7
BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Hakikat Kemandirian Anak 2.1.1 Pengertian Kemadirian Kemandirian merupakan salah satu aspek terpenting yang harus dimiliki setiap individu dan anak, karena kemandirian bukan saja mempengaruhi kinerja seseorang melainkan juga berfungsi untuk membantu seseorang dalam mencapai tujuan hidupnya, prestasi, kesuksesan dan juga penghargaan. Tanpa didukung oleh sifat mandiri, seorang anak akan sulit untuk mencapau sesuatu secara maksimal dan akan sulit pula untuk meraih kesuksesan. Asrori, (2008:130)
menjelaskan bahwa perkembangan kemandirian
adalah proses yang menyangkut unsur-unsur normatif. Hal ini mengandung makna bahwa kemandirian merupakan suatu proses yang terarah. Perkembangan kemandirian sejalan dengan hakikat eksistensi manusia, maka arah perkembangan tersebut harus sejalan dan berlandaskan pada tujuan hidup. Lebih lanjut Asrori (2008 : 131) mengemukakan “mandiri sering digunakan dalam kehidupan seharihari. Hal ini menunjukkan bahwa mandiri berkaitan dengan suatu keadaan atau kondisi dimana seseorang mampu berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Kemandirian berasal dari kata mandiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005 : 710) “mandiri berarti keadaan dapat berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain. Kemandirian adalah hal-hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Padiyana (2007 : 11) 7
8
mengemukakan bahwa kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan diri sendiri untuk kebutuhan sendiri, mengejar prestasi, penuh ketekunan, serta berkeinginan untuk melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain, mampu berpikir dan bertindak original, kreatif, dan penuh inisiatif, mampu mempengaruhi lingkungannya, mempunyai rasa percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri, menghargai keadaan diri sendiri, dan memperoleh kepuasan dari usahanya. Kemandirian pada anak TK tidak sebatas hal-hal yang bersifat fisik saja, tetapi juga berkaitan dengan psikologis, dimana anak usia dini mampu mengambil keputusan sendiri, bertanggung jawab dan memiliki kepercayaan diri. Dari beberapa pengertian tentang kemandirian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kemandirian adalah sikap tingkah laku tidak tergantung pada orang lain atau dengan sedikit bantuan dalam berfikir dan bertindak. Kesempatan untuk belajar mandiri dapat diberikan guru atau lingkungan dengan memberikan kebebasan dan kepercayaan kepada anak untuk melakukan tugas-tugas perkembangannya. Peran guru atau lingkungan adalah mengawasi, membimbing, mengarahkan dan memberi contoh teladan tetap sangat diperlukan, agar anak tetap berada dalam kondisi atau situasi yang tidak membahayakan keselamatannya. Bagi anak usia dini, latihan kemandirian ini bisa dilakukan dengan cara melibatkan anak dalam kegiatan praktis sehari-hari di sekolah, sebagai contoh melatih anak mengambil air minumnya sendiri, mencopot dan memakai sepatunya, buang air kecil sendiri dan sebagainya. Begitu pula
9
kemandirian dalam menentukan pilihannya. Anak perlu mendapatkan kesempatan untuk belajar menimbang dan menetukan pilihannya. Anak akan terbiasa mengambil keputusan tanpa tergantung orang lain. Menurut Barnadib (dalam Rini, 2004:26), bahwa anak dikatakan mandiri apabila ia mampu mengambil keputusan untuk bertindak, memiliki tanggung jawab dan tidak bergantung pada orang lain, melainkan percaya pada diri sendiri. Lebih lanjut Barnadib (dalam Rini, 2004:24) menjelaskan kemandirian dalam diri seorang anak dapat dilihat dari sisi : (a) mampu mengambil keputusan, (b) memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya, (c) bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. 2.1.2 Ciri-Ciri Kemandirian Anak TK Menurut Sholihatul (2011 : 45) anak yang mandiri untuk anak TK terlihat dengan ciri-ciri sebagai berikut : a) Dapat melakukan segala aktivitasnya secara sendiri meskipun tetap dengan pengawasan orang dewasa. b) Dapat membuat keputusan dan pilihan sesuai dengan pandangan, pandangan itu sendiri di perolehnya dari melihat perilaku atau perbuatan orang-orang di sekitarnya. c) Dapat bersosialisasi dengan orang lain tanpa ditemani orang tua. d) Dapat mengontrol emosinya bahkan dapat berempati terhadap orang lain. Penanaman sifat kemandirian kepada anak harus dimulai sejak anak prasekolah. Namun dalam kerangka proses perkembangan manusia, artinya orang tua tidak boleh melupakan bahwa anak bukanlah miniatur orang dewasa, sehingga
10
ia tidak bisa di tuntut menjadi orang dewasa sebelum waktunya, serta orang tua harus mempunyai kepekaan terhadap setiap perkembangan anak dan menjadi fasilitator bagi perkembangannya. Ada
beberapa
ciri
khas
anak
mandiri
diantaranya
mempunyai
kecenderungan memecahkan masalah daripada berdiam dalam kekhawatiran bila terlibat masalah, tidak takut mengambil resiko karena sudah mempertimbangkan baik buruknya, percaya terhadap penilaian sendiri sehingga tidak sedikit-sedikit bertanya atau minta bantuan, dan mempunyai kontrol yang lebih baik terhadap hidupnya. Kemandirian pada anak sangat penting karena merupakan salah satu life skill yang perlu dimiliki. Berdasarkan kajian tentang ciri-ciri kemandirian anak TK maka dirumuskan indikator kemandirian belajar yang menjadi fokus penelitian ini adalah : (1) mengerjakan tugas tanpa bantuan orang lain, (2) merapikan alat belajar tanpa dibantu dan (3) meminta pendapat guru ketika mengalami kesulitan. 2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Anak TK Faktor – faktor yang mempengaruhi kemandirian anak usia prasekolah terbagi menjadi dua meliputi lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah (Qodrat, 2009:10). a. Faktor Lingkungan Keluarga Keluarga merupakan bagian dari sebuah masyarakat. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah keluarga yaitu kedua orang tua. Pengaruh keluarga dalam pendidikan anak sanga besar dalam berbagai macam sisi. Keluargalah yang menyiapkan potensi pertumbuhan dan pembentukan anak. Keluarga merupakan
11
tempat anak belajar pertama. Orang tua merupakan guru pertama bagi anak. Lebih jelasnya kemandirian anak tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua orang tuanya serta lingkungannya. Lingkungan keluarga merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya tingkat kemandirian anak usia pra sekolah, sehingga lingkungan keluarga yang baik akan meningkatkan cepat tercapainya kemandirian anak. Selain itu karakteristik sosial juga dapat mempengaruhi kemandirian anak, misalnya tingkat kemandirian anak dari keluarga miskin berbeda dengan anak dari keluarga kaya, akan tetapi anak yang mendapatkan stimulasi terarah dan teratur akan lebih mandiri dibanding dengan anak yang kurang mendapat stimulasi. Selain itu anak dapat mandiri akan membutuhkan kesempatan dukungan dan dorongan peran orang tua sebagai pengasuh sangat diperlukan, oleh karena itu pola pengasuhan merupakan hal yang sangat penting dalam pembentukan kemandirian anak. Rasa cinta dan kasih sayang kepada anak hendaknya diberikan sewajarnya karena ini akan mempengaruhi mutu kemandirian anak, bila diberikan berlebihan anak menjadi kurang mandiri kemungkinan semua itu dapat diatasi bila interaksi antara anak dan orang tua berjalan dengan lancar dan baik karena interaksi dua arah anak dan orang tua menyebabkan anak menjadi mandiri. Orang tua akan memberikan informasi yang baik jika orang tua tersebut mempunyai pendidikan karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima info dari luar terutama cara memandirikan anak. Status pekerjaan Ibu akan mempengaruhi tingkat kemandirian anak, apabila ibu bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah
12
