BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Akuntansi Pertanggungjawaban
2.1.1 Pengertian Akuntansi Pertanggungjawaban Pengertian Akuntansi pertanggungjawaban merupakan sistem akuntansi yang mengakui adanya pusat-pusat pertanggungjawaban pada sebuah perusahaan. Akuntansi pertanggungjawaban timbul sebagai akibat adanya
wewenang
yang
diberikan
dan
bagaimana
mempertanggungjawabkannya dalam laporan tertulis. Laporan tersebut berupa prestasi kerja manajer untuk setiap pusat pertanggungjawaban dan pengendali biaya (Iswahyudi,2007). Sedangkan menurut Anthony & Govindarajan (2004), “Akuntansi pertanggungjawaban merupakan bagian dari sistem pengontrolan akunting yang merupakan salah-satu faktor yang mendukung implementasi strategi, sedangkan strategi itu sendiri merupakan rencana pencapaian tujuan organisasi”. Informasi akuntansi pertanggungjawaban sangat dibutuhkan dalam pengendalian manajemen sebagai sarana untuk komunikasi, motivasi dan penilaian. Manajemen bertanggungjawab untuk memastikan bahwa pekerjaan itu telah dilaksanakan, maka informasi akuntansi membantu pembentukan orang-orang dalam organisasi dan memotivasi agar bersedia melaksanakan apa yang diinginkan manajer dan melakukan penilaian
9
10
terhadap karyawan secara periodik untuk mengetahui sejauh mana pekerjaan telah dilaksanakan (Suwandi, 2008). Akuntansi pertanggungjawaban yang baik, dalam penerapannya harus menetapkan atau memberi wewenang secara tegas, karena dari wewenang ini akan menimbulkan adanya tanggungjawab. Dengan wewenang dan tanggungjawab tersebut akan memudahkan pengendalian terhadap penyimpangan yang terjadi. Akuntansi pertanggungjawaban banyak di pakai oleh perusahaan dan badan usaha lainnya karena memungkinkan perusahaan untuk merekam seluruh aktivitas usahanya , kemudian mengetahui unit yang bertanggungjawab atas aktivitas tersebut, dan menentukan unit usaha mana yang tidak berjalan secara efisien (Viyanti , 2010). Sedangkan
menurut
pertanggungjawaban sedemikian
rupa
Mulyadi
(2001
adalah suatu sistem
:
218)
,
Akuntansi
akuntansi yang disusun
sehingga pengumpulan dan pelaporan biaya dan
pendapatan dilakukan sesuai dengan pusat pertanggungjawaban dalam organisasi, dengan tujuan agar dapat ditunjuk orang atau kelompok orang yang bertanggung jawab atas penyimpangan biaya dan pendapatan yang dianggarkan. Dari
definisi
ini
dapat
dijelaskan
bahwa
akuntansi
pertanggungjawaban merupakan alat untuk mengukur kinerja dari setiap pusat pertanggungjawaban, dimana kinerja tersebut dapat diukur dari pembandingan
antara anggaran kegiatan/biaya
dengan realisasi
11
kegiatan/biaya. Dari definisi tersebut dikatakan bahwa pertanggungjawaban mengelompokan organisasi
akuntansi
atas pusat-pusat
pertanggungjawaban. Menurut Matz dan Usry (1997:120), mengemukakan tiga konsep dasar mengenai akuntansi pertanggungjawaban sebagai berikut : 1) Akuntansi
pertanggungjawaban
didasarkan
atas
penggolongan
tanggungjawab manajemen (departemen-departemen) pada setiap tingkatan dalam satu organisasi dengan tujuan membentuk anggaran bagi masing-masing departemen. Individu yang mengepalai pusat pertanggungjawaban
harus
bertanggungjawab
dan
mempertanggungjawabkan biaya-biaya dari kegiatannya. Konsep ini menekankan perlunya penggolongan biaya menurut biaya yang dapat atau tidak dapat dikendalikan oleh kepala departemen. Umumnya biaya-biaya yang secara langsung dapat dibebankan pada departemen (kecuali biaya tetap) merupakan biaya yang dapat dikendalikan oleh manajer departemen tersebut. 2) Titik awal dari sistem informasi akuntansi pertanggungjawaban terletak pada bagan organisasi dimana ruang lingkup wewenang telah ditentukan. Wewenang mendasar dari pertanggungjawaban biayabiaya tertentu dengan pertimbangan dan kerjasama antar penyeli, kepala departemen atau manajer. Biaya tersebut diajukan dalam anggaran departemen.
12
3) Setiap anggaran harus jelas menunjukan biaya-biaya yang dapat dikendalikan oleh orang yang bersangkutan. Bagan perkiraan harus disesuaikan supaya dapat dilakukan pencatatan ata biaya-biaya yang dapat dikendalikan atau dipertanggungjawabkan dalam kerangka kerja yang tercakup dalam wewenang. Konsep diatas menekankan perlunya pembentukan pusat-pusat pertanggungjawaban memerlukan
dan
pendelegasian
pusat
pertanggungjawaban
wewenang
untuk
tersebut mendasari
pertanggungjawaban atas biaya terkendali yang telah dianggarkan. Sedangkan
menurut
Simamora
(1999)
pengertian
akuntansi
pertanggungjawaban yaitu: “Bentuk akuntansi khusus yang dipakai untuk mengevaluasi kinerja keuangan segmen bisnis”. Pada intinya, akuntansi pertanggungjawaban mensyaratkan setiap manajer untuk berpartisipasi dalam penyusunan rencana-rencana finansial segmennya dan menyediakan laporan kinerja tepat waktu yang membandingkan hasil aktual dengan yang direncanakan. Akuntansi pertanggungjawaban melibatkan suatu arus berkesinambungan informasi yang berkaitan dengan arus berkelanjutan dari masukan-masukan kedalam, dan keluaran-keluaran dari suatu pusat pertanggungjawaban perusahaan.
2.1.2. Tujuan dan Manfaat Akuntansi Pertanggungjawaban Menurut Ronald (2002) akuntansi pertanggungjawaban selain menghasilkan laporan juga bertujuan memotivasi manajer untuk
13
menampilkan kinerja yang efektif dan efisien. Selain itu umpan balik berupa informasi membuat keputusan untuk mengestimasi hasil-hasil kegiatan perusahaan di masa yang akan datang melakukan perencanaan selanjutnya.
Menurut
Leaners
(2010)
informasi
akuntansi
pertanggungjawaban dapat berupa informasi masa lalu dan informasi masa yang akan datang. Informasi masa yang akan datang bermanfaat untuk penyusunan anggaran,
sedangkan informasi
akuntansi
masa lalu
bermanfaat sebagai penilai kinerja manajer akuntansi pertanggungjawaban dan memotivasi manajer. Sistem akuntansi pertanggungjawaban, menurut Horngren yang dialih bahasakan oleh Gunawan Hutahuruk (2002:413), yang diharapkan suatu organisasi atau perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Organisasi akan lebih mudah dikendalikan karena organisasi dibagi menjadi unit-unit kecil pengendalian yang berupa pusat-pusat pertanggungjawaban 2. Keputusan-keputusan operasional akan lebih baik karena dilakukan oleh manajer pusat-pusat pertanggungjawaban yang mengetahui permasalahan dan informasi untuk pemecahan masalah. 3. Secara cepat dapat diambil keputusan yang tepat. 4. Para manajer pusat-pusat pertanggungjawaban dapat mengembangkan kemampuan manajerial. 5. Meningkatkan rasa tanggung jawab dan keputusan kerja para manajer pusat pertanggungjawaban.
14
Berdasarkan uraian di tersebut, maka dapat dikatakan bahwa akuntansi pertanggungjawaban bermanfaat terhadap jalannya perusahaan yaitu berupa keputusan yang diambil tepat pada waktunya serta sesuai dengan tingkat manajemen yang ada dan organisasi terbagi menjadi unit yang dikendalikan. Bagi para manajer manfaat yang didapat adalah meningkatkan keahlian manajerialnya serta berpertisipasi aktif dalam membuat keputusan, sehingga keputusan kerja dan moralnya dapat lebih ditingkatkan.
2.1.3. Karakteristik Akuntansi Pertanggungjawaban Menurut Mulyadi (2001), akuntansi pertanggungjawaban memiliki 4 karakteristik yaitu: 1. Adanya identifikasi pusat pertanggungjawaban. Akuntansi pertanggungjawaban mengidentifikasikan pusat pertanggungjawaban sebagai unit organisasi seperti departemen, produk,
tim
kerja,
pertanggungjawaban
atau yang
individu. dibentuk,
Apapun
satuan
sistem
pusat
akuntansi
pertanggungjawaban membebankan tanggung jawab kepada individu yang diberi wewenang. Tanggung jawab dibatasi dalam satuan keuangan (seperti biaya). 2. Standar ditetapkan sebagai tolok ukur kinerja manajer yang bertanggung jawab atas pusat pertanggungjawaban tertentu.
15
Setelah ditetapkan,
pusat
sistem
pertanggungjawaban
akuntansi
diidentifikasi
pertanggungjawaban
dan
menghendaki
ditetapkannya biaya standar sebagai dasar untuk menyusun anggaran. Anggaran berisi biaya standar yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Biaya standar dan anggaran merupakan ukuran kinerja manajer pusat pertanggungjawaban dalam mewujudkan sasaran yang ditetapkan dalam anggaran. 3. Kinerja manajer diukur dengan membandingkan realisasi dengan anggaran. Pelaksanaan anggaran merupakan penggunaan sumber daya oleh manajer pusat pertanggungjawaban dalam mewujudkan sasaran yang ditetapkan dalam anggaran. Penggunaan sumber daya ini diukur dengan informasi akuntansi pertanggungjawaban, yang mencerminkan ukuran kinerja manajer pusat pertanggungjawaban dalam mencapai sasaran anggaran. Dengan informasi akuntansi pertanggungjawaban, secara prinsip individu hanya dimintai pertanggungjawaban atas biaya yang ia memiliki wewenang untuk mempengaruhinya secara signifikan. Informasi akuntansi pertanggungjawaban menyajikan informasi biaya sesungguhnya dan informasi biaya yang dianggarkan kepada setiap manajer yang bertanggung jawab, untuk memungkinkan setiap manajer mempertanggungjawabkan pelaksanaan anggaran mereka dan memungkinkan mereka untuk memantau pelaksanaan anggaran mereka.
16
4. Manajer secara individual diberi penghargaan atau hukuman berdasarkan kebijakan manajemen yang lebih tinggi. Sistem penghargaan dan hukuman dirancang untuk memacu para manajer dalam mengelola biaya – untuk mencapai target standar biaya yang dicantumkan dalam anggaran. Atas dasar evaluasi penyebab terjadinya penyimpangan biaya yang direalisasikan dari biaya yang dianggarkan, para manajer secara individual diberi penghargaan atau hukuman menurut sistem penghargaan dan hukuman yang ditetapkan.
2.2.
Pusat Pertanggungjawaban
2.2.1. Definisi Pusat Pertanggungjawaban Dalam
organisasi
perusahaan,
penentuan
daerah
pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggungjawab dilaksanakan dengan menetapkan pusat-pusat pertanggungjawaban. Anthony dan Govindarajan (2005:171) menyatakan bahwa “pusat pertanggungjawaban merupakan organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggungjawab terhadar aktivitas yang dilakukan”. Sedangkan Hansen dan Mowen (2005:116) berpendapat bahwa pusat pertanggungjawaban adalah “suatu segmen bisnis yang manajernya bertanggungjwaba terhadap serangkaian kegiatan-kegiatan tertentu”. Menurut
Hongren
(2003),
mengemukakan
bahwa
pertanggungjawaban akunting mengidentifikasikan bagian dari organisasi
17
yang mempunyai tanggung jawab untuk setiap tujuan, mengembangkan ukuran dan target untuk dicapai, dan menciptakan laporan ukuran oleh bagian kecil dari organisasi atau pusat pertanggungjawaban. Pusat pertanggungjawaban
dimaksudkan
untuk
membantu
mengimplementasikan rencana manajemen puncak. Dalam kaitan ini, organisasi terdiri dari kumpulan pusat pertanggungjawaban. Keseluruhan pusatpertanggungjawaban
ini
membentuk
jenjang
hierarki
dalam
organisasi tersebut. Pada tingkatan yang terendah adalah pusat untuk seksi-seksi, pergeseran kerja (workshift), dan unit organisasi kecil lainnya. Departemen bisnis yang memiliki beberapa unit organisasi yang lebih kecil, menduduki posisi yang lebih tinggi dalam hierarki. Dari sudut pandang manajer senior dan dewan direksi, perusahaan secara keseluruhan merupakan pusat tanggung jawab (Yessie, 2008).
2.2.2. Jenis-Jenis Pusat Pertanggungjawaban Ada 4 jenis pusat pertanggungjawaban menurut Anthony & Govindarajan (2002), yaitu: a. Pusat Pendapatan (Revenue Center) Pusat
pendapatan
(revenue
center)
merupakan
pusat
pertanggungjawaban dimana outputnya diukur dalam unit moneter, tetapi tidak dihubungkan dengan inputnya. Kinerja keuangan pusat
18
pendapatan diukur atas dasar pendapatan yang diperoleh, yaitu hasil kali antara unit yang dijual dengan harga jualnya. b. Pusat Biaya (Expense Center) Pusat biaya (expense center) merupakan pusat pertanggungjawaban dimana input atau biaya diukur dalam unit moneter namun outputnya tidak diukur dalam unit moneter. Pusat biaya dibagi menjadi : 1) Pusat biaya teknik/standar (standard or engineered expense center) adalah elemen biaya yang benar-benar terjadi dan dapat diukur secara pasti karena mempunyai hubungan yang erat dengan output yang dihasilkan. Misalnya: bahan baku, upah tenaga kerja, bahan bakar habis pakai, bahan-bahan pembantu lainnya. 2) Pusat biaya kebijakan adalah biaya yang sebagian besar yang terjadi tidak mempunyai hubungan yang erat dengan output yang dihasilkan. Ada beberapa pembagian pusat biaya kebijakan yaitu:
Pusat biaya administrasi dan umum
Pusat biaya penelitian dan pengembangan
Pusat biaya pemasaran
c. Pusat Laba (Profit Center) Pusat laba (profit center) merupakan pusat pertanggungjawaban dimana kinerjanya diukur berdasarkan laba yang diperoleh. d. Pusat Investasi (Investment Center) Pusat
Investasi
(Investment
center)
merupakan
pusat
pertanggungjawaban dimana kinerjanya diukur berdasarkan laba yang
19
diperoleh dihubungkan dengan investasi yang digunakan untuk memperoleh laba tersebut. Informasi atas dasar pusat investasi dapat memotivasi manajer untuk:
Menghasilkan laba.
