10
BAB II
TELAAH PUSTAKA
DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN
2.1 Telaah Pustaka
2.1.1 Partisipasi Mayarakat Isbandi (2007:27) memberikan penjelasan mengenai pengertian partisipasi masyarakat “Keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi”. Menurut keikutsertaan
Adi ataupun
(2008:110), keterlibatan
partisipasi
masyarakat
masyarakat
dalam
adalah proses
pengidentifikasian masalah, pengidentifikasian potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan alternatif solusi penanganan masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan juga keterlibagan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi. Partisipasi masyarakat adalah proses ketika warga sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil peran serta ikut
11
mempengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan
yang
langsung
mempengaruhi
kehidupan
mereka.
(Hertifah:2003) Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa partisipasi
masyarakat adalah keterlibatan aktif seseorang atau sekelompok orang
kebijakan
(masyarakat) secara sadar untuk berkontribusi secara sukarela dalam program pembangunan dan terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring sampai pada tahap evaluasi.
2.1.2 Aspirasi Masyarakat Menurut Karl Marx, masyarakat didefinisikan sebagai sebuah struktur organisasi yang muncul sebagai akibat dari adanya perbedaan diantara berbagai kelompok yang terpisah di bidang ekonmi. Aspirasi adalah wujud dari keinginan dan kebutuhan yang dituangkan dalam bentuk suatu konsep untuk pencapaian tujuan tersebut. Jaring aspirasi masyarakat menurut Peraturan Daerah Kota Cimahi No. 02/2006 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, adalah upaya untuk mengenali kebutuhan masyarakat dan lingkungannya. Masyarakat dalam konteks pembangunan merupakan unsur utama, oleh sebab itu aspirasi masyarakat menjadi hal paling dasar yang harus diserap agar pembangunan yang dilakukan menjadi lebih terarah. Apabila
12
mengacu pada Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 dan Nomor 25 tahun
2004 yang mengatur pengelolaan keuangan Negara dan Daerah, Undang-
Undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004 mengatur perencanaan dan
penganggaran di daerah, dengan jelas dan tegas dinyatakan bahwa rakyat
berhak untuk ikut dalam penyusunan dan pengambilan keputusan Anggaran.
Hak masyarakat dalam pengelolaan keuangan daerah menurut Yuwono Indrawijaya, dan Hariyandi (2005: 63) adalah sebagai berikut: 1. Hak untuk mengetahui (right to know) yaitu kebijakan pemerintah, keputusan yang diambil pemerintah,dan alasan dilakukannya suatu kebijakan dan keputusan tertentu. 2. Hak untuk diberi informasi (right to be informed), meliputi hak untuk diberi penjelasan secara terbuka atas permasalahan tertentu yang menjadi perdebatan publik. 3. Hak untuk didengar aspirasinya (right to be heard and to be listened to). Selanjutnya dalam pasal 17 Kepmendagri No.29 Tahun 2002, menyatakan bahwa dalam penyusunan Arah Kebijakan Umum APBD harus diawali dengan penjaringan aspirasi masyarakat. Hal ini diperkuat dengan Permendagri 13 tahun 2006 pasal 4 yang kemudian diganti Permendagri 59 Tahun 2007 menyatakan bahwa Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien,
13
ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas
Dari penjelasan diatas menunjukan bahwa masyarakat memiliki peluang
untuk
menyampaikan
aspirasi
dan
tuntutannya
untuk
diprogramkan dan dianggarkan dalam APBD. Partisipasi warga dalam
keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat.
perencanaan
dan
penganggaran
menjadi
cara
untuk
memastikan
pembangunan yang berkeadilan terhadap rakyatnya. Sebab perencanaan dan penganggaran adalah proses yang menentukan ke arah mana anggaran publik (APBN/APBD) telah memenuhi aspirasi masyarakat.
2.1.3 Perencanaan Pembangunan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan merupakan payung hukum bagi pelaksanaan perencanaan pembangunan dalam rangka menjamin tercapainya tujuan negara, yang digunakan sebagai arahan di dalam Sistem Perencanaan Pembangunan secara Nasional. Dalam UU No. 25/2004, perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Sedangkan pembangunan nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Perencanaan pembangunan dilaksanakan agar kegiatan pembangunan bisa berjalan secara efektif, efisien dan bersasaran. Agar dapat terjaminnya
14
tercapainya tujuan tersebut perlu adanya Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional. Perencanaan Pembangunan harus disusun secara sistematis,
terpadu, menyeluruh dan tanggap terhadap perubahan. Tahapan dari
Perencanaan Pembangunan meliputi:
a. Penyusunan rencana,
b. Penetapan rencana, c. Pengendalian pelaksanaan rencana, dan d. Evaluasi pelaksanaan rencana. Setiap daerah wajib menyusun Perencanaan Pembangunan Tahunan Daerah dengan melaksanakan Musrenbang (Musyawarah Pembangunan Daerah) yang dimaksudkan untuk melaksanakan amanat Undang-Undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Daerah. Tujuan dari adanya perencanaan pembangunan tahunan daerah adalah untuk : a.
Terwujudnya visi dan misi;
b.
Terwujudnya integrasi, sinkronisasi dan sinergitas pembangunan baik antar daerah; antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintahan maupun antar tingkat pemerintahan;
c.
Terwujudnya keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan;
d.
Mengoptimalkan partisipasi masyarakat dan dunia usaha;
15
e.
berkeadilan dan berkelanjutan.
Rencana Pembangunan terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan
Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Rencana pembangunan memuat arahan
Tercapainya pemanfaatan sumberdaya secara efisien, efektif,
kebijakan
pembangunan
yang
dijadikan
acuan
bagi
pelaksanaan
pembangunan di seluruh wilayah di Indonesia. Terkait dengan hal ini, daerah menyusun RPJPD dan RPJMD yang mengacu pada RPJP dan RPJM Nasional serta membuat program pembangunan dan kegiatan pokok yang akan dilaksanakan melalui Rencana Kerja Pemerintah yang disusun oleh Kementrian/Lembaga. Dalam kerangka perencanaan pembangunan tahunan, yang menjadi langkah awal dilaksanakannya penyusunan dokumen Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD), yang dilakukan melalui proses koordinasi antar instansi pemerintah dan proses partisipasi seluruh pelaku pembangunan dalam Forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah (Musrenbang). Yang menjadi hasil dari Musrenbang RKPD ini, yaitu RKPD yang menjadi landasan dalam penyusunan RAPBD.
16
2.1.4 Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)
Kegiatan partisipasi aspirasi masyarakat Kota Cimahi menurut Perda
Kota Cimahi No. 02/2006 tentang SPPD dan beberapa sumber terkait adalah
sebagai berikut:
1. Jaring Aspirasi Masyarakat;
2. Jaring Aspirasi melalui Forum Dialog;
3. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang); 4. Solidaritas Masyarakat Miskin Kota Cimahi (SOMMACI); 5. Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Ketahanan Pangan (Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana) yang membawahi Sub Bidang Ketahanan Kelembagaan dan Partisipasi Masyarakat. Sub bidang tersebut merupakan salah satu wadah penampungan aspirasi masyarakat. Menurut
Yuwono,
Indrawijaya,
dan
Hariyandi
(2005:152),
mekanisme penjaringan aspirasi masyarakat merupakan cara atau teknik bagaimana metode penjaringan aspirasi masyarakat dikerjakan dengan baik dan benar sehingga dapat memenuhi maksud dan sasaran yang dikehendaki oleh seluruh pihak yang berkepentingan. Perencanaan pembangunan melalui proses musyawarah sangat penting di Negeri ini sebagai proses penyusunan rencana di masa yang akan datang. Pengertian Musrenbang Undang-Undang No. 25 tahun 2004 yaitu suatu forum antarpelaku (pemerintah dan publik) dalam rangka menyusun rencana
17
pembangunan nasional dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)
dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dengan melibatkan unsur-unsur
pemerintahan daerah, instansi vertikal, dan unsur masyarakat serta pelaku
pembangunan lainnya.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan,
Tata
Cara
Penyusunan,
Pengendalian
dan
Evaluasi
Pelaksanaan
Pembangunan Daerah, Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah atau yang selanjutnya disingkat menjadi Musrenbang adalah forum antar pemangku kepentingan dalam rangka menyusun pembangunan daerah. Berdasarkan pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa Musrenbang sebagai suatu forum antar pemangku kepentingan (pemerintah dan publik) dalam rangka menyusun rencana pembangunan. Hal ini merupakan upaya pemerintah didalam perencanaan pembangunan berkelanjutan. Dalam upaya melaksanakan amanat UU No. 25/2004 tentang SPPN, UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka pemerintah wajib menyusun Perencanaan Pembangunan Tahunan Daerah. Pada perencanaan pembangunan tahunan Kota Cimahi dilaksanakan: a.
Penyusunan evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan Kota;
b.
Musrenbang Partisipatif Tingkat Kelurahan;
c.
Musrenbang Partisipatif Tingkat Kecamatan;
18
d.
Forum SKPD dan Forum Gabungan SKPD;
e.
Penyusunan rencana kerja SKPD;
f.
Musrenbang Partisipatif Tingkat Kota;
g.
Penyusunan RKPD;
h.
Penyusunan KU-APBD;
i.
Penyusunan PPAS;
j.
Penyusunan RKA SKPD;
k.
Penyusunan RAPBD.
Perencanaan pembangunan tahunan daerah sebagaimana tersebut di atas dilaksanakan dengan berdasarkan jadwal yang terintegrasi sesuai dengan sistem
perencanaan
pembangunan
nasional.Dalam
kerangka
awal
perencanaan pembangunan tahunan, sebagai langkah awal dilaksanakan penyusunan dokumen Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) yang dilaksanakan melalui proses koordinasi antar instansi pemerintah dan proses partisipasi dari seluruh pelaku pembangunan dalam Forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) mulai dari tingkat kelurahan, kecamatan hingga tingkat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Selanjutnya RKPD akan menjadi landasan dalam penyusunan RAPBD. Peran SKPD dalam Musrenbang Partisipatif menurut Peraturan Walikota Cimahi tentang Tata Cara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Tahunan Daerah :
19
a. Untuk mendukung penajaman sasaran kegiatan Renja-SKPD tahun
selanjutnya, maka diharapkan khususnya kepada para Kepala SKPD yang memiliki kegiatan yang akan berimplikasi langsung pada
masyarakat dan atau lingkungan prasarana yang ada pada wilayah
kelurahan
dan
atau
wilayah
kecamatan,
dapat
benar-benar
memanfaatkan momentum penyelenggaraan Musrenbang Tingkat
Kelurahan dan atau Tingkat Kecamatan. b. Seluruh SKPD harus hadir dalam Musrenbang Kelurahan dan Kecamatan dan menugaskan personil yang mengetahui/memahami secara baik dan benar tentang rencana kerja yang dimiliki SKPD yang bersangkutan, permasalahan yang sesuai dengan spesifikasi SKPD yang bersangkutan dan kaidah-kaidah teknis yang diberlakukan pada SKPD yang bersangkutan dalam menjustifikasi usulan kegiatan yang akan diajukan. c. SKPD yang terkait dengan agenda pembangunan Kota Cimahi menjadi
SKPD
penanggung
jawab
dalam
Desk
Agenda
Pembangunan/Forum SKPD, sementara SKPD lainnya menjadi pendukung misi.
2.1.5 Anggaran The National Committee On Governmental Accounting United States of America memberikan definisi mengenai anggaran, yaitu “a budget is a
20
plan of financial operations embodying estimates of proposed expenditures
for a given period of time and the proposed means of financing them”
(anggaran adalah rencana kegiatan keuangan yang berisi perkiraan belanja
yang diusulkan dalam satu periode dan sumber pendapatan yang dusulkan
untuk membiayai belanja tersebut).
Pengertian anggaran menurut Mulyadi (2001) adalah suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran yang lain yang mencakup jangka waktu satu tahun. Anggaran merupakan jenis rencana yang menggambarkan rangkaian tindakan atau kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka rupiah untuk suatu jangka waktu tertentu. (Arifin: 2001) Menurut Moekijat (2000: 60), anggaran adalah suatu rencana, terdiri dari data yang disusun secara logis yang menunjukkan keinginan-keinginan yang layak untuk suatu waktu tertentu. Anggaran menurut PSAP Nomor 3 Paragraf 8, adalah pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa anggaran merupakan suatu rencana yang menggambarkan rangkaian operasi keuangan baik penerimaan maupun pengeluaran yang diharapkan dan diukur dalam
21
satuan mata uang dalam satu atau beberapa periode tertentu. Untuk proses
anggaran dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.1.6 Penganggaran
Menurut Supriyono (1990), penganggaran merupakan perencanaan
keuangan yang dipakai sebagai dasar pengendalian (pengawasan) keuangan untuk periode yang akan datang. Penganggaran adalah suatu kegiatan dan usaha untuk merumuskan perincian penentuan kebutuhan dalam suatu skala standar tertentu, yaitu skala mata uang dan jumlah biaya dengan memperhatikan pengarahan dan pembatasan yang berlaku terhadapnya. (http://www.galerimangboyan.co.cc/) Dapat disimpulkan bahwa penganggaran adalah suatu proses perumusan rencana keuangan dalam suatu skala mata uang tertentu, yang digunakan sebagai dasar pengendalian keuangan dalam satu periode tertentu. Dalam fungsi penganggaran, semua rencana dari perencanaan dan penentuan kebutuhan, dikaji lebih lanjut untuk disesuaikan dengan besarnya pembiayaan dari dana-dana yang tersedia. Penganggaran merupakan aktivitas yang terus menerus dari mulai perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pelaporan, dan pemeriksaan. (Arif, Bahtiar, Muchlis, dan Iskandar, 2002: 15). Proses penyusunan anggaran pada organisasi pemerintahan, sejalan dengan pemberlakuan UU No. 32
22
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antaran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
serta lahirnya empat paket perundang-undangan yaitu UU No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pmeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, serta UU No. 25 Tahun 2005 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, telah terjadi perubahan yang
mendasar dalam penyelenggaraan pemeirntahan dan pengaturan keuangan , khususnya perencanaan serta anggaran pemerintah dan organisasi sektor publik lainnya. (Bastian, 2010: 191) Salah satu prinsip penganggaran, demokratis, mengandung makna bahwa anggaran negara (di pemerintah Pusat maupun di pemerintah Daerah), baik yang berkaitan degan pendapatan maupun yang berkaitan dengan pengeluaran, harus ditetapkan melalui suatu proses yang mengikutsertakan sebanyak mungkin unsur masyarakat, selain harus dibahas dan mendapat persetujuan dari lembaga perwakilan rakyat. (Bastian: 2006) Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, penyempurnaan anggaran dilakukan melalui pendekatan berikut ini (Mursyidi: 2009): 1. Pengintegrasian antara rencana kerja dan anggaran. Dalam penyusunan anggaran dewasa ini digunakan pendekatan budget is a plan, a plan is budget, oleh karena itu antara rencana kerja dan anggaran merupakan
23
satu kesatuan, disususn secara terintegrasi. Untuk melaksanakan konsep
ini Pemerintah Daerah harus memiliki rencana kerja dengan indikator kinerja yang terukur sebagai prasyarat;
2. Penyatuan anggaran (unified budget). Pendekatan yang digunakan
dalam pengaggaran ini adalah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD)
mempunyai
satu
dokumen
anggaran.
Kepala
SKPD
bertanggung jawab secara formil dan materiil atas penggunaan anggaran di kantornya. Tidak ada lagi pemisahan antara anggaran rutin dan pembangunan. Dengan pendekatan ini diharapkan tidak terjadi duplikasi anggaran, sehingga anggaran dapat dimanfaatkan secara lebih efektif dan efisien. 3. Penganggaran Berbasis Kinerja. Konsep yang digunakan dalam anggaran ini adalah alokasi anggaran sesuai dengan hasil yang akan dicapai, terutama berfokus pada output atau keluaran dari kegiatan yang dilaksanakan. Oleh karena itu, utnuk keperluan ini diperlukan adanya program/kegiatan yang jelas, yang akan dilaksanakan pada suatu tahun anggaran. Dalam penerapan anggaran berbasis kinerja ini diperlukan adanya: indikator kinerja, khususnya output (keluaran) dan outcome (hasil), standar pelayanan minimal yang harus dipenuhi oelh pemerintah daerah, standar analisa biaya, dan biaya standar keluaran yang dihasilkan; 4. Penggunaan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah. Pemerintah dituntut untuk menjaga kesinambungan penyelenggaraan pemrintahan.
24
Oleh karena itu, pemerintah wajib menyusun Rencana Kerja Jangka
Panjang, Rencana Kerja Jangka Menengah/Rencana Strategis, dan Rencana Kerja Tahunan. Dalam rangka menjaga kesinambungan
program/kegiatannya, pemerintah daerah dituntut menyusun anggaran
dengan perspektif waktu jangka menengah. Selain menyajikan
anggaran yang dibutuhkan selama tahun berjalan, pemrintah daerah
juga dituntut memperhitungkan implikasi biaya yang akan menjadi beban APBD pemerintah daerah pada tahun anggaran berikutnya sehubung dengan adanya program/kegiatan tersebut. 5. Klasifikasi
anggaran.
Dalam
rangka
meningkatkan
kualitas
informasikeuangan, pemerintah menggunakan klasifikasi anggaran yang dikembangkan mengacu pada Government Finance Stastistic (GFS) sebagaimana yang sudah diterapkan di berbagai negara. Klasifikasi anggaran dimaksud terdiri dari klasifikasi menurut fungsi, menurut organisasi, dan menurut jenis belanja.
2.1.7 APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Menurut Bastian (2006:164), jenis anggaran sektor publik terdiri dari: 1. Anggaran Negara dan Daerah APBN/APBD (Budget of State) 2. Rencana Kegiatan dan Anggaran Perusahaan (RKAP), yaitu anggaran usaha setiap BUMN/BUMD serta badan hukum publik atau gabungan publik-swasta.
25
Menurut Nordiawan, dkk (2007: 39), “Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah.” Pengertian
APBD
menurut
Bastian
(2006:189)
merupakan
pengejawantahan rencana kerja Pemerintah Daerah dalam bentuk satuan uang
untuk kurun waktu satu tahun tahunan dan berorientasi pada tujuan
kesejahteraan publik.
Menurut
Undang-Undang
Nomor
25
Tahun
1999
tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Nordiawan (2007: 39) menyatakan bahwa anggaran membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar utnuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja. Menurut penjelasan Pasal (64) UU No. 5/1974, fungsi penyusunan APBD adalah untuk: 1. Menentukan jumlah pajak yang dibebankan kepada Rakyat Daerah yang bersangkutan; 2. Mewujudkan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab;
26
3. Memberi isi dan arti kepada tanggung jawab Pemerintah
APBD itu menggaambarkan seluruh kebijaksanaan Pemerintah Daerah;
4. Melaksanakan pengawasan terhadap pemerintahan daerah
Daerah umumnya dan Kepala Daerah khususnya, karena
dengan cara yang lebih mudah dan berhasil guna; 5. Merupakan suatu pemberian kuasa kepada Kepala Daerah untuk melaksanakan penyelenggaraan Keuangan Daerah di dalam batas-batas tertentu. Menurut Bastian (2006:190), struktur APBD melingkupi tiga kelompok utama yaitu Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan dimana masingmasing diberi kode rekening. Dalam Permendagri Nomor 13 tahun 2006 menyatakan bahwa anggaran pendapatan belanja merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung 1 Januari sampai 31 Desember. Menurut Bastian (2006:200) penyusunan anggaran dilakukan bersama masyarakat dalam perencanaan program. Penurunan program publik dalam anggaran dipublikasikan utnuk dikritisi dan didiskusikan oleh masyarakat. Dan akhirnya, disahkan oleh wakil masyarakat di DPR, DPD dan DPRD. Mekanisme penyusunan APBD disetiap pemerintah daerah mengacu pada Peraturan Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Penganggaran dalam penyusunan APBD di
27
Pemerintah Kota Cimahi dibuat dengan perkiraan perincian biaya yang
mengacu pada Peraturan Walikota Cimahi tentang Standar Analisis Biaya
(SAB), peraturan ini selalu disesuaikan dengan perubahan yang terjadi.
Menurut Perda Kota Cimahi No. 2/2006 tentang SPPD (Pasal (10) Bab III
Bagian Keenam tentang Kebijakan Umum APBD) dinyatakan bahwa:
1. Kebijakan Umum APBD disusun oleh Pemerintah Daerah bersamasama DPRD dalam rangka menyiapkan Rancangan APBD, berpedoman pada dokumen perencanaan daerah yang ditetapkan Daerah, serta pokok-pokok kebijakan nasional di bidang keuangan oleh Menteri Dalam Negeri; 2. Strategi
dan
Prioritas
APBD
disusun
Kepala
Daerah
untukmenentukan prioritas dan plafond anggaran sebagai acuan SatuanKerja
Perangkat
Daerah
dalam
menyusun
rencana
anggarannya dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan keuangan daerahyang berdasarkan kepada dokumen Kebijakan Umum APBD; 3. Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dokumen aliran keuangan daerah dalam rangka pembiayaan pembangunan
daerah
dan
penyelenggaraan
pemerintahan
daerah,berdasarkan Kebijakan Umum APBD, Strategi dan Prioritas APBD serta Dokumen Rencana Anggaran; 4. Peraturan mengenai pengelolaan keuangan Daerah akan ditetapkan tersendiri dengan Peraturan Daerah.
28
Menurut Perda Kota Cimahi Nomor 2 tahun 2006 tentang SPPD
(Pasal (11) Bab III Bagian Ketujuh tentang Strategi dan Prioritas APBD),
Strategi dan Prioritas APBD memuat strategi pelaksanaan program yang telah
ditetapkan berikut prioritas kegiatan untuk setiap bidang kewenangan yang
dijadikan acuan dalam rangka menyusun Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK) oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk pelaksanaan APBD Tahun Anggaran berikutnya.
Menurut Perda Kota Cimahi Nomor 2 tahun 2006 tentang SPPD (Pasal (12) Bab III Bagian Kedelapan tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) : 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah dokumen rencana keuangan tahunan daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan dan pembangunan; 2. Struktur APBD merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari Pendapatan Daerah, Belanja Daerah dan Pembiayaan; 3.
Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi semua penerimaan yang merupakan hak Daerah dalam satu tahun anggaran yang akan menjadi penerimaan Kas Daerah;
4. Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semuapengeluaran yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang akan menjadi penerimaan Kas Daerah;
29
5.
Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi transaksikeuangan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus.
2.2 Kerangka Pemikiran
Dalam usaha untuk menuju program kegiatan pemerintah yang lebih baik
pemerintah berusaha untuk mewujudkan otonomi daerah dan prinsip-prinsip
Good Governance seperti prinsip akuntabilitas, transparansi, adil, serta partisipatif masyarakat. Pemerintah mengalami permasalahan dalam hal kebijakan-kebijakan
yang tidak konsisten,
rendahnya
akuntabilitas
dan
transparansi, tidak efektifnya penilaian kinerja serta rendahnya partisipasi dari masyarakat. Dengan adanya proses perwujudan otonomi daerah dan prinsipprinsip Good Governance tersebut, diharapkan terciptanya kemandirian dari setiap daerah untuk mengelola sumber daya daerahnya masing-masing secara efektif dan efisien, meningkatkan kualitas pelayanan publik, mendorong untuk memberdayakan masyarakat serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam proses pembangunan daerah. Masyarakat diberikan hak dan kewajiban oleh pemerintah untuk ikut berpartisipasi dalam proses pemerintahan, agar apa yang diinginkan oleh masyarakat bisa tersampaikan. Di dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dijelaskan mengenai tujuan dari pembangunan
nasional
adalah
mendukung
koordinasi
antar-pelaku
pembangunan; menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik
30
antar-Daerah, antar-ruang, antar-waktu, antar-fungsi pemerintah maupun Pusat dan Daerah; menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; menjamin tercapainya penggunaan
sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan; serta
mengoptimalkan partisipasi masyarakat. Hal-hal tersebut ditegaskan pula dalam Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 2 tahun 2006 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah dan Peraturan Walikota tentang Tata Cara Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Daerah. Salah satu kegiatan yang dapat mengakomodasi aspirasi masyarakat dimana kegiatan itu diharapkan masyarakat dapat berpartisipasi dalam kegiatan pemerintahan sendiri, yaitu kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Kegiatan Musrenbang di Pemerintah Kota Cimahi dilaksanakan menurut enam misi Kota Cimahi yang dikelompokkan ke dalam tiga bidang yaitu bidang fisik, bidang sosial budaya, dan bidang ekonomi. Adapun penelitian-penelitian yang telah dilakukan, dinyatakan bahwa “Terjadinya perubahan paradigma sesuai dengan amanat UU Otonomi Daerah menuntut adanya partisipasi masyarakat dan transparansi anggaran sehingga akan memperkuat pengawasan dalamproses penyusunan dan pelaksanaan anggaran” (Sopanah, 2004:2). “Partisipasimerupakan kunci sukses dalam pelaksanaan otonomi daerah karena dalam partisipasi menyangkut aspek pengawasan dan aspirasi” (Achmadi, 2003:4). “Dalam merencanakan dan mengendalikan pembangunan, pemrintah harus mengacu pada APBD tersebut agar pembangunan sesuai dengan kemampuan daerah dan aspirasi masyarakat.” (Ulfa, 2008:7). “Kurangnya partisipasi masyarakat dalam proses penganggaran berhubungan dengan keengganan pemerintah Daerahmelibatkan masyarakat” (Suryani, 2007:15). “Interaksi pengetahuan anggaran dengan partispasi masyarakat berpengaruh
31
signifikan terhadap anggaran APBD menurut dewan, sedangkan menurut masyarakat tidak signifikan” (Wahyudi, 2010:3)
APBD merupakan alat untuk membantu pengambilan keputusan dan
perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan
datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari
berbagai unit kerja. Hasil dari pengakomodasian aspirasi masyarakat dalam
anggaran hasil Musrenbang merupakan salah satu bahan dokumen yang digunakan dalam penyusunan APBD. Untuk mengetahui usulan dan anggaran yang diajukan dalam Musrenbang Bidang Fisik yang direalisasi dalam penyusunan APBD dapat dilihat dengan menganalisis Anggaran Hasil Musrenbang Bidang Fisik yang direalisasi dalam Penyusunan APBD. Untuk melihat bagaimana kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Kegiatan Partisipasi Aspirasi Masyarakat
Kegiatan Perencanaan Pembangunan
Anggaran Hasil Musrenbang Bidang Fisik
APBD
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran