9
BAB II LANDASAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Menulis Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Sugono,2008:1744) dinyatakan bahwa menulis memiliki pengertian; (1) membuat huruf, angka, dan sebagainya dengan pena atau pensil, kapur, dan sebagainya, (2) melahirkan pikir atau perasaan seperti mengarang, membuat surat dan sebagainya. Selain itu, menulis sering disamakan dengan istilah ekspresi tulis yang memiliki padanan writing dalam bahasa Inggris. Menulis adalah mengekspresikan pikiran dan perasaan kedalam lambanglambang tulisan (Depdikbud: 2003: 986). Sementara Tarigan (dalam Rasuna, 2005:46) memberikan pengertian bahwa menulis adalah kemampuan menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dapat dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut jika mereka memahami bahasa dan gambaran grafik yang dituliskan. Hariadi (dalam Rasuna, 2005: 46) memberi pengertian bahwa menulis adalah menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan baik. Menurut
Soeparno
(2004:12)
menulis
adalah
kegiatan
seseorang
mengungkapkan ide, pikiran, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman- pengalaman 9
10
hidupnya dalam bahasa tulis yang jelas, runtut, ekspresif, enak dibaca dan bisa dipahami orang lain. Maka dari itu, tulisan atau karangan mempunyai teknis pengungkapan yang komunikatif dan menunjukkan kerangka berpikir rasional. Kegiatan menulis sangat mementingkan unsur pikiran, penalaran, dan data faktual karena itu wujud yang dihasilkan dari kegiatan menulis berupa tulisan ilmiah atau nonfiksi. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan kemampuan seseorang menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis dengan memanfaatkan struktur bahasa dan kosa kata sehingga menghasilkan tulisan yang runtut, ekspresif dan mudah dipahami untuk mengungkapkan ide, pikiran atau gagasan kepada orang lain. Selain itu menulis adalah mengantarkan sesuatu secara tertulis dengan menggunakan bahasa terpilih dan tersusun (Rusyana dalam Cahyani, 2006:97). Ahmadi (dalam Cahyani, 2006: 97) mendefinisikan bahwa menulis sebagai suatu proses menyusun, mencatat, dan mengkomunikasikan makna dalam tataran ganda,bersifat interaktif dan diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan sistem tanda-tanda konvensional yang dapat dibaca. Kegiatan menulis merupakan kegiatan untuk mengungkapkan segala sesuatu yang ada dalam pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain dalam bentuk tulisan. Konsep ini mencakupi kegiatan menggunakan bahasa tulis, seperti membuat karangan cerita, mengungkapkan pengalaman, menulis surat baik huruf tegak bersambung maupun tidak resmi.
11
Dalam menulis diperlukan adanya suatu bentuk ekspresi gagasan yang berkesinambungan dan mempunyai urutan logis dengan menggunakan kosakata dan tatabahasa tertentu atau kaidah kebahasaan yang digunakan sehingga dapat menggambarkan atau menyajikan informasi yang diekspresikan secara jelas. Itulah sebabnya untuk terampil menulis diperlukan latihan dan praktik yang terusmenerus dan teratur. Menulis merupakan proses bernalar. Untuk menulis mengenai suatu topik penulis harus berpikir, menghubungkan berbagai fakta, membandingkan, dan sebagainya. Ketika penulis berpikir, dalam benak penulis timbul serangkaian gambaran tentang sesuatu yang tidak hadir secara nyata. Kegiatan ini tidak terkendali terjadi dengan sendirinya dan tanpa kesadaran. Kegiatan yang lebih tinggi dilakukan secara sadar, tersusun dalam urutan yang saling berhubungan, dan tujuan untuk sampai pada suatu simpulan. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis adalah proses bernalar untuk menuangkan gagasan dengan menggunakan kosakata dan kaidah kebahasaan dalam bentuk tulis yang disampaikan pada orang lain secara tidak langsung. Mengacu pada proses pelaksanaannya, menulis merupakan kegiatan yang dapat dipandang sebagai: (1) suatu keterampilan, (2) proses berpikir dan bernalar, (3) kegiatan transformasi, (4) kegiatan berkomunikasi, dan (5) sebuah proses. Sebagai suatu keterampilan, menulis perlu dilatihkan secara rekursif dan ajek. Hal ini akan memberi kemungkinan lebih besar bagi siswa untuk memiliki keterampilan menulis yang lebih baik (Iskandarwassid, 2008: 193).
12
Menulis sebagai istilah teknis tentulah memiliki cakupan pengertian yang berbeda dengan menulis sebagai istilah umum, meski kenyataan istilah umum itu kadang-kadang tercakup pula dalam pengertian istilah teknis atau sebaliknya. Hal tersebut tampak pada pengkategorian men lis (dalam rang kegiatan pembelajaran) yang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu menulis permulaan dan menulis Ianjut. Menulis permulaan lebih mengacu pada menulis sebagai pengertian umum, dan menulis lanjut lebih mengacu pada pengertian khusus yang bersinonim dengan mengarang (Baradja, dalam Kusman, 2005: 11). Tarigan (dalam Kusman 2005: 13) memberikan batasan bahwa menulis merupakan kegiatan menurunkan atau melukiskan lambang-lambang gratis yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca dan memahami lambang-lambang tersebut. Sementara itu, Byrne mennyatakan bahwa menulis atau mengarang pada hakikatnya bukanlah sekedar melukiskan simbol-simbol gratis sehingga berbentuk kata, dan kata-kata dirangkai menjadi kalimat menurunkan kaidah tertentu, melainkan merupakan kegiatan menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat- kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas, sehingga buah pikiran itu dapat dikomunikasikan kepada para pembaca dengan baik. Batasan terakhir ini agaknya tidak lagi mengaitkan kegiatan menulis dengan sekedar kegiatan "menggambar huruf atau angka" melainkan telah bersifat khusus. Kegiatan menulis merupakan kegiatan yang terkait dengan pikiran atau ide, dan penuangan dengan alur pikiran tertentu melalui bentuk bahasa tulis sehingga pikiran atau ide itu dapat dipahami oleh orang lain sebagai pembacanya.
13
Oleh karena itu, peranan jalan pikiran sangat penting, keterlibatan pikiran dalam menulis benar-benar tidak dapat diabaikan. Tulisan sedikit banyak dapat memberikan gambaran bagaimana jalan pikiran penulisannya. Penulis haruslah dipandang sebagai teknologi pengungkapan pikiran dengan sistem tertentu, baik sistem sosial umum, maupun sistem sosial yang berlaku di masyarakat pemakai bahasa itu. Batasan menulis yang tidak jauh berbeda dengan batasan Byrne dibuat oleh Widodo (2003: 18), yang mengungkapkan secara bebas batasan menulis yang dibuat oleh Cobert. Ia menyatakan bahwa menulis sebagai padan mengarang memiliki
pengertian
keseluruhan
rangkaian
kegiatan
seseorang
dalam
mengungkapkan gagasan atau ide yang disampaikan melalui bahasa tulis untuk dipahami. Kegia menulis hanya dapat dilakukan atau dikuasai oleh seseorang melalui kegiatan belajar, dan kekhasannya antara lain (1) peristiwa komunikasi melalui bahasa tulis tidak berada dalam satu kekatuan waktu dan konteks 2) mengedit atau merevisi tulisannya, (3) menulis terkait dengan genre dan gaya, (4) auditory imagery pada berbicara seperti intonasi, aksen, jeda, volume suara, kecepatan suara, kualitas suara, hanya tergambar sedikit dalam bahasa tulis melalui tanda baca atau pungtuasi (Chafe, dalama Kusman 2005:13). Menulis dapat dipandang sebagai suatu proses dan suatu produk atau hasil. Menulis sebagai suatu proses berupa pengolahan ide at u gagasan untuk dikomunikasikan dan pemilihan jenis wacana tertentu yang sesuai atau tepat dengan situasi dan konteksnya. Cobert dan Burke (1971) menyatakan bahwa proses menulis meliputi tahapan (1) pengolahan ide atau gagasan, (2) penataan
14
kalimat, (3) pengembangan paragraf, (4) pengembangan karangan dalam jenis wacana tertentu. Penataan ide atau gagasan memerlukan keterlibatan penalaran atau pikiran, dan pengembangan suatu gagasan menjadi rinci, mengumpulkan bukti atau fakta itu pada dasarnya merupakan proses penalaran. Menulis sebagai produk tentulah mengacu pada bentuk wacana yang dihasilkan. Hasil kegiatan menulis itu dapat berupa narasi, deskripsi, persuasi atau hortatori, esai ataupun argumentasi. Untuk dapat menulis wacana yang komunikatif idealnya setiap penulis tentunya harus menguasai sejumlah pengetahuan dan kemampuan yang dipersyaratkan. Keterampilan menulis, menurut Hegde (1989) mencakup tata bahasa, kosa kata pungtuasi yang bermakna, perwajahan, ejaan yang akurat, penggunaan berbagai struktur untuk menampilkan gaya, menghubungkan ide, informasi antar kalimat atau lintas kalimat untuk mengembangkan topik, den mengembangkan atau mengorganisasi isi secara jelas dan tepat. Pengorganisasi isi secara jelas akan dapat menunjukkan bagaimana orang atau penulis berpikir. Hal itu dapat dipahami karena menulis memang memerlukan sejumlah keterampilan intelek, informasi verbal, dan strategi kognitif. Sementara itu , Raimes (dalam Kusman 2005: 15) mengidentifikasi aspek wawasan yang mendukung keterampilan menulis, antara lain gramatika, sintaksis, isi, proses, pembaca, tujuan, pilihan kata, organisasi. Pembelajaran menulis mestilah dirancang dan dilaksanakan secara terprogram, sehingga memiliki arah dan tujuan yang jelas. Pilihan pendekatan pembelajaran menulis perlu didasari pertimbangan edukatif dalam rangka
15
pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Oleh karena itu, ragam bahasa, topik atau tema yang diangkat dalam kegiatan pembelajaran menulis pun perlu diseleksi atau dipilih sesuai dengan kebutuhan pembelajarannya. Pembelajaran menulis tidak lagi dilakukan dengan sekedarnya, tetapi harus dilakukan secara proporsional. Hal itu disebabkan oleh adanya pemikiran bahwa kegiatan
menulis itu sebenamya bukanlah
sekedar menggoreskan atau
menggambar huruf, tetapi menulis benar-benar melibatkan banyak aspek, baik aspek bahasa maupun nonbahasa, termasuk di dalamnya pikiran penulis itu sendiri. Tulisan seseorang dapat menggambarkan apa dan bagaimana jalan pikiran penulisnya. Seorang penulis sebelum mengungkapkan pikiran, ide atau gagasannya, tentulah telah memikirkan sesuatu dalam benaknya. 2.1.2
Tujuan Menulis Pembelajaran menulis merupakan salah satu pembelajaran yang sangat
penting diajarkan sejak dini. Tanpa memiliki kemampuan menulis yang memadai sejak dini anak sekolah dasar akan mengalami kesulitan belajar pada masa selanjutnya (Rusyana dalam Suyatinah 2003:129). Kemampuan menulis ini juga berkaitan erat dengan budaya industrial yang merupakan salah satu tuntutan pembangunan nasional pada masa yang akan datang. Budaya industrial menuntut anggota masyarakatnya memiliki wawasan, sikap dan berbagai kemampuan yang cocok untuk budaya tersebut (Akhadiah 2004). Pelajaran menulis awal harus dikuasai pembelajar sekolah dasar terutama pada awal pelajaran mereka (di kelas 1). Karena itulah kedudukan pelajaran menulis awal sangatlah penting di sekolah dasar. Penguasaan (mastery) dari pelajaran menulis
16
awal menjadi salah satu faktor penting keberhasilan penguasaan pelajaran lainnya. Sebaliknya kegagalan pelajaran menulis awal akan berakibat pada kegagalan penguasaan pelajaran lainnya (Iswara, 2011: 1)
Ironisnya sampai saat ini masih saja dijumpai persepsi atau anggapan dari kalangan masyarakat maupun dari siswa sendiri, bahwa menulis itu sulit. Hasil penelitian Darmadi (2004:4) di kalangan masyarakat ada suatu kepercayaan yang menyatakan bahwa seorang yang mempunyai bakat menulis rata-rata genius, dengan kegeniusannya itu tulisan yang dihasilkannya pun akan selalu bagus. Setiap melakukan sesuatu pasti ada tujuan tertentu yang hendak kita capai. Begitu juga dengan kegiatan menulis. Tujuan kegiatan menulis adalah menyampaikan ide, gagasan atau buah pikiran melalui bahasa tulis. Tujuan lain dari kegiatan menulis adalah untuk menyampaikan informasi secara tertulis kepada orang lain atau umum. Hugo (dalam Rasuna 2005: 46) menyebutkan bahwa tujuan kegiatan menulis ada tujuh, yaitu assigment purpose (tujuan penugasan), altruistic purpose (tujuan altruistik), persuasive purpose (tujuan persuasif), informational purpose (tujuan informasional,tujuan penerangan), self ekspressive purpose (tujuan pernyataan diri), creative purpose (tujuan kreatif), dan problem solving purpose (tujuan pemecahan masalah). Kegiatan menulis dengan tujuan penugasan (assigment purpose) jika penulis melakukan kegiatan menulis karena adanya tugas, bukan atas kemauan sendiri. Contoh kegiatan menulis yang memiliki tujuan penugasan adalah para siswa yang merangkum buku karena tugas dari guru, sekretaris yang ditugaskan
17
membuat laporan atau notulen rapat. Mereka melakukan kegiatan menulis tetapi bukan karena kemauan sendiri. Tujuan altruistik yaitu menulis untuk menyenangkan para pembaca sehingga dapat menghilangkan kedukaan para pembaca, menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya. Penulis ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu. Tujuan altruistik adalah kunci keterbacaan suatu tulisan. Seseorang tidak akan dapat menulis secara tepat guna kalau dia percaya, baik secara sadar maupun tidak sadar bahwa pembaca sebagai penikmat karyanya adalah lawan atau musuh. Menulis dengan tujuan persuasive
akan menghasilkan tulisan yang
mampu meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan. Akan tetapi banyak penulis yang melakukan kegiatan menulis dengan tujuan memberi informasi atau keterangan/ penerangan kepada para pembaca maka tulisan yang dihasilkan berupa paparan atau deskripsi. Tujuan lain dari kegiatan menulis yaitu pernyataan diri. Penulis ingin memperkenalkan diri sang pengarang melalui tulisan yang ditulis sehingga pembaca dapat mengetahui atau mengenalnya dengan jelas.Tujuan lain yang erat hubungannya dengan tujuan pernyataan diri yaitu tujuan kreatif atau kreatif purpose. Akan tetapi keinginan kreatif di sini melebihi pernyataan diri, dan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik atau seni yang ideal, seni yang menjadi idaman. Hasil dari kegiatan ini berupa tulisan-tulisan dengan nilai artistik dan mengandung nilai kesenian.
18
Selain tujuan-tujuan di atas, terkadang penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi dengan menulis. Melalui tulisannya, penulis ingin menjelaskan, menjernihkan serta menjelajahi dan meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh pembaca. Kegiatan menulis seperti ini memiliki tujuan memecahkan masalah (problem solving). Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa kegiatan menulis memiliki tujuan yang beragam. Oleh karena itu, kegiatan menulis menghasilkan beragam jenis tulisan sesuai dengan maksud dan tujuan penulis. Setiap jenis tulisan memiliki tujuan yang beranekaragam, yaitu memberitahukan atau mengajar, meyakinkan atau mendesak, menghibur atau menyenangkan, mengutarakan atau mengekspresikan perasaan dan emosi yang berapi-api. Tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan atau mengajar disebut wacana informatif (informative discourse). Melalui tulisan, penulis bertujuan ingin memberitahu atau mengajarkan sesuatu kepada pembaca sehingga pembaca menjadi tahu mengenai sesuatu yang disampaikan oleh penulis. Tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan atau mendesak disebut wacana persuasif (persuasive discourse). Melalui tulisan, pengarang bertujuan ingin meyakinkan pembacanya akan kebenaran gagasan yang disampaikan sehingga pembaca dapat dipengaruhi dan merasa yakin akan gagasan penulis. Tulisan yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan
19
estetik disebut tulisan literer atau wacana kesastraan (literary discourse). Penulis bertujuan untuk menyenangkan dan menghindarkan kedukaan para pembaca. Melalui tulisan, penulis ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, serta membuat hidup para pembaca lebih mudah dan menyenangkan dengan karyanya itu. Tulisan yang mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat atau berapi-api disebut wacana ekspresif (ekspresive discourse). Melalui tulisan, penulis bertujuan untuk mengekspresikan perasaan dan emosi agar pembaca dapat memahami makna yang ada dalam tulisan. Menurut Resmini (2009:202), tujuan menulis adalah agar tulisan yang dibuat dapat dibaca dan dipahami oleh orang lain yang mempunyai kesamaan pengertian terhadap bahasa yang dipergunakan. Dengan demikian, kemampuan menulis menjadi salah satu cara berkomunikasi karena dalam pengertian tersebut muncul satu kesan adanya pengiriman dan penerimaan pesan. Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis mempunyai tujuan untuk memberitahukan atau mengajar, meyakinkan atau mendesak, menghibur atau menyenangkan, mengutarakan atau mengekspresikan perasaan dan emosi yang berapi-api agar dipahami oleh orang lain. Hugo (dalam Tarigan 2009: 98) menyebutkan bahwa tujuan kegiatan menulis ada tujuh, yaitu assigment puspose (tujuan penugasan), altruistic purpose (tujuan altruistik), persuasive purpose (tujuan persuasif), informational purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan), self ekspressive purpose (tujuan
20
pernyataan diri), creative purpose (tujuan kreatif), dan problem solving purpose (tujuan pemecahan masalah). Dalam kurikulum KTSP, mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia kelas II SD semester II, standar kompetensi untuk kemampuan menulis adalah menulis tegak bersambung dengan garis bernomor yang baik dan benar serta memperhatikan penggunaan huruf. Dari standar kompetensi tersebut, salah satu indikator yang harus dikuasai siswa, yaitu kemampuan menulis huruf tegak bersambung dengan menggunakan garis bernomor. 2.1.3
Manfaat Menulis Salah satu cermin kepribadian seseorang dapat dilihat dari cara berbahasa,
baik lisan maupun tulisan. Seseorang dapat dikatakan mempunyai “kepribadian kuat”, manakala dalam berbicara atau menulis untuk mengungkapkan sesuatu bersifat sistematis, runtut dan mudah dipahami. Oleh karena itu, pendidikan bahasa menjadi diperlukan sebagai salah satu upaya membentuk kepribadian seseorang. Hanya saja dalam mengajarkan berbahasa kepada anak harus memperhatikan tingkat kemampuan. Dalam konteks belajar berbahasa aspek menulis pada anak, pertama tama harus dimulai dari yang paling dasar. Mulai dari menebalkan garis, menjiplak gambar, membuat lingkaran, menulis huruf dan angka, mencontoh kata dan kalimat sederhana dan sebagainya. Kemudian dilanjutkan dengan berlatih menulis kalimat melalui dikte, menulis deskripsi gambar dan menulis puisi anak dengan huruf tegak bersambung. Setelah itu berlatih menulis untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam berbagai bentuknya.
21
Menurut Tarigan (dalam Subchi, 2003: 7) manfaat utama menulis adalah sebagai alat komunikasi. Manfaat menulis menurut Subchi ( 2003: 7) adalah: 1) memudahkan siswa untuk berpikir kreatif, 2) mengembangkan kemampuan bernalar, 3) mengembangkan kemampuan berkomunikasi, 4) mengungkapkan pikiran dan perasaan, 5) menyusun urutan berbagai pengalaman. Banyak sekali manfaat atau keuntungan yang dapat diperoleh dari kegiatan menulis. Menurut Akhadiah (dalam Mukhtar, 2007: 74) ada delapan manfaat yang dapat dirasakan dari kegiatan menulis, yaitu: Pertama, melalui kegiatan menulis, penulis dapat mengenali kemampuan dan potensi dirinya. penulis dapat mengetahui sampai di mana pengetahuannya mengenai suatu topik karena menulis berarti mengembangkan suatu topik tertentu dan proses pengembangan tersebut membutuhkan kemampuan berpikir dan menggali pengetahuannya. Kedua, penulis dapat terlatih mengembangkan berbagai gagasan. Seorang penulis harus bernalar, menghubungkan serta membanding-bandingkan fakta untuk mengembangkan berbagai gagasannya. Manfaat yang ketiga yaitu, penulis dapat lebih banyak menyerap, mencari serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang ditulis. Penulis juga dapat memperluas wawasan penulisan secara teoretis mengenai fakta-fakta yang berhubungan. Keempat, penulis dapat terlatih dalam mengorganisasikan gagasan secara sistematis kemudian mengungkapkannya secara tersurat. Dengan demikian, melalui tulisannya penulis dapat menjelaskan permasalahan yang semula masih samar menjadi lebih jelas dan dimengerti oleh pembaca.
22
Kelima, penulis akan dapat meninjau serta menilai gagasannya sendiri secara lebih objektif. Keenam, dengan menulis sesuatu di atas kertas, penulis akan lebih mudah memecahkan permasalahan karena dapat menganalisis tulisan tersebut secara tersurat dalam konteks yang lebih konkret. Manfaat yang ketujuh adalah dengan menulis akan mendorong kita untuk terus belajar secara aktif. Penulis menjadi penemu sekaligus pemecah masalah, bukan sekedar penyadap informasi dari orang lain. Manfaat yang terakhir yaitu, menulis akan membiasakan kita berfikir serta berbahasa secara tertib dan teratur jika kegiatan menulis tersebut dilakukan secara terencana. Manfaat menulis menurut Cahyani (2006: 102) diantaranya, yaitu: 1) mengetahui kemampuan dan potensi diri serta pengetahuan tentang topik yang dipilih. Dengan mengembangkan topik itu, maka terpaksa berpikir, menggali pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dibawah sadar, 2) dengan mengembangkan berbagai gagasan, penulis terpaksa bernalar, menghubunghubungkan serta membandingkan fakta-fakta yang mungkin yang tidak pernah dilakukan kalau tidak menulis, 3) lebih banyak menyerap, mencari serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang ditulis. 2.2 Proses Menulis Dalam pelaksanaan pembelajaran menulis, setiap guru hendaknya memahami karakteristik keterampilan menulis karena ini sangat menentukan ketepatan penyusunan perencanaan, pelaksanaan, maupun penilaian. Tanpa memahami
23
karakteristik keterampilan menulis, guru akan mengalami kesulitan menyusun perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran menulis yang akurat. Pembelajaran menulis yang baik lebih mengedepankan latihan-latihan langsung daripada penjelasan-penjelasan konseptual. Melalui latihan-latihan secara bertahap, akan dikuasai keterampilan dasar menulis yang lebih kompleks. Adapun tema-tema atau ide-ide tulisan pilihlah tema peristiwa, kejadian, fenomena yang paling dekat dengan siswa. Proses menulis (writing process) merupakan suatu pendekatan untuk mengamati pembelajaran menulis yang penekanannya bergeser dari produk pada proses penuangan apa yang dipikir dan ditulis siswa. Proses menulis bukan linear melainkan rekursif (berulang) (Resmini, 2009: 194). Dengan demikian, kegiatan menulis dilakukan melewati proses yang selesai dalam satu kali atau beberapa kali pengulangan dengan tingkat penekanan yang berbeda selama setiap tahapannya. Proses menulis yang terdiri dari tahapan-tahapan mulai dari pramenulis sampai kegiatan publikasi merupakan kegiatan yang sifatnya fleksibel dan tidak kaku. Pada saat satu tahapan telah dilakukan dan tahap selanjutnya akan dikerjakan, siswa dapat kembali pada tahap sebelumnya. Sebagaimana juga dikemukakan Rofi’uddin (dalam Resmini,2009: 194)
bahwa menulis dapat
dipandang sebagai rangkaian aktivitas yang bersifat fleksibel. Pada saat menulis siswa perlu mendapat bimbingan dalam memahami dan menguasai cara mentransfer pikiran ke dalam tulisan. Oleh karen itu pembinaan yang diberikan oleh guru pada saat proses menulis berlangsung mulai dari tahap awal sampai tahap melahirkan produk tulisan sangat diperlukan.
24
Combs (dalam Resmini, 2009:200) mengidentifikasi sejumlah cara yang dapat dilakukan dalam program pembelajaran menulis yang mengajak siswa untuk melakukan beberapa hal dalam proses menulisnya. Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh siswa berkaitan dengan proses menulis adalah; 1) menyimpan memori dari dunia pengalamannya, 2) mengumpulkan kembali ingatan atau pengalamannya, 3) mengkreasikan kembali memori dan pengalaman pertama, 4) menyusun kembali ide-ide dengan menghadirkan persepsi dari pengalaman keduanya, 5) menampilkan kembali hal-hal yang telah diketahui sekarang yang sebelumnya belum diketahui dalam berbagai cara. Berkaitan dengan menulis tegak bersambung, maka pembelajaran menulis di kelas II yang bertujuan mengarahkan siswa agar memiliki kemampuan menulis, maka dilaksanakan oleh guru dalam bentuk pembelajaran yang menekankan pada kegiatan menulis pada proses. Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan menulis. Namun, pada prinsipnya dapat dikategorikan dalam dua faktor yakni faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal di antaranya belum tersedia fasilitas pendukung, berupa sarana untuk menulis dan lingkungan. Faktor internal mencakup faktor psikologis dan faktor teknis. Yang tergolong faktor psikologis di antaranya faktor kebiasaan atau pengalaman yang dimiliki. Semakin terbiasa menulis maka kemampuan dan kualitas tulisan akan semakin baik. Faktor lain yang tergolong faktor psikologis adalah faktor kebutuhan. Faktor kebutuhan kadang akan memaksa seseorang
25
untuk menulis. Seseorang akan mencoba dan terus mencoba untuk menulis karena didorong oleh kebutuhannya. Faktor teknis meliputi penguasaan terhadp konsep dan penerapan teknikteknik menulis. Penguasaan seseorang terhadap konsep menulis akan sangat berpengaruh terhadap kemampuannya dalam menulis. Faktor kedua dari faktor teknis yakni penerapan konsep. Kemampuan menerapkan konsep dipengaruhi oleh apa yang akan ditulis dan pengetahuan cara menuliskannya. Keterampilan menulis berkaitan dengan kemampuan membaca. Maka seseorang yang ingin memiliki kemampuan menulisnya yang lebih baik, dituntut untuk memiliki kemampuan membacanya lebih baik pula. 2.3 Pengertian Menulis Tegak Bersambung Menulis adalah membuat huruf (angka dan sebagainya) dengan pena, pensil, kapur dan sebagainya, (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 2008:1098). Menulis bukan hanya sebagai kegiatan menulis kata dari deretan kata, melainkan juga keindahan tulisan yang terdapat diantara baris. Dengan demikian dalam menulis bukan hanya sekedar menuangkan kata dalam tulisan melainkan berusaha memahami tulisan yang sesuai dengan ejaan yang benar. Tata cara menulis huruf tegak bersambung dicontohkan dalam buku panduan. Menurut pendapat Zaenuri, (2005: 37) huruf adalah gambar bunyi bahasa, aksara. Huruf balok adalah tulisan yang tidak dirangkaikan. Dengan demikian maka huruf tegak bersambung dapat diartikan tulisan tegak yang dirangkaikan. Hal ini sesuai dengan KTSP 2006 dimana pembelajaran Bahasa Indonesia bentuk tulisannya yang dikembangkan di Sekolah Dasar (SD) adalah huruf lepas dan
26
huruf tegak bersambung artinya huruf setiap kata ditulis secara berangkai atau tidak putus. Alasan siswa diberi pembelajaran menulis huruf tegak bersambung adalah (1). Tulisan sambung memudahkan siswa untuk mengenal kata-kata sebagai satu kesatuan. (2). Menulis huruf tegak bersambung tidak memungkinkan menulis terbalik. (3). Menulis tegak bersambung lebih cepat karena tidak ada gerakan berhenti tiap huruf (Abdurahman, 2006: 8) Huruf tegak bersambung adalah menulis huruf dengan bentuk tulisan huruf menyambung dengan huruf lain. 2.4 Menulis Tegak Bersambung dengan Alat Bantu Garis Bernomor Keterampilan menulis sebagai salah satu keterampilan berbahasa merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif. Menulis juga merupakan kegiatan komunikasi tidak langsung. Ada dua istilah yang berhubungan dengan kegiatan menulis, yaitu mengarang dan menulis. Kegiatan mengarang akan menghasilkan sebuah karangan, sedangkan kegiatan menulis akan menghasilkan tulisan. Perbedaan dari keduanya yaitu, tulisan dilandasi fakta, pengalaman, pengamatan, penelitian, pemikiran, atau analisis suatu masalah. Contoh tulisan antara lain: makalah, proposal, artikel, buku umum dan buku pelajaran. Sebaliknya karangan banyak dipengaruhi oleh imajinasi dan perasaan pengarang, misalnya cerpen, novel, puisi (Wiyanto 2004:3). Jadi dapat disimpulkan bahwa kegiatan menulis memiliki cakupan yang luas, tidak hanya yang disebutkan di atas, membuat surat, pengumuman atau laporan juga termasuk kegiatan menulis. Pada kenyataannya keterampilan-keterampilan menulis surat, pengumuman, atau laporan sering dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
27
Hasil belajar menulis dengan huruf tegak bersambung adalah hasil belajar yang dicapai semua siswa dalam menulis dengan huruf tegak bersambung selama mengikuti kegiatan pembelajaran dalam kurun waktu tertentu atau program tertentu. Hasil belajar tersebut berupa kernampuan-kemampuan baru yang meliputi pola perbuatan, makna, sikap, apresiasi, kecakapan, ketrampilan yang berguna untuk memecahkan problematika dalam menulis khususnya menulis dengan huruf tegak bersambung. Sebagai bukti telah dikuasainya kemampuan-kemampuan baru oleh siswa dinyatakan dengan nilai yang berupa angka-angka. Makin tinggi nilai yang diperoleh siswa berarti makin tinggi pula tingkat kemampuan-kemampuan baru yang dikuasainya. Penilaian kelas dapat dilaksanakan melalui tes (tertulis,lisan, dan perbuatan) dan non tes berupa pemberian tugas tes perbuatan praktek dan kumpulan basil kerja siswa (portofolio). Dalam penelitian tindakan kelas ini, basil belajar menulis dengan huruf tegak bersambung yang dimaksud adalah nilai yang diperoleh siswa kelas II SDN I Luhu pada semester I Tahun Pelajaran 2011/2012. Sedangkan yang dimaksud contoh pada media alat bantu bernomor adalah tulisan/kalimat yang ditulis oleh guru pada kertas garis yang bernomor dari bawah. Menurut Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah tanggal 1 Juli 1983 dan penegasan ukuran tulisan tangan, ada 2 jenis tulisan tangan yang diberlakukan yaitu huruf lepas dan huruf tegak bersambung. Di bawah ini adalah contoh baku menggunakan alat bantu garis bernomor.
tulisan lepas dan tegak bersambung
28
Gambar 2.1 Huruf lepas dan huruf tegak bersambung menggunakan alat bantu garis bernomor. Huruf tegak bersambung dapat dikategorikan menjadi beberapa kelompok antara lain : 1. Kelompok A : yang termasuk dalam kelompok A adalah huruf; a,i, u, e, o, c, m, n, r, s, u, w, v, z. Ditulis dari garis ke 4 naik ke garis ke 3 (tingginya satu kolom) 2. Kelompok B : yaitu huruf d dan t, ditulis dari garis ke 4 naik ke garis 2 (tingginya 2 kolom) 3. Kelompok C : Yaitu huruf-huruf b, h, k. L,ditulis dari garis ke 4 naik ke garis 1,tingginya 3 kolom. 4. Kelompok D : Yaitu huruf-huruf p ,ditulis dari garis ke 3.,turun ke garis 5 (tingginya 2 kolom) 5. Kelompok E : Yaitu huruf g, j, y,. ditulis dari garis ke 3 turun ke garis 6 (tingginya 3 Kolom) (Prayitno, 2006 : 46) 2.5 Kajian Penelitin Yang Relevan Dyah Nutami, 2011 dalam penelitiannya yang berjudul upaya peningkatan hasil belajar menulis huruf tegak bersambung melalui contoh dan alat bantu garis bernomor pada siswa kelas II SDN 3 Klapagading Semester II tahun pelajaran 2010/2011 menyimpulkan bahwa alat bantu garis bernomor dapat meningkatkan ketrampilan menulis siswa kelas II. Hasil belajar pada siklus II nilai rata-rata
29
keterampilan siswa mencapai 80,3 dengan ketuntasan klasikal 86,2%. Sedangkan Yusna Antuke, 2012 dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa keterampilan siswa kelas II SDN 1 Luhu dalam menulis huruf tegak bersambung meningkat dengan alat bantu garis bernomor dengan nilai rata-rata kemampuan siswa 76,91 dengan ketuntasan klasikal 83,33%. 2.6 Hipotesis Tindakan Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Jika dalam pembelajaran diberikan alat bantu garis bernomor pada siswa kelas II SDN 1 Luhu Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo, maka keterampilan menulis huruf tegak bersambung akan meningkat”. 2.7 Indikator Kinerja Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah : Apabila jumlah siswa yang mengalami peningkatan
keterampilan menulis tegak bersambung dari
41,67% atau 10 orang menjadi 83,33% atau 20 orang dari 24 siswa atau terjadi peningkatan sekitar 41,67% atau 10 orang dengan nilai ketuntasan minimal 75.