ibu tidak bisa melihat perkembangan anaknya, apakah anaknya sudah bisa mandiri atau belum. Sedangkan ibu yang tidak bekerja bisa melihat langsung kemandirian anaknya. b. Faktor Lingkungan Sekolah Lingkungan sekolah berperan penting dalam perilaku anak khususnya sekolah, sebab dari sinilah perlakuan-perlakuan yang terus menerus dan terstruktur diberikan kepada anak, sehingga anak diharapkan dapat merubah perilakunya sesuai yang diharapkan. Sekolah yang telah memberikan lingkungan yang menunjang bagi kesuksesan pendidikan maka sekolah itu secara langsung dan tidak langsung memberikan sentuhan perlakuan kepada anak. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku mandiri anak faktor lingkungan keluarga dan faktor lingkungan sekolah. 2.1.4 Peran Guru Dalam Membentuk Kemandirian Anak Untuk membentuk kemandirian anak hendaknya ditanamkan pada anakanak sejak usia dini oleh guru beserta orang tua yang ada di rumah, dapat pula melalui cara dengan memberikan pembiasaan-pembiasaan sehari-hari, baik di sekolah maupun lingkungan keluarga anak, dengan latihan belajar mandiri yang diberikan oleh guru, anak terbiasa melakukan pekerjaan atau tugas-tugasnya sendiri tanpa bantuan atau tanpa berharap agar orang lain akan membantunya, peran guru sangatlah penting bagi anak-anak TK sebagai pemberi contoh/teladan yang baik pada saat disekolah. Karena, pada dasarnya anak-anak usia TK sangat mudah sekali meniru baik apa yang dilihat maupun didengarnya. Kemandirian
13
sangatlah penting bagi anak, sebab kemandirian mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi proses perkembangan anak dimasa yang akan datang. Selain sebagai pendidik, pembimbing dan pelatih, guru juga mempunyai peran-peran yang lain seperti, sebagai motivator, inspirator, mediator, informatory, (Sujiono, 2009 : 13). Melatih anak untuk membentuk kemandirian, bukan berarti membiarkan anak dan kemampuan masing-masing anak. Setiap pekerjaan anak dalam bentuk apapun hasilnya harus kita hargai, dengan cara memberikan pujian atau kata-kata yang manis, yang dapat membuat anak akan lebih termotivasi untuk lebih belajar mandiri dengan melakukan sesuatu yang lebih baik lagi. 2.2 Hakikat Behavior Contract 2.2.1 Pengertian Behavior Contract Fauzan (2009:21) mengatakan bahwa Behavior Contract adalah perjanjian dua orang ataupun lebih untuk berperilaku dengan cara tertentu dan untuk menerima hadiah bagi perilaku itu. Kontrak ini menegaskan harapan dan tanggung jawab yang harus dipenuhi dan konsekuensinya. Kontrak dapat menjadi alat pengatur pertukaran reinforcement positif antar individu yang terlibat. Strukturnya merinci siapa yang harus melakukan, apa yang dilakukan, kepada siapa dan dalam kondisi bagaimana hal itu dilakukan, serta dalam kondisi bagaimana dibatalkan. Menurut Latipun (http://lutfifauzan.wordpress.com/2009/08/09/kontrakperilaku/), behavior contract adalah persetujuan antara dua orang atau lebih (konselor dan klien) untuk mengubah perilaku tertentu pada klien. Konselor dapat memilih
14
perilaku yang realistik dan dapat diterima oleh kedua belah pihak. Setelah perilaku dimunculkan sesuai dengan kesepakatan, ganjaran dapat diberikan kepada klien. Dalam terapi ini ganjaran positif terhadap perilaku yang dibentuk lebih dipentingkan daripada pemberian hukuman jika kontrak perilaku tidak berhasil. Faujan,
(http://lutfifauzan.wordpress.com/2009/08/09/kontrakperilaku/),
kontrak perilaku (behavior contracts) adalah perjanjian dua orang ataupun lebih untuk berperilaku dengan cara tertentu dan untuk menerima hadiah bagi perilaku itu. Kontrak ini menegaskan harapan dan tanggung jawab yang harus dipenuhi dan
konsekuensinya.
Kontrak
dapat
menjadi
alat
pengatur
pertukaran
reinforcement positif antarindividu yang terlibat. Strukturnya merinci siapa yang harus melakukan, apa yang dilakukan, kepada siapa dan dalam kondisi bagaimana hal itu dilakukan, serta dalam kondisi bagaimana dibatalkan. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa behavioris kontrak adalah perjanjian yang dilakukan oleh dua orang dalam rangka untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini perjanjian dilakukan untuk merubah seseorang dari perilaku yang negatif menjadi perilaku positif. Seperti halnya seorang anak yang kurang mandiri akan menjadi anak yang mandiri. 2.2.2 Langkah-Langkah Behavior Contract Menurut Komalasari (2011:173), langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pembuatan kontrak perilaku adalah: a. Pilih tingkah laku anak yang akan diubah.
15
Langkah awal yaitu memilih tingkah laku anak yang akan diubah dalam hal ini adalah kemandirian anak (selalu bergabung dengan orang tua) b. Tentukan data awal (baseline data) yaitu tingkah laku yang akan diubah. Langkah kedua menentukan data awal terhadap terhadap tingkah laku yang yang diubah. Untuk langkah yang kedua ini kita perlu menentukan data awal terhadap tingkah laku yang akan diubah yang berkaitan dengan kemandirian anak seperti kemandirian anak dalam bermain sendiri. c. Tentukan jenis penguatan yang akan diterapkan. Langkah yang ketiga menentukan penguatan yang akan diterapkan. Ketika mulai mengubah perlakuan, maka kita dapat menentukan penguatan yang akanditerapkan, misalnya ketika anak sudah mampu bermain sendiri maka akan diberikan penguatan seperti tepuk tangan. d. Berikan reinforcement setiap kali tingkah laku yang diinginkan ditampilkan sesuai dengan jadwal kontrak. Untuk langkah yang keempat misalnya dalam 1 minggu anak telah mengajukan perubahan tingkah laku misalnya bisa mandi sendiri, maka diberikan penguatan berupa pujian. e. Berikan penguatan setiap saat tingkah laku anak yang ditampilkan. Artinya apabila anak dapat menampilkan tingkah laku yang menunjukkan perubahan, maka perlu diberikan penguatan sampai anak telah berubah tanpa diberikan penguatan lagi.
16
2.2.3 Penerapan Teknik Behavior Contract Kemandirian Anak
Dalam
Meningkatkan
Salah satu standar kompetensi Kurikulum 2004 Taman Kanak-Kanak adalah anak menunjukkan motivasi dalam belajar, percaya diri, bekerja mandiri dan bekerjasama dengan orang lain. Pembelajaran kemandirian bertujuan mengembangkan kemampuan dan kesanggupan melakukan tugas yang tidak selalu menggantungkan pada orang lain, serta mampu mengambil inisiatif secara mandiri sesuai potensi anak. Proses pembelajaran Taman Kanak-Kanak harus diarahkan untuk mengembangkan kecakapan hidup. Pengembangan konsep kecakapan hidup didasarkan
atas
pembiasaan-pembiasaan
yang
memiliki
tujuan
untuk
mengembangkan kemampuan menolong diri sendiri, disiplin dan sosialisasi serta memperoleh keterampilan dasar yang berguna untuk kelangsungan hidupnya (Depdiknas, 2005 : 2). Pembelajaran kemandirian anak yang dilaksanakan secara realistis dan konkrit dapat mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis. Dengan mengembangkan keterampilan belajar yang praktis, anak akan menjadi pembelajar yang lebih efektif. Keterampilan belajar yang baik dapat meningkatkan kemampuan belajar, memahami dan menguasai informasi dalam waktu yang lebih singkat. Sedangkan Uno (2006:17) mengemukakan prinsipprinsip umum yang harus dijadikan pegangan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar di antaranya pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan harus bersifat praktis. Bahan pelajaran yang bersifat praktis berhubungan dengan situasi kehidupan, hal ini dapat menarik minat, sekaligus dapat memotivasi belajar.
17
Latihan-latihan untuk hidup praktis dirancang untuk mengajari anak pada pekerjaan dalam lingkungannya sendiri, dengan jalan mengajari mereka bagaimana menguasai hal-hal yang ada di sekitarnya (Hainstock, 2002:18). Kemandirian anak untuk menolong dirinya sendiri dalam rangka kecakapan hidup diwujudkan melalui aktifitas yang dekat dengan kehidupan anak sehari-hari, misal menggosok gigi, kecakapan memotong buah dan sebagainya. Kemandirian merupakan salah satu aspek perilaku yang harus dikembangkan sejak usia dini. Namun dalam membentuk pribadi yang mandiri tidaklah mudah seperti yang dibayangkan semua orang. Membentuk pribadi yang mandiri pada anak usia dini membutuhkan teknik-teknik yang sesuai dengan perkembangan usia mereka. Seorang anak yang selalu bergantung pada orang lain akan sulit memperoleh kesuksesan dan penghargaan. Dalam pandangan behavioris ini merupakan sebuah masalah yang harus dipecahkan sehingga anak akan menjadi seorang pribadi yang mandiri. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah kurang kemandirian anak adalah dengan konseling behavior dengan teknik behavior contract di mana akan diadakan perjanjian antara guru dan anak. Apabila anak melakukan aktivitas sesuai dengan perjanjian yang ada maka akan diberikan reward. Menurut John D. Krumboltz (dalam Suyadi, 2010 : 94) tahapan konseling behavior dapat dilakukan dengan empat prosedur yaitu : (1) belajar operan. Dimana pada tahap ini klien diberi pemahaman mengenai perlunya reward (hadiah) sebagai stimulasi tercapainya perubahan perilaku yang
18
diharapkan, (2) belajar meniru (imitative learning). Dimana seorang konselor/guru menunjukkan perilaku-perilaku positif yang akan mendapat reward untuk di tiru dan dibiasakan dalam kehidupannya sehari-hari, (3) belajar kognitif. Dalam hal ini konselor/guru member kebebasan kepada kliennya/anak untuk merespons stimulasi dari lingkungan sosialnya untuk dipelihara menjadi kebiasaan. Untuk mempermudah klien/anak dalam melakukan respons tersebut, konselor/guru akan mengizinkan kliennya/anak mengadaptasi perilaku yang lebih baik melalui instruksi secara sederhana, (4) belajar emosi. Konselor/guru akan menunjukkan respons-respons negatif secara emosional, kemudian menggantinya dengan respons-respons positif yang dapat diterima secara emosional sesuai dengan konteksnya. Dengan melakukan prosedur behavior yang dilakukan dengan perjanjian maka guru akan dapat melihat tingkat kemandirian seorang anak. Dan anak akan terbiasa melakukan semua aktifitas secara mandiri tanpa bantuan dari orang tua maupun orang lain. Dalam meningkatkan perilaku mandiri anak melalui teknik behavior contract akan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Memilih tingkah laku yang akan di ubah seperti mengerjakan tugas tanpa bantuan. b. Melakukan perjanjian atau kontrak dengan anak secara lisan, apabila anak mampu mengerjakan tugas tanpa bantuan dari orang lain, merapikan alat belajar tanpa dibantu dan minta pendapat guru apabila ada kesulitan maka akan diberikan hadiah.
19
c. Guru memberikan contoh terlebih dahulu apa yang harus dilakukan oleh anak, dan meminta anak untuk mengikutinya. d. Guru melakukan pengamatan terhadap apa yang dilakukan oleh anak dan memberikan reward seperti apa yang menjadi kesepakatan bersama. e. Anak yang belum menunjukkan sikap kemandiriannya akan dimotivasi dengan memberikan latihan yang berulang hingga anak mampu melakukan apa yang menjadi tujuan dari pembelajaran yang dilakukan. 2.3 Kajian Relevan Berikut ini uraian singkat tentang hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Sarmin A. 2012. Judul penelitian tindakan kelas ini adalah Meningkatkan Motivasi Belajar Anak Pada Materi Jual Beli Melalui Behavior Contract di TK Mentosori Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo menyatakan bahwa dengan menggunakan teknik behavior contract dapat meningkatkan motivasi belajar pada anak. Hal ini dapat dilihat dari persentase hasil belajar anak yang semakin meningkat dari siklus I 29% dan siklus II 75%. Berdasarkan jumlah persentase dapat terlihat meningkat sebanyak 46%. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Hani Ismail, 2012. Judul Penelitian adalah Deskriptif
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi
Kemandirian
Anak
Kelompok A TK Aisyiah Bustanul Atfal (ABA) Payunga Kecamatan Batudaa Kabupaten Gorontalo menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian anak kelompok A TK ABA Payunga adalah
20
lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Faktor keluarga dalam hal ini orang tua yang kurang memberikan pembiasaan mandiri di lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah anak pada umumnya belum memiliki kemandirian dalam proses pembelajaran, anak masih dibantu dalam mengerjakan tugas, mewarnai, menggambar, menjiplak, melipat dan mengisi pola. 2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teoretis yang , maka dapat dirumuskan tindakan dalam penelitian ini adalah : “jika digunakan teknik behavior contract, maka kemandirian anak TK Tunas Harapan Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo dapat ditingkatkan”. 2.5 Indikator Kinerja Indikator kinerja keberhasilan dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan kemandirian anak dari 6 orang atau 33% menjadi 15 orang atau 83% dari jumlah anak seluruhnya 18 orang setelah dibelajarkan dengan menggunanakan teknik behavior contract di TK Tunas Harapan Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo.