BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Hakikat Kemampuan Mengenal Huruf Kemampuan mengenal huruf merupakan salah satu kemampuan yang harus dikuasai anak usia dini. Kemampuan mengenal huruf pada anak usia dini merupakan hal yang sangat substansial untuk diperkenalkan kepada anak. Untuk dapat mengenal huruf maka anak perlu mengenal huruf terlebih dahulu. Vira (2010:1) mengemukakan bahwa dalam bahasa indonesia, huruf dibagi menjadi empat kelompok, yakni: 1) huruf vokal atau huruf hidup, huruf vokal adalah bunyi ujaran akibat adanya udara yang keluar dari paru-paru tidak terkena hambatan atau halangan. jumlah huruf vokal ada 5, yaitu a, i, u, e, dan o, 2) huruf konsonan atau huruf mati. huruf konsonan adalah bunyi ujaran akibat adanya udara yang keluar dari paru-paru mendapatkan hambatan atau halangan. jumlah huruf konsonan ada 21 buah, yaitu b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z, 3) huruf diftong atau huruf vokal rangkap. huruf diftong adalah gabungan dua buah huruf vokal yang menghasilkan bunyi rangkap. dalam bahasa indonesia huruf diftong berbentuk ai, au, dan oi. contoh : bangau, pakai, sengau, perangai, dsb, 4) huruf konsonan rangkap. gabungan dua huruf konsonan ada 4 buah dalam bahasa indonesia, yaitu : kh, ng, ny, dan sy. contohnya : nyamuk, syarat, kumbang, khawatir, dsb. Alfiansyah (2010 : 1) mengemukakan bahwa perbedaan antara vokal dan konsonan didasarkan pada ada atau tidaknya hambatan (proses artikulasi) pada alat bicara. secara konsepsional Alfiansyah (2010 : 1) mengemukakan bahwa bunyi huruf vokal adalah bunyi 8 yang tidak disertai hambatan pada alat bicara, hambatan hanya terdapat pada pita suara, tidak
terdapat artikulasi, semua vokal dihasilkan dengan bergetarnya pita suara, dengan demikian semua vokal adalah bunyi suara. Bunyi huruf konsonan adalah bunyi yang dibentuk dengan menghambat arus udara pada sebagian alat bicara, Terdapat artikulas, Konsonan bersuara adalah konsonan yang dihasilkan dengan bergetarnya pita suara , Konsonan tidak bersuara adalah konsonan yang dihasilkan tanpa bergetarnya pita suara. Tabel 1: Perbedaan Vocal dan Konsonan Vokal
Konsonan
- Bunyi
yang tidak disertai - Bunyi yang dibentuk dengan hambatan pada alat bicara., menghambat arus udara pada Hambatan hanya pada pita suara sebagian alat bicara - Tidak terdapat artikulasi - Terdapat artikulasi - Semua vokal dihasilkan dengan - Konsonan bersuara adalah bergetarnya pita suara. Dengan konsonan yang dihasilkan dengan demikan maka semua vokla bergetarnya pita suara. Konsonan adalah bunyi suara tidak bersuara adalah konsonan yang dihasilkan tanpa bergetarnya pita suara.
Alfiansyah (2010 : 1) lebih lanjut mengemukakan bahwa Bunyi vokal dibedakan berdasarkan posisi tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak, struktur, dan bentuk bibir. Dengan demikian, bunyi vokal tidak dibedakan berdasarkan posisi artikulatornya karena pada bunyi vokal tidak terdapat artikulasi. Artikulator adalah bagian alat ucap yang dapat bergerak. Klasifikasi vokal sebagai berikut: a. Vokal berdasarkan tinggi rendahnya posisi lidah. Vokal Vokal
Tinggi
Madya
=
= [
e
[
i
],
[
I
],
[
� ],
[
], e
[ ],
u [
], o
[ ],
U
]
c
]
[
Vokal Rendah = [ a ]
b. Vokal berdasarkan bagian lidah (depan, tengah, belakang) yang bergerak (gerak naik turunnya lidah).
