6
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Komunikasi Komunikasi adalah suatu proses yang sangat asasi, yaitu pengalihan (pengoperan) atas informasi, perasaan, penilaian, hiburan, gagasan atau idea. Istilah komunikasi tersebut dikenal dengan istilah lambang yang mengandung arti atau makna, sehingga komunikasi dapat didefinisikan sebagai “kegiatan pengoperan lambang yang mengandung arti atau makna “(Pratikto, 1986). Secara umum Effendy (1979), mendefinisikan komunikasi sebagai
proses dimana
seorang insan (komunikator) menyampaikan perangsang (biasanya lambanglambang dalam bentuk kata-kata) untuk merubah tingkah laku insan-insan lainnya (komunikate, sasaran). Oleh karena itu tujuan komunikasi menurut Effendy (2000) ada empat, yaitu: (1) mengubah sikap, (2) mengubah opini pendapat atau pandangan, (3) mengubah perilaku dan (4) mengubah masyarakat. Aktivitas komunikasi selalu menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia, karena komunikasi adalah suatu pernyataan manusia, baik secara perorangan maupun secara kelompok, yang bersifat umum (tidak bersifat rahasia) dengan menggunakan
tanda-tanda,
kode-kode
atau
lambang-lambang
tertentu
(Soekartawi, 2005). Tujuan dasar dalam komunikasi antar manusia adalah mencapai pengertian bersama yang lebih luas dan mendalam. Bila masing-masing telah memahami makna yang disampaikan maka para peserta saling percaya mempercayai atau menyetujui penafsiran masing-masing. Mempercayai adalah tindakan menerima informasi yang digunakan bersama sebagai hal yang sah dan benar.
Dengan
mempercayai
berarti
menerima
ketulusan
orang
yang
menggunakan informasi bersama-sama (Schramm dan Kincaid, 1977). Untuk lebih memahami komunikasi, ada tiga kerangka pemahaman yang dapat digunakan, yaitu komunikasi sebagai tindakan satu-arah, komunikasi sebagai interaksi dan komunikasi sebagai transaksi (Mulyana, 2002). Sebagai tindakan satu-arah, suatu pemahaman populer mengenai komunikasi manusia adalah komunikasi yang mengisyaratkan penyampaian pesan searah dari seseorang (atau suatu lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap-muka) ataupun melalui media, seperti surat (selebaran), surat kabar, majalah, radio, atau televisi. Komunikasi dianggap suatu
7
proses linear yang dimulai dengan sumber atau pengirim dan berakhir pada penerima, sasaran atau tujuannya. Komunikasi sebagai interaksi menyetarakan komunikasi dengan suatu proses sebab-akibat atau aksi-reaksi, yang arahnya bergantian. Seorang penerima bereaksi dengan memberi jawaban verbal atau menganggukkan kepala, kemudian orang pertama bereaksi lagi setelah menerima respons atau umpan-balik dari orang kedua, dan begitu seterusnya. Komunikasi sebagai interaksi dipandang sedikit lebih dinamis daripada komunikasi sebagai tindakan satu-arah. Salah satu unsur yang dapat ditambahkan dalam konseptualisasi kedua ini adalah umpanbalik (feed back), yakni apa yang disampaikan penerima pesan kepada sumber pesan. Komunikasi sebagai transaksi, komunikasi dianggap telah berlangsung bila seseorang telah menafsirkan perilaku orang lain, baik perilaku verbal maupun perilaku nonverbalnya. Berdasarkan konseptualisasi ini, komunikasi pada dasarnya adalah suatu proses yang dinamis yang secara sinambung mengubah pihak-pihak yang berkomunikasi. Menurut pandangan ini, maka orang-orang yang berkomunikasi dianggap sebagai komunikator yang secara aktif mengirimkan dan menafsirkan pesan. Setiap pihak dianggap sumber sekaligus juga penerima pesan. Efektivitas Komunikasi Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti tercapai keberhasilan yang telah ditetapkan. Menurut Sugandha (1988) prinsip efektif itu adalah kemampuan untuk mencapai sasaran dan tujuan akhir melalui kerja sama orang-orang dengan memanfaatkan sumber-sumber yang ada seefisien mungkin. Komunikasi dikatakan efektif bila rangsangan yang disampaikan dan dimaksudkan oleh pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima. Semakin besar kaitan antara yang dimaksud oleh komunikator dapat direspon oleh komunikan, maka semakin efektif pula komunikasi yang dilaksanakan. Selanjutnya Effendi (2001) menyatakan komunikasi untuk dapat dikatakan efektif jika dapat menimbulkan dampak yaitu: 1) kognitif, yakni meningkatnya pengetahuan komunikan, 2) Afektif, yaitu perubahan pandangan komunikan,
8
karena hatinya tergerak akibat komunikasi dan 3) Behavioral yaitu perubahan perilaku atau tindakan yang terjadi pada komunikan. Efek pada aras kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar dan tambahan pengetahuan. Pada aras afektif meliputi efek berhubungan dengan emosi, perasaan dan sikap, sedangkan efek pada aras konatif berhubungan dengan perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu menurut cara tertentu (Jahi, 1988). Tubbs dan Moss (2000) menyatakan ada lima hal yang menjadikan ukuran bagi komunikasi yang efektif, yaitu: pemahaman, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan. (1)
Pemahaman Arti pokok pemahaman adalah penerimaan yang cermat atas kandungan stimuli seperti yang dimaksud oleh pengirim pesan (komunikator), dikatakan efektif bila penerima memperoleh pemahaman yang cermat atas pesan yang disampaikan.
(2)
Kesenangan Komunikasi tidak semua ditujukan untuk menyampaikan maksud tertentu, adakalanya komunikasi hanya sekedar untuk bertegur sapa dan menimbulkan kebahagian bersama.
(3)
Mempengaruhi sikap Tindakan mempengaruhi orang lain dan berusaha agar orang lain memahami ucapan kita adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Pada waktu menentukan tingkat keberhasilan berkomunikasi ternyata kegagalan dalam mengubah sikap orang lain belum tentu karena orang lain tersebut tidak memahami apa yang dimaksud. Dapat dikatakan bahwa kegagalan dalam mengubah pandangan seseorang jangan disamakan dengan kegagalan dalam meningkatkan pemahaman, karena memahami dan menyetujui adalah dua hal yang sama sekali berlainan.
(4)
Memperbaiki hubungan Komunikasi yang dilakukan dalam suasana psikologis yang positif dan penuh kepercayaan akan sangat membantu terciptanya komunikasi yang efektif.
Apabila
hubungan
manusia
dibayang
bayangi
oleh
9
ketidakpercayaan, maka pesan yang disampaikan oleh komunikator yang paling kompeten pun bisa saja mengubah makna. (5)
Tindakan Mendorong orang lain untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan yang diinginkan merupakan hasil yang paling sulit dicapai dalam berkomunikasi. Lebih mudah mengusahakan agar pesan dapat dipahami orang lain daripada mengusahakan agar pesan tersebut disetujui, tindakan merupakan feed back komunikasi paling tinggi yang diharapkan pemberi pesan. Komunikasi Partisipatif dalam Pelaksanaan Prima Tani Mengatasi masalah pembangunan masyarakat yang semakin komplek,
maka diperlukan suatu pendekatan yang memungkinkan masyarakat memiliki kemampuan untuk memecahkan masalahnya sendiri, diperlukan suatu bentuk komunikasi yang mengkondisikan masyarakat bebas berpendapat, berekspresi dan mengungkapkan diri secara terbuka satu sama lainnya (Sulistyowati dkk. 2005). Pendekatan komunikasi yang dibutuhkan adalah pendekatan atau model komunikasi yang memungkinkan adanya pertukaran informasi antar komponen dalam proses komunikasi dengan banyak dimensi. Pendekatan ini sering disebut dengan model partisipasi (participatory model) atau model interaksi (interaktif model). Menurut Sulistyowati dkk. (2005), model participatory ini memiliki pertanyaan utama “ who is talking back to the who talked to them ?, artinya semakin banyak dimensi yang diperhatikan. Tekanannya bukan saja pada komunikator yang ingin mencapai sasaran tetapi terutama kepada reaksi komunikan terhadap usul komunikator. Model komunikasi ini memiliki anggapan bahwa manusia bukanlah komunikan yang pasif, tetapi merupakan hasil dari lingkungan sosialnya. Artinya reaksi terhadap setiap pesan yang masuk akan ditentukan oleh lingkungan tersebut. Dengan demikian di dalam model ini tidak hanya mencakup komunikasi dua tahap dan bahkan banyak tahap, tetapi juga banyak dimensi. Selain komunikasi dengan lingkungan komunikan masih ada juga unsur seberapa jauh lingkungan komunikator cocok dengan lingkungan komunikan
10
Menurut Sulistyowati dkk. (2005), pemikiran inti dari model komunikasi partisipatif adalah bahwa dalam proses pembicaraan dapat dimungkinkan dan diperhitungkan timbulnya ide-ide baru pada waktu komunikasi sedang berlangsung. Jika dalam model linier titik berat pada pesan-pesan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, dalam model partisipasi ini ada suatu cerminan situasi komunikasi yang sebenarnya, sehingga dengan jelas dapat dilihat apakah pihak pihak yang berkomunikasi telah berhasil saling mempengaruhi atau tidak, dapat dilihat akibat dari pesan yang telah dikirim. Model ini juga memperlihatkan situasi interaktif antara pihak-pihak yang berkomunikasi dan dapat berlangsung dalam bentuk komunikasi antar pribadi dan kelompok. Situasi
interaktif
antara
pihak-pihak
yang
berkomunikasi
dapat
digambarkan seperti dalam model Sirkuler yang dikemukakan oleh Osgood dan Schramm (1974) dalam Wiryanto (2004). Model ini menggambarkan suatu proses yang dinamis. Pesan ditransmisikan melalui proses encoding dan decoding. Hubungan antara encoding dan decoding layaknya sumber (encoder) penerima (decoder) yang saling mempengaruhi satu sama lain. Namun pada tahap berikutnya penerima (encoder) dan sumber (decoder), intepreter berfungsi ganda sebagai pengirim dan penerima pesan. Model ini menempatkan sumber dan penerima mempunyai kedudukan yang sederajat. Pesan Sumber Interpreter Penerima
Penerima Interpreter Sumber
Pesan Gambar 1 Model Sirkuler Osgood dan Schramm Menurut Hamijoyo (2005), komunikasi partisipatif mengasumsikan adanya proses humanis yang menempatkan individu sebagai aktor aktif dalam merespons setiap stimulus yang muncul dalam lingkungan yang menjadi medan
