BAB II
TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN
2.1.
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik (Good
Government Governance) pada bidang pengelolaan keuangan Negara/daerah yang
profesional, transparan dan akuntabel salah satunya adalah dengan menyampaikan
laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Langkah konkret yang telah dilakukan pemerintah adalah dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tersebut ditambah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang selanjutnya mengamanatkan tugas penyusunan standar tersebut kepada suatu komite standar yang independen yang ditetapkan dengan suatu keputusan presiden tentang Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP), maka terbitlah Keputusan Presiden RI Nomor 84 Tahun 2004 tentang Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) yang kemudian dirubah dengan Keputusan Presiden RI Nomor 2 Tahun 2005.
14
15
Selain
menyusun
SAP,
KSAP
juga
mempunyai
kewenangan
menerbitkan berbagai publikasi lainnya, antara lain Interpretasi Pernyataan
Standar Akuntansi Pemerintahan (IPSAP) dan Buletin Teknis (Bultek). IPSAP
dan Bultek merupakan pedoman dan inforamsi lebih lanjut yang akan diterbitkan
oleh KSAP guna memudahkan pemahaman dan penerapan SAP, serta untuk mengantisipasi dan mengatasi masalah-masalah akuntansi maupun pelaporan keuangan.
Dengan dibentuknya Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) maka Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Definisi Standar Akuntansi Pemerintahan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2005 (Paragraf 5) adalah sebagai berikut: Standar Akuntansi Pemerintahan, selanjutnya disebut SAP adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. Dengan demikian SAP merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah di . Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah diharapkan akan adanya transparansi, partisipasi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara/daerah guna mewujudkan pemerintahan yang lebih baik (good government governance). Sehingga diperlukan langkah-langkah strategis yang perlu segera diupayakan dan diwujudkan Pemerintahan.
bersama
dalam
rangka
implementasi
Standar
Akuntansi
16
SAP ini merupakan pelaksanaan atas Pasal 184 Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan bahwa Gubernur
atau Kepala Daerah menyampaikan rancangan Peraturan Daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan
yang terdiri dari LRA, Neraca, LAK dan CaLK serta dilampiri dengan Laporan Keuangan BUMD yang telah diperiksa oleh BPK paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud
disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
2.2.
Akuntansi Pemerintahan Akuntansi Pemerintahan atau yang lebih dulu dikenal dengan istilah
Akuntansi Sektor Publik saat ini mendapat perhatian yang lebih besar dan berkembang sangat pesat terhadap praktik akuntansi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah (pusat
maupun daerah),
perusahaan milik
Negara/daerah (BUMN/BUMD), dan berbagai organisasi publik lainnya dibandingkan dengan pada masa-masa sebelumnya. Tuntutan akuntabilitas organisasi publik (pemerintahan) menyebabkan akuntansi ini cepat diterima dan diakui sebagai ilmu yang dibutuhkan untuk mengelola urusan-urusan publik (Mardiasmo, 2009:1). Sebelum tejadinya reformasi pengelolaan keuangan Negara, penerapan akuntansi pada pemerintahan menerapkan sistem pencatatan single entry. Menurut Abdul Halim dalam Abdul Hafiz Tanjung (2008:2), pada sistem ini pencatatan transaksi ekonomi dilakukan dengan mencatat satu kali, transaksi yang berakibat
17
bertambahnya kas akan dicatat pada sisi penerimaan dan transaksi yang berakibat berkurangnya kas akan dicatat pada sisi pengeluaran.
Akibatnya pemerintah tidak memiliki catatan tentang piutang dan
utang, apalagi catatan tentang aktiva tetap yang dimiliki dan ekuitas. Sehingga
selama ini pemerintah kita tidak pernah menampilkan neraca sebagai salah satu bentuk laporan keuangan yang umum kita kenal guna menggambarkan posisi keuangan pemerintah. Hal ini disebabkan basis akuntansi yang digunakan selama
ini adalah basis kas (cash basis), pada basis ini hanya mengakui arus kas masuk dan arus kas keluar. Rekening keuangan akhir akan dirangkum dalam buku kas, sehingga laporan keuangan tidak bisa dihasilkan karena ketiadaan data tentang aktiva dan kewajiban (Indra Bastian, 2006:18)
2.2.1.
Pengertian Akuntansi Pemerintahan Definisi
akuntansi
pemerintahan
berdasarkan
kamus
akuntansi
(Aliminsyah, 2003:78) adalah sebagai berikut: Akuntansi Pemerintahan (Government Accouting) adalah aplikasi akuntansi di bidang keuangan Negara (public finance), khususnya pada tahapan pelaksanaan anggaran (budget execution), termasuk segala pengaruh yang ditimbulkannya, baik bersifat seketika maupun yang lebih permanen, pada semua tingkat unit pemerintahan. Akuntansi pemerintahan meliputi kegiatan penganalisasian, pencatatan, penyimpulan, pelaporan, dan penginterpretasian transaksi-transaksi unit dan agensi pe
Sedangkan menurut Arief (2002:3) akuntansi pemerintahan dapat didefinisikan sebagai berikut: Akuntansi pemerintahan adalah suatu aktivitas pemberian jasa untuk menyediakan informasi keuangan pemerinah berdasarkan proses
18
pencatatan, pengklasifikasian, pengikhitisaran suatu transaksi keuangan
Dan berdasarkan National Council on Government Accounting (NCGA)
concept statement 1 (dalam Renyowijoyo, 2008:37) adalah:
Government Accounting is an integral disciplines. It is founded on the basis underlying the accounting disciplines as
branch of the accounting concepts and conventions a whole and shares many !"
Dapat ditarik kesimpulan bahwa Akuntansi Pemerintahan adalah
aktivitas
mulai
dari
pencatatan,
pengklasifikasian,
pengikhtisaran,
penginterpretasian, penyimpulan dan pelaporan pada pengelolaan keuangan pemerintahan (Negara) sehingga menyajikan informasi keuangan pemerintah.
2.2.2.
Tujuan Akuntansi Pemerintahan Tujuan akuntansi pemerintahan secara umum adalah memberikan
pelayanan kepada publik berupa informasi keuangan pemerintah. Namum terdapat tujuan pokok akuntansi pemerintahan menurut Renyowijoyo (2008:39) dan Nordiawan (2007:7) adalah sebagai berikut:
# a. Pertanggungjawaban (accountability and stewarrship) Informasi keuangan harus lengkap, cermat, dan dalam bentuk dan tepat waktu yang tepat yang akan berguna bagi penanggung jawab pemerintahan dengan ketaatan dan kebijaksanaan. b. Manjerial (Managerial) Informasi keuangan yang berguna untuk perumusan kebijaksanaan, pengambilan keputusan dan kinerja pemerintah. c. Pengawasan (controlling) Akuntansi pemerintahan memungkinkan terselenggaranya pemeriksaan oleh aparat fungsional secara efektif dan $
19
Sedangkan menurut American Accounting Association (1970) dalam
Glynn (1993) (dalam Mardiasmo, 2009:14) menyatakan tujuan akuntansi pada
organisasi sektor publik adalah untuk:
a. Memberikan informasi yang diperlukan untuk mengelola secara tepat, efisien, dan ekonomis atas suatu operasi dan alokasi sumber daya yang dipercayakan kepada organisasi. Tujuan ini terkait dengan pengendalian manajemen (management control). b. Memberikan informasi yang memungkinkan bagi manajer untuk melapookan pelaksanaan tanggung jawab mengelola secara tepat dan efektif program dan penggunaan sumber daya yang menjadi wewenangnya; dan memungkinkan bagi pegawai pemerintah untuk melaporkan kepada publik atas hasil operasi pemerintah dan penggunaan dana publik. Tujuan ini terkait dengan akuntabilitas (accountability) Dengan demikian akuntansi pemerintahan bertujuan untuk mewujudkan akuntabilitas sehingga dapat menghasilkan keputusan kebijakan yang baik dan menghasilkan fungsi pengawasan yang efektif dan efisien.
2.2.3.
Perbedaan dan Persamaan Akuntansi Sektor Publik dengan Sektor Swasta 1) Perbedaan Akuntansi Sektor Publik dengan Sektor Swasta Menurut Mardiasmo (2009:7) perbedaan sifat dan karakteristik sektor
publik dengan sektor swasta dapat dilihat dengan membandingkan beberapa hal, yaitu: tujuan organisasi, sumber pembiayaan, pola pertanggungjawban, struktur organisasi, karakteristik anggaran, stakeholder yang dipengaruhi, dan sistem akuntansi yang digunakan. Berikut tabel perbedaannya:
20
Tabel 2.1 Perbedaan Sifat dan Karakteristik Organisasi Sektor Publik dengan Sektor Swasta
Perbedaan Tujuan Organisasi Sumber Pendanaan
Sektor Publik Nonprofit motive Pajak, Retibusi, Utang, Obligasi Pemerintah, Laba BUMN/BUMD, Penjualan Aset Negara, dsb.
Sektor Swasta Profit motive Pembiayaan Internal: Modal sendiri, laba ditahan, penjualan aktiva. Pembiayaan Eksternal: utang bank, obligasi, penerbitan saham. Pertanggungjawaban kepada pemegang saham dan kreditor.