Vokal Depan = [ i ], [ I ], [ e ], [ �], [ a ], Vokal Tengah = [ a ], Vokal Belakang = [ o ], [ c ], [ u ], [ U ] c. Vokal berdasarkan posisi strukturnya Struktur adalah keadaan hubungan posisional artikulator aktif dan artikulator pasif. Artikulator aktif adalah alat ucap yang bergerak menuju alat ucap yang lain saat membentuk bunyi bahasa. Artikulator pasif adalah alat ucap yang dituju oleh artikulator aktif saat membentuk bunyi bahasa. Dalam bunyi vokal tidak terdapat artikulasi, maka struktur untuk vokal ditentukan oleh jarak lidah dengan langit-langit. Menurut strukturnya, vokal dapat dibedakan seperti uraian berikut. 1) Vokal tertutup (close vowels) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat setinggi mungkin mendekati langit-langit. Vokal tertutup antara lain [ i ], [ u ]. 2) Vokal semitertutup (half-close) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat dalam ketinggian sepertiga di bawah tertutup atau dua per tiga di atas vokal terbuka. Vokal semitertutup antara lain [ e ], [ o ], [ I ], [ U ]. 3) Vokal semiterbuka (half-open) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat dalam ketinggian sepertiga di atas terbuka atau dua per tiga di bawah vokal tertutup. Vokal semiterbuka antara lain [ a ], [ �], [ c ]. 4) Vokal terbuka (open vowels) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah dalam posisi serendah mungkin. Vokal terbuka adalah [ a ]. 4. Vokal berdasarkan bentuk bibir saat vokal diucapkan. 1) Vokal tidak bulat/unrounded vowels (bibir tidak bulat dan terbentang lebar) = [ i ], [ I ], [ e ], [ �], [ e ] 2) Vokal netral/neutral vowels (bibir tidak bulat dan tidak terbentang lebar) = [ a ] 3) Vokal bulat/rounded vowels (bibir bulat) Terbuka bulat = [ c ]
4) Vokal bulat/rounded vowels (bibir bulat) Tertutup bulat = [ o ], [ u ], [ U ] Bunyi vokal dapat diucapkan dengan memanjangkan atau memendekkan vokal tersebut. Pemanjangan dan pemendekan pengucapan vokal dapat mengubah maksud pembicaraan. Pemanjangan vokal diberi tanda [ . . . ] di atas bunyi yang dipanjangkan atau tanda [ . . . : ] di samping kanan bunyi yang dipanjangkan. Contoh: Frasa tatap muka [ t a t a p ] [ m u k a ] bila vokal [ u ] dilafalkan pendek maka akan bermakna bertemu . Namun, jika vokal [ u ] dilafalkan memanjang [ t a t a p ] [ m u : ] [ k a ] maka akan menimbulkan makna menatapmu dan bunyi [ k a ] seakan-akan menghilang. Dalam kehidupan sehari-hari pemanjangan dan pemendekan vokal jarang ditemui. Pemanjangan dan pemendekan vokal biasa ditemui dalam dunia hiburan, seperti pada dagelan atau acara humor dan komedi. Selanjutnya
terkait
dengan
konsonan
dibedakan
menurut:
1) cara hambat (cara artikulasi) atau cara pengucapannya; 2) tempat hambat (tempat artikulasi); 3) hubungan posisional antara penghambat-penghambat atau hubungan antara artikulator pasif; dan 4) bergetar tidaknya pita suara. Danial (2007 : 1) mengemukakan bahwa klasifikasi konsonan berdasarkan cara pengucapan atau cara artikulasi seperti uraian berikut. 1. Konsonan Hambat Letup (Stops, Plosives) Konsonan hambat letup ialah konsonan yang terjadi dengan hambatan penuh arus udara. Kemudian, hambatan itu dilepaskan secara tiba-tiba. Berdasarkan tempat artikulasi, konsonan hambat letup dibedakan seperti berikut. a) Konsonan hambat letup bilabial. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya bibir bawah dan artikulator pasifnya bibir atas. Bunyi yang dihasilkan [ p, b]. b) Konsonan hambat letup apiko-dental. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya ujung lidah dan artikulator pasifnya gigi atas. Bunyi yang dihasilkan [ t, d ].
c) Konsonan hambat letup apiko-palatal. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya ujung lidah dan artikulator pasifnya langitlangit keras (langit-langit atas). Bunyi yang dihasilkan [ t , d ]. [ t ] ditulis th sedangkan [ d ] ditulis dh. d) Konsonan hambat letup medio-palatal. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya tengah lidah dan artikulator pasifnya langitlangit keras. Bunyi yang dihasilkan [ c, j ]. e) Konsonan hambat letup dorso-velar. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya pangkal lidah dan artikulator pasifnya langitlangit lunak (langit-langit bawah). Bunyi yang dihasilkan [ k, g ]. f) Konsonan hamzah. Konsonan ini terjadi dengan menekan rapat yang satu terhadap yang lain pada seluruh pita suara, langit-langit lunak beserta anak tekak di tekan ke atas sehingga arus udara terhambat beberapa saat. Berdasarkan uraian di atas jelas menunjukkan bahwa huruf terdiri atas huruf vokal dan konsonan. Pengenalan huruf pada anak usia dini sangat terbatas pada huruf tertentu yaitu vokal dan konsonan. Pengenalan huruf ini perlu dilakukan secara baik sehingga diharapkan mampu meningkatkan kemampuan anak usia dini dalam memahami huruf yang dibelajarkan. 2.1.2 Hakikat Pengenalan Huruf Pada Anak Usia Dini Pengenalan huruf pada anak usia dini merupakan hal yang sangat substansial dalam rangka
meningkatkan
kemampuan
anak
dalam
membaca.
