10
BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Stakeholders Theory Stakeholders Theory (Teori Stakeholder), mengasumsikan bahwa eksistensi perusahaan ditentukan oleh para stakeholders. Stakeholder adalah semua pihak, internal maupun eksternal, yang dapatmempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Stakeholder is a group or an individual who can affect, or be affected by, the success or failure of an organization (Luk, Yau, Tse, Alan, Sin, Leo, dan Raymond, dalam Nor Hadi. 2011:93). Berdasarkan asumsi stakeholders theory, maka perusahaan tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan sosial. Perusahaan perlu menjaga legitimasi stakeholder
serta
mendudukkannya
dalam
kerangka
kebijakan
dan
pengambilan keputusan, sehingga dapat mendukung pencapaian tujuan perusahaan, yaitu stabilitas usaha dan jaminan going concern (Adam, dalam Nor Hadi. 2011: 94-95). Perusahaan berusaha mencari pembenaran dari para stakeholders dalam menjalankan operasi perusahaannya. Semakin kuat posisi stakeholders, semakin besar pula kecenderungan perusahaan mengadaptasi diri terhadap keinginan para stakeholders-nya (Sembiring, 2005: 2). Menurut Thomas dan
11
Andrew, dalam Nor Hadi (2011: 94), Stakeholders Theory memiliki beberapa asumsi sebagai berikut: a. Perusahaan memiliki hubungan dengan banyak kelompok stakeholder yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan perusahaan. b. Teori ini ditekankan pada sifat alami hubungan dalam proses dan keluaran bagi perusahaan dan stakeholder-nya. c. Kepentingan seluruh legitimasi stakeholder memiliki nilai secara hakiki, dan tidak membentuk kepentingan yang didominasi satu sama lain. Teori ini menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk
kepentingannya
sendiri.
Namun perusahaan
harus
memberikan maafaat bagi stakeholder-nya. Dengan demikian keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan stakeholders kepada perusahaan tersebut. Semakin powerfull stakeholder maka semakin besar pula usaha perusahaan untuk beradaptasi. Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaam dengan stakeholdersnya. (Gray et. Al., 1996) dalam (Haditya, 2012) 2. Teori Legitimasi (Legitimacy Theory) Teori legitimasi menyatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat. Dowling dan Pfeffer (1975) dalam Harsanti (2011) menyatakan, perusahaan dikatakan memiliki legitimasi ketika sistem nilai perusahaan selaras dengan sistem nilai kemasyarakat, dimana perusahaan merupakan bagian dari masyarakat. Dalam pengertian secara mendasar,
12
legitimasi adalah hubungan sosial tertentu yang dikukuhkan sebagai hal yang benar dan tepat secara moral. Teori legitimasi penting bagi organisasi karena teori legitimasi didasari oleh batasan-batasan, norma-norma, nilai-nilai dan peraturan sosial yang membatasi perusahaan agar memperhatikan kepentingan sosial dan dampak dari reaksi sosial yang dapat ditimbulkan. Dengan melakukan pengungkapan sosial, perusahaan merasa keberadaan dan aktivitasnya terlegitimasi. Hasil penelitian Dowling dan Pfeffer (1975) dalam Harsanti (2011) menjelaskan bahwa legitimasi perusahaan dapat ditingkatkan melalui tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Untuk itu, pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan diperlukan untuk mendapatkan nilai positif dan legitimasi dari masyarakat.
3. Teori Agensi (Agency Theory) Maya (2013) menjelaskan Teori Agensi muncul untuk mengatasi konflik agensi yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan. Adanya pemisahan kepemilikan oleh prinsipal dan pengendalian oleh agen dalam sebuah organisasi cenderung menimbulkan konflik keagenan antara prinsipal dan agen. Teori agensi mendasarkan hubungan kontrak antar anggota-anggota dalam perusahaan, dimana prinsipal dan agen sebagai pelaku utama. Prinsipal (pemegang saham) merupakan pihak yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak atas nama prinsipal, sedangkan agen (manajemen) merupakan
13
pihak yang diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan perusahaan. Agen berkewajiban untuk mempertanggung jawabkan apa yang telah diamanahakan oleh prinsipal kepadanya. Jensen dan Meckling, (1976) dalam Saleh, (2008) menjelaskan teori agensi adalah teori yang menjelaskan tentang hubungan antara prinsipal dan agen. Teori agensi menyatakan bahwa hubungan keagenan timbul ketika salah satu pihak (prinsipal) memberi kuasa kepada pihak lain (agen) untuk melakukan
beberapa
jasa
untuk
kepentingannya
yang
melibatkan
pendelegasian beberapa otoritas pembuatan keputusan kepada agen. Dalam kontrak ini agen berkewajiban untuk melakukan hal-hal yang memberikan manfaat dan meningkatkan kesejahteraan prinsipal. Berdasarkan teori agensi tersebut, manajer berusaha memenuhi kepentingan stakeholder dengan cara mengungkapkan pertanggung jawaban sosial perusahaan. Para stakeholder akan puas bila perusahaan yang mereka investasikan di dalamnya mengungkapkan pertanggungjawaban sosial yang akan meningkatkan kepercayaan masyarakat. 1.
Pengertian Corporate Social Responsibility Terdapat beberapa definisi Corporate Social Responsibility (CSR), Salah satu yang cukup menarik adalah yang dibuat oleh lingkar studi Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia, adalah: upaya sungguhsungguh dari entitas bisnis untuk meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif operasinya terhadap seluruh pemangku
14
kepentingan dalam ranah ekonomi, sosial dan lingkugan, agar mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan. (Nurdizal et. All, 2011:15). Pengungkapan tanggung jawab sosial/Corporate Social Responsibility (CSR) atau sering disebut sebagai Corporate Social Reporting adalah proses pengkomunikasian efek-efek sosial dan lingkungan atas tindakan-tindakan ekonomi perusahaan pada kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dan pada masyarakat secara keseluruhan. Kontribusi negatif perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya telah menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat, oleh karena itu dengan mengungkapkan informasi-informasi mengenai operasi perusahaan sehubungan dengan lingkungan sebagai tanggung jawab perusahaan diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat. Jadi agar bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) yang telah dilakukan oleh perusahaan dapat diketahui oleh berbagai pihak yang berkepentingan, maka hal itu diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan. (Gray et. Al., 1987) dalam (Ni Nyoman, 2012). Hendriksen
(1991:203)
dalam
Farah
(2012)
mendefinisikan
pengungkapan sebagai penyajian sejumlah informasi yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara optimal pasar modal yang efisien. Pengungkapan ada yang bersifat wajib (mandatory), yaitu pengungkapan informasi wajib dilakukan oleh perusahaan yang didasarkan pada peraturan atau standar tertentu, dan ada yang bersifat sukarela (voluntary) yang merupakan pengungkapan informasi melebihi persyaratan minimum dari peraturan yang berlaku.
15
Menurut Hackston dan Milne (1996) dalam Sembiring (2005) pengungkapan tangggung jawab sosial perusahaan sering disebut juga sebagai corporate social responsibility atau social disclosure, corporate social reporting, social reporting merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Pengungkapan tanggung jawab sosial juga dapat diartikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap strategic-stakeholder-nya, terutama komunitas dan masyarakat sekitar wilayah kerja dan operasinya. Tahun 2000 untuk pertama kalinya Global Reporting Initiative mempublikasikan guidelines disusul publikasi untuk expanded versionnya pada Agustus 2002. Saat ini tidak kurang dari 460 perusahaan dari 45 Negara termasuk telah menggunakan sebagaian atau total Global Reporting Initiative sebagai pembuatan suistainability report pada perusahaannya. Menurut Global Reporting Initiative dalam www.globalreporting.org, isi sustainability report terdiri dari 5 bagian : 1. Visi dan strategi. Menjelaskan visi dan strategi perusahaan berkaitan dengan sustainability, dicantumkan juga pernyataan dan sambutan dari manajemen
2. Profil perusahaan. Merupakan overview struktur organisasi perusahaan serta ruang lingkup pelaporan
16
3. Sistem manajemen dan struktur pengolalaan. Pengungkapan struktur organisasi, kebijakan-kebijakan yang diambil, dan sistem manajemen, termasuk usaha-usaha perusahaan dalam melibatkan pemangku kepentingan
4. Global Reporting Initiative content index. Berisi tabel yang mengidentifikasikan letak setiap elemen isi laporan Global Reporting Initiative berdasarkan bagian Global Reporting Initiative berdasarkan
bagian
dan
indikatornya.
Tujuannya
untuk
memudahkan pengguna laporan agar dapat mengakses secara cepat informasi dan indikator yang terdapat dalam Global Reporting Initiative.
5. Indikator kinerja. Indikator ini mengukur dampak kegiatan perusahaan yang dikenal dengan Corperate Social Responsibility Disclosure Index (CSRDI) berdasarkan Global Reporting Initiative (GRI).
Pelaporan atau pengungkapan biaya tanggung jawab sosial dapat dilakukan perusahaan dengan cara menyajikanya ke dalam laporan keuangan triwulan, semester dan tahunan. Hal tersebut dimaksudkan agar otoritas, pemegang saham (investor), kreditor, dan stakeholder lainnya dapat mengetahui secara pasti tentang komitmen dan tanggungjawab sosial dan lingkungan yang telah dilakukan perusahaan.Pengungkapan informasi tersebut dapat meningkatkan nilai perusahaan. (Sembiring, 2005)
17
Keluasan
pengungkapan
adalah
salah
satu
bentuk
kualitas
pengungkapan. Hendriksen (1997: 204) menyatakan bahwa tingginya kualitas informasi
akuntansi
sangat
berkaitan
dengan
tingkat
kelengkapan
pengungkapan. Ada tiga konsep mengenai luas pengungkapan yaitu adequate, fair dan full disclosure. Konsep yang paling sering dipraktekkan adalah pengungkapan yang cukup (adequate disclosure), yaitu pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku, di mana pada tingkat pengungkapan ini investor dapat menginterpretasikan angka-angka dalam laporan keuangan dengan benar. Pengungkapan yang fair (fair disclosure) mengandung sasaran etis dengan menyediakan informasi yang layak terhadap pembaca (investor) potensial. 2. Kepemilikan Saham Asing Dalam Pasal 1 ayat 8 UU No. 25 Th. 2007 menyebutkan bahwa Modal Asing adalah Modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, dan Badan Hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing. Mengacu pada pasal diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepemilikan saham asing merupakan proporsi saham biasa perusahaan yang dimiliki oleh perorangan, badan hukum, pemerintah serta bagian-bagiannya yang berstatus luar negeri. Kepemilikan asing dalam perusahaan merupakan pihak yang dianggap concern terhadap pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan. (Djakman dan Machmud, 2008) dalam (Erida, 2011).
18
Perusahaan yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh asing biasanya lebih sering menghadapi masalah asimetri informasi dikarenakan hambatan geografis dan bahasa. Oleh sebab itu perusahaan dengan kepemilikan asing yang besar akan terdorong untuk melaporkan atau mengungkapkan informasinya secara sukarela dan luas. (Xiao et Al., 2004) dalam (Erida, 2011) . Ada beberapa alasan mengapa perusahaan yang memiliki kepemilikan saham asing harus memberikan pengungkapan yang lebih dibandingkan dengan yang tidak memiliki kepemilikan saham asing menurut (Susanto, 1992) dalam (Angling, 2010) sebagai berikut: 1. Perusahaan asing mendapatkan pelatihan yang lebih baik dalam bidang akuntansi dari perusahaan induk di luar negeri 2. Perusahaan tersebut mungkin punya sistem informasi yang lebih efisien untuk memenuhi kebutuhan internal dan kebutuhan perusahaan induk 3. Kemungkinan permintaan yang lebih besar pada perusahaan berbasis asing dari pelanggan, pemasok, dan masyarakat umum. 3.
Kepemilikan Saham Institusi Menurut Adrian Sutedi (2011:21) kepemilikan saham institusi adalah kepemilikan saham oleh pihak-pihak yang berbentuk institusi seperti yayasan, bank, perusahaan asuransi, perusahaan investasi, dana pension, perusahaan berbentuk perseroan (PT), dan institusi lainnya.
19
Institusi biasanya dapat menguasai mayoritas saham karena mereka sumber daya yang lebih besar dibandingkan dengan pemegang saham lainnya. Oleh karena menguasai saham mayoritas, maka pihak institusional dapat melakukan pengawasan terhadap kebijakan manajemen secara lebih kuat dibandingkan dengan pemegang saham lain. (Erida, 2011) Struktur kepemilikan institusi dapat diukur sesuai dengan proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemilik institusi. Metode pengukuran ini sudah dilakukan oleh beberapa penelitian sebelumnya diantara lain berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan oleh (Edi, 2009) Peningkatan kepemilikan institusi menyebabkan pengawasan yang ketat terhadap kinerja manajemen sehingga secara otomatis manajemen akan menghindari perilaku yang merugikan prinsipal. Semakin besar institusional ownership maka semakin kuat kendali yang dilakukan pihak eksternal terhadap perusahaan.
4.
Profitabilitas Menurut G. Sugiyarso dan F. Winarni (2005:118) profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan totalaktiva maupun modal sendiri. Dari definisi ini terlihat jelas bahwa sasaran yang akan dicari adalah laba perusahaan. Manajemen yang sadar dan memperhatikan masalah sosial juga akan memajukan kemampuan yang diperlukan untuk menggerakkan kinerja keuangan perusahaan. Konsekuensinya, perusahaan yang mempunyai respon sosial dalam hubungannya dengan pengungkapan tanggung jawab sosial
20
seharusnya menyingkirkan seseorang yang tidak merespon hubungan antara profitabilitas
perusahaan
dengan
variabel
akuntansi
seperti
tingkat
pengembalian investasi dan variabel pasar seperti differential return harga saham. (Munawir, 2002) 5.
Penelitian Terdahulu Donovan dan Gibson (2000, dalam Sembiring, 2005) menyatakan bahwa salah satu argumen dalam pengaruh negatif antara profitabilitas dan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial adalah ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu mengungkapkan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan tersebut. Sebaliknya ketika tingkat profitabilitas rendah perusahaan akan berharap pengguna laporan akan mengetahui Good News dari kinerja perusahaan. Di sisi lain, Kokubu dkk (2001) menyatakan argumen lain yang menentang argumen Donovan dan Gibson (2000) bahwa semakin besar profitabilitas akan membuat perusahaan mengungkapkan tanggung jawab sosialnya. Karena ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi perusahaan akan memiliki dana untuk mengungkapkan informasi social yang lebih luas, dengan demikian terdapat pengaruh positif antara profitabilitas dan pengungkapan tanggung jawab sosial. Wahyudi dan Pawestri (2006) menganalisis pengaruh struktur kepemilikan terhadap nilai perusahaan, studi empiris pada perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2003. Hasil dalam penelitiannya menunjukkan hasil
21
bahwa kepemilikan institusional (INST) tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Pujiati dan Widanar (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh struktur kepemilikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2005. Hasil penelitian kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Haruman (2008) menguji pengaruh struktur kepemilikan dan keputusan keuangan terhadap nilai perusahaan, survey pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 1994 - 2005. Hasil penelitian kepemilikan institusional (INST) berpengaruh terhadap nilai perusahaan (MVE). Semakin besar kepemilikan asing semakin besar dorongan untuk dilakukannya pengungkapan tanggung jawab sosial. Hal ini menyangkut CSR di luar negeri yang telah cukup lama, pesat dan mendapat perhatian (Harahap, 2002: 360). Oleh karenanya investor asing diduga cenderung untuk memberikan dorongan untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial. Dengan demikian dapat diduga bahwa kepemilikan asing berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Farah Diba (2012) melakukan penelitian mengenai pengaruh karakteristik perusahaan dan regulasi pemerintah terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Dalam penelitian ini pengungkapan tanggung jawab sosial sebagai variabel dependen sedangkan kepemilikan saham pemerintah,
22
kepemilikan saham asing, regulasi pemerintah, size, dan profitabilitas berpengaruh positif terhadap CSR, sedangkan tipe industri berpengaruh negative Table 2.1 Penelitian Tedahulu No
Peneliti
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
1
Donovan dan Gibson (2000, dalam Sembiring, 2005
Variabel independent: profitabilitas
Pengaruh negatif antara profitabilitas dan tingkat pengungkapan tanggung jawab Perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu mengungkapan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan tersebut.
Variabel Independent : Tingkat Tanggung Jawab sosial
2
Kokubu dkk (2001)
Variabel Independent: profitabilitas
Perusahaan yang memiliki tingkat laba yang tinggi perusahaan akan memiliki dana untuk mengungkapkan informasi sosial yang lebih luas, dengan demikian terdapat pengaruh positif terhadap profitabilitas dan pengungkapan tanggung jawab sosial.
3
Wahyudi dan Pawesti
Variabel Independent: profitabilitas Variabel dependent: Tingkat Laba
Menyatakan bahwa salah satu argument dalam pengaruh negatif antara profitabilitas dan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial adalah ketika perusahan memiliki tingkat laba yang tinggi.
4
Pujiati dan Widanar (2007)
Variabel independent: pengaruh struktur kepemilikan Variabel dependent: nilai perusahaan.
Hasil penelitian kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai
23
perusahaan. hasil penelitian kepemilikan institusional (INST) beroengaruh terhadap nilai perusahaan.
5
Haruman (2008)
Variabel independent: struktur kepemilikan dan keputusan keuangan. Variabel dependent: nilai perusahaan
6
(Harahap, 2002; 360)
Variabel Independent: Kepemilikan Saham Asing Variabel Dependent: pengungkapan tanggung jawab sosial.
semakin besar kepemilikan asing semakin besar dorongan untuk dilakukannya pengungkapan tanggung jawab sosial. Dengan demikian dapat diduga bahwa kepemilikan asing berpengaruh positf terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.
7
Farah Diba (2012)
Variabel independent: kepemilikan saham pemerintah, kepemilikan saham asing, regulasi pemerintah tipe industri, size, dan profitabilitas. Variabel Dependent: pengungkapan tanggung jawab sosial.
Kepemilikan saham pemerintah, kepemilikan asing, regulasi pemerintah, size, dan profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Tipe industri tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.
Sumber: Berbagai Penelitian Terdahulu
24
B. Rerangka Pemikiran Pada beberapa tahun belakangan ini berkembang pesat suatu konsep dalam aktivitas perusahaan. Konsep tersebut merupakan suatu tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan sosial yang sering disebut dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Munculnya konsep tersebut didorong adanya tuntutan dari stakeholder untuk meningkatkan kesadaran perusahaan agar lebih memperhatikan kelestarian lingkungan sosial melihat semakin parahnya kondisi bumi akibat pemanasan global. Hal itu menyebabkan semakin banyak perusahaan yang melakukan kegiatan sosial dan pelestarian lingkungan sebagai wujud kepedulian perusahaan terhadap keseimbangan alam. (Evi, 2010) Kegiatan-kegiatan tersebut akhirnya menjadi agenda rutin bagi aktivitas perusahaan. Untuk itu perlu diadakan pelaporan mengenai aktivitas sosial perusahaan Corporate Social Responsibility (CSR) tersebut, salah satunya di dalam laporan tahunan perusahaan. Sebagai mana dinyatakan dalam PSAK no 1 (revisi 2009) paragraf keduabelas, mengenai laporan tambahan lingkungan hidup dan laporan nilai tambah pada laporan tahunan perusahaan. Gray et. Al (1995:50) dalam Ni Nyoman (2012) menyebutkan 3 studi yang menjelaskan mengapa perusahaan cenderung untuk mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan aktivitasnya dan dampak yang ditimbulkan oleh emiten tersebut yaitu:
25
Menurut teori legitimasi ada beberapa upaya yang perlu dilakukan perusahaan dalam mengelola legitimasi agar efektif (Dowling dan Pfeffer, dalam Hadi, 2011): 1. Melakukan identifikasi dan komunikasi dan dialog dengan public 2. Melakukan komunikasi atau dialog tentang masalah nilai sosial kemasyarakatan dan lingkungan, serta membangun persepsi tentang perusahaan. 3. Melakukan strategi legitimasi dan pengungkapan terkait dengan Corporate Social Responsibility (CSR) Dalam konteks ini Corporate Social Responsibility (CSR) dipandang sebagai suatu kebijakan yang disetujui antara perusahaan dengan masyarakat. Masyarakat yang dimaksud di sini adalah masyarakat yang telah memberikan izin kepada perusahaan untuk menggunakan sumber daya alam dan manusianya serta izin untuk melakukan fungsi produksinya. Jadi dalam pelaporan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan harus mengikuti aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Karena itu, Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan suatu kewajiban asasi perusahaan yang tidak bersifat sukarela. Namun harus diingat bahwa izin tersebut tidaklah tetap sehingga kelangsungan hidup dan pertumbuhan dari perusahaan bergantung pada bagaimana perusahaan secara terus menerusberevolusi dan beradaptasi terhadap perubahan keinginan dan tuntutan dari masyarakat
26
Kepemilikan saham asing
Kepemilikan saham
Corporate social
Institusi
responsibility (CSR)
profitabilitas
Gambar 2.1 Rerangka Pemikiran
27
C. Hipotesis 1. Kepemilikan Saham Asing Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia dapat diindikasikan sebagai akibat peningkatan nilai perusahaan asing setelah menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR) di dalam operasional perusahaan. Nilai-nilai tersebut diterapkan oleh perusahaan yang dibentuk oleh para investor asing dalam kegiatan operasional perusahaan di Indonesia. Perusahaan berbasis asing memiliki teknologi yang cukup, skill karyawan yang baik, jaringan informasi yang luas, sehingga memungkinkan melakukan disclosure secara luas. Perusahaan dengan kepemilikan saham asing dianggap lebih concern dalam pengungkapan tanggung jawab sosial. Hal ini didasarkan atas negara-negara Eropa dan Amerika Serikat sangat memperhatikan isu-isu sosial seperti pelanggaran hak asasi manusia, pendidikan, tenaga kerja, dan isu lingkungan seperti efek rumah kaca, pembalakan liar serta pencemaran air. Dalam teori agensi menyatakan bahwa hubungan keagenan timbul ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak lain (agen) untuk melakukan
beberapa
jasa
untuk
kepentingannya
yang
melibatkan
pendelegasian beberapa otoritas pembuatan keputusan kepada agen. Yang dimaksud dengan prinsipal adalah pemegang saham atau investor, sedangkan yang dimaksud agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Maka pemegam saham asing harus mengetahui luas pengungkapan Corporate Social Responisibility (CSR).
28
Teori legitimasi diartikan sebagai sistem pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan terhadap masyarakat, pemerintah individu, dan kelompok masyarakat. Oleh karena itu, untuk menjaga image perusahaan multinasional yang memiliki kepemilikan saham asing, perushaan tersebut lebih memperhatikan pengungkapan tanggung jawab sosial karena untuk menjaga legitimasi perusahaan. Dengan kata lain, apabila perusahaan di Indonesia memiliki kontrak dengan foreign stakeholders baik dalam ownership dan trade, maka perusahaan akan lebih didukung dalam melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Angling (2010) menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh antara kepemilikan saham asing dengan pengungkapan laporan Corporate Social Responsibility (CSR). Lain halnya dengan Farah (2012) hasil penelitiannya membuktikan bahwa terdapat pengaruh kepemilikan saham asing dengan pengungkapan laporan Corporate Social Responsibility (CSR). Berdasarkan uraian diatas dan ketidak konsistenan hasil penelitian sebelumnya, maka penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut kepemilikan saham asing. H1:
kepemilikan
saham
asing
berpengaruh
pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)
positif
terhadap
29
2. Kepemilikan Saham Institusi Pound (1998) dalam Evi (2011) menyatakan bahwa intitutional ownership sangat berpengaruh tidak hanya terhadap kinerja keuangan perusahaan tetapi berpengaruh juga dalam menetapkan strategi aktivitas, dan stakeholder lainnya seperti pernyataan yang menyatakan bahwa: Teori stakeholder menjelaskan pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan sebagai cara untuk berkomunikasi dengan stakeholders.
Implikasinya
adalah
perusahaan
akan
secara
sukarela
melaksanakan Corporate Social Responisiblity (CSR), karena pelaksanaan Corporate Social Responisiblity (CSR) adalah merupakan bagian dari peran perusahaan ke stakeholders. Teori ini jika diterapkan akan mendorong perusahaan untuk mengungkapkan laporan Corporate Social Responisiblity (CSR). Dalam hal ini institutional ownership dapat menekan perusahaan untuk menyusun suatu laporan tahunan yang mengandung pengungkapan tanggung jawab sosial perusahan, Dalam penelitian yang dilakukan oleh Evi (2010) menyatakan terdapat pengaruh antara kepemilikan saham institusi terhadap pengungkapan laporan Corporate Social Responisiblity (CSR). Penelitian mengenai pengaruh kepemilkan saham institusional terhadap pengungkapan laporan Corporate Social Responisiblity (CSR) belum banyak dilakukan. Maka berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian sebelumnya penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:
30
H2:
kepemilikan
saham
institusi
berpengaruh
positif
terhadap
pengungkapan Corporate Social Responsibilty (CSR)
3. Profitabilitas Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham (Heinze (1976) dalam Hackston dan Milne (1996)). Sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan, maka semakin besar pula pengungkapan informasi sosial. (Bowman dan Haire (1976) dan Preston (1978)) dalam (Dewi, 2011). Hasil Survei “The Millenium Poll on CSR” (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forum (London) diantara 25.000 responden di 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini dan legitimasi perusahaan; 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktik sehat karyawan, dampak terhadap lingkungan, tanggung jawab sosial perusahaan paling berperan dalam meningkatkan legitimasi, 40% responden menyatakan citra perusahaan & brand image mempengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opini bahwa faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran perusahaan, strategi perusahaan, atau manajemen mendasari legitimasi stakeholder. Uraian di atas menjelaskan bahwa teori legitimasi merupakan salah satu teori yang mendasari pengungkapan Corporate Social Responsibility
31
(CSR). Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan dilakukan untuk mendapatkan nilai positif dan legitimasi dari masyarakat. Teori legitimasi juga dapat digunakan untuk menjelaskan profitabilitas terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan. Profitabilitas
memberikan
keyakinan
perusahaan
untuk
melakukan
pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan. Artinya, dengan mekanisme corporate governance dan profitabilitas yang mencukupi, perusahaan tetap akan mendapatkan keuntungan positif, yaitu mendapatkan legitimasi dari masyarakat yang pada akhirnya akan berdampak meningkatnya keuntungan perusahaan di masa yang akan datang. Ditinjau dari teori stakeholder, pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan sebagai cara untuk berkomunikasi dengan stakeholders. Dalam melaksanakan kegiatan usahanya perusahaan harus mempertimbangkan semua stakeholder karena pengaruh para stakeholder tersebut sangat besar bagi kelangsungan hidup sebuah perusahaan. Secara umum, hal ini berlaku bagi semua perusahaan. Oleh karena itu, kegiatan sosial perusahaan termasuk pelestarian lingkungan seharusnya dilakukan oleh setiap perusahaan diseluruh industri. Menurut Elkington (1997) dalam Ardhy (2009), perusahaan yang ingin bertahan dalam jangka panjang (sustainability), selain mengejar keuntungan ekonomi (profit) perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat dalam pemenuhan kesejahteraan para stakeholder (people) dan turut berkontribusi secara aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).
32
Implikasinya adalah perusahaan akan secara sukarela melaksanakan Corporate Social Responsibility (CSR), karena pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) adalah merupakan bagian dari peran perusahaan ke stakeholders. Teori ini jika diterapkan akan mendorong perusahaan melaksanakan Corporate Social Responsibility (CSR). Dengan pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) diharapkan keinginan dari stakeholder dapat terakomodasi sehingga akan menghasilkan hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan stakeholdernya. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2011) dan Farah (2012) membuktikan terdapat pengaruh antara profitabilitas dengan pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR). Sedangkan Angling (2010) dan Meutia (2010) membuktikan tidak terdapat pengaruh antara profitabilitas dengan pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR). Ditinjau dari ketidakkonsistenan hasil penelitian maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
bukti
empiris
tentang
pengaruh
profitabilitas
terhadap
pengungkapan laporan Corporate Social Responsibility (CSR). Maka penulis mengajukan hipotesa sebagai berikut: H3:
Profitabilitas
perusahaan
berpengaruh
positif
pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR).
terhadap