BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN
A. TINJAUAN PUSTAKA 1.
Pengertian Prosedur Pengertian prosedur menurut Ig. Wursanto (1991:20) prosedur (procedure) adalah suatu rangkaian metode yang telah menjadi pola tetap dalam melakukan suatu pekerjaan yang merupakan suatu kebulatan, misalnya prosedur penyimpanan arsip. Dalam kegiatan ini terdapat suatu rangkaian ketentuan-ketentuan mengenai penyimpanan arsip yang antara lain meliputi: memisah-misahkan (segregating), meneliti (examining),
memadukan
(asembling), mengklasifikasi
(classification), mengindeks (indexing), mempersiapkan tunjuk silang (cross reference), menyusun dan mem-file. Menurut Ida Nuraida (2014:4) prosedur merupakan a. Metode-metode yang dibutuhkan untuk menangani aktivitasaktivitas yang akan datang; b. Urutan aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu; dan c. Pedoman untuk bertindak. Menurut Moenir (1983:111) prosedur adalah suatu rangkaian tindakan, langkah atau perbuatan yang harus dilakukan oleh seseorang untuk dapat mencapai suatu tahap tertentu dalam pencapaian tugas akhir. Menurut MC. Maryati (2014:34) prosedur adalah serangkaian dari tahapan-tahapan atau urut-urutan dari langkah-langkah yang saling terkait dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Berdasarkan definisi di atas dapat penulis simpulkan bahwa prosedur adalah suatu tahapan atau urutan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan tertentu.
7
2.
Pengertian Pengelolaan Menurut
Kamus
Umum
Bahasa
Indonesia
(2007:551)
pengelolaan berarti penyelenggaraan dsb. Menurut
M.N.
Maulana
(1974:61)
pengelolaan
ialah
management. Dari kata management, kemudian disalin ke dalam bahasa indonesia yang kegiatan pemakaiannya bergerak dalam bidang administrasi. Oleh karena kegiatannya bergerak di bidang tata laksana atau administrasi, maka dalam melaksanakan memerlukan: a. Perencanaan b. Program c. Organisasi d. Penyelenggaraan e. Pelaksanaan f. Pengawasan g. Pembinaan dan pengendalian h. Laporan i. Komunikasi j. Pemanfaatan Usaha tersebut tidak akan berhasil dengan baik bila tidak diperkuat dengan leadership atau kepemimpinan yang mampu dan ampuh serta bijaksana dalam mencapai tujuan. Dalam usaha untuk berhasilnya kegiatan dan tujuan tersebut, diperlukan bahan informasi yang lengkap, yang dapat membantu menyelesaikan tugasnya. Menurut MC Maryati (2008:9) aktivitas mengelola meliputi mengadakan dan menggunakan sarana dan sumberdaya. Berdasarkan definisi di atas dapat penulis simpulkan bahwa pengelolaan
adalah
kegiatan
yang
menggunakan
sarana
sumberdaya untuk mencapai tujuan dengan cara efektif dan efisien.
8
dan
3.
Pengertian Surat Menurut Prajudi Atmosudirdjo (1982:139) surat adalah helai kertas yang ditulis (pada waktu ini pada umumnya diketik) atas nama pribadi penulis, atau atas nama kedudukannya dalam organisasi, yang ditujukan kepada suatu alamat tertentu, dan memuat suatu “bahan komunikasi”. Penghasilan surat ini menimbulkan surat-menyurat atau korespondensi. Korespondensi terdiri atas: a. Korespondensi Ekstern, artinya surat-menyurat organisasi atau onderdil-onderdilnya dengan pihak luar, dan b. Korespondensi Intern, yaitu surat-menyurat antar orang-orang atau pejabat-pejabat di dalam Organisasi sendiri, termasuk Kantor Pusat dengan cabang-cabang. Korespondensi intern ini disebut suratmenyurat intern, atau: interoffice correspondence, intracompany correspondence. Masalah pokok yang dihadapi oleh setiap Office Manager dalam hal surat-menyurat ini adalah, bagaimanakah menghasilkan suratmenyurat yang jelas, rapi, sopan atau terhormat, dan benar-benar memang perlu ditulis; yang terakhir inilah yang seringkali sangat sukar untuk menentukan. Menurut Rahmawati (2014:33) surat adalah kertas tertulis dalam bentuk tertentu yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari satu pihak kepada pihak lain. Menurut Sedarmayanti (2014:26) surat adalah alat komunikasi tertulis yang berasal dari satu pihak ditujukan kepada pihak lain untuk menyampaikan warta. Pengertian surat yang lain didefinisikan Permendiknas No. 42/2006 dalam Rahmawati (2014:33) surat adalah suatu sarana komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan informasi tertulis oleh satu pihak kepada pihak lain.
9
Jadi dari beberapa pengertian di atas dapat penulis simpulkan, surat adalah alat komunikasi tertulis dari satu pihak yang ditujukan kepada pihak lain untuk menyampaikan suatu informasi. 4.
Pengertian Prosedur Pengelolaan surat Berdasarkan
uraian
di
atas
tentang
definisi
prosedur,
pengelolaan dan juga surat, penulis dapat menyimpulkan pengertian dari prosedur pengelolaan surat. Prosedur pengelolaan surat adalah kegiatan mengatur atau mengurus surat yang harus dilakukan secara tertata dan berurutan dengan tujuan memperlancar dan memudahkan kegiatan pengurusan surat. 5.
Sifat Surat Aktivitas surat-menyurat dapat digolongkan dalam beberapa bagian. Di bawah ini adalah penjelasan mengenai sifat surat. Menurut Thomas Wiyasa Bratawidjaja (1989:1) surat pada umumnya mempunyai 3 sifat yaitu: a.
Ekonomis, sebab biaya pengiriman surat relatif murah.
b.
Praktis, sebab dapat menjamin rahasia dan dapat menghilangkan segala perasaan.
c.
Efektif, sebab berita yang disampaikan sesuai dengan sumber beritanya.
6.
Syarat-syarat membuat surat yang baik Surat dikatakan baik yaitu apabila dalam penulisannya sudah sesuai dengan kaidah-kaidah dalam penulisan surat. Selain dari pemilihan bahasa, bentuk dan tulisan surat itu sendiri, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Menurut Thomas Wiyasa Bratawidjaja (1989 : 1-2) syarat-syarat membuat surat yang baik adalah: a.
Memahami masalah pokok yang akan disampaikan atau ditulis;
10
b.
Memahami peraturan-peraturan yang ada hubungannya dengan masalah pokok;
c.
Menurut tata bahasa yang berlaku;
d.
Bahasa cukup sederhana dan tidak perlu panjang lebar;
e.
Menggunakan kata-kata yang tepat;
f.
Menggunakan istilah-istilah yang umum dipakai dalam suratmenyurat;
g.
Jangan membuat singkatan yang tidak umum dipakai dalam suratmenyurat;
h.
Sebaiknya mempergunakan bahasa yang sopan dan hormat; dan
i.
Isi surat hendaknya terperinci dan jelas agar tidak salah tafsir dan salah pengertian.