Struktur Organisasi
Pertanggungjawaban kepada masyarakat (publik) dan parlemen (DPR/DPRD). Birokratis, kaku, dan hierarkis
Karakteristik Anggaran Sistem Akuntansi
terbuka untuk publik. cash Accounting
Pertanggungjawaban
fleksibel: datar, piramid, lintas fungsional, dsb. tertutup untuk publik. Accrual Accounting
Sumber: Mardiasmo (2008:8)
Tabel 2.2 Perbedaan Stakeholder Sektor Publik dengan Sektor Swasta Stakeholder Sektor Publik Stakeholder Eksternal: Masyarakat pengguna jasa publik Masyarakat pembayar pajak Perusahaan dan organisasi sosial ekonomi yang menggunakan pelayanan publik sebagai input atas aktivitas organisasi Bank sebagai kreditor pemerintah Badan-badan internasional, seperti Bank Dunia, IMF, ADB, PBB, dsb. Investor asing dan Country Analyst Generasi yang akan datang Stakeholder Internal: Lembaga negara (misal: Kabinet, MPR, DPR/DPRD, dsb) Kelompok politik (partai politik) Manajer publik (gubernur, bupati, direktur BUMN/BUMD) Pegawai pemerintah
Sumber: Mardiasmo (2008:12)
Stakeholder Sektor Swasta Stakeholder Eksternal: Bank sebagai kreditor Serikat buruh Pemerintah Pemasok Distributor Pelanggan Masyarakat Serikat dagang (trade union) Pasar Modal Stakeholder Internal: Manajemen Karyawan Pemegang Saham
21
2) Persamaan Akuntansi Sektor Publik dan Sektor Swasta
Meskipun sektor publik memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda
dengan sektor swasta, akan tetapi dalam beberapa hal terdapat persamaan, yaitu: a.
bagian integral dari sistem ekonomi di suatu Negara dan keduanya
Kedua sektor, baik sektor publik maupun sektor swasta merupakan
menggunakan sumber daya yang sama untuk mencapai tujuan
organisasi; b.
Keduanya menghadapi masalah yang sama, yaitu masalah kelangkaan sumber daya (scarcity of resources), sehingga baik sektor publik maupun sektor swasta dituntut untuk menggunakan sumber daya organisasi secara ekonomis, efisien, dan efektif;
c.
Proses pengendalian manajemen, termasuk manajemen keuangan, pada dasarnya sama dikedua sektor. Kedua sektor sama-sama membutuhkan informasi yang handal dan relevan untuk melaksanakan fungsi manajemen, yaitu: perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian;
d.
Pada beberapa hal, kedua sektor menghasilkan produk yang sama, misalnya: baik pemerintah maupun swasta sama-sama bergerak dibidang transportasi massa, pendidikan, kesehatan, penyediaan energi, dan sebagainya;
e.
Kedua sektor terikat pada peraturan perundangan dan ketentuan hukum lain yang disyaratkan (Sumber: Mardiaso, 2009:13).
22
2.3.
Akuntansi Aset Tetap (PP No. 24 Tahun 2005: PSAP No. 07) Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur perlakuan akuntansi
aset tetap. Masalah utama akuntansi untuk aset tetap adalah saat pengakuan untuk
aset, penentuan nilai tercatat, serta penentuan dan perlakuan akuntansi atas
penilaian kembali dan penurunan nilai tercatat (carrying value) aset tetap.
pernyataan standar ini mensyaratkan bahwa aset tetap dapat diakui sebagai aset
jika memenuhi definisi dan kriteria pengakuan suatu aset dalam Kerangka
Konseptual Akuntansi Pemerintahan (PSAP No. 07 Paragraf 1-2).
2.3.1.
Pengertian Aset Tetap Aset tetap merupakan barang milik negara/daerah yakni semua barang
yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN/APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang syah (PP No. 06 Tahun 2006 Pasal 1). Oleh sebab itu, pengelolaannyapun harus tepat sehingga menghasilkan laporan yang akurat atas keberadaan aset tetap yang sebenarnya. Dalam PSAP No. 07 (2005:Paragraf 5) dinyatakan bahwa: Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau social dimasa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumbersumber daya yang dipelihara karena alasan sej Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah
23
Adapun menurut Siregar (2004:178) pengertian aset adalah sebagai
berikut:
Aset secara umum adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang dimiliki oleh badan usaha, instansi atau indiv
Sedangkan menurut Bastian (2006:131) pengertian aset tetap adalah
sebagai berikut:
Aktiva tetap (aset tetap) adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasi entitas pemerintah, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal entitas pemerintah dan mempunyai
Dalam Kamus Istilah Akuntansi (2003:161) ditegaskan pula bahwa rmanen dan dipergunakan untuk kegiatan
perusahaan, tidak untuk dijual dan yang jumlahnya cukup besar . Dalam PSAP No. 07 (2005:Paragraf 6-7) dinyatakan pula bahwa aset tetap sering merupakan suatu bagian utama aset pemerintah, dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca. Termasuk dalam aset tetap pemerintah adalah: a.
Aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan namun dimanfaatkan oleh entitas lainnya, misalnya instansi pemerintah lainnya, universitas dan kontraktor;
b.
Hak atas tanah. Tidak termasuk dalam definisi aset tetap adalah aset yang dikuasai
untuk dikonsumsi dalam operasi pemerintah, seperti bahan (materials) dan perlengkapan (supplies).
24
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aset tetap adalah aset
berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun yang digunakan
untuk kegiatan pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat baik
langsung maupun tidak langsung dan tidak dimaksudkan untuk dijual kembali,
serta memiliki nilai yang cukup besar. 2.3.2.
Karakteristik Aset Tetap
Suatu aset tetap dapat dikatakan sebagai aset tetap jika memenuhi beberapa kriteria. Nordiawan (2005:229) menyebutkan bahwa karakteristik utama dari suatu aset tetap adalah: a.
Aset tetap diperoleh untuk digunakan dalam proses operasional perusahaan;
b.
Aset tetap tidak dimaksudkan untuk dijual;
c.
Aset tetap memiliki masa manfaat yang lama (lebih dari satu tahun) dan oleh karena itu didepresiasikan selama masa manfaat tersebut;
d.
Aset tetap secara fisik dapat dilihat wujudnya. Dijelaskan pula oleh Sukrisno (2004:261) bahwa ciri atau sifat dari aset
tetap adalah: a.
Tujuan dari pembeliannya
bukan untuk
dijual kembali
atau
diperjualbelikan sebagai barang dagangan, tetapi untuk dipergunakan dalam kegiatan operasi perusahaan;
b.
Mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun;
c.
Jumlahnya cukup material.
25
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi karakteristik
utama dari aset tetap adalah aset tersebut digunakan untuk kegiatan operasional
bukan untuk dijual kembali dan memiliki nilai yang besar atau material. Aset tetap
memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun dan memiliki wujud fisik yang nyata.
2.3.3.
Klasifikasi Aset Tetap
Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau
fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Berdasarkan PSAP No.
07
(2005:Paragraf 9-15) klasifikasi aset tetap yang digunakan adalah sebagai berikut: a.
Tanah; yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap pakai.
b.
Peralatan dan Mesin; mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor, alat elektronik dan seluruh inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai.
c.
Gedung dan Bangunan; mencakup seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap pakai.
d.
Jalan, Irigasi dan Jaringan; mencakup jalan, irigasi dan jaringan yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.
26
e.
Aset Tetap Lainnya; mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh
dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam
kondisi siap pakai.
f.
Konstruksi Dalam Pengerjaan; mencakup aset tetap yang sedang dalam
proses pembangunan namun pada tanggal laporan keuangan belum
selesai seluruhnya.
Sementara itu, dalam paragraf 15 dijelaskan bahwa aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatat. Ada beberapa jenis aset tetap yang tidak disajikan dalam neraca tetapi cukup diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan karena alasan nilai budaya dan benda bersejarah.
2.3.4.
Kapitalisasi Belanja Aset Tetap Salah satu kriteria untuk dapat dikategorikan sebagai aset tetap adalah
nilainya yang cukup besar. Aset teatp yang nilai per unitnya kecil dapat langsung dibebankan sebagai belanja pada saat perolehan. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu menetapkan batas untuk pengeluaran yang harus dikapitalisir sebagai aset tetap dan pengeluaran yang harus dibebankan sebagai belanja. Kapitalisasi biaya harus ditetapkan dalam kebijakan akuntansi suatu entitas berupa kriteria seperti pada paragraf dan/atau suatu batasan jumlah biaya (capitalization thresholds) tertentu untuk dapat digunakan dalam penentuan
27
apakah suatu pengeluaran harus dikapitalisasi atau tidak. Dikarenakan organisasi pemerintah sangatlah beragam dalam jumlah dan penggunaan aset tetap, maka
suatu batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization thresholds) tidak dapat
diseragamkan untuk seluruh entitas yang ada. Masing-masing entitas harus
menetapkan batasan jumlah tersebut dengan mempertimbangkan kondisi keuangan dan operasionalnya. Bila telah terbentuk maka batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization thresholds) harus diterapkan secara konsisten dan
diungkapkan dalam CaLK (PSAP No. 07 Paragraf 51-52).
2.3.5.
Pengakuan Aset Tetap Ada dua macam pengakuan aset menurut PSAP Nomor 01 (Paragraf
61) yaitu aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal, dan aset diakui pada saat diterima bukti bahwa telah terjadi perpindahan kepemilikan dan atau penguasaan secara hukum. Dalam PSAP No. 07 (2005:Paragraf 16) dinyatakan, bahwa untuk dapat diakui sebagai aset tetap harus berwujud dan memenuhi kriteria: a.
Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
b.
Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;
c.
Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan
d.
Diperoleh atau dibangun degnan maksud untuk digunakan. Dalam menentukan apakah aset tetap mempunyai manfaat lebih dari 12
(dua belas) bulan, suatu entitas harus menilai manfaat ekonomik masa depan yang
28
dapat diberikan oleh aset tetap tersebut, baik langsung maupun tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah. Manfaat tersebut dapat berupa aliran
pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah. Manfaat ekonomi masa
yang akan datang akan mengalir ke suatu entitas dapat dipastikan bila entitas
tersebut akan menerima manfaat dan menerima risiko terkait. Kepastian ini biasanya hanya tersedia jika manfaat dan risiko telah diterima entitas tersebut. Sebelum ini terjadi, perolehan aset tidak dapat diakui (PSAP No. 07 Paragraf 17).
Dan pada paragraf 20 dinyatakan bahwa, pengakuan aset tetap akan sangat andal bila aset tetap telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan/atau pada saat penguasaannya berpindah. Saat pengkuan aset akan lebih dapat diandalkan apabila terdapat bukti bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum, misalnya sertifikat tanah dan bukti kepemilikan kendaraan bermotor. Apabila perolehan aset tetap belum didukung dengan bukti secara hukum dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi yang diharuskan, seperti pembelian tanah yang masih harus diselesaikan proses jual beli (akta) dan sertifikat kepemilikannya di instansi berwenang, maka aset tetap tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan aset tetap tersebut telah berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas sertifikat atas nama pemilik sebelumnya (PSAP No. 07 Paragraf 21). Halim (2004:80) menjelaskan mengenai pengakuan aset tetap sebagai berikut:
29
a. Aktiva tetap yang diperoleh bukan berasal dari donasi diakui pada akhir periode akuntansi berdasarkan jumlah belanja modal yang telah diakui dalam periode berkenaan. b. Aktiva tetap yang diperoleh dari donasi diakui dalam periode berkenaan, yaitu pada saat aktiva tersebut diterima dan hak kepemilikannya berpindah. c. Dalam pengakuan aktiva tetap harus dibuat ketentuan yang membedakan antara penambahan, pengurangan, pengembangan dan penggantian utama. d. Penambahan adalah peningkatan nilai aktiva tetap karena diperluas atau diperbesar. biaya penambahan akan dikapitalisasi dan ditambah pada harga perolehan aktiva tetap yang bersangkutan. e. Pengaurangan adalah penurunan nilai aktiva tetap karena berkurangnya kuanitas. Pengurangan aktiva tetap dicatat sebagai pengurangan harga perolehan aktiva tetap yang bersangkutan. f. Pengembangan adalah peningkatan nilai aktiva tetap karena meningkatnya manfaat aktiva tetap. Pengembangan aktiva tetap diharapkan akan: 1) memperpanjang usia manfaat, 2) meningkatkan efisiensi, dan/atau 3) menurunkan biaya pengoperasian sebuah aktiva tetap. Biaya pengembangan akan dikapitalisasi dan ditambahkan pada harga perolehan aktiva tetap. g. Penggantian utama adalah memperbarui bagian utama aktiva tetap. Biaya penggantian utama akan dikapitalisasi dengan cara mengurangi nilai bagian yang diganti dari harga aset yang semula dan menambah biaya penggantian pada har Dari uraian di atas, jelas bahwa suatu aset tetap baru diakui jika aset
tetap tersebut memiliki umur ekonomis lebih dari satu tahun, biaya perolehan dapat diukur secara andal, tidak dimaksudkan untuk dijual tetapi dipergunakan untuk menunjang kegiatan operasional pemerintahan. Jurnal transaksi untuk mengakui aset tetap adalah sebagai berikut: Rp. XXX Dr. Belanja Modal Aset Tetap (Tanah) (Peralatan dan Mesin) (Gedung dan Bangunan) (Jalan, Irigasi dan Jaringan) (Aset Tetap Lainnya) (Konstruksi dalam Pengejaan) Cr. Piutang dari BUD
Rp. XXX
30
Diakui dengan jurnal korolari untuk memunculkan aset tetap tersebut di
dalam neraca, adalah sebagai berikut:
Dr. Aset Tetap (Tanah) (Peralatan dan Mesin) (Gedung dan Bangunan) (Jalan, Irigasi dan Jaringan) (Aset Tetap Lainnya) (Konstruksi dalam Pengejaan)
Rp. XXX
Cr. Diinvestasikan dalam Aset Tetap
Rp. XXX
2.3.6.
Pengukuran Aset Tetap Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap
dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tatap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. Hal ini dinyatakan pula dalam PSAP Nomor 01 (2005:Paragraf 67) adalah sebagai berikut: Aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. Selain tanah dan kostruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatn, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan
Pengukuran dapat dipertimbangkan andal biasanya dipenuhi bila terdapat transaksi pertukaran dengan bukti pembelian aset tetap yang mengidentifikasikan
biayanya.
Dalam
keadaan
suatu
aset
yang
dikonstruksi/dibangun sendiri, suatu pengukuran yang dapat diandalkan atas biaya dapat diperoleh dari transaksi pihak eksternal dengan entitas tersebut untuk
31
perolehan bahan baku, tenaga kerja dan biaya lain yang digunakan dalam proses konstruksi. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola
meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung
termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa
peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut (PSAP No. 07 Paragraf 18 dan 23).
Nordiawan (2007:232) menjelaskan bahwa baik dalam akuntansi
komersial maupun akuntansi pemerintahan di Indonesia, pengukuran aset tetap dapat terjadi melalui dua cara, yaitu menggunakan biaya perolehan (historical cost) dan biaya wajar pada saat perolehan (fair value). Pengukuran aset tetap menggunakan biaya peroleha digunakan apabila aset tetap tersebut diperoleh dengan cara dibeli dari pihak ketiga atau dibangun sendiri. Sedangkan pengukuran aset tetap menggunakan biaya wajar pada saat perolehan (fair value) digunakan ketika informasi mengenai biaya perolehan tidak tersedia. Hal ini disebabkan karena aset tersebut tidak diperoleh dengan cara dibeli dari pihak ketiga ataupun dibangun sendiri. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengukuran aset tetap menggunakan biaya perolehan (historical cost) digunakan apabila aset tetap tersebut diperoleh dengan cara dibeli dari pihak ketiga atau dibangun sendiri. Namun jika nilai perolehan tidak tersedia atau tidak diketahui, maka dicatat sebesar nilai wajar (fair value) aset tetap tersebut pada saat perolehan.
32
2.3.7.
Penilaian Awal Aset Tetap Penilaian barang milik daerah dilakukan dalam rangka pengamanan dan
penyusunan neraca daerah. Penilaian barang milik daerah tersebut berpedoman
pada SAP dan dalam kegiatan penilaiannya harus didukung dengan data yang
akurat atas seluruh kepemilikan barang milik daerah yang tercatat dalam daftar inventarisasi barang milik daerah. Penilaian barang milik daerah selain dipergunakan untuk penyusunan neraca daerah, juga dapat dipergunakan dalam
rangka pencatatan, inventarisasi, pemanfaatan, pemindahtangan dan inventarisasi. Definisi penilaian berdasarkan PP No. 06 Tahun 2006 Pasal 1 ayat 22, adalah sebagai berikut: Penilaian adalah suatu proses kegiatan penelitian yang selektif didasarkan pada data/fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknik tertentu untuk memperoleh nilai barang milik negara/daerah Tujuan dari penilaian aset tetap adalah untuk menginventarisir serta pendukung penyusunan laporan kepemilikan aset tetap oleh pemerintah daerah dalam neraca. Sedangkan manfaat dari penilaian tersebut adalah dapat diketahui seberapa besar nilai kekayaan yang sebenarnya dimiliki, sehingga dapat diketahui seberapa besar potensi kemampunan investasi yang dapat dilakukan oleh pemeritah daerah. Aset tetap yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya harus diukur berdasarkan biaya perolehan. Bila aset tetap diperoleh dengan tanpa nilai, biaya aset tersebut adalah sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh.
33
Bastian (2002:71) menegaskan bahwa dasar penilaian aset tetap ada tiga
hal. Pertama, aset tetap dinyatakan dalam neraca dengan nilai historis yaitu harga
perolehan, jika tidak memungkinkan menggunakan harga perolehan maka nilai
aset tetap didasarkan pada harga perolehan yang diestimasikan. Kedua, harga
peroleha aset tetap yang dibangun denga cara swakelola meliputi biaya langsung tenaga kerja, bahan baku dan biaya tidak langsung termasuk biaya untuk perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan dan
semua biaya lainnya yang berkenaan dengan pembangunan hingga aset tersebut siap dipakai. Ketiga, jika biaya perolehan suatu aset tetap dinyatakan dalam valuta asing, maka nilai rupiah itu akan ditetapkan berdasarkan nilai tukar (kurs tengah BI) pada saat perolehan. Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan penilaian awal dilakukan dengan menggunakan biaya perolehan. Namun jika biaya perolehan tidak diketahui maka dapat menggunakan nilai wajar aset tersebut saat diperoleh.
2.3.8.
Komponen Biaya Aset Tetap Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya atau
konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan (PSAP No. 07 Paragraf 29). Dalam PSAP No. 07 (Paragraf 31-36) menjelaskan komponenkomponen biaya untuk memperoleh aset tetap adalah sebagai berikut:
34
a. Tanah diakui perama kali sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan, pengukuran, penimbunan dan biaya lainnya yang dikeluarkan sampai tanah tersebut siap pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang terletak pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua tersebut dimaksudkan untuk dimusnahkan; b. Biaya perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah pengeluaran yang telah dilakukan untuk memperoleh peralatan dan mesin tersebut sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan; c. Biaya perolehan gedung dan bangunan menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh gedung dan bangunan sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian atau biaya konstruksi, termasuk biaya pengurusan IMB, Notaris dan Pajak; d. Biaya perolehan jalan, irigasi dan jaringan menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi dan jaringan sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai; e. Biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut sampai siap pakai. f. Biaya administrasi dan biaya umum lainnya bukan merupakan suatu komponen biaya aset tetap sepanjang biaya tersebut tidak dapat diatribusikan secara langsung pada biaya perolehan aset atau membawa aset ke kondisi kerjanya. Demikian pula biaya permulaan (start-up) dan pra-produksi serupa tidak merupakan bagian biaya suatu aset
Selanjutnya jika pada biaya perolehan suatu aset yang dibangun dengan cara swakelola, maka ditentukan menggunakan prinsip yang sama seperti aset yang dibeli dan setiap potongan dagang serta rabat dikurangkan dari harga pembelian. Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa biaya perolehan merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan aset tersebut sampai dengan aset tersebut dapat dimanfaatkan.
35
2.3.9.
Cara Perolehan Aset Tetap Untuk memperoleh aset tetap terdapat beberapa cara, yakni: perolehan
secara gabungan, pertukaran aset (exchanges of assets) dan Aset Donasi
(sumbangan atau hibah). a.
Perolehan Secara Gabungan Salah satu cara untuk memperoleh aset tetap adalah dengan cara
perolehan secara gabungan. Perolehan secara gabungan merupakan perolehan
yang apabila entitas membeli aset dilakukan dengan satu pembayaran. Hal ini dijelaskan pula oleh Nordiawan (2007:237) bahwa perolehan secara gabungan adalah kondisi yang entitasnya memperoleh beberapa aset tetap dengan melakukan satu pembayaran untuk seluruh aset yang diterima. Biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang diperoleh secara gabungan
ditentukan
dengan
mengalokasikan
harga
gabungan
tersebut
berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang bersangkutan (PSAP No. 07 Paragraf 42). b. Pertukaran Aset (Exchange of Assets) Selain secara gabungan, perolehan aset tetap dapat dilakukan dengan cara pertukaran dengan aset lain. Tukar menukar barang milik daerah/tukar guling adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah yang dilakukan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat, antar Pemerintah Daerah atau antara Pemerintah Daerah dengan pihak lain, dengan menerima penggantian dalam bentuk barang, sekurang-kurangnya dengan nilai seimbang (Permendagri No. 17 Tahun 2007).
36
Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran baik dengan aset
yang tidak serupa ataupun aset yang serupa. Biaya dari pos semacam ini diukur
berdasarkan nilai wajar aset yang diperoleh, yaitu nilai ekuivalen atas nilai tercatat
aset yang dilepas setelah disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas
yang ditransfer/diserahkan. Jika aset ditukarkan dengan aset yang serupa maka ada keuntungan dan kerugian yang diakui dalam transaksi ini. Biaya aset tidak
yang baru diperoleh dicatat sebesar nilai tercatat (carrying amount) atas aset yang
dilepas. Nilai wajar atas aset yang diterima tersebut dapat memberikan bukti adanya suatu pengurangan (impairment) nilai atas aset yang dilepas. Dalam kondisi seperti ini, aset yang dilepas harus diturun-nilai-bukukan (written down) dan nilai setelah diturun-nilai-bukukan (written down) tersebut merupakan nilai aset yang diterima (PSAP No. 07 Paragraf 45). c.
Aset Donasi (Sumbangan atau Hibah) Selain perolehan secara gabungan dan pertukaran aset, aset tetap juga
dapat diperoleh dari hasil donasi (sumbangan). Donasi atau hibah merupakan pengalihan kepemilikan barang dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, antar pemerintah daerah, atau dari pemerintah daeragh kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian (Permendagri No. 17 Tahun 2007). Aset tetap yang diperoleh dari sumbangan (donasi) harus dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan. Sumbangan aset tetap ini didefinisikan sebagai transfer tanpa persyaratan suatu aset tetap ke satu entitas, misalnya perusahaan nonpemerintah memberikan bangunan yang dimilikinya untuk digunakan oleh
37
satu unit pemerintah tanpa persyaratan apapun. Penyerahan aset tetap tersebut akan sangat andal bila didukung dengan bukti perpindahan kepemilikannya secara
hukum, seperti adanya akta hibah (PSAP No. 07 Paragraf 46-47).
Tidak termasuk perolehan aset donasi, apabila penyerahan aset tetap
tersebut dihubungkan dengan kewajiban entitas lain kepada pemerintah. Sebagai contoh, satu perusahaan swasta membangun aset tetap untuk pemerintah dengan persyaratan kewajibannya kepada pemerintah telah dianggap selesai. Perolehan
aset tetap tersebut harus diperlakukan seperti perolehan aset tetap dengan pertukaran. Apabila perolehan aset tetap memenuhi criteria perolehan aset donasi, maka perolehan tersebut diakui sebagai pendapatan pemerintah dan jumlah yang sama juga diakui sebagai belanja modal dalam laporan realisasi anggaran (PSAP No. 07 Paragraf 48).
2.3.10.
Aset Bersejarah (Heritage Assets) Dalam
PSAP
No.
07
(2005:Paragraf
64),
pemerintah
tidak
mengharuskan untuk menyajikan aset bersejarah (heritage assets) di neraca, namun aset tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Contoh dari aset bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala (archaeological sites) seperti candi, dan karya seni (works of arts). Karakteristik-karakteristik di bawah ini sering dianggap sebagai ciri khas dari suatu aset bersejarah, yaitu:
38
a.
secara penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga
pasar;
b.
Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat pelepasannya untuk dijual;
Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin
c.
Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama
waktu berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun; d.
Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus mencapai ratusan tahun. Aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam waktu
yang tak terbatas dan dibuktikan dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah mungkin mempunyai banyak aset bersejarah yang diperoleh selama bertahun-tahun dan dengan cara perolehan beragam termasuk pembelian, donasi, warisan, rampasan, ataupun sitaan. Aset ini jarang dikuasai dikarenakan alasan kemampuannya untuk menghasilkan aliran kas masuk, dan akan mempunyai masalah sosial dan hukum bila memanfaatkannya untuk tujuan tersebut. Aset bersejarah harus disajikan dalam bentuk unit, misalnya jumlah unit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen, dalam CaLK dengan tanpa nilai. Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi harus dibebankan sebagai belanja tahun terjadinya pengeluaran tersebut. Biaya tersebut termasuk seluruh biaya yang berlangsung untuk menjadikan aset bersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang ada pada periode berjalan.
39
Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat lainnya
kepada pemerintah selain nilai sejarahnya, sebagai contoh bangunan bersejarah
digunakan untuk ruang perkantoran. Untuk kasus tersebut, aset ini akan
diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset tetap lainnya, dan untuk aset
bersejarah lainnya, potensi manfaatnya terbatas pada karakteristik sejarahnya, sebagai contoh monumen dan reruntuhan (ruins).
2.3.11.
Pengeluaran Setelah Perolehan (Subsequent Expenditures) Dalam
PSAP
No.
07 (2005:Paragraf 50)
dinyatakan bahwa
pengeluaran setelah perolehan awal suatu aset tetap yang memperpanjangmasa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi manfaat ekonomik dimasa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan pada nilai tercatat aset yang bersangkutan. Pengeluaran setelah perolehan terdiri dari pengeluaran untuk pemeliharaan dan pengeluaran yang akan menambah nilai buku. Kapitalisasi biaya harus ditetapkan dalam kebijakan akuntansi suatu entitas berupa criteria dan/atau suatu batasan jumlah biaya (capitalization thresholds) tertentu untuk dapat digunakan dalam penentuan apakah suatu pengeluaran harus dikapitalisasi atau tidak. Dikarenakan organisasi pemerintah sangatlah beragam dalam jumlah dan penggunaan aset tetap, maka suatu batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization thresholds) tidak dapat diseragamkan untuk seluruh entitas yang ada. Masing-masing entitas harus menetapkan batasan jumlah tersebut dengan
40
mempertimbangkan kondisi keuangan dan operasionalnya. Bila telah terbentuk maka batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization thresholds) harus
diterapkan secara konsisten dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
Keuangan. Menurut Nordiawan (2007:236) pengeluaran setelah perolehan dapat
diklasifikasikan menjadi dua jenis, yakni: 1.
Pengeluaran untuk pemeliharaan aset tetap. Pengeluaran ini bersifat memperpanjang masa manfaat dalam bentuk peningkatan kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja. Semua pengeluaran dibebankan sebagai belanja pemeliharaan.
2.
Pengeluaran yang terjadi harus dikapitalisasi (ditambahkan ke aset yang bersangkutan) sehingga nilai buku dari aset tersebut akan bertambah. Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan yang termasuk
pengeluaran setelah perolehan adalah pengeluaran untuk pemeliharaan aset tetap yang tidak menambah nilai buku aset dan pengeluaran yang harus dikapitalisasi, yang menambah nilai buku aset yang bersangkutan. Jurnal untuk pengeluaran yang bersifat memperpanjang masa manfaat (pemeliharaan aset tetap) adalah sebagai berikut: Dr. Belanja Pemeliharaan
Aset Tetap
Cr. Kas di Bendahara Pengeluaran
Rp. XXX Rp. XXX
Sedangkan jurnal untuk pengeluaran yang bersifat menambah nilai buku aset tetap adalah:
41
Dr. Belanja Modal
Aset Tetap
Rp. XXX
Cr. Kas di Bendahara Pengeluaran
Dr. Aset Tetap
Rp. XXX
Cr. Diinvestasikan dalam Aset Tetap
Rp. XXX
Rp. XXX
2.3.12.
Pengukuran
Berikutnya
(Subsequent Measurment) Terhadap
Pengakuan Awal Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap tersebut
dikurangi akumulasi penyusutan. Apabila terjadi kondisi yang memungkinkan penilaian kembali, maka aset tetap akan disajikan dengan penyesuaian pada masing-masing akun aset tetap dan akun Diinvestasikan dalam Aset Tetap. Pengukuran berikutnya terdiri dari penyusutan (Depreciation) dan penilaian kembali (Revaluation). 1) Penyusutan (Depreciation) Dalam Buletin Teknis Nomor 05 mengenai Akuntansi Penyusutan dijelaskan bahwa penyusutan aset tetap bukan merupakan metode alokasi biaya untuk periode yang menerima manfaat aset tetap tersebut sebagaimana diberlakukan di sektor komersial. Penyesuian nilai ini lebih merupakan upaya untuk menunjukkan pengurangan nilai karena pengkonsumsian potensi manfaat aset oleh karena pemakaian dan atau pengurangan nilai karena keusangan. Adanya penyusutan akan memungkinkan pemerintah mendapat suatu informasi tentang keadaan potensi aset yang dimilikinya. Tujuan utama dari penyusutan bukan
42
untuk menumpuk sumber daya tetapi untuk menyusuaikan nilai aset tetap untuk mencerminkan nilai wajarnya.
Penyesuaian nilai aset tetap dilakukan dengan berbagai metode yang
sistematis sesuai dengan masa manfaat. Metode penyusutan yang digunakan harus
dapat menggambarkan manfaat ekonomik atau kemungkinan jasa (services potential) yang akan mengalir ke pemerintah. Nilai penyusutan untuk masing masing periode diakui sebagai pengurang nilai tercatat (carrying amount) aset
tetap dan diinvestasikan dalam aset tetap. Metode penyusutan yang dapat digunakan dalam PSAP No. 07 (2005:Paragraf 56) adalah: metode garis lurus (straight line method), metode saldo menurun ganda (double declining balance method), dan metode unit produksi (unit of production method). Pada Paragraf 57 dinyatakan, selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. Berikut dijelaskan metode-metode penyusutan yang dinyatakan dalam SAP. a.
Metode Garis Lurus (Straight Line Method) Metode ini menghasilkan nilai sama untuk setiap periode akuntansi. Oleh karena itu biasanya digunakan dasar waktu (periode akuntansi) atau masa manfaat. Dasar perhitungan nilai penyusutan dalam metode ini adalah harga perolehan dikurangi (jika ada) dengan nilai sisa aset tetap yang bersangkutan. Nilai sisa/nilai residu adalah taksiran nilai wajar aset tetap apabila telah habis masa manfaatnya. Dirumuskan sebagai berikut:
43
b.
Metode Saldo Menurun Ganda (Double Declining Balance Method)
Metode ini dapat dilakukan dengan cara tarif metode garis lurus
dikalikan dua, namun dasar penyusutannya adalah nilai buku, yaitu
harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan.
Penyusutan per periode = (Nilai yang Dapat Disusutkan Akumulasi
Penyusutan Periode Sebelumnya) x tarif penyusutan. Dirumuskan sebagai berikut:
c.
Metode Unit Produksi (Unit of Production Method) Metode ini dapat dilakukan berdasarkan perkiraan output (kapasitas produksi yang dihasilkan) aset tetap yang bersangkutan. Tarif penyusutan dihitung dengan membandingkan antara nilai yang dapat disusutkan dan perkiraan output (kapasitas produksi yang dihasilkan) dalam kapasitas normal. Penyusutan per periode = Produksi Periode Berjalan x Tarif Penyusutan Dirumuskan sebagai berikut:
44
2) Penilaian Kembali (Revaluation)
Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya tidak
diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintahan menganut penilaian aset
berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan
ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional (PSAP No. 07 Paragraf 58).
Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai
penyimpangan dari konsep biaya perolehan di dalam penyajian aset tetap serta pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan suatu entitas. Selisih antara nilai revaluasi dengan nilai tercatat aset tetap dibukukan dalam ekuitas dana pada akun Diinvestasikan pada Aset Tetap (PSAP No. 07 Paragraf 59). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian kembali tidak diperkenankan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan. Penyimpangan dari konsep biaya perolehan di dalam aset tetap serta pengaruh penyimpangan tersebut harus disajikan dalam laporan keuangan.
2.3.13.
Penghentian dan Pelepasan Aset Tetap Dalam PSAP No. 07 (2005:Paragraf 76-
aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau bila aset secara permanen dihentikan pengunaannya dan tidak ada manfaat ekonomik masa yang akan datang. Aset tetap yang secara permanen dihentikan atau dilepas harus dieliminasi dari Neraca dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Aset tetap
45
yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke po
Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
pengelolaan Barang Milik Daerah menjelaskan bahwa penghapusan barang milik
daerah adalah tindakan penghapusan barang Pengguna/Kuasa Pengguna dan penghapusan dari Daftar Inventaris Barang Milik Daerah. Penghapusan tersebut dengan penerbitan surat keputusan Kepala Daerah tentang Penghapusan harus
Barang Milik Daerah. Pada prinsipnya semua barang milik daerah dapat dihapuskan, yakni: a.
Penghapusan barang tidak bergerak berdasarkan pertimbangan/alasan-
alasan sebagai berikut: 1) Rusak berat, terkena bencana alam (force majeure); 2) Tidak dapat digunakan secara optimal (idle); 3) Terkena planologi kota; 4) Kebutuhan organisasi karena perkembangan tugas; 5) Penyatuan lokasi dalam rangka efisiensi dan memudahkan koordinasi; 6) Pertimbangan
dalam
rangka
pelaksanaan
rencana
strategis
Hankam. b.
Penghapusan barang bergerak berdasarkan pertimbangan/alasan-alasan
sebagai berikut: 1) Pertimbangan Teknis, antara lain:
46
Secara fisik barang tidak dapat digunakan karena rusak dan
tidak ekonomis bila diperbaiki; Secara teknis tidak dapat digunakan lagi akibat modernisasi;
Telah melampaui batas waktu kegunaannya/kadaluwarsa;
Karena penggunaan mengalami perubahan dasar spesifikasi;
Selisih
penggunaan/susut dalam penyimpanan/pengangkutan;
kurang
dalam
timbangan/ukuran
disebabkan
2) Pertimbangan ekonomis, antara lain: Untuk optimalisasi barang milik daerah yang berlebih (idle); Secara ekonomis lebih menguntungkan bagi daerah apabila dihapus, karena biaya operasional dan pemeliharaannya lebih besar dari manfaat yang diperoleh. 3) Karena hilang/kekurangan perbendaharaan atau kerugaian, yang disebabkan: Kesalahan atau kelalaian Penyimpan dan/atau Pengurus Barang; Diluar kesalahan/kelalaian Penyimpan dan/atau Pengurus Barang; Mati, bagi tanaman atau hewan/ternak; Karena kecelakaan atau alasan tidak terduga (force mjeure). Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa alasan
penghapusan aset tetap dari neraca bisa dari pertimbangan teknis maupun ekonomis dan karena alasan hilang/kekurangan perbendaharaan atau kerugian.
47
Aset tetap yang secara permanen dihentikan atau dilepas harus dieliminasi dari Neraca dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
2.3.14.
Pengungkapan Aset Tetap Dalam PSAP No. 07
keuangan harus mengungkapkan untuk masing-masing jenis aset tetap sebagai berikut:
a.
Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat (carrying amount);
b.
Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan: 1) penambahan, 2) pelepasan, 3) akumulasi penyusutan dan perubahan nilai (jika ada), dan 4) mutasi aset tetap lainnya;
c.
Informasi penyusutan, meliputi: 1) nilai penyusutan, 2) metode penyusutan yang digunakan, 3) masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan, 4) nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada
Pengungkapan dalam laporan keuangan harus jelas agar para pengguna laporan keuangan mendapatkan informasi yang jelas dari laporan keuangan yang disajikan. aporan
mengungkapkan: a.
Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap;
keuangan juga harus
48
b.
Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset tetap;
c.
Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi dan;
d.
Jumlah kom
ika aset tetap dicatat
pada jumlah yang dinilai kembali, hal-hal berikut harus diungkapkan: a.
Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap;
b.
Tanggal efektif penilaian kembali;
c.
Jika ada, nama penilai independen;
d.
Hakikat setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya pengganti;
e.
Nilai t Dalam SAP Berbasis Akrual yang dituangkan dalam PP RI No. 71
Tahun 2010, aset bersejarah diungkapkan secara rinci, antara lain nama, jenis, kondisi dan lokasi aset dimaksud. Sedangkan menurut Bastian (2006:133) mengenai pengungkapan dijelaskan sebagai berikut:
Hal-hal yang perlu diungkapkan pada akuntansi aktiva tetap antara lain: 1. Penentuan nilai aktiva tetap. Aktiva tetap dinilai dengan harga perolehan; 2. Penyusutan aktiva tetap. Aktiva tetap pemerintah disusukan menurut metode akuntansi yang lazim; 3. Pelepasan aktiva tetap. Aktiva tetap akan dilepas melalui penjualan dan pertukaran. Hasil penjualan aktiva tetap akan diakui seluruhnya sebagai pendapatan. Aktiva tetap yang diperoleh karena pertukaran dinilai sebesar nilai wajar aktiva tetap yang diperoleh atau nilai wajai aktiva yang diserahkan, mana yang lebih mudah;
49
4.
Penghapusan aktiva tetap. Aktiva tetap akan dihapus apabila rusak berat, usang, hilang, dan sebagainya berdasarkan surat keputusan
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam
pengungkapan aset tetap pada laporan keuangan harus diungkapkan hal-hal
berikut: a.
Kebijakan akuntansi untuk aset tetap;
b.
Dasar penilaian yang digunakan untuk mencatat aset tetap;
c.
Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan penambahan, pelepasan, akumulasi penyusutan dan mutasi aset tetap lainnya.
d.
Informasi penyusutan yang meliputi: nilai penyusutan, metode penyusutan yang digunakan, nilai manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan.
2.4.
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) merupakan komponen
penting untuk menciptakan akuntabilitas sektor publik. Adanya tuntutan yang semakin besar terhadap pelaksanaan akuntabilitas publik menimbulkan implikasi bagi manjemen pemerintahan untuk memberikan informasi kepada publik, salah satunya adalah informasi akuntansi berupa laporan keuangan (Mardiasmo, 2009:159). LKPD merupakan laporan keuangan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh pemerintah daerah sebagai
50
entitas pelaporan. Juga merupakan alat pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan keuangan daerahnya selama satu periode dan harus melewati
pemeriksaan BPK agar penyajian laporan keuangan tersebut memberikan
keyakinan yang memadai (reasonable assurance). Selain itu pula, LKPD juga merupakan indikator kredibilitas pemerintah
daerah yang tercermin dari transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Sebagai indikator kredibilitas pemerintah daerah dalam menjalankan
fungsinya, laporan keuangan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pengelolaan keuangan daerah.
2.4.1.
Pengertian Laporan Keuangan Definisi laporan keuangan berdasarkan PP No. 08 Tahun 2006 Pasal 1
ayat (1) adalah sebagai berikut: Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara/daerah selama suatu periode. Laporan Keuangan menurut Kieso, Weygandt dan Warfield (2002: Paragraf 3): laporan keuangan adalah suatu proses pencatatan yang merupakan suatu ringkasan dari transaksi keuangan yang terjadi selam tahun buku bersangkutan, yang berguna bagi pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. Laporan keuangan merupakan bagian dari
Menurut Mahmudi (2007:11) adalah sebagai berikut: laporan keuangan adalah informasi yang disajikan untuk membantu stakeholder dalam membuat keputusan sosial, politik, dan ekonomi
51
Adapun definisi laporan keuangan daerah menurut Baridwan (2000:17)
adalah:
Laporan Keuangan Daerah merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan, suatu ringkasan dari transaksi keuangan yang terjadi selama
Sedangkan
menurut
Kamus
Istilah
Keuangan
dan
Perbankan
(Alimsyah, 2006:412):
laporan keuangan (financial reports) adalah laporan-laporan yang bersifat keuangan (selain financial reports) yang merupakan hasil dari
laporan keuangan (financial reports) adalah laporan yang dirancang untuk para pembuat keputusan, baik didalam maupun diluar perusahaan, mengenai posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan Dari pengertian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa laporan keuangan adalah bentuk informasi keuangan dari hasil sebuah proses akuntansi dalam membuat keputusan yang berkualitas selama satu periode.
2.4.2.
Peranan Laporan Keuangan Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan
mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan. Setiap entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan
52
kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan sebagai berikut:
(a) Akuntabilitas
Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.
(b) Manajemen
Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah untuk kepentingan masyarakat. (c) Transparansi Memberikan informasi keuangan yang terbukan dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk
mengetahui
secara
terbuka
dan
menyeluruh
atas
pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundangundangan. (d) Keseimbangan Antargenerasi (intergenerational equity) Membantu para pengguan dalam mengetahui kecukupan penerimaan pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan dating
53
diasumsikan akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut
(Kerangka Konsepteual Akuntansi Pemerintahan: Paragraf 21-22). Dalam PP No. 71 Tahun 2010 tentang SAP Berbasis Akrual pada
Kerangaka Konseptual Akuntansi Pemerintahan Paragraf 25 ditambahkan
mengenai peranan laporan keuangan selain akuntabilitas, manajemen, transparansi dan keseimbangan antargenerasi yakni: (e) Evaluasi Kinerja
Mengevaluasi kinerja entitas pelaporan, terutama dalam penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola pemerintah untuk mencapai kinerja yang direncanakan.
2.4.3.
Tujuan Laporan Keuangan Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi yang
bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan: (a) Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran; (b) Menyediakan informasi mengenai kesesuaian cara memperoleh berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran; (c) Menyediakan informai mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai;
54
(d) Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan
mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya;
(e) Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas
pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik
jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari
pungutan pajak dan pinjaman;
(f) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas
pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selam periode pelaporan. Untuk
memenuhi
tujuan-tujuan
tersebut,
laporan
keuangan
menyediakan informasi mengenai pendapatan, belanja, transfer, dana cadangan, pembiayaan, aset, kewajiban, ekuitas dana, dan arus kas suatu entitas pelaporan (Kerangka Konsepteual Akuntansi Pemerintahan: Paragraf 23-24). Sedangkan menurut Mardiasmo (2009:162) tujuan umum laporan keuangan bagi organisasi pemerintah adalah: 1) Untuk memberikan inforamasi yang digunakan dalam pembuatan keputusan
ekonomi,
sosial,
dan
politik
serta
sebagai
bukti
pertanggungjawaban (accountability) dan pengelolaan (stewardship); dan 2) Untuk memberikan informasi yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja manajerial dan organisasional.
55
2.4.4.
Pengguna Laporan Keuangan Dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah (2005:Paragraf 16)
disebutkan bahwa terdapat beberapa kelompok utama pengguna laporan keuangan
pemerintah yang antara lain:
(b) Masyarakat; (c) Para wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa; (d) Pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan
pinjaman; dan (e) Pemerintah. Namun pengguna laporan keuangan pemerintah tidak terbatas pada empat kelompok utama yang sudah disebutkan di atas, diluar kelompok tersebut dapat menjadi pengguna laporan keuangan. Karena laporan keuangan pemerintah bersifat terbuka untuk umum jika telah diperiksa BPK dan disampaikan kepada lembaga perwakilan (UU No.15 Tahun 2004 Pasal 19 ayat 1). Sedangkan Serikat Dagang Sektor Publik GASB (1999, p. B184) dalam Mardiasmo
(2009:171)
mengidentifikasikan
pengguna
laporan
keuangan
pemerintah menjadi 3 (tiga) kelompok besar, yaitu: 1. Masyarakat yang kepadanya pemerintah bertanggung jawab; 2. Legislatif dan Badan Pengawas yang secara langsung mewakili rakyat; dan 3. Investor dan kreditor yang memberi pinjaman dan/atau berpartisipasi dalam proses pemberian Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) Pasal 9 ayat (2) huruf c dinyatakan bahwa setiap
56
Badan Publik wajib mengumumkan Informasi Publik secara berkala. Informasi Publik sebagaimana dimaksud adalah
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada intinya laporan
keuangan pemerintah daerah (LKPD) bersifat terbuka untuk umum jika telah di
periksa BPK dan disampaikan kepada lembaga perwakilan, karena hal tersebut merupakan informasi yang harus diketahui publik.
2.4.5.
Komponen Laporan Keuangan Komponen laporan keuangan antara sektor publik dan sektor swasta
pada dasarnya tidak jauh berbeda. Karena laporan keuangan sektor publik atau pemerintahan hampir seluruhnya mengadopsi dari sektor swasta. Hanya sistem dan prosedur serta kebijakan pemerintah yang mengatur laporan keuangan sektor publik yang akhirnya membuat sedikit berbeda dari sektor swasta. Pada sektor swasta lebih fleksibel, sedangkan pada pemerintahan (sektor publik) sangat kaku karena ditetapkan dan harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berikut sedikit dijelaskan mengenai komponen laporan keuangan sektor swasta dengan sektor publik berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005 dan PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
2.4.5.1.
Komponen Laporan Keuangan Perusahaan Perorangan Irsan Lubis (2008) mengungkapkan komponen laporan keuangan yang
lazim digunakan pada perusahaan perorangan dan perseroan terbatas (PT) adalah:
57
1) Laporan Laba Rugi (Income Statement), yang merupakan suatu laporan
sistematis yang menggambarkan hasil operasi perusahaan dalam suatu periode tertentu;
2) Laporan Perubahan Ekuitas (untuk perusahaan perseorangan) (Capital
Statement), laba atau rugi yang diperoleh perusahaan berpengaruh pada
jumlah modal pemilik; atau Laporan Saldo Laba (untuk perseroan
terbatas) (Retained Earning Statement) yang laba atau rugi yang dialami perusahaan berpengaruh pada jumlah laba ditahan, bukan pada modal saham; 3) Neraca (Balance Sheet), laporan yang menggambarkan posisi keuangan perusahaan, yang terdiri dari Aktiva (harta kekayaan), Kewajiban dan Modal pada suatu tanggal tertentu; 4) Laporan Arus Kas (Cash Flow Statement), laporan yang memberikan informasi arus kas perusahaan sebagai dasar menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan dan menggunakan kas; 5) Catatan atas Laporan Keuangan, umumnya terbagi atas 2 (dua) bagian, yaitu: a) Informasi Umum, meliputi nama dan alamat lengkap suatu perusahaan, dokumen perijinan, susunan pemilik atau pemegang saham, komposisi pemilikan modal, susunan pengurus dan sebagainya;
58
b) Kebijakan
Akuntansi,
meliputi
prinsip-prinsip,
dasar-dasar,
konvensi, metode, sistem dan prosedur yang digunakan manajemen
dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
2.4.5.2.
Komponen Laporan Keuangan Pemerintah Berdasarkan PP No. 24
Tahun 2005
Komponen-komponen laporan keuangan yang terdapat dalam suatu set
laporan keuangan pokok adalah: 1) Laporan
Realisasi
Anggaran;
Menyajikan
informasi
realisasi
pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu peride. Sekurang-kurangnya mencakup unsur-unsur sebagai berikut: Pendapatan; Belanja; Transfer; Surplus atau Defisit; Pembiayaan dan Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA). 2) Neraca; menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. 3) Laporan Arus Kas; menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan transaksi nonanggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu.
59
4) Catatan atas Laporan Keuangan; menyajikan informasi tentang
penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai, antara lain: a.
makro, pencapaian target Undang-Undang APBN/Perda APBD,
Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi
berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian
target; b.
Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan;
c.
Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;
d.
Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan;
e.
Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas;
f.
Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.
60
5) Selain laporan keuangan pokok tersebut di atas, entitas pelaporan
diperkenankan menyajikan Laporan Kinerja Keuangan dan Laporan
Perubahan Ekuitas.
2.4.5.3.
Komponen Laporan Keuangan Berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010
Komponen-komponen laporan keuangan yang terdapat dalam suatu set
laporan keuangan pokok adalah:
1) Laporan Realisasi Anggaran (LRA); menyajikan ikhtisa sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan. 2) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL); menyajikan informasi kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporan dibandingka dengan tahun sebelumnya. 3) Neraca; menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. 4) Laporan Operasional (LO); menyajikan ikhitisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah
pusat/daerah
untuk
kegiatan
penyeleknggaraan
pemerintahan dalam satu periode pelaporan. 5) Laporan Arus Kas (LAK); menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris yang
61
menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir
6)
kas pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE); menyajikan informasi kenaikan atau
penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.
7)
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK); meliputi penjelasan naratif
atau
rincian dari angka yang tertera dalam
Laporan Realisasi
Anggaran, Laporan Perubahan SAL, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan
Laporan Arus Kas. Catatan atas
Laporan Keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. Catatan atas Laporan Keuangan mengungkapkan/menyajikan/menyediakan halhal sebagai berikut: a. Mengungkapkan informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi; b. Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro; c. Menyajikan ikhtisar pencapaian target keuangan
selama tahun
pelaporan berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;
62
d. Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan
transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya; e. Menyajikan rincian dan penjelasan masing-masing pos yang
disajikan pada lembar muka laporan keuangan;
dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas
f. Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar
Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan; g. Menyediakan informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka
laporan
keuangan; 8) Selain laporan keuangan pokok tersebut di atas, entitas pelaporan wajib menyajikan laporan lain dan/atau elemen informasi akuntasi yang diwajibkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan (statutory reports). Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat persamaan dan perbedaan antara komponen laporan keuangan perusahaan perorangan, yang berdasarkan PP No. 24/2005 dan PP No. 71/2010. Persamaan pada ketiga laporan keuangan tersebut antara lain: Neraca, LAK, CaLK dan LPE (pada PP. No24/2005, LPE tidak bersifat wajib untuk dilaporkan). Sedangakan perbedaan ketiga laporan tersebut antara lain: pada LK perorangan yakni Laporan Laba Rugi, sedangkan pada LK Pemerintah yakni Laporan Realisasi Anggaran. Khusus pada LK
63
berdasarkan PP No. 71/2010 terdapat tambahan komponen laporan keuangan yang antara lain: Laporan Perubahan SAL dan Laporan Operasional.
2.4.6.
Prinsip Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai
ketentuan yang dipahami dan ditaati oleh pembuat standar dlam penyusunan standar akuntansi, oleh penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan dalam
melakukan kegiatannya, serta oleh pengguna laporan keuangan dalam memahami laporan keuangan yang disajikan. Berikut adalah prinsip-prinsip yang digunakan dalam pelaporan keuangan pemerintah yang diatur dalam Standar Akuntansi Pemerintahan: 1.
Basis Akuntansi Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiyaan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam Neraca. Namun dalam PP No. 71 Tahun 2010, basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis akrual untuk semua komponen laporan keuangan.
2.
Nilai Historis (Historical Cost) Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah kas dan
64
setar kas yang diharapkan untuk memenuhi kewajiban di masa yang
akan datang dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah. Nilai historis
lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang lain karena lebih
objektif dan dapta diverifikasi. Dalam hal tdak terdapta nilai historis,
dapat digunakan nilai wajar aset atau kewajiban terkait. 3.
Realisasi (Realization)
Bagi pemerintah, pendapatan yang tersedia yang telah diotorisasikan
melalui anggaran pemerintah selama suatu tahun fiskal akan digunakan untuk membayar hutang dan belanja dalam periode tersebut. Prinsip layak temu biaya-pendaptan (matching-cost against revenue principle) dalam akuntansi pemerintah tidak mendapta penekanan sebagaimana dipraktikan dalam akuntansi komersial. 4.
Substansi Mengungguli Bentuk Formal (Substance Over Form) Informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan wajar transaksi serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka transaksi atau peristiwa lain tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi, bukan hanya aspek formalitasnya. Apabila substansi transaksi atau peristiwa lain tidak konsisten/berbeda dengan aspek formalitasnya, maka hal tersebut harus diungkapkan dengan jelas dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
5.
Periodisitas (Periodicity) Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pelaporan perlu dibagi menjadi periode-periode pelaporan sehingga kinerja entitas dapat
65
diukur dan posisi sumber daya yang dimilikinya dapat ditentukan.
Periode utama yang digunakan adalah tahunan. Namun, periode
bulanan, triwulanan, dan semesteran juga dianjurkan.
6.
Konsistensi (Consistency) Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang serupa
dari periode ke periode oleh suatu entitas pelaporan (prinsip konsistensi
internal). Hal ini tidak berarti bahwa tidak boleh terjadi peubahan dari
satu metode akuntasni ke metode akuntansi yang lain. Metode akuntansi yang dipakai dapat diubah dengan syarat bahwa metode yang baru diterapkan mampu memberikan informasi yang lebih baik dibanding metode lama. Pengaruh atas perubahan penerpan metode ini diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 7.
Pengungkapan Lengkap (Full Disclosure) Laporan keuangan menyajikan secara lengakp informasi yang dibutuhkan oleh pengguna. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan dapat ditempatkan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan atau Catatan atas Laporan Keuangan.
8.
Penyajian Wajar (Fair Presentation) Laporan keuangan menyajikan dengan wajar Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Faktor pertimbangan sehat bagi penyusun laporan keuangan diperlukan ketika menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu. Ketidakpastian seperti itu diakui dengan mengungkapkan
66
hakikat serta tingkatnya dengan menggunakan pertimbangan sehat
dalam penyusunan laporan keuangan. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi
ketidakpastian sehingga aset atau pendapatan tidak dinyatakan terlalu
tinggi dan kewajiban tidak dinyatakan telalu rendah. Namun demikian,
penggunaan pertimbangan sehat tidak diperkenankan, misalnya,
pembentukan cadangan tersembunyi, sengaja menetapkan aset atau
pendapatan yang terlampau rendah, atau sengaja mencatat kewajiban atau belanja yang terlampau tinggi, sehingga laporan keuangan menajdi tidak netral dan tidak andal. (Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan: Paragraf 38-52)
2.4.7.
Pemeriksaan Laporan Keuangan Dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 juga disebutkan bahwa
laporan keuangan pemerintah harus diaudit oleh BPK sebelum disampaikan kepada pihak legislatif sesuai dengan kewenangannya. Tujuan dari pemeriksaan laporan keuangan oleh BPK adalah untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pemeriksaan BPK yang dimaksud adalah dalam rangka pemberian pendapat (opini) sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 15
67
Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa:
Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan untuk menilai kebenara, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan
(UU No. 15 Tahun 2004: Pasal 1)
Pemeriksaan
yang
dilakukan
meliputi
pemeriksaan
keuangan,
pemeriksan kinerja, dan pemerisaan dengan tujuan tertentu. Pemeriksaan keuangan, sebagaimana diatur dalam UU No. 15 Tahun 2005 Pasal 5 Ayat (1) dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan. Untuk itulah pemerintah mengeluarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara yang ditetapkan dengan Peraturan BPK No. 01 Tahun 2007. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) adalah patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dalam pernyataan Standar Pemeriksaan No. 02 mengenai Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan, ditetapkan standar pelaksanaan yaitu merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, kecurangan (fraud), serta ketidakpatuhan (abuse). Pernyataan Standar Pemeriksaan No. 02 Paragraf 19 menyatakan: Pemeriksa harus merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna mendeteksi salah saji material yang disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan. Jika inforamsi tertentu menjadi perhatian pemeriksa, diantaranya informasi tersebut memberikan bukti yang berkaitan dengan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh material tetapi tidak langsung berpengaruh terhadap
68
kewajaran penyajian laporan keungan, pemeriksa harus menerapkan prosedur pemeiksaan tambahan untuk memastikan bahwa penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan telah atau
Dengan demikian laporan keuangan pemerintah haurs diperiksa
berdasarkan
standar
pemeriksaan
untuk
menilai
kualitas
laporan
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan pemerintah. Laporan keuagnan
tersebut setelah diaudit oleh BPK perlu disesuaikan berdasarkan temuan audit
dan/atau koreksi lain yang dihauskan oleh SAP. Laporan keuangan yang telah di audit dan telah diperbaiki itulah yang selanjutnya diusulkan oleh Pemerintah Daerah dalam suatu rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan laporan keuangan pemerintah daerah untuk dibahas dengan dan disetujui oleh DPRD. Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2004 terdapat 4 (empat) jenis Opini yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) atas pemeriksaan laporan keuangn pemerintah, yakni sebagai berikut: a.
Opini Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion) Opini ini menyatakan bahwa laporan keuangan telah disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material dan informasi keuangan dalam laporan keuangan dapat digunakan oleh para pengguna laporan keuangan
b. Opini Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion); Opini ini menyatakan bahwa laporan keuangan telah disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan,
69
sehingga informasi keuangan dalam laporan keuangan yang tidak
dikecualikan dalam opini pemeriksa dapat digunakan oleh para
pengguna laporan keuangan.
c.
Opini Tidak Wajar (Adversed Opinion); Opini ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak disajikan dan
diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material, sehingga
informasi keuangan dalam laporan keuangan tidak dapat digunakan
oleh para pengguna laporan keuangan. d. Pernyataan Menolak Memberikan Opini atau Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion) Opini ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak dapat diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan. Dengan kata lain, pemeriksa tidak dapat memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, sehinga informasi keuangan dalam laporan keuangan tidak dapat digunakan oleh para pengguna laporan keuangan.
2.4.8.
Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan Karakteristik keuangan dihasilkan dari peoses akuntasni keuangan dan
merupakan media untuk mengkomunikasikan informasi keuangan kepada pihakpihak eksternal yang menaruh perhatian kepada badan atau organisasi pembuat laporan serta aktivitas-aktivitasnya. Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat
70
memenuhi tujuannya (Tanjung, 2008:11-12). Karakteristik sesuai Kebijakan Akuntansi Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang mengacu pada Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) berikut merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar
laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki, yakni:
1) Relevan; 2) Andal; 3) Dapat dibandingkan; dan 4) Dapat dipahami.
1)
Relevan
Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang
termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna
dengan
membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini dan memprediksi masa depan serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. Dengan demikian informasi laporan keuangan yang relevan dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya.Informasi yang relevan antara lain: (a) Memiliki manfaat umpan balik (feedback value) Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan alat mengoreksi ekspektasi mereka di masa lalu. (b) Memiliki manfaat prediktif (predictive value) Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini. (c) Tepat waktu Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna dalam Pengambilan keputusan. (d) Lengkap
71
Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap mungkin
yaitu mencakup semua informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi
Pengambilan keputusan. Informasi yang melatarbelakangi setiap butir
informasi utama yang termuat dalam laporan keuangan diungkapkan
dengan jelas agar kekeliruan dalam penggunaan informasi tersebut
dapat dicegah.
2)
Andal Informasi Dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang
menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Informasi yang andal memenuhi karakteristik: (a) Penyajian Jujur Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan. (b) Dapat Diverifikasi (verifiability) Informasi yang disajikan Dalam laporan keuangan dapat diuji, dan apabila pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya tetap menunjukkan simpulan yang tidak berbeda jauh. (c) Netralitas Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada kebutuhan pihak tertentu.
72
3) Dapat dibandingkan
Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna
jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode Sebelumnya atau
laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan dapat
dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal dapat dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang tahun
diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila entitas pemerintah akan menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik daripada kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan tersebut diungkapkan pada periode terjadinya perubahan. 4) Dapat dipahami Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna. Untuk itu, pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi entitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk mempelajari informasi yang dimaksud.
2.5.
Perumusan Model Penelitian dan Hipotesis Perumusan model penelitian berisi teori, hasil-hasil penelitian terdahulu
yang relevan sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis. Jika penelitian merupakan penelitian komparatif, maka perumusan model penelitian berisi
73
tentang perbandingan antar variabel berdasasrkan teori atau hasil penelitian sebelumnya, sedangkan jika penelitian bersifat korelasional maupun kausal maka
perumusan model penelitian berisi hubungan korelasional maupun hubungan
kausal antar variabel. Jika penelitian tidak menggunakan hipotesis maka bagian
ini hanya berisi telaah teori yang relevan untuk menjelaskan permasalahan yang akan dipecahkan melalui penelitian (Pedoman Tugas Akhir Polban, 2011).
2.5.1.
Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan kaitannya antara aset
tetap dengan kualitas laporan keuangan seperti yang telihat pada tabel berikut dibawah ini: Tabel. 2.3 Beberapa Penelitian Terdahulu
Peneliti Totok Supriono
Tahun Judul 2008 Hubungan Manajemen Aset dengan Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Klaten.
Dora Detista
2008
Hubungan Pengelolaan Aset Daerah dengan Kualitas Laporan Keuangan pada Pemerintah Daerah Kab. Sorong.
Dika Juasartika
2009
Tinjauan Perlakuan Akuntansi Peratalan dan Mesin berdasarkan PSAP No. 07 pada
Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara manajemen aset dengan kualitas laporan keuangan pada Pemerintah Daerah Klaten. Sebesar 41,3% kualitas laporan keuangan ditentukan oleh pengelolaan aset daerah. Sisanya 58,7% ditentukan oleh faktor lain. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan Dinas Pekerjaan Umum
74
Mutiara Karina
2010
Yesni Agusniaty 2011 Turnip
Dinas Pekerjaan Umum Kab. Sumedang sudan Kab. Sumedang menerapkan PSAP No. 07. Pengaruh Perlakuan Hasil dari penelitian Akuntansi Investasi menunjukkan bahwa terhadap Kualitas perlakuan akuntasni Laporan Keuangan investasi memiliki Pemerintah Provinsi pengaruh signifikan Jawa Barat (44%) terhadap kualitas laporan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Pengaruh Perlakuan Hasil dari penelitian Akuntansi Aset Tetap menunjukkan bahwa terhadap Kualitas perlakuan akuntansi Laporan Keuangan aset tetap berpengaruh Pemerintah Daerah signifikan terhadap Kota Bandung) kualitas laporan keuangan Pemerintah Kota Bandung.
Dari penelitian-penelitian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hampir seluruhnya menunjukan bahwa aset tetap berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan serta mempunyai hubungan yang positif dan sangat signifikan.
2.5.2.
Kerangka Pemikiran Uma Sekaran dalam Sugiyono (2010:88) mengemukakan bahwa
kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Berdasarkan teori-teori di atas mengenai Akuntansi Aset Tetap dan Aset pada Neraca di Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dapat kita gambarkan bahwa dalam rangka tata pemerintahan yang baik (Good Government Governance) khususnya pengelolaan keuangan negara dalam menghasilkan
75
laporan keuangan yang relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami, pemerintah menerbitkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yakni Nomor 24
Tahun 2005 sebagai pedoman dalam penyusunan LKPD tersebut.
SAP tersebut diperjelas oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri yang
kemudian pemerintah daerah membuat kebijakan akuntansi pemerintah daerah masing-masing yang berpedoman pada SAP yang telah ditetapkan.
Dalam SAP terdapat standar akuntansi aset tetap yakni PSAP Nomor 07
tentang Akuntansi Aset Tetap. Karena aset tetap merupakan akun (pos) yang mempunyai nilai materil sangat besar, maka kedudukannyapun dalam LKPD sangat signifikan. Oleh karena itu nilai aset tetap mempunyai hubungan yang signifikan dengan LKPD dan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap LKPD. Hal tersebut ditunjukkan dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI dari tahun 2006 s.d 2010 bahwa permasalahan aset tetap disebabkan terdapatnya aset tetap yang tidak dapat ditelusuri keberadaannya secara fisik maupun dokumen yang dapat menjelaskan keberadaan aset
tersebut. Sehingga menjadi catatan yang
dikecualikan dalam pemberian opini BPK. Dari literatur di atas peneliti berasumsi bahwa pengelolaan aset tetap belum sepenuhnya baik, dan hal tersebut disebabkan faktor-faktor yang akan di analisis pada penelitian ini. Dengan demikian peneliti mencoba menggali masalah-masalah tersebut pada penelitian ini dalam evaluasi penerapan PSAP No. 07 tentang Akuntansi Aset Tetap serta implikasinya terhadap peningkatan kualitas laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2006 s.d 2010.
76
Dari beberapa hasil penelitian sebelumnya dan uraian kerangka
pemikiran, maka skema kerangka pemikiran dan paradigma pemikiran dapat
digambarkan seperti berikut dibawah ini:
Bagan Kerangka Pemikiran
Good Governance (Pemerintahan Yang Baik)
PP RI No. 24 Tahun 2005 ttg SAP Kebijakan Akuntansi Daerah
Standar Akuntansi Pemerintahan: 1. 2. 3. 4. 5.
Akuntabilitas; Manajemen; Transparansi; Keseimbangan Antar Generasi (Intergenerational Equity); dan Evaluasi Kinerja
Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah: 1. 2. 3. 4.
Relevan; Andal; Dapat Dibandingkan; dan Dapat Dipahami.
Pengelolaan Aset Tetap berdasarkan PSAP No. 07 tentang Akuntansi Aset Tetap
Evaluasi Penerapan PSAP No. 07 tentang Akuntansi Aset Tetap Serta Implikasinya Terhadap Peningkatan Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD TA 2006 2010) Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran
77
Berikut paradigma pemikiran hubungan jumlah aset tetap dengan total
aset tetap dan pengaruh dari jumlah aset tetap terhadap total aset.
X
Y
Gambar 2.2 Paradigma Pemikiran (Hubungan Jumlah Aset Tetap dengan Total Aset)
X
Y
Gambar 2.3 Paradigma Pemikiran (Pengaruh Jumlah Aset Tetap terhadap Total Aset)
Keterangan: X = Jumlah Aset Tetap Pemerintah Provinsi Jawa Barat Y = Total Aset Pemerintah Provinsi Jawa Barat
2.6.
Hipotesis
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah
!
Hipotesis
dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teoriteori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh
78
melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum pada jawaban yang empirik.
2.6.1.
Hipotesis Deskriptif Hipotesis deskriptif merupakan jawaban sementara terhadap masalah
deskriptif, yaitu yang berkenaan dengan variabel mandiri, baik satu variabel maupun lebih (Sugiyono, 2010:97).
Dengan diberlakukannya PP No. 24 Tahun 2005 khususnya PSAP No.07 tentang Akuntansi Aset Tetap diharapkan dapat meningkatkan sistem pengelolaan akuntansi aset tetap sehingga lebih baik dan lebih berkualitas. Aset tetap merupakan akun yang bernilai materil sangat besar, sehingga dalam pengelolaannyapun harus profesional dan akuntabel. Sehingga hipotesis yang dapat diambil adalah dengan pengelolaan aset tetap yang baik dan benar serta sesuai standar maka akan menghasilkan kualitas laporan keuangan pemerintah daerah yang baik pula.
2.6.2.
Hipotesis Asosiatif Hipotesis Asosiatif adalah jawaban sementara terhadap rumusan
masalah asosiatif, yaitu yang menanyakan hubungan antara dua varibel atau lebih (Sugiyono, 2010:100). Karena aset tetap merupakan akun yang bernilai materil sangat besar sehingga hubungan dan pengaruhnya dengan total aset pada laporan keuangan sangat kuat. Oleh karena itu dapat diambil hipotesis asosiatif sebagai berikut:
79
Untuk hipotesis uji hubungan maka, hipotesis asosiatif adalah sebagai
berikut:
Ho : = 0 Artinya, tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara Jumlah Aset Tetap dengan Total Aset LKPD.
Ha :
0 Artinya, terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara Jumlah Aset Tetap dengan Total Aset LKPD.
Untuk hipotesis uji pengaruh maka, hipotesis asosiatif adalah sebagai
berikut: Ho : = 0 Artinya, Jumlah Aset Tetap tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Total Aset LKPD. Ha :
0 Artinya, Jumlah Aset Tetap memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Total Aset LKPD.