12 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pengertian Komunikasi Komunikasi adalah suatu topik yang amat sering diperbincangkan, bukan
hanya di kalangan ilmuan komunikasi, melainkan juga di kalangan awam, sehingga kata komunikasi itu sendiri memiliki terlalu banyak arti yang berlainan. 1 Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata latin
communis
yang
berarti
“sama”1,
communico2,
communicatio3,
atau
communicare4 yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Akan tetapi definisi-definisi kontemporer menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagi hal-hal tersebut seperti dalam kalimat ”kita berbagi pikiran”, “kita mendiskusikan makna”, dan “kita mengirimkan pesan”. 2 Seperti bidang kelilmuan lainnya, komunikasi-pun memiliki definisi yang beragam. Tetapi semua definisi dari komunikasi tetap memiliki tujuan yang sama, yaitu berupa penyampian pesan, dari komunikator kepada komunikan. Berbicara
1 2
Deddy Mulyana. Op. cit. Hal 41 Ibid. Hal 41-42
13
definisi tentang komunikasi, tidak ada definisi yang benar ataupun yang salah. Seperti juga model atau teori, definisi harus dilihat dari kemanfaatannya untuk menjelaskan fenomena yang didefinisikan dan megevaluasinya. 3 Menurut Harold D. Lasswell “Cara terbaik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? Atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?.4
SOURCE
MESSAGE
CHANNEL
RECEIVER
EFFECT
Gambar 1: Model Komunikasi Laswell
Lahirnya definisi, model, maupun teori baru mengenai komunikasi tidak terlepas dari perkembangan zaman. Komunikasi yang awalnya hanya melibatkan tiga unsur, yaitu komunikator, pesan, juga komunikan, terus mengalami kemajuan dan melibatkan unsur lainnya di dalam proses komunikasi tersebut. 2.2
Konteks Komunikasi Dengan adanya perkembangan juga perbedaan dari definisi, model maupun
teori komunikasi, maka para pakar komunikasi mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteksnya. Konteks dapat diartikan tingkatan, bentuk, situasi, keadaan arena, jenis, cara, dan pertemuan.
3 4
Deddy Mulyana. Op. cit. Hal 42 Ibid. Hal 62
14
Konteks komunikasi adalah indikator yang paling umum digunakan untuk mengklasifikasikan berdasarkan tingkatannya atau jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi. Konteks komunikasi menurut beberapa pakar komunikasi: komunikasi intrapribadi, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi publik, komunikasi organisasi, juga komunikasi massa. 5 2.3
Unsur Komunikasi Berdasarkan definisi Lasswell sebelumnya, dapat diturunkan lima unsur
komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu: 1)
Sumber (source), pengirim (sender), penyandi (encoder), komunikator
(communicator), pembicara (speaker) atau originator. Sumber adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi, perusahaan atau bahkan suatu negara. Kebutuhannya bervariasi, mulai dari sekedar mengucapkan “selamat pagi” untuk memelihara hubungan yang sudah dibangun, menyampaikan informasi, menghibur hingga kebutuhan untuk mengubah ideologi, keyakinan agama dan perilaku pihak lain. 6 2)
Pesan, yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan
merupakan seperangkat simbol verbal dan/atau nonverbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan, atau maksud sumber tadi. Pesan mempunyai tiga komponen: makna,
5 6
Deddy Mulyana. Op. cit. Hal 70 Ibid. Hal 63
15
simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna, dan bentuk atau organisasi pesan. Simbol terpenting adalah kata-kata (bahasa), yang dapat merepresentasikan objek (benda), gagasan, dan perasaan, baik ucapan (percakapan, wawancara, diskusi, ceramah, dan sebagainya) ataupun tulisan (surat, esai, artikel, novel, puisi, pamphlet, dan sebaginya). Kata-kata memungkinkan kita berbagi pikiran dengan orang lain. Pesan juga dapat dirumuskan secara nonverbal, seperti melalui tindakan atau isyarat anggota tubuh (acungan jempol, anggukan kepala, senyuman, tatapan mata, dan sebagainya), juga melalui musik, lukisan, patung, tarian, dan sebagainya. 7 3)
Saluran atau media, yakni alat atau wahana yang digunakan sumber untuk
menyampaikan pesannya kepada penerima. Saluran boleh jadi merujuk pada bentukbentuk pesan yang disampaikan kepada penerima, apakah saluran verbal atau saluran nonverbal. Pada dasarnya saluran komunikasi manusia adalah dua saluran, yakni cahaya dan suara, meskipun kita bisa menggunakan kelima indera kita untuk menerima pesan dari orang lain. Saluran juga dapat berupa penyajian pesan: apakah langsung atau lewat media cetak dan media elektronik. 8 4)
Penerima (receiver), tujuan (destination), komunikate, panyandi balik
(decoder) atau khalayak (audience), pendengar (listener), penafsir (interpreter), yakni orang yang menerima pesan dari sumber. 9 5)
Efek, yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan
tersebut, misalnya penambahan pengetahuan, terhibur, perubahan sikap, perubahan 7
Deddy Mulyana. Op. cit. Hal 63 Ibid. Hal 64 9 Ibid. Hal 64 8
16
keyakinan, perubahan perilaku (misalnya dari tidak bersedia membeli barang ditawarkan hingga akhirnya mau membeli). 10 2.4
Teori Kritis Komunikasi Dalam kajian komunikasi, para ahli kritik umumnya tertarik dengan
bagaimana pesan memperkuat penekanan dalam masyarakat. Meskipun para ahli kritik tertarik pada tindakan sosial, mereka juga fokus pada wacana dan teks-teks yang mempromosikan ideologi-ideologi tertentu, membentuk dan mempertahankan kekuatan, meruntuhkan minat-minat kelompok atau kelas tertentu. Analisis wacana kritis memperhatikan fitur-fitur aktual dalam teks yang memunculkan rangkaian penekanan tersebut, tanpa memisahkan komunikasi dari faktor lain pada keseluruhan sistem kekuatan yang bersifat menekan. 11 Teori kritis sangat luas, sehingga teori-teori tersebut selalu sulit ditempatkan dan dikelompokkan dalam keseluruhan teori komunikasi. Cabang-cabang pokok teori komunikasi kritik: 12 1)
Marxisme Dalam Marxisme, praktik-praktik komunikasi dilihat sebagai hasil dari
tekanan antara kreativitas individu dan desakan sosial pada kreativitas itu. Hanya ketika individu benar-benar bebas mengekspresikan dirinya dengan kejelasan dan 10
Deddy Mulyana. Op. cit. Hal 64 Stephen W Littlejohn dan Karen A. Foss. Teori Komunikasi: Theories of Human Communication. Salemba Humanika. Jakarta: 2009. Hal 69 12 Ibid. Hal 69-71 11
17
alasan, kebebasan akan terjadi. Akan tetapi, bahasa juga menjadi sebuah desakan kepentingan dalam ekspresi individu karena bahasa dari kelas dominan membuatnya sulit bagi kelompok kelas pekerja untuk memahami keadaan mereka dan menemukan cara untuk mencapai emansipasi. 2)
The Fankfurt School Of Critical Theory Frankfurt School adalah cabang kedua dari teori kritik dan faktanya sangat
bertanggung jawab terhadap kemunculan istilah critical theory. Frankfurt School mengacu kepada kelompok filsuf Jerman, sosiolog, dan ekonom- Max Horkheimer, Theodor Adorno, dan Herbert Marcuse adalah anggota-anggota yang paling terkenaldihubungkan dengan Institute for Social Research yang didirikan di Frankfrut pada tahun 1923. Pengikut aliran ini percaya bahwa demi kebutuhan akan integrasi di antara
kajian-khususnya
filosofi,
sosiologi,
ekonomi
dan
sejarah
untuk
mempromosikan filosofi sosial yang luas atau teori kritik yang mampu menawarkan pengujian komprehensif akan kontradiksi dan interkoneksi dalam masyarakat. Frankfurt School merupakan Marxis dalam inspirasinya; pertama, pengikutnya melihat kapitalisme sebagai tahap evolusi perkembangan sosialisme dan kemudian komunisme. Bagaimanapun juga, kegagalan pergerakan pekerja dan kemunculan Fasisme,
mengarahkan
banyak
pengikut
Frankfurt
School
mengabaikan
kepercayaannya akan proletar sebagai agen revolusi karena alasan dan kepintaran mereka.
18
3)
Post- modernisme Post-modernisme dalam pengertian yang paling umum diberi tanda oleh
perpecahan dengan modernitas dan proyek pencerahan. Bertepatan dengan akhir dari masyarakat industri dan munculnya sebuah zaman informasi, dengan produksi barang-barang yang telah diberi jalan untuk memproduksi dan memanipulasi pengetahuan. Bermula pada tahun 1970-an, post-modernisme menolak “elitisme, puritanisme, dan sterilitas” rasional karena pluralisme, relativitas, kebaruan (novelty), kompleksitas, dan kontradiksi. 4)
Kajian Budaya Karya dari tradisi kritik yang dikenal sebagai Cultural Studies selalu
dihubungkan dengan ragam post-modernisme dalam tradisi kritik.Sebagai tradisi yang terlepas dari tradisi, kajian-kajian budaya tampak sebagai cabang penting postmodernisme pada tradisi kritik. Para ahli kajian budaya sama-sama membahas ideologi yang mendominasi sebuah budaya, tetapi memfokuskan pada perubahan sosial dari hal yang menguntungkan di dalam budaya itu sendiri:”untuk mempermudah pergerakan budaya seperti yang telah diperlihatkan dalam kehidupan sosial, hubungan kelompok dan kelas, institusi dan politik, serta ide dan nilai”. Penggabungan antar-ilmu dimulai di Centre for Contemporary Cultural Studies di Birmingham, Inggris tahun 1964. Dengan berfokus pada budaya sebagai penelitian yang umum dan bermanfaat, Institusi ini telah menyediakan susunan
19
subjek dan subkultur untuk kajian akademis yang biasanya dianggap tidak sesuai bagi perhatian akademis. 5)
Post- strukturalisme Post-strukturalisme biasanya dikonsepkan sebagai bagian dari proyek post-
modern karena post-strukturalisme mengolah usaha modern dalam menemukan kebenaran-kebenaran universal, naratif, metode, dan makna yang digunakan untuk mengenal dunia. Awal mula post-strukturalisme dikaitkan pada karya tulis Jaques Derrida tahun 1966 dan inti post-strukturalisme adalah penolakan akan universalisasi makna yang ditentukan oleh desakan-desakan struktural, kondisi-kondisi, dan simbol yang tetap. Penganut post-strukturalisme mengahawatirkan perbedaan di antara orang-orang daripada cerita-cerita besar yang biasa mereka miliki dan perbedaanperbedaan ini berperan dalam kehidupan setiap individu. 6)
Post-kolonialisme Post- kolonialisme mengacu pada kajian “semua kebudayaan dipengaruhi oleh
kekaisaran dari era kolonialisasi sampai hari ini. Inti dari teori post-kolonialisme adalah gagasan yang dikemukakan oleh Edward Said bahwa proses penjajahan menciptakan “kebedaan” yang bertanggung jawab bagi gambaran yang distereotipkan pada populasi bukan kulit putih. Teori Said merupakan proyek kritik dan post-modern yang bukan hanya menggambarkan proses kolonialisasi dan keberadaannya untuk mengintervensi “emancipator political stance”.
20
7)
Kajian Feminis Feminisme didefinisikan secara beragam, mulai dari pergerakan untuk
menyelamatkan hak-hak wanita sampai semua bentuk usaha penekanan. Para ahli feminisme memulainya dengan fokus pada gender dan mencari perbedaan antara seks-sebuah kategori biologis- dan gender-sebuah konstruksi sosial. Mereka telah menguji, mengkritik, dan menentang asumsi, serta mengalami maskulinitas dan feminisitas yang meliputi semua aspek kehidupan , sebagai usaha untuk memperoleh cara-cara yang lebih memberi kebebasan pada wanita dan pria supaya diakui dunia. 2.5
Komunikasi Massa
2.5.1
Pengertian Komunikasi Massa Komunikasi massa adalah pesan-pesan yang dikomunikasikan melalui media
massa pada sejumlah besar orang (John R Bittner, 1980), Bittner mengemukakan bahwa dalam komunikasi massa kita membutuhkan gatekeeper (penapis informasi atau palang pintu) yakni beberapa individu atau kelompok yang bertugas menyampaikan atau mengirimkan infonya dari individu ke individu yang lain melalui media massa yaitu surat kabar, majalah, televisi, radiotape, buku, dan media-media pendukung lainnya. Dalam proses komunikasi massa melibatkan banyak komunikator untuk keberlangsungan proses komunikasi massa tersebut dan juga melalui sistem bermedia dengan jarak fisik yang rendah (artinya jauh). Jadi pengertian komunikasi massa
21
adalah penyebaran pesan dengan menggunakan media yang ditujukan kepada massa yang abstrak yakni sejumlah orang yang tidak tampak oleh si penyampai pesan. Pembaca surat kabar, pendengar radio, penonton televisi dan film tidak tampak oleh si komunikator, maka jelaslah komunikasi massa atau komunikasi melalui media massa sifatnya “satu arah”. 13 Meskipun komunikasi massa bersifat satu arah, tetapi dengan semakin berkembangnya komunikasi, pesan yang disampaikan melalui media massa, tidak hanya sebagai pesan tanpa feedback di dalamnya, justru sebaliknya pesan-pesan yang disampaikan oleh media massa seringkali menimbulkan feedback oleh massa walaupun tidak secara langsung. Kita sering menjumpai berbagai berita yang disampaikan oleh media massa dapat menimbulkan opini di kalangan masyarakat, tidak terkecuali dengan film. Sebagai bagian dari salah satu media massa, opini juga sering kita dengar pada launching sejumlah film baru, dan tidak hanya berupa opini, film juga dapat menimbulkan kontroversi, bahkan ada sejumlah film yang dikecam untuk tidak ditayangkan di bioskop dengan berbagai alasan. 2.5.2
Bentuk-bentuk Komunikasi Massa
Bentuk-bentuk komunikasi massa atau media massa antara lain: 14
13 14
Onong Uchjana Effendy. Dinamika Komunikasi. PT Remaja Rosda Karya. Bandung: 2008. Hal 50 Vera Nawiroh. Pengantar Komunikasi Mass. Renata Pratama Media. Tangerang: 2008. Hal 8
22
1)
Pers cetak, memiliki ciri khas dibanding media massa lainnya. Meskipun
merupakan media cetak namun khalayak yang diterpa bersifat aktif. 2)
Radio merupakan media massa elektronik yang bersifat audio.
3)
Televisi merupakan media massa elektronik yang paling populer dari media
massa lainnya, yaitu bersifat audio visual. 4)
Film bioskop, media ini memiliki fungsi dan sifat mekanik/nonelektronik,
rekreatif, edukatif, persuasif, dan non informatif. 5)
Internet merupakan media baru di mana khalayak dapat memilih sesuka hati
informasi yang mereka sukai. Internet merupakan media massa, meskipun bersifat interaktif. 2.5.3
Teori Kritis Media
Cabang- cabang teori kritis media menurut McQuail: 1)
Marxisme Klasik Di sini media dianggap sebagai alat bantu dari kelas yang dominan dan
sebuah cara untuk para kapitalis menunjukkan ketertarikan mereka dalam menghasilkan keuntungan. Media menyebarkan ideologi dari dorongan yang berkuasa dalam masyarakat dan demikian menindas golongan-golongan tertentu. 2)
Teori Media Ekonomi Politik Isi media merupakan komoditas untuk dijual dipasaran, dan informasi yang
disebarkan diatur oleh apa yang akan diambil oleh pasar. Sistem ini merujuk pada
23
operasi yang konseravatif dan tidak berbahaya, menjadikan jenis program tertentu dan saluran media tertentu dominan dan yang lainnya terpinggirkan. 3)
Frankfurt School Teori ini memandang media sebagai cara untuk membangun budaya,
menempatkan lebih banyak penekanan pemikiran ketimbang pada materi. Dalam cara pikir ini, media menghasilkan dominasi ideologi golongan atas. Hasil ini didapatkan dengan manipulasi media terhadap gambaran dan simbol untuk keuntungan golongan yang dominan. 4)
Teori Hegemoni Hegemoni berasal bahasa Yunani, egemonia yang berarti penguasa atau
pemimpin. Secara ringkas, pengertian hegemoni adalah bentuk penguasaan terhadap kelompok tertentu dengan menggunakan kepemimpinan intelektual dan moral secara konsensus. Artinya, kelompok-kelompok yang terhegemoni menyepakati nilai-nilai ideologis penguasa. Hegemoni merupakan dominasi ideologi palsu atau cara pikir terhadap kondisi sebenarnya. Ideologi tidak disebabkan oleh sistem ekonomi saja, tetapi ditanamkan secara mendalam pada semua kegiatan masyarakat. Jadi ideologi tidak dipaksakan oleh salah satu kelompok kepada yang lain, tetapi bersifat persuasif dan tidak sadar. Ideologi yang dominan menghidupkan minat golongan tertentu atas golongan lain, dan media jelas-jelas memainkan peran yang besar dalam proses ini.
24
5)
Penelitian Budaya Penelitian budaya memandang masyarakat sebagai sebuah bidang persaingan
gagasan. Pada pendekatan ini digunakan penggabungan beberapa pemahaman dari berbagai pemikiran. 2.5.4
Karakterisitik Komunikasi Massa Komunikasi massa mempelajari tentang media massa (pers, radio, film,
televisi) isinya bersifat umum atau terbuka (bukan rahasia atau bukan masalah pribadi). Sehingga mencakup baik komunikasi massa, dengan menggunakan media massa. Dengan kata lain komunikasi massa, menekankan pada isi atau pesan dengan menggunakan media. Jadi singkatnya komunikasi massa adalah proses komunikasi dengan menggunakan atau melalui media massa. Jantung komunikasi massa adalah media. Media adalah orang atau alat yang menyebarluaskan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mereferensikan budaya masyarakat. Karakterisik komunikasi massa adalah sebagai berikut: 1)
Komunikator Terlembaga Komunikator dalam komunikasi massa bukan satu orang, tetapi kumpulan
orang. Artinya gabungan antar berbagai unsur yang bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga. Lembaga yang dimaksud adalah sekelompok orang, pedoman, dan media melakukan suatu kegiatan mengolah, menyimpan, menuangkan ide, gagasan, simbol, lambang menjadi pesan dalam membuat keputusan untuk mencapai suatu
25
kesepakatan dan saling pengertian satu sama lain dengan mengolah pesan itu menjadi suatu informasi. 2)
Pesan Bersifat Umum Komunikasi massa bersifat terbuka, artinya komunikasi massa ditunjukkan
untuk sekelompok orang tertentu. Oleh karenanya, pesan komunikasi massa bersifat umum. Pesan komunikasi massa dapat berupa fakta, peristiwa atau opini. 3)
Komunikasi Anonim dan Heterogen Komunikan pada komunikasi massa bersifat anonim dan heterogen.
Komunikasi massa bersifat anonim yaitu komunikatornya tidak mengenal komunikan karena komunikasinya menggunakan media dan tidak tatap muka. Sedangkan komunikasi massa bersifat heterogen karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda, yang dapat dikelompokkan berdasarkan faktor, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, latar belakang budaya, agama, dan tingkat ekonomi. 4)
Media Massa Menimbulkan Keserempakan Kelebihan komunikasi massa dibandingkan komunikasi lainnya, adalah
jumlah sasaran khalayak atau komunikan yang dicapainya relatif banyak dan tidak terbatas. Bahkan lebih dari itu, komunikan yang banyak tersebut secara serempak pada waktu yang bersamaan memperoleh pesan yang sama pula. 5)
Komunikasi Mengutamakan Isi Ketimbang Hubungan
26
Setiap komunikasi menggunakan unsur isi dan unsur hubungan sekaligus. Pada komunikasi antarpersonal, unsur hubungan sangat penting. Sebaliknya, pada komunikasi massa, yang penting adalah unsur isi. Dalam komunikasi massa, pesan harus disusun sedemikian rupa berdasarkan sistem tertentu dan disesuaikan dengan karakteristik media massa yang akan digunakan. 15 6)
Komunikasi Massa Bersifat Satu Arah Komunikator aktif menyampaikan pesan, komunikan-pun aktif menerima
pesan, namun diantara keduanya tidak dapat melakukan dialog sebagaimana halnya terjadi dalam komunikasi antarpersonal. Dengan demikian, komunikasi massa itu bersifat satu arah. 7)
Stimulasi Alat Indera Terbatas Ciri komunikasi massa lainnya yang dapat dianggap salah satu kelemahannya,
adalah alat indera yang terbatas. Dalam komunikasi massa, stimulasi adalah alat indera tergantung pada jenis media massa. 8)
Umpan Balik Tertunda Komponen umpan balik atau yang sering disebut dengan feedback merupakan
faktor penting dalam bentuk komunikasi apapun. Efektifitas komunikasi seringkali dilihat dari feedback yang disampaikan oleh komunikan. 16
15
Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. PT Simbiosa Rekatama Media. Bandung: Cet II . 2005. Hal 6-12 16 Ibid. Hal 6-12
27
2.5.5
Umpan Balik Komunikasi Massa Dalam proses komunikasi massa dikenal istilah feedback atau umpan balik.
Umpan balik merupakan reaksi (tanggapan) yang diberikan oleh penerima pesan atau komunikan kepada penyampai pesan atau komunikator/sumber. Selain itu, umpan balik juga dapat berupa reaksi yang timbul dari pesan kepada komunikator. Dengan demikian umpan balik yang terjadi dalam proses komunikasi massa dapat diuraikan sebagai berikut: 17 1.
Internal feedback Internal feedback adalah umpan balik yang diterima oleh komunikator bukan
dari komunikan, akan tetapi datang dari pesan itu atau dari komunikator itu sendiri, biasanya terjadi karena kesalahan pesan yang disampaikan oleh komunikator dan si komunikator menyadari dan meminta maaf serta memperbaiki kesalahan tersebut. 2.
Eksternal feedback Eksternal feedback adalah umpan balik yang diterima oleh komunikator dari
komunikan, sifatnya bisa langsung atu tidak langsung. 3.
Representative feedback Sesuai dengan karakteristik komunikasi massa yang komunikannya bersifat
heterogen, maka tidak mudah untuk mengukur umpan balik dari semua komunikan.
17
Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya. Op. cit. Hal 45
28
Karena itu umpan balik yang datang biasanya merupakan representative (wakil) sampel, sehingga walaupun yang ditanggapi hanya satu atau dua komunikan, namun hal tersebut sudah dianggap mewakili sejumlah komunikan lainnya. 4.
Cumulative feedback Cumulative feedback adalah umpan balik yang datang kepada komunikator
dihimpun dahulu dan tidak segera diubah dalam pesan berikutnya, karena komunikator harus mempertimbangkan dahulu untuk dapat membuat kebijaksanaan selanjutnya. 5.
Quantitative feedback Quantitative feedback adalah umpan balik yang datang pada umumnya diukur
dengan jumlah (kuantitas). 6.
Institutionalized feedback Institutionalized feedback adalah umpan balik yang terlambangkan, artinya
umpan balik yang diupayakan oleh lembaga, yang dilakukan dengan cara mendatangi langsung khalayak untuk mengumpulkan pendapatnya, kemudian dianalisis oleh lembaga tersebut. 2.5.6
Fungsi Media Massa Media bukan hanya mekanisme sederhana untuk menyebarkan informasi:
media merupakan organisasi kompleks yang membentuk institusi sosial masyarakat
29
yang penting. Jelasnya, media adalah pemain utama dalam perjuangan ideologis. Sebagian besar teori komunikasi kritis berhubungan dengan media terutama karena kekuatan untuk menyebarkan ideologi yang dominan dan kekuatannya untuk mengungkapkan ideologi alternatif dan ideologi yang bertentangan. Bagi sebagian ahli teori kritis, media merupakan bagian dari sebuah industri budaya yang secara harfiah menciptakan simbol dan gambaran yang dapat menekan kelompok kecil. 18 Media massa memiliki beberapa fungsi, diantaranya: 1.
Menyiarkan informasi (to inform) ,
2.
Mendidik (to educate) ,
3.
Menghibur (to entertain). 19 Kapasitas fungsi dari media massa di atas disesuaikan dengan media massa itu
sendiri. Misalnya pada surat kabar, fungsi pertama akan lebih mendominasi dibandingkan dengan dua fungsi lainnya. Sebaliknya, pada film fungsi yang lebih dominan adalah sebagai media yang menghibur bagi masyarakat. Sedangkan Fungsi media massa menurut Denis McQuail, antara lain: 20 1)
Media merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan
lapangan kerja, barang dan jasa, serta menghidupkan industri lain yang terkait, media juga merupakan industri tersendiri yang memiliki peraturan dan norma-norma yang 18
Stephen W. Littlejhon dan Karen A. Foss.Op. cit. Hal 432 Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya. Op.cit. Hal 54 20 Denis McQuail. Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Erlangga. Jakarta:1994. Hal 70 19
30
menghubungkan institusi tersebut dengan masyarakat dan institusi lainnya. Dilain pihak institusi media diatur oleh masyarakat. 2)
Media massa merupakan sumber kekuatan, alat, kontrol manajemen, dan
inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lain. 3)
Media massa merupakan lokasi/forum yang semakin berperan, untuk
menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang bertaraf nasional maupun internasional. 4)
Media seringkali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan
saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup, dan norma-norma. 5)
Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk
memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif , media menyuguhan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan . Secara umum ada dua jenis fungsi media yang dapat dibedakan, yaitu fungsi utama bagi individu dan fungsi utama media bagi masyarakat. 2.6
Film Dalam Komunikasi Massa Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa audio
visual di belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop,
31
film televisi, dan film video laser setiap minggunya. Di Amerika Serikat dan Kanada lebih dari satu juta tiket film terjual setiap tahunnya (Agee,et.al. 2001:364). 21 Industri film adalah industri yang tidak ada habisnya. Sebagai media massa, film digunakan sebagai media yang merefleksikan realitas, atau bahkan membentuk realitas. Cerita yang ditayangkan lewat film dapat berbentuk fiksi atau non fiksi. Lewat film, informasi dapat dikonsumsi dengan lebih mendalam karena film adalah media audio visual. Media ini banyak digemari banyak orang karena dapat dijadikan sebagai hiburan dan penyalur hobi. Film awalnya hanya dijadikan sebagai media hiburan oleh masyarakat, tetapi seiring dengan perkembangan komunikasi, fungsi film-pun semakin meluas. 2.6.1
Sejarah Film Sejak awal abad ke-19 dilakukan berbagai percobaan untuk menciptakan
sebuah pesawat yang dapat memancarkan gambar yang dapat bergerak. Langkah pertama ke arah sinematografi dilakukan oleh E.Muybridge, seorang petualang Inggris yang berimigrasi ke California padatahun 1849. Awalnya adalah kegemaran bertaruh balapan kuda. Pada tahun 1977, Muybridge menempatkan 12 kamera sepanjang jalur lapangan, dan merentangkan tali-tali menyeberangi jalur. Setiap melewatinya kuda diabadikan oleh satu kamera. Muybridge merealisasikan semua gerakan asli dan memproyeksikannya dengan lentera ajaib. Selama 20 tahun sejak itu, Muybridge meneruskan pengambilan gambar bergerak. Pada tahun 1882 seorang 21
Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya. Op.cit. Hal 134
32
Perancis bernama Etienne Jules Marey, mengambil gambar bergerak dengan satu kamera. Ide ini diambil dari ide Muybridge. Marey membuat sebuah senapan yang dapat menampilkan 12 gambar dalam satu detik. 22 Perkembangan film bergerak dan berlanjut dengan cepat, apalagi setelah penemuan
film
negatif
transparan.
Perkembangan
terus
berlanjut
dengan
ditemukannya mesin-mesin sinema pertama. Pada tahun 1888, Thomas A. Edison menemukan kamera gambar bergerak yang bernama sinematografi. Kemudian tahun 1985 dua bersaudara Perancis, Augustedan Louis Lumiere (dikenal denganLumiere bersaudara), mengembangkan penemuan Edison sehingga ditemukan peralatan yang dapat mengambil gambar bergerak (film), memperbanyak, serta memproyeksikan ke layer (screen play). Penemuan-penemuan terus berkembang, apalagi setelah penemuan Lumiere mengundang banyak peminat produser film karena keberhasilannya menyajikan film yang baik saat itu. Pada awal abad ke-20, produksi film Perancis mempunyai peranan di dunia, bahkan merupakan pembuat film kolosal pertama hasil karya Charles Pathe. Pada Perang Dunia I, banyak sekali indrustri perfilman Eropa dan pasaran internasional mengalami kehancuran, dan memungkinkan perfilman Amerika Serikat mencapai keberhasilan. Ketika perang berakhir, Hollywood mendominasi perfilman dunia. Teknologi perfilmanpun mencapai kesempurnaan, sampai kemudian ditemukan teknologi yang mampu memadukan gambar dan suara (1926-1930), suatu 22
Ensiklopedi Nasional Indonesia. (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1990) Jld V. Hal 308-309
33
penemuan yangmenandakan berakhirnya periode film bisu. Kemudian teknologi film berwarna semakin memacu gairah para masyarakat film. Juga berkembangnya filmfilm untuk siaran televisi dan film-film tiga dimensi. Dalam teknologi suara muncul teknologi dolby stereo yang membuat suara film bermunculan di semua sisi gedung bioskop. 2.6.2
Sejarah Film di Indonesia Dari catatan sejarah perfilman di Indonesia, film pertama yang diputar
berjudul Lady Van Java yang diproduksi di Bandung pada tahun 1926 oleh David. Pada tahun 1927/1928, Krueger Corporation memproduksi film Euis Atjih dan sampai 1930, masyarakat disuguhi film Loetoeng Kasaroeng, Si Conat, dan Pareh Film-film tersebut merupakan film bisu dan diusahakan oleh orang- orang Belanda dan Cina. 23 Film pertama berjudul terang bulan yang dibintangi oleh Roekiah dan R. Mochtar berdasarkan naskah seorang penulis Saerun. Pada saat perang Asia Timur Raya dipenghujung tahun 1941, perusahaan perfilman yang diusahakan oleh orang Belanda dan Cina itu berpindah tangan kepada pemerintah Jepang, di antaranya adalah NV. Multi Film yang diubah namanya menjadi Nippon Eiga Sha .Jepang memanfaatkan film untuk media informasi dan propaganda. Namun tatkala bangsa Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaannya, maka pada tanggal 6 Oktober
23
Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya. Op.cit. Hal 135
34
1945 Nippon Eiga Sha diserahkan secara resmi kepada Pemerintah Republik Indonesia. 24 2.6.3
Pengertian Film Kehadiran film sebagai media komunikasi untuk menyampaikan informasi,
pendidikan dan hiburan adalah salah satu media visual auditif yang mempunyai jangkauan yang sangat luas, mengingat sifatnya yang terbuka, cakupan pemirsanya yang tidak mengenal usia dan meliputi seluruh lapisan masyarakat mulai dari anakanak, remaja, hingga orang dewasa. Luas jangkauan siaran dan cakupan pemirsanya bukan saja menjadikan film sebagai media alat untuk mempengaruhi (to influence) terhadap perkembangan pengetahuan dan tingkat penyerapan pesan-pesan yang disampaikan melalui media ini jauh lebih intensif jika dibandingkan dengan media komunikasi lain. Film dapat dikatakan sebagai suatu penemuan teknologi modern paling spektakuler yang melahirkan berbagai kemungkinan. Pertama,dalam pengertian kimia fisik dan teknik, film berarti selaput halus. Pengertian ini dapat dicontohkan, misalnya pada selaput tipis cat atau pada lapisan tipis yang biasa dipakai untuk melindungi benda-benda seperti dokumen (laminasi). Dalam fotografi dan sinematografi film berarti bahan yang dipakai untuk segala sesuatu yang berkaitan dengan foto. Kedua, film juga mempunyai pengertian paling umum, yaitu untuk menamakan serangkaian gambar yang diambil dari obyek yang bergerak. Gambar obyek itu 24
Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya. Op.cit. Hal 135
35
memperlihatkan suatu serial gerakan atau momen yang berlangsung secara terusmenerus, kemudian diproyeksikan ke dalam sebuah layar dengan memutarnya dalam kecepatan tertentu sehingga menghasilkan sebuah gambar hidup. 25 2.6.4
Fungsi Film Seperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak menonton film terutama adalah
ingin memperoleh hiburan.Akan tetapi dalam film terkandung fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif. Hal inipun sejalan dengan misi perfilman nasional sejak tahun 1979, bahwa selain media hiburan, film nasional dapat digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character building (Effendy, 1981:212). 26 2.6.5
Karakteristik Film
Faktor-faktor yang dapat menunjukkan karakteristik film adalah: 1)
Layar yang luas/ lebar, layar film yang luas telah memberikan keleluasaan
penontonnya untuk melihat adegan-adegan yang disajikan dalam film. 2)
Pengambilan gambar, sebagai konsekuensi layar lebar, maka pengambilan
gambar atau shot dalam film bioskop memungkinkan dari jarak jauh. Shot tersebut bertujuan untuk memberikan kesan artistik. 3)
Konsentrasi penuh, semua mata akan tertuju pada layar, sementara pikiran
perasaan kita tertuju pada alur cerita. 25 26
Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1990). Jld. V. Hal Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya. Op. cit. Hal 136
36
4)
Identifikasi psikologis, pengaruh film terhadap jiwa manusia (penonton) tidak
hanya sewaktu atau selama duduk di gedung bioskop, tetapi terus sampai waktu yang cukup lama. 2.6.6
Genre Film Film dalam batasan sinematografi sepanjang sejarahnya memberikan keluasan
tema bila dilihat dari isi dan sasaran tujuannya. Didalam pedoman pelaksanaan FFI (Festifal Film Indonesia) yang ditetapkanoleh Menteri Penerangan dengan SK 27/A/Kep/Menpen/83 pada tanggal 14Maret 1983 ada beberapa jenis film, diantaranya: 1)
Film dokumenter
2)
Film ilmu pengetahuan/pendidikan
3)
Film kartun
4)
Film yang tidak digolongkan sebagai film cerita
Tetapi hingga saat ini genre film semakin bervariasi, diantaranya adalah: 1)
Drama Tema ini mengangkat aspek-aspek human interest sehingga sasarannya adalah
perasaan penonton untuk meresapi kejadian yang menimpa tokohnya.Tema ini dikaitkan dengan latar belakang kejadiannya, seperti jika kejadian ada di sekitar keluarga maka disebut drama keluarga. 2)
Action
37
Tema ini bisa dikatakan sebagai film yang berisi pertarungan secara fisik antara tokoh baik dan tokoh jahat. 3)
Komedi Film komedi tidak harus dimainkan oleh pelawak, tetapi juga bisa oleh
pemain film biasa dan selalu menawarkan sesuatu yang membuat orang tersenyum atau tertawa. 4)
Tragedi Tema ini menitikberatkan pada nasib manusia, sebuah film dengan akhir
cerita nasib tokoh utama yang selamat dari perampokan, pembunuhan, dan lainnya. 5)
Horor Film horor adalah film yang menawarkan suasana yang menakutkan dan
menyeramkan yang membuat bulu kuduk penonton merinding. Suasana horor bisa dibuat dengan animasi, special effect atau oleh tokoh-tokoh dalam film. 6)
Drama action Drama action menyuguhkan suasan drama dan adegan-adegan “pertengkaran
fisik”. Biasanya film dimulai dengan suasana “drama” setelah itu suasana tegang berupa “pertengkaran-pertengakaran”. 7)
Komedi tragedi Suasana komedi ditonjolkan lebih dahulu kemudian adegan-adegan tragis
tetapi terbungkus dengan suasana komedi. 8)
Komedi Horor
38
Film ini menampilkan film horor yang berkembang, kemudian diplesetkan menjadi komedi. Unsur ketergantungan yang bersifat menakutkan menjadi lunak karena unsur tersebut dikemas dengan adegan komedi. 9)
Parodi Tema ini merupakan duplikasi dari film-film tertentu yang diplesetkan
(disindirkan). Jadi, tema parodi berdimensi duplikasi film yang sudah ada lantas dikomedikan. 10)
Musikal Merupakan jenis film yang diisi dengan lagu-lagu maupun irama melodiuos,
sehingga penyutradaraan, penyuntingan, acting, termasuk dialog, dikonsep sesuai dengan kehadiran lagu-lagu dan irama melodious. 2.7
Representasi Agama Katolik
2.7.1
Representasi Konsep representasi menjadi hal yang penting dalam studi tentang budaya,
representasi menghubungkan makna (arti) dan bahasa dengan kultur. Representasi berarti menggunakan bahasa untuk menyatakan sesuatu yang penuh arti, atau menggambarkan dunia yang penuh arti kepada orang lain. Representasi adalah sebuah bagian yang essensial dari proses dimana makna dihasilkan atau diproduksi dan untuk diubah antara anggota kultur tersebut. Representasi
merupakan
kegunaan
dari
tanda.
Marcel
Danesi
mendefinisikannya sebagai berikut: “Proses merekam ide, pengetahuan atau pesan dalam beberapa cara fisik disebutkan representasi. Ini dapat didefinisikan lebih tepat
39
sebagai kegunaan dari tanda yaitu untuk menyambungkan, melukiskan, meniru sesuatu yang dirasa, dimengerti, diimajinasikan atau dirasakan dalam beberapa bentuk fisik. Dapat dikarakteristikan sebagai proses konstruksi bentuk X untuk menimbulkan perhatian kepada sesuatu yang ada secara material atau konseptual, yaitu Y, atau dalam bentuk spesifik Y, X=Y”. 27 Danesi mencontohkan representasi dengan sebuah konstruksi X yang dapat mewakilkan atau memberikan suatu bentuk kepada suatu materil atau konsep tentang Y. Sebagai contoh misalnya konsep dilarang merokok diwakili atau ditandai melalui gambar sebuah rokok yang diberi tanda silang. Media sebagai suatu teks banyak menebarkan bentuk-bentuk representasi pada isinya. Representasi dalam media menunjuk pada bagaimana seseorang atau suatu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam penderitaan. 28 Chris Baker menjelaskan, representasi adalah tentang bagaimana dunia dikonstruksi dan disajikan secara sosial kepada dan oleh diri kita.S edangkan representasi cultural adalah makna yang memiliki sifat material, mereka tertanam dalam bunyi-bunyi, tulisan-tulisan, benda-benda, gambaran-gambaran, buku-buku, majalah-majalah, dan program-program televisi. 29 2.7.2
Agama Katolik Agama merupakan pengungkapan iman dalam arti luas. Dalam agama, iman
mendapat bentuk yang khas, yang memampukan orang beriman mengkomunikasikan 27
Marcel Danesi. Understanding Media Semiotiks. Arnodl. London: 2002. Hal 3 Eriyanto. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Lkis. Yogyakarta: 2001. Hal 113 29 Chris Barker. Cultural studies: Teori Dan Praktek. Bentang Pustaka. Yogyakarta: 2009. Hal 10 28
40
imannya dengan orang lain, baik yang beriman maupun tidak. Dalam agama orang memperlihatkan sikap hatinya di hadapan Allah. Sikap manusia di hadapan Allah antara lain tampak dalam sikap dan tanggung jawab terhadap alam semesta, yang dirumuskan oleh konsili Vatikan II sebagai berikut: “Bila manusia dengan karya tangannya maupun teknologi mengelola alam, supaya menghasilkan buah dan menjadi kediaman yang layak bagi segenap keluarga manusia, dan bila ia dengan sadar memainkan peranannya dalam kehidupan kelompok-kelompok sosial, ia melaksanakan rencana Allah yang dimaklumkan pada awal mula, yakni menaklukan dunia serta menyempurnakan alam ciptaan, dan mengembangkan dirinya. Sekaligus ia mematuhi perintah Kristus yang mulia untuk mengabdikan diri kepada sesama”. 30 Agama Katolik tampil di tengah dunia dengan klaim bahwa agama itu bisa menyelamatkan dunia, malah bahwa inspirasi dari agama itu secara mutlak dibutuhkan agar dunia dan semua manusia bisa selamat dan sejahtera. Pengertian Kristen berasal dari kata "Kristos" dalam bahasa Yunani yang kemudian menjadi Kristus atau Juruselamat. Kristus adalah gelar yang diberikan kepada Yesus sebagai juruselamat oleh Paulus setelah sepeninggal Yesus. Agama Katolik adalah sebuah kepercayaan yang terhadap sabda Allah, mengakui sabda Allah. Iman diarahkan kepada apa yang ditulis di dalam Torah dan buku para nabi (Kis 24:14;Luk 24:25); begitu juga orang mengimani kata-kata Yesus
30
Konferensi Wali Gereja Indonesia. Iman Katolik Buku Informasi dan Referensi. Kasinius dan Obor (Jakarta Pusat). Yogyakarta: 1996. Hal 158
41
(menurut injil Yohanes) karena ia diutus Allah dan mengungkapkan kata-kata Allah (Yoh 5:38;3:34). 31 Amalorpavadass berpendapat: “Agama Kristen tidak mempunyai identitas lain kecualiRoh Yesus Kristus dan tanda cinta persaudaraan yang dibentuk menurut contoh cinta Kristus, yang malahan rela mati untuk orang-orang lain (Yoh 133:35)”. Yang lain-lain merupakan identitas kultural yang berasal dari masyarakat dan waktu tertentu. 32 Kunci keselamatan dalam perspektif Kristen Katolik ialah kepercayaan total kepada Allah (Paulus; iman/kepercayaan menyelamatkan) dan barang siapa diselamatkan Roh Allah karena kepercayaannya, dia akan menjadi sanggup untuk mencintai atau melayani sesamanya, ia akan bersifat terbuka terhadap sesama tanpa mendirikan tembok-tembok pemisah. 33 2.7.3
Perbedaan ajaran agama Katolik dan Protestan Konsili Vatikan II membedakan antara mereka antara mereka yang
“sepenuhnya dimasukkan ke dalam Serikat Gereja” (LG 14) dan orang beriman lain yang berhubungan dengan Gereja Katolik (LG 15) yang pertama adalah mereka yang mempunyai (a) Roh Kristus, (b) menerima baik seluruh tata-susunan Gereja serta semua upaya keselamatan yang diadakan di dalamnya, dan (c) dalam himpunannya yang kelihatan digabungkan dengan Kristus yang membimbing Gereja melalui Imam Agung (paus) dan para uskup. Gabungan dengan himpunan kemudian dirinci dengan 31
Georg Kirchberger. AllahMenggugat Sebuah Dogmatik Kristiani.Ladero.Maumere : 2012. Hal 37 Ibid. Hal 716 33 Ibid. Hal 716 32
42
ikatan-ikatan, yakni pengakuan iman, sakramen-sakramen, kepemimpinan gerejawi, serta persekutuan (communio). Mereka hanya “berhubungan”, tidak dimasukkan dengan sepenuhnya, karena “tidak mengetahui iman dengan seutuhnya atau tidak memelihara kesatuan persekutuan di bawah pengganti Petrus”. Jadi kekurangan di sini terletak dalam “ikatan-ikatan” yang menggabungkan dengan Gereja: Aatau pengakuan iman tidak utuh atau persekutuan tidak lengkap khususnya berhubungan dengan kepemimpinan Gereja. Mengenai sakramen-sakramen dikatakan: “Banyak ditandai oleh baptis yang menghubungkan mereka dengan Kristen, bahkan mengakui dan menerima sakramensakramen lainnya: banyak pula yang mempunyai uskup-uskup yang merayakan Ekaristi suci”. Mengenai unsur yang paling pokok, yakni “mempunyai Roh Kristus” (lih. RM 8:9), dikatakan “ada sesuatu hubungan sejati dalam hubungan Roh Kudus, yang memang dengan daya pengudus-Nya juga berkarya diantara mereka dengan melimpahkan anugerah-anugerah serta rahmat-rahmat-Nya”. Akhirnya perbedaan menyangkut pertama-tama ikatan lahirlah itu. Perlu diperhatikan bahwa Konsili memang berbicara mengenai “serikat” atau organisasi Gereja. Konsili tidak berbicara mengenai iman, tetapi mengenai pengungkapan iman atau agama. Keduanya memang tidak dapat dipisah-pisahkan yang satu dari yang lain. Pengungkapan yang berbeda berhubungan dengan penghayatan yang berlainlainan. Memang ada perbedaan antara Protestan dan Katolik, yang secara skematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
43
KATOLIK PROTESTAN Tekanan ada pada sakramen dan pada Tekanan ada pada sabda/pewartaan dan segi sakramen (manusia-kelihatan) karya pada keselamatan Allah.
segi
misteri
(transenden-
tersembunyi) karya Allah.
Agama kontemplasi (memandang) dan Agama iman atau mendengarkan dan kultis
yang
mementingkan
kurban profetis,
(Ekaristi). Perasaan,
yang
terpusat
pada
sabda
(khotbah). kesenian,
dan
kehangatan Pengetahuan, ilmu dan ketegasan lebih
cukup dipentingkan.
ditekankan.
Hubungan dengan Gereja menentukan Hubungan dengan Kristus menentukan hubungan dengan Kristus. Gereja secara hakiki
hubungan dengan Gereja. (dari
Kristus) Segala pelayanan gerejawi adalah ciptaan
bersifat hierarkis.
manusia atau tradisi.
Kitab suci dibaca dan dipahami di bawah Setiap orang membaca dan mengartikan pimpinan hierarki.
Kitab suci sendiri.
Perbedaan ini sebenarnya lebih menyangkut penghayatan bahkan perasaan, dari pada ajaran atau rumusan iman. Memang tetap ada perbedaan pendapat mengenai kedudukan dan perana hierarki, rahmat dan ibadat. Pada umumnya protestanisme merasa kurang enak dengan segala sesuatu yang mau menjadi perantara antara manusia dan Allah. Namun diakui pula dalam hal-hal itu secara prinsipial tidak ada yang memisahkan.
44
Perbedaan yang menyangkut sikap dasar, yang sulit dirumuskan dengan kata “Katolik” dan “Protestan” sendiri. Katolik berarti “menyeluruh”. Pada umumnya orang Katolik lebih mementingkan keseluruhan tradisi Gereja. 34 2.7.4
Agama Katolik Dalam Film Soegija
1)
Pastor Pastor berarti gembala. Pastor adalah sebutan untuk seorang imam yang
memimpin suatu paroki; ia disebut pastor kepala, jika ada pastor-pastor pembantu. Dalam arti kata yang luas, imam Katolik lain disapa ‘pastor’ pula. Dalam banyak Negara, pendeta juga disebut pastor. Mulai pada abad ke-4, waktu orang-orang desa mulai menjadi Kristen, para imam yang diutus uskup ke pedelaman untuk berkhotbah, membaptis dan merayakan Misa disebut pastor. Umat setempat memilih calon pastornya yang kemudian diuji dan ditahbiskan oleh uskup. Calon pastor harus diteliti sebelum ditahbiskan dan dan sebaiknya dididik dan diseminari. Ia wajib merayakan Misa untuk umat parokinya, berhak menjadi saksi utama dalam peneguhan perkawinan, wajib mengisi buku pencatatan pembaptisan, penguatan, perkawinan dan kematian. Pastor tidak seharusnya dipindahkan tanpa alasan berat, kalau ia tidak setuju, bdk KHK kan 522 dan 1740-1752. Konsili Vatikan II (U 30) dan KHK kan 519 mengatakan, bahwa pastor adalah gembala sebenarnya dari umat setempat. Ia menunaikan pelayanan pastoralnya, di bawah otoritas uskup diosesan dengan mengambil bagian dalam
34
Konferensi Wali Gereja Indonesia. Op. cit. Hal 356-357
45
jabatannya. Pastor dengan bantuan imam, diakon dan awam menjalankan tugas mengajar, megukuduskan dan memimpin umat yang dipercayakan kepadanya. 35 Pastor sebagai pemimpin harus memperhatikan kepentingan umum dan peraturan demi kepentingan bersama. Sebab itu ia bisa dengan mudah melupakan atau mengabaikan kepentingan mereka yang mempunyai kebutuhan khusus. Karena alasan ini maka diperlukan diakon supaya ia bisa selalu memperingatkan pimpinan dioses atau paroki dan umat pada umumnya akan kepentingan dan kebutuhan kaum pinggiran, yang terlantar, yang istimewa oleh alasan apapun.
2)
Jubah Rohaniwan Jubah adalah pakaian resmi para rohaniwan yang panjangnya sampai mata
kaki, bagian atas badannya menyempit seringkali dikenakan bersama singel atau ikat pinggang. Pada tahun 428, Calestin mengecam pakaian khusus yang panjang sebagai ‘ketololan mode’, yang jangan menjadi lazim dalam Gereja. Bukan pakaian, melainkan cara hiduplah yang harus membedakan antara orang beriman dari orang lain. Jubah sebagai pakaian imam di luar perayaan liturgis baru menjadi lazim pada pertengahan abad ke-19. Para imam di daerah tropika biasanya mengenakan jubah putih, para uskup ungu pada jubah hitam atau putih, kardinal merah lembayung dan paus putih, biarawan khususnya suster-suster berwarna berbeda-beda. Akhir-akhir ini
35
Adolf Heuken SJ. Ensiklopedi Gereja 6. Yayasan Cipta Loka Caraka. Jakarta: 2005. Hal 108-109
46
jubah kurang digunakan di luar upacara resmi, sehingga para rohaniwan/rohaniwati tidak dikenali lagi cara berpakaian dalam pergaulan sehari-hari. 36 3)
Pentahbisan
Dalam masa lampau sakramen tahbisan, yang dulu sering disebut “Sakramen Imamat”, terlampau dibatasi pada tugas dalam Ekaristi. Dikatakan bahwa dengan tahbisan, imam diberi kuasa membuat roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus, mempersembahkan kurban Kristus kepada Allah, dan untuk memberi absolusi dalam “Sakramen Tobat”. Ini kurang tepat sakramen tahbisan itu “Sakramen Wisuda”. Dengan tahbisan seseorang menjadi pemimpin dalam Gereja, bukan hanya dalam peryaan Ekaristi atau dalam pelayanan sakramen lainnya, melainkan dalam seluruh kehidupan dan kegiatan Gereja (temasuk tentu juga sakramen-sakramen). Dengan sakramen tahbisan orang diangkat untuk mengembalakan Gereja dengan sabda dan rahmat Allah” (LG 11).
Dalam kata Arab tahbis berarti membuat wasiat/hibah dan dalam bahasa Indonesia mendapat arti memberkati/menyucikan untuk keperluan keagamaan. Kata ini digunakan untuk menerjemahkan kata Belanda widjing (pemberkatan) dan kata Latin (Inggris) ordination (n), yaitu ordinare (= mengatur, menggolongkan, mengangkat pada jabatan). Dalam teologi dan KHK kan 1088 dan seterusnya, sakramen
tahbisan
disebut
sacramentum
ordinis,
artinya
sakramen
yang
menggolongkan orang tersebut dalam umat orang beriman yang menjalankan 36
Adolf Heuken SJ. Ensiklopedi Gereja 3. Yayasan Cipta Loka Caraka. Jakarta: 2005. Hal 207
47
pelayanan
terhadap
umat
atau
sakramen
yang
menyanggupkan
orang
menyelenggarakan pelayanan dengan wewenang tersebut (bdk G11). 37
Seperti dalam banyak sakramen lain, begitu juga upacara sakramen tahbisan tidak ditentukan dalam Kitab Suci. Dalam Kis 13:2-3 diceritakan bahwa Barnabas dan Paulus ditumpangi tangan, lalu diutus oleh jemaat sebagai pewarta Injil. Penumpangan tangan merupakan tanda berkat, dan mungkin juga penyerahan kuasa (lihat juga Kis 20:28; 1Tim 4:14; 5:22; 2Tim 1:6). Tetapi tidak jelas adakah itu dimaksudkan sebagai upacara sakramen tahbisan, yang baru ditetapkan pada pertengahan abad ke-3. Sejak itu ini pokok upacara penahbisan ialah penumpangan tangan disertai doa. 38
Tahbisan uskup bersifat sakramental dan hanya dapat diberi kepada orang yang ditahbiskan
imam. Maka dengan tahbisan ini imamatnya mencapai bentuknya
yang penuh dan lengkap (G 21). Dengan ditahbis uskup (orang-orang yang diangkat menjadi anggota Dewan Uskup bertanggung jawab atas seluruh Gereja). Oleh karena itu menurut Hukum Kanonik Ritus Latin, uskup-uskup hanya boleh menahbis seseorang imam menjadi uskup dengan mandate Paus (KHK kan 1013). Berkat tahbisannya uskup dapat menahbis diakon, imam dan uskup, menerimakan sakramen penguatan dan menerima Yurisdkisi untuk mengembalakan Partikular. 39
37
Adolf Heuken SJ. Ensiklopedi Gereja 8. Yayasan Cipta Loka Caraka. Jakarta: 2005. Hal 178 Konferensi Wali Gereja Indonesia. Op. cit. Hal 443 39 Adolf Heuken SJ.Op . cit. Hal 182-183 38
48
4)
Cincin Uskup Terbuat dari emas dengan batu permata. Asal mulanya sebagai cincin stempel
dianugerahkan sebagai uskup waktu ditahbiskan. Ia melambangkan penyatuan dengan Gereja setempat. Dulu waktu menyalami seorang uskup, cincinya dicium orang sambil berlutut satu kaki. Paus mengenakan cincin nelayan. 40 Cincin uskup juga merupakan salah satu dari beberapa tanda wewenang khusus yang merupakan ciri khas jabatan uskup. Di masa lampau, diadakan pembedaan antara cincin kepausan (yang bertahtakan batu permata, menurut tradisi batu amethyst berwarna ungu/lembayung) dan cincin uskup (yang di atasnya terukir lambang keuskupannya atau gambar lain). 5)
Berkat Perdana Uskup
Berkat adalah karunia Tuhan yang mendatangkan keselamatan kepada orang. Berkat yang diberikan oleh seseorang merupakan suatu permohonan, supaya Tuhan berkenan memberikan karunia-Nya kepada orang-orang yang diberkati itu. Tuhan memberkati manusia sejak semula (Kej 1, 28) supaya berlipat ganda. 41
Kini setiap perayaan liturgi hendaknya diakhiri dengan berkat yang diberikan oleh imam sambil membuat satu kali kalau uskup: tiga kali (tanda salib atas umat). Pemimpin upacara yang bukan imam membuat tanda salib pada diri sendiri atau mengucapkan berkat sambil merentangkan tangan ke arah umat. Tersedia sejumlah
40 41
Adolf Heuken SJ. Ensiklopedi Gereja 2. Yayasan Cipta Loka Caraka. Jakarta: 2005. Hal 16 Adolf Heuken SJ. Ensiklopedi Gereja 1. Yayasan Cipta Loka Caraka. Jakarta: 2005. Hal 191
49
rumus khusus untuk berkat meriah yang dinyanyikan/didoakan imam sambil merentangkan tangan ke arah umat. Bila seorang uskup memberi berkat pontifikal, ia memakai mitra serta memegang tongkat dengan tangan kiri. Pada akhir pujian imam memberi berkat Sakramen Maha Kudus sambil memberkati umat dengan monstrans.
6)
Uskup
Uskup (dari epsikopos = pengawas; Yun.) dalam arti tertentu adalah pengganti para Rasul yaitu dalam tugas pewartaan injil, menerimakan sakramensakramen dan membimbing umat beriman supaya mengamalkan sabda Ilahi (Mt 28, 19). Untuk menjalankan fungsi itu mereka menerima Roh Kudus (Yo. 21, 22 dlsbnya.Kis.Ras. 1, 8; 2, 2 dstr). Tugas para Rasul perlu diteruskan dan oleh karena itu diangkat pria-pria yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan umat Allah (Kis. RAS 20, 28).
Para uskup ditahbiskan menerima imamat jabatan secara penuh untuk melaksanakan tugas gembala, imam dan pengajar demi umat. Tahbisan itu dilaksanakan oleh tiga uskup untuk memperlihatkan bahwa uskup baru termasuk ‘Collegium Epsicoporum’ atau dewan para uskup yang di bawah uskup dari Roma menjaga ikatan persatuan, cinta dan damai dalam Gereja seluruhnya. Setiap uskup ikut memikul tanggung jawab supaya Injil diwartakan di seluruh dunia. Keseluruhan para uskup bersama Paus tidak dapat mengajar dogma atau kesusilaan yang salah. Secara resmi wewenang itu dilaksanakan dalam konsili. Keseluruhan para uskup
50
diwakili oleh sinode sedunia yang besidang setiap empat tahun. Menurut hukum Gereja setiap uskup ‘iure duvino’ (menurut penetapan Ilahi) adalah pemimpin Gereja setempat; ia kadang dipilih, kadang-kadang menurut kebiasaan ditentukan oleh Paus. uskup biasanya menerimakan sakramen imamat dan penguatan. Bila merayakan liturgi secara pontifikal, seorang uskup menggunakan mitra dan tongkat kegembalaan. 42
Uskup juga sering disebut sebagai pengganti para Rasul. Perutusan ilahi, yang dipercayakan oleh Kristus akan berlangsung sampai akhir zaman (lih. Mat 28:20). Sebab Injil yang harus mereka wartakan, bagi Gereja merupakan azas seluruh kehidupan untuk selamanya. Maka dari itu dalam himpunan yang tersusun secara hierarkis itu para Rasul telah berusaha mengangkat para pengganti mereka. 43
Uskup selaku pengganti para Rasul menerima putusan untuk mengajar semua bangsa dan mewartakan Injil kepada segenap makhluk, supaya semua orang, karena iman, baptis dan pelaksanaan perintah-perintah memperoleh keselamatan (lih Mat 28:18-20); Mrk 16:15-16; Kis 26:17 dsl). Untuk menunaikan perutusan itu, Kristus Tuhan menjanjikan Roh menjadi saksi-saksi-Nya hingga ke ujung bumi, di hadapan kaum kafir, para bangsa dan raja-raja (lih. Kis 1:8; 2:1 dsl; 9-15). Adapun tugas yang diserahkan kepada para gembala umat-Nya itu, sungguh-sungguh merupakan pengabdian, yang dalam Kitab suci dengan tepat disebut diakonia atau pelayan. 42 43
Adolf Heuken SJ. Ensiklopedi Gereja 9. Yayasan Cipta Loka Caraka. Jakarta: 2005 . Hal 62 Hardawiryana. R. Dokumen Konsili Vatikan II. Griya Obor. Jakarta: 1993. Hal 92
51
Para uskup menerima misi kanonik menurut adat-kebiasaan yang sah, yang tidak dicabut oleh kuasa tertinggi dan universal Gereja, atau sesuai dengan hukum yang oleh itu juga ditetapkan atau diakui, atau secara langsung oleh pengganti Petrus sendiri. Bila beliau tidak setuju atau tidak menerima mereka ke dalam persekutuan apostolik, para uskup tidak dapat diterima dalam jabatan itu. 44
Masing-masing uskup, yang mengetuai Gereja khusus, menjalankan kepemimpinan pastoralnya terhadap umat Allah yang dipercayakan kepadanya, bukan terhadap Gereja-Gereja lain atau Gereja semesta. Tetapi sebagai anggota dewan para Uskup dan pengganti para Rasul yang sah mereka masing-masing atas penetapan dan perintah Kristus wajib menaruh perhatian terhadap seluruh Gereja.Meskipun perhatian itu tidak ditunjukkan melalui tindakan menurut wewenang hukumnya, namun sangat bermanfaat bagi seluruh Gereja. 45
7)
Gereja
Gereja bukanlah “kerangka” karya Roh Kudus, melainkan boleh disebut “hasil” karya Roh itu, yang hanya dapat dimengerti dalam kerangka dan proses karya keselamatan Allah. Sejarah Gereja sudah mulai dengan perjanjian lama, ketika Tuhan mengumpulkan
44 45
umat
Israel
Adolf Heuken SJ. Op. cit. Hal 101 Hardawiryana. R. Op. cit. Hal 98
dan
membuatnya
menjadi
bangsa-Nya
yang
52
terpilih.Langkah-langkah yang lebih jelas ke arah pembentukan Gereja adalah kedatangan Yesus dan penampilan-Nya di tengah-tengah bangsa Israel. 46
Sebutan Gereja (dari bahasa Portugis: igredja, yang berasal dari Yunani: ekklesia = kumpulan, kaum, golongan) digunakan untuk gedung ibadat dan untuk umat-umat Kristen. Pandangan Gereja didirikan untuk melangsungkan karya Kristus dan dengan pelayanan sabda dan sakramen membimbing manusia kepada keselamatan yang abadi, sedangkan Negara diadakan oleh para warganya untuk memajukan kesejahteraan duniawi mereka bersama.
Gereja juga dapat diartikan kandang, dan satu-satunya pintunya yang harus dilalui ialah Kristus (lih Yoh 10:1-10). Gereja juga kawanan, yang seperti dulu telah difirmankan akan digembalakan oleh Allah sendiri (lih Yes 40:11 : Yeh 34:11 dsl). Domba-dombanya, meskipun dipimpin oleh gembala-gembala manusiawi namun tiada hentinya dibimbing dan dipelihara oleh Kristus sendiri, Sang gembala baik dan pemimpin para gembala (bdk Yoh 10:11; 1Ptr 5:4), yang telah merelakan hidup-Nya demi domba-domba (lih Yoh 10: 11-15). 47
Istilah lain untuk sebutan Gereja adalah tanaman atau ladang Allah, bangunan Allah (rumah Allah, tempat tinggal keluarga-Nya, kediaman Allah dalam Roh, kemah Allah di tengah manusia, dan terutama kenisah kudus), juga “Yerusalem yang turun dari atas” dan “bunda kita”, dan dilukiskan sebagai mempelai nirmala bagi 46 47
Konferensi Wali Gereja Indonesia. Op. cit. Hal 330-331 Konferensi Wali Gereja Indonesia. Op. cit. Hal 69
53
anakdomba yang tak bernoda. Kristus mengasihinya dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk mengkuduskannya.
Asal Gereja tidak terletak pada niat atau satu amanat konkret dari Yesus pada masa sebelum Paskah, melainkan terletak “dalam peristiwa Yesus Kristus” seluruhnya, dalam keseluruhan karya Allah dalam diri Yesus Kristus, dari kelahiran, pewartaan dan karya pelayanan-Nya, pemilihan dan pengutusan para pengikut hingga kematian, kebangkitan dan pencurahan Roh Kudus ke atas saksi-saksi kebangkitan. 48
8)
Tanda Salib Tanda salib dibuat atas orang maupun atas benda dengan seluruh tangan
(tanda salib besar) maupun dengan ibu jari (tanda salib kecil, misal pada awal pembacaan Injil waktu Misa). Pemercikan dengan air suci berbentuk salib dengan air suci atas diri sendiri sangat biasa. Tanda salib dapat dipandang sebagai suatu sakramentali atau lambang iman akan penebusan dalam Kristus dan akan Allah Tritunggal. Sebab, wafat Kristus disalib menjadi sumber semua berkat.Atas kekuatan salib itu kita terlindung dari serangan musuh jahat dan menerima rahmat Allah. Salib Yesus itu dapat menyelamatkan, karena pada salib itu menjadi jelas siapa Allah dan siapa manusia. Salib Yesus merupakan suatu gugatan Allah yang sangat nyata. Manusia yang mapan digoncangkan oleh warta Yesus sampai mereka berusaha untuk membinasakan Dia dengan hukuman mati di salib. Tetapi Allah menggunggat terus, Ia tidak mundur dan justru menjadikan salib itu tanda yang jelas 48
Georg Kirchberger. Op. cit. Hal 380
54
tentang sikap manusia yang patut digugat dan tentang sikap Allah sendiri yang rela memberikan diri-Nya, sehingga dalam tanda yang menggugat itu sekaligus nyata Allah yang merangkul, yang ingin memberikan hidup, yang sungguh dapat diandalkan, dapat dipercayai, agar manusia dapat tinggalkan cara yang lama, berusaha untuk menjamin hidup dan mencuri hidup dari orang lain dan bisa mulai hidup baru yang yakin memiliki sumber hidup yang limpah dalam Kristus yang tersalib itu dan karena itu membagikan hidup kepada orang lain, bisa membentuk persekutuan dalam solidaritas dengan orang lain. 49 9)
Yesus dan Maria Kisah kelahiran Yesus diceritakan secara paling lengkap di dalam Injil Lukas
(bab 1-2). Matius (bab 1-2) juga mengisahkan masa kanak-kanak Yesus, tetapi dengan lebih berupusat pada St.Yusuf. Di sana dibicarakan kebingungan Yusuf, ketika menyadari bahwa Maria mengandung; sementara kelahiran Yesus sendiri tidak direncakanakan. Dalam cerita mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi sesudah kelahiran Yesus ada perebedaan antara Lukas dan Matius. Lukas menyebut kedatangan para gembala (Luk 2:8-20); penyunatan dan penyerahan Yesus di kenisah (Luk 2:21-40) dan Yesus yang pada umur dua belas tahun tinggal di kenisah (Luk 2:41-52). Sedangkan Matius menceritakan kunjungan para sarjana dari Timur (Mat 2:1-12), pengungsian ke Mesir (Mat 2:13-15. 19-23), dan pembunuhan kanak-kanak di Bethlehem (Mat 2:16-18).
49
Georg Kirchberger. Op. cit. Hal 383
55
Mat 1-2 dan Luk 1-2 mempunyai ciri-ciri sendiri. Keduanya tidak bermaksud memberikan informasi baru, melainkan menerangkan (dalam bentuk cerita) misteri Kristus sebagai manusia yang adalah anak Allah. Hal itu sudah kelihatan dari fakta bahwa Mat 1-2 dan Luk 1-2 baru ditulis lebih kemudian (Markus, sebagai Injil paling tua, tidak mempunyai kisah kanak-kanak Yesus; sedangkan Yohanes mempunyai suatu uraian lebih “teoritis” mengenai misteri pribadi Yesus pada awal Injilnya). Gereja pada waktu itu tidak hanya bertanya siapa Yesus, melainkan juga darimana Ia datang dan bagaiman semua itu terjadi. 50 Kata Ibrani Mesias dan terjemahan Yunaninya Kristus berarti “Yang Diurapi”. Dalam pandangan umat Kristen Yesus sebagai orang yang dipilih Allah dan dikhususkan untuk tugas yang diserahkan Allah, raja diberikan gelar putra Allah. Ia dipandang sebagai anak angkat Allah yang selanjutnya dalam menjalankan tugasnya sebagai raja bertindak atas nama Allah. Dalam Injil Yohanes, Yesus tetap raja (Putra Allah), tetapi Ia menjadi Raja Kebenaran (Yoh 18:37). Dengan memberikan kesaksian tentang kebenaran (menyatakan realitas ilahi), Yesus menjalankan fungsi-Nya sebagai raja masehi, khususnya fungsi mengadili. Karena dengan kesaksian -Nya itu Putra membinasakan pekerjaan setan, si pembohong dan pembunuh.
Yesus berbeda dengan Allah. Allah disebut “Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus” (2Kor 1:3; Ef 1:3; 1 Ptr 1:3). Itu berarti bahwa Ia “Allah Tuhan Yesus
50
Konferensi Wali Gereja Indonesia. Op. cit. Hal 226
56
Kristus, yaitu Bapa yang mulia” (Ef 1:17), sebab Allah itu esa dan esa pula pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus” (1Tim 2:5). Tetapi justru karena Dia pengantara, ia berhubungan dengan kedua-duanya sebab “seseorang pengantara tidak mewakili satu pihak saja, sedangkan Allah adalah satu” (Gal 3:20). 51
Dalam Injil Yohanes sudah mulai menjadi jelas bahwa Yesus tidak hanya menjalankan fungsi Putra Allah, tetapi merupakan Putra Allah, bahwa Ia tidak hanya mewahyukan Bapa, tetapi juga rahasia diri-Nya sendiri. Maria adalah ibu Yesus. Ia mengandung sebagai perawan. Santo Yosef menikahi Maria yang sedang hamil, dan menjadi ayah legal bagi Yesus. Yesus diturunkan dari sorga, dan Ia menjadi daging oleh Roh Kudus dari perawan Maria, misteri Ilahi keselamatan itu diwahyukan kepada kita dan tetap berlangsung dalam Gereja, yang oleh Tuhan dijadikan Tubuh-Nya. Disitu kaum beriman, dalam persatuan Kristus Kepala, dan dalam persekutuan dengan semua para Kudus-Nya, wajib pula merayakan kenangan “pertama-tama Maria yang mulia dan tetap perawan, Bunda Allah serta Tuhan kita Yesus Kristus”. Karena keistimewaan inilah maka Maria patut dihormati secara khusus oleh Gereja, lebih dari segala malaikat dan orang kudus yang lain. Tetapi ibadat kepada perawan Maria merupakan suatu penghormatan sebagimana diberikan kepada orang kudus lain, Maria hanya menduduki tempat pertama dan terhormat di antara orang-orang kudus yang dihormati sebagai teladan
51
Konforensi Wali Gereja Indonesia. Op. cit. hal 247-248
57
luhur. Sedangkan penghormatan kepada Bunda Maria secara kualitatif berbeda dari penyembahan yang hanya bisa diberikan kepada Allah sendiri. Penghormatan kepada Santa Maria bisa dilaksanakan dalam bentuk yang berbeda-beda, sesuai dengan kondisi zaman dan tempat; dan penghormatan itu dilaksanakan secara tepat dan benar, bila hal itu mengantar orang beriman kepada Kristus, sehingga ia “dikenal, dicintai, dan dimuliakan dengan tepat, serta perintahNya ditaati”. 52 Berkat rahmat Allah Maria telah diangkat di bawah Puteranya, di atas semua malaikat dan manusia, sebagai Bunda Allah yang tersuci, yang hadir pada misterimisteri Kristus; dan tepatlah bahwa ia dihormati oleh Gereja dengan kebaktian yang istimewa. Memang sejak zaman kuno Santa perawan dihormati dengan gelar “Bunda Allah”; dan dalam segala bahaya serta kebutuhan mereka umat beriman sambil berdoa mencari perlindungannya. Terutama sejak konsili di Efesus kebaktian umat Allah terhadap Maria meningkat secara mengagumkan, dalam penghormatan serta cinta kasih, dengan menyerukan namanya dan mencontoh teladannya, menurut ungkapan profetisnya: “Segala keturunan akan menyebutku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan karya-karya besar padaku“ ( Luk 1:48). 53
10) 52 53
Allah Tritunggal
Georg Kirchberger. Op.cit. Hal 437 Hardawiryana. R. Op. cit. Hal 157
58
Dalam terang iman akan Allah Tritunggal, ketunggalan Allah bukanlah ketunggalan dari prinsip yang tunggal, melainkan kesatuan yang merupakan persekutuan antara Pribadi-Pribadi Ilahi. Mereka hidup dalam persekutuan yang penuh di antara mereka; keunikan seorang Pribadi tak pernah menjadi alasan untuk memberi kepada tempat yang lebih tinggi dari yang lain. Persekutuan yang sempurna ini, perikhoresis yang sempurna satu di dalam yang lain, satu dari yang lain, satu untuk yang lain, satu dengan yang lain, menghapuskan figur seorang penguasa tunggal alam semesta yang sepi sendirian; menghancurkan dasar bagi terbentuknya ideologisasi kekuasaan totaliter. Persekutuan manusiawi antara saudara dan saudari, yang lahir dari hubungan yang penuh persaudaraan, di mana setiap orang mendapat tempat dan mengambil bagian di dalamnya, dapat merupakan simbol hidup bagi Trinitas dan-lebih penting lagi-dapat lahir dari penghayatan iman akan Allah Tritunggal. 54
Berikut ini adalah Dogma tentang Tritunggal Maha Kudus menurut Katekismus Gereja Katolik, yang telah berakar dari zaman jemaat awal:
1.
Tritunggal adalah Allah yang satu. Pribadi ini tidak membagi-bagi ke-Allahan
seolah masing-masing menjadi sepertiga, namun mereka adalah ‘sepenuhnya dan seluruhnya’. Bapa adalah yang sama seperti Putera, Putera yang sama seperti Bapa; dan Bapa dan Putera adalah yang sama seperti Roh Kudus, yaitu satu Allah dengan kodrat yang sama. Karena kesatuan ini, maka Bapa seluruhnya ada di dalam Putera, 54
Georg Kirchberger. Op. cit. Hal 208
59
seluruhnya ada dalam Roh Kudus; Putera seluruhnya ada di dalam Bapa, dan seluruhnya ada dalam Roh Kudus; Roh Kudus ada seluruhnya di dalam Bapa, dan seluruhnya di dalam Putera. 2.
Ketiga Pribadi ini berbeda secara real satu sama lain, yaitu di dalam
halhubungan asalnya: yaitu Allah Bapa yang ‘melahirkan’, Allah Putera yang dilahirkan, Roh Kudus yang dihembuskan. 3.
Ketiga Pribadi ini berhubungan satu dengan yang lainnya. Perbedaan dalam
hal asal tersebut tidak membagi kesatuan ilahi, namun malah menunjukkan hubungan timbal balik antar Pribadi Allah tersebut. Bapa dihubungkan dengan Putera, Putera dengan Bapa, dan Roh Kudus dihubungkan dengan keduanya. Hakekat mereka adalah satu, yaitu Allah.
Inti pokok iman akan Allah Tritunggal ialah keyakinan bahwa Allah (Bapa) menyelamatkan manusia dalam Kristus (Putra) oleh Roh Kudus. Ajaran mengenai Tritunggal pertama-tama berbicara bukan mengenai hidup Allah dalam diri-Nya sendiri, melainkan mengenai misteri Allah yang memberikan diri kepada manusia. Maka sebaiknya uraian tidak mulai dengan satu rumus “satu Allah, tiga pribadi”, tetapi dengan Kitab Suci, karena kata (modern) “pribadi” tidak seluruhnya tepat. Bila diartikan menurut paham modern, arti rumus ini tidak jauh dari triteisme atau tiga Allah. 55
11) 55
Misa
Konferensi Wali Gereja Indonesia. Op. cit. Hal 311-312
60
Misa adalahperayaan Ekaristi. Nama dari ucapan penutupan: ‘Ite missa est! perayaan Ekaristi. Istilah Misa berasal dari seruan penutup dalam bahasa Latin: ‘Ite, missa est !– pergilah, (saudara-saudara) diutus!’. Misa adalah perayaan umat beriman untuk memperingati kebangkitan Kristus pada hari pertama (=ahad dalam pekan Yahudi; lih. Kis 20, 7-12 dan Lk 24,1). Intinya adalah bersyukur (=ekaristein; Yun) atas kebaikan Ilahi yang menyelamatkan orang berdosa dengan wafat dan kebangkitan Yesus. 56
Semua orang beriman yang sudah berumur tujuh tahun dan tidak berhalangan, wajib ikut merayakan Misa pada tiap hari Minggu dan hari-hari raya. Misa terdiri dari ibadat sabda (doa tobat, kyrie, Gloria, bacaan dari kitab suci, khususnya dari Injil, credo), ibadat kurban dengan persiapan persembahan, Doa Syukur Agung dengan konsekrasi, dan bagian komuni. Upacara Misa berbeda-beda: sederhana dan meriah, dipimpin oleh seorang imam atau beberapa imam yang berkonselebrasi atau oleh uskup misa pontifikal). Dalam Gereja setiap Ritus merayakan Misa secara berbeda walaupun pola pokoknya sama. Datang dan berkumpul bersama menjadi satu adalah inti perayaan Misa.
Dikatakan bahwa Ekaristi itu sakramen utama. Ini sesuai dengan ajaran Konsili Vatikan II, yang menyebut Ekaristi “sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani” (LG 11; lih. SC 10; CD 30; AG 9); bahkan dikatakan bahwa “sakramensakramen lainnya berhubungan erat dengan Ekaristi dan terarah kepadanya” (PO 5; 56
Adolf Heuken S.J. Ensiklopedi Gereja 5. Yayasan Cipta Loka Caraka. Jakarta: 2005. Hal 232
61
lih. UR 22). Maka dapat dikatakan bahwa perayaan Ekaristi itu pelaksanaan diri Gereja di bidang liturgis.
Ekaristi bukan hanya salah satu sakramen; Ekaristi adalah Gereja dalam bentuk sakramen.Kalau dikatakan “Gereja adalah bagaikan sakramen, yakni tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan umat manusia” (LG 1), rumusan itu berlaku juga untuk Ekaristi. Ekaristi merupakan tanda dan sarana, artinya “sakramen” persatuan dengan Allah dan kesatuan antarmanusia. Ekaristi itu perayaan umat. Suatu perayaan yang mempertandakan kehadiran Tuhan dalam umat. Dan tidak hanya “mempertandakan”: dalam perayaan Ekaristi umat sungguh menghayati dalam iman kesatuan dengan Tuhan yang hadir di tengah mereka. Dengan demikian terungkap dua dimensi Ekaristi, sama seperti Gereja yaitu segi ilahi dan segi insani atau gerejawi. Ekaristi tidak hanya menghubungkan masing-masing orang secara pribadi dengan Allah, tetapi juga menjadi ikatan antara umat sendiri. Itu dalam bentuk ibadat, yang pada dasarnya berasal dari agama Yahudi, melalui perjamuan Terakhir. 57
12)
Hidup Selibat
Biarawan/biarawati adalah anggota ordo yang tempat tinggalnya adalah biara dalam arti sempit (dengan klausura, doa bersama resmi, pakaian biara yang khas). 57
Konfrensi Wali Gereja Indonesia. Op. cit. Hal 402-403
62
Sebutan ini sering digunakan dalam arti luas juga untuk anggota-anggota ordo dan kongregasi yang tidak mengenal biara dalam arti sempit, sehingga hampir sama artinya dengan rohaniwan/-wati.
Uskup, pastor, biarawan juga biawarati memiliki kehidupan yang selibat, yaitu membujang. Dasarnya adalah nasehat Kristus untuk tidak menikah demi Kerajaan Allah dan keinginan Paulus agar sebanyak mungkin orang bebas dari ikatan perkawinan supaya dapat mengerjakan kepentingan-kepentingan Tuhan dengan sepenuhnya (1 Kor. 7).
Selibat atau keperwanan memang merupakan inti atau hakikat hidup bakti, sebab dengan kaul itu orang membaktikan diri secara total dan menyeluruh kepada Kristus. Kebaktian permandian, yang merupakan sikap penyerahan setiap orang Kristen, dengan kaul keperawanan atau selibat dinyatakan dalam seluruh hidup dan setiap seginya sebagai bentuk atau corak kehidupan. Akibat pembaktian total itu adalah “kewajiban bertarak sempurna dalam selibat” (KHK kan.599). Namun selibat tidak sama dengan tidak-kawin. Itu bukan inti pokok membiara. Yang pokok adalah penyerahan total kepada Kristus, yang dinyatakan dengan meninggalkan segalagalanya demi Kristus dan juga dengan terus-menerus semakin mengarahkan diri kepada Kristus, khususnya dalam hidup doa.
Kaul kemiskinan ditetapkan “menurut hukum masing-masing tarekat“ (KHK kan.600). Ternyata kaul kemiskinan memliki dua aspek, yang satu lebih asketis dan
63
berarti gaya hidup yang sederhana; yang lain lebih apostolis dan berarti kerelaan menyumbangkan apa-apa saja demi kerasulan. Yang terakhir itu tidak hanya, bahkan tidak pertama-tama menyangkut harta benda, melainkan tenaga, waktu, keahlian dan keterampilan, pendek kata segala kemampuan dan seluruh kehidupan.
Dalam kaul ketaatan dapat dibedakan menjadi aspek asketis dan apostolis. Dalam kerangka askese atau latihan hidup rohani ketaatan berarti kepatuhan kepada guru rohani; berhubung dengan kerasulan kaul ketaatan berarti kerelaan membaktikan diri kepada hidup dan terutama kerasulan bersama. Ketaatan berhubungan dengan hidup bersama, sebab juga “hidup persaudaraan menjadi ciri masing-masing tarekat” (KHK kan 602; 607 2). 58
Pantang sempurna dan seumur hidup demi Kerajaan Sorga telah dianjurkan oleh Kristus Tuhan, dan disepanjang masa, juga zaman sekarang ini, oleh banyak Katolik telah diterima dengan sukarela dan dihayati secara terpuji. Pantang itu oleh Gereja selalu sangat dijunjung tinggi bagi kehidupan imam.Sebab merupakam lambang dan sekaligus dorongan bagi cinta kasih kegembalaan, serta sumber istimewa kesuburan rohani di dunia. Memang pantang itu tidak dituntut oleh imamat berdasarkan hakekatnya, seperti ternyata juga dari praktek Gereja Purba dan tradisi Gereja-gereja Timur. Di situ kecuali mereka, yang bersama semua uskup berkat karunia rahmat memilih menghayati selibat, terdapat juga imam-imam beristeri yang besar sekali jasanya. Sementara menganjurkan selibat gerejawi, Konsili suci ini sama 58
Konferensi Wali Gereja Indonesia. Op. cit. hal 376-377
64
sekali tidak bermaksud untuk merubah tata tertib yang berbeda, yang berlaku di Gereja- gereja Timur. Konsili penuh kasih mendorong mereka semua, yang telah menerima imamat dalam perkawinan, supaya mereka tabah dalam penggilan suci, dan tetap harus membaktikan hidup mereka sepenuhnya serta dengan tulus ikhlas kepada kawan-kawan yang diserahkan kepada mereka.
Tetapi ditinjau dari pelbagai sudut, selibat mempunyai kesesuaian dengan imamat. Sebab perutusan imam seutuhnya dibaktikan kepada kemanusiaan baru, yang oleh Kristus yang jaya atas maut melalui roh-Nya dibangkitkan di dunia, dan berasal “bukan dari darah atau daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah“ (Yoh 1:13). Dengan menghayati keperawanan atau selibat dari demi Kerajaan Sorga, para imam secara baru dan luhur dikuduskan bagi Kristus. Mereka lebih mudah berpaut kepada-Nya dengan hati tak terbagi, lebih bebas dalam Kristus dan melalui Dia membaktikan diri dalam pengabdian kepada Allah dan sesama, lebih lancar melayani Kerajaan-Nya serta karya kelahiran kembali adikodrati, dan dengan demikian menjadi lebih cakap untuk menerima secara lebih luas kebapaan dalam Kristus. 59
2.8
59
Semiotika
Hardawiryana. R. Op. cit. Hal 496
65
Tanda-tanda (signs) adalah basis dari seluruh komunikasi (Littlejohn, 1996:64). Manusia dengan perantaraan tanda-tanda, dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Banyak hal bisa dikomunikasikan di dunia ini. 60 Secara etimologis, semiotika berasal dari kata Yunani Semecion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Sedangkan secara terminologi, semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederet luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. 61 Benny H. Hoed memaparkan bahwa para strukturalis, merujuk pada Ferdinand de Saussure (1916), melihat tanda sebagai pertemuan antara bentuk (yang tercitra dalam kognisi seseorang) dan makna (atau isi, yakni yang dipahami oleh manusia pemakai tanda). 62 Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna (meaning) ialah hubungan antara suatu objek atau idea dan suatu tanda. Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas berurusan dengan simbol, bahasa, wacana, dan bentuk-bentuk nonverbal teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda disusun. Secara umum, studi tentang tanda merujuk kepada semiotika.
60
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi . PT Remaja Rosdakarya. Bandung: 2009 Cet IV. Hal 15 Indiwan Seto. Semiotika Komunikasi. Mitra Wacana.Jakarta: 2011. Hal 5 62 Benny Hoed. Semiotik & Dinamika Sosial Budaya. Komunitas Bamboo. Depok: 2011. Hal 3 61
66
Kajian semiotika sampai sekarang telah membedakan dua jenis semiotika, yakni semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi (lihat antara lain Eco, 1979:8-9; Hoed, 2001:140). Yang pertama menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu di antaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima kode (sistem tanda), pesan, saluran komunikasi, dan acuan (hal yang dibicarakan) (Jakobson, 1963, dalam Hoed 2001:140).Yang kedua memberikan tekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu. 63 Pada jenis yang kedua, tidak dipersoalkan adanya tujuan berkomunikasi. Sebaliknya, yang diutamakan adalah segi pemahaman suatu tanda sehingga proses kognisinya pada penerima tanda lebih diperhatikan daripada proses komunikasinya. Semiotika menaruh perhatian pada apapun yang dapat dinyatakan sebagai tanda. Sebuah tanda adalah semua hal yang dapat diambil sebagai penanda yang mempunyai arti penting untuk menggantikan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain tersebut tidak perlu harus ada, atau tanda itu secara nyata ada di suatu tempat pada suatu waktu tertentu. Dengan begitu semiotika pada prinsipnya adalah sebuah disiplin yang mempelajari apapun yang bisa digunakan untuk menyatakan suatu kebohongan. Jika sesuatu tersebut tidak dapat digunakan untuk mengatakan sesuatu kebohongan, sebaliknya, tidak bisa digunakan untuk mengatakan kebenaran (Berger, 2000 a:1112). 64
63 64
Alex Sobur. Op. cit. Hal 15 Alex Sobur. Op. cit. Hal 16
67
Secara singkat dapat dikatakan bahwa studi semiotika disusun dalam tiga poros. Poros horizontal menyajikan tiga jenis penyelidikan semiotika (murni, deskriptif, dan terapan); poros vertikal menyajikan tiga tataran hubungan semiotik ( sintaktik, semantik, dan pragmatik); dan poros yang menyajikan tiga kategori sarana informasi (signals, signs, dan symbols). 2.8.1
65
Semiologi dan Mitologi Roland Barthes Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang getol
mempraktikan model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia juga intelektual dan kritikus sastra Prancis yang ternama; eksponen penerapan strukturalisme dan semiotika pada studi sastra. 66 Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran ke-dua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sastra merupakan contoh paling jelas sistem pemaknaan tataran ke-dua yang dibangun di atas bahasa sebagai sistem pertama. Sistem ke-dua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies-nya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan
65 66
Ibid. Hal 19 Ibid. Hal 63
68
tataran pertama. Melanjutkan studi Hjelmslev, Barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja ( Cobley& Jansz, 1999) : Signifier
Siginified
(penanda)
(petanda)
Denotative sign (tanda denotatif)
Connotative signifier
Connotative signified
(penanda konotatif)
(petanda konotatif)
Connotative sign (tanda konotatif) Gambar 2: Peta Tanda Roland Barthes
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif terdiri atas penanda dan petanda. Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif. Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material: hanya jika Anda mengenal tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin (Cobley dan Jansz, 1999:51). 67 Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekadar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadannya.
67
68
68
Alex Sobur. Op. cit. Hal 69 Alex Sobur. Op. cit. Hal 70
69
Secara lebih rinci, linguistik pada dasarnya membedakan tingkat ekspresi (E) dan tingkat isi (C) yang keduanya dihubungkan oleh sebuah relasi (R). Kesatuan dari tingkat-tingkat ini membentuk sebuah sistem (ERC). Sistem demikian ini dapat- di dalam dirinya sendiri-menjadi unsur sederhana dari sebuah sistem kedua yang akibatnya memperluasnya. Mengacu pada Hjelmslev, Barthes sependapat bahwa bahasa dapat dipilih menjadi dua sudut artikulasi demikian (Barthes, 1983, dalam Kurniawan, 2001:67): 1. KONOTASI
E
2. DENOTASI
E
C C
E
C EC
Metabahasa Objek Bahasa
Gambar 3: Dua sudut artikulasi Barthes
Pada artikulasi pertama (sebelah kiri), sistem primer (ERC) mengkonstitusi tingkat ekspresi untuk sistem kedua: (ERC) RC. Di sini sistem 1 berkorespondensi dengan tingkat denotasi dan sistem 2 dengan tingkat konotasi. Pada artikulasi kedua (sebelah kanan), sistem primer (ERC) mengkonstitusi tingkat isi untuk sistem kedua: ER (ERC). Di sini sistem 1 berkorespondensi dengan objek bahasa dan sistem 2 dengan metabahasa (metalanguage) (Kurniawan, 2001: 67). 69 Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dimengerti oleh Barthes. Menurut 69
Alex Sobur. Op. cit. Hal 70
70
Barthes, denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti. Sementara, konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti (artinya terbuka terhadap berbagai kemungkinan penafsiran). Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai ‘mitos’, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. (Budiman, 2001:28). Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda, namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau, dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran ke-dua. 70 Menurut Barthes, mitos adalah tipe wicara. “Mitos merupakan sistem komunikasi, bahwa dia adalah sebuah pesan. Mitos tak bisa menjadi sebuah objek, konsep, atau ide; mitos adalah cara penandaan (signification) sebuah bentuk”. 71 Tekanan teori tanda Barthes adalah pada konotasi dan mitos. 72 Gambar 4: Model Pengembangan Teori Konotasi Roland Barthes
DENOTASI 70
KONOTASI
MITOS
Ibid. Hal 71 Roland Barthes. Mitologi. Kreasi Kencana. Yogyakarta: 2009. Hal 151-152 72 Benny Hoed.Op .cit. Hal 3 71
IDEOLOGI
71
Dalam pandangan Hjelmslev, sebuah tanda tidak hanya mengandung sebuah hubungan internal antara aspek material (penanda) dan konsep mental (petanda), namun juga mengandung hubungan antara dirinya dan sebuah sistem yang lebih luas di luar dirinya. 73 Hjelmslev (Lechte, 2001:217) mengatakan bahwa “sebuah semiotika denotatif adalah sebuah semiotika di mana bidangnya bukanlah yang semiotik”, sedangkan semiotika konotatif adalah “sebuah semiotika di mana bidangnya bersifat semiotik”. 74 Hoed menjelaskan, bila konotasi menjadi tetap ia akan menjadi mitos. Sedangkan bila mitos menjadi mantap, ia akan menjadi ideologi. Jadi, banyak sekali fenomena budaya dimaknai dengan konotasi, dan jika menjadi mantap makna fenomena itu menjadi mitos, dan kemudian menjadi ideologi. Akibatnya, suatu makna tidak lagi dirasakan oleh masyarakat sebagai hasil konotasi.
2.8.2
Ideologi dan Mitologi Istilah iedologi dan mitologi sering disebut dalam analisis-analisis ekonomi
politik. Tidak hanya dalam argumentasi akademis yang dibuat oleh para teoretikus kritis, namun juga dalam laporan-laporan jurnalistik.Pemberitaan pers, umpamanya, 73 74
Alex Sobur. Op. cit.. Hal 62 Ibid. Hal 63
72
bisa menciptakan citra yang mengandung unsur-unsur mitos. Namun ada gap antara berita yang tak lengkap atau ulasan yang sangat spekulatif dengan realita. Ulasanulasan penulis asing ikut menciptakan unsur-unsur mitos itu.75 Menurut Barthes, dalam bukunya Mythologies, sebagi bentuk simbol dalam komunikasi mitos tidak hanya diciptakan dalam bentuk diskursus tertulis, melainkan sebagai bentuk sinema, fotografi, advertensi, olahraga dan televisi. Kata ideologi pertama kali dimunculkan oleh de Tracy sebagai istilah yang menujuk pada “ilmu tentang gagasan”. Di akhir abad ke-19 kata ideologi dipakai dalam arti aliran yang tidak mau mengetahui kenyataan, di mana kenyataan adalah apa yang dianggap benar karena terdapat dalam praktik politik. Bagi Marx sendiri, ideologi adalah suatu bagian dari apa yang disebutnya sebagai suprastruktur. Ideologi adalah sebuah wawasan yang dihasilkan oleh kekuatan pada bangunan bawah, yaitu kekuatan yang memiliki faktor-faktor produksi. Ideologi dianggap sebagai rekayasa mental dan bersifat fungsional. Dalam pengertian netral, ideologi dipersepsi David Kaplan
dalam
penggunaannya tentang nilai, norma, falsafah, dan kepercayaan religious, sentimen, kaidah etis, pengetahuan atau wawasan tentang dunia, etos dan semacamnya. 76
75
76
Alex Sobur. Op. cit. Hal 207 Alex Sobur. Op. cit. Hal 214
73
Pengertian ideologi semakin beragam, tetapi bagi kebanyakan orang ideologi mewakili suatu kecenderungan umum untuk menukarkan yang benar dengan apa yang tidak baik bagi kepentingan sendiri. Apter melukiskan bahwa ideologi itu berada pada perpotongan antara prinsip atau tujuan filosofis, pilihan dan keyakinan individual, serta nilai-nilai umum dan khusus. Perpotongan ini diikhtisarkan dalam gambar berikut ini: Kepentingan
Nilai
Pilihan
Gambar 5: Komponen-komponen Ideologi
Nilai, kepentingan, dan pilihan, jelas saling bertumpang tindih. Ideologi menurut Apter merupakan kombinasi atribut-atribut ini, kadang koheren kadang tidak. Pilihan dapat diubah menjadi kepentingan dan kepentingan menjadi nilai, atau pilihan dapat ditingkatkan kepada status nilai untuk mencapai kepentingan. 77 Bagaimana
dengan
pengertian
mitos
sendiri?
Istilah
mitos
sulit
dijelaskan.Istilah ini memiliki “wilayah makna” yangcukup luas. Pada umumnya, mitos adalah suatu sikap lari dari kenyataan dan mencari “perlindungan dalam dunia khayal”. Sebaliknya dalam dunia politik, mitos kerap dijadikan alat untuk
77
Ibid. Hal 222
74
menyembunyikan maksud-maksud
yang sebenarnya,
yaitu membuka jalan,
mengadakan taktik untuk mendapat kekuasaan dalam masyarakat yang bersangkutan dengan “melegalisasikan” sikap dan jalan anti sosialnya. Barthes sendiri mengartikan mitos
sebagai
“cara
berpikir
kebudayaan
tentang
sesuatu,
sebuah
cara
mengkonseptualisasikan atau memahami sesuatu hal. Barthes menyebut mitos sebagai rangkaian konsep yang saling berkaitan. 78 Gambar 6: Kerangka Pemikiran
Teori kritis
Hegemoni
Ilmu komunikasi
film
Simbol agama Katolik
78
Alex Sobur. Op. cit. Hal 222
Komunikasi masssa
Media Komunikasi Massa
Analisis Semiotika