Surat yang tidak jelas akan menimbulkan: a.
Keragu-raguan;
b.
Adanya salah pengertian atau salah paham; dan
c.
Sukar diambil kesimpulan, tidak dipahami maksudnya.
7. Tujuan Surat Kegiatan surat-menyurat didasarkan pada maksud tertentu dalam proses pemberian informasi. Selain itu surat memiliki kegunaan yang penting. Menurut Prajudi Atmosudirdjo (1982 : 146-147) pada umumnya surat itu mempunyai tiga macam tujuan, yakni: a.
Menyampaikan informasi;
b.
Mendapatkan tindakan (to go action);
c.
Kedua-duanya. Untuk itu, maka di dalam kita menaskah suatu surat, kita harus
menanyakan tiga hal pada diri sendiri, yaitu: a.
Apakah maksud dan atau tujuan dari pada surat yang hendak kita buat/kirim itu?
b.
Apakah yang kita kehendaki dari pembaca surat setelah dia selesai membaca surat kita?
11
c.
Apakah atau bagaimanakah fakta-faktanya? Pada umumnya, apa yang kita kehendaki dari pembaca surat kita
itu (saya muat juga bagi suatu perusahaan/perniagaan) adalah sebagai berikut (salah satu atau kombinasi):
8.
a.
Pembaca percaya apa yang kita tulis.
b.
Pembaca menerima pandangan, pendirian, atau keputusan kita,
c.
Pembaca meminta penjelasan/ informasi lebih lanjut.
d.
Pembaca memberikan penjelasan/ informasi kepada kita.
e.
Pembaca memenuhi permintaan kita.
f.
Pembaca menyesuaikan diri kepada keluh-kesah/ pengaduan kita.
g.
Pembaca mau mengadakan hubungan relasi dengan kita.
Bahasa Surat Pada hakekatnya surat itu adalah suatu karangan yang berupa perumusan dalam bentuk tertulis tentang pernyataan, pemikiran, permintaan, atau hal-hal yang ingin disampaikan kepada pihak penerima surat. Karena surat sebagai karangan, maka surat pun harus memenuhi berbagai ketentuan mengenai penyusunan karangan ataupun komposisi seperti tema, tata bahasa, kalimat, alinea, gaya bahasa dan penggunaan tanda baca. Menurut Thomas Wiyasa (1996 : 4-5) bahasa surat meliputi: a. Surat sebagai karangan Surat sebagai karangan harus pula memenuhi berbagai ketentuan mengenai penyusunannya atau komposisinya. Misalnya: ketentuan tentang tema, tata bahasa, kalimat, alinea, gaya bahasa, tujuan komposisi dan penggunaan tanda baca (pungtuasi). b. Tema surat Pengertian tema khususnya dalam surat-menyurat, dapat dilihat dari dua sudut, yaitu sudut surat yang telah selesai dan dari sudut
12
proses penyusunannya. Tema surat adalah rumusan dari topik dan pokok bahasan yang akan disusun. c. Kalimat Kalimat harus jelas apabila pembaca surat hanya sekali baca, langsung bisa menangkap isinya tanpa ada keragu-raguan. Ciri kalimat yang baik ialah bila kalimat itu telah memperlihatkan kesatuan gagasan dan mengandung satu ide pokok. d. Alinea Alinea adalah suatu kesatuan pikiran yang merupakan himpunan dari kalimat-kalimat yang saling berkaitan dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan. e. Gaya bahasa Gaya bahasa ialah cara yang dipergunakan seseorang untuk melahirkan pikiran dan perasaannya ke dalam sebuah karangan. Cara pengungkapan (gaya bahasa) misalnya: 1) Eufemisme, yaitu ungkapan pelembut, pernyataan secara halus. Misalnya: ia kurang ingatan artinya gila. 2) Pleonasme, yaitu pernyataan yang bermaksud menegaskan. Misalnya: dengan mata kepala sendiri artinya melihat langsung. 3) Sinisme, yaitu sindiran atau ejekan. Misalnya: otak udang artinya sangat bodoh. 4) Sarkasme, yaitu sindiran atau ejekan dengan perasaan lucu. Misalnya: bajunya tertawa artinya bajunya sobek. 5) Ironi, yaitu sindiran halus tapi cukup menyinggung perasaan orang yang dituju. Misalnya: sopan benar sapamu (padahal yang dimaksud ialah sopan yang kurang ajar). f. Ejaan dan Pungtuasi Penyusunan dan penulisan surat juga harus memperhatikan ketentuan-ketentuan mengenai ejaan dan penggunaan tanda baca seperti yang digariskan dalam Buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan (SK Menteri PDK tanggal 27
13
Agustus 1975 No. 0196/U/1975). Kriteria mengenai ejaan yang perlu diperhatikan : 1) Pemakaian huruf besar yang betul dan tepat; 2) Penulisan kata turunan yang tepat; 3) Penulisan kata ulang yang betul dan tepat; 4) Penulisan gabungan kata yang betul dan tepat; 5) Penulisan kata ganti yang betul dan tepat; 6) Penulisan kata depan yang betul dan tepat; 7) Penulisan unsur serapan yang betul dan tepat. g. Bahasa Surat Bahasa surat sebagai alat komunikasi secara tertulis adalah relatif singkat. Sebelum menyusun surat harus mempertimbangkan baikbaik susunan kalimat. Nada surat harus simpatik, sopan, luwes, tapi lugas. Penulis semestinya menghindari pemakaian kata kurang tepat yang bermakna ganda (simantik) dan menyinggung perasaan penerima surat. 9. Jenis Surat Surat mempunyai banyak fungsi, maka dapat dikelompokkan atau digolongkan menurut jenisnya. Menurut Thomas Wiyasa (1996 : 2-3) jenis surat dapat digolongkan sebagai berikut: a. Menurut isi dan pengirimnya 1) Surat Resmi (Dinas Pemerintah) 2) Surat Niaga (Surat Bisnis) 3) Surat Pribadi b. Menurut maksud dan menurut tujuannya 1) Surat Pemberitahuan 2) Surat Keputusan 3) Surat Perintah 4) Surat Permintaan atau Permohonan
14
5) Surat Peringatan 6) Surat Panggilan 7) Surat Penawaran 8) Surat Perjanjian 9) Surat Pesanan 10) Surat Laporan 11) Surat Pengantar atau Pengantar Jalan 12) Surat Lamaran Pekerjaan 13) Surat Penegasan 14) Surat Penuntutan (Klaim) c. Menurut wujud bentuk surat 1) Kartu Pos 2) Warkat Pos 3) Surat Bersampul 4) Nota atau Memo 5) Telegram dan Telex dan Faksimili d. Berdasarkan jaminan 1) Surat Sangat Rahasia 2) Surat Rahasia 3) Surat Konfidensial (Terbatas) 4) Surat Biasa e. Berdasarkan urgensi penyelesaiannya 1) Surat Kilat Khusus 2) Surat Amat Segera atau Kilat 3) Surat Biasa 10. Prosedur Pencatatan dan Pendistribusian Setiap kantor mengikuti prosedur tertentu untuk mengawasi lalu lintas surat masuk dan surat keluar. Prosedur ini disebut prosedur pencatatan dan pendistribusian. Menurut Zulkifli Amsyah (1998 : 5362) ada 3 prosedur yang umum dipergunakan.
15
a. Prosedur Buku Agenda 1) Buku Agenda Halaman-halaman
buku
berisi
kolom-kolom
keterangan (data) dari surat yang dicatat. Buku agenda juga dipakai sebagai alat bantu untuk mencari surat yang di simpan di file. Walaupun di dalam Buku Agenda tidak tercantum
nomor
file,
buku
ini
memang
sering
dipergunakan untuk referensi pertama saat mencari surat, terutama petunjuk tanggal surat diterima ataupun nomor surat, dan lain-lain. Hubungan erat antara Buku Agenda dengan file
penyimpanan surat
adalah karena file
penyimpanan surat masih sering mempergunakan sistem filing kronologis, yang juga merupakan susunan dari catatan surat masuk pada buku agenda atau surat keluar pada buku verbal. Dengan menemukan tanggal masuk surat atau nomor urut masuk surat, atau tanggal dan nomor surat keluar, dari buku agenda dan verbal, maka surat yang disimpan dengan sistem kronologis dapat ditemukan. Suratsurat dari pengirim yang sama bila disimpan dengan sistem kronologis letaknya akan terpisah-pisah sesuai dengan waktu
masing-masing
surat
diterima.
Karena
itu
penemuannya relatif akan memakan waktu lebih lama, dan sukar melihat hubungan surat-surat tersebut satu sama lain. Untuk mencari informasi mengenai sesuatu surat dari buku agenda dan verbal pun agak sukar dan lama, karena susunan informasinya yang kronologis itu. Fungsi buku agenda sebagai alat pengawasan surat masuk dan keluar jadi berjalan kurang lancar. Akhirnya buku agenda tidak lebih hanya berfungsi sebagai alat untuk membantu menyusun statistik jumlah surat masuk dan keluar per hari,
16
per bulan, per tahun dengan pengelompokan menurut unit kerja, perihal surat, dan lain-lain model yang dikehendaki. Untuk lebih memaksimalkan fungsi buku agenda dan verbal, pencatatan surat masuk dan keluar dilakukan dengan mempergunakan formulir atau kartu. Memang untuk memilih sistem susunan penyimpanan lembaranlembaran lepas seperti formulir atau kartu akan lebih mudah dan fleksibel dibanding dengan halaman-halaman yang terjilid pada buku. Karena itu dewasa ini prosedur buku agenda banyak digantikan oleh prosedur kartu kendali. Sampai saat ini masih banyak kantor-kantor swasta, pemerintah, organisasi, dan badan-badan lain yang keliru memilih sistem pencatatan. Kebanyakan masih memilih kronologis. Memang ada yang cocok mempergunakan susunan kronologis, misalnya buku catatan harian seperti penjagaan, log-book di kapal, buku induk tabanas, dan lainlain, yang kesemuanya memang perlu mencatat urutanurutan kejadian atau peristiwa. Tetapi susunan kronologis ini tidak akan membantu banyak bila dilakukan untuk mencatat urutan surat masuk dan keluar, terutama dipandang dari kepentingan penemuan kembali surat. sidik jari yang diterima sekian banyak setiap hari, misalnya, tidaklah tepat dicatat pada buku register secara urutan kronologis, sebab jumlahnya akan banyak sekali. Kalau buku register diperlukan juga sebagai penunjuk atau referensi untuk penemuan kembali, maka sebaiknya pencatatan data-data dilakukan pada kertas-kertas lepas atau kartu yang disusun secara alfabetis nama, atau pengelompokan-pengelompokan tertentu sesuai kebutuhan, misalnya secara geografis (menurut nama tempat). Dengan
17
demikian catatan ini dapat digantikan juga sebagai alat bantu pencarian dokumen. Kalau pemakaian buku agenda hanya terbatas sebagai alat
kontrol,
maka
sistem
penyimpanan
haruslah
mempergunakan sistem-sistem penyimpanan yang standar seperti sistem abjad nama, sistem nomor, sistem geografis, atau sistem subjek, dan jangan sekali-kali memakai sitem kronologis, karena susunan buku agendanya sendiri sudah kronologis. Di sini penyimpanan tidak ada sangkut pautnya dengan buku agenda. Berikut ini pencatatan surat dan penerusannya menurut cara Buku Agenda: Gambar 2.1 Pencatatan surat dan penerusannya menurut cara Buku Agenda
(Sumber: Zulkifli Amsyah, 1989:55) 2) Buku Ekspedisi Buku Ekspedisi dipergunakan sebagai tanda bukti penerimaan, pengiriman, atau pendistribusian surat atau barang. Data yang dicatat di sini lebih sedikit dari Buku
18
Agenda, yaitu nomor urut, tujuan surat, isi surat, dan paraf penerima. Setiap unit kerja biasanya mempunyai buku ekspedisi. Di dalam prosedur Kartu Kendali fungsi buku ini digantikan oleh salah satu dari lembar Kartu Kendali yang diterima
oleh
unit
pengolah,
dan
setelah
diparaf
dikembalikan kepada unit tata usaha. b. Prosedur Kartu Kendali Pada prosedur pencatatan dan pendistribusian surat dengan menggunakan Kartu Kendali, surat masuk digolongkan ke dalam surat penting, surat biasa, dan surat rahasia. Surat penting dicatat dan dikendalikan dengan Kartu Kendali, surat biasa dengan lembar pengatar surat biasa, dan surat rahasia dengan lembar pengantar surat rahasia. Tabel 2.1 Kartu Kendali INDEKS
TGL. : NO. :
KODE : M/K
ISI RINGKAS : LAMPIRAN : DARI :
KEPADA :
TANGGAL :
NO. SURAT :
PENGOLAH :
PARAF :
CATATAN:
(Sumber: Zulkifli Amsyah, 1989:56) Kartu Kendali adalah selembar kertas berukuran 10 cm x 15 cm yang berisikan data-data suatu surat seperti Indeks, Isi Ringkas, Lampiran, Dari, Kepada, Tanggal Surat, Nomor Surat, Pengolah,
19
Paraf, Tanggal Terima, Nomor Urut, M/K, Kode, dan Catatan. Untuk lebih jelasnya berikut ini diberikan contoh Kartu Kendali. Penggunaan Kartu Kendali pada pencatatan dan pengendalian surat sesungguhnya adalah sebagai pengganti dari Buku Agenda dan buku ekspedisi. Ini disebabkan para ahli melihat bahwa susunan Buku Agenda yang kronologis sukar membantu penemuan informasi sesuatu surat dengan cepat. Untuk mencari sesuatu informasi dari sesuatu surat, petugas terpaksa membolak-balik hampir semua halaman Buku Agenda, terutama kalau tanggal masuk surat tidak diketahui oleh petugas. Dan peminta informasi atau petugas Buku Agenda itu sendiri sekalipun, selalu akan lupa pada tanggal. Sehingga petugas sukar mencari informasi melalui Buku Agenda. Maka oleh para ahli kearsipan dicobalah mencari jalan keluar. Mereka mencoba pemakaian kartu-kartu seperti pada perpustakaan. Maka lahirlah prosedur Kartu Kendali, yaitu prosedur pencatatan dan pengendalian surat sehingga surat dapat dikontrol sejak masuk sampai disimpan. Dengan Kartu Kendali, penemuan informasi suatu surat lebih mudah dibanding dengan Buku Agenda. Sebab Kartu Kendali disusun sistematis di dalam kotak, sedang Buku Agenda susunannya
kronologis.
Surat-surat
dari
satu
koresponden
(pengirim) di dalam Buku Agenda letaknya akan terpisah-pisah sesuai dengan waktu masuk masing-masing surat. Tetapi suratsurat tersebut di dalam kotak Kartu Kendali letaknya menjadi satu atau bersama-sama di bawah satu caption (nama), tidak perduli kapan pun surat-surat tersebut diterima. Untuk mencari informasi mengenai surat yang sudah lama diterima, misalnya 2-3 tahun yang lalu, Buku Agenda sukar membantu dengan cepat. Sedangkan pada kotak Kartu Kendali semua informasi dari satu koresponden tetap berada pada satu tempat, dan waktu penerimaan surat tidak menjadi masalah.
20
Mengenai penyimpanan suratnya sendiri, antara prosedur Buku Agenda dan prosedur Kartu Kendali sama saja, yaitu tergantung sistem penyimpanan yang dipilih. Ada beberapa sistem penyimpanan yang baik yang dapat dipakai. Hanya yang perlu dihindarkan adalah sistem kronologis. Pada sistem ini surat-surat dari hari ke hari dimasukkan dalam ordner map. Semua surat dari berbagai koresponden akan bercampur menjadi satu sesuai waktu masuk. Sebenarnya dengan ordner pun sistem yang tepat dapat juga dipergunakan, misalnya sistem abjad, sistem numberik, sistem geografis, maupun sistem subjek. Sistem penyimpanan surat pada prosedur Kartu Kendali dapat dipilih dari sistem-sistem yang ada seperti subjek, abjad, numerik, atau geogafis. Memang umumnya sistem penyimpanan (filing system) yang dipilih pada sistem Kartu Kendali adalah sistem subjek, apalagi untuk organisasi yang besar seperti instansi pemerintah di mana terdapat berbagai macam unit kerja dan kegiatan. Tetapi sistem penyimpanan ini tidak boleh disamaratakan untuk semua unit kerja dan semua kegiatan. Banyak formulir atau kartu-kartu yang tidak dapat disimpan menurut subjek sistem. Sistem penyimpanan seyogianya dipilih berdasarkan kebutuhan masing-masing unit kerja. Karena itu banyak petugas dan unit kerja yang sukar menerapkan sistem subjek secara tuntas, padahal dari buku pedoman sudah ditetapkan penyimpanan surat harus mempergunakan sistem subjek. Penggunaan Kartu Kendali pun masih sering disertai dengan penggunaan Buku Agenda. Hal ini seharusnya tidak terjadi, sebab Kartu Kendali itu sama juga fungsinya dengan Buku Agenda dan buku ekspedisi, yaitu mencatat, mengawasi, mengatur, mengendalikan, mengedarkan, dan mendistribusikan surat.
21
Gambar 2.2 Pencatatan surat dan penerusannya menurut cara Kartu Kendali
(Sumber: Zulkifli Amsyah, 1989:59) c. Prosedur Tata Naskah Di samping pencatatan dan pengendalian surat dengan prosedur Buku Agenda dan prosedur Kartu Kendali, masih ada lagi cara ketiga, yaitu prosedur Tata Naskah. Sama seperti dua prosedur sebelumnya, prosedur Tata Naskah bertujuan untuk memudahkan penyajian, pengolahan, pengawasan, dan pencarian kembali segisegi tertentu dari sesuatu persoalan yang dihimpun di dalam Takah. Takah
adalah
suatu
kegiatan
administrasi
di
dalam
memelihara dan menyusun data-data dari semua tulisan mengenai segi-segi tertentu dari sesuatu persoalan pokok secara kronologis dalam sebuah berkas.
22
Gambar 2.3 Pencatatan surat dan penerusannya menurut cara Takah
(Sumber: Zulkifli Amsyah, 1989:60) Secara mudah dapat dikatakan bahwa Takah itu adalah suatu map jepit (snelchekter map) yang berisi surat untuk diedarkan kepada
pengolah-pengolah
yang
berwewenang
terhadap
pengolahan surat yang bersangkutan. Map ini akan bertambah dengan instruksi-instruksi, disposisi-disposisi, catatan-catatan, konsep-konsep surat balasan dan perubahan-perubahannya, dan arsip surat balasan, yang dimasukkan ke dalam map Takah berurutan secara kronologis. Takah ini beredar dari pejabat ke pejabat lain sesuai keperluan, dan peredarannya dimonitor terusmenerus oleh Tata Usaha Takah, sampai akhirnya persoalan suatu surat selesai dan Takahnya disimpan di Tata Usaha Takah menurut sistem penyimpanan (filing system) tertentu yang dipilih.Umumnya sistem penyimpanan Takah adalah sistem subjek (sistem pokok
23
soal),
walaupun
tidak
tertutup
kemungkinan
penyimpanan
berdasarkan sistem lain, seperti sistem abjad (nama), sistem nomor, atau sistem geografis. Pencatatan surat masuk dan surat keluarnya sendiri tetap mempergunakan Buku Agenda yang di dalam prosedur Takah disebut Buku Pencatatan Keluar dan Buku Pencatatan Masuk. Bilamana sistem penyimpanan yang dipilih untuk Takah adalah sistem subjek, maka sebagaimana lazimnya sistem subjek, diperlukan suatu buku daftar istilah-istilah subjek yang umum disebut Buku Klasifikasi Subjek. Buku Klasifikasi Subjek ini dapat dibuat sendiri, atau memilih salah satu dari pola-pola klasifikasi subjek yang standar, seperti Dewey Decimal Classification (DDC), Universal Decimal Classification (UDC), Library of Congress Classification (LC), dan beberapa thesaurus lain yang ada. Bagan klasifikasi yang standar ini kebanyakan dipergunakan untuk penggolongan koleksi di perpustakaan.
24
Berikut ini disajikan cara membuka (membuat) Takah pada Dep. Hankam R.I : Gambar 2.4 Cara membuka Takah Menteri
mengirim
nota
kepada
Sekjen
untuk
menyusun konsep cara-cara pemberian tanda jasa dan nama-nama penerima tanda jasa. Karena
nota
tersebut
mengenai
persoalan
kepegawaian, maka oleh Sekjen nota ini dibicarakan dengan Kepala Biro Kepegawaian. Karo Kepegawaian membuat (membuka) Takah dengan nomor tertentu. Nota Menteri dimasukkan dalam map Takah sebagai naskah No. 1. Setelah Karo membuat konsep, maka konsep ini menjadi naskah No. 2. Takah dikirim kepada Menteri untuk persetujuan konsep Keputusan Menteri. Sesudah ada Keputusan Menteri, Takah diteruskan lagi kepada Karo Kepegawaian. Karo kepegawaian membuat konsep usulan namanama karyawan yang akan mendapat tanda jasa untuk mendapatkan persetujuan Menteri. (Sumber: Zulkifli Amsyah, 1989:62) Demikian seterusnya sampai persoalan selesai, dan semua “jalan cerita” sudah berada di Takah. Takah kemudian disimpan di Tata Usaha Takah sesuai dengan sistem penyimpanan yang sudah ditentukan.
25
11. Sistem Pengarsipan (Filing) Filing adalah salah satu kegiatan pokok dalam bidang kearsipan dan merupakan cara atau metode yang sistematis sehingga warkat tersebut dengan mudah cepat dan tepat dapat ditemukan kembali apabila sewaktu-waktu dibutuhkan. Menurut Daryanto & Abdullah (2013 : 154-156) terdapat lima sistem untuk menyelenggarakan pengarsipan, yaitu sistem abjad, sistem subjek, sistem nomor, sistem geografis, dan sistem kronologis. a. Sistem Abjad Sistem abjad adalah dasar dari semua sistem yang lain. Dinamakan
sistem
abjad
karena
dasar
pengaturan
arsip
berdasarkan abjad. Arsip diklasifikasikan berdasarkan nama organisasi, nama orang, nama instansi, nama tempat, atau nama barang. Sistem abjad adalah sistem yang tertua, langsung, dan paling banyak dipergunakan. Sistem ini disebut langsung karena tidak menggunakan indeks yang digunakan sebagai petunjuk untuk menyimpan dan menemukan arsip manfaat utamanya selain langsung juga sederhana, sesederhana kita melafalkan a, b, dan c. Walaupun ada kecenderungan menggunakan sistem nomor atau
angka,
karena
dimungkinkannya
pengolahan
melalui
komputer, tetapi jenis arsip diklasifikasikan berdasarkan abjad. Misalnya
surat,
formulir,
laporan,
daftar
alamat,
arsip
kepegawaian, arsip kesehatan, hal-hal yang berkaitan dengan segi hukum, dan masih banyak lagi yang lain. Melalui sistem abjad, semua arsip ini dapat diberkas baik secara tunggal maupun berkelompok sehingga arsip dapat ditemukan dengan cepat bilamana diperlukan. Agar pembuatan sistem abjad dapat berjalan dengan lancar, maka harus dibakukan peraturan untuk diikuti oleh setiap pegawai dalam organisasi tersebut. Susunan dalam sistem penataan berkas berdasarkan abjad dengan mengikuti urutan huruf latin a sampai z, 26
tetapi dibutuhkan aturan yang standar dalam menangani berbagai jenis nama, seperti nama orang, perusahaan, departemen, dan lembaga pemerintah non departemen. b. Sistem Subjek atau perihal Jika anda menerapkan sistem lain selain sistem abjad, maka anda dapat menerapkan pengarsipan dengan sistem subjek dalam menyimpan arsip. Untuk menerapkan sistem subjek, anda harus menentukan
terlebih
dahulu
hal-hal
yang
umumnya
dipermasalahkan dalam surat-surat setiap hari. Hal-hal tersebut kemudian dikelompokkan menjadi satu subjek. Misalnya, masalah yang berkenaan dengan kepegawaian dikelompokkan dalam satu subjek di bawah judul “kepegawaian”, hal-hal yang berkenaan dengan keuangan dikelompokkan dalam satu subjek “keuangan”. Selanjutnya, rincian dari subjek itu dapat identifikasi, seperti kepegawaian mencakup cuti, kenaikan pangkat, lamaran kerja, dan sebagainya. Demikian seterusnya, semua pokok masalah dijadikan subjek dan semua masalah yang berkenaan dengan pokok masalah dijadikan sub-subjek. c. Sistem Nomor Kode nomor dipakai sebagai pengganti nama orang atau instansi, sehingga disebut sistem nomor. Pada prinsipnya, sistem penyimpanan arsip sama dengan sistem abjad, hanya nama-nama orang atau instansi diganti dengan kode nomor. Misalnya, suratsurat dari dan kepada Arsip Nasional Repubik Indonesia akan disimpan dalam map bernomor 2000, atau kartu nama Nilasari diberi nomor 27451. Nomor tersebut akan berlaku selamanya. Banyak instansi pemerintah yang menerapkan sistem nomor, seperti di rumah sakit, puskesmas, asuransi, bank, dan lain-lain, karena sudah memahami tata caranya, serta keuntungan serta kerugian dalam penerapannya. Namun, masih banyak juga instansi
27
yang menerapkan sistem nomor hanya karena sistem nomor lebih mudah dibandingkan dengan sistem abjad. Sebenarnya sistem nomor lebih sukar dibandingkan dengan nama. Misalnya nasabah tabanas atau pasien sebuah puskesmas atau rumah sakit, pasti akan lebih ingat namanya daripada nomor tabanas atau nomornya sebagai pasien di suatu rumah sakit. Oleh karena itu, untuk mengingat kode nomornya digunakan alat bantu yang disebut dengan indeks, yaitu kartu kecil yang memuat nomor dan nama nasabah, atau pasien yang penyusunannya berdasarkan urutan abjad. Itu sebabnya sistem nomor disebut sistem pengarsipan tidak langsung sedangkan sistem abjad disebut sistem pengarsipan langsung. d. Sistem Geografis Jika anda menghendaki menyimpan anda dapat menggunakan sistem geografis. Kegiatan organisasi dimana sistem geografis dapat digunakan, biasanya adalah kegiatan yang mencakup daerah atau wilayah lebih dari satu tempat. Organisasi yang mempunyai beberapa kantor cabang juga dapat menggunakan sistem geografis. Dalam pelaksanaan sistem geografis ini anda dapat menggunakan nama daerah wilayah sebagai judul yang kemudian dapat diklasifikasikan menjadi daerah atau kota yang ada di dalam daerah atau kota tersebut. Selanjutnya dapat dikembangkan lebih jauh dengan nama-nama instansi, perusahaan, atau orang yang ada di setiap kota di daerah atau wilayah tersebut. e. Sistem Kronologis Sistem ini digunakan untuk arsip yang disusun menurut urutan tanggal masuk dan keluar arsip. Surat-surat atau arsip yang masuk lebih akhir ditempatkan paling depan. Selanjutnya anda hanya mengelompokkan surat-surat atau arsip dalam bulan-bulan tiap tahun. Sekretaris dapat menggunakan sistem ini untuk menyederhanakan tugas pengarsipan jika kegiatan surat menyurat
28
dalam organisasi belum banyak. Jika kegiatan atau aktivitas pimpinan organisasi berkembang demikian cepat, sehingga menyangkut banyak masalah, maka sebaiknya anda menggunakan sistem lain yang lebih memadai. Diantara semua sistem yang telah diuraikan, maka sistem abjad selalu digunakan sebagai pelengkap sistem yang lain yang dipilih. Artinya, meskipun anda memilih sistem subjek, sistem angka, atau sistem geografis, anda harus selalu menyusunnya kembali menurut urutan abjad. Oleh sebab itu, anda harus memahaminya benar sistem abjad karena sistem ini akan sangat membantu anda dalam melaksanakan tugas pengarsipan. Dapat dikatakan sistem abjad merupakan dasar dari semua sistem pengarsipan. 12. Prosedur Pengelolaan Surat Masuk Surat masuk adalah surat-surat yang diterima oleh suatu organisasi baik dari organisasi lain maupun dari perorangan. Prosedur pengelolaan surat masuk menurut Petunjuk Arsip Nasional RI dalam Sutarto (1992 : 231-236) adalah sebagai berikut: a. Penerimaan Surat Surat-surat dinas yang datang atau masuk diterima oleh Petugas Penerima Surat (baik surat yang datang melalui pos maupun melalui kurir dan lain-lain). Kemudian surat-surat disortir untuk menentukan atau mengelompokan surat yang boleh dibuka dan yang tidak boleh dibuka (surat rahasia), dan surat-surat pribadi. b. Membuka Surat Surat-surat rahasia dan tertutup lainnya diberi stempel jam dan tanggal terima surat pada amplop bagian belakang. Sedangkan surat-surat yang dapat dibuka distempel pada suratnya di belakang. Selanjutnya petugas meneliti apakah lampirannya sesuai dengan apa yang tertulis pada surat, ada atau tidaknya tembusan dan lain-
29
lain. Jika surat tidak jelas alamatnya (tidak ada), hendaknya amplop diklip menjadi satu dengan surat. c. Mengelompokkan surat Surat-surat dikelompokkan menjadi satu berdasarkan susunan kronologis tanggal surat. Kemudian diserahkan kepada Petugas Pencatat Surat. d. Menilai Surat Oleh Petugas Pencatat Surat dinilai untuk menentukan mana yang penting dan mana yang rutin atau biasa. Jika surat sudah ditentukan golongannya, masing-masing golongan dikelompokkan menurut asal surat dan disusun secara kronologis. Untuk memudahkan menentukan nilai surat dapat dibantu dengan pertanyaan-pertanyaan seperti di bawah ini: 1) Bagaimana akibatnya jika surat-surat yang bersangkutan terlambat sampainya kepada Unit Pengolah? 2) Apakah akan mengganggu kelancaran tugas-tugas pekerjaan seandainya surat tersebut hilang? 3) Andai kata hilang apakah informasinya masih dapat ditemukan pada sumber lainnya? 4) Apakah surat yang bersangkutan penting bagi kelangsungan hidup organisasi yang bersangkutan? 5) Apakah surat yang bersangkutan memerlukan tindak lanjut? 6) Dan lain-lain. e. Mencatat surat penting 1) Keterangan-keterangan yang perlu dicatat: a) Tanggal penerimaan surat b) Nomor urut surat masuk c) Mencoret huruf K (Keluar, karena yang sedang diproses adalah surat masuk) d) Isi ringkas, diambil dari isi ringkas yang terkandung dalam surat
30
e) Memberi kode klasifikasi f) Memberi indeks atau pengenal g) Dari mana surat itu berasal h) Kepada surat itu ditujukan i) Tanggal dan nomor surat j) Pengolahan surat f. Pencatatan pada Kartu Kendali sebanyak 3 lembar: 1) Tanggal dan nomor urut: Mencatat tanggal datangnya surat, dan mencatat nomor urut dari surat yang bersangkutan. Karena surat tersebut surat masuk maka huruf K yang dicoret. 2) Isi ringkas: Menentukan isi surat secara ringkas. Ini harus benar-benar ringkas, sedapat mungkin tidak lebih dari 5 kata. 3) Kode: Penentuan kode harus disesuaikan dengan isi ringkasan surat. Dalam setiap instansi harus dibuat daftar klasifikasi arsip yang berisi kode dan masalah. Maka setiap surat yang masuk dapat diberi kode yang sesuai dengan daftar klasifikasi yang telah dibuat. Contoh: masalah pengangkatan calon pegawai negeri dalam daftar tercantum kode Kp 401 yang berarti: Kp = Kepegawaian 40 = mutasi 1 = pengangkatan Masalah penataran dalam daftar tercantum kode Kp 502 yang berarti: Kp = Kepegawaian 50 = penilaian 2 = penataran
31
Masalah bantuan keuangan luar negeri non pangan dalam daftar tercantum kode Ku 202 yang berarti: Ku = Keuangan 20 = bantuan luar negeri 2 = non pangan 4) Indeks: Penentuan indeks diambil dari keterangan isi surat yang dapat digunakan sebagai tanda pengenal surat yang paling tepat. Antara indeks dan isi surat harus saling berkaitan. Indeks dapat berupa masalah; nama orang, nama organisasi, atau nama tempat. 5) Lampiran: Diisi dengan jumlah yang dilampirkan. 6) Dari atau kepada: Yang dicatat di sini adalah tanggal yang tercantum pada surat yang bersangkutan, demikian pula nomor adalah nomor surat yang bersangkutan. 7) Pengolah: Yang dicatat di sini adalah siapa yang nantinya akan menangani surat yang bersangkutan. Contoh: surat yang ditujukan kepada Rektor mungkin yang akan menangani bukan Rektor melainkan Dekan Fakultas maka pada kolom Pengolah ditulis Dekan Fakultas. Surat yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal isinya mungkin harus ditangani oleh Biro Kepegawaian karena menyangkut masalah kenaikan pangkat, maka pada kolom pengolah pada Kartu Kendali harus ditulis Biro Kepegawaian. 8) Tunjuk silang Kadang-kadang dalam sepucuk surat terdapat obyek lebih dari satu masalah, lebih dari satu macam organisasi, lebih dari seorang nama, lebh dari satu tempat, karena obyek yang satu
32
telah dicatat pada indeks, maka yang satunya dicatat pada kolom Tunjuk Silang dan kemudian dibuatkan lembar tunjuk silang. Contoh Kartu Kendali dan Lembar Tunjuk Silang adalah sebagai berikut: Tabel 2.2 Kartu Kendali INDEKS:
TGL.: NO. URUT
KODE: M/K
ISI RINGKAS:
LAMPIRAN:
DARI:
KEPADA:
TANGGAL:
NO. SURAT:
PENGOLAH:
PARAF:
TUNJUK SILANG:
(Sumber: Sutarto, 1992:234)
33
Tabel 2.3 Lembar Tunjuk Silang INDEKS:
KODE:
TGL: No.:
ISI RINGKAS:
DARI:
KEPADA:
Lihat Berkas INDEKS:
KODE:
TGL.: NO.:
(Sumber: Sutarto, 1992:235) g. Mengarahkan Surat Setelah surat dicatat pada Kartu Kendali rangkap 3, surat diserahkan kepada Unit pengolah bersama Kartu Kendali II berwarna hijau dan Kartu Kendali III berwarna merah. Sedangkan Kartu Kendali I berwarna putih ditinggal pada Petugas Pengarah (Pengendali). Kartu Kendali II dan III diparaf oleh Unit Pengolah, kemudian: 1) Kartu Kendali II disampaikan kepada Petugas Pengarah untuk dicek, dan selanjutnya disimpan oleh Petugas Penata Arsip. Kartu Kendali II ini berfungsi sebagai arsip pengganti selama suratnya masih aktif digunakan pada Unit Pengolah. 2) Kartu Kendali III diklip menjadi satu dengan suratnya. Apabila proses surat masuk ditunjukkan dengan gambar akan nampak sbb:
34
Gambar 2.5 Prosedur Pengelolaan Surat Masuk
(Sumber: Sutarto, 1992 : 236) Keterangan: a = amplop berisi surat b = surat 1c = Kartu Kendali I berwarna putih 2c = Kartu Kendali II berwarna hijau 3c = Kartu Kendali III berwarna merah
35
13. Prosedur Pengelolaan Surat Keluar Surat keluar adalah surat-surat yang dikeluarkan atau dibuat suatu organisasi atau perusahaan untuk dikirimkan kepada pihak lain, baik perseorangan maupun kelompok. Prosedur pengelolaan surat keluar menurut Petunjuk Arsip Nasional RI dalam Sutarto (1992 : 242243) adalah sebagai berikut: a. Pencatatan 1) Seperti halnya surat penting ke luar, pencatatan surat biasa keluar juga dilakukan oleh Pengolah yang bersangkutan pada Lembar Pengantar Surat Biasa rangkap 2. 2) Bedanya dengan pencatatan surat biasa masuk adalah: a) Pada kolom DISAMPAIKAN dicatat jam dan tanggal penyampaian Unit Pengolah kepada Unit Kearsipan b) Pada kolom DITERIMA dicatat oleh Unit Kearsipan c) Pada PARAF kalau surat biasa masuk yang memaraf Unit Pengolah, sedang untuk surat biasa ke luar yang memaraf Unit Kearsipan. b. Penyampaian 1) Setelah dicatat, surat beserta arsip surat dan kedua Lembar Pengantar Surat Biasa disampaikan kepada Unit Kearsipan, untuk diberi stempel. 2) Setelah surat aslinya dikirimkan, arsip surat distempel jam dan tanggal pengirimannya. 3) Selanjutnya arsip surat dan Lembar Pengantar Surat Biasa II disampaikan kepada Unit Pengolah untuk disimpan, dan Lembar Pengantar Surat Biasa I disimpan pada Unit Kearsipan pada Pencatat.
36
Proses tersebut dapat digambarkan sbb: Gambar 2.6 Prosedur Pengelolaan Surat Keluar
(Sumber: Sutarto, 1992:234) Keterangan: a = arsip surat b = surat asli yang akan dikirim 1c = Lembar Pengantar Surat Biasa I 2c = Lembar Pengantar Surat Biasa II d = amplop berisi surat yang akan dikirim
37
B. METODE PENGAMATAN 1.
Lokasi Pengamatan Menurut H. B. Sutopo (2002:52) tempat atau lokasi yang berkaitan dengan sasaran atau permasalahan penelitian juga merupakan salah satu jenis sumber data yang bisa dimanfaatkan oleh peneliti. Informasi mengenai kondisi dari lokasi peristiwa atau aktivitas dilakukan bisa digali lewat sumber lokasinya baik yang merupakan tempat maupun lingkungannya. Dari
pemahaman lokasi
dan
lingkungannya peneliti bisa secara cermat mencoba mengkaji dan secara kritis menarik kemungkinan simpulan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Pengamatan ini mengambil lokasi di PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) Cabang Semarang yang beralamat di Jl. Mpu Tantular No. 25 Semarang. Pada lokasi pengamatan ini penulis di tempatkan pada bagian SDM dan Umum. Dengan pertimbangan sebagai berikut: a. Lokasi tersebut merupakan tempat dilaksanakan proses kegiatan magang. b. Di lokasi tersebut terdapat permasalahan yang ingin penulis kaji dalam pengamatan ini. c. Penulis
mendapatkan
ijin
sebagai
tenaga
magang
untuk
mengumpulkan data yang akurat dalam melaksanakan pengamatan secara langsung di lapangan atau lokasi terkait proses pengelolaan surat masuk dan surat keluar sesuai dengan permasalahan. d. Tentunya lokasi tersebut merupakan rekomendasi dari instansi PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) Cabang Semarang kepada penulis untuk melaksanakan observasi sekaligus mengumpulkan data-data yang diperlukan sebagai bahan materi Tugas Akhir.
38
2.
Jenis Pengamatan Pengamatan dalam penulisan tugas akhir ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Menurut H. B. Sutopo (2002:35) dalam deskriptif kualitatif “data yang dikumpulkan terutama berupa kata-kata, kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih daripada sekedar angka atau frekuensi. Peneliti menekankan catatan yang menggambarkan situasi sebenarnya guna mendukung penyajian data”. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan observasi berperan aktif. Menurut Spradley dalam H. B. Sutopo (2002:68) observasi berperan aktif ini merupakan cara khusus dan penulis tidak bersikap pasif sebagai
pengamat,
dimungkinkan pengamatannya,
tetapi
dalam
memainkan
suatu
dengan
situasi
berbagai yang
mempertimbangkan
peran
berkaitan akses
yang dengan
yang
bisa
diperolehnya yang bisa dimanfaatkan bagi pengumpulan data. Penulis bahkan bisa berperan yang tidak hanya berbentuk dialog atau bercakap-cakap yang mengarah pada pendalaman dan kelengkapan datanya, tetapi juga bisa mengarahkan peristiwa-peristiwa yang sedang dipelajari demi kemantapan datanya. Pengamatan yang dilakukan penulis terbatas pada usaha untuk mengungkapkan suatu masalah keadaan atau peristiwa sebagaimana keadaan yang terjadi, sehingga mengarah pada pendiskripsian secara rinci dan mendalam mengenai potret kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di lapangan. Pengamatan yang dilakukan
penulis
untuk
mendeskripsikan
mengenai
prosedur
pengelolaan surat masuk dan surat keluar di bagian SDM dan Umum PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) Cabang semarang.
39
3.
Penentuan Sampel dan Sumber Data a. Teknik Penentuan Sampel Teknik penentuan sampel yang digunakan oleh penulis adalah Purpose Sampling. Menurut H. B. Sutopo (2002:56) dalam penelitian kualitatif cuplikan yang diambil lebih bersifat selektif. Peneliti mendasarkan pada landasan kaitan teori yang digunakan keingintahuan pribadi, karakteristik empiris yang dihadapi, dan sebagainya. Sumber data disini tidak digunakan sebagai yang mewakili populasinya tetapi lebih mewakili informasinya, dalam purpose sampling, penulis cenderung memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap. b. Sumber Data Menurut H. B. Sutopo (2002 : 50-54) adapun sumber data yang digunakan selama kegiatan pengamatan adalah: 1) Narasumber (informan) Dalam deskriptif kualitatif posisi sumber data manusia (narasumber) sangat penting perannya sebagai individu yang memiliki informasinya. Sumber data yang berupa manusia di dalam deskriptif kualitatif lebih tepat disebut informan daripada responden. Informan atau narasumber sangat penting perannya sebagai orang yang memiliki informasi, narasumber bukan hanya sekedar memberikan tanggapan yang diminta penulis, tetapi juga lebih memilih arah dan selera yang menyajikan informasi (H.B. Sutopo, 2002:50). Data dari informan diperoleh melalui wawancara yang dilakukan selama magang. Narasumber dalam wawancara ini diambil
dari
berbagai
keragaman
secara
komprehensif
mengenai prosedur pengelolaan surat masuk dan surat keluar di bagian SDM dan Umum PT Pelayaran Nasional Indonesia
40
(Persero) Cabang Semarang. Adapun subjek penelitian ini adalah a) Bapak Prasojo Hendi selaku Asisten Manager SDM dan Umum b) Bapak Ahmad Luthfi selaku Staff SDM dan Umum 2) Peristiwa atau Aktivitas Data atau informasi juga dapat dikumpulkan dari peristiwa, aktivitas, atau perilaku sebagai sumber data yang berkaitan dengan sasaran pengamatannya. Dari pengamatan pada peristiwa atau aktivitas, penulis bisa mengetahui proses bagaimana
sesuatu
terjadi
secara
lebih
pasti
karena
menyaksikan sendiri secara langsung (H.B. Sutopo, 2002:51). Peristiwa atau aktivitas yang diamati penulis selama magang adalah semua kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan surat masuk dan surat keluar di bagian SDM dan Umum PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) Cabang Semarang. 3) Dokumen dan Arsip Dokumen dan arsip merupakan bahan tertulis yang berhubungan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Dokumen dapat berupa rekaman tertulis tetapi juga berupa gambar atau benda peninggalan yang berkaitan dengan aktivitas tertentu. Bila ia merupakan catatan rekaman yang lebih bersifat formal dan terencana dalam organisasi, ia cenderung disebut arsip. Keduanya dapat secara baik dimanfaatkan sebagai sumber data dalam kegiatan pengamatan (H. B. Sutopo, 2002:54). Dalam pengamatan ini penulis memperoleh berbagai dokumen yang berhubungan dengan pengelolaan surat sebagai sumber data yang akan digunakan dalam penulisan tugas akhir.
41
4.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam pengamatan. Tujuan utama dari pengamatan adalah untuk mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka penulis tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis berdasarkan teknik pengumpulan data menurut H. B. Sutopo (2002 : 58-72), yaitu: a. Wawancara Tujuan
utama
melakukan
wawancara
adalah
untuk
menyajikan konstruksi saat sekarang dalam suatu konteks mengenai para pribadi, peristiwa, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, tanggapan atau persepsi, tingkat dan bentuk keterlibatan, dan sebagainya untuk merekonstruksi beragam hal seperti itu sebagai
bagian
dari
pengalaman
masa
lampau,
dan
memproyeksikan hal-hal itu dikaitkan dengan harapan yang bisa terjadi di masa yang akan datang. Penulis melakukan wawancara dengan bapak Prasojo Hendi selaku Asisten Manager SDM dan Umum dan bapak Ahmad Luthfi selaku Staff SDM dan Umum untuk mengetahui tentang prosedur pengelolaan surat masuk dan surat keluar di bagian SDM dan Umum PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) Cabang Semarang. b. Observasi Penulis menggunakan observasi berperan aktif. Dengan teknik observasi berperan aktif, penulis tidak bersifat pasif sebagai pengamat,
tetapi
juga
memainkan
berbagai
peran
yang
dimungkinkan dalam suatu situasi yang berkaitan dengan pengamatannya, dengan mempertimbangkan akses yang bisa diperolehnya yang bisa dimanfaatkan bagi pengumpulan data.
42
Penulis mengamati dan sekaligus berperan aktif dalam kegiatan yang terjadi di bagian SDM dan Umum, terutama mengenai prosedur pengelolaan surat masuk dan surat keluar. c. Mengkaji dokumen dan arsip Dokumen bisa memiliki beragam bentuk, dari yang tertulis sederhana sampai yang lebih lengkap, dan bahkan bisa berupa benda-benda lainnya sebagai peninggalan masa lampau. Demikian pula halnya arsip yang pada umumnya berupa catatan-catatan yang lebih formal bila dibandingkan dengan dokumen sebagai catatan formal arsip sering memiliki peran sebagai sumber informasi yang sangat berharga bagi pemahaman suatu peristiwa. Penulis mengkaji dokumen dan arsip yang berhubungan dengan pengelolaan surat masuk dan surat keluar untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penulisan tugas akhir. d. Perekaman Alat kamera, foto, film dan video sering juga digunakan di dalam penelitian kualitatif karena bisa sangat membantu di dalam pengumpulan data, terutama untuk memperjelas deskripsi berbagai situasi dan perilaku subjek yang diteliti. Demikian pula alat perekam suara (tape recorder) banyak digunakan, terutam di dalam pengumpulan data dengan teknik wawancara, sehingga kalimat dapat direkam secara lengkap. Penulis menggunakan alat perekam dalam proses wawancara dengan tujuan dapat lebih mudah diingat tentang suatu deskripsi berbagai situasi yang sedang diamati. 5.
Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan penulis adalah teknik analisis menurut H. B Sutopo (2002:96) yaitu :
43
Bagan 2.1 Model Analisis Interaktif Pengumpulan data
Reduksi data
Sajian data
Penarikan simpulan/ verifikasi (Sumber: H. B. Sutopo, 2002:96) Reduksi dan sajian data ini harus disusun pada waktu penulis sudah mendapatkan unit data dari sejumlah unit yang diperlukan dalam pengamatan. Pada waktu pengumpulan data sudah berakhir, penulis mulai melakukan usaha untuk menarik kesimpulan dan verifikasinya berdasarkan semua hal yang terdapat dalam reduksi maupun sajian datanya. Bila simpulan dirasa kurang mantap karena kurangnya rumusan dalam reduksi maupun sajian datanya, maka penulis wajib kembali melakukan kegiatan pengumpulan data yang sudah terfokus untuk mencari pendukung simpulan yang ada dan juga bagi pendalaman data. Dalam keadaan ini tampak bahwa peneliti kualitatif prosesnya berlangsung dalam bentuk siklus. Biasanya, sebelum penulis mengakhiri proses pelaksanaan pengamatannya dan menyusun laporan, kegiatan pendalaman data ke lapangan studinya dilakukan untuk menjamin mantapnya hasil akhir pengamatan. Namun semuanya itu sangat tergantung dari mantapnya keyakinan penulis terhadap apa yang telah diperolehnya selama dalam perjalanan pelaksanaan pengamatannya.
44