BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1
Hakikat Kemampuan Membaca Nyaring
2.1.1 Pengertian Membaca Kemampuan berasal dari kata dasar “mampu” yang artinya kuasa(bisa, sanggup) dalam melakukan sesuatu. Secara keseluruhan kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan atau kekuatan kita berusaha dengan diri sendiri (Adrian, dalam www.artikata.com diakses 31 Januari 2012). Sedangkan membaca dipandang oleh Rudolf Flesch (dalam Juliansyah, 2010:19) sebagai kegiatan memperoleh makna dari berbagai gabungan huruf. Membaca juga merupakan alat utama yang harus mulai dilakukan orang yang menghendaki kehidupan yang baik. Membaca adalah proses aktif dari pikiran yang dilakukan melalui mata terhadap bacaan. Dalam kegiatan membaca, pembaca memproses informasi dari teks. Membaca merupakan kegiatan yang penting dalam kehidupan sehari-hari, karena membaca tidak hanya memperoleh informasi, tetapi berfungsi sebagai alat untuk memperluas pengetahuan bahasa seseorang. Untuk itu, sejak duduk di kelas awal sekolah dasar anak perlu memperoleh latihan membaca yang baik khususnya membaca permulaan. Para ahli telah mendefenisikan tentang membaca dan tidak ada kriteria tertentu untuk menentukan suatu defenisi yang dianggap paling benar. Sri Nuryati (2009) diakses 16 Januari 2012, menguraikan defenisi membaca dari beberapa ahli, sebagai berikut: a) Haris dan Sipay : “Membaca sebagai suatu kegiatan yang memberikan respon makna secara tepat terhadap lambang verbal yang tercetak atau tertulis.” b) Gibbon : “Membaca sebagai proses memperoleh makna dari cetakan.”
c) Smith : “Dalam kegiatan membaca terjadi proses pengolahan informasi yang terdiri atas informasi visual dan informasi non visual.” d) Wilson dan Peters : “Membaca merupakan suatu proses menyusun makna melalui interaksi dinamis antara pengetahuan pembaca yang telah ada, informasi yang telah dinyatakan oleh bahasa tulis, dan konteks situasi pembaca. Selanjutnya,
Fitria
(2010:7)
mengatakan
bahwa
“Membaca
merupakan proses
menerjemahkan simbol tulisan (huruf) ke dalam kata-kata lisan.” Membaca mencakup aktivitas pengenalan kata dan pemahaman kreatif. Senada dengan hal itu, Anderson (dalam Fitria, 2010:7) juga mendefenisikan “Membaca sebagai proses penyandian kembali dan pembacaan sandi atau reading is a recoding and decoding process.” Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis dengan makna bahasa lisan yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna. Di sisi lain, Tarigan (dalam Fitria, 2010:8) mengemukakan “Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis.” Dalam tataran yang lebih tinggi, membaca bukan sekedar memahami lambang
tulis
belaka,
melainkan
pula
berusaha
memahami,
menerima,
menolak,
membandingkan, dan meyakini pendapat-pendapat yang ditemukan oleh penulis. Dengan demikian, kemampuan membaca dapat didefenisikan sebagai kesanggupan seseorang dalam memproses informasi dari teks yang dibaca untuk memperoleh makna. Pembaca berusaha memahami isi bacaan berdasarkan latar belakang pengetahuan dan kompetensi kebahasaannya. Dalam proses pemahaman bacaan tersebut, pembaca pada umumnya membuat ramalan-ramalan berdasarkan sistem semantik, sintaksis, grafologis, dan konteks situasi yang kemudian diperkuat atau ditolak sesuai dengan isi bacaan yang diperoleh.
2.1.2 Tujuan dan Manfaat Membaca a. Tujuan Membaca Secara umum, tujuan membaca adalah (1) mendapatkan informasi, (2) memperoleh pemahaman, (3) memperoleh kesenangan. Secara khusus, tujuan membaca adalah (1) memperoleh informasi faktual, (2) memperoleh keterangan tentang sesuatu yang khusus dan problematis, (3) memberikan penilaian kritis terhadap karya tulis seseorang, (4) memperoleh kenikmatan emosi, dan (5) mengisi waktu luang (Nurhadi dalam Syamrilaode, diakses 28 Juni 2012). Lebih lanjut Nurhadi (1987) yang mengutip pendapat Waples (1967) (dalam Syamrilaode, diakses 28 Juni 2012) menuliskan bahwa tujuan membaca adalah: 1. Mendapat alat atau cara praktis mengatasi masalah. 2. Mendapat hasil yang berupa prestise yaitu agar mendapat rasa lebih bila dibandingkan dengan orang lain dalam lingkungan pergaulannya. 3. Memperkuat nilai pribadi atau keyakinan. 4. Mengganti pengalaman estetika yang sudah using. 5. Menghindarkan diri dari kesulitan, ketakutan, atau penyakit tertentu. Senada dengan itu, Blanton (dalam Aziza, diakses 25 Juni 2012) mengemukakan tujuan membaca mencakup: 1) Kesenangan, 2) Menyempurnakan membaca nyaring, 3) Menggunakan strategi tertentu, 4) Memperbaharui pengetahuannya tetang suatu topik, 5) Mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahui, 6) Memperoleh informasi untuk laporan lisan tertulis, 7) Mengkorfimasikan atau menolak prediksi, 8) Menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks, 9) Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.
Dari uraian tersebut, disimpulkan bahwa tujuan membaca adalah untuk mendapatkan pemahaman tentang isi bacaan sehingga mampu menggali informasi yang terkandung di dalamnya. b. Manfaat Membaca Aziza, diakses 25 Juni 2012 mengemukakan beberapa manfaat yang didapat dari kegiatan membaca, di antaranya : (1) pembaca memperoleh informasi yang diperlukan dari bacaan, (2) dengan membaca dapat menerapkan sejumlah keterampilan mengolah tuturan tertulis (bacaan) yang dibaca dalam rangka memahami bacaan, (3) kegiatan membaca dapat memberikan kesenangan dan kenikmatan emosi. Selanjutnya, Syamrilaode, diakses 28 Juni 2012 juga menambahkan bahwa “Kegiatan membaca dapat meningkatkan keterampilan dan kognitif”. Hal ini berkaitan dengan pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem dan proses kognitif yang menunjuk pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata atau kalimat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa membaca dapat memberikan informasi yang dibutuhkan, memberikan kesenangan dan kenikmatan emosi, serta meningkatkan keterampilan dan proses kognitif.
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca Membaca adalah perilaku positif. Perilaku yang harus diawali dengan pembiasaan (conditioning) sebelum akhirnya mendarah daging dalam keseharian kita. Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca. Umumnya kemampuan membaca yang dimaksud ditujukan oleh pemahaman seseorang pada bacaan yang dibacanya dan tingkat kecepatan yang dimilikinya. Guruit (2009) diakses 18 Januari 2012 memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca antara lain: a) Tingat intelejensi, b) Kemampuan
berbahasa, c) Sikap dan minat, d) Keadaan bacaan, e) Kebiasaan membaca, dan f) Pengetahuan tentang cara membaca. Untuk mendukung kemampuan membaca, faktor sikap dan minat turut terlibat. Sikap biasanya ditunjukkan oleh rasa senang dan tidak senang, sedangkan minat merupakan keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu. Selain itu, keadaan bacaan juga berpengaruh dalam hal ini. Tingkat kesulitan yang dikupas, aspek perwajahan, atau desain halaman-halaman buku, besar kecilnya huruf dan sejenisnya dapat mempengaruhi proses membaca. Demikian halnya dengan kebiasaan membaca. Kebiasaan yang dimaksud adalah apakah seseorang tersebut mempunyai tradisi membaca atau tidak. Yang dimaksud tradisi ini ditentukan oleh banyak waktu atau kesempatan yang disediakan oleh seseorang sebagai sebuah kebutuhan. Berdasarkan dampak yang ditimbulkan oleh pengaruh tersebut, Saqof (2009) diakses 18 Januari 2012 mengungkapkan 10 langkah untuk meningkatkan kemampuan dalam membaca, yang diuraikan sebagai berikut. a) Bukan suatu hal penting anda menjadi pembaca yang cepat untuk mendapatkan manfaat. b) Ketahuilah alasan anda membaca. c) Anda tidak perlu membaca segala hal. d) Bukan hal yang penting anda membaca buku atau segala sesuatu yang ada di tangan anda. e) Ujilah kondisi jiwa dan pembawaan anda sebelum memulai membaca. f) Buat skala prioritas dalam membaca. g) Perbaiki, atur dan siapkan tempat anda membaca. h) Jika anda telah memulai membaca jangan berhenti. i) Konsentrasilah.
j) Bertahap dan biasakan. Proses membaca tidak selamanya identik dengan proses mengingat. Membaca bukannya harus hafal kata demi kata atau kalimat demi kalimat yang terdapat dalam bacaan, melainkan bisa memahami apa yang terkandung dalam bacaan. Dengan kata lain, membaca merupakan proses yang kompleks. Proses ini melibatkan kegiatan fisik dan mental. Menurut Burns (dalam Fitria, 2010:10), membaca merupakan kegiatan yang meliputi berbagai proses, seperti yang dipaparkan berikut ini. 1. Membaca sebagai proses sensori Proses membaca dimulai dengan sensori visual yang diperoleh melalui pengungkapan simbol-simbol grafis melalui indra penglihatan. Anak-anak belajar membedakan secara visual di antara simbol-simbol grafis (huruf atau kata) yang digunakan untuk merepresentasikan bahasa lisan. 2. Membaca sebagai proses perseptual Proses perseptual adalah aktivitas mengenal suatu kata sampai pada suatu makna berdasarkan pengalaman yang lalu. Kegiatan persepsi ini melibatkan kesan sensori yang masuk ke otak. 3. Membaca sebagai proses urutan Aspek urutan dalam proses membaca merupakan kegiatan mengikuti rangkaian tulisan yang tersusun secara linear, yang umumnya tampil dari kiri Ke kanan atau dari atas ke bawah. 4. Membaca merupakan proses pengalaman Pengalaman merupakan aspek penting dalam proses membaca. Anak-anak yang memiliki pengalaman yang banyak akan mempunyai kesempatan yang lebih luas dalam mengembangkan pemahaman kosakata dan konsep yang mereka hadapi dalam membaca.
5. Membaca merupakan proses berpikir Untuk dapat memahami bacaan, pembaca terlebih dahulu harus memahami kata-kata dan kalimat yang dihadapinya melalui proses asosiasi dan eksperimental. Kemudian ia membuat simpulan dengan menghubungkan isi preposisi yang terdapat dalam materi bacaan. 6. Membaca merupakan proses pembelajaran Melalui membaca kita akan memperoleh banyak hal. Kita dapat belajar banyak tentang pengetahuan umum, motivasi, kiat-kiat sukses, melakukan dan memperoleh sesuatu, pemahaman keagamaan, seni, hiburan, dan masih banyak lagi dari kegiatan membaca. 7. Membaca sebagai proses asosiasi Mengenal hubungan antara simbol dengan bunyi bahasa dan makna merupakan aspek asosiasi dalam membaca. Anak-anak belajar menghubungkan simbol-simbol grafis dengan bunyi bahasa dan makna. Tanpa kedua kemampuan asosiasi tersebut siswa tidak mungkin dapat memahami teks. 8. Membaca sebagai proses afektif Aspek afektif merupakan aspek membaca yang berkenaan dengan kegiatan memusatkan perhatian, membangkitkan kegemaran membaca, dan menumbuhkan motivasi membaca ketika sedang membaca. 9. Membaca sebagai proses pemberian gagasan Aspek gagasan dimulai dengan penggunaan sensori dan perseptual dengan latar belakang pengalaman dan tanggapan afektif serta membangun makna bacaan yang dibacanya.
2.1.4 Membaca Nyaring
Salah satu aspek pengajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar adalah membaca, khususnya membaca nyaring. Membaca nyaring dalam pengertian ini adalah membaca nyaring dalam teori keterampilan, maksudnya menekankan pada proses penyandian membaca sesuai lambang-lambang fonem. Membaca nyaring merupakan proses keterampilan dan proses kognitif. Proses keterampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjuk pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata atau kalimat. Alex (2009) diakses 16 Januari 2012 menjelaskan tujuan pembelajaran membaca nyaring adalah “Agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar.” Di sisi lain, pentingnya pengajaran membaca nyaring pada anak diberikan sejak usia dini menurut Kusnawanto (2010) diakses 9 Januari 2012 juga bertolak pada kenyataan bahwa masih terdapat sebelas juta anak Indonesia dengan usia 7-8 tahun tercatat masih buta huruf. Kelancaran dan ketepatan anak membaca nyaring dipengaruhi oleh keaktifan dan kreativitas guru yang mengajar di kelas awal. Dengan kata lain, guru memegang peranan yang strategis dalam meningkatkan kemampuan membaca siswa. Peranan strategis tersebut menyangkut peran guru sebagai fasilitator, motivator, sumber belajar, dan organisator dalam proses pembelajaran. Menurut Aminudin (2010:21), pembelajaran membaca nyaring merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan tingkatan belajar membaca (learning to read). Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca, serta menangkap isi bacaan dengan baik. Melalui tulisan siswa dituntut dapat menyuarakan lambang-lambang bunyi bahasa tersebut.
Untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan lambang-lambang tulis, penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan memasukkan makna dalam kemahiran bahasa. Pelaksanaan pembelajaran membaca nyaring di kelas awal dilakukan dengan menggunakan buku/teks.
2.2
Hakikat Teks dalam Pembelajaran Membaca Nyaring di SD
2.2.1 Pengertian Teks Teks merupakan gagasan metafungsional, kumpulan makna ideasional, interpersonal, dan tekstual (Halliday, diakses 26 Februari 2012). Membaca teks merupakan satu kegiatan atau tindakan yang dimulai dari bagian awal hingga bagian akhir dari sebuah teks. Luxemburg, et.al. (dalam Irfan, diakses 26 Februari 2012) mendefenisikan “Teks sebagai ungkapan bahasa yang menurut isi, sintaksis, pragmatik merupakan suatu kesatuan.” Berdasarkan pendapat tersebut setidaknya harus terdapat tiga hal yang harus ada dalam sebuah teks, yaitu isi, sintaksis, dan pragmatik. Isi sangat berkaitan dengan konten dari sebuah teks. Teks yang baik harus mengungkapkan gagasan-gagasan atau gambaran-gambaran yang ada dalam kehidupan. Gagasan-gagasan atau gambaran-gambaran tersebut dituangkan dalam bentuk bahasa yang berupa penceritaan, lazimnya dalam bentuk drama dan prosa, maupun untaian katakata. Pengarang dalam menuangkan gagasan-gagasannya dapat secara ke luar maupun ke dalam untuk menunjukkan isi sebagai pesan yang disampaikan dalam teks. Isi dalam teks sangat berkaitan dengan semantik. Semantik merupakan salah satu kajian dalam bahasa yang berkaitan dengan makna. Isi dalam teks tidak ubahnya adalah makna-makna yang disampaikan pengarang. Pengungkapan makna ini dapat dilakukan secara terang-terangan, lugas, jelas, maupun dengan tersembunyi melalui simbol-simbol. Berkaitan dengan makna dalam teks, Pirsa diakses 26 Februari 2012 menyatakan bahwa “Kesatuan semantik yang dituntut
