BAB II
TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL
PENELITIAN
2.1. Telaah
Pustaka
2.1.1. Anggaran 2.1.1.1.
Pengertian Anggaran
Pengertian anggaran menurut Glen A. Welsech (1981) adalah “perencanaan dan pengendalian laba yang secara luas merupakan pendekatan yang bersifat sistematis dan formal dalam melaksanakan perencanaan, koordinasi dan pengawasan terhadap tanggung jawab manajemen.” Pengertian anggaran (budget) menurut Munandar (1986) ialah “suatu rencana yang disusun secara sistematis, meliputi seluruh kegiatan perusahaan, dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang.” Menurut Mulyadi (2001 : 488), “anggaran adalah suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran yang lain yang mencakup jangka waktu satu tahun. Menurut Mardiasmo (2002), “anggaran adalah sebuah proses yang dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk mengalokasikan sumber
8
9
daya yang dimilikinya pada kebutuhan-kebutuhan yang tidak terbatas (the
process of allocating resources to unlimited demands).” Mardiasmo juga menyatakan bahwa anggaran merupakan pernyataan dari estimasi kinerja
yang hendak dicapai selama periode tertentu yang dinyatakan dalam
ukuran finansial sedangkan penganggaran adalah proses atau metode
untuk mempersiapkan suatu anggaran. Sedangkan menurut Bastian (2006:164) “mengutip dari National Committeen on Governmental Acconting (NCGA), yaitu rencana operasi keuangan yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayai dalam periode waktu tertentu.” Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anggaran adalah suatu rencana keuangan mendatang yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka yang dibuat secara sistematis dan terencana yang berisi pendapatan
dan
belanja,
gambaran
strategi
pemerintah
dalam
pengalokasian sumber daya (resources) untuk pembangunan, alat pengendalian, instrumen politik untuk mencapai kinerja yang diharapkan pada suatu masa tertentu.
2.1.1.2.
Karakteristik Anggaran
Anggaran yang baik harus mempunyai karakteristik tertentu. Menurut Mulyadi (2001 : 511) karakteristik anggaran yang baik yaitu sebagai berikut :
10
1. Anggaran disusun berdasarkan program.
Penyusunan anggaran merupakan proses pengambilan keputusan
mengenai program yang akan dilaksanakan oleh perusahaan dan penaksiran
sumber yang dialokasikan kepada setiap program tersebut. Program
merupakan rencana jangka panjang untuk mencapai tujuan perusahaan yang ditetapkan dalam perencanaan strategik. 2. Anggaran disusun berdasarkan karakteristik pusat pertanggungjawaban
yang dibentuk dalam organisasi perusahaan. Proses pengendalian pusat penjualan kebijakan dimulai dengan pembuatan anggaran penjualan yang disetujui oleh pihak manajemen puncak. 3. Anggaran berfungsi sebagai alat perencanaan dan alat pengendalian. Agar proses penyusunan anggaran dapat menghasilkan anggaran yang dapat berfungsi sebagai alat pengendalian, proses penyusunan anggaran harus mampu menanamkan sense of commitment dalam diri penyusunnya. Proses penyusunan anggaran yang tidak berhasil menanamkan sense of commitment dalam diri penyusunnya berakibat anggaran yang disusun tidak lebih hanya sebagai perencanaan belaka, yang jika terjadi penyimpangan antara realisasi dari anggarannya, tidak satu pun manajer yang merasa bertanggung jawab.
2.1.1.3.
Fungsi Anggaran
Menurut Nafarin (2004 : 15) mengemukakan “fungsi anggaran adalah sebagai fungsi perencanaan, fungsi pelaksanaan, dan fungsi pengawasan.”
11
Anggaran menjadi penghubung antara sumber-sumber daya
keuangan dengan perilaku manusia dalam rangka pencapaian tujuan keuangan. Indra Bastian (2006 : 103) menjelaskan bahwa anggaran
memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut :
1. Anggaran mendefinisikan secara spesifik tujuan serta sasaran kinerja
yang ingin dicapai. 2. Anggaran memperhitungkan rasio biaya terhadap keuntungan yang akan diperoleh. 3. Anggaran berfungsi sebagai alat pengukuran kinerja dari aspek value for money, yaitu : ekonomis, efektif dan efisien. 4. Anggaran berfungsi sebagai otorisasi, peramalan, perencanaan, komunikasi dan koordinasi, motivasi, dan pengukuran kinerja. 5. Anggaran berfungsi sebagai alat akuntabilitas dan alat manajemen.
2.1.1.4.
Jenis-jenis Anggaran
Sistem penganggaran telah berkembang sesuai dengan pencapaian kualitas yang semakin tinggi. Menurut Indra Bastian (2006 : 166) mengungkapkan jenis-jenis anggaran yang penting untuk diketahui : 1. Line Item Budgeting Line Item Budgeting adalah penyusunan anggaran yang didasarkan pada dan dari mana dana berasal (pos-pos penerimaan) dan untuk apa dana tersebut digunakan (pos-pos pengeluaran). Jenis anggaran ini relatif
12
dianggap paling tua dan banyak mengandung kelemahan atau sering
disebut “traditional budgeting”. 2. Incremental Budgeting
Incremental Budgeting adalah sistem anggaran belanja dan
pendapatan yang memungkinkan revisi selama tahun berjalan, sekaligus
sebagai dasar penentuan usulan anggaran periode tahun yang akan datang.
3. Planning Programming Budgeting System Planning Programming Budgeting System adalah suatu proses perencanaan, pembuatan program, dan penganggaran yang terkait dalam suatu sistem sebagai suatu kesatuan yang bulat dan tidak terpisah-pisah, dan di dalamnya terkandung identifikasi tujuan organisasi atas permasalahan yang mungkin timbul. 4. Zero Based Budgeting (ZBB) Zero Based Budgeting (ZBB) merupakan sistem anggaran yang didasarkan pada perkiraan kegiatan, bukan pada apa yang telah dilakukan di masa lalu, dan setiap kegiatan dievaluasi secara terpisah. 5. Performance Budgeting Performance Budgeting (anggaran yang berorientasi pada kinerja) adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada „output‟ organisasi dan berkaitan sangat erat dengan Visi, Misi, dan Rencana Strategis Organisasi. 6. Medium Term Budgeting Framework (MTBF) Medium Term Budgeting Framework (MTBF) adalah suatu kerangka strategi kebijakan pemerintah tentang anggaran belanja untuk
13
departemen dan lembaga pemerintah non departemen, dan kerangka
tersebut memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada departemen untuk penetapan alokasi dan penggunaan sumber dana pembangunan.
2.1.1.5.
Siklus Anggaran
Proses perjalanan suatu anggaran yang dimulai dari penyusunan
hingga pertanggungjawaban disebut dengan siklus anggaran. Secara umum siklus anggaran terbagi atas empat tahap yaitu : 1. Penyusunan Anggaran (Budget Formulation) Pada umumnya proses formulasi anggaran dilakukan oleh eksekutif yang khusus menangani anggaran negara. Lembaga tersebut biasanya
dibawah
naungan Departmen Keuangan
yang bertugas
mengkoordinasikan dan mengorganisasikan usulan anggaran pembiayaan dan pengeluaran dari instansi-instansi terkait, serta mendistribusikannya sesuai urutan prioritas kegiatan dan tersedianya dana. Proses penyusunan dapat memakan waktu hingga beberapa bulan, tergantung kompleksitas struktur pemerintahan yang dilayani. Pada kebanyakan negara, anggaran disusun untuk masa satu tahun. Kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahun sebelumnya sering dijadikan landasan penyusunan anggaran tahun berikutnya. Namun hal ini tidak mencerminkan bahwa seluruh kegiatan harus dibiayai secara bertahap. Pemerintah dapat saja melakukan perubahan drastis terhadap beberapa pengeluaran jika dipandang perlu dipilih sebagai reaksi atas perubahan indikator-indikator perekonomian.
14
Beberapa indikator ekonomi yang biasa diikutkan dalam pembahasan
karakteristik makro ekonomi lainnya seperti harga minyak mentah dunia. Ada tiga cara dalam menyusun anggaran yaitu :
anggaran antara lain : ekspektasi pertumbuhan ekonomi, inflasi dan
Bottom – Up (dari bawah ke atas)
Pada cara ini, penyusunan anggaran dimulai dari unit
organisasi yang paling bawah kemudian diteruskan secara berjenjang ke unit organisasi yang lebih tinggi. Dalam mengajukan usulan, unit organisasi yang paling bawah harus memperhitungkan besar kecilnya kegiatan yang akan dilakukan.
Top – Down (dari atas ke bawah) Cara ini merupakan kebalikan dari cara bottom – up. Pada cara
ini, unit organisasi yang paling tinggi menetapkan batas tertinggi (plafon) anggaran yang dapat dibelanjakan oleh unit organisasi yang lebih rendah. Unit organisasi yang telah ditetapkan batas anggarannya tidak boleh melakukan pengeluaran melebihi dari batas tersebut.
Campuran Cara ini merupakan gabungan dari kedua cara di atas.
2. Pengesahan Anggaran (Budget Enactment) Proses ini dimulai ditandai dengan pengajuan usulan anggaran oleh eksekutif untuk dibahas di lembaga legislatif. Anggota dewan dapat mengundang pihak eksekutif pada waktu pembahasannya, atau memilih untuk mendengarkan opini publik untuk kemudian diambil keputusan. Hal
15
ini biasa terjadi dikarenakan adanya kemungkinan anggota legislatif yang
ditunjuk dalam komisi pembahasan anggaran tidak menguasai kerangka kerja anggaran. Faktor politik juga dapat ikut berperan dalam proses
pembahasannya. Kesemua itu tidak mempengaruhi dibutuhkannya
legalisasi usulan anggaran oleh dewan legislatif. Anggota dewan berhak
menolak usulan anggaran yang diajukan pemerintah. Dalam hal tersebut,
beberapa negara memungkinkan anggota dewan menyusun anggarannya sendiri atau memutuskan untuk menggunakan anggaran tahun sebelumnya. Proses pembahasan selesai setelah usulan anggaran diundangkan atau diamandemen. 3. Pelaksanaan dan Pengawasan Anggaran (Budget Execution) Proses berikutnya adalah pelaksanaan anggaran yang telah disetujui dewan. Instansi dan departemen terkait, melakukan belanja publik terbatas maksimal sebesar tertera pada anggaran. Sedangkan untuk penerimaan publik diharapkan dapat melebihi atau minimal sama dengan anggaran yang telah disetujui. Untuk mengefektifkan pelaksaaan anggaran, dibutuhkan kegiatan pengawasan. Prosedur pengawasan eksekusi anggaran dapat berbeda di tiap negara. Menteri Keuangan secara terpusat dapat menerapkan kontrol ketat terhadap prosedur aliran dana keluar, memonitor efektifitas alokasi anggaran ke departemen-departemen lainnya, dan memberi persetujuan terhadap pengeluaran-pengeluaran yang besar. Atau departemen-departemen dibuat lebih independen dalam realisasi belanja publik. Sedangkan tugas Departemen Keuangan hanya
16
memonitor melalui laporan yang sampaikan oleh departemen-departemen.
Pada prakteknya, anggaran tidak dijalankan sama persis dengan jumlah yang disetujui. Beberapa deviasi menyebabkan beberapa pos pengeluaran
tidak terealisasi sebagaimana tertera dalam anggaran. Tetapi pertanyaan
harus diajukan oleh tim pengawas manakala terjadi perbedaan yang
signifikan tetapi tanpa dasar alasan yang dapat diterima. Kemungkinan
dari adanya perbedaan yang signifikan adalah adanya penyelewengan kekuasaan oleh lembaga eksekutif. Bisa juga disebabkan oleh tidak efisiennya mekanisme dan kekakuan pelaksanaan teknis realisasi anggaran di lapangan. Pengawasan anggaran secara kelembagaan dibagi dalam 2 bagian yaitu :
Pengawasan intern, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh unit inspeksi yang bertugas melakukan pengawasan di lingkungan departemen yang bersangkutan.
Pengawasan ekstern, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparatur pengawasan dari luar departemen.
Menurut subyeknya, pengawasan dapat dibagi menjadi :
Pengawasan melekat (waskat), yaitu pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannya.
Pengawasan
fungsional
dilakukan oleh institusi.
(wasnal),
yaitu
pengawasan
yang
17
Pengawasan legislatif (wasleg), yaitu pengawasan yang dilakukan
oleh Dewan Legislatif. Di Indonesia, BPK merupakan lembaga
tinggi negara yang melakukan pengawasan terhadap pemerintah.
Pengawasan masyarakat, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat yang disampaikan secara lisan maupun tertulis kepada
pemerintah.
Menurut caranya, pengawasan dapat dibagi menjadi :
Pengawasan langsung, yaitu pengawasan yang dilakukan on the spot melalui inspeksi, sidak, maupun pemeriksaan.
Pengawasan tidak langsung, yaitu pengawasan yang dilakukan berdasarkan laporan dari pejabat yang bersangkutan, aparat pengawasan fungsional, aparat pengawasan legislatif, atau dari masyarakat.
Menurut waktunya, pengawasan dapat dibagi menjadi :
Pengawasan sebelum kegiatan dimulai, yang disebut sebagai pengawasan preventif.
Pengawasan selama kegiatan dilaksanakan, yang disebut sebagai pengawasan represif.
Pengawasan setelah kegiatan dilaksanakan, yang disebut sebagai post audit.
18
4. Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban Anggaran (Budget Auditing
And Assessment) Siklus
terakhir
dari
anggaran
adalah
pemeriksaan
dan
pertanggungjawaban atas efektifitas anggaran khususnya penggunaan
pendapatan publik. Jika dimungkinkan, pihak eksekutif harus dapat
melaporkan pelaksanaan kebijakan fiskalnya secara lengkap. Agar proses
pemeriksaan atas pertanggungjawaban dapat dengan mudah dilakukan. Laporan ini harus diaudit secara reguler oleh badan independen semacam Auditor General (di Indonesia disebut BPK) yang memiliki kapasitas untuk melakukan pemeriksaan yang akurat dan tepat waktu. Fungsi pemeriksaan dari lembaga legislatif tidak dimaksudkan untuk menekan pihak eksekutif atau sekedar mencari-cari kesalahan pejabat publik. Tapi lebih ditekankan pada bagaimana memanfaatkan seluruh kekayaan publik pada porsi yang paling menguntungkan ekonomi negara. Manajemen anggaran modern lebih menekankan pada perlunya sosialisasi dan distribusi informasi mengenai anggaran publik agar lebih dapat ditingkatkan efektifitas dan efisiensi prosesnya.
2.1.1.6.
Anggaran Sektor Publik
Anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik. Penganggaran sektor publik terkait dengan proses
19
penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas
dalam suatu moneter. Pengertian anggaran sektor publik menurut Mardiasmo (2004 : 62)
adalah sebagai berikut : “Anggaran publik adalah rencana kegiatan dalam
bentuk perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter.”
Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa ada dua hal yang
harus ada pada suatu rencana dalam hal ini dalam anggaran publik yaitu adanya estimasi-estimasi :
Perolehan pendapatan Pada
bagian
ini
hendaknya
anggaran
yang
baik
dapat
mencantumkan sumber dana yang dipakai. Karena sektor publik berbeda dengan sektor swasta dimana sumber dana sektor publik biasanya berasal dari sumber-sumber dana publik dan dana ini harus dikelola dengan baik dan penuh dengan transparansi.
Belanja Maksud dari belanja ini yaitu estimasi jumlah biaya-biaya yang
akan dipakai. Dalam hal ini anggaran sebagai dasar perencanaan hendaknya mencantumkan akan dipakai apa sumber dana tersebut dengan pertimbangan dapat mendatangkan dampak positif bagi publik. Menurut Mardiasmo (2002 : 63) mengungkapkan ada beberapa fungsi utama dari adanya anggaran sektor publik yaitu : a. Anggaran sebagai alat perencanaan (Planning Tool) b. Anggaran sebagai alat pengendalian (Control Tool)
20
c. Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal (Fiscal Tool)
e. Anggaran sebagai alat kordinasi dan komunikasi (Coordination & Communication)
f. Anggaran sebagai alat penilaian kinerja (Performance Measurement
d. Anggaran sebagai alat politik (Political Tool)
Tool) g. Anggaran sebagai alat motivasi (Motivation Tool) h. Anggaran sebagai alat menciptakan ruang publik (Public Sphere)
Indra Bastian (2006 : 163) mengungkapkan : “anggaran sektor publik dapat diinterpretasikan sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang.” Fungsi anggaran sektor publik seperti yang diungkapkan oleh Indra Bastian (2006 : 164) adalah sebagai berikut : 1. Anggaran merupakan hasil akhir proses penyusunan kinerja. 2. Anggaran merupakan cetak biru aktivitas yang akan dilaksanakan di masa mendatang. 3. Anggaran sebagai alat komunikasi intern yang menghubungkan berbagai unit kerja dan mekanisme kerja antara atasan dan bawahan. 4. Anggaran sebagai alat pengendalian unit kerja. 5. Anggaran sebagai alat motivasi dan persuasi tindakan efektif dan efisien dalam pencapaian visi organisasi.
21
6. Anggaran merupakan instrumen politik.
7. Anggaran merupakan instrumen kebijakan fiskal.
2.1.2. Anggaran Berbasis Kinerja
2.1.2.1.
Pengertian Anggaran Berbasis Kinerja
Menurut Mariana (2005) anggaran berbasis kinerja adalah
anggaran yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja yang efektif dan efisien dimulai sejak penyusunan sampai pengelolaan anggaran. Indra Bastian (2006 : 171) mengemukakan bahwa “performance budgeting adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada “output” organisasi yang berkaitan sangat erat dengan visi, misi dan rencana strategis organisasi.” Menurut Permendagri Nomor 13 tahun 2006 pengertian anggaran berbasis kinerja adalah : 1. Suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. 2. Didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Anggaran dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan. 3. Penilaian kinerja didasarkan pada pelaksanaan value for money dan efektivitas anggaran.
22
4. Anggaran kinerja merupakan sistem yang mencakup kegiatan
instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Dadang
Solihin,
Bappenas
(2007)
mengemukakan
bahwa
“Anggaran berbasis kinerja (Performance Based Budgeting) adalah
penyusunan program dan tolok ukur (indikator) kinerja sebagai
penyusunan anggaran yang didasarkan atas perencanaan kinerja, yang
terdiri dari program dan kegiatan yang akan dilaksanakan serta indikator kinerja yang ingin dicapai oleh suatu entitas anggaran (budget entry).”
2.1.2.2.
Karakteristik Anggaran Berbasis Kinerja
Terdapat beberapa karakteristik penyusunan anggaran yang didasarkan pada kinerja. Karakteristik anggaran berbasis kinerja, yaitu : 1. Berorientasi pada aktivitas, bukan pada unit kerja sehingga menuntut koordinasi yang baik antar unit atau satuan kerja yang ada. 2. Perhatian lebih terfokus pada hasil (outcome). 3. Memberikan fokus perhatian lebih pada kerja atau aktivitas dan bukan pada pekerja atau serta item barang atau jasa yang dibeli. 4. Memiliki alat ukur (indikator) kinerja sehingga memudahkan dalam proses evaluasinya. 5. Lebih sesuai diterapkan untuk memenuhi tuntutan efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas. Selain itu, Asmoko (2006 : 54) juga menjelaskan beberapa karakteristik kunci dalam anggaran berbasis kinerja, diantaranya :
23
1. Pengeluaran anggaran didasarkan pada outcome yang ingin dicapai.
2. Adanya hubungan antara masukan (input) dengan keluaran (output) dan outcome yang diinginkan. 3. Adanya peranan indikator efisiensi dalam proses penyusunan
anggaran.
4. Adanya penyusunan target kinerja dalam anggaran.
2.1.2.3.
Manfaat Anggaran Berbasis Kinerja
Ada beberapa manfaat penerapan anggaran berbasis kinerja, yaitu : a. Transparansi
Meningkatkan
transparansi
dengan
menekankan
kejelasan
hubungan antara penggunaan anggaran dengan kinerja pemerintah sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi dalam pengalokasian anggaran dan pelaksanaannya.
Melalui penuangan kebijakan pemerintah kedalam programprogram, pemerintah dapat menunjukkan komitmennya kepada rakyat secara jelas dan mudah dipahami.
Penganggaran dan pencatatan akuntansi dapat dilakukan menurut program sehingga pemisahan data biaya dan penerimaan per program memperjelas untuk pengambilan keputusan, di samping memberikan gambaran yang jelas pula mengenai keluaran dan hasil yang diharapkan.
24
Dibandingkan
dengan pada
pendekatan
pengelompokan
tradisional menurut
yang jenis
lebih
mendasarkan
belanja,
penganggaran yang disusun berdasarkan program jelas lebih relevan dan mudah diakses oleh para politisi dan publik.
b. Penentuan Prioritas
Pendekatan anggaran berbasis kinerja memberikan peluang kepada lembaga pembuat kebijakan seperti kabinet dan DPR untuk dapat
menentukan prioritas secara lebih rasional.
Hal ini dimungkinkan karena anggaran program pemerintah tidak sekedar menggambarkan pengelompokan menurut organisasi dan jenis belanja, akan tetapi lebih dari itu di dalam program secara jelas tecermin hasil yang diinginkan untuk dicapai.
Pendekatan anggaran berbasis kinerja membawa kejelasan atas fokus kebijakan pemerintah, bagaimana kegiatan administrasi pendukung menunjang tujuan dan target, serta bagaimana anggaran dibagi di antara berbagai prioritas.
c. Efisiensi Birokrasi
Penerapan anggaran berbasis kompetensi berpotensi meningkatkan efisiensi birokrasi. Anggaran berbasis kinerja mencerminkan harapan bahwa birokrasi terselenggara dalam performa yang prima yang mendorong terfokusnya pencapaian hasil.
Hal ini terjadi karena dengan adanya lembaga yang bertanggung jawab atas penyediaan layanan barang dan jasa publik sementara
25
Kementerian/Lembaga lebih difokuskan pada tanggung jawab
ini akan meningkatkan kualitas pelayanan oleh birokrasi. Manfaat lain yang diperoleh dengan menggunakan anggaran
berbasis kinerja, yaitu :
pengaturan regulasinya, maka kejelasan pengaturan kewenangan
1. Teridentifikasinya output dan outcome yang dihasilkan dari setiap program dan pelayanan yang dilakukan. 2. Diketahuinya dengan jelas target dan tingkat pencapaian output dan outcome. 3. Terkaitnya biaya atau input yang dikorbankan dengan hasil yang diinginkan dan proses perencanaan strategis yang sebelumnya dilakukan. 4. Dapat diketahuinya urutan prioritas untuk setiap jenis pengeluaran yang dilakukan oleh unit kerja. 5. Setiap unit atau satuan kerja dapat diminta pertanggungjawaban atas hasil yang dicapainya.
2.1.2.4.
Prinsip Anggaran Berbasis Kinerja
Prinsip-prinsip anggaran berbasis kinerja, antara lain sebagai berikut : 1. Transparansi dan akuntabilitas Anggaran APBN/D harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil, dan manfaat yang diperoleh masyarakat
26
dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. Oleh karena itu,
anggota
masyarakat
berhak
mengetahui
proses
anggaran
dalam
menyalurkan aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat. Selain itu, masyarakat juga
berhak menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan
anggaran tersebut.
2. Disiplin anggaran Pendapatan yang direncanakan harus dapat terukur secara rasional dan dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja dan didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan/proyek yang belum/tidak tersedia anggarannya. 3. Keadilan anggaran Pemerintah pusat/daerah wajib mengalokasikan penggunaan anggarannya secara adil tanpa diskriminasi sehingga dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat dalam pemberian pelayanan. 4. Efisiensi dan efektifitas anggaran Setiap kegiatan yang direncanakan harus efektif dalam pencapaian kinerjanya dan efisien dalam pengalokasian dananya. 5. Disusun dengan pendekatan kinerja Anggaran disusun dengan mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (output/outcome) dari perencanaan alokasi biaya atau input yang
27
telah ditetapkan. Hasil kerjanya harus sebanding atau lebih besar dari
biaya atau input yang telah ditetapkan.
2.1.2.5.
Indra Bastian (2006 : 172) mengungkapkan beberapa ciri pokok
Sistem Penganggaran Berbasis Kinerja
tentang sistem penganggaran berbasis kinerja, yaitu :
1. Secara umum sistem ini mengandung tiga unsur pokok, yaitu : Pengeluaran pemerintah diklasifikasikan menurut program dan kegiatan, Performance Measurement (Pengukuran hasil kerja) dan Program Reporting (Pelaporan Program). 2. Titik perhatian lebih ditekankan pada pengukuran hasil kerja, bukan pada pengawasan. 3. Setiap kegiatan harus dilihat dari sisi efisiensi dan memaksimalkan output. 4. Bertujuan untuk menghasilkan informasi biaya dan hasil kerja yang dapat digunakan untuk penyusunan target dan evaluasi pelaksanaan kerja.
2.1.2.6.
Proses Perencanaan Anggaran Berbasis Kinerja
Penyusunan anggaran berbasis kinerja dimulai dengan menetapkan rencana strategis (renstra) yang menjelaskan visi, misi dan tujuan dari unit kerja, serta pendefinisian program yang hendak dilaksanakan beserta kegiatan-kegiatan yang mendukung program tersebut. Selanjutnya
28
ditetapkan rencana kinerja tahunan yang mencakup tujuan/sasaran,
program, kegiatan, indikator dan target yang ingin dicapai dalam waktu satu tahun. Penetapan target kinerja pada program terlihat dari indikator
outcome, sedangkan penetapan target kinerja kegiatan terlihat dari
indikator output-nya. Kegiatan-kegiatan tersebut mencakup kegiatan tugas
pokok dan fungsi (pelayanan, pemeliharaan, administrasi umum) dan
kegiatan dalam rangka belanja investasi. Menghitung besarnya alokasi anggaran pada setiap kegiatan dimulai dengan menganalisis beban kerja pada setiap kegiatan. Analisis beban kerja dan perhitungan biaya per unit menggunakan indikator efisiensi dan input sebagai dasar dari perhitungan standar biaya.
2.1.3. Kinerja 2.1.3.1.
Pengertian Kinerja
Prawirosentono (1992 : 2) dalam Widodo (2001 : 206) mengatakan kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah menyatakan bahwa kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak
29
atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan
kuantitas dan kualitas terukur.
2.1.3.2.
Menurut Robertson (dalam Mohamad Mahsun : 2006) pengukuran
Pengertian Pengukuran Kinerja
kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian
kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan, dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan. Sementara menurut Lohman (dalam Mohamad Mahsun : 2006) pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian targettarget tertentu yang diderivasi dari tujuan strategis organisasi. Whittaker (dalam BPKP : 2000) juga menjelaskan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.
2.1.3.3.
Manfaat Pengukuran Kinerja
Menurut BPKP (2000) manfaat pengukuran kinerja baik untuk internal maupun eksternal organisasi sektor publik adalah sebagai berikut : a. Memastikan pemahaman para pelaksana akan ukuran yang digunakan untuk pencapaian kinerja.
30
b. Memastikan tercapainya rencana kinerja yang telah disepakati.
dan
mengevaluasi
pelaksanaan
kinerja
dan
membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja.
d. Memberikan penghargaan dan hukuman yang objektif atas prestasi
c. Memantau
pelaksana yang telah diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja
yang telah disepakati. e. Menjadi alat komunikasi antar bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi. f. Mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi. g. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah. h. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif. i. Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan. j. Mengungkapkan permasalahan yang terjadi.
2.1.3.4.
Indikator Kinerja
Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan suatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahapan perencanaan, tahap pelaksanaan maupun tahap setelah kegiatan selesai dan bermanfaat (berfungsi). Indikator kinerja meliputi :
31
a. Masukan (input) adalah sumber daya yang digunakan dalam suatu
proses untuk menghasilkan keluaran yang telah direncanakan dan ditetapkan sebelumnya. Indikator masukan meliputi dana, sumber daya
manusia, sarana dan prasarana, data dan informasi lainnya yang
diperlukan.
b. Keluaran (output) adalah sesuatu yang terjadi akibat proses tertentu
dengan menggunakan masukan yang telah ditetapkan. Indikator keluaran dijadikan landasan untuk menilai kemajuan suatu aktivitas atau tolok ukur dikaitkan dengan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan dengan baik dan terukur. c. Hasil (outcome) adalah suatu keluaran yang dapat langsung digunakan atau hasil nyata dari suatu keluaran. Indikator hasil adalah sasaran program yang telah ditetapkan. d. Manfaat (benefit) adalah nilai tambah dari suatu hasil yang manfaatnya akan nampak setelah beberapa waktu kemudian. Indikator manfaat menunjukkan hal-hal yang diharapkan dicapai bila keluaran dapat diselesaikan dan berfungsi secara optimal. e. Dampak (impact) pengaruh atau akibat yang ditimbulkan oleh manfaat dari suatu kegiatan. Indikator dampak merupakan akumulasi dari beberapa manfaat yang terjadi, dampaknya baru terlihat setelah beberapa waktu kemudian.
32
2.1.3.5.
Value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor
publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu : 1. Ekonomi
Perolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada harga
Value For Money
yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input
value yang dinyatakan dalam satuan moneter. 2. Efisiensi Pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau penggunaan input yang rendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan. 3. Efektivitas Tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara sederhana efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output. Manfaat implementasi konsep value for money : 1. Meningkatan efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang diberikan tepat sasaran. 2. Meningkatkan mutu pelayanan publik. 3. Menurunkan biaya pelayanan publik karena hilangnya inefisiensi dan terjadinya penghematan dalam penggunan input. 4. Alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik.
33
5. Meningkatkan kesadaran akan uang publik (public costs awareness)
sebagai akar pelaksanaan akuntabilitas publik.
2.1.4. Keuangan Daerah
2.1.4.1.
Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Daerah
Halim (2001 : 19) mengartikan “keuangan daerah sebagai semua
hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang itu belum dimiliki/dikuasai oleh Negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan undang-undang yang berlaku.” Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 58 tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dalam ketentuan umumnya menyatakan bahwa keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan daerah tersebut. Sedangkan pengertian keuangan daerah menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 29 tahun 2002 yang sekarang berubah menjadi Permendagri nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah
34
daerah yang dapat dinilai dengan uang termaksud didalamnya segala
bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah, dalam kerangka anggaran pendapatan dan belanja daerah. Adapun ruang lingkup dari keuangan daerah menurut Halim (2001
: 20) ada dua yaitu :
a. Keuangan daerah yang dikelola langsung, meliputi :
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (ABPD)
Barang-barang inventaris milik daerah
b. Kekayaan daerah yang dipisahkan, meliputi :
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
2.1.4.2.
Prinsip Pengelolaan Keuangan Daerah
Pengelolaan keuangan daerah berarti mengurus dan mengatur keuangan daerah itu sendiri dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah menurut (Devas,dkk, 1987 : 279-280) adalah sebagai berikut : a. Tanggung jawab (accountability) Pemerintah daerah harus mempertanggungjawabkan keuangannya kepada lembaga atau orang yang berkepentingan yang sah. Lembaga atau orang itu termaksud pemerintah pusat, DPRD, kepala daerah dan masyarakat umum. Adapun unsur-unsur penting dalam tanggung jawab mencakup keabsahan yaitu tata cara yang efektif untuk menjaga kekayaan keuangan dan barang serta mencegah terjadinya penghamburan dan penyelewengan dan memastikan semua penggunaanya.
35
b. Mampu memenuhi kewajiban keuangan
Keuangan daerah harus ditata dan dikelola sedemikian rupa
sehingga mampu melunasi semu kewajiban atau ikatan keuangan baik
jangka pendek, jangka panjang maupun pinjaman jangka panjang yang
telah ditentukan.
c. Kejujuran
Hal-hal yang menyangkut pengelolaan keuangan daerah pada prinsipnya harus diserahkan kepada pegawai yang betul-betul jujur dan dapat dipercaya. d. Hasil guna (effectiveness) dan daya guna (efficiency) Merupakan tata cara mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa
sehingga
memungkinkan
program
dapat
direncanakan
dan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya yang serendah-rendahnya dan dalam waktu yang secepat-cepatnya. e. Pengendalian Para aparat pengelola keuangan daerah, DPRD dan petugas pengawasan harus melakukan pengendalian agar semua tujuan tersebut dapat tercapai.
2.1.5. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah adalah tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan menggunakan indikator keuangan yang
36
ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan
selama satu periode anggaran. Dalam instansi pemerintahan pengukuran kinerja tidak dapat diukur dengan rasio-rasio yang biasa didapatkan dari
sebuah laporan keuangan dalam suatu perusahaan, seperti Return Of
Investment. Hal ini disebabkan karena sebenarnya dalam kinerja
pemerintah tidak ada “Net Profit”. Pelaporan
keuangan
pemerintah
pada
umumnya
hanya
menekankan pada pertanggungjawaban apakah sumber yang diperoleh sudah digunakan sesuai dengan anggaran atau perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian pelaporan keuangan yang ada hanya memaparkan informasi yang berkaitan dengan sumber pendapatan pemerintah, bagaimana penggunaannya dan posisi pemerintah saat itu.
2.2. Kerangka Berfikir Sejak diberlakukan anggaran daerah yang berorientasi pada kinerja maka pertanggungjawaban pemerintah pada masyarakat daerah menjadi sangat penting. Anggaran yang dibuat dan digunakan dapat dilihat pengaruhnya terhadap kinerja dari hasil yang telah dicapai. Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat pada anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolak ukur yang digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran publik. Anggaran dengan pendekatan kinerja sangat menekankan pada konsep 3E (Ekonomi, Efisiensi,
37
Efektivitas). Adapun kinerja keuangan daerah dapat mencerminkan
kemampuan
serta
kemandirian
pemerintahan
daerah.
Untuk
itu,
pemberlakuan anggaran berbasis kinerja diharapkan dapat meningkatkan
kinerja keuangan pemerintah daerah. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa penerapan anggaran berbasis kinerja berpengaruh terhadap kinerja
keuangan pemerintah daerah. Pengaruh antara anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja keuangan dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Anggaran berbasis kinerja (X)
Kinerja keuangan (Y)
2.3. Hipotesis Berdasarkan pengaruh antara anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja keuangan yang telah dijelaskan, maka hipotesis yang penulis ajukan untuk penelitian ini adalah : “Penerapan anggaran berbasis kinerja berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.”