Susilawan
(2011:1)
mengemukakan bahwa pengenalan huruf pada anak usia dini dilakukan dengan cara permainan simbol. Seiring dengan proses pertumbuhan dan perkembangan manusia mampu menangkap simbol-simbol yang memiliki makna yang diwujudkan dalam huruf atau tulisan. Menurut Thomson dalam Reni Akbar pada saat anak duduk di TK anak sudah dapat dilibatkan pada simbol-simbol. Menurut Dharmawan (2010:1) bahwa simbol yang dimaksud disini adalah suatu alat bagi anak-anak untuk bereksplorasi dan mencari informasi tentang segala sesuatu yang belum
diketahuinya. simbol yang dimaksudkan adalah kertas tebal yang berbentuk macam-macam bentuk garis diantaranya garis lurus, garis lengkung, garis miring, garis datar, garis garis lengkung kecil yang nantinya apabila sudah digabungkan akan membentuk huruf-huruf dan bila dirangkai huruf-huruf tersebut akan menjadi satu kata yang nantinya disertai gambar yang menunjukkan rangkaian huruf tersebut. Permainan simbol dalam hal ini diartikan sebagai suatu alat/media bagi anak-anak untuk bereksplorasi dan mencari informasi tentang segala sesuatu yang belum diketahui. Cara dan aturan dari simbol ini adalah : pertama, kenalkan anak pada alat yang digunakan dalam simbol-simbol, yaitu bentuk-bentuk garis. Ajak anak menyebutkan bentuk garis yang terdapat pada simbol tersebut. Buat kelompok kecil dan letakkan simbol ditengah anak. Anak mencari simbol sesuai dengan yang diminta guru, misalnya ”Garis lurus kemudian diberi garis lengkung (simbol-simbol tersebut dapat ditempel pada papan panel) maka menjadi huruf apa anak-anak?”, kemudian anak akan menjawab huruf apa yang terlihat dipapan panel dan guru menempelkan gambar yang huruf awalnya sama dengan huruf yang telah ditunjukkan guru. Dengan melihat gambar anak akan memperkirakan huruf apa dan bagaimana bunyi huruf tersebut. Setelah anak memahami penggunaan simbol dalam membentuk huruf –huruf beri kesempatan anak untuk melakukan sendiri sehingga anak dapat menemukan sendiri dan menyebutkannya huruf apa yang dibuatnya. Pelaksanaan pengenalan huruf melalui simbol ini, anak tidak diminta menulis melainkan hanya menyebutkan huruf dan merangkai huruf menjadi kata sesuai dengan gambar yang ada. Susilawan (2011:1) mengemukakan bahwa simbol-simbol yang digunakan dalam kegiatan pengenalan huruf pada pembelajaran pengembangan kemampuan berbahasa anak ini adalah garis-garis berbentuk lurus, lengkung, datar, miring, lengkung kecil. simbol yang dimaksud berbentuk garis-garis yang bila dihubungkan menjadi huruf dan bila dirangkai akan
menjadi kata. Pembelajaran berdasarkan penemuan ini dapat dilakukan baik secara individual maupun secara kelompok. Ada satu cara lagi dari buku Montessori mengenai Read and Write: huruf-huruf juga bisa dipelajari dengan cara: 1) menggunakan Sand Paper Letter. Kertasnya agak kasar, atau bisa juga digunakan kertas amplas yang agak halus kemudian dibentuk huruf-huruf. Setelah itu anak diminta untuk mengikuti huruf tersebut dengan jarinya, 2) setelah beberapa kali, barulah anak diminta menuliskan huruf di kertas yang besar, 3) atau dengan Finger Painting menggunakan cat air. Jadi huruf-huruf ditulis menggunakan jari di kertas. Cara ini tidak terbatas untuk mulai huruf vokal atau konsonan terlebih dahulu. Bila menggunakan metode Kinderland (Inggris), harus hafal Alphabet Terlebih dahulu
baru
kemudian
kata
per
tuga-huruf
seperti:
bad,
cat,
dog.