11
kehidupannya. Individu bukanlah wujud yang pasif yang hanya bergerak jika ada yang menggerakkan. Individu adalah wujud dinamis yang menjadi subyek dalam setiap perilaku yang diperankan termasuk perilaku komunikasi. Proses komunikasi pada dasarnya merupakan salah satu ekspresi dinamis individu dalam merespons setiap simbol yang diterimanya melalui mekanisme psikologis untuk memberikan makna sesuai dengan referensi yang dimilikinya. Melalui proses komunikasi simbol simbol itu kemudian diberi makna. Maka jadilah pesan yang bisa diterima dan digunakan untuk merumuskan pesan baru sehingga melahirkan situasi komunikasi dua arah (two ways communication). Dalam situasi interaktif inilah kemudian terbentuk norma sosial yang disepakati, sehingga semakin lama komunikasi itu berlangsung, maka semakin besar pula kesamaan-kesamaan yang terbangun dalam diri seseorang yang akan menjadi mediator penting aktivitas komunikasi. Dalam komunikasi dua arah bukan hanya pesan yang diperhatikan tetapi juga arusnya yang dua arah. Kalau pesan yang dipentingkan, maka yang keluar hanya perintah, pengarahan atau petunjuk yang tanpa diskusi atau komunikasi sekalipun. Tetapi arusnya yang diutamakan dalam komunikasi dua arah, maka yang terjadi adalah alternatif pendapat, saran dan cara pemecahan yang timbul dari keinginan bersama. Menurut Hamijoyo (2005), model ini disebut model konvergensi komunikasi, model ini berlandaskan konsepsi komunikasi sosial sebagai suatu proses dialog dua arah dalam upaya mencapai saling pengertian dan kesepakatan antara dua individu atau dua kelompok atau lebih, dan bukan satu orang atau satu kelompok yang berkuasa atau berwibawa memaksakan kekuasaan atau kewibawaannya kepada yang lain. Proses dialog dua arah menurut Effendy (2000), selalu lebih baik daripada monologis. Proses komunikasi dialogis menunjukkan terjadinya interaksi dimana mereka yang terlibat dalam komunikasi berupaya untuk terjadinya pengertian bersama (mutual understanding) dan empati. Mengacu pada konsep pengembangan wilayah serta pola pendekatan komunikasi Top-down dan Bottom-up, Sumardjo (1999) juga mengemukakan bahwa model komunikasi pembangunan yang dinilai layak untuk dikembangkan adalah model komunikasi “interaktif” yang menghasilkan keseimbangan dalam
12
perspektif teori pertukaran (exchange theory), melalui jalur kelembagaan yang telah mapan, didukung oleh bentuk-bentuk komunikasi yang efektif baik vertikal maupun horisontal dalam sistem sosial pertanian. Mengacu pada Schramm, Kincaid, Rogers dan Kincaid dan Swanson, Sumardjo (1999) menyatakan bahwa model komunikasi interaktif ini sejalan dan memperhatikan prinsip-prinsip yang berlaku dalam model komunikasi tipe Relational maupun tipe-tipe Convergence. Model
“interaktif”
sebenarnya
lebih
dekat
dengan
model
komunikasi
“konvergen”. Model komunikasi konvergen atau interaktif menurut Sumardjo (1999), bersifat dua arah, yakni partisipatif baik vertikal maupun horisontal. Artinya, keputusan di tingkat perencanaan program pembangunan sangat memperhatikan kebutuhan dan kepentingan di tingkat “bawah” (yang biasa disebut sasaran pembangunan), tanpa harus mengabaikan arah dan percepatan pembangunan, dengan titik berat pembangunan beroriantasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat dan memperhatikan hak-haknya sebagai manusia dan warga negara. Pengalaman pembangunan yang telah dilaksanakan, memang terbukti bahwa kesadaran masyarakat yang tinggi akan tumbuh dan berkembang apabila kebutuhan dan kepentingan mereka mendapat tempat yang layak dalam proses pembangunan yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan maupun pemanfaatan hasilnya. Perencanaan bukan hanya menjadi tugas pemerintah, bahkan masyarakat lokalpun dapat membuat suatu perencanaan pembangunan untuk dilaksanakan di desa atau wilayah mereka. Pemerintah dan masyarakat juga dapat membuat suatu perencanaan pelaksanaan suatu program agar sesuai dengan keinginan masyarakat, yang sesuai pula dengan situasi dan kondisi yang dihadapi oleh masyarakat sebagai sasaran program pembangunan. Model perencanaan seperti ini, dikenal dengan perencanaan partisipatif. Lionberger dan Gwin (1982) menyatakan
perencanaan partisipatif diartikan sebagai perencanaan yang
dilakukan masyarakat lokal (dengan pendampingan dari penyuluh spesialis) bagi program-program yang memenuhi kebutuhan lokal. Program tidak direncanakan secara Top Down oleh lembaga pemerintah, tetapi hasilnya benar-benar diminati oleh masyarakat lokal menjadi kebutuhan mereka.
13
Paradigma komunikasi konvergen ditandai dengan terakomodasinya aspirasi pihak atas (pemerintah) dan pihak bawah (masyarakat) dalam program pembangunan wilayah setempat. Oleh karena itu pendekatan konvergen lebih tepat digunakan dalam era globalisasi, karena menurut Sumardjo (1999), pendekatan tersebut lebih memungkinkan terjalin integrasi (interface) antara kepentingan nasional dengan kepentingan masyarakat dan potensi (dan permasalahan) lingkungan setempat. Pendekatan tersebut lebih menempatkan martabat manusia secara lebih layak, keberadaan masyarakat dengan aspek kepentingan dan kemampuannya menjadi lebih dikenali dan dihargai, sehingga lebih mendorong terjadinya partisipasi masyarakat yang lebih luas. Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa inti dari komunikasi partisipatif adalah suatu proses komunikasi dapat terjadi komunikasi dua arah atau dialogis, sehingga menghasilkan suatu pemahaman yang sama terhadap pesan yang disampaikan. Dalam kaitannya dengan penelitian ini maka komunikasi partisipatif dapat dilaksanakan antara penyuluh dengan petani, dimana terjadi proses komunikasi dua arah dan dialogis sehingga menghasilkan suatu pemahaman yang sama terhadap program yang akan dilaksanakan. Dengan demikian dalam model komunikasi partisipatif, petani terlibat aktif dalam memberikan masukan dan informasi kepada petugas penyuluh serta petani terlibat aktif dalam setiap pengambilan keputusan pelaksanaan Prima Tani. Proses keterlibatan petani dalam pengambilan keputusan ini dilakukan melalui tahapan perencanaan program, pelaksanaan dan evaluasi terhadap program, yang dalam penelitian ini indikatornya dilihat sebagai (1) tahap penumbuhan ide, (2) perencanaan program, (3) pelaksanaan program dan (4) penilaian program. Karakteristik Individu Karakteristik individu sangat menentukan pemahaman terhadap informasi yang diterima. Lionberger dan Gwin (1982) mengungkapkan bahwa peubah yang penting dalam mengkaji masyarakat lokal di antaranya adalah peubah karakteristik individu. Karakteristik anggota kelompok pada dasarnya merupakan karakteristik individu, karakteristik individu meliputi: usia, tingkat pendidikan, dan ciri psikologis. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Imami (2003)
14
menyatakan
bahwa
karakteristik
individu
meliputi:
Umur,
Pendidikan,
Pengalaman kerja, Jenis kelamin, Tingkat Kekosmopolitan, Akses terhadap jaringan komunikasi dan sikap terhadap perubahan. Menurut Rogers (2003) proses pengambilan keputusan para petani apakah menerima atau menolak suatu inovasi tergantung pada sikap mental (sikap terhadap perubahan), situasi intern dan situasi ekstern. Situasi intern individu dipengaruhi antara lain oleh usia, tingkat pendidikan formal dan pendidikan non formal, pengalaman bertani padi, keberanian mengambil resiko dan tingkat kekosmopolitan. Soekartawi (2005) lebih rinci mengemukakan karakteristik individu antara lain: umur, pendidikan, keberanian mengambil resiko, pola hubungan, sikap terhadap perubahan, motivasi berkarya, aspirasi, fatalisme, sistem kepercayaan tertentu dan karakteristik psikologi. Menurut Devito (1997) karakteristik seseorang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang. Powel dalam Hermawanto (1988), menyatakan bahwa persepsi seseorang tentang sesuatu ditentukan oleh jenis kelamin dan umur. Pengalaman seseorang tentang obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dalam menyimpulkan suatu informasi dan menafsirkan pesan disebut persepsi (Rakhmat, 2000). Bagaimana seseorang mempersepsi suatu pesan atau informasi akan mempengaruhi efektivitas komunikasi. Dalam konteks penelitian ini, karakteristik internal petani yang diduga dapat mempengaruhi partisipasi dalam pelaksanaan Prima Tani terdiri dari peubah peubah: Usia, Pendidikan, Pendidikan non formal, Pengalaman berusaha tani, Motivasi, Tingkat Pendapatan,
Luas pemilikan lahan,
Keanggotaan dalam
kelompok tani. Faktor usia, Pendidikan, Pendidikan non formal, Pengalaman berusaha tani, Luas pemilikan lahan akan mempengaruhi kemampuan petani berpartisipasi dalam Prima Tani, Faktor Motivasi berhubungan dengan kemauan dan kemampuan petani untuk berpartisipasi sedangkan faktor keanggotaan dalam kelompok tani berhubungan dengan kesempatan petani untuk berpartisipasi dalam Prima Tani.
15
Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat sering diberi makna sebagai keterlibatan seseorang secara sukarela tanpa tekanan yang jauh dari pemerintah. Partisipasi masyarakat merupakan suatu kerelaan, ada bermacam-macam faktor yang mendorong kerelaan seseorang untuk terlibat, bisa karena kepentingan atau karena solidaritas, karena mempunyai tujuan dan kepentingan yang sama, dan karena ingin melakukan perubahan bersama walaupun tujuannya berbeda. Oleh karena itu untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan maka diperlukan beberapa persyaratan. Menurut Slamet (2003), syarat untuk berpartisipasi dapat digolongkan dalam tiga golongan, yaitu adanya kesempatan untuk membangun dalam
pembangunan,
kedua
adanya
kemampuan
untuk
memanfaatkan
kesempatan, dan ketiga adanya kemauan dan kemampuan untuk berpartisipasi. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan menurut Slamet (2003), dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan, ikut serta dalam pemanfaatannya dan menikmati hasil hasil pembangunan. Partisipasi ini menurut Kuswartojo (2004), dapat dimulai dari tahap menentukan mana yang akan dituju dan apa yang akan dihasilkan, yang biasanya disebut dengan tahap rumusan kebijakan dan rencana. Selanjutnya diikuti dengan partisipasi pada tahap menentukan cara untuk mencapai tujuan dan mempertaruhkan sumber daya agar tujuan dapat tercapai. Sehingga pada akhirnya partisipasi akan sampai pada tahap mencapai kesamaan pandangan tentang bagaimana memantau dan menilai hasilnya. Dengan demikian secara umum dapat dikatakan bahwa partisipasi dapat dimulai dari tahap perumusan kebijakan dan penyusunan rencana, tahap implementasi sampai tahap pemantauan/pengawasan dan evaluasi. Definisi partisipasi menurut Uphoff ( 1979), dibagi menjadi empat jenis yaitu dimulai dari partisipasi dalam pembuatan keputusan, partisipasi dalam penerapan keputusan, partisipasi dalam pencapaian hasil serta partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi dalam pembuatan keputusan adalah partisipasi dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengemukakan pendapat dan aspirasinya untuk menilai suatu perencanaan kegiatan, masyarakat juga diberikan kesempatan untuk menimbang suatu keputusan yang akan diambil. Partisipasi dalam penerapan keputusan
adalah partisipasi dengan mengikutsertakan
16
masyarakat dalam kegiatan operasional berdasarkan perencanaan yang telah disepakati bersama. Partisipasi dalam pencapaian hasil
pembangunan adalah
partisipasi masyarakat dalam menggunakan hasil hasil pembangunan yang telah dilaksanakan.
Partisipasi
dalam
mengevaluasi
dan
mengawasi
kegiatan
pembangunan adalah partisipasi masyarakat dalam bentuk keikutsertaannya menilai serta mengawasi kegiatan pembangunan dan memelihara hasil hasil pembangunan. Analisis proses partisipasi atau peran serta masyarakat sangat penting untuk
dilakukan
karena
dengan
demikian
usaha
komunikasi
program
pembangunan dalam masyarakat akan memperoleh suatu hasil yang maksimal. Analisis proses partisipasi masyarakat dalam pembangunan telah dilakukan oleh Levis (1996), yaitu meliputi 4 tahap yang antara lain: 1. Tahap penumbuhan ide untuk membangun dan Perencanaan Dalam pelaksanaan program tersebut dapat dilihat apakah pelaksanaan program tersebut didasarkan atas gagasan atau ide yang tumbuh dari kesadaran masyarakat sendiri atau diturunkan dari atas. Jika ide dan prakarsa untuk membangun datangnya dari masyarakat itu sendiri karena didorong oleh tuntutan situasi dan kondisi yang menghimpitnya pada saat itu, maka peran serta aktif masyarakat akan lebih baik. Jika masyarakat ikut dilibatkan didalam proses perencanaan untuk membangun daerahnya, maka dapat dipastikan bahwa seluruh anggota masyarakat merasa dihargai sebagai manusia yang memiliki potensi atau kemampuan sehingga mereka lebih mudah berperan serta aktif atau berpartisipasi dalam melaksanakan, melestarikan program pembangunan itu sendiri. 2. Tahap pengambilan keputusan Landasan filosofis dalam tahap ini adalah bahwa setiap orang akan merasa dihargai jika mereka diajak untuk berkompromi, memberikan pemikiran dalam membuat suatu keputusan untuk membangun diri, keluarga, bangsa dan daerah dan negaranya. Keikutsertaan anggota atau seseorang didalam pengambilan suatu keputusan secara psikososial telah memaksa anggota masyarakat yang bersangkutan untuk turut bertanggung jawab dalam melaksanakan, mengamankan setiap paket program yang dikomunikasikan. Mereka merasa ikut memiliki serta bertanggung jawab secara penuh atas keberhasilan program yang akan
17
dilaksanakan. Dengan demikian dalam diri masyarakat akan tumbuh rasa tanggung jawab secara sadar kemudian berprakarsa untuk berpartisipasi secara positif dalam pembangunan. 3. Tahap pelaksanaan dan evaluasi Untuk
mewujudkan
kondisi
masyarakat
agar
berpartisipasi
didalam
melaksanakan program pembangunan yang telah dikomunikasikan, mereka harus dilibatkan dalam melaksanakan setiap pelaksanaan program pembangunan. Tujuan melibatkan masyarakat dalam tahap pelaksanaan adalah agar masyarakat dapat mengetahui secara baik tentang cara melaksanakan suatu program yang akan dilaksanakan sehingga nantinya mereka dapat secara mandiri dan mampu melanjutkan, meningkatkan serta melestarikan program pembangunan yang dilaksanakan. Tujuan lainnya adalah untuk menghilangkan ketergantungan masyarakat terhadap pihak luar dalam hal ini komunikator atau penyuluh yang selama ini selalu terjadi dan akan menjamin bahwa program pembangunan itu sendiri tidak akan lenyap serta merta setelah kepergian para petugas dari desa atau wilayah yang bersangkutan. Sedangkan dalam evaluasi masyarakat diharapkan mampu menilai diri sendiri, dengan mengungkapkan apa yang mereka tahu dan diperlukan. Mereka diberi kebebasan untuk menilai sesuai dengan apa yang ada dalam benaknya, pengalaman, kelebihan atau keuntungan dari program, kelemahannya, manfaat, hambatan, faktor pelancar yang mereka hadapi dalam operasionalisasi program secara bersama sama mencarikan alternatif terbaik sebagai bahan pertimbangan bagi pelaksanaan program. 4. Tahap pembagian keuntungan ekonomis Tahap ini ditekankan pada pemanfaatan program pembangunan yang telah diberikan secara merata kepada seluruh anggota masyarakat dalam desa atau wilayah bersangkutan. Pertimbangan pokok dalam penerapan suatu program jika dilihat aspek keuntungan ekonomis adalah program tersebut akan mampu memberikan kesuksesan secara ekonomis kepada seluruh atau sebagian besar masyarakat disekitarnya.
18
Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani) Dalam rancangan Dasar Prima Tani (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2004) menyatakan bahwa Prima Tani adalah suatu Program Rintisan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian untuk memperkenalkan dan memasyarakatkan inovasi hasil penelitian dan pengembangan kepada masyarakat dalam bentuk laboraturium agribisnis pada wilayah yang mudah dilihat dan dikenal masyarakat tani. Prima Tani ini merupakan suatu model atau konsep baru diseminasi teknologi yang dipandang dapat mempercepat penyampaian informasi sebagai
bahan dasar inovasi yang dihasilkan Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Prima Tani diharapkan dapat berfungsi sebagai
jembatan
penghubung
langsung
antara
Peneliti
dalam
bidang
Pengembangan Pertanian sebagai penghasil inovasi dengan lembaga penyampaian (delivery system) maupun pelaku agribisnis (receiving system) pengguna inovasi. Tujuan utama pelaksanaan Prima Tani adalah untuk mempercepat waktu dan memperluas adopsi inovasi pertanian yang dihasilkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian, 2004). Di samping itu pelaksanaan Prima Tani ditujukan untuk memperoleh umpan balik mengenai karakteristik teknologi tepat guna yang bersifat lokal spesifik di wilayah setempat. Umpan balik ini merupakan informasi esensial dalam rangka mewujudkan dan memperbaiki penelitian dan pengembangan yang berorientasi pada kebutuhan penggunanya. Prima Tani sebagai modus diseminasi hasil-hasil penelitian dan pengembangan bertujuan untuk: y
Merancang serta memfasilitasi penumbuhan dan pembinaan percontohan sistem dan usaha agribisnis yang berbasis pengetahuan dan teknologi inovatif.
y
Membangun pengadaan sistem teknologi dasar (antara lain benih dasar, prototipe alat/mesin pertanian, model usaha pasca panen skala komersial) secara luas dan desentralistis.
y
Menyediakan informasi, konsultasi dan sekolah lapang untuk pemecahan masalah melalui penerapan inovasi pertanian bagi para praktisi agribisnis.
19
y
Memfasilitasi dan meningkatkan kemampuan masyarakat dan pemerintah setempat untuk melanjutkan pengembangan dan pembinaan percontohan sistem dalam usaha agribisnis yang berbasis pengetahuan dan teknologi mutakhir secara mandiri. Sasaran akhir dari Prima Tani adalah diterapkannya teknologi inovatif
yang dihasilkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian oleh praktisi agribisnis secara cepat, tepat dan massal (Simatupang, 2004). Kegiatan diseminasi teknologi yang akan dilakukan Badan Litbang Pertanian hanyalah membuktikan dan menunjukkan kepada masyarakat bahwa teknologi tersebut tepat guna dan unggul sehingga mereka yakin dan mengadopsinya. Tetapi kegiatan diseminasi oleh Badan Litbang Pertanian hanya dalam skala terbatas dan sementara waktu saja. Fasilitas difusi dan replikasi atau perluasan Prima Tani diharapkan akan dilakukan oleh instansi pemerintah yang bertugas untuk itu, baik itu Direktorat jenderal lingkup Departemen Pertanian melalui program nasional maupun dinas lingkup pertanian pemerintah daerah melalui program pembangunan daerah. Paradigma dan Strategi Prima Tani merupakan suatu strategi dalam mengimplementasikan paradigma baru dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Sehingga dipandang dari segi pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan, Prima Tani merupakan wahana untuk pelaksanaan penelitian dan pengembangan partisipatif dalam rangka mewujudkan penelitian dan pengembangan berorientasi kepada konsumen/pengguna. Dilihat dari segi pelaksanaan kegiatan diseminasi, maka Prima Tani merupakan wahana untuk menghubungkan secara langsung Badan Penelitian dan Pengembangan sebagai penyedia teknologi sumber/dasar dengan masyarakat luas atau pengguna teknologi secara komersial maupun lembaga-lembaga pelayanan penunjang pembangunan sehingga adopsi teknologi yang dihasilkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian tidak saja tepat guna, tetapi juga langsung diterapkan dalam pembangunan sistem dan usaha agribisnis, setidaknya dalam tahap rintisan atau percontohan. Rintisan atau percontohan tersebut diharapkan akan menjadi titik awal difusi massal teknologi inovatif yang dihasilkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
20
Prima Tani dapat dilaksanakan melalui empat strategi (BPTP Kalbar, 2005) yaitu: 1. Menerapkan teknologi inovatif tepat guna secara partisipatif berdasarkan paradigma penelitian untuk pembangunan. 2. Membangun model percontohan sistem dan usaha agribisnis berbasis teknologi inovatif yang mengintegrasikan sistem inovasi dan kelembagaan dengan sistem agribisnis. 3. Mendorong proses difusi dan replikasi model percontohan teknologi inovatif melalui ekspose dan demonstrasi lapang, diseminasi informasi, advokasi serta fasilitasi. 4. Mengembangkan agroindustri pedesaan berdasarkan karakteristik wilayah agroekosistem dan kondisi sosial ekonomi setempat. Keterkaitan Antar Komponen Prima Tani pada intinya adalah membangun model percontohan sistem dan usaha agribisnis progresif berbasis teknologi inovatif yang memadukan sistem inovasi dan sistem agribisnis. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian tidak lagi hanya berfungsi sebagai produsen teknologi sumber/dasar, tetapi juga terlibat aktif dalam memfasilitasi penggandaan, penyaluran dan penerapan teknologi inovatif yang dihasilkan. Prima Tani pada dasarnya merupakan model terpadu dari Penelitian – Penyuluhan – Agribisnis – Pelayanan Pendukung. Pembentukan jejaring kerja model terpadu dari Penelitian – Penyuluhan – Agribisnis – Pelayanan pendukung merupakan salah satu terobosan kelembagaan dalam Prima Tani. Sedangkan Prima Tani itu mengandung dua unsur pembaharuan: 1. Inovasi teknologi tepat guna siap terap dan manajemen usaha agribisnis. 2. Inovasi kelembagaan yang memadukan sistem atau rantai pasok inovasi dan sistem agribisnis. Pada tahap awal penumbuhan sistem inovasi diintroduksikan paket rintisan dengan rantai pasok inovasi yang amat pendek (diintroduksikan secara langsung oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian sebagai sumber informasi). Balai penelitian dalam lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian sebagai penghasil teknologi dasar (generating system) sekaligus berfungsi sebagai
21
penyalur langsung teknologi “komersial” kepada petani/praktisi agribisnis penerima atau pengguna teknologi tersebut. Sementara bersama sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian hanya melaksanakan pembekalan keterampilan dan pengetahuan teknis kepada penyuluh yang selanjutnya bertindak sebagai nara sumber bagi para praktisi agribisnis. Tahapan selanjutnya adalah pemantapan, dengan ciri utama penumbuhan segmen pemasok teknologi lokal (delivery segment). Pada tahap awal, pelaksana perintis adalah BPTP, unit kerja teknis Badan Penelitian Pengembangan Pertanian yang berada di seluruh propinsi di Indonesia dan kelembagaan/institusi teknologi pertanian milik pemerintah daerah (misalnya benih). Tahapan akhir dari pengembangan sistem inovasi adalah penumbuhan dan pengembangan usaha komersial produsen teknologi (antara lain benih sebar) di daerah pengembangan Prima Tani Sistim dan Usaha Agribisnis Sistem dan usaha agribisnis dibangun dengan menggunakan sistem inovasi berdasarkan paradigma agribisnis. Pertama, walaupun berupa usaha keluarga skala kecil, usahatani haruslah dipandang sebagai usaha komersial yang otonom, berorientasi pasar dan bertujuan untuk meraih sisa hasil usaha (laba) sebesar besarnya. Kedua, keberadaan dan kinerja usahatani amat atau bahkan terutama ditentukan oleh keberadaan dan kinerja usaha-usaha terkait, baik dari segment rantai hulu, yakni bidang usaha pengadaan dan penyaluran sarana dan prasarana usahatani; disegmen rantai hilir, yakni bidang usaha pengolahan dan pemasaran hasil-hasil usahatani; maupun disegmen rantai sisi, yakni bidang usaha jasa fasilitator (misalnya usaha pembiayaan, transportasi, energi, komunikasi), dan infrastruktur penunjang (antara lain irigasi, penyuluhan, pasar) Usahatani yang dikembangkan pada Prima Tani adalah “Sistem Usaha Intensifikasi Diversifikasi “ (SUID). Salah satu contohnya adalah Sistem integrasi tanaman-ternak (crop-livestock system = CLS) yang diusahakan secara intensif. Karena sasaran Prima Tani adalah usahatani keluarga skala kecil, maka usahatani yang
akan
dikembangkan
adalah
pola
usaha
SUID-keluarga
yang
mengintegrasikan kegiatan rumah tangga, usahatani dan kegiatan non usahatani. Rancang operasioanal usaha SUID-keluarga disusun antara lain dengan
22
menyesuaikan dengan kondisi agroekosistem maupun tatanan sosial-ekonomi setempat. Keluaran akhir Prima Tani adalah terbentuknya unit Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) dan Sistem Usahatani Intensifikasi dan Diversifikasi (SUID), yang merupakan representasi industri pertanian dan usahatani berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi di suatu kawasan pengembangan. Kawasan ini mencerminkan suatu pengembangan agribisnis yang lengkap dan padu padan antar subsistem, yang berbasis agroekosistem, dan mempunyai kandungan teknologi dan kelembagaan lokal yang diperlukan. Model Pengembangan Ada dua rancang bangun atau desain model inovasi yaitu: (1) model introduksi dan (2) model renovasi. Model introduksi adalah rancangan agribisnis yang dibangun untuk pengembangan inovasi teknologi berikut susbsistem pendukungnya yang baru. Dengan demikian, model introduksi ini dibangun dengan pendekatan cetak biru (blue print) murni dan inovasi teknologi yang hendak dikembangkan dengan struktur sistem dan usaha agribisnis yang berbeda dengan kondisi di lapang. Model ini mengakomodasi inovasi teknologi baru yang membutuhkan rancangan model sistem dan usaha agribisnis yang baru pula. Model renovasi merupakan model penyempurnaan dan model sistem dan usaha agribisnis yang ada, sehingga mencerminkan suatu revitalisasi inovasi. Prinsip dasarnya adalah : (1) reinventing system dan usaha agribisnis yang ada melalui reformasi sistem, usaha, pelayanan publik dan kelembagaan; (2) renovasi dan revitalisasi teknologi dan kelembagaan. Dengan demikian rancangan model yang dibangun berpijak pada kondisi sistem dan usaha agribisnis yang ada. Prima Tani diimplementasikan secara partisipatif dalam suatu desa atau laboratorium agribisnis, dengan menggunakan lima pendekatan, yaitu (i) agroekosistem, (ii) agribisnis, (iii) wilayah, (iv) kelembagaan, dan (v) pemberdayaan masyarakat. Penggunaan pendekatan agroekosistem berarti Prima Tani diimplementasikan dengan memperhatikan kesesuaian dengan kondisi biofisik lokasi yang meliputi aspek sumber daya lahan, air, wilayah komoditas, dan komoditas dominan. Pendekatan agribisnis berarti dalam implementasi Prima Tani diperhatikan struktur dan keterkaitan subsistem penyediaan input, usahatani,
23
pascapanen, pemasaran, dan penunjang dalam satu sistem. Pendekatan wilayah berarti optimasi penggunaan lahan untuk pertanian dalam satu kawasan (desa atau kecamatan). Salah satu komoditas pertanian dapat menjadi perhatian utama sedangkan beberapa komoditas lainnya sebagai pendukung, terutama dalam kaitannya dengan upaya untuk mengatasi risiko ekonomi akibat fluktuasi harga. Pendekatan
kelembagaan
berarti
pelaksanaan
Prima
Tani
tidak
hanya
memperhatikan keberadaan dan fungsi suatu organisasi ekonomi atau individu yang berkaitan dengan input dan output, tetapi juga mencakup modal sosial, norma, dan aturan yang berlaku di lokasi Prima Tani. Pendekatan pemberdayaan masyarakat menekankan perlunya penumbuhan kemandirian petani dalam memanfaatkan potensi sumber daya pedesaan. Resultan dari kelima pendekatan di atas adalah terciptanya suatu model pengembangan pertanian dan pedesaan dalam bentuk unit Agribisnis Industrial Pedesaan dan Sistem Usahatani Intensifikasi dan Diversifikasi di lokasi Prima Tani yang berkelangsungan. Hasil Penelitian yang Relevan Berbagai penelitian tentang efektivitas komunikasi dalam pelaksanaan program pembangunan telah banyak dilakukan oleh berbagai pihak, baik oleh praktisi komunikasi, mahasiswa maupun para ahli lainnya. Berbagai faktor telah diketahui dapat mempengaruhi efektivitas komunikasi dalam pelaksanaan suatu program pembangunan. Hasil penelitian Tutud (2001), menemukan bahwa efektif tidaknya komunikasi sangat dipengaruhi karakteristik personal dan situasional komunikan, kualitas komunikasi yang dilakukan serta kredibilitas sumber informasi. Anas (2003), juga menemukan bahwa karakteristik nelayan merupakan faktor penentu dalam membentuk efektivitas komunikasi. Nelayan dengan karakteristik mempunyai tanggungan keluarga yang kecil dan nelayan yang mempunyai pendapatan yang besar akan lebih efektif berkomunikasi dalam meningkatkan pengetahuan, menentukan sikap dan mengambil suatu tindakan terhadap program pembangunan yang disampaikan. Metode komunikasi kelompok dianggap efektif oleh nelayan untuk meningkatkan pengetahuan, menentukan sikap dan mengambil tindakan.
24
Penelitian tentang faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi anggota kelompok tani dalam penerapan panca usaha tanaman padi sawah dilakukan oleh Arfani (1987) di Lampung. Dalam penelitian ini diketahui ada lima parameter ciri-ciri individu yang berpengaruh terhadap tingkat partisipasi dalam kegiatan kelompok, yaitu tingkat pendidikan, status keanggotaan, sifat kosmopolit, pengertian terhadap tujuan kelompok dan pemahaman terhadap kejiwaan sebagai anggota kelompok. Sedangkan pada aspek penerapannya ciri-ciri individu yang berpengaruh terhadap tingkat penerapan panca usaha yaitu: umur, status keanggotaan, sifat kosmopolit dan pengertian terhadap tujuan kelompok. Partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok tani berhubungan relatif nyata dengan tingkat penerapan panca usaha. Penelitian Wahyuni (2006), menemukan bahwa peningkatan partisipasi masyarakat dengan cara mengimplementasikan program melalui proses komunikasi yang cenderung top-down dan searah serta kurang terjadinya komunikasi yang bottom-up dan interaktif cenderung kurang dapat menggali aspirasi masyarakat. Akibatnya peningkatan partisipasi masyarakat menjadi kurang efektif. Rahmani (2006), juga membuktikan bahwa karakteristik individu berhubungan nyata dengan efektivitas komunikasi terutama pada aspek afektif dan konatif. Pelatihan dan kursus yang diikuti responden merupakan faktor penentu dalam membangun komunikasi yang efektif pada program PIDRA di Kabupaten Sumbawa. Partisipasi anggota dalam kelompok mandiri merupakan faktor penentu efektivitas komunikasi serta berhubungan nyata dengan efektivitas komunikasi pada aspek kognitif, afektif dan konatif.