TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Komunikasi Politik Komunikasi politik merupakan segala bentuk komunikasi yang terjadi dalam suatu sistem politik dan antar sistem tersebut dengan lingkungannya, yang mencakup jaringan komunikasi (organisasi, kelompok, media massa dan saluransaluran khusus) dan determinan sosial ekonomi dari pola-pola komunikasi yang ada pada sistem tersebut (Nasution, 1990). Komunikasi
politik
adalah
suatu
proses
dan
kegiatan-kegiatan
membentuk sikap dan tindakan perilaku politik yang terintegrasi ke dalam suatu sistem politik dengan mengunakan simbol-simbol yang berarti (Harun dan Sumarno, 2006). Tindakan komunikasi politik dapat dilakukan dalam beragam konteks, yaitu komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massa. Komunikasi politik merupakan proses dimana informasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian ke bagian lainnya, dan di antara sistemsistem
sosial
dengan
sistem
politik,
serta
merupakan
proses
yang
berkesinambungan, dan melibatkan pertukaran informasi di antara individuindividu yang satu dengan kelompoknya pada semua tingkat masyarakat (Rush dan Althoff, 2003). Penjelasan cakupan bidang komunikasi politik, maka perlu dijelaskan arti dua istilah penting pada aspek ini yaitu politik dan komunikasi. Pengertian pertama tentang politik sebagai berikut (Budiharsono, 2003): Satu, politik adalah bermacam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses penentuan tujuan dan pelaksanaan sistem tersebut. Dua, politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari masyarakat secara keseluruhan (public goals) dan bukan tujuan pribadi (private goals). Tiga, Politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum menyangkut tindakan umum, terutama menyangkut kegiatan pemerintah (Jenkins dalam Budiharsono, 2003). Empat, politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk masyarakat secara menyeluruh (Mitchell dan Jefkins dalam Budiharsono, 2003). Lima, politik adalah himpunan nilai, ide dan norma, kepercayaan dan keyakinan seseorang atau kelompok yang mendasari penentuan sikapnya terhadap suatu kejadian dan masalah politik yang dihadapinya dan menentukan tingkah laku politiknya (Jenkins dalam Budiharsono, 2003).
12
Politik adalah pelbagai kegiatan dalam suatu sistem politik yang menyangkut proses penentuan tujuan dan pelaksanaan seluruh masyarakat melalui pengambilan keputusan berupa nilai, ide, norma, kepercayaan dan keyakinan seseorang atau kelompok terhadap suatu kejadian dan masalah politik yang dihadapinya. Komunikasi ialah hubungan; kontak. Jika terminologi politik dan komunikasi digabungkan, pengertiannya menunjuk pada salah satu dari ilmu terapan dari kelompok ilmu sosial yang mempelajari sikap penguasa dalam suatu negara terhadap komunikasi massa dan khalayak pada periode tertentu (Budiharsono, 2003). Pada paradigma interaksional komponen utama komunikasi politik adalah peran, orientasi, kesearahan, konsep kultural dan adaptasi. Sehingga sumber atau penerima pesan atau umpan balik dan saluran, sama sekali tidak penting. Konsepsi ini sering juga dikatakan sebagai komunikasi dialogis atau komunikasi yang dipandang sebagai dialog (Arifin, 2003). Paradigma interaksional memberi penekanan pada faktor manusia, hal ini sangat relevan diterapkan dalam komunikasi politik yang demokratis. Konsep demokrasi yang memandang manusia sebagai mahluk rasional dan menunjang hak-hak asasi manusia serta mengembangkan prinsip-prinsip egaliter dan populis sangat sesuai dengan paradigma interaksional. Hal ini juga akan mendorong partisipasi politik yang tinggi karena komunikasi politik yang terbangun bersifat dialogis. Lebih lanjut Arifin (2003) menjelaskan, pada paradigma pragmatis komunikasi politik mengingkari prinsip-prinsip utama mekanistik, psikologi dan interaksional. Sehingga paradigma pragmatis, teori sistem sosial dan teori informasi diterapkan secara bersama-sama dalam komunikasi. Komponen pokok dalam perspektif pragmatis adalah pola interaksi, fase, siklus, sistem, struktur dan fungsi. Sehingga jika diterapkan dalam komunikasi politik tindakan yang menyangkut kekuasaan, pengaruh, autoritas dan konflik. Karena tindakan dan perilaku sama dengan komunikasi dalam perspektif pragmatis, maka dapat dikatakan bahwa setiap orang tidak mungkin tidak berkomunikasi karena setiap orang tidak berhenti bertindak atau berperilaku. Pada pelaksanaan kebijakan perberasan dapat dijelaskan bahwa pemerintah adalah lembaga kekuasaan, legislatif dan media massa sebagai pengontrol kekuasaan. Pengusaha beras sebagai kelompok pelaku ekonomi dan masyarakat petani padi serta organisasi tani dan konsumen beras adalah masyarakat yang menjadi bagian dari kebijakan tersebut. Selanjutnya berlaku