Mengambil keputusan untuk menambah investasi.
Mengambil keputusan untuk melepas investasi, bila investasi tersebut tidak memberikan kembalian yang memadai.
2.2.3 Hubungan Struktur Organisasi dengan Pusat Pertanggungjawaban Menurut Supriyono (2001:2), organisasi adalah sekelompok orang yang berkerja bersama-sama untuk mencapai satu atau beberapa tujuan. Adapun pengertian struktur organisasi menurut Jeff Madura (2002:16) , struktur organisasi mengidentifikasi peran dan tanggung jawab karyawan yang dipekerjakan oleh perusahaan. Ada 2 tipe struktur organisasi berkaitan dengan pusat-pusat pertanggungjawaban, yaitu: organisasi fungsional dan organisasi divisional, Dalam hubungannya dengan tingkat pertanggungjawaban atau pemberian wewenang, struktur organisasi terbagi menjadi dua bagian, yaitu organisasi fungsional dan divional, (Supriyono,2001):. a. Organisasi Fungsional Dalam organisasi fungsional, pembagian pusat pertanggungjawaban didasarkan atas fungsi, yaitu fungsi produksi, fungsi penjualan (pemasaran), dan fungsi administrasi.
20
b. Organisasi Divisional Dalam organisasi divisional, pembagian organisasi didasarkan pada divisi-divisi penghsilan laba. Menurut Supriyono (2001:27), “dibawah setiap divisi dibagi atas dasar fungsi. Fungsi yang ada pada divisi sama seperti fungsi-fungsi pada organisasi fungsional”. Pada tipe organisasi ini, setiap divisi merupakan pusat laba dan mungkin sekaligus sebagai pusat investasi, sedangkan fungsi-fungsi yang dimilikinya merupakan pusat biaya dan atau pusat pendapatan. Dalam hubungannya dengan pusat pertanggungjawaban, struktur organisasi harus dianalisis mengenai kemungkinan adanya kelemahan dalam pendelegasian wewenang.
2.3.
Syarat-syarat Penerapan Akuntansi Pertanggungjawaban Akuntansi pertanggungjawaban tidak dapat begitu saja diterapkan oleh
setiap perusahaan karen untuk menerapkan hal tersebut harus memenuhi syaratsyarat tertentu. Agar suatu sistem akuntansi pertanggungjawaban dapat diterapkan dan terlaksana dengan baik, maka harus dipenuhi syarat-syarat seperti yang diungkapkan oleh Mulyadi (2001) adalah sebagai berikut : 1.
Struktur organisasi yang menetapkan secara jelas dan tegas menggambarkan pembagian tugas, wewenang dan tanggungjawab untuk setiap unit dalam struktur organisasi.
2.
Penyusunan anggaran yang dilakukan oleh tiap tingkatan manajemen dalam organisasi perusahaan.
21
3.
Adanya pemisahan biaya sesuai dengan dapat dikendalikan tidaknya suatu biaya oleh. seorang manajer pusat biaya tertentu dalam perusahaan.
4.
Adanya klasifikasi dan kode rekening yang disesuaikan dengan tingkatan manajemen dalam perusahaan.
5.
Sistem pelaporan biaya pada setiap tingkatan perusahaan telah memenuhi syarat dalam penerapan akuntansi pertanggung jawaban. Sedangkan menurut Wilson dan Campbell (dikutip oleh Putri, 2005) ada
berbagai faktor lain yang dapat membantu untuk membuat tanggapan atau penerimaan dari pembaca laporan yang lebih baik : 1. Laporan harus tepat waktu. 2. Laporan harus sederhana dan jelas. 3. Laporan harus dinyatakan dalam bahasa dan istilah yang dikenal oleh pimpinan yang akan memakainya. 4. Informasi harus disajikan dalam urutan yang logis. 5. Laporan harus akurat. 6. Bentuk
penyajian
harus
disesuaikan
dengan
pimpinan
yang
akan
menggunakannya. 7. Selalu distandarisasikan, apabila mungkin. 8. Rancangan laporan harus mencerminkan sudut pandang pimpinan. 9. Laporan harus berguna. 10. Biaya penyiapan laporan harus dipertimbangkan. 11. Perhatian yang diberikan untuk penyiapan laporan harus sebanding dengan manfaatnya.
22
Berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui bahwa pada prinsipnya konsep pelaksanaan akuntansi pertanggungjawaban itu adalah menekankan pada tugas dan tanggung jawab dari setiap bagian serta membuat pusat-pusat pertanggungjawaban terhadap masing-masing bagian. Penerapan syarat-syarat tersebut berbeda antara perusahaan yang satu dengan yang lainnya, tergantung dari jenis perusahaan, ukurannya, jumlah operasi tambahan ataupun faktor-faktor khusus yang menjadi ciri perusahaan.
2.3.1 Struktur Organisasi Sebagai Pola Pendelegasian Wewenang Pengertian organisasi menurut Supriyono (2001:2), adalah sebagai berikut: “Organisasi adalah sekelompok orang yang bekerja bersama-sama untuk mencapai satu atau beberapa tujuan.” Pengertian struktur organisasi menurut Jeff Madura (2002:16) adalah sebagai berikut: “Struktur organisasi mengidentifikasi peran dan tanggung jawab karyawan yang dipekerjakan oleh perusahaan.” Definisi di atas menunjukan bahwa dalam organisasi terdapat dua unsur, yaitu: 1.
Suatu organisasi terdiri dari orang-orang.
2.
Bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama Struktur organisasi dapat dikatakan sebagai suatu susunan dan
hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada organisasi atau perusahaan yang dapat digunakan untuk mengendalikan bagian-bagian
23
yang ada didalamnya. Oleh karena itu salah satu tujuan struktur organisasi adalah mengendalikan, menyalurkan, dan mengarahkan perilaku orang yang terlibat didalamnya untuk mencapai tujuan organisasi secara keseluruhan. Secara garis besar menurut Kagnanto (2010), tujuan dari pembentukkan organisasi adalah untuk: 1.
Mempermudah pelaksanaan tugas.
2.
Mempermudah pembagian tugas kepada bawahan tertentu.
3.
Menghindarkan duplikasi tugas.
4.
Mempermudah penempatan pegawai-pegawai yang tepat untuk melaksanakan tugas tertentu. Menurut Fhateh (2011) struktur organisasi pada setiap perusahaan
berbeda-beda tergantung pada: 1.
Luas perusahaan
2.
Metode yang dipakai dalam pendelegasian wewenang apakah sentralisasi atau desentralisasi. Menurut Irma Nilasari dan Sri Wilujeng (2008: 90), dalam
hubungannya dengan pemberian wewenang, struktur organisasi dibagi 2 bagian, yaitu: 1) Organisasi tersentralisasi Merupakan pengelolaan organisasi dimana pembuatan keputusan lebih banyak dimiliki oleh pihak manajemen puncak yang kebanyakan bekerja pada kantor organisasi.
24
2) Organisasi terdesentralisasi Merupakan pengelolaan organisasi dimana para manajer tingkat menengah atau
yang tingkatannya lebih rendah memiliki
kewenangan dalam pembuatan keputusan dalam organisasi. 3.
Departementasi, yaitu membagi suatu organisasi menjadi unit-unit yang disebut departemen, sub unit, seksi, dan sebagainya. Menurut John French dan B. Raven (2010) pola pendelegasian
wewenang dan tanggung jawab bisa didasarkan pada: 1.
Fungsi bisnis atau business function (contoh: produksi, keuangan, personalia, dan lain-lain).
2.
Jenis produk atau product line (contoh: produk a, produk b, dan lainlain).
3.
Daerah geografis atau geographic regional (contoh: daerah x, daerah y, dan lain-lain).
2.3.2 Pengertian Biaya Terkendali dan Biaya Tak Terkendali Biaya terkendalikan adalah biaya yang dapat dipengaruhi secara signifikan oleh manajer pusat pertanggungjawaban tertentu dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan biaya tidak terkendalikan adalah biaya yang tidak
dapat
dipengaruhi
secara
signifikan
oleh
manajer
pusat
pertanggungjawaban tertentu dalam jangka waktu tertentu (Supriyono:15). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa biaya terkendali adalah biaya yang sacara langsung dipengaruhi oleh manajer
25
suatu pusat pertanggungjawaban dalam waktu tertentu, sedangkan biaya tidak terkendali adalah biaya yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh manajer suatu pusat pertanggungjawaban dalam jangka waktu tertentu. Untuk memisahkan biaya kedalam terkendalikan dan tidak terkendalikan pada kenyataannya seringkali menemui kesulitan. Hanya sedikit biaya yang menjadi tanggung jawab seseorang. Pedoman untuk menetapkan apakah suatu biaya dapat dibebankan sebagai tanggung jawab seorang manajer pusat pertanggungjawaban menurut Mulyadi (2001: 168), adalah sebagai berikut: 1.
Jika seorang manajer memiliki wewenang, baik dalam pemerolehan maupun penggunaan jasa, ia harus dibebani dengan biaya jasa tersebut.
2.
Jika seorang manajer dapat secara signifikan mempengaruhi jumlah biaya tertentu melalui tindakannya sendiri, ia dapat dibebani dengan biaya tersebut.
3.
Meskipun
seorang
manajer
tidak
dapat
secara
signifikan
mempengaruhi jumlah biaya tertentu melalui tindakan langsungnya sendiri, ia dapat juga dibebani biaya tersebut, jika manajemen puncak menghendaki agar ia manaruh perhatian sehingga ia dapat membantu
manajer
lain
yang
mempengaruhi biaya tersebut.”
bertanggung
jawab
untuk
26
2.4
Anggaran
2.4.1 Pengetian Anggaran Definisi anggaran menurut Hansen dan Mowen (2001:714) adalah bentuk kuantitatif dalam mencapai tujuan dan tindakan yang akan dilakukan oleh perusahaan yang dinyatakan dalam istilah fisik atau keuangan. Sedangkan menurut Robert N. Anthony dan Vijay Govindarajan yang dialih bahasakan oleh F. X. Kurniawan Tjakrawala dan Krista (2005:73) anggaran didefinisikan sebagai alat penting untuk perencanaan dan pengendalian jangka pendek yang efektif dalam organisasi. Pada pengelolaan perusahaan, manajemen menetapkan tujuan (goal) dan sasaran (objectives) dan kemudian membuat rencana kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut. Dampak keuangan yang diperkirakan akan terjadi sebagai akibat dari rencana kerja tersebut kemudian disusun dan dievaluasi melalui proses penyusunan anggaran. Suatu anggaran merupakan alat yang dapat digunakan dalam melaksanakan proses perencanaan dan pengendalian manajemen. Dengan demikian, tiap-tiap manajer akan merasa bahwa anggaran biaya untuk pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya adalah anggaran dan dia akan bersedia dinilai atas tolak ukur anggaran tersebut.
27
2.4.2 Fungsi Anggaran Fungsi anggaran menurut Marconi dan Siegel (2003:406) adalah sebagai berikut: 1. Anggaran merupakan hasil dari proses perencanaan, berarti anggaran mewakili kesepakatan negosiasi di antara partisipan yang dominan dalam suatu organisasi mengenai tujuan kegiatan di masa yang akan dating. 2. Anggaran
merupakan
alat
komunikasi
internal
yang
menghubungkan departemen (divisi) yang satu dengan departemen (divisi)
lainnya
dalam
organisasi
maupun
dengan manajemen puncak. 3. Anggaran menyediakan informasi tentang hasil kegiatan yang sesungguhnya dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. 4. Anggaran sebagai alat pengendalian yang mengarah manajemen untuk menentukan bagian organisasi yang kuat dan lemah, hal ini akan dapat mengarahkan manajemen untuk menentukan tindakan koreksi yang harus diambil. 5. Anggaran mempengaruhi dan memotivasi manajer dan karyawan untuk bekerja dengan konsisten, efektif dan efisien dalam kondisi kesesuaian tujuan antara tujuan perusahaan dengan tujuan karyawan.
28
6. Anggaran merupakan gambaran tentang prioritas alokasi sumber daya yang dimiliki karena dapat bertindak sebagai blue print aktivitas perusahaan. Sedangkan fungsi anggaran menurut Munandar (2001), adalah: 1. Sebagai pedoman kerja Anggaran berfungsi sebagai pedoman kerja dan memberikan arah serta sekaligus memberikan target-target yang harus dicapai oleh kegiatan-kegiatan perusahaan di waktu yang akan dating. 2. Sebagai alat pengkoordinasian kerja Anggaran berfungsi sebagai alat pengkoordinasian kerja agar semua bagian-bagian yang terdapat dalam perusahaan dapat saling menunjang dan bekerjasama dengan baik, untuk menuju sasaran yang telah ditetapkan. 3. Sebagai alat pengawasan kerja Anggaran berfungsi sebagai tolak ukur yang dipakai sebagai pembanding hasil operasi sesungguhnya. Dari perbandingan tersebut dapat diketahui sebab-sebab penyimpangan antara anggaran dengan realisasinya, sehingga dapat dikertahui pula kelemahan-kelemahan perusahaan.
dan
keuatan-kekuatan
yang
dimiliki
29
2.4.3 Jenis-Jenis Anggaran Menurut Anthony dan kawan-kawan yang dialihbahasakan oleh Agus Maulana (2005:46), ada 3 jenis anggaran menurut pusat-pusat pertanggungjawaban yaitu: 1 Anggaran biaya Anggaran biaya dapat dibagi kedalam 2 jenis, yaitu: 1) Anggaran yang menyangkut pengeluaran terukur (engineered expense) dalam pusat pertanggungjawaban, dimana keluarannya dapat diukur. 2) Anggaran
yang
menyangkut
pengeluaran
diskresioner
(discretionary expense) dipusat pertanggungjawaban, dimana keluarannya tidak dapat diukur. 2 Anggaran pendapatan Anggaran pendapatan mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1) Anggaran dirancang untuk mengukur efektivitas pemasaran. Penyimpangan yang tidak menguntungkan dari anggaran ini menunjukkan bahwa volume penjualan atau harga jual lebih rendah daripada yang diyakini manajemen puncak sebagai sasaran yang pantas. 2) Manajemen pemasaran tidak dapat dituntut untuk sepenuhnya bertanggung jawab atas pencapaian sasaran yang dianggarkan seperti halnya dengan anggaran biaya. Banyak ketidakpastian di
30
pasar yang berada di luar jangkauan manajer ini, terutama dalam jangka pendek. 3 Anggaran laba Jika seorang manajer dapat mengendalikan pendapatan dan biaya dapat digabungkan menjadi anggaran laba. Anggaran laba untuk keseluruhan perusahaan dan untuk pusat-pusat labanya digunakan untuk: 1) Alokasi sumber daya. 2) Merencanakan
dan
mengkoordinasikan
kegiatan-kegiatan
perusahaan atau divisi. 3) Sebagai alat pengecek akhir tentang kememadaian anggaran biaya. 4) Membagi tanggung jawab kepada semua manajer atas kinerja keuangan perusahaan atau divisi. M. Munandar (2001 : 25), mengemukakan jenis-jenis anggaran, sebagai berikut: A. Operational Budget, yang terdiri dari :
Anggaran Penjualan
Anggaran Produksi
Anggaran Pembelian
Anggaran Biaya
Anggaran investasi
B. Financial Budget, yang terdiri dari :
Proyeksi laba/rugi
31
Proyeksi neraca
Anggaran kas/bank
Proyeksi sumber dan penggunaan dana
Proyeksi rasio keuangan
2.4.4 Karakteristik Anggaran yang Baik Menurut Mulyadi (2001: 511), anggaran yang baik memiliki karakteristik sebagai berikut: 1.
Anggaran disusun berdasarkan program.
2.
Anggaran
disusun
berdasarkan
karakteristik
pusat
pertanggungjawaban yang dibentuk dalam organisasi perusahaan. 3.
Anggaran berfungsi sebagai alat perencanaan dan alat pengendalian.
2.4.5 Manfaat dan Keterbatasan Anggaran Perusahaan akan mengalami kesulitan dalam mengevaluasi kinerja, kurang dapat mengoptimalkan efisiensi dan produktivitas kerja, serta kurang dapat memanfaatkan kesempatan untuk perluasan usaha tanpa penyusunan suatu anggaran. Menurut M. Nafarin (2004 : 15), manfaat anggaran antara lain : 1.
Segala kegiatan dapat terarah pada pencapaian tujuan bersama.
2.
Dapat dipergunakan sebagai alat menilai kelebihan dan kekurangan pegawai.
3.
Dapat memotivasi pegawai.
32
4.
Menimbulkan rasa tanggungjawab kepada pegawai.
5.
Menghindari pemborosan yang kurang perlu.
6.
Sumber daya seperti: tenaga kerja, peralatan dan dana yang dapat dimanfaatkan seefisien mungkin.
7.
Alat pendidikan bagi para manajer. Menurut Ellen Christina dan kawan-kawan (2001:2), manfaat
penyusunan anggaran adalah sebagai berikut : 1.
Adanya perencanaan terpadu.
2.
Sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan perusahaan.
3.
Sebagai alat pengkoordinasian kerja.
4.
Sebagai alat pengawasan kerja.
5.
Sebagai alat evaluasi kegiatan perusahaan. Adapun manfaat-manfaat penyusunan anggaran tersebut diatas
dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Adanya perencanaan terpadu Anggaran perusahaan dapat digunakan sebagai alat ukur untuk merumuskan suatu rencana perusahaan dan untuk menjalankan pengendalian
terhadap
berbagai
kegiatan
perusahaan
secara
menyeluruh. Dengan demikian, anggaran merupakan suatu alat bagi manajemen yang dapat digunakan, baik untuk keperluan perencanaan maupun pengendalian (Cysyl, 2010). 2.
Sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan perusahaan
33
Anggaran dapat memberikan pedoman yang berguna baik bagi manajemen puncak maupun manajemen menengah. Anggran yang disusun dengan baik akun membuat bawahan menyadari bahwa manajemen memiliki pemahaman yang baik mengenai operasi perusahaan dan bawahan akan mendapatkan pedoman yang jelas dalam melaksanakan tugasnya. Disamping itu, penyusunan anggaran memungkinkan perusahaan untuk mengantisipasi perubahan dalam lingkungan dan melakukan penyesuaian, sehingga kinerja perusahaan dapat lebih baik (Ellen Christina, 2001). 3.
Sebagai alat pengkoordinasian kinerja Penganggaran
dapat
memperbaiki
koordinasi
kerja
internal
perusahaan, sistem anggaran memberikan ilustrasi operasi perusahaan secara keseluruhan. Oleh karena itu, sistem anggaran memungkinkan para manajer divisi untuk melihat hubungan antar divisi (bagian) secara keseluruhan (Leaners, 2010). 4.
Sebagai alat pengawasan kerja Anggaran memerlukan serangkaian standar prestasi atau target yang bisa dibandingkan dengan realisasinya, sehingga pelaksanaan setiap aktivitas dapat dinilai kinerjanya. Dalam menentukan standar acuan, diperlukan pemahaman yang realistis dan analisis yang seksama terhadap
kegiatan-kegiatan
yang
dilakukan
oleh
perusahaan.
Penentuan standar yang sembarangan tanpa didasari oleh pengetahuan dapat menimbulkan banyak masalah daripada manfaat. Hal ini
34
mengingat
standar
dalam
anggaran
yang
ditetapkan
secara
sembarangan tersebut mungkin merupakan target yang mustahil untuk dicapai karena terlalu tinggi akan menimbulkan frustasi atau ketidakpuasan. Sebaliknya, penetapan standar yang terlalu rendah akan menjadikan biaya menjadi tidak terkendalikan, menurunkan laba dan semangat kerja (Ellen Christina, 2001).. 5.
Sebagai alat evaluasi kegiatan perusahaan Anggaran yang disusun dengan baik merupakan standar yang relevan, akan memberikan pedoman bagi perbaikan operasi perusahaan dalam menentukan langkah-langkah yang harus ditempuh agar pekerjaan bisa diselesaikan dengan cara yang baik, artinya menggunakan sumber-sumber
daya
perusahaan
yang
dianggap
paling
menguntungkan dan terhadap penyimpangan yang mungkin terjadi dalam operasional perusahaan, perlu dilakukan evaluasi yang dapat menjadi masukan berharga bagi penyusunan anggaran selanjutnya (Mulyadi, 2001). Disamping manfaat, anggaran juga memiliki keterbatasanketerbatasan.
Menurut
Gunawan
(1996:53),
kelemahan-kelemahan
anggaran adalah sebagai berikut: 1. Karena anggaran disusun berdasarkan estimasi, terlaksananya dengan baik kegiatan-kegiatan tergantung pada ketepatan estimasi tersebut.
35
2. Anggaran hanya merupakan rencana, dan rencana tersebut baru dapat berhasil jika dilaksanakan sungguh-sungguh. 3. Anggaran merupakan suatu alat yang dipergunakan untuk membantu
manajer
dalam
melaksanakan
tugasnya,
bukan
menggantikannya. 4. Kondisi yang terjadi tidak selalu seratus persen sama dengan yang diramalkan sebelumnya, karena itu anggaran perlu memiliki sifat luas.” Sedangkan menurut M Nafarin (2000), dalam bukunya “Penganggaran Perusahaan” adalah sebagai berikut: 1. Anggaran dibuat berdasarkan taksiran dan anggapan sehingga mengandung unsur ketidakpastian. 2. Menyusun anggaran yang cermat memerlukan waktu, uang, dan tenaga yang tidak sedikit, sehingga tidak semua perusahaan mampu menyusun anggaran secara lengkap dan akurat. 3. Bagi pihak yang merasa terpaksa untuk melaksanakan anggaran dapat mengakibatkan mereka mengerutu dan menentang, sehingga anggaran tidak akan efektif.
2.4.6 Hubungan Anggaran dengan Akuntansi Pertanggungjawaban Menurut Carter (2006) proses penyusunan anggaran pada dasarnya merupakan proses penetapan peran (role setting) dalam usaha pencapaian sasaran perusahaan. Sumber daya yang disediakan untuk memungkinkan
36
manajer berperan dalam usaha pencapaian sasaran perusahaan tersebut diukur dengan satuan moneter standar yang berupa informasi akuntansi. Oleh karena itu, penyusunan anggaran hanya mungkin dilakukan jika tersedia informasi akuntansi pertanggungjawaban, yang mengukur berbagai nilai sumber daya yang disediakan bagi setiap manajer yang berperan dalam usaha pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam tahun anggaran. Dalam proses penyusunan anggaran, informasi akuntansi pertanggungjawaban berfungsi sebagai alat pengirim peran (role sending device). Menurut
Sinuraya
(2004)
agar
manfaat
akuntansi
pertanggungjawaban tercapai, suatu organisasi atau perusahaan harus secara cermat mengamati dan menggolongkan pendapatan dan biaya sesuai dengan berbagai jenjeng manajemen yang bertanggung jawab. Melalui laporan prestasi, anggaran setiap pusat pertanggungjawaban dibandingkan dengan realisasinya atai nilai actualnya, selanjutnya dapat ditentukan prestasi manajer tiap pusat pertanggungjawaban.
2.5
Laporan Pertanggungjawaban Laporan pertanggungjawaban merupakan ikhtisar hasil-hasil yang dicapai
oleh seorang manajer bidang pertanggungjawaban dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya selama periode tertentu. Di dalam pengumpulan atau pelaporan biaya, tiap bidang pertanggungjawaban harus dipisahkan antara biaya terkendali dan biaya tidak terkendali (Putri, 2005). Laporan pertanggungjawaban berguna
37
sebagai bahan evaluasi terhadap seluruh proses pelaksanaan kegiatan dan hasilhasil yang dapat dicapai dari kegiatan tersebut, yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi perbaikan-perbaikan dan peningkatan kualitas pelaksanaan kegiatan pada masa yang akan datang. Laporan pertanggungjawaban dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan manajer berbagai jenjang organisasi. Sunarto (2002:72) juga mengemukan bahwa laporan pertanggungjawaban biaya berisi informasi sebagai berikut : a)
nomor dan kode rekening biaya,
b)
jenis biaya pusat pertanggunjawaban,
c)
realisasi biaya bulan ini,
d)
anggaran biaya bulan,
e)
Penyimpangan biaya bulan ini,
f)
Realisasi biaya sampai dengan bulan ini,
g)
Anggaran biaya sampai dengan bulan ini,
h)
Penyimpangan biaya sampai dengan bulan ini.
2.5.1 Prinsip-prinsip Dasar Penyajian Laporan Pertanggungjawaban Menurut Supriyono (2001: 124) laporan kinerja harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1.
Laporan menyajikan selisih antara anggaran dan realisasinya, faktorfaktor penyebab selisih, dan manajer yang bertanggung jawab.
38
2.
Laporan kinerja untuk manajer tingkat bawah harus berisi informasi rinci, dan laporan kinerja untuk manajer tingkat di atasannya harus berisi informasi yang lebih ringkas.
3.
Laporan kinerja berisi unsur terkendalikan dan unsur tidak terkendalikan yang disajikan secara terpisah, sehingga manajer yang bertanggung jawab atas kinerja dapat dimintai pertanggungjawaban atas unsur-unsur yang terkendalikan olehnya.
4.
Laporan mencakup ramalan tahunan.
5.
Laporan mencakup penjelasan mengenai penyebab selisih, tindakan koreksi atas selisih dan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan tindakan koreksi secara efektif. Menurut Abdul (2010) kelima prinsip dasar diatas merupakan dasar
bagi suatu sistem pelaporan yang baik. Selain itu, ada berbagai faktor lain yang dapat membantu untuk membuat tanggapan dari pembaca laporan yang lebih baik, yaitu: 1.
Laporan harus tepat waktu.
2.
Laporan harus sederhana dan jelas.
3.
Laporan harus dinyatakan dalam bahasa dan istilah yang dikenal oleh pimpinan yang akan memakainya.
4.
Informasi harus disajikan dalam urutan yang logis.
5.
Laporan harus akurat.
6.
Bentuk penyajian harus disesuaikan dengan pimpinan yang akan menggunakannya.
39
7.
Selalu distandarisasikan, apabila mungkin.
8.
Rancangan laporan harus mencerminkan sudut pandang pimpinan.
9.
Laporan harus berguna.
10. Biaya penyiapan laporan harus dipertimbangkan. 11. Perhatian yang diberikan untuk penyiapan laporan harus sebanding dengan manfaatnya.
2.5.2 Jenis Laporan Menurut Willson dan Campbel (2002:553), laporan dapat dibagi kedalam tiga golongan, yaitu: 1.
Laporan perencanaan (planning report) 1) Taksiran atau anggaran jangka pendek perusahaan secara menyeluruh atau perdivisi. 2) Telaah khusus perencanaan jangka pendek mengenai segmen tertentu dari perusahaan. 3) Taksiran atau anggaran jangka panjang.
2.
Laporan pengendalian (control report) 1) Laporan singkat pengendalian (summary control report) 2) Laporan pengendalian berjalan (current control report)
3.
Laporan informasi (informational report) 1) Laporan trends 2) Laporan analitis
40
2.5.3 Frekuensi Laporan Menurut Elfiraworotitjan (2010) frekuensi pelaporan prestasi harus disesuaikan dengan kebutuhan agar manajer dapat melakukan tindakan perbaikan dengan tepat. Meskipun laporan prestasi tahunan, memang dapat membantu rencana mengembangkan dan mengevaluasi prestasi manajer, namun tidak berguna untuk menyesuaikan operasi sepanjang tahun. Jika laporan prestasi harian diperlukan oleh manajer tertentu, maka laporan dengan frekuensi harian memang perlu dibuat. Akan tetapi, manfaatmanfaat dan biaya laporan perlu dipertimbangkan. Masalah ini mengingatkan
kita
bahwa
frekuensi
pelaporan
itu
berbeda-beda
bergantung pada jenjang manajemen dan tingkatan karyawan pada setiap jenjang. Berdasarkan pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa periode pelaporan terdiri dari laporan harian, mingguan, bulanan, dan tahunan disesuaikan dengan kebutuhan agar manajer dapat melakukan tindakan perbaikan dengan tepat.
2.5.4 Prosedur Penyusunan Laporan dalam Akuntansi Pertanggungjawaban Menurut Wahyu (2011) prosedur penyusunan laporan akuntansi pertanggungjawaban
pertama-tama
pertanggungjawaban
mengirim
dimulai
bukti-bukti
dengan setiap
pusat-pusat
periode
sekali
(bulanan/triwulan) sebagai dasar menyusun laporan atas biaya yang terjadi dan menjadi tanggung jawab departemen atau bagiannya, data biaya yang
41
dilaporkan
oleh
pusat
pertanggungjawaban
adalah
biaya
yang
sesungguhnya (actual cost) dan data biaya yang sesungguhnya terjadi ini, dikirim (diserahkan) ke penyusun laporan perusahaan keseluruhan (biasanya departemen/staf controller atau pengawas intern atau bagian akuntansi) selanjutnya bagian penyusunan laporan perusahaan keseluruhan (controller/pengawas intern) mengolah data-data yang berasal dari laporan pusat-pusat
pertanggungjawaban
dan
menyusun
laporan
pertanggungjawaban dengan membandingkan antara anggaran yang tersedia dan biaya sesungguhnya yang terjadi pada pusat-pusat pertanggungjawaban. Tahap akhir, controller atau pengawas intern mengirimkan laporan pertanggungjawaban tersebut ke pusat-pusat pertanggungjawaban yang dinilai maupun atasan dari pusat pertanggungjawaban yang dinilai.
2.6
Penilaian Kinerja
2.6.1 Definisi dan Manfaat Penilaian Kinerja Kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional organisasi, bagian organisasi dan karyawan, berdasarkan sasaran, standard dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Srimindarti, 2006). Menurut Rudianto (2006:311), penilaian kinerja adalah “penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya”. Tahap penilaian terdiri atas:
42
1. Perbandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. 2. Penentuan penyebab timbulnya penyimpangan kinerja sesungguhnya dari yang telah ditetapkan sebelumnya dalam standar. 3. Penegakkan perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk mencegak perilaku yang tidak diinginkan. Sedangkan menurut Mulyadi (2001:434), ada tiga jenis ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja secara kuantitatif, yaitu ukuran kriteria tunggal (single criteria) yang hanya menggunakan satu ukuran untuk menilai kinerja manajer, ukuran kriteria beragam (multiple criteria) yang menggunakan berbagai macam ukuran untuk menilai kinerja manajer, dan ukuran kriteria gabungan (composite criteria) yang menggunakan berbagai macam ukuran memperhitungkan bobot masingmasing ukuran serta menghitung rata-ratanya sebagai ukuran yang menyeluruh kinerja manajer. Menurut Rudianto (2006:315), dalam melakukan penilaian kinerja, ada beberapa metode yang dapat digunakan , yaitu: 1. Analisis Rasio 2. Anggaran 3. Balance Scorecard 4. Economic Value Added (EVA) 5. Benchmarking
43
2.6.2 Tahap-tahap Penilaian Kinerja Menurut Juwita (2009) penilaian kinerja dilaksanakan dalam dua tahap utama yaitu: 1.
Tahap persiapan Tahap persiapan terdiri dari tiga tahap rinci, yaitu: 1) Penentuan daerah pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggung jawab. 2) Penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja. 3) Pengukuran kinerja sesungguhnya.
2.
Tahap penilaian Tahap penilaian terdiri dari tiga tahap rinci, yaitu: 1) Pembandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan. 2) Penentuan
penyebab
timbulnya
penyimpangan
kinerja
sesungguhnya dari yang ditetapkan dalam standar. 3) Penegakkan perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk mencegah perilaku yang tidak diinginkan. Menurut Gary Dessler (2003:241), tahap penilaian kinerja mencakup: 1.
Setting work standards.
2.
Assessing feed back to the employee with the aim of motivating that person to eliminate deficiencies or continue to perform above par. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan tahap-tahap penilaian kinerja adalah sebagai berikut:
44
1.
Menentukan daerah pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggung
jawab
berdasarkan
standar
yang
ditetapkan
sebelumnya. 2.
Membandingkan kinerja aktual dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
3.
Menyediakan umpan balik untuk para manajer dengan tujuan memotivasi agar lebih meningkatkan kinerjanya.
2.6.3 Ukuran Kinerja Menurut Mulyadi (2001:434), terdapat tiga macam ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja secara kuantitatif yaitu: 1.
Ukuran kriteria tunggal (single criteria) Ukuran kriteria tunggal
adalah ukuran
kinerja
yang hanya
menggunakan suatu ukuran untuk menilai kinerja manajer. Jika kriteria tunggal digunakan untuk mengukur kinerja, orang akan cenderung memusatkan usahanya kepada kriteria tersebut dengan akibat diabaikannya kriteria yang lain, yang kemungkinan sama pentingnya dalam menentukan sukses atau tidaknya perusahaan atau bagiannya. 2.
Ukuran kriteria beragam (multiple criteria) Ukuran kriteria beragam adalah ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran untuk menilai kinerja manajer. Kriteria beragam merupakan cara untuk mengatasi kelemahan kriteria tunggal
45
dalam pengukuran kinerja. Berbagai aspek kinerja manajer dicari ukuran kriterianya sehingga seorang manajer diukur kinerjanya dengan beragam kriteria. Tujuan penggunaan kriteria beragam ini adalah agar manajer yang diukur kinerjanya mengarahkan usahanya kepada berbagai kinerja. 3.
Ukuran kriteria Gabungan Ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran, memperhitungkan bobot masing-masing ukuran, dan menghitung rataratanya sebagai ukuran menyeluruh kinerja manajer.
2.6.4 Penilaian Kinerja Pusat Pendapatan Menurut Supriyono (2001:46), pusat pendapatan adalah suatu pusat pertanggungjawaban dalam suatu organisasi yang prestasi manajernya dinilai atas dasar pedapatan pusat pertanggungjawaban tersebut. Prestasi pusat pendapatan diukur berdasarkan yang diperolehnya selama suatu periode dimana pendapatan tersebut diukur berdasarkan jumlah penjualan yang dicapai, lalu dibandingkan dengan penjualan yang dianggarkan. Menurut Sukarno (2002: 44-45), dalam menganalisa kinerja manajer pusat pendapatan, tidak semata mata dengan menghitung hasil penjualan, tapi juga harus memperhatikan pasar yang tersedia dan besarnya manajer
dan menelaah keseluruhan
pangsa pasar yang dikuasai
oleh
yang bersangkutan. Dalam hal ini analisis industry menjadi
sangat relevan. Tahap analisis industry adalah sebagai berikut :
46
a.
Membuat Proyeksi permintaan pasar
b.
Menilai posisi perusahaan dalam persaingan, yang dapat dihitunng dengan rumus sebagai berikut : Pangsa Pasar =
× 100%
Biaya-biaya yang terjadi pada pusat pendapatan hanyalah biaya-biaya yang berada dibawah pengawasan langsung manajer pusat pendapatan. Pusat pendapatan tidak dapat disebut sebagai pusat laba, karena biayabiaya yang terjadi salam pusat pertanggungjawaban ini bukan merupakan biaya lengkap. Menurut Gary Dessler (2003) informasi akuntansi yang dipakai sebagai ukuran kinerja pusat pendapatan adalah pendapatan itu sendiri. Terdapat dua unsur yang dapat dijadikan ukuran dalam penilaian kinerja pusat pendapatan, yaitu: 1. Tercapainya target pendapatan yang diharapkan. 2. Peningkatan pendapatan dari periode ke periode. Dalam manetapkan kriteria kinerja manajer, menurut Halim dkk (2001) berbagai faktor berikut ini perlu dipertimbangkan: 1. Dapat diukur atau tidaknya kriteria. 2. Rentang waktu sumber daya dan biaya. 3. Bobot yang diperhitungkan alas kriteria. 4. Tipe kriteria yang digunakan dan aspek perilaku yang ditimbulkan.
47
2.7 Kerangka Pemikiran Pengertian akuntansi pertanggungjawaban menurut Simamora (1999) yaitu: “Bentuk akuntansi khusus yang dipakai untuk mengevaluasi kinerja keuangan
segmen bisnis”.
Pada intinya,
akuntansi
pertanggungjawaban
mensyaratkan setiap manajer untuk berpartisipasi dalam penyusunan rencanarencana finansial segmennya dan menyediakan laporan kinerja tepat waktu yang membandingkan
hasil
aktual
dengan
yang
direncanakan.
Akuntansi
pertanggungjawaban melibatkan suatu arus berkesinambungan informasi yang berkaitan dengan arus berkelanjutan dari masukan-masukan kedalam, dan keluaran-keluaran dari suatu pusat pertanggungjawaban perusahaan. Akuntansi pertanggungjawaban menurut Hansen & Mowen (2001:116) adalah “sistem yang mengukur berbagai hasil yang dicapai oleh setiap pusat pertanggungjawaban menurut informasi yang dibutuhkan oleh para manajer untuk mengoperasikan pusat pertanggungjawaban mereka.” Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa akuntansi pertanggungjawaban merupakan suatu sistem yang sangat penting bagi perusahaan untuk meningkatkan kinerja manajer sehingga perusahaan dapat memperoleh laba yang maksimal sesuai dengan yang diinginkan. Sedangkan menurut Mulyadi (2001:218), Akuntansi pertanggungjawaban adalah suatu sistem
akuntansi yang disusun sedemikian
rupa
sehingga
pengumpulan dan pelaporan biaya dan pendapatan dilakukan sesuai dengan pusat pertanggungjawaban dalam organisasi, dengan tujuan agar dapat ditunjuk orang atau kelompok orang yang bertanggung jawab atas penyimpangan biaya dan
48
pendapatan yang dianggarkan. Dari definisi ini dapat dijelaskan bahwa akuntansi pertanggungjawaban merupakan alat untuk mengukur kinerja dari setiap pusat pertanggungjawaban, dimana kinerja tersebut dapat diukur dari pembandingan antara anggaran kegiatan /biaya dengan realisasi kegiatan/biaya. Dari definisi tersebut dikatakan bahwa akuntansi pertanggungjawaban mengelompokan organisasi atas pusat-pusat pertanggungjawaban. Pusat pertanggungjawaban dibagi menjadi 4 yaitu pusat pendapatan , pusat biaya, pusat laba dan pusat investasi. Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan pada pusat pendapatan perusahaan. Pusat pendapatan merupakan pusat pertanggungjawaban dimana outputnya diukur dalam unit moneter, tetapi tidak dihubungkan dengan inputnya. Kinerja keuangan pusat pendapatan diukur atas dasar pendapatan yang diperoleh (Anthony & Govindarajan , 2002). Untuk menilai kinerja pusat pertanggungjawaban menurut Mulyadi (2001:176), informasi akuntansi pertanggungjawaban merupakan informasi yang penting dalam proses perencanaan dan pengendalian aktivitas organisasi, karena informasi tersebut menekankan hubungan antara informasi dengan manajer yang bertanggungjawab terhadap perencanaan dan realisasinya. Informasi akuntansi pertanggungjawaban mencerminkan skor (score) yang dibuat oleh setiap manajer dalam menggunakan berbagai sumber daya untuk melaksanakan peran manajer tersebut dalam mencapai sasaran perusahaan. Informasi akuntansi yang dipakai untuk menilai kinerja pusat pendapatan adalah pendapatan. Untuk pengukuran kinerja pusat pendapatan, seluruh pendapatan, baik yang berasal dari transaksi penjualan produk atau jasa kepada
49
pihak luar perusahaan maupun dari transfer produk atau jasa kepada pusat pertanggungjawaban lain dalam perusahaanm dipakai sebagai tolak ukur kinerja pusat pendapatan. Kinerja pusat pendapatan diukur atas dasar pendapatan yang diperoleh yaitu dengan cara membandingkan antara pendapatan yang diperoleh dengan pendapatan yang dianggarkan (Mulyadi, 2001:436). Manajer yang bertanggungjawab pada suatu pusat pendapatan diharuskan untuk membuat suatu laporan pertanggungjawaban. Laporan pertanggungjawan tersebut
berisi
anggaran (target) penjualan
serta realisasinya.
Laporan
pertanggungjawaban tersebut kemudian akan digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi kinerja pusat pendapatan (Jihan Azizah Zein dan Hasan Sakti Siregar,2008). Menurut Mulyadi (2001:457) informasi akuntansi pertanggugjawaban mencerminkan nilai sumber daya yang diperoleh perusahaan dari bisnisnya dan yang dikorbankan oleh pusat pendapatan untuk menjalankan aktivitas bisnis perusahaan. Kinerja pusat pendapatan diwujudkan dalam berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan perusahaan. Dan karena kegiatan tersebut memerlukan sumber daya, maka kinerja pusat pendapatan akan tercermin dari penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan perusahaan. Maka akuntansi pertanggungjawaban dikatakan memadai apabila tujuan perusahaan tercapai dengan berbagai kegiatan penggunaan sumber daya kinerja pusat pendapatan. Dengan melihat latar belakang yang telah disampaikan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana akuntansi pertanggungjawaban
50
berperan dalam menilai kinerja pusat pendapatan. Untuk lebih jelasnya, uraian di atas dapat dilihat dalam skema berikut: Peranan Akuntansi Pertanggungjawaban Dalam Penilaian Kinerja Manajer Pusat Pendapatan
Peranan Akuntansi Pertanggungjawaban
Kinerja Manajer Pusat Pendapatan Variabel dependen (y)
Variabel independen (x)
karakteristik akuntansi pertanggungjawaban
Syarat-syarat akuntansi pertanggungjawaban
1) Struktur organisasi
1)
2) Penyusunan anggaran
2)
3) Pemisahaan biaya terkendali dan biaya tidak terkendali
3)
4) Klasifikasi Kode Rekenig
4)
5) Laporan pertanggungjawaban
Identifikasi pusat pertanggungjawaban Penetapan tolak ukur kinerja Perbandingan realisasi dan anggaran Pemberian pernghargaan atau hukuman
Hipotesis Akuntansi pertanggungjawaban yang memadai berperan dalam menilai kinerja pusat pendapatan
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran
Penilaian Kinerja Pusat Pendapatan
1)
Tercapainya target pendapatan yang diharapkan
2)
Peningkatan pendapatan dari periode ke periode.
51
2.8
Hipotesis
Ho :
Akuntansi pertanggungjawaban berperan dalam menilai kinerja manajer pusat pendapatan.