sebuah teks ialah tema global yang melingkupi semua unsur. Meskipun demikian, menunjukkan tema saja belumlah memadai. Dania diakses 26 Februari 2012 mengatakan “masih diperlukan penafsiran menyeluruh untuk menelaah sebuah teks sebagai satu kesatuan.” Hal ini terkait dengan keberadaan sebuah cerita yang merupakan satu kesatuan ide/gagasan. Sintaksis dalam tatabahasa diartikan sebagai tatakalimat. Secara sintaksis sebuah teks harus memperlihatkan pertautan. Menurut Herlia (2010:28), pertautan itu akan tampak apabila unsurunsur dalam tatabahasa yang berfungsi sebagai penunjuk (konjungsi) secara konsisten dipergunakan. Sedangkan pragmatik berkaitan dengan situasi atau keadaan bahasa yang digunakan dalam keadaan tertentu. Dalam hal ini, Irfan diakses 26 Februari 2012 mengungkapkan bahwa “Pragmatik bertalian dengan bagaimana bahasa dipergunakan dalam suatu konteks sosial tertentu.” Teks merupakan suatu kesatuan bilamana ungkapan bahasa oleh para peserta komunikasi dialami sebagai suatu kesatuan yang bulat. Handayani (2010: 16) menyatakan bahwa, “Pragmatik merupakan ilmu mengenai perbuatan yang kita lakukan bilamana bahasa dipergunakan dalam suatu konteks tertentu.” Pernyataan tersebut bertalian erat dengan ketuntasan dalam memahami sebuah teks.
2.2.2 Pembelajaran Membaca Nyaring di SD Pemerolehan dan kompetensi bahasa yang meliputi yang meliputi tataran fonologis (bunyi), morfologis (kata), sintaksis (kalimat), dan semantik (makna) harus diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran. Membaca nyaring merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar. Pembelajaran membaca nyaring di sekolah dasar bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi secara efektif, secara lisan dengan menyuarakan lambang-
lambang tulis. Keterampilan membaca nyaring sebagai salah satu keterampilan berbahasa yang bersifat reseptif (menerima) perlu dimiliki oleh siswa SD agar mampu berkomunikasi secara lisan. Oleh karena itu peranan pembelajaran bahasa Indonesia khususnya pembelajaran membaca di SD menjadi sangat penting. Peran tersebut semakin penting bila dikaitkan dengan tuntutan pemilikan kemahirwacanaan dalam abad informasi. Pembelajaran bahasa Indonesia di SD yang bertumpu pada kemampuan dasar membaca dan menulis juga perlu diarahkan pada tercapainya kemahirwacanaan. Keterampilan membaca dan menulis, khususnya keterampilan membaca harus segera dikuasai oleh para siswa SD karena keterampilan ini secara langsung berkaitan dengan seluruh proses belajar siswa di SD. Keberhasilan belajar siswa dalam mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di sekolah sangat ditentukan oleh penguasaan kemampuan membaca mereka. Siswa yang tidak mampu membaca dengan baik akan mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran untuk semua mata pelajaran. Siswa akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami informasi yang disajikan. Akibatnya, kemajuan belajarnya juga lamban jika dibandingkan dengan teman-temannya yang tidak mengalami kesulitan dalam membaca. Menurut pandangan Whole Language (Sri Nuryati, diakses 16 Januari 2012) dinyatakan bahwa “Membaca tidak diajarkan sebagai suatu pokok bahasan yang berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan dalam pembelajaran bahasa bersama dengan keterampilan berbahasa yang lain.” Kenyataan tersebut dapat dilihat bahwa dalam proses pembelajaran bahasa, keterampilan berbahasa tertentu dapat dikaitkan dengan keterampilan berbahasa yang lain. Pengaitan keterampilan berbahasa dimaksud tidak selalu melibatkan keempat keterampilan berbahasa sekaligus, melainkan dapat mengangkut dua keterampilan saja sepanjang aktivitas berbahasa yang dilakukan bermakna.
2.3 Pembelajaran Membaca Nyaring Melalui Teks Guru perlu untuk merancang pembelajaran membaca dengan baik sehingga mampu menumbuhkan kebiasaan membaca sebagai suatu yang menyenangkan. Suasana belajar harus dapat diciptakan melalui kegiatan yang sesuai dengan pembelajaran membaca. Hal itu sesuai dengan karakteristik anak yang masih berada dalam tahap operasi konkrit. Untuk mengoptimalkan pembelajaran membaca nyaring di SD salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah melalui teks. Pembelajaran membaca nyaring dapat disajikan dengan menggunakan teks sebagai media atau alat bantu bagi siswa. Penggunaan teks dalam pembelajaran membaca memiliki peran penting dalam perkembangan kognitif dan keterampilan membaca. Teks merupakan alat bantu pembelajaran yang digunakan untuk melatih keterampilan berbahasa khususnya keterampilan membaca. Teks yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran harus secara langsung dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Anakanak pada usia 6-8 tahun masih memerlukan alat untuk membantu menumbuhkan pemahaman terhadap diri mereka. Aktivitas membaca melalui teks digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan cara yang menyenangkan. Menurut Dewey (dalam Alex, diakses 16 Januari 2012) bahwa “interaksi antara teks dengan pembelajaran membaca akan memberikan pengalaman belajar yang sangat penting bagi anak-anak.” Teks dapat menjadi kekuatan yang memberikan konteks pembelajaran dan perkembangan masa kanak-kanak awal. Untuk itu, perlu diperhatikan struktur dan isi kurikulum sehingga guru dapat membangun kerangka pedagogis bagi pembelajaran membaca nyaring melalui teks.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, guru dapat melakukan simulasi pembelajaran membaca nyaring dengan menggunakan teks. Yang dipentingkan dalam latihan ini adalah melatih siswa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dengan suara yang nyaring. Teks dalam pembelajaran membaca nyaring dapat memberikan suatu situasi belajar yang menyenangkan. Siswa dengan aktif dilibatkan dan dituntut untuk memberikan partisipasi.
2.4 Kajian Penelitian yang Relevan Isnawati Inunu Tahun 2007 “Meningkatkan Kemampuan Membaca Siswa Melalui Teks di Kelas III SD”. Suatu penelitian di SDN 1 Tenilo Kecamatan Limboto. Iswaty Husain Tahun 2012 “Meningkatkan Kemampuan Membaca Nyaring Melalui Teks di Kelas II SDN 3 Kayubulan Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo”. Dari hasil pengujian hipotesis maka terdapat perbedaan yang terletak pada proses pembelajaran. Pertama, penelitian terdahulu meneliti tentang membaca melalui teks. Aspek yang dinilai pada penelitian terdahulu adalah lafal dan intonasi yang tepat. Lafal adalah cara pengucapan kata-kata atau kalimat, dan intonasi adalah naik turunnya nada pengucapan. Intonasi disebut juga lagu kalimat. Sedangkan pada penelitian ini meneliti tentang membaca yang lebih dikhususkan pada membaca nyaring di kelas II SD. Adapun aspek-aspek yang dinilai adalah pelafalan, kelancaran membaca dan kejelasan vokal/suara. Yang kedua, media yang digunakan oleh peneliti terdahulu dalam penelitiannya adalah teks yang disajikan melalui buku sumber, sedangkan pada penelitian ini media teks dibuat dalam lembaran kertas berwarna dengan tampilan yang menarik minat siswa. Jadi, penggunaan teks untuk meningkatkan kemampuan membaca nyaring di kelas II SD berbeda dengan teks yang diberikan di kelas III SD. Dalam menyediakan alat bantu atau media pembelajaran tentu harus disesuaikan dengan karakteristik siswa.
2.5
Hipotesis Tindakan Adapun hipotesis tindakan pada penelitian tindakan ini adalah: “Jika guru menggunakan
teks maka kemampuan membaca nyaring siswa kelas II SDN 3 Kayubulan akan meningkat.”
2.6
1.
Indikator Kinerja
Untuk hasil belajar siswa, minimal 70 % dari seluruh siswa yang dikenai tindakan memperoleh nilai 7,0 ke atas.
2.
Untuk hasil belajar seluruh siswa di kelas memperoleh daya serap mencapai 69%