menentukan film apa yang akan ia tonton. Genre film ada beberapa macam, contohnya: 16 1. Action-Laga Pada genre ini biasanya untuk film yang bercerita mengenai perjuangan seorang tokoh untuk bertahan hidup. Biasanya dibumbui adegan pertarungan. Jika sutradaranya jeli mengolah film ber-genre action, maka penonton akan seolah-olah mampu merasakan ketegangan yang dialami si tokoh di dalam film.
15 16
McQuail. “Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar”, Jakarta: Erlangga, 1987, Hal. 13 Ibid. Hal. 3
24
2. Comedy-Humor Jenis film comedy adalah film-film yang ceritanya mengandalkan kelucuankelucuan baik dari segi cerita maupun dari segi penokohan. 3. Roman-Drama Film ber-genre roman biasanya banyak disukai penonton karena dianggap sebagai gambaran nyata sebuah kehidupan. Sehingga pada akhirnya penonton dapat ikut merasakan adegan dalam film dikarenakan kesamaan pengalaman hidup antara si tokoh dalam film dan penonton. 4. Mistery-Horor Genre mistery biasa mengetengahkan cerita yang terkadang berada di luar akal umat manusia. Walaupun begitu, genre ini banyak disukai karena pada dasarnya setiap manusia dibekali rasa penasaran akan apa yang berada pada dunia lain di luar dunia manusia. 2.2.4 Jenis-Jenis Film Dibawah ini adalah jenis-jenis film, seperti : 17 1. Film Dokumenter (Documentary Film) Film dokumenter menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan. Namun harus diakui, film dokumenter tak
17
Heru Effendy. “Mari Membuat Film: Panduan Menjadi Produser”, Yogyakarta: Panduan, 2008, Hal. 11
25
pernah lepas dari tujuan penyebaran informasi, pendidikan, dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu. Intinya, film dokumenter tetap berpijak pada hal-hal senyata mungkin. Seiring dengan perjalanan waktu, muncul berbagai aliran film dokumenter misalnya dokudrama (docudrama). Dalam dokudrama, terjadi reduksi realita demi tujuan-tujuan estetis, agar gambar dan cerita menjadi lebih menarik. Sekalipun demikian, jarak antara kenyataan dan hasil yang tersaji lewat dokudrama biasanya tak berbeda jauh. Dalam dokudrama, realita tetap jadi pakem pegangan. 2. Film Cerita Pendek (Short Film) Durasi film cerita pendek biasanya di bawah 60 menit. Jenis film ini banyak dihasilkan oleh para mahasiswa jurusan film atau orang/kelompok yang menyukai dunia film dan ingin berlatih membuat film dengan baik. Sekalipun demikian, ada juga yang memang mengkhususkan diri untuk memproduksi film pendek, umumnya hasil produksi ini dipasok ke rumahrumah produksi atau saluran televisi. 3. Film Cerita Panjang (Feature-Length Film) Film dengan durasi lebih dari 60 menit lazimnya berdurasi 90-100 menit. Film yang diputar di bioskop umumnya termasuk dalam kelompok ini. Bahkan ada beberapa film yang berdurasi lebih dari 120 menit.
26
4. Film-Film Jenis Lain a. Profil Perusahaan (Corporate Profile) Film ini diproduksi untuk kepentingan institusi tertentu berkaitan dengan kegiatan yang mereka lakukan. b. Iklan Televisi (TV Commercial) Film ini diproduksi untuk kepentingan penyebaran informasi, baik tentang produk (iklan produk) maupun layanan masyarakat (iklan layanan masyarakat atau public service announcement/ PSA). c. Program Televisi (TV Program) Program ini diproduksi untuk konsumsi pemirsa televisi. Secara umum, program televisi dibagi menjadi dua jenis yakni cerita dan noncerita. Jenis cerita terbagi menjadi dua kelompok yakni kelompok fiksi dan kelompok non-fiksi. Kelompok fiksi memproduksi film serial (TV series), film televisi/FTV, dan film cerita pendek. Kelompok nonfiksi menggarap aneka program pendidikan, film dokumenter atau profil tokoh dari daerah tertentu. Sedangkan program non-cerita sendiri menggarap variety show, TV quiz, talkshow, dan liputan/berita. d. Video Klip (Music Video) Sejatinya video klip adalah sarana bagi para produser musik untuk memasarkan produknya lewat medium televisi.
27
2.3
Optimisme Optimisme secara umum berarti selalu percaya diri dan berpandangan atau
berpengharapan baik dalam segala hal.18 Optimisme juga berarti sebagai suatu pandangan yang oleh ahli psikologi disebut dengan pendayagunaan diri, keyakinan bahwa orang mempunyai penguasaan akan peristiwa-peristiwa dalam hidupnya dan dapat menghadapi tantangan sewaktu-waktu tantangan itu muncul, optimis cenderung dengan harapan. Albert Bandura, seorang ahli psikologi Stanford yang telah banyak melakukan penelitian tentang pendayagunaan diri, merangkumnya sebagai berikut: “Keyakinan seseorang akan kemampuannya berpengaruh besar terhadap kemampuan itu. Kemampuan bukanlah sesuatu yang telah terpatok mati, ada keragaman besar pada bagaimana kinerja seseorang. Orang yang memiliki pendayagunaan diri, akan bangkit kembali dari kegagalan, mereka melakukan pendekatan pada semua hal dengan kerangka pikir bagaimana menangani hal tersebut, bukannya merisaukan apa yang mungkin tidak beres”. 19 Optimisme memiliki dua pengertian. Pertama, optimisme adalah doktrin hidup yang mengajari kita untuk meyakini adanya kehidupan yang lebih baik buat kita (punya harapan). Kedua, optimism berarti kecenderungan batin untuk merencanakan aksi, peristiwa, atau hasil yang lebih baik. Sedangkan, optimis adalah sebuah keyakinan (dengan alasan yang dimilikinya) bahwa ada kehidupan yang lebih baik dari hari esok. Sehingga jika digabungkan optimisme dan optimis berarti
18 19
Ahamad Mulana, dkk. “Kamus Ilmiah Populer Lengakap”, Yogyakarta: Absolut, 2008, Hal. 363 Daniel Goleman. “Emotional Inteligence”, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 1995, Hal. 126
28
menjalankan apa yang kita yakini atau apa yang kita butuhkan oleh harapan kita dan meyakini adanya kehidupan yang lebih baik dan keyakinan itu kita gunakan untuk menjalankan aksi yang lebih bagus untuk memperoleh hasil yang sempurna.20 Optimisme atau yang sering disebut dengan percaya diri ini menurut Seligman berarti kerangka berpikir seseorang, bagaimana orang tersebut memandang keberhasilan dan kegagalan mereka.21 Menurut Synder dalam buku Emotional Intelligence yang ditulis oleh Daniel Goleman, disebutkan bahwa ciri-ciri orang yang memiliki sikap optimis adalah: a. Memiliki pengharapan yang tinggi (tidak mudah putus asa) b. Mampu memotivasi diri c. Merasa cukup banyak akal untuk menemukan cara meraih tujuan d. Memiliki kepercayaan diri yang tinggi e. Tidak bersikap pasrah f. Cukup luwes dalam menemukan alternatif cara agar tujuan tetap tercapai g. Memandang sesuatu kegagalan sebagai hal yang bisa diubah, bukan dengan menyalahkan diri sendiri.22
20
AN Ubaedy. “Berkarier di Era Global”, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2008, Hal. 210 Ibid. Hal. 123 22 Ibid. Hal. 122 21
29
2.3.1 Faktor – Faktor Sikap Positif Menjaga sikap positif merupakan unsur penting yang tidak diragukan lagi pengaruhnya bagi usaha meraih keberhasilan dan kebahagiaan hidup seseorang. Meskipun memerlukan konsistensi dan waktu yang cukup lama, sikap positif dalam diri tentu saja dapat terus dijaga, dilatih, dan ditingkatkan. Setidaknya ada tiga faktor utama yang memengaruhi sikap positif seseorang, yaitu :23 a. Kualitas spiritual Spiritual disini artinya kemampuan yang bersumber dari keyakinan keimanan atau keyakinan hati nurani terdalam. Contoh dari kualitas spiritual ini adalah kemampuan bersyukur, kemampuan ikhlas, ridha, sabar, mengendalikan emosi dan lain sebagainya. Kekuatan spiritual berpengaruh besar terhadap seseorang dalam melihat sisi positif dari setiap kejadian yang datang. Dengan meningkatkan kualitas spiritualitasnya, seseorang akan mampu mengartikan semua fenomena hidup yang datang kepadanya, menganggapnya sebagai pelajaran berharga, yang dapat membangkitkan nilai lebih dalam dirinya. b. Impian yang besar Memiliki impian yang tinggi menjadikan seseorang bersikap lebih berani, rajin, percaya diri atau intinya lebih positif. Impian yang besar menjadikan seseorang berusaha mengadaptasi sikap mereka menjadi penuh tenggang rasa, jujur, hormat, tegas, inisiatif, berjiwa besar, dan lain sebagainya. Sikap-sikap
23
Eko Jalu Santoso. “Life Balance Ways”, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2010, Hal. 81
30
itu adalah intisari dari sikap positif dalam diri. Impian yang besar dapat menjadikan sikap dan pikiran seseorang menjadi lebih optimis dan positif.24 c. Antusiasme atau Semangat Antusiasme artinya semangat yang membara. Orang yang memiliki antusiasme cenderung memiliki sikap positif dan meraih kemajuan. Semangat dapat terus ditingkatkan dengan mengisi setiap detik waktu dengan kebiasaankebiasaan yang positif dan konstruktif. Kebiasaan-kebiasaan positif itu diataranya mendengar, membaca, berbicara dan bergaul dengan orang yang positif. 25 Optimis sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai energi positif yang akan mengalirkan kekuatan yang sangat dasyat untuk meraih impian. Perilaku optimis yang tinggi akan dapat melahirkan dua belas macam mental positif yang dapat membangun citra dan kekauatan diri yang handal, diantaranya : a. Jarang terkejut di dalam menerima kesulitan b. Berorientasi pada pemecahan masalah c. Memiliki keyakinan untuk menghadapi masa depan d. Memiliki potensi pembaharuan secara teratur e. Meningkatkan pola pikir apresiasi f. Dapat menghentikan pola pikir apresiasi g. Mendayagunakan imajinasi produktif
24 25
Ibid. Hal. 82 Ibid. Hal. 83
31
h. Selalu merasa gembira dan sulit dihinggapi kesedihan i. Memunculkan kemampuan dan mengembangkan dan mengembang luaskan j. Selalu membina dan merawat serta menjaga rasa cinta dan kasih sayang k. Suka bertukar pikiran dan berita baik l. Menerima dengan lapang dada apa-apa yang tidak bisa diubah dengan cepat.26 Berpikir positif atau optimisme adalah kemampuan berpikir individu yang lebih memusatkan perhatian pada segi-segi positif dari keadaan diri sendiri, orang lain, dan masalah yang dihadapi. Menurut Albercht (1890) pada area verbalitas positif mengandung faktor-faktor yang berkaitan dengan berpikir positif, di antaranya:27 a. Harapan yang positif. Dalam hal ini penyampaian suatu hal lebih dipusatkan pada hal yang positif. Misalnya harapan akan sukses, maka subjek akan membicarakan tentang sukses, tentang prestasi, dan tentang kepercayaan diri. b. Afirmasi diri. Berusaha memusatkan perhatian pada kekuatan diri sendiri, melihat diri secara positif dengan dasar pikiran bahwa setiap individu sama berartinya dengan individu lain. c. Pernyataan yang tidak menilai. Suatu pertanyaan yang lebih mengarah pada penggambaran keadaan daripada menilai keadaan, tidak kaku dan fanatik dalam pendapat. Pernyataan ini dimaksudkan sebagai pengganti pada saat seseorang cenderung untuk memberikan pernyataan negatif terhadap suatu hal. 26
Alan Loy MCGinis. “The Power Of Optimism”, San Francisco: Harper & Row, 1993, Hal. 32 Pangkalan Ide. “Imunisasi Mental Untuk Bangkitkan Optimisme”, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2010, Hal. 19 27
32
2.3.2 Sifat Utama Orang Optimis Walaupun sudah banyak dibahas sebelumnya tentang karakter orang optimis, akan tetapi jangan menganggap kalau orang optimis menganggap semua undian bisa dimenangkan. Karena itu namanya bodoh, dan berikut ini adalah tiga ciri khas orang optimis menurut Peg Baim, M.S., N.P., dari Harvard yang bisa kenali dari orangorang dalam lingkup pergaulan, diantaranya:28 a. Dia adalah pemecah masalah yang ulung, yang bisa mengendalikan hidupnya. Jika dia benci pekerjaannya, dia tidak akan menghabiskan dua tahun berikutnya dengan mengeluh. Dia akan mencari karakter lain, membangun network dengan teman-teman dan ikut kursus yang membuatnya bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. b. Dia tidak mengubah masalah. Dia tidak menyalahkan dirinya sendiri. Juga tidak menganggap masalahnya sebagai sesuatu yang kronik atau tidak bisa dipecahkan (cara yang biasanya dilakukan pesimistik klasik). Dia cenderung melihat situasi seperti apa adanya. Sebagai contoh, mungkin dia tidak senang punya bos yang keras dan kejam, tapi dia tahu, jika dia tidak bisa menyesuaikan diri, bos baru itu tidak akan jadi baru, atau mungkin bahkan tak akan lama jadi bosnya. c. Jika terjadi sesuatu yang tak bisa dikendalikannya, dia akan mencari penyebabnya. Jika pacarnya mencampakkannya, atau, katakanlah ada kematian dalam keluarganya, dia akan mengambil cara pendang yang berbeda 28
Ibid. Hal. 65
33
tentang kemarahannya, kesedihannya, atau rasa kehilangannya. Hubungan itu memang gagal, tapi itu merupakan pengalaman hidup yang berharga. Atau dia akan muncul dari kesedihan dengan sikap dan pengertian baru, bahwa betapa berharganya hidup ini.
2.4
Semiotika
2.4.1 Pengertian Semiotika berasal dari bahasa Yunani. “semeion” yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain atas dasar konvensi sosial. Dalam pengertian yang lebih luas, sebagai teori, semiotika berarti studi sistematis mengenai produksi dan interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya, apa manfaatnya terhadap kehidupan manusia.29 Semiotika dalam hal ini berarti berusaha mengkaji karya sastra melalui tanda-tanda yang ada dalam objek penelitian. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampur adukan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal 29
Nyoman Kutha Ratna. “Perspektif Wacana Naratif”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, Hal. 97
34
mana objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.30 Hal yang dirujuk oleh tanda, secara logis, dikenal sebagai referen (objek atau petanda). Ada dua jenis referen: (1) referen konkrit dan (2) referen abstrak. Referen konkrit adalah sesuatu yang dapat ditunjukan hadir didunia nyata, sedangkan referen abstrak bersifat imajiner dan tidak dapat diindikasikan hanya dengan merujuk pada suatu benda.31 Semiotika (tanda) sendiri dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ikon merupakan hubungan tanda dan objek karena serupa, misalnya foto. Indeks merupakan hubungan tanda dan objek karena sebab akibat, seperti mendung dan hujan, asap dan api dan sebagainya. Sedangkan simbol adalah hubungan antara tanda dan objek karena adanya konvensi (kesepakatan). Dalam rangka mencapai efek yang diharapkan, film dibangun atas dasar sistem tanda yang kompleks, seperti gambar, suara, kata-kata, musik, gedung pertunjukan, lokasi, penonton, cara membuatnya dan sebagainya. Kaitannya dengan hal tersebut, penulis lebih cenderung menggunakan analisis simbol dimana dalam sastra, simbol yang terpenting adalah bahasa. Simbol dapat dianalisis melalui suku kata, kalimat, alinea, bab, dan seterusnya, bahkan juga dapat melalui tanda baca dan huruf sebagaimana dikemukakan dalam analisis gaya
30 31
Alex Sobur. “Semiotika Komunikasi”, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004, Hal. 15 Marcel Danesi. “Pesan, Tanda dan Makna”, Yogyakarta: Jalasutra, 2012, Hal. 7
35
bahasa.32 Metode semiotika meliputi baik studi tanda-tanda sinkronik maupun diakronik. Sinkronik merujuk pada studi tanda-tanda pada satu titik waktu tertentu, sedangkan diakronik merujuk pada studi cara-cara tanda berubah, dalam bentuk dan makna.33 Adapun kerangka teori yang digunakan melalui pendekatan semiotika ini adalah teori yang digunakan oleh Abrams atau teori model Abrams, sebuah teori yang mengandung pendekatan kritis terhadap karya sastra, yaitu sebagai berikut : 1) Pendekatan yang menitik beratkan terhadap karya sastra itu sendiri yang disebut dengan pendekatan objektif. Pendekatan ini bertujuan untuk menggali hakikat dari suatu karya sastra, dari berbagai segi yang ada pada karya tersebut sehingga karya tersebut memiliki ciri dan karakteristik sendiri daripada karya orang lain. 2) Pendekatan yang menitikberatkan pada penulis (ekspresi perasaan, pikiran dan pengalaman) yang disebut dengan pendekatan ekspresif. Pendekatan ini berfungsi untuk mengungkapkan jati diri pembuatnya. Tujuan suatu karya sastra dapat dilihat dari pengarangnya seperti latar belakang kehidupan penulisnya, pendidikannya, dan tujuannya membuat karya sastra. 3) Pendekatan yang menitikberatkan kepada semesta (kehidupan) yang disebut dengan pendekatan mimetic.
32 33
Op.cit. Hal. 116 Op.cit. Hal. 12
36
4) Pendekatan yang menitik beratkan terhadap audience (pembaca/pemirsa) untuk mencapai tujuan tertentu yang disebut dengan pendekatan pragmatis.34 2.4.2 Tujuan Analisis Semiotika Analisis semiotika berupaya menemukan makna tanda termasuk hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena sistem tanda sifatnya amat kontekstual dan bergantung pada pengguna tanda tersebut. Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial dimana pengguna tanda tersebut berada.35 Yang dimaksud “tanda” ini sangat luas. Peirce membedakan tanda atas lambang, ikon, dan indeks. Dapat dijelaskan sebagai berikut:36 1. Lambang: suatu tanda dimana hubungan antara tanda dan acuannya merupakan hubungan yang sudah terbentuk secara konvensional. Lambang ini adalah tanda yang dibentuk karena adanya consensus dari para pengguna tanda. 2. Ikon: suatu tanda dimana hubungan antara tanda dan acuannya berupa hubungan kemiripan. Jadi, ikon adalah bentuk tanda yang dalam berbagai bentuk menyerupai objek dari tanda tersebut.
34 Racmat Djoko Pradopo. “Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik dan Penerapannya”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1995, Hal. 140 35 Rachmat Kriyantono. “Teknik Praktis Riset Komunikasi”, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007, Hal. 261 36 Ibid. Hal. 262
37
3. Indeks: suatu tanda dimana hubungan antara tanda dan acuannya timbul karena ada kedekatan eksistensi. Jadi, indeks adalah suatu tanda yang mempunyai hubungan langsung (kausalitas) dengan objeknya.
2.4.3 Model Charles Sanders Peirce Charles Sanders Peirce adalah salah seorang filsuf Amerika yang paling orisinal dan multidimensional. Ia terkenal teori tandanya. Di dalam lingkup semiotika, Peirce sering kali mengulang-ulang bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seseorang. Bagi Pierce, tanda “is something which stands to somebody for something in some respect or capacity”. Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Peirce disebut ground. Konsekuensinya, tanda selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretant.37 Semiotika berangkat dari tiga elemen utama, yang disebut Pierce teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari:38 a. Tanda Adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat diungkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (mempresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Acuan tanda ini disebut objek. 37
Alex Sobur. “Semiotika Komunikasi”, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, Hal. 39 Rachmat Kriyantono. “Teknik Praktis Riset Komunikasi”, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cetakan Kedua, 2007, Hal. 263
38
38
b. Acuan Tanda (Objek) Adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. c. Pengguna Tanda (Interpretant) Konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Yang dikupas teori segitiga, makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi. Hubungan antara tanda, objek, dan interpretant digambarkan sebagai berikut:39 Gambar 1.1 Hubungan Tanda, Objek, dan Interpretant
(Triangle of Meaning) Sign
Interpretant
39
Objek
Ibid. Hal. 263
39