13
aturan kebijakan perberasan yang secara keseluruhan dimana aturan hukum dan sistem politik sama-sama memiliki peran dalam membangun manajemen perberasan di dalam negeri. Komunikasi politik memelihara dan menggerakkan kehidupan manusia, sebagai penggerak dan alat yang menggambarkan aktivitas masyarakat dan peradaban; yang dapat mengubah naluri menjadi inspirasi melalui pelbagai proses untuk menjelaskan, bertanya, memerintah dan mengawasi (Budiharsono, 2003). Selanjutnya akan diuraikan beberapa paradigma dan teori model komunikasi politik. Paradigma Komunikasi Politik Komunikasi politik mendapat sejumlah keuntungan dan sekaligus mengalami banyak kesulitan karena fenomena komunikasi politik itu menjadi luas, ganda dan multi paradigma. Komunikasi politik dapat diterangkan berdasarkan empat perspektif atau paradigma sebagaimana disampaikan oleh Fisher (1990) meliputi; (1) paradigma mekanistis, (2) paradigma psikologis, 3) paradigma interaksional dan 4) paradigma pragmatis. 1. Paradigma Mekanistis Paradigma mekanistis dalam komunikasi dan komunikasi politik adalah model yang paling lama dan paling banyak dianut sampai sekarang. Berdasarkan doktrin ini komunikasi dikonseptualisasikan sebagai proses yang mekanis di antara manusia. Dalam komunikasi politik paradigma mekanistis banyak didominasi pada studi mengenai pendapat umum, propaganda, perang urat saraf, kampanye, pengaruh media massa terhadap sosialisasi politik dan peranan komunikasi terhadap partisipasi politik, dan hal ini masih dominan dan populer di Indonesia. Paradigma mekanistik adalah paradigma yang paling tua dan tunduk pada dominasi ilmu fisika (Arifin, 2003). 2. Paradigma Psikologis Konseptual paradigma psikologis dapat digambarkan sebagai sikap, keyakinan, motif, dorongan, citra, konsep diri, tanggapan dan persepsi yang dapat menjadi penangkal atau sebaliknya dari rangsangan yang menyentuh individu. Arifin (2003) menyebutkan komunikasi dalam model paradigma psikologis merupakan masukan dan luaran stimuli yang ditambahkan dan diseleksi dari stimuli yang terdapat dalam lingkungan informasi. Dasar konseptual model ini, ialah bahwa penerima adalah penyandi yang aktif atas stimuli terstruktur yang mempengaruhi pesan dan salurannya.
14
3. Paradigma Interaksional Paradigma komunikasi politik perspektif ini merupakan reaksi atas paradigma mekanistis dan psikologis. Paradigma ini menurut Fisher (1990) komunikasi dikonseptualisasikan sebagai interaksi manusiawi pada masingmasing individu. Karakteristik utama dari paradigma interaksional, adalah penonjolan nilai karakteristik individu di atas segala pengaruh yang lain karena manusia dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, saling berhubungan, masyarakat dan buah pikiran. Setiap bentuk interaksi sosial dimulai dengan mempertimbangkan diri manusia. Sehingga paradigma ini dianggap paling manusiawi di antara semua paradigma komunikasi yang ada. 4. Paradigma Pragmatis Perspektif ini relatif baru dan masih dalam proses perkembangan, hal ini memusatkan perhatian pada tindakan. Dalam model komunikasi pragmatis tindakan yang diamati, yaitu tindakan atau perilaku yang berurutan dalam konteks waktu dalam sebuah sistem sosial. Fisher (1990) menjelaskan bahwa perspektif pragmatis, tindakan dan perilaku bukan hasil atau efek dari proses komunikasi melainkan tindakan atau perilaku itu sendiri sama dengan komunikasi. Dalam pragmatis berkomunikasi dan berperilaku adalah sama-sama komunikasi, sehingga berperilaku secara politik maka sama dengan tindakan komunikasi politik. Dalam perspektif pragmatis sesungguhnya yang terjadi adalah komunikasi (tindakan atau perilaku). Dalam komunikasi politik paradigma pragmatis adalah sebuah bentuk komunikasi politik yang penting (Arifin, 2003). Teori Model Komunikasi Politik Berdasarkan
keempat
paradigma
komunikasi
politik
pada
teori
komunikasi politik juga terdapat empat teori dasar yang dapat digunakan dalam komunikasi politik, yaitu (1) teori jarum Hipodermik atau teori peluru (2) Teori khalayak kepala batu (The Obstinate Audience), (3) Teori empati dan teori homofili, dan (4) Teori informasi dan teori nonverbal (Arifin, 2003). 1. Teori Jarum Hipodermik Tiap individu ternyata sangat aktif dalam menyaring, menyeleksi dan bahkan memiliki daya tangkal atau daya serap terhadap semua pengaruh yang berasal dari luar dirinya. Meskipun demikian teori Hipodermik tidak sepenuhnya runtuh, karena tetap dapat diaplikasikan atau digunakan untuk menciptakan efektivitas dalam komunikasi politik (Arifin, 2003).
Hal ini tergantung kepada
sistem politik, sistem organisasi dan situasi, terutama dalam sistem politik otoriter
15
dengan bentuk kegiatan indoktrinisasi, perintah, instruksi, penugasan dan pengarahan. Pada negara demokrasi model hipodermik atau teori peluru dibangkitkan dengan berkembangnya agenda setting. Model ini dimulai dengan asumsi, bahwa media massa menyaring berita, artikel dan tulisan yang disiarkan dan memusatkan perhatian pada efek kognitif khalayak. Sedangkan teori jarum hipordemik atau teori peluru memusatkan perhatian kepada efek afektif dan behavioral (Rahkmat, 2007b). 2. Teori Khalayak Kepala Batu Teori khalayak kepala batu dikembangkan oleh pakar psikologi, Raymond Bauer (1964) dalam Arifin (2003). Komunikasi tidak lagi bersifat linear tetapi merupakan transaksi. Media massa memang berpengaruh namun pengaruh tersebut disaring, diseleksi dan diterima atau ditolak oleh penyaring konseptual atau faktor personal. Teori khalayak kepala batu ini sangat penting, juga menjadi kerangka acuan dalam melaksanakan peran komunikasi politik di negara demokrasi. Itulah sebabnya di negara-negara demokrasi kegiatan public relation politic tumbuh dan berkembang, sebaliknya kegiatan agitasi politik dan propaganda politik ditolak (Arifin, 2003). Komunikasi politik dalam model uses and gratification yang masuk dalam komunikasi politik paradigma psikologis berlangsung secara internal dalam diri individu, yang juga dikenal dengan nama komunikasi intrapersonal. Artinya, komunikasi berjalan hanya pada satu orang. Berbeda dengan komunikasi politik yang berjalan antara dua orang atau lebih yang dikenal dengan nama komunikasi antar personal. Pada dasarnya proses berpikir dimulai dengan rangsangan pesan politik dari luar yang diterima individu, kemudian diteruskan ke otak dan timbullah pengamatan. Dari pengamatan kemudian lahirlah pemikiran politik, yang biasa dikenal dengan ideologi politik atau filsafat politik. 3. Teori Empati dan Homofili Teori empati dikembangkan oleh Berlo (1960); Larner (1978) dalam Arifin (2003) sedangkan teori homofili diperkenalkan oleh Rogers dan Shoemaker (1995). Secara sederhana dapat disebutkan bahwa empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada situasi dan kondisi orang lain. Berlo (1960) memperkenalkan teori yang dikenal dengan nama influence theory of emphaty (teori penurunan dari penempatan diri dalam diri orang lain) artinya komunikator mengandaikan diri, bagaimana kalau ia berada pada posisi komunikan. Homofili dapat digambarkan sebagai suasana dan kondisi kepribadian dan kondisi fisik
16
dua orang yang berinteraksi dengan lancar karena memiliki kebersamaan usia, bahasa, pengetahuan, kepentingan, organisasi, partai, agama, suku, bangsa dan pakaian. Komunikasi politik model homofili dengan mudah dilihat pada politikus atau kader partai di Indonesia, yaitu memiliki kostum yang seragam. Setiap bentuk komunikasi politik harus dimulai dan mempertimbangkan harkat manusia. Nimmo (2004) mengemukakan beberapa prinsip homopili dalam komunikasi dari hasil risetnya yaitu; pertama, orang-orang yang mirip dan sesuai satu sama lain, lebih sering berkomunikasi dibanding dengan orang yang tidak memiliki persamaan sifat dan pandangan. Kedua, komunikasi yang lebih efektif terjadi apabila sumber dan penerima adalah homofili karena orang-orang yang mirip cenderung menemukan makna sama dan diakui secara bersama. Ketiga, homofili dan komunikasi saling memelihara karena makin banyak komunikasi di antara mereka, makin cenderung dapat berbagi pandangan dan melanjutkan komunikasi. 4. Teori Informasi dan Nonverbal Sejumlah pakar ilmu komunikasi telah mengembangkan teori informasi yang banyak digunakan dalam kegiatan komunikasi politik. Schramm dan Kincaid (1977) merumuskan informasi adalah setiap hal yang membantu kita dalam menyusun atau menukar pandangan tentang kehidupan. Informasi dapat diartikan sebagai semua hal yang dapat dipakai dalam bertukar pengalaman. Komunikasi politik nonverbal adalah merupakan tindakan dalam peristiwa komunikasi politik yang dapat ditafsirkan secara berbeda-beda oleh khalayak. Titik berat studinya adalah perilaku politik atau tindakan politik dalam bentuk ucapan dan bukan ucapan oleh seorang politikus atau kader partai dalam sebuah peristiwa komunikasi politik (Arifin, 2003). Peranan Komunikasi Politik Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status) sesuai dengan kedudukannya dalam menjalankan suatu peranan (Soekanto, 2005). Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi seseorang dalam masyarakat. Peranan komunikasi politik dimaksud dalam hal ini adalah peranan yang dilakukan untuk terlibat dan ikut serta sehubungan dengan pelaksanaan kebijakan perberasan. Peran komunikasi tidaklah menyebabkan perubahan langsung melainkan di antara simbol-simbol dalam pesan dan perbendaharaan simbol si penerima. Peran komunikasi politik tidak mutlak
17
membawa perubahan, namun demikian komunikasi politik bisa memegang peranan kunci dalam melakukan perubahan. Pada tingkat organisasi berlaku bahwa semakin kita dapat memahami konsep peranan, maka semakin kita dapat memahami tepatnya keselarasan atau integrasi antara tujuan dan misi organisasi (Thoha, 1993). Peran komunikasi politik unsur kelembagaan para pemangku kepentingan perberasan didasari pada tujuan dan misi yang masing-masing kelembagaan untuk membangun manajemen perberasan di Indonesia serta bagaimana membawa aspirasi yang diinginkan para konstituennya. Komunikasi politik memainkan peranan penting dalam proses pembuatan undang-undang, peraturan, kebijakan ataupun bentuk ketentuan lainnya yang memiliki dampak kepada khalayak. Dampak yang ditimbulkan bisa secara positif dan bisa juga negatif tergantung penafsiran audiens/khalayak dalam melihat dan merasakan konsekuensi dari keputusan politik. Peningkatan frekuensi peranan komunikasi politik oleh rakyat merupakan indikator peningkatan demokrasi politik, melalui terbukanya saluran komunikasi politik (Rauf, 1993). Soekanto (2005) mengemukakan peranan mencakup tiga hal; 1) peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturanperaturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat. 2) peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. 3) peranan dapat juga dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Pada perkembangannya peranan komunikasi politik akan melahirkan beberapa kebijakan seperti pelaksanaan harga pembelian pemerintah di tingkat petani, melakukan impor pada waktu dan kondisi yang tepat, adanya subsidi dalam
mendorong
peningkatan
pendapatan,
pengembangan
infrastruktur
perberasan guna mendorong produktivitas, pengembangan teknologi perberasan guna peningkatan mutu dan kualitas serta strategi manajemen perberasan dalam negeri. Peranan di sini termasuk juga posisi keterlibatan dalam membuat peraturan, lobi-lobi politik, lobi-lobi ekonomi dan bisnis (pengaturan harga tarif, harga pembelian, subsidi/nonsubsidi) aturan main pada pelaksanaan kebijakan sistem perberasan di dalam negeri.
18
Faktor Situasional Politik Nasional Secara umum perkembangan komunikasi politik dan pembangunan menyeluruh merupakan masalah nasional yang harus dipecahkan oleh setiap negara dengan kekuatannya sendiri. Keputusan pada pelaksanaan kebijakan perberasan yang dilahirkan tidak lepas dari rangkaian proses politik yang terjadi dimana kebijakan perberasan melibatkan beberapa institusi seperti organisasi petani, peran pengusaha beras, pihak pemerintah dan komisi IV DPR. Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dikenal adanya lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif. Di antara pelbagai bentuk kekuasaan politik ada satu bentuk yang penting yaitu kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum (pemerintah), baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan pemegang kekuasaan. Untuk menggunakan kekuasaan politik yang ada, harus ada penguasa, yaitu pelaku yang memegang kekuasaan. Agar penggunaan kekuasaan pemerintah baik harus ada alat/sarana kekuasaan (Budiharsono, 2003). Kondisi demokrasi akan terukur melalui beberapa pendekatan faktor situasional politik nasional dan peran komunikasi politik yang biasa dilakukan. Persepsi politik, budaya komunikasi politik yang bergulir, saluran komunikasi politik dan partisipasi politik yang dilakukan dalam mengkritisi konsekuensi dari proses keputusan politik yang berlangsung. Berdasarkan sifatnya sistem politik dapat di bagi dua, pertama sistem politik yang demokratis dan kedua sistem yang otoriter (Suryadi, 1993). Kedua sistem politik ini akan mempengaruhi pola situasional perpolitikan nasional, yakni pada sistem politik yang demokratis akan terlihat pola komunikasi politik dari satu masyarakat, sehingga membentuk partisipasi politik yang tergolong aktif. Pola kedua yakni sistem otoriter menampilkan komunikasi politik dari satu kepada semua, dimana pembicaraan politik lebih banyak ditemukan dalam media massa, yang didominasi oleh elite politik (Nimmo, 2001). Saluran Komunikasi Politik Saluran komunikasi politik adalah alat serta sarana yang memudahkan penyampaian pesan. Terdapat tiga saluran komunikasi politik. Pertama, satu kepada banyak/komunikasi massa. Kedua, satu kepada satu/komunikasi interpersonal. Ketiga, penggabungan satu kepada satu dan satu kepada banyak/komunikasi organisasi (Nimmo, 2001).
19
Model interaksional merupakan salah satu model yang ideal dalam menyalurkan aspirasi individu, kelompok maupun organisasi. Blumer dalam Mulyana (2005) mengemukakan tiga premis yang menjadi dasar model ini. Pertama manusia bertindak berdasarkan makna yang diberikan individu terhadap lingkungan sosialnya (simbol verbal, simbol nonverbal, lingkungan fisik). Kedua, makna itu berhubungan langsung dengan interaksi sosialnya. Ketiga, makna diciptakan, dipertahankan dan diubah lewat proses penafsiran yang dilakukan individu dalam berhubungan dengan lingkungan sosialnya. Saluran komunikasi yang dimanfaatkan organisasi petani bisa melalui komunikasi interpersonal, saluran komunikasi formal organisasi dan memanfaatkan saluran komunikasi massa dalam menyalurkan aspirasinya ke pengambil keputusan. Organisasi petani sering dalam menyampaikan aspirasinya melalui demonstrasi besar-besaran untuk menuntut kebijakan pemerintah yang berpihak kepada petani. Demonstrasi di sini dianggap sebagai salah satu media yang dapat dimanfaatkan petani dalam menyalurkan aspirasinya, di samping peran komunikasi massa yang juga efektif dalam mensosialisasikan aspirasi petani. Komunikasi politik mencakup bermacam-macam saluran komunikasi yang dapat mempengaruhi kebijakan berwenang dan telah diterima oleh masyarakat sebagai sarana yang umum di gunakan. Alat serta sarana yang memudahkan
penyampaian
pesan
serta
mempengaruhi
cara
untuk
melaksanakan kebijakan tersebut meliputi media massa cetak dan elektronik. Pesan-pesan politik disampaikan melalui cara-cara yang memiliki nilai politis, sehingga pada kesempatan tertentu memiliki pengaruh dan nilai tawar dalam struktur politik. Rauf (1993) mengatakan pesan-pesan politik yang disampaikan harus
mempunyai
ciri
politik,
yaitu
berkaitan
dengan
kekuasaan
politik/pemerintahan komunikator dan komunikan terlibat di dalamnya dan bertindak sebagai pelaku kegiatan politik. Partisipasi Politik Biasanya diadakan perbedaan jenis partisipasi menurut frekuensi dan intensitas partisipasi politik dalam kelompok kepentingan. Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik, integritas kehidupan politik dan kepuasan atau ketidakpuasan warga negara atau kelompok massa terhadap suatu kebijakan (Rahman, 2007). Huntington (2004) memandang partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara yang
bertindak
sebagai
pribadi-pribadi,
dengan
maksud
mempengaruhi
20
pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisasi atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal dan efektif atau tidak efektif. Partisipasi politik rakyat menghasilkan masukan (input) yang memberikan petunjuk tentang aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, sehingga diharapkan kebijakan politik yang dihasilkan dapat memenuhi sebagian besar kepentingan yang diajukan rakyat (Rauf, 1993). Partisipasi politik akan menjadi pertimbangan pihak kekuasaan dalam merumuskan kebijakan. Partisipasi merupakan suatu tingkat derajat keterlibatan seseorang dalam suatu tingkat aktivitas di lingkungan masyarakat. Partisipasi sendiri diartikan suatu proses identifikasi diri seseorang untuk menjadi peserta dalam suatu proses kegiatan bersama dalam situasi sosial tertentu (Soekanto, 2005). Dengan demikian partisipasi politik adalah tingkat derajad keterlibatan masyarakat dalam kegiatan politik. Kekuasaan politik biasanya terbentuk dari hubungan dalam arti ada satu pihak yang memerintah dan ada pihak yang diperintah (the rules and the ruled). Tidak ada persamaan martabat, selalu yang satu lebih tinggi dari yang lain dan selalu ada unsur paksaan dalam hubungan kekuasaan. Setiap manusia pasti merupakan subyek dan obyek dari kekuasaan. Misalnya, seorang presiden membuat undang-undang (subyek dari kekuasaan), tetapi di samping itu ia tunduk pula pada undang-undang yang sama (obyek dari kekuasaan). Partisipasi politik muncul dan berhadapan dengan pengambil kebijakan dengan sikap kritisme. Partisipasi politik tinggi ketika ada momen yang menarik perhatian untuk terlibat atau mendukung atau menolak suatu kebijakan oleh penguasa. Persepsi Politik Menurut
KBBI
(1995),
persepsi
didefinisikan
sebagai
tanggapan
(penerimaan) langsung dari sesuatu, atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancaindranya. Rakhmat (2007b) mengartikan persepsi merupakan pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan situasional. Komunikasi politik dalam perspektif paradigma psikologis adalah persepsi politik, citra diri khalayak politik, penolakan konsep politik, motif yang menggerakkan unjuk rasa dan pemberontakan, dan perubahan pola pikir (Arifin, 2003). Politik adalah pelbagai kegiatan dalam suatu sistem politik yang
21
menyangkut proses penentuan tujuan dan pelaksanaan seluruh masyarakat melalui pengambilan keputusan berupa nilai, ide, norma, kepercayaan dan keyakinan seseorang atau kelompok terhadap suatu kejadian dan masalah politik yang dihadapinya. Persepsi mempengaruhi rangsangan (stimulus) atau pesan apa yang kita serap dan apa makna yang kita berikan dalam kesadaran (Devito, 1997). Persepsi yang terbangun selama ini adalah adanya ketidakadilan pada nasib petani padi di dalam negeri. Petani padi sering menjadi sasaran ketidakadilan dari buah suatu kebijakan. Gitosudarmo dan Sudita (1997) mengemukakan persepsi adalah suatu proses memperhatikan, menyeleksi dan menafsirkan stimulus lingkungan, dimana proses tersebut terjadi karena interpretasi seorang berdasarkan
pengalaman
yang
dialami
maupun
stimulus
yang
datang
kepadanya. Perilaku Komunikasi Politik Perilaku komunikasi seseorang sangat dipengaruhi oleh karakteristik personal yang dimilikinya. Rogers dan Shoemaker (1995) mengemukakan bahwa karakteristik personal akan mempengaruhi persepsi sesorang dimana persepsi akan mempengaruhi perilakunya. Menurut penelitian Jauhari (2004) peranan komunikasi politik dalam proses legislasi menyebutkan di masa orde baru, perilaku komunikasi politik anggota dewan lebih banyak dipengaruhi dan bahkan ditentukan oleh kepentingan yang dikehendaki eksekutif (pemerintah saat itu). Anggota DPR yang banyak bertanya, serba tahu, menggugat persoalan suatu kebijakan serta kritis dan korektif terhadap eksekutif, justru tidak disukai pimpinan fraksi maupun partai yang bersangkutan. Perilaku yang dilihat pada penelitian ini adalah menyangkut perilaku yang diakibatkan sebagai efek dari pemberitaan media massa terhadap tingkat perubahan perilaku dan pengaruh opini publik yang mempengaruhi persepsi dan perilaku pemangku kepentingan. Suciawati (1997) membagi tujuan kognisi dalam kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Dalam penelitian ini akan melihat bagaimana perilaku dan tindakan politik responden
berdasarkan
mempengaruhi
kekuatan
perilakunya
kebijakan perberasan.
dalam
dan
sumber
peranan
informasi
komunikasi
media
massa
politiknya
terkait
22
Keterdedahan pada Media Massa Keterdedahan terhadap media massa adalah mendengarkan, melihat membaca, atau secara lebih umum mengalami dan dengan sedikitnya ada perhatian minimal pada pesan media (Rakhmat, 2007b). Rogers (2003) menjelaskan tiap indikator keterdedahan pada media massa paling tidak dikotomikan sebagai sedikitnya pernah terdedah (minimalnya membaca surat kabar dalam seminggu) dan tidak terdedah. Peran media massa dalam komunikasi politik menggambarkan cara-cara tertentu dalam seluruh proses politik terintegrasi dengan jaringan komunikasi sosial yang lebih luas, pada umumnya media massa mutlak bersifat politis ataupun padat dengan masalahmasalah politik (Rush dan Althoff, 2003). Melalui media massa perannya dalam politik sangat penting bagi pemangku kepentingan perberasan terutama terkait dengan informasi perkembangan pelaksanaan kebijakan perberasan.
Surat
kabar, radio dan televisi pada umumnya memberikan banyak informasi kepada para pemakainya khususnya ke para pemangku kepentingan dalam merespons pelaksanaan kebijakan perberasan. Suatu komunikasi publik berhasil apabila publik sasaran terdedah oleh aktivitas komunikasi yang dilakukan oleh media massa. Keterdedahan dipakai sebagai padanan kata media exposure yang umum dipakai dalam penelitian media massa. Keterdedahan terkait dengan aktivitas pencarian informasi berupa aktivitas mendegarkan, melihat, membaca atau secara umum mengalami, dengan sedikitnya sejumlah perhatian minimal pada pesan media. Keterdedahan seseorang terhadap media massa mempunyai korelasi yang sangat tinggi antara satu dengan lainnya, sehingga dapat dibuat suatu indeks keterdedahan pada media massa (Rogers, 2003). Tubbs dan Moss, (1996) menjelaskan khalayak menerima pesan secara langsung dari sumber suatu medium tertentu dan jika suntikan tersebut cukup kuat maka akibat yang di timbulkan pada khalayak penerima ialah bentuk terpengaruh untuk bertindak menurut isi pesan yang dikomunikasikan. Pandangan serupa ini sering dikemukakan sebagai ” Model Jarum Hypodermis” (Rogers, 2003). Gonzales dalam Jahi (1988) membagi efek komunikasi ke dalam tiga dimensi, yaitu efek kognitif, afektif dan konatif. Efek kognitif meliputi peningkatan kesadaran belajar dan tambahan pemahaman individu terhadap sesuatu. Efek afektif berhubungan dengan emosi, perasaan dan sikap individu. Sedangkan efek konatif berhubungan dengan tindakan dan niat individu untuk melakukan
23
sesuatu. Efek komunikasi ini juga erat terkait dengan tingkat keterdedahan terhadap informasi yang diterima dari media massa oleh khalayak. Rakhmat (2007b) menjelaskan bahwa seseorang akan mendengar dan membaca apa yang diinginkannya serta menolak apa yang tidak dikehendakinya. Bentuk keterdedahan terhadap media diduga berperan dalam mendapatkan informasi tentang kebijakan perberasan para pemangku kepentingan perberasan, sehingga informasi dari media massa juga mempengaruhi persepsi dan sikap politik pemangku kepentingan terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan. Opini Publik Opini publik adalah suatu ekspresi tentang sikap mengenai suatu masalah yang bersifat kontroversial. Opini timbul sebagai hasil pembicaraan tentang masalah yang kontroversial, yang menimbulkan pendapat yang berbedabeda (Santoso, 2004). Pengertian yang lain tentang opini yaitu pendapat, pikiran atau pendirian. Opini adalah pendapat terlepas secara teknis dari berita. Opini publik adalah pandangan orang banyak yang tidak terorganisir, tersebar dimanamana, karena kesamaan pandangan terhadap sesuatu, secara sadar atau tidak dapat bergerak serentak dan bersatu padu menyikapi. Opini atau pendapat bisa berbentuk komentar, tulisan artikel, rubrik tanya jawab dalam media cetak dan wawancara khusus mengenai sebuah berita dari narasumber. Mengingat komunikasi politik di masing-masing lembaga memiliki fungsi informatif, regulatif, persuasif dan integratif, dimana komunikasi yang efektif merupakan sebuah proses yang dapat merubah pendapat, sikap dan tindakan. Maka keputusan organisasi dan tingkat keefektivan komunikasi politik menjadi indikator tingkat pemahaman dan sikap masing-masing terhadap keputusan dan sikap politik terkait pelaksanaan kebijakan perberasan. Sikap Politik Sikap adalah kecenderungan untuk memberi respons terhadap suatu masalah atau suatu situasi tertentu. Sikap dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan perbuatan yang berdasar pada pendirian atau pendapat atau keyakinan. Dalam kebijakan perberasan sikap politik pemangku kepentingan merupakan sikap politik individu dan hasil keputusan lembaga masing-masing dalam bentuk sikap terhadap suatu kebijakan politis. Sikap politik mempertegas posisi masing-masing individu/lembaga terhadap suatu hal yang diputuskan melalui mekanisme politik atau pengambil kebijakan. Komunikasi politik juga
24
berperan dalam mekanisme adanya saling memberi masukan dan keputusan menerima, netral/abstain serta menolak jika hal tersebut bertentangan satu sama lain. Sehingga pada keputusan akhir melahirkan sikap politik seperti menerima, abstain (tidak menerima/menolak) dan menolak. Sikap politik adalah orientasi nilai, simbol, keyakinan dan sikap yang mempengaruhi perilaku komunikasi politik seseorang atau kelompok (Malik, 1999). Aktivitas politik bisa bergerak dari ketidakterlibatan memberikan suara (abstain) sampai dengan menduduki berbagai jabatan sistem politik. Aktivitas komunikasi politik juga melahirkan sikap politik apakah menerima, abstain dan menolak hal itu yang lumrah dalam proses-proses politik yang berlangsung di dalam sistem politik demokrasi. Sikap politik lahir tidak lepas dari efek komunikasi yang ditimbulkan seperti melalui media massa. Dimana media massa juga cukup mempengaruhi opini yang berkembang seputar kebijakan impor beras pemerintah sehingga dalam opini publik hal ini cepat menyebar dan mendapat respons yang beragam. Sejauh mana perilaku komunikasi seseorang berpengaruh juga pada sikap politik yang dihasilkan individu dan hal ini juga bisa menjadi cerminan lembaga/institusi politik masing-masing. Menurut Vardiansyah (2004), efek komunikasi adalah pengaruh yang ditimbulkan pesan komunikator dalam diri komunikannya. Efek komunikasi dapat dibedakan atas efek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan tingkah laku (konatif). Efek komunikasi adalah salah satu elemen komunikasi yang penting untuk mengetahui berhasil atau tidaknya komunikasi. Dalam komunikasi politik orientasi orang untuk bertindak dan bersikap terdiri dari dua elemen dasar, yaitu orientasi motivasional dan orientasi nilai. Orientasi motivasional menunjuk pada keyakinan
individu
yang
bertindak
untuk
membesarkan
kepuasan
dan
mengurangi kekecewaan. Orientasi nilai menunjuk pada standar-standar normatif yang mengendalikan pilihan-pilihan individu (alat dan tujuan) dan prioritas sehubungan dengan adanya kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan yang berbeda. Orientasi motivasional terdiri dari dimensi kognitif, afektif dan evaluatif.
25
Pemangku Kepentingan Perberasan Pelaksanaan kebijakan perberasan di Indonesia merupakan bagian dari kontribusi beberapa pemangku kepentingan perberasan di tingkat pusat. Kebijakan perberasan selama ini tidak lepas dari rangkaian proses negosiasi politik, ekonomi dan sosial. Proses keputusan menjadi kebijakan dan bentuk implementasinya. Kebijakan perberasan melibatkan institusi/lembaga seperti organisasi tani, peran pengusaha beras, pihak pemerintah dan komisi IV DPR. Satu sama lain memiliki fungsi dan tugas berbeda, namun memiliki tujuan untuk membangun manajemen perberasan yang kuat di dalam negeri. Faktor situasional politik nasional, sistem pemerintahan dan perpolitikan di Indonesia diduga berpengaruh terhadap beragamnya sikap dan persepsi politik yang terjadi ketika pelaksanaan kebijakan perberasan bergulir. Adanya surplus produksi beras dan murahnya harga beras di pasaran internasional serta kuatnya tekanan liberalisasi perdagangan beras global berpengaruh pada kondisi manajemen perberasan dalam negeri. Pada prakteknya semua pemangku kepentingan perberasan masuk dalam wilayah mempengaruhi pengambilan keputusan dan implementasi. Sehingga pada wilayah kepentingan
komunikasi politik semuanya berusaha
dalam menyalurkan aspirasi dan masukannya. Pada kondisi tertentu komunikasi politik tidak begitu terbangun pada semua level. Ada hambatan komunikasi politik, kuatnya lobi-lobi politik pihak tertentu yang berkepentingan terhadap kelompoknya. Beberapa pemangku kepentingan perberasan utama di dalam negeri meliputi; (1) organisai tani, (2) pengusaha beras, (3) pihak pemerintah dan (4) komisi IV DPR. 1. Organisasi Tani Organisasi petani merupakan organisasi sosial kemasyarakatan petani di Indonesia yang secara ideologi cenderung bergerak melalui saluran dan partisipasi politik. Pengurus organisasi petani adalah personal-personal yang menjadi penanggung jawab kepengurusan organisasi petani selama periode tertentu. Kelahiran organisasi petani berangkat dari tuntutan adanya sikap politik keberpihakan terhadap kepentingan petani. Hal ini juga dibarengi dengan tingkat kompleksitas masalah yang dialami oleh petani sebagai dampak dari liberalisasi sektor pertanian dan adanya kebijakan negara yang tidak berpihak pada petani.
26
Aspek ekonomi, sosial dan politik erat mempengaruhi tumbuhnya organisasi petani baik di tingkat nasional maupun tingkat lokal. Penelitian Purwandari (2006) dengan judul tesis Perlawanan Tersamar Organisasi Petani, menyebutkan dalam beberapa hal tumbuhnya organisasi petani tidak lepas dari tujuan petani dalam mencapai kemandirian atas tiga aspek yaitu ekonomi, sosial dan politik. Keterlibatan organisasi tani pada pembuatan, pengawasan implementasi pada setiap kebijakan merupakan bagian dari proses komunikasi politik baik ke luar maupun ke dalam organisasi tani sekaligus hal tersebut merupakan fungsi dan tugas organisasi tani. Komunikasi politik merupakan alat administrasi, manajemen pengorganisasian dan tujuan organisasi tani dalam berkontribusi pada kebijakan yang berkaitan dengan perberasan di Indonesia. 2. Pemerintah Pemerintah merupakan aktor utama pada pelaksanaan kebijakan perberasan sekaligus bertanggung jawab dalam manajemen perberasan di dalam negeri. Unsur utama pemerintah yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan beras adalah Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan dan Perum Bulog yang masing-masing memiliki fungsi dan otoritas dalam pelaksanaan kebijakan perberasan. Departemen Pertanian bertangung jawab dalam pelaksanaan kebijakan produksi, peningkatan produktivitas, pengelolaan lahan dan irigasi, pengolahan dan pemasaran hasil, pengembangan sumberdaya manusia (penyuluhan, pendidikan, dan latihan), penelitian dan pegembangan ketahanan pangan. Departemen Perdagangan bertangung jawab dalam pelaksanaan kebijakan pengembangan sistem distribusi di dalam negeri, bea masuk, proteksi, tataniaga dan pengembangan ekspor. Perum Bulog bertangung jawab melaksanakan pengadaan beras terutama yang berasal dari produksi dalam negeri, melakukan pengamanan harga, pengelolaan cadangan pemerintah dan distribusi beras kepada masyarakat miskin( DKP, 2006). Ketika terjadi swasembada beras tahun 1984, timbul kesan pangan bukan lagi menjadi masalah, tugas pemerintah hanya mempertahankan swasembada beras dan meningkatkan produksi komoditi nonberas. Namun pada beberapa tahun terakhir pemerintah melakukan impor untuk mengisi stok beras nasional yang terus terkuras. Monopoli impor beras pun dikembalikan lagi kepada Bulog, hal ini juga seiring dengan status Bulog yang menjadi Perum (Sawit, 2006).
27
3. Asosiasi Pengusaha Beras Pengusaha beras adalah para pengusaha yang terkait langsung dengan bisnis beras di dalam negeri. Pengusaha beras memainkan peranan penting dalam melakukan transaksi penerimaan beras baik dari dalam negeri maupun impor. Pusat perdagangan beras terbesar di Indonesia terdapat di daerah Cipinang Jakarta. Asosiasi atau organisasi pengusaha beras terbesarPeran pengusaha untuk melakukan impor diduga cukup besar, hal ini dikarenakan harga beras impor lebih murah dibanding dengan harga beras dalam negeri. Pedagang beras besar merasa diuntungkan jika hal ini melalui mekanisme impor sehingga kepentingan untuk mendapatkan untung lebih besar tercapai. Peran pengusaha beras adalah bermain di tingkat harga dan lobi-lobi politik. Harga beras saat ini di pasar internasional lebih murah dibanding dengan harga dalam negeri, sehingga marak penyelundupan. Selama ini hampir tidak mungkin pemerintah mampu mengendalikan harga dalam negeri dan mencegah spekulasi harga, apabila pemerintah tidak memiliki instrumen impor atau ekspor beras (Sawit, 2006). Dalam konteks dunia politik peran pengusaha sangat berpengaruh dalam melakukan lobi-lobi politik untuk melakukan impor beras. Beberapa pengusaha juga bisa sekaligus berprofesi sebagai politikus sehingga dalam beberapa kebijakan terkadang lebih banyak yang berpihak kepada pengusaha dibanding ke petani padi. Manajemen perberasan yang tidak baik dimanfaatkan pengusaha untuk mengambil keuntungan sehingga yang menjadi korban adalah para petani padi, karena akses untuk melakukan komunikasi politik dengan pemerintah sulit dibanding para pengusaha. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Dewan
Perwakilan
Rakyat
memiliki
kepentingan
dalam
menjalin
komunikasi politik dengan semua lembaga yang terkait pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Peran komunikasi politik DPR memiliki dampak politis pada keputusan kebijakan dan implementasi kebijakan sektor pertanian. Sikap politik DPR selalu menjadi penentu pada beberapa implementasi kebijakan perberasan. Lembaga DPR memiliki alat kelengkapan yang membidangi masalah pertanian dan pangan, perkebunan dan kehutanan, perikanan dan kelautan, Bulog dan Dewan Maritim Nasional yaitu komisi IV DPR. Memiliki tiga fungsi yaitu anggaran, kontrol dan legislasi, hal ini menegaskan bahwa kewenangan
28
komisi IV DPR penting dalam pembuatan kebijakan sektor pertanian berupa undang-undang untuk dilaksanakan pemerintah. Dengan kewenangan fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi kontrol diharapkan mampu menyampaikan aspirasi keinginan petani di Indonesia. Komitmen komisi IV DPR, untuk berpihak pada dunia pertanian diharapkan menjadi pertimbangan pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Kebijakan Perberasan Nasional Mustopadidjaja (1992) mendefinisikan bahwa kebijakan publik merupakan suatu keputusan untuk mengatasi masalah tertentu, kegiatan tertentu atau untuk mencapai tujuan tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang secara formal dituangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Sedangkan Budiharsono (2003) mengemukakan kebijakan adalah kumpulan keputusan yang dibuat oleh kelompok politik yang mempunyai kekuasaan untuk membangun masyarakat yang ingin dicapai bersama. Kebijakan perberasan merupakan produk kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dengan sasaran semua warga negara. Pemerintah telah mengeluarkan pelaksanaan kebijakan perberasan nasional, meliputi: (1) penetapan harga pembelian pemerintah (HPP); (2) mekanisme melakukan impor atau penerapan tarif impor dan larangan impor pada saat panen raya; (3) subsidi benih dan pupuk; (4) pengembangan teknologi beras; dan (5) penyediaan infrastruktur pendukung (Deptan, 2004). Beras memiliki peranan yang cukup besar baik masa lalu, masa kini dan masa mendatang yang antara lain tercermin dari sumbangannya terhadap Product Domestic Bruto (PDB) terbesar dibanding komoditas lainnya dan juga terhadap penyediaan lapangan kerja dan usaha. Kontribusi PDB padi tahun 2003 mencapai 66 persen dari total PDB subsektor tanaman pangan. Di samping itu usahatani padi menjadi lapangan pekerjaan bagi lebih dari 21 juta rumah tangga (Deptan, 2004).