Cara membacanya memakai metode phonic. Ini berbeda sekali dengan cara mengeja bahasa Indonesia. - Cara mengeja bahasa Indonesia: be-a=ba, be-u=bu, semua dieja dari depan. Cara mengeja bahasa Inggris: apple apple, aeh aeh aeh c-a-t dibaca keh-e-the, diejanya dari belakang eh-teh at, lanjutkan dengan keh-at jadi cat Susilawan (2011:2) Alphabet mulai diperkenalkan sejak usia sekitar 2 tahun tahun dengan memakai board book yang besar dan gambarnya menyolok. Dari metode belajar disekolah, anak mengalami kemajuan yang pesat. Metode mengajar membacanya memakai metode mengeja Be-a=Ba, be-i=Bi, dan seterusnya. Bisa dicoba dengan flash card yang terdapat gambar dibalik kartunya. Dengan menggunakan flash card, diajarkan langsung kata per kata. Bisa juga diteruskan dengan melengkapi kata seperti: Gambar meja, kemudian si anak meneruskan dengan huruf yang hilang. Sebagai tambahan, walaupun menggunakan model kata per kata, huruf ABC. Juga harus diperkenalkan. Pengalaman dari anak pertama , huruf ABCD dipasang di dinding. Setiap kali
masuk kamar, huruf-huruf tersebut dinyanyikan. Kemudian si anak mencocokkan gambar (misalnya dari kartun Monica) dengan kata-katanya sampai akhirnya bisa membaca. Menurut Susilawan (2011:1) bahwa anak diperkenalkan dengan Alphabet melalui komputer. Alphabet yang dikenalkan adalah kata-kata yang sering didengar anak seperti Mama, Ayah, Meja, dan sebagainya. Alphabet diperkenalkan melalui bermain. Bisa juga menggunakan Alphabet bermagnit untuk ditempel di depan kulkas, atau dengan buku bacaan dan koran. Untuk waktunya bisa satu hari 1-2 huruf kemudian diulang kembali. Perkenalan anak dengan Alphabet dimulai sejak usia kurang dari 2 tahun. Pertama dengan memasang huruf-huruf A-Z di dinding sambil diperkenalkan Ke anak. Kemudian di sekolah, anak diajarkan mengeja kata: ba bi bu, dan seterusnya. juga menggunakan Dot Card (kartu Alphabet dengan tampilan depan bergambar, halaman belakang bertuliskan kata dari gambar tersebut. Misal: gambar Buku, tulisan BUKU). Gambar pada kartu tersebut diperlihatkan ke anak sambil diucapkan namanya, kemudian kartunya dibalik untuk diperlihatkan katanya sambil diucapkan kembali nama bendanya. Hari pertama 10 gambar, hari berikutnya 10 gambar yang sama, hari ketiga 10 gambar yang lama ditambah 10 gambar baru, terus sampai 50 kartu itu habis. Dengan cara tersebut, anak mulai hafal huruf bahkan untuk kata-kata yang sulit seperti kangguru, serbet, taplak, bingkai, sabtu, tangggal, dan sebagainya. Kemudian bisa juga dicoba untuk meminta anak membaca tulisan-tulisan besar yang ada di jalan. Kegiatan ini juga menyenangkan untuk anak. Dharmawan (2010:1) mengemukakan bahwa Alphabet diperkenalkan sejak anak mulai berdiri (usia kurang dari 1 tahun) dengan cara menempelkan poster huruf di dinding. Pada usia 1 tahun anak mulai diajak bermain „game‟ di komputer. Dengan menggunakan power point, dibuatkan flash card. Si anak akan mencocokkan huruf yang ada di layer dengan huruf-huruf di keyboard. Cara lainnya dengan bermain „pura-pura‟. Misalnya si anak diajak main masak-memasak. Si anak diminta mengambil „kol‟ dari huruf K. Untuk membaca
diajarkan baca dari vowel (ba, bi, bu) sebelum tidur setelah selesai membacakan cerita, diperlihatkan hasil print out vowel tersebut. Disamping itu dipasang juga poster vowel tersebut. Untuk memudahkan anak untuk menghapal, membacanya memakai nada lagu „twinkle-twinkle little star‟. Setelah anaknya hafal, dibuatkan permainan seperti kata babi, ditunjuk kata ba dan bi. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Susilawan (2011:1) bahwa alphabet diperkenalkan sejak anak usia kurang lebih 1 tahun dengan cara menempelkan poster alphabet di sekeliling dinding di ruang keluarga. Kemudian huruf-huruf tersebut diulangulang setiap kali ada di ruangan itu. Pada usia 2 tahun anak sudah hafal A-Z dengan cara tersebut. Kunci dari pengenalan alphabet adalah dengan pengulangan dan kebiasaan. Kemudian dibiasakan membaca (setiap ada waktu luang), dan setelah anak sudah bisa membaca sendiri, kita ajak membaca bergantian. Pengenalan huruf dari VCD Teletubbies. Belajar membaca dengan metode phonic lebih mudah daripada mengeja. Alphabet diperkenalkan sejak usia 2 tahun dengan cara memasang poster alphabet di dinding kamar. Cara menggabungkan huruf menjadi kata dengan mengajak anak bercerita sebelum tidur. Contohnya: bercerita pergi berbelanja membeli s-a=sa, p-u=pu, anak ditanya belanja membeli apa?
Menurut Fatoniq (2009 :
2) bahwa alphabet dan warna diajarkan sejak anak usia kurang dari 2 tahun dengan cara menempel Wall Chart Alphabet di dinding. Setiap kali, huruf-huruf itu dibaca berulang-ulang seperti A-Apple, B-Baju, dan seterusnya. Selain itu, dengan memakai karpet dari karet yang huruf-hurufnya bisa dilepas, anak diajak bermain. Misalnya, “Ini huruf P. Kita carikan rumahnya P” Kemudian si anak akan mulai mencari-cari tempatnya yang sesuai dengan huruf P, dan seterusnya. Atau bisa dengan cara lain seperti “Adik memakai t-o-p-i” Kemudian dia akan jawab `topi‟. “Ayah memakai d-a-s-i”. Dia jawab dasi, dan seterusnya.
Menurut Dharmawan (2010:1) bahwa alphabet dikenalkan sejak usia 1.5 tahun. Pertama dengan cara memutar VCD Teletubbies dan Barney tentang pengenalan huruf. Alphabet juga dipasang di dinding rumah. Sambil bermain anak diberi tebakan huruf. Setelah usia 2 tahun, diberikan puzzle untuk huruf dan angka. Caranya sambil bermain jual-jualan dan tebak-tebakan. Contohnya: “ibu mau membeli huruf “P” kemudian si anak memberikan huruf P. Atau, “benda apa yg huruf depannya “A”? Kemudian si anak menjawab `apel‟. Kalau jawabannya benar, dia harus mencari huruf tersebut. Setelah hafal semua alphabet tanpa keliru pada usia 2 tahun, baru kemudian diajari membaca dengan langsung pengenalan per satu suku kata. Di dinding juga dipasang poster per kata (ba, bi, ku…) yang digunting per kata. Kemudian kata-kata tersebut dibuat main tebak-tebakan kartu. Misalnya susun kata i-bu, maka dia akan mencari huruf I dan kata BU. Setiap mau tidur dibiasakan membacakan buku. Karena sekarang sudah pintar membaca, anak diminta membaca. Atau dibuat main tebaktebakan mengeja. Contoh: “Kita pergi ke mal, hurufnya apa saja?” Pengenalan huruf pada anak jangan dipaksa, dibuat senyaman dan semudah mungkin, dan diajarkan sambil bermain supaya anak tidak bosan. Kalau bisa ajarkan pengenalan huruf dulu sampai hafal betul baru per suku kata supaya tidak bingung. Di rumah dipajang poster-poster alphabet. Kemudian saat sedang membaca buku, anak dipangku dan dihadapkan ke buku. Lalu kata-kata dibuku tersebut ditunjuk sambil dibacakan kata-kata. Kalau sudah bosan, anak jangan dipaksa Zuchdi dan Budiasih (1997 : 49) menyatakan bahwa melalui pembelajaran mengenal huruf, guru dapat meningkatkan nilai-nilai moral, kemampuan bernalar dan kreativitas anak didik.Kegiatan mengenal huruf permulaan tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan menulis permulaan Artinya, kedua macam keterampilan berbahasa tersebut dapat dilatihkan secara bersamaan. Ketika anak belajar mengenal huruf, anak juga belajar mengenal tulisan yakni berupa huruf-suku kata-kata-kalimat yang dibaca. Setelah belajar mengenal huruf satuan unit
bahasa tersebut, anak perlu belajar bagaimana menuliskannya. Demikian pula sebaliknya, ketika anak belajar menjiplak huruf-suku kata-kata-kalimat, anak juga belajar bagaimana cara mengenal huruf satuan unit bahasa tersebut. Meskipun pembelajaran mengenal huruf dan menulis permulaan dapat diajarkan secara terpadu, namun pelaksanaannya tetap dilakukan secara bertahap, dimulai kegiatan mengenal huruf terlebih dahulu baru kemudian dipadukan dengan kegiatan menulis. Hal itu dilakukan karena keterampilan mengenal huruf dapat diprediksikan mempunyai tingkat kesulitan lebih rendah dari pada keterampilan menulis yang mempunyai tingkat kesulitan lebih tinggi karena perlu melibatkan keterampilan penunjang khusus yaitu berkaitan dengan kesiapan keterampilan motorik anak . Meskipun mempunyai keterampilan mengenal huruf mempunyai tingkat kesulitan lebih rendah, namun masih cukup banyak dijumpai berbagai kasus tentang kesulitan anak dalam mengenal huruf. Fatoniq (2009 : 2) mengemukakan bahwa belajar mengenal huruf mencakup pemerolehan kecakapan yang dibangun pada ketrampilan sebelumnya. Jeanne Chall (dalam Fatoniq, 2009 : 2) mengemukakan ada lima tahapan dalam perkembangan kemampuan mengenal huruf, dimulai dari ketrampilan pre-reading hingga ke kemampuan mengenal huruf yang sangat tinggi pada orang dewasa. a) Tahap 0, dimulai dari masa sebelum anak masuk kelas pertama, anak-anak harus menguasai prasyarat mengenal huruf, yakni belajar membedakan huruf dalam alfabet. Kemudian pada saat anak masuk sekolah, banyak yang sudah dapat “mengenal huruf” beberapa kata, seperti “Pepsi”, “McDonalds”, dan “Pizza Hut.” Kemampuan mereka untuk mengenali simbol-simbol populer ini karena seringnya melihat di televisi atau pun di sisi jalan serta meja makan. Hal ini mengindikasikan bahwa mereka dapat membedakan antara pola huruf, meskipun belum dapat mengerti kata itu sendiri. Pengetahuan anak-anak tentang huruf dan kata saat ini secara umum lebih baik ketimbang
beberapa generasi sebelumnya, hal ini dikarenakan pengaruh acara televisi anak seperti “Sesame Street.” b) Tahap1, mencakup tahun pertama di kelas satu. Anak belajar kecakapan merekam fonologi, yaitu keterampilan yang digunakan untuk menerjemahkan simbol-simbol ke dalam suara dan kata-kata. Kemampuan ini diikuti dengan tahap kedua pada kelas dua dan tiga, di mana anak sudah belajar mengenal huruf dengan fasih. Di akhir kelas tiga, kebanyakan anak sekolah sudah menguasai hubungan dari huruf-ke-suara dan dapat mengenal huruf sebagian besar kata dan kalimat sederhana yang diberikan. c) Perubahan dari “learning to read” menuju “reading to learn” dimulai dalam tahap 3, dimulai dari kelas 4 sampai kelas 8. Anak-anak pada tahap ini sudah bisa mendapatkan informasi dari materi tertulis, dan ini direfleksikan dalam kurikulum sekolah. Anak-anak di kelas ini diharapkan belajar dari buku yang mereka baca. Jika anak belum menguasai “ how to” mengenal huruf ketika kelas empat, maka kemajuannya mengenal huruf untuk kelas selanjutnya bisa terhambat. d) Tahap 4, dimulai pada saat sekolah tinggi, direfleksikan dengan kemampuan baca yang sangat fasih. Anak menjadi semakin dapat memahami beragam materi bacaan dan menarik kesimpulan dari apa yang mereka baca. Berdasarkan uraian tersebut jelas bahwa mengenal huruf merupakan modal utama yang perlu dimiliki anak dalam rangka meningkatkan kemampuan mengenal huruf pada anak usia dini.
2.1.3 Hakikat Permainan puzzle huruf Kata puzzle berasal dari bahasa Inggris yang berarti teka-teki atau bongkar pasang, permainan puzzle huruf merupakan media sederhana yang dimainkan dengan bongkar
pasang, (Hermawan 2010 : 1). Spodek (dalam Hermawan 2010 : 2)
mendefinisikan
permainan puzzle huruf sebagai salah satu media bermain yang dapat dimainkan diatas nampan atau bingkai (tempat memainkan potongan-potongan puzzle) yang di letakkan diatas meja. Dengan demikian maka sianak dapat mengambil dan mengembalikan sendiri permainan puzzle huruf tersebut ke tempat penyimpanan media semula Permainan puzzle huruf yang didesain untuk anak biasanya dikemas dalam bentuk yang sederhana, menarik dan berfungsi untuk pengenalan benda yang ada disekitar lingkungannya. Permainan puzzle huruf merupakan
suatu media bermain yang disukai
anak.anak dapat bermain dengan menggunakan permainan puzzle huruf dengan cara memadu padankan atau mencari padanan, merangkai dan menyempurnakan salah satu media bermain manipulatif, dimana anak dapat mengeksplorasikan kegiatan bermainnya melalui permainan puzzle huruf sesuai dengan daya pikir dan kreativitasnya. Menurut Suharyono (2011:1) bahwa jenis permainan puzzle huruf dapat dibedakan menurut bentuk atau wujud permainan puzzle huruf atau tingkat kesulitan dari pemanfaatanya, permainan puzzle huruf merupakan media visual yang dapat berwujud media dua dimensi dan tiga dimensi. Yang membedakan antara media dua dimensi dan 3 dimensi dilihat dari cirri-ciri yang dimilikinya adapun cirri-ciri permainan puzzle huruf antara lain sebagai berikut:
a) media 2 dimensi memiliki cirri-ciri :
1) terdiri dari potongan gambar-
gambar; 2) memiliki atau disertai bingkai namun sebagai tempat untuk meemainkannya; 3) terbuat dari bahan karton; 4) berfungsi untk pengenalan gambar atau benda di sekitar lingkungan anak serta untuk mempermuda kordinasi motorik halus anak; 5) cara memainkannya, anak harus melihat bentuk awal permainan puzzle huruf sebelum di bongkar atau dengan melihat gambar yang tersedia, selalu dibongkar dan diacak kemudian anak diminta untuk menyusun kembali potongan gambar sesuai dengan contoh yang ada, b) media
3 dimensi memiliki cirr-ciri: 1)mempunyai ukuran panjang, lebar dan tinggi; 2)berbentuk potongan Gambar 1: Contoh gambar permainan puzzle huruf
Hermawan (2010:2) mengemukakan beberapa manfaat bermain puzzle:
1)
mengasah otak, puzzle adalah cara yang bagus untuk mengasah otak si kecil, melatih selselnya dan memecahkan masalah, 2) melatih koordinasih mata dan tangan, puzzle dapat melatih koordinasi tangan dan mata anak. Mereka harus mencocokkan keping-keping puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar. Permainan ini membantu anak mengenal bentuk dan ini merupakan langkah penting menuju perkembangan keterempilan membaca, 3) melatih nalar, Puzzle dalam bentuk manusia akan melati nalar mereka. Mereka akan menyimpulkan di mana letak kepala, tangan, kaki dan lain-lain sesuai dengan logika, 4) melatih kesabaranm, puzzle juga dapat melatih kesabaran anak dalam menyelesaikan suatu tantangan. Pengetahuan, dari puzzle anak akan berlajar, misalnya puzzle tantang warna dan bentuk. Anak dapat belajar tentang warna-warna dan bentuk yang ada. Pengetahuan yang diperoleh dari cara ini biasanya lebih mengesankan bagi anak disamping dengan pengetahuan yang dihafalkan. Anak juga dapat belajar konsep dasar,binatang, alam sekitar, jenis buah alphabet dan lain-lain. Tetepi tentunya harus dengan bantuan guru atau orang lain yang mendampinginya.
2.1.4 Meningkatkan Kemampuan Anak Mengenal huruf Melalui Permainan Puzzle huruf Proses belajar menyenangkan adalah kunci sukses menuju keberhasilan. Gordon dan Jeanette Vos mengungkapkan ”belajar akan efektif jika anda dalam keadaan fun”. Menurut Suharyono (2011:1) bahwa kunci proses pembelajaran yang baik adalah dengan mengorkestrasikan enam faktor berikut: a) menciptakan kondisi terbaik untuk belajar; b) presentasi yang melibatkan seluruh indera, relaks, menyenangkan, bervariasi, cepat, menggairahkan; c) berfikir aktif dan kreatif;
d) merangsang akses materi belajar
dengan permainan, lakon pendek, praktik dan melibatkan gerak badan; e) mengasosiasikan
pengetahuan dengan dunia nyata;
f) melakukan peninjauan ulang atau evaluasi
secara teratur. Gordon Dryden dan Jeanette Vos (dalam Suharyono, 2011:1) mengemukakan bahwa pada anak usia dini dalam pembelajaran dengan menggunakan puzzle huruf perlu dikondisikan beberapa hal sebagai berikut: a) Mengorkestrasikan lingkungan belajar. Ruangan kelas harus nyaman, bersih, indah, rapih dengan berbagai hiasan dinding, poster berwarna, slogan, bunga-bunga dan poster-poster yang merangsang kemampuan anak mengenal huruf. Seluruh atmosfer belajar haruslah bersahabat dan menyenangkan. b) Menyiapkan suasana yang kondusif dan mencuri perhatian anak dengan menciptakan iklim belajar yang menyenangkan. Imajinasi, kejutan dan tantangan sangat baik untuk mencuri perhatian anak. c) Mengkondisikan otak kanan dan otak kiri dalam keadaan rileks dengan permainan untuk merangsang komunikasi otak kanan dan otak kiri. Permainan akan lebih efektif dengan melibatkan gerak badan. Philip Cassone (pelatih sistem belajar cepat) sering memulai presentasi dengan permainan human bingo. Cappeli (guru dari Asutralia) sering meminta anaknya untuk saling memijat otot leher dan bahu untuk relaksasi sambil bernyanyi. d) Menambah kegiatan belajar dengan alunan musik. Alunan musik dalam tempo lambat misalnya jenis musik klasik dapat menciptakan keadaan belajar optimum ditandai dengan detak jantung, kecepatan nafas, dan gelombang otak berirama secara sinkron, tubuh menjadi rileks, tetapi pikiran terkosentrasi dan siap menerima informasi baru. e) Menghilangkan stigma negatif dari proses belajar. Ada tiga stigma buruk dalam belajar yang harus dihilangkan yaitu: (1) stigma kritis logis, adalah anggapa bahea sekolah itu tidak mudah, belajar itu sesuatu yang tidak menyenangkan (2) stigma intuitif-emosional
adalah anggapan bahwa ini bodoh, tidak bisa melakukannya,” (3) stigma kritis moral adalah anggapan bahwa belajar adalah bekerja keras. f) Anak memahami target dan tujuan belajar g) Merangsang emosi anak dengan kelembutan dan kasih ng dari guru Kemampuan anak mengenal huruf dapat ditingkatkan
dengan menggunakan
permainan Puzzle huruf. Alasan dipergunakannya puzzle huruf adalah: mudah diperoleh baik dengan membuat sendiri maupun membeli di toko mainan, dapat dimodifikasi dalam berbagai model yang disenangi anak, mudah dipergunakan baik oleh guru maupun anak, dan mampu menjelaskan konsep dengan tepat. Penggunaan puzzle huruf bertujuan untuk melatih anak
agar mulai mengenal huruf, mengeja, merangkai huruf menjadi kata tertentu,
melafalkan tulisan. Pemanfaatan puzzle huruf tersebut pada hakikatnya dilakukan berdasarkan satuan pelajaran dalam Kurikulum Taman Kanak-kanak. Menggunakan puzzle huruf, anak diharapkan tertarik untuk belajar membaca. Secara tidak langsung anak dirangsang untuk mulai berlatih membaca meskipun kedua hal tersebut belum ditekankan dalam pembelajaran di Taman Kanak-kanak Strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan anak mengenal
huruf dengan menggunakan teknik Puzzle huruf dilakukan dengan cara sebagai berikut. a)
Guru memperkenalkan permainan puzzle huruf kepada anak
b) Guru
membentuk kelompok dan membagikan puzzle huruf kepada masing-masing
kelompok. c)
Anak diperkenalkan dengan setiap huruf yang akan digunakan dalam permainan puzzle huruf
d) Setiap anak selanjutnya diminta untuk bermain puzzle huruf tersebut e)
Setelah satu babak permainan anak akan diberikan puzzle huruf yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
f)
Memberikan motivasi terhadap keberhasilan anak dalam bermain puzzle huruf dengan baik.
g) Mengadakan evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan Melalui langkah yang dikemukakan di atas diharapkan akan mampu meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal huruf khususnya di PAUD. 2.2. Hipotesis Tindakan Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut “jika digunakan permainan puzzle huruf dalam pembelajaran maka kemampuan mengenal huruf pada anak kelompok B di PAUD Mawar Hungayonaa Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo dapat meningkat. 2.3 Indikator Kinerja Yang menjadi indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah kemampuan anak mengenal huruf dapat ditingkatkan melalui permainan puzzle huruf dari
9 anak (55%)
menjadi 16 anak (80%) dari 20 anak yang ada di PAUD Mawar Hungayonaa Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo.