BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN Pada bab ini berturut-turut disajikan kajian pustaka, konsep, landasan teori, dan model penelitian. 2.1
Kajian Pustaka Penelitian mengenai keterampilan berbahasa pada umumnya dan
keterampilan berbicara pada khususnya bukanlah hal baru dalam dunia pendidikan. Para mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris telah banyak melakukannya. Penelitian-penelitian tersebut merupakan penelitian tindakan kelas untuk memperbaiki pembelajaran keterampilan berbicara yang telah berlangsung selama ini. Pustaka-pustaka yang mendasari penelitian ini adalah tulisan hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Beberapa penelitian yang mengangkat permasalahan pembelajaran keterampilan berbicara, antara lain dilakukan oleh Sumarwati (1999), Mudairin ( 2003 ), Panca Lukita Sari (2008), Flaurensia Agustine Randong (2011), dan Citra Kusumaningsih (2012 ). Sumarwati (1999) melakukan penelitian tentang peningkatan keterampilan 9 berbicara siswa melalui teknik bermain peran ( roleplay ) yang berlokasi di SLTPN 8 Denpasar. Penelitian tersebut menghasilkan simpulan bahwa teknik bermain peran dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Secara kuantitatif, hasil penelitian melalui dua siklus itu menunjukkan peningkatan sebesar 10,6% untuk aspek kebahasaan dan 11,6% untuk aspek nonkebahasaan. 9
10
Penelitian yang dilakukan oleh Sumarwati berbeda dengan penelitian ini karena jenis penelitian sebelumnya merupakan penelitian secara deskriptif untuk mendeskripsikan fenomena dan permasalahan permasalahan yang terjadi di lapangan sehubungan dengan prosedur yang diterapkan oleh guru dalam proses pengajaran speaking di SLTPN 8 Denpasar. Di pihak lain penelitian ini selain bersifat deskriptif kualitatif untuk mendeskripsikan penerapan langkah-langkah sebuah metode pembelajaran guided conversation, karakteristik berbicara bahasa Inggris melalui guided conversation dapat tercermin dalam
melakukan
keterampilan berbicara dalam bahasa Inggris Profesi. Namun, penelitian ini juga mendekripsikan sebuah penelitian linguistik yang diawali dengan memberikan instruksi kepada mahasiswa untuk menulis sebuah wacana lisan yang berbentuk percakapan (conversation) yang bertemakan tentang prosedur kerja seorang pramusaji di restoran kemudian mempraktikan wacana tersebut dalam keterampilan berbicara sebagi transaksi. Penelitian ini selain bersifat perbaikan yaitu bertujuan untuk mendeskripsikan perbedaan hasil belajar mahasiswa dalam pengajaran speaking sebelum dan sesudah tindakan dilakukan, juga memberikan gambaran tentang analisis sebuah wacana lisan yang berbentuk percakapan dengan topik dan situasi percakapan yang telah ditentukan. Mudarin melakukan penelitian yang berjudul “Role Play : Suatu Alternatif Pembelajaran
yang
Efektif
dan
Menyenangkan
dalam
Meningkatkan
Keterampilan Berbicara Siswa SLPT Islam Manbaul Ulum Gresik.‖ Penelitian ini dilakukan
untuk
meningkatkan
keterampilan
berbicara
siswa
dengan
menggunakan metode role play sebagai bentuk kegiatan pembelajaran bahasa
11
Inggris di kelas. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan English atmosphere di dalam kelas. Dalam penelitian ini lebih difokuskan pada pendeskripsian metode pembelajaran role play untuk peningkatan kemampuan berbicara dan penelitian ini bersifat perbaikan dengan melakukan treatment dengan siklus penelitian yang telah dilakukan. Perbedaan dari kajian tersebut tidak dilakukan penelitian linguistik yang lebih mendalam seperti yang dilakukan pada kajian ini. Panca Lukita Sari melakukan penelitian dengan mengikuti model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (1988:47), yaitu ‖action reseach is cyclic process of planning, action, observation, and reflection” atau model yang berdasarkan suatu siklus spiral yang terdiri dari atas empat komponen, yang meliputi (1) rencana tindakan (planning), (2) pelaksanaan (action), (3) observasi (observation), dan (4) refleksi (reflection). Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif dan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus. Penelitian selanjutnya berjudul “Improving Students‟ Ability In Speaking About Asking And Giving Opinion Through Guided Conversation” oleh Flaurensia Agustine Randong, Rismaya Marbun, dan Dewi Novita. Dalam kajian ini penelitian dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam berbicara mengenai meminta dan memberikan pendapat menggunakan percakapanpercakapan terpandu. Penelitian itu adalah sebuah penelitian tindakan kelas pada siswa kelas delapan B di SMP N 21 Terpadu Pontianak tahun ajaran 2011/2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana percakapan-percakapan
12
terpandu dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara mengenai meminta dan memberikan pendapat. Peneliti menggunakan penelitian tindakan kelas sebagai metode dalam penelitian ini. Berdasarkan analisis pada hasil tes siswa, penulis menyimpulkan bahwa kualifikasi nilai rata-rata siswa pada putaran kedua (70,8) yang mencapai nilai ketuntasan 100% dikategorikan Good to Excellent. Penelitian yang dilakukan oleh Flaurensia, hanya menekankan pada dua aspek kemampuan yaitu meminta dan memberikan pendapat sedangkan pada penelitian ini dilakukan dalam beberapa aspek yang terbentuk dalam satu kesatuan standar pedoman pekerjaan ( SOP ) seorang pramusaji yang terdiri dari sebelas bahasa ekpresi dengan topik receiving the guest in the restaurant, dengan urutanurutan pekerjaan ( sequencing ) sehingga akan dilakukan kajian linguistik yang lebih mendalam. Citra
Kusumaningsih
dalam
penelitiannya
yang
berjudul
“The
Effectiveness of Communicative Groups Activity in Teaching Speaking Viewed on Students‟Risk Taking (An Experimental Study at The Second Semester Sudents of STKIP Pontianak at Academic Year 2011/ 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) apakah communicative group activity lebih efektif daripada guided conversation activity untuk pengajaran speaking pada siswa semester dua STKIP PGRI Pontianak tahun akademik 2011/2012; (2) Apakah kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa yang memiliki tingkat risk taking yang tinggi lebih baik dari pada siswa yang memiliki tingkat risk taking yang rendah ; dan (3) apakah ada sebuah interaksi antara teknik-teknik pengajaran dan risk taking siswa dalam pengajaran speaking. Penelitian ini merupakan penelitian ekperimental. Populasi
13
yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester dua STKIP PGRI Pontianak. Sample di dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik cluster random sampling dan memperoleh hasil dua kelas, yaitu kelas B terpilih sebagai kelas eksperimen dan kelas C sebagai kelas kontrol. 2.2
Konsep Studi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri atas beberapa konsep
yang memerlukan penjelasan. Konsep-konsep tersebut, antara lain peningkatan, pendekatan, metode dan teknik pembelajaran berbicara, keterampilan berbicara, kompetensi komunikatif dan metode guided conversation.
2.2.1
Peningkatan Peningkatan adalah suatu proses, cara, perbuatan meningkatkan (usaha,
kegiatan, dsb) (Purwadarminta, 1976: 118). Peningkatan dalam hal ini adalah suatu proses meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris mahasiswa.
2.2.2
Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran Berbicara Pendekatan adalah konsep dasar yang melingkupi metode dengan cakupan
teoretis tertentu. Metode merupakan jabaran dari pendekatan. Metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan. Satu metode dapat diaplikasikan melalui berbagai teknik pembelajaran. Teknik adalah cara konkret yang dipakai saat proses pembelajaran berlangsung, guru dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama (Sugandi, 2004:15).
14
Pembelajaran berbicara memiliki banyak sekali teknik pembelajaran. Teknik- teknik tersebut, antara lain wawancara, cerita berpasangan, pidato tanpa teks, pidato dengan teks, mengomentari film/sinetron/cerpen/novel, debat, membawakan acara, memimpin rapat, menerangkan obat/makanan/minuman atau benda lainnya, bermain peran, info berantai, dan cerita berangkai (Sugandi, 2004:112 -- 121).
2.2.3
Keterampilan Berbicara Keterampilan
berbicara
pada
hakikatnya
adalah
―kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan‖ (Tarigan, 1981:15). Keterampilan ini merupakan suatu indikator terpenting bagi keberhasilan mahasiswa terutama dalam belajar bahasa Inggris. Dengan penguasaan
keterampilan
berbicara
yang
baik,
mahasiswa
dapat
mengomunikasikan ide-ide mereka, baik di kmapus maupun dengan penutur asing, dan juga menjaga hubungan baik dengan orang lain.
2.2.4
Kompetensi Komunikatif. Kompetensi bahasa adalah pengetahuan seseorang tentang rumusan
linguistik yang bercorak abstrak terhadap sebuah bahasa. Kompetensi komunikatif ini dibagi menjadi empat komponen kompetensi, yaitu dua komponen merujuk kepada penggunaan sistem linguistik dan dua komponen berikutnya merujuk kepada komponen aspek fungsi komunikasi ( Canale dan Swain, 1980 ).
15
Kompetensi tersebut adalah (1) kompetensi tata bahasa, yaitu pengetahuan seseorang mengenai tata bahasa sebuah bahasa : tata bahasa, kosakata, morfologi, semantic, dan fonologi ; (2) kompetensi wacana adalah pelengkap kompetensi tata bahasa yaitu seseorang mampu menerapkan aturan-aturan tata bahasa dalam merangkai sebuah tuturan; (3) kompetensi sosiolinguistik yaitu pengetahuan dan kemampuan menghasilkan dan memahami ujaran-ujaran sesuai dengan konteks sosial di mana bahasa tersebut digunakan; dan ( 4) kompetensi strategi yaitu kemampuan seseorang menyelesaikan masalah komunikasi dengan menggunakan berbagai strategi.
2.2.5
Metode Guided Conversation Dalam proses pembelajaran berbagai mata kuliah memiliki cara-cara yang
terbaik. Tujuannya adalah untuk membangkitkan potensi mahasiswa belajar aktif, menyenangkan, dan benar-benar menaruh minat terhadap mata kuliah yang diberikan khususnya adalah mata kuliah bahasa Inggris. Kata guided berasal dari bahasa Inggris yang artinya membimbing, mengarahkan, menuntun, memberi tahu, menunjukkan, memandu, dan memberikan semangat (Sadli, 1989: 201 dan Oxford, 1986: 308). Makna kosakata tentang guided tersebut dapat digambarkan bahwa dalam proses pembelajaran salah satu tugas dosen adalah memberikan, menuntun, dan memandu mahasiswa dengan sebaik mungkin untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Dalam hal ini, keinginan yang berkaitan dengan penguasaan dan peningkatan hasil belajar dalam bidang keterampilan berbicara bahasa Inggris.
16
2.3
Landasan Teori Sejumlah pandangan ahli yang digunakan sebagai landasan teori penelitian
ini bersangkutan dengan (1) berbicara dan keterampilan berbicara, (2) faktorfaktor keefektifan berbicara, (3) tata bahasa Inggris, (4) Wacana, (5) pramusaji, (6) guided conversation, (7) penilaian dan evaluasi, dan (8) penelitian tindakan kelas ( PTK ).
2.3.1
Berbicara dan Kemampuan Berbicara Berbicara
berarti
menggunakan
bahasa
untuk
bermacam-macam
bergantung pada para penuturnya. Keterampilan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan pendapat atau pikiran dan perasaan kepada seseorang atau sekelompok orang secara lisan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Harmer (1983) menyatakan bahwa berbicara merupakan alat komunikasi yang alami antaranggota masyarakat untuk mengungkapkan pikiran dan sebagai sebuah bentuk tingkah laku sosial. Lebih jauh lagi, Harmer (1983) menyatakan bahwa keterampilan berbicara adalah kemampuan menyusun kalimat-kalimat karena komunikasi terjadi melalui kalimat-kalimat untuk menampilkan perbedaan tingkah laku yang bervariasi dari masyarakat yang berbeda. Keterampilan berbicara merupakan suatu keterampilan yang kompleks dan berkaitan dengan berbagai keterampilan mikro (Brown, 2001), seperti (1) menghasilkan ujaran-ujaran bahasa yang bervariasi; (2) menghasilkan fonemfonem dan varian-varian alofon lisan yang berbeda dalam bahasa Inggris; (3) menghasilkan pola-pola tekanan, kata-kata yang mendapat dan tidak mendapat
17
tekanan, struktur ritmis dan intonasi; (4) menghasilkan bentuk-bentuk kata dan frasa yang diperpendek; (5) menggunakan sejumlah kata yang tepat untuk mencapai tujuan-tujuan pragmatis; (6) menghasilkan pembicaraan yang fasih dalam berbagai kecepatan yang berbeda; (7) mengamati bahasa lisan yang dihasilkan dan menggunakan berbagai strategi yang bervariasi, yang meliputi pemberhentian sementara, pengoreksian sendiri, pengulangan, untuk kejelasan pesan; (8) menggunakan kelas kata (kata benda, kata kerja, dan lain-lain.), sistem ( tenses, agreement dan plural), pengurutan kata, pola-pola, aturan-aturan, dan bentuk elipsis; (9) menghasilkan pembicaraan yang menggunakan elemen-elemen alami dalam frasa, stop, nafas dan kalimat yang tepat; (10) mengekspresikan makna tertentu dalam bentuk-bentuk gramatika yang berbeda; (11) menggunakan bentuk-bentuk kohesif dalam diskursus lisan; (12) menyelesaikan fungsi-fungsi komunikasi dengan tepat menurut situasi, partisipan, dan tujuan; (13) menggunakan register, implikatur, aturan-aturan pragmatik, dan fitur-fitur sosiolinguistik yang tepat dalam komunikasi langsung; (14) menunjukkan hubungan antara kejadian dan mengomunikasikan hubungan-hubungan antara ide utama, ide pendukung, informasi lama, informasi baru, generalisasi, dan contoh; (15) menggunakan bahasa wajah, kinetik, bahasa tubuh dan bahasa-bahasa nonverbal yang lainnya bersamaan dengan bahasa verbal untuk menyampaikan makna; dan (16) mengembangkan dan menggunakan berbagai strategi berbicara, seperti memberikan tekanan pada kata kunci, parafrasa, menyediakan konteks untuk menginterpretasikan makna-makna kata, meminta pertolongan dan secara tepat menilai seberapa baik interlokutor memahami apa yang dikatakan.
18
Richard (2008: 21 – 28) membagi fungsi berbicara menjadi tiga sebagai berikut. 1.
Berbicara sebagai interaksi (talk as interaction) Fungsi berbicara sebagai interaksi mengacu pada kegiatan percakapan yang biasa dilakukan dan berhubungan dengan fungsi sosial. Fokus utamanya adalah kepada si penutur dan bagaimana mereka menunjukkan diri mereka kepada orang lain. Bahasa tuturannya bisa formal ataupun berupa tuturan yang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Beberapa kemampuan yang ikut dilibatkan dalam kegiatan berbicara sebagai sebuah interaksi, antara lain : (a) membuka dan menutup percakapan, (b) memilih topic, (c) membuat percakapan-percakapan kecil/ringan, (d) bergurau, ( e) menceritakan kejadian dan pengalaman pribadi, (f) dilakukan secara bergantian, (g) adanya interupsi/menyela percakapan, (h) bereaksi terhadap satu sama lain, dan (i) menggunakan gaya berbicara yang sesuai.
2.
Berbicara sebagai transaksi (talk as transaction) Kegiatan berbicara sebagai transaksi lebih memfokuskan kepada pesan yang ingin disampaikan dalam kegiatan berbicara (Richard, 2008: 21— 28). Ada dua tipe dalam kegiatan berbicara sebagai transaksi yaitu (a) kegiatan yang fokus utamanya memberi dan menerima informasi, (b) kegiatan yang fokus utamanya adalah untuk memperoleh barang atau jasa, misalnya dalam percakapan seseorang yang memesan makanan di restoran.
19
3.
Berbicara sebagai penampilan (talk as performance) Berbicara sebagai penampilan mengacu pada kegiatan berbicara untuk menyampaikan informasi di depan umum atau peserta. Berbicara model ini lebih cenderung mengarah kepada berbicara satu arah daripada dua arah (dialog) dan lebih terkesan seperti bahasa tulis daripada percakapan. Ciri utama kegiatan berbicara sebagai penampilan adalah (a) fokus pada pesan yang ingin disampaikan dan kepada peserta, (b) mementingkan bentuk dan ketepatan ucapan, (c) bahasa yang digunakan terkesan seperti bahasa tulis, (d) lebih sering monolog, dan (e) struktur dan urutannya dapat diprediksikan (Richard, 2008: 21— 28).
2.3.2
Faktor Keefektifan Berbicara Seorang pembicara dapat memiliki keterampilan berbicara secara efektif
dan baik, jika ia dapat dan mampu memberikan kesan bahwa ia menguasai masalah yang dibicarakan. Penguasaan topik secara baik dan tepat akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Selain menguasai topik,
seorang
pembicara harus berbicara (mengucapkan bunyi-bunyi bahasa) dengan jelas dan tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar.
Terdapat
beberapa faktor yang menunjang keefektifan dalam
berbicara, yang dapat dibedakan menjadi faktor verbal dan faktor nonverbal. Kedua faktor tersebut harus diperhatikan oleh seorang pembicara untuk dapat menjadi pembicara yang baik dan efektif (Arsjad dan Mukti, 1988:17).
20
2.3.2.1
Faktor Verbal
a)
Ketepatan ucapan Pengucapan bunyi-bunyi bahasa secara tepat harus menjadi hal yang
sangat penting diperhatikan dan dibiasakan untuk dilakukan oleh seorang pembicara. Jika pengucapan bunyi-bunyi bahasa dilakukan dengan kurang tepat, akan menyebabkan terjadinya kekurangefektifan dalam berbicara dan perhatian pendengar akan menjadi teralihkan. Kebosanan akan timbul jika pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat,
pembicaraan
akan menjadi kurang
menyenangkan, kurang menarik, atau setidaknya dapat mengalihkan perhatian pendengar. Terjadinya penyimpangan terlalu jauh dalam pengucapan bunyi-bunyi bahasa dari ragam lisan, juga akan mengganggu komunikasi artinya pesan yang akan disampaikan tidak tepat sasaran (Arsjad dan Mukti, 1988:19). b)
Penempatan tekanan dan nada Hal yang merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara adalah
kesesuaian tekanan dan nada, bahkan hal tersebut kadang-kadang merupakan faktor penentu dalam keberhasilan sebuah pembicaraan. Pembicaraan akan menjadi menarik jika terdapat penyesuaian dalam penempatan tekanan dan nada walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik. Sebaliknya, timbulnya kejemuan dan kekurangefektifan dalam pembicaraan jika penyampaiannya dilakukan dengan datar saja. Kejanggalan akan terjadi jika ketidaksesuain penempatan tekanan pada kata atau suku kata (Arsjad dan Mukti, 1988:19). Penempatan tekanan dan nada dalam sebuah kata, klausa, dan kalimat mengacu kepada fungsi kata, klausa, dan kalimat tersebut jika ditinjau dari
21
pendekatan tata bahasa ( Mc.Carthy, 2000;106). Pendapat ini dapat dijelaskan dengan kata lain bahwa penempatan tekanan dan jenis nada akan berbeda jika kalimat tersebut merupakan tanya, question tags, kalimat imperatif dan lainnya. Pada kalimat bertanya jenis –yes-no interrogative, tekanan ditempatkan pada kata kerja bantu (auxiliary verbs) atau to be dan penempatan nada pada akhir kalimat dengan nada menurun kemudian meninggi ( fall rise tone ), contoh; / IS it INteresting / ? Pada kalimat bertanya yang menggunakan kata tanya ( question words ), tekanan ditempatkan pada kata tanya yang digunakan dan suku kata pertama pada kata yang terletak pada akhir kalimat dengan tekanan menurun ( a fall tone ), contoh / WHAT‟S the PROBlem ?/. Selanjutnya pada kalimat yang mengandung question taq penempatan tekanan terletak pada inti pembicaraan dan question taq dengan nada menurun, contoh : / It was BOB SMITH, WASN‟T it ? Selanjutnya ditinjau dari pendekatan sikap dan emosi ( attitudinal approaches) bahwa penempatan tekanan dan nada sangat erat berhubungan dengan sikap dan emosi pembicara, penempatan tekanan dan jenis nada yang digunakan pada sebuah kalimat akan mengungkapkan perasaan ramah, terkejut, kagum, bahagia dan lain sebagainya ( McCharty, 2000; 1067), contoh : /JOHN !/ HOW nice to SEE you !/, tekanan ditempatkan pada kata –John, -how dan -see dengan menggunakan nada menurun ( high fall ) pada kata John dan see menunjukkan perasaan terkejut pembicara.
c)
Pilihan Kata (Diksi)
yang
22
Pemilihan kata yang dilakukan secara tepat, jelas dan bervariasi juga merupakan hal yang sangat penting dalam keefektifan berbicara. Munculnya rasa ingin tahu sering disebabkan oleh penggunaan kata-kata yang belum dikenal, dan hal ini akan mengakibatkan terhambatnya proses komunikasi (Arsjad dan Mukti, 1988:19). Perhatian pendengar akan menjadi teralih jika terjadi kejanggalan sehingga pokok pembicaraan atau pokok pesan yang disampaikan kurang diperhatikan. Akibatnya, keefektifan komunikasi akan terganggu. Pengetahuan pembicara tentang siapa pendengarnya, penyesuaian pilihan kata dengan pokok pembicaraannya dan pendengarnya, merupakan pengetahuan yang sangat penting dimiliki oleh pembicara untuk menghasilkan pembicaran yang lebih menarik dan tentunya pendengar senang mendengarkan kalau pembicara berbicara dengan jelas dalam bahasa yang dikuasainya.
d)
Ketepatan sasaran pembicaraan Ketepatan sasaran pembicaraan berhubungan dengan pemakaian kalimat
dalam sebuah proses pembicaraan. Pendengar akan mudah menangkap isi pembicaraan jika pembicara menggunakan kalimat-kalimat efektif. Kalimat efektif adalah kalimat yang mengenai sasaran sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan atau menimbulkan akibat.
Dengan demikian,
pembicaraan akan berhasil dan menarik jika pembicara mampu menyusun kalimat efektif, dan sesuai dengan sasaran pembicaraan (Arsjad dan Mukti, 1988:20).
2.3.2.2
Faktor Nonverbal
23
a)
Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara Pendengar merasa kurang diperhatikan jika pandangan kita sebagai
seorang pembicara hanya tertuju pada satu arah. Perhatian pendengar akan berkurang jika pembicara tidak memperhatikan pendengar, melihat ke samping atau menunduk, ataupun melihat ke atas. Pandangan pembicara hendaknya diarahkan kepada semua pendengar dan pendengar harus dilibatkan dan diperhatikan (Arsjad dan Mukti, 1988:21).
b)
Kesediaan menghargai pendapat orang lain Memiliki sikap terbuka dalam menyampaikan isi pembicaraan, dalam
arti dapat menerima pendapat pihak lain, bersedia menerima kritik, bersedia mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru merupakan sikap yang harus dimiliki oleh seorang pembicara (Arsjad dkk., 1988:21). Namun, hal ini tidak berarti bahwa si pembicara mengubah pendapatnya dan mengikuti pendapat orang lain. Kemampuan untuk mempertahankan pendapat dan meyakinkan orang lain dengan argumentasi yang kuat dan dapat dibuktikan kebenarannya juga harus dimiliki oleh pembicara.
c)
Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku Kesan pertama yang kurang menarik akan muncul jika sikap pembicara
tidak tenang, lesu, dan kaku. Pembicara dapat menunjukkan otoritas dan integritas dirinya jika ia bersikap yang wajar (Arsjad, dkk., 1988:21). Penguasaan materi, situasi dan tempat merupakan tiga hal yang dapat memengaruhi sikap wajar
24
tersebut. Jika materi pembicaraan benar-benar dikuasai, sudah barang tentu sikap yang gugup akan dapat diatasi.
d)
Gerak-gerik dan mimik yang tepat Keefektifan berbicara juga ditunjang oleh gerak-gerik dan mimik yang
tepat. Gerakan tangan atau mimik dapat membantu keefektifan dalam berbicara selain adanya penekanan dalam pembicaraan (Arsjad, dkk., 1988:21) sehingga komunikasi akan menjadi hidup atau tidak kaku. Namun, gerak-gerik yang berlebihan akan menggangu keefektifan berbicara. Gerak gerik yang berlebihan ini akan mengganggu keefektifan dalam berbicara karena perhatian pendengar lebih tertuju pada gerakan tersebut sehingga pesan kurang dipahami.
e)
Kenyaringan suara Situasi, tempat, dan jumlah pendengar dapat menentukan tingkat
kenyaringan suara pembicara (Arsjad dkk.,1988:22). Hal yang perlu diperhatikan adalah jangan berteriak. Pengaturan kenyaringan suara dapat membuat pendengar dapat mendengar dengan jelas.
f)
Kelancaran Jika seorang pembicara dapat berbicara dengan lancar maka isi
pembicaraan akan dengan mudah akan dapat ditangkap oleh si pendengar (Arsjad dkk., 1988:23). Jika pembicaraan terputus-putus dan juga di bagian-bagian yang terputus itu diselipkan bunyi-bunyi tertentu seperti ee, oo, aa maka penangkapan
25
isi pembicaraan akan sangat terganggu. Namun jika pembicara berbicara dalam tempo yang sangat cepat belum tentu akan memberikan hasil yang baik, bahkan akan menyulitkan pendengar untuk menangkap isi pembicaraan tersebut.
g)
Relevansi/Penalaran Proses berpikir untuk menghasilkan suatu simpulan harus bersifat logis.
Hubungan kalimat yang satu dengan yang lain, hubungan bagian-bagian yang terdapat dalam kalimat harus sesuai dan berhubungan logis dengan pokok pembicaraan. Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan logis (Arsjad dkk., 1988:24).
h)
Penguasaan Topik Pembicara harus melakukan persiapan terutama dalam pembicaraan
formal. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan penguasaan topik secara maksimal. Kelancaran dan keberanian akan muncul jika topik pembicaraan dikuasai dengan baik. Jadi, penguasaan topik ini sangat penting, bahkan merupakan faktor utama dalam berbicara (Arsjad dan Mukti, 1988:24).
2.3.3. Tata bahasa Inggris Tata bahasa adalah suatu kumpulan sistem yang harus dipatuhi oleh pengguna bahasa itu dan menjadi dasar untuk melahirkan aspirasi bahasa yang baik dan indah serta menjamin kemantapan bahasa. Tata bahasa berfungsi dalam memisahkan bentuk-bentuk bahasa yang
gramatis dari yang tidak gramatis.
26
Dalam mempelajari bahasa Inggris, diperlukan pemahaman terhadap kaidahkaidah yang mengatur penggunaan bahasa yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan grammar (Gebhard, 1996: 3). Bagian-bagian grammar tersebut adalah sebagai berikut.
2.3.3.1
Kata-kata Benda Tunggal dan Jamak (Singular and Plural Nouns) Kata benda tunggal dan kata benda jamak dalam bahasa Inggris perlu
diperhatikan karena berpengaruh terhadap penggunaan kata kerja ( baik verb to be, verb to have maupun kata kerja ). Kata benda jamak menggunakan kata kerja jamak, sedangkan kata benda tunggal menggunakan kata kerja tunggal (Murphy, 1985:213). Contoh : 1. A glass of orange juice is expensive in this restaurant „ harga segelas jus jeruk di restoran ini mahal ‗ : a glass of orange juice bentuk tunggal, menggunakan is. 2. These tables are expensive „meja-meja ini mahal‘ : tables bentuk jamak, menggunakan are. Penambahan –s atau –es pada kata benda tunggal digunakan untuk pembentukan kata benda jamak dengan beberapa perkecualian. Cara membentuk kata benda jamak adalah seperti di bawah ini : a)
Dengan menambahkan –s pada kata benda tunggal Tunggal
Jamak
Arti
window table
windows tables
‘ jendela‟ ‘ meja‟
27
guest b)
guests
„ tamu‟ (Murphy, 1985:213)
Dengan menambahkan –es jika kata benda tunggal itu berakhir huruf –s, x, –z, –ch, dan –sh. Tunggal
Jamak
Arti
glass box brush bench
glasses boxes brushes benches
„gelas„ „kotak„ „sikat„ „bangku‟ (Murphy, 1985:213)
Kata benda juga dapat dibedakan menjadi kata benda yang dapat dihitung (countable nouns) dan kata benda yang tidak dapat dihitung (uncountable nouns). Kata benda yang dapat dihitung pada umumnya menggunakan artikel a/an sebelum kata benda tunggal tersebut atau sebelum diubah menjadi kata benda jamak, sedangkan kata benda tidak dapat dihitung adalah kata benda yang tidak menggunakan artikel a/an ( Hewings, 1999:100). Contoh : a) We book a table in this restaurant. A table adalah kata benda yang dapat dihitung b) Could I have mineral water, please. Mineral water adalah kata benda yang tidak dapat dihitung Namun, pada penggunaannya kata benda yang tidak dapat dihitung digunakan dalam bentuk jamak ketika kita berbicara dalam ruang lingkup yang lebih luas (Martin Hewings, 1999:100), misalnya : I prefer tea to coffee and three teas please ! „ teas : cups of tea‟
2.3.3.2
Adalah (to be)
28
To be (is, am, are) berarti ada atau adalah, tetapi dalam bahasa Indonesia, pada umumnya to be tidak diterjemahkan (Murphy, 1985:215). To be digunakan sebagai penghubung antara subjek dan predikat. Predikat suatu kalimat dapat terdiri atas : a) Kata sifat (adjective) b) Kata benda (noun) c) Kata keterangan/tambahan (adverb) d) Kata kerja (verb) yang menyatakan sedang melakukan sesuatu. To be menghubungkan subjek dan predikat, to be dapat berubah-ubah sesuai dengan subjek (pelaku) (Murphy, 1985:215). Contoh: a)
Predikat kalimat kata sifat 1) She is clever. ‗Ia ( perempuan) pintar‗ 2) He is handsome. ‗Ia (laki-laki) tampan‘ 3) You are kind. ‗Kamu baik‘ 4) We are right. „Kami benar‘. (Murphy, 1985:215)
b)
Predikat kalimat kata benda 1) I am a waitress. „ Saya seorang pramusaji ‘. 2) You are a head waiter. „ Anda seorang kepala pramusaji‘. 3) He is a guest. „ Ia seorang tamu‘. 4) She is a restoran manager. „ Ia seorang manajer restoran‘. (Murphy, 1985:215)
c)
Predikat kalimat kata keterangan 1) I am in the kitchen. „ Saya di dapur‘. 2) You are in restaurant. „ Anda di restoran‘. 3) We are at hotel. ‗Kami di hotel‘. (Murphy, 1985:215)
d)
Predikatnya kata kerja yang menyatakan sedang melakukan sesuatu
29
1) I am greeting the guest. ‗Saya sedang menyapa tamu‘ 2) You are explaining the menu. ‗Anda sedang menjelaskan daftar makanan‘ 3) We are booking a table in the restaurant. ‗Kami sedang memesan meja di sebuah restoran‘ 4) She is waiting a desset. „ Dia sedang menunggu makanan penutup‘. (Murphy, 1985:215)
2.3.3.3
Kalimat Verbal Kalimat yang predikatnya terdiri atas kata kerja ( verba ) disebut kalimat
verbal. Infinitive atau non infintive verbal adalah kata kerja yang belum berfungsi dalam kalimat dan diawali dengan to ( Murphy, 1985:216), misalnya : to study (belajar), to learn (belajar), to talk (berbicara), to cook ( memasak). Jika dalam kalimat itu kata kerja (verba) telah dipakai sebagai predikat, maka tidak dipakai lagi to tersebut. Contoh : Subject
Predicate
Object
I/We You He/She They
Study learn makes cook
English everyday English everyday letter everyday fried rice everyday (Murphy, 1985:216)
Kalimat verba dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu sebagai berikut : (1)
Kalimat negatif, disertai kata kerja bantu ( auxiliary verbs ) a) Do not, bila subjeknya jamak, seperti we, you, dan they atau kalau subjeknya tunggal, seperti I dan You. ( Murphy, 1985:216 ), misalnya I do not make a cup of coffee Sir
30
b) Does not, bila subjeknya tunggal dan diletakkan sesudah subjek, seperti he, she dan it, misalnya
She does not read a newspaper today
(Murphy, 1985:216). (2)
Kalimat negatif interogatif, peraturan seperti kalimat negatif di
atas,
tetapi dengan meletakkan kata kerja bantu itu di depan subjek dalam kalimat (Murphy, 1985:216). Contoh (1) Don‟t they write a letter ?, (2) Doesn‟t she speak English everyday? (3)
Kalimat Tanya (interrogative) Penggunaan kata kerja bantu Do, untuk subjek I, you, we, they dan Does, untuk subjek he, she , I. Contoh (1) Do you have a salad today?, (2) Does he work in this restaurant ?
(4)
Kalimat perintah ( imperative ) Verba atau kata kerja diletakkan paling depan atau sesudah please/don‟t (Murphy, 1985:217). Contoh: (1) Cook, please, (2) Please, drink your orange Juice, (3) Don‟t go (Murphy, 1985:217).
2.3.3.4
Kata Kerja Bantu ( Auxiliary Verbs ) Kata kerja bantu diletakkan di depan kata kerja pokok untuk
membentuk waktu (tense), ragam gramatikal (voice) dan modus ( mood ) (Murphy, 1985:226) misalnya can, could, may, might, must, shall, should, will, would, ought, dsb. Be (is, am, are, was, were, been), do (do, does, did), have (have, has,had ), need, dan used to kadang-kadang juga dipakai sebagai auxiliary verbs ( kata kerja bantu ).
31
2.3.4
Wacana
2.3.4.1 Pengertian Wacana Wacana adalah suatu bahasa terlengkap, tertinggi, dan terbesar di atas kalimat dan klausa dengan koherensi dan kohesi yang tertinggi yang disusun secara berkesinambungan yang memiliki awal dan akhir nyata, disampaikan secara tertulis dan lisan (Tarigan, 1987:27). Ditinjau dari wujudnya, wacana dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu (1) wacana lisan dan (2) wacana tulisan. Wacana lisan dapat dikategorikan sebagai sumber primer data kebahasaan karena bahasa muncul pertama kali dalam bentuk ujaran (Samsuri, 1987:32). Percakapan sehari-hari, cerita-cerita pantun, dongeng merupakan sumber-sumber wacana lisan. Percakapan adalah jenis pembicaraan antara dua partisipan atau lebih yang secara bebas memilih dalam berbicara yang secara umum terjadi di luar setting institusi khusus seperti keagamaan, ruang kelas, dan pengadilan ( Levinson,1983 : 286). Suatu upaya penelitian penggunaan bahasa, baik secara medium pernyataan fakta maupun perasaan seseorang terhadap orang lain, merupakan analisis wacana yang khusus diterapkan dalam wacana percakapan ( Brown dan Yule, 1994:128) 2.3.4.2 a.
Unsur-Unsur Pembentuk Wacana Kohesi Hubungan yang diciptakan sebagai hasil ketika interpretasi suatu unsur
tekstual bergantung pada unsur lain di dalam teks disebut kohesi ( Renkema,
32
1993:35). Aspek semantik yang terdapat dalam sebuah teks sangat erat berkaitan dengan kohesi. Makna yang digambarkan di dalam teks adalah makna yang diiterpretasikan oleh penutur dan petutur berdasarkan simpulan yang dibuat tentang hubungan proposisi yang melandasi apa yang diujarkan merupakan hal yang diidentifikasikan dalam kajian kohesi (Schiffrin, 1992:9).
b.
Koherensi Perangkat
kontekstual
suatu
teks
yang
berupa
situasi
yang
melatarbelakangi teks sehingga teks tersebut dapat dipahami sebagai sebuah wacana yang padu merupakan unsur koherensi dari sebuah teks ( Paltrigde, 2000:139). Upaya menciptakan koherensi dalam sebuah teks bukan merupakan sesuatu yang mudah bagi seorang penulis. Hal ini disebabkan oleh kekurangmampuan penulis dalam mengorganisasikan sebuah informasi dan ide ke dalam sebuah teks secara baik dan teratur. Koherensi berarti kepaduan dan keterpahaman antarsatuan yang terdapat dalam sebuah teks. Aspek koherensi sangat diperlukan keberadaannya untuk menata pertalian antara proposisi yang satu dan yang lainnya untuk mendapat keutuhan. Hubungan-hubungan makna yang terjadi antarunsur-unsur atau bagian dalam teks secara semantik merupakan keutuhan yang koheren (Brown and Yule, 2005:30). Perhatikanlah contoh berikut Mr.Brown Mrs. Brown Mr. Brown
: Your Orange Juice is on Table : I‟m Taking a shower : Alright ( Widdowson, 1978: 29)
Dalam percakapan di atas tidak ada pemarkah kohesi yang digunakan. Namun, partisipan dalam percakapan tersebut saling memahami. Pembaca juga
33
dapat memahami percakapan di atas, yaitu ketika Mr. Brown (penutur A) menginformasikan bahwa jus jeruk (orange juice) yang dipesan oleh istrinya Mrs. Brown telah dibawakan oleh staf hotel dan dibawa ke kamarnya dan ditaruh di atas meja, Mrs Brown (penutur B) memberikan respons dengan menjawab atau menuturkan bahwa ia sedang mandi. Dalam aturan gramatikal tidak terdapat sama sekali relasi antara ujaran Mr. and Mrs. Brown. Namun ketika dihubungkan dengan konteks di luar teks, yaitu kegiatan partisipan Mrs. Brown yang sedang mandi, partisipan Mr.Brown dapat memahami bahwa karena kegiatan yang belum selesai dilakukan partisipan Mrs. Brown tersebut, partisipan Mrs. Brown tidak bisa menerima dan menikmati jus jeruk pada saat percakapan terjadi. Pada dasarnya kedua partisipan tersebut dapat saling memahami karena adanya pengetahuan bersama berdasarkan pengalaman atau kebiasaan yang dimiliki kedua partisipan tersebut. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa percakapan di atas merupakan wacana yang koheren.
c)
Konteks dalam Wacana Dalam melakukan analisis wacana, peranan konteks sangat penting karena
pada intinya yang dikaji dalam analisis wacana adalah makna kata-kata di dalam konteks, yaitu menganalisis bagaimana bagian-bagian makna dapat dijelaskan melalui pengetahuan dunia fisik dan sosial serta faktor-faktor sosio psikologis yang memengaruhi komunikasi. Pengetahuan tentang latar, tempat, dan waktu kata-kata tersebut diujarkan atau dituliskan pun menjadi bagian yang dianalisis (Peccei, 1999; Yule, 1996 dalam Cutting, 2002). Peranan penting dan sangat
34
esensial dari konteks dalam sebuah teks untuk menafsirkan makna yang terkandung baik, dalam wacana lisan maupun wacana tulisan. Konteks juga merupakan konsep yang sangat dinamis dan bukan konsep yang statis. Dengan demikian, konteks dipahami sebagai situasi yang selalu berubah, yang membuat penutur ( partisipan ) dalam proses komunikasi dapat berinteraks. Di samping itu, dengan konteks, ekspresi bahasa yang mereka gunakan dalam berinteraksi menjadi dapat dipahami (Mey,2001 :39)
2.3.4.3
Analisis Percakapan Pada dasarnya percakapan adalah manifestasi penggunaan bahasa untuk
berinteraksi. Mey (2001: 137) berpendapat bahwa wujud penggunaan bahasa tersebut dapat dilihat dari dua aspek, yaitu sebagai berikut a)
Aspek pertama adalah isi, yaitu (1) aspek yang memperhatikan hal-hal seperti topik apa yang didiskusikan dalam percakapan ; (2) bagaimana topik disampaikan dalam percakapan: apakah secara eksplisit, melalui presuposisi, atau diimplisitkan dengan berbagai macam cara; (3) jenis topik apa yang mengarah pada topik lain dan apa alasan yang melatarbelakangi hal semacam ini terjadi, dsb.
b)
Aspek kedua adalah (1) organisasi topik dalam percakapan dan bagaimana topik dikelola, baik disampaikan dengan cara terbuka maupun dengan manipulasi secara tertutup: biasanya dalam bentuk tindak ujar tak langsung (2) aspek formal percakapan. Fokus utama dalam aspek ini adalah hal-hal seperti bagaimana percakapan bekerja; aturan-aturan apa yang dipatuhi;
35
dan bagaimana sequencing ‗keberurutan‘ dapat dicapai (memberikan dan memperoleh giliran atau mekanisme turn-taking, jeda, interupsi, overlap, dan lain lain). 2.3.5
Pramusaji Industri makanan dan minuman berhubungan sangat erat dengan persiapan
dan penyajian beratus-ratus jenis makanan dan minuman kepada berjuta-juta manusia sepanjang hidup. Industri penyajian makanan dan minuman adalah suatu industri yang melayani kebutuhan orang lain yang jauh dari rumah atau kantor. Perkembangan industri penyajian makanan dan minuman yang makin pesat ini di samping menguntungkan juga menimbulkan beberapa masalah di antaranya (1) masalah sanitasi restoran, (2) pengadaan bahan-bahan yang diperlukan untuk industri tersebut, (3) pendidikan kejuruan di bidang restoran dan perhotelan a.l. juru masak, pramusaji ( waiter dan waitress), (4) accounting dan chasier yang dapat diawasi, (5) cara penciptaan fast food service untuk makanan Indonesia yang dapat dihidangkan secara cepat, dan (6) manajemen yang terpadu secara menyeluruh yang dapat memberikan kepuasan kepada para tamu (Arief, 2005:35). Perkembangan industri makanan dan minuman memerlukan seorang pramusaji yang andal dan cekatan. Pramusaji adalah seseorang yang menyajikan makanan dan minuman di dalam sebuah restoran atau bar, yang bertugas menunggu para tamu, membuat para tamu merasa mendapat sambutan dengan baik
dan
nyaman,
menyajikannya,
juga
mengambil
pesanan
membersihkan
makanan
restoran
dan
dan
minuman
serta
lingkungannya,
serta
36
mempersiapkan meja makan ( table setting) untuk tamu berikutnya ( Marsum W.A., 2005:90—99). Seorang pramusaji harus melengkapi dirinya dengan pengetahuan yang berkaitan dengan tugasnya. Agar dapat berkomunikasi yang baik dan efektif dengan tamu, pramusaji harus selalu berusaha meningkatkan kemampuan berbahasanya sebagaimana bahasa tamu yang dilayaninya. Pekerjaan pramusaji juga menyangkut kesatuan kerja, baik dengan rekan sekerja maupun dengan para atasan ( Marsum W.A., 2005:91). Courtesy ( budi bahasa ) dan alletness (kewaspadaan ) merupakan dua faktor penting yang dimiliki oleh seorang pramusaji di dalam menjalani pekerjaannya. Urutan-urutan kerja di restoran pada saat restoran beroperasi yang disusun dalam sebuah pedoman standar pekerjaan seorang pramusaji (SOP) harus dikuasai oleh pramusaji dengan kemampuan berkomunikasi bahasa Inggris yang baik, lancar, dan efektif (Arief, 2005:57—70). Urutan-urutan kerja tersebut adalah sebagai berikut. 1) Menyambut dan mengucapkan salam ‗greeting the guest‟ : good afternoon Mr. Brown, Could I help you please ? 2) Mendudukkan tamu ‗sitting the guest‟: Take a sit please Mr. Brown. 3) Menuangkan air es 4) Memberikan daftar makanan dan minuman, makan siang dan makan malam, ‗presenting menu‟: Excuse me, this is our menu, Mr. Brown 5) Serving bread and butter 6) Mengambil pesanan tamu „taking order‟ and writing the guest order: may I take your order please ?; are you ready to order sir ?
37
7) Mengulangi pesanan ‗ repeat the order „ : may I repeat your order Sir ? 8) Mengantarkan pesanan 9) Mengambil pesanan dari dapur ‗picking up the guest order‟ 10) Menghidangkan makanan kepada tamu ‗service the guest‟: Excuse me, These are your orders, Sir 11) Memberikan cek ‗presenting the bill‟ : This is bill Sir 12) Tamu meninggalkan tempat ‗leaving the guest‟: Thank you for your coming Sir. I hope you can enjoy your food in our restaurant. Thank you and have a nice day Sir 2.3.6
Guided Conversation Metode guided conversation dalam pembelajaran BIP dapat dijabarkan
sebagai berikut. 2.3.6.1
Pengertian Guided Conversation Kata guided,
yang erat kaitannya dengan proses pembelajaran
keterampilan berbicara bahasa Inggris adalah “membimbing dan memandu” mahasiswa dalam belajar. Antara membimbing dan memandu memiliki kesamaan makna dan tujuan karena kedua kata tersebut sama-sama menuntun mahasiswa ke arah yang cemerlang dalam berbicara bahasa Inggris. Mahasiswa yang sebelumnya masih banyak belum tahu bagaimana mengucapkan sebuah kata dalam bahasa Inggris (misalnya, mengucapkan book ) yang kadang-kadang dibaca oleh siswa dengan bo-ok. Dengan tuntunan dosen maka dari bo-ok menjadi (buk) dan banyak lagi kosakata atau kalimat yang sulit dikatakan oleh mahasiswa karena terbiasa dengan bahasa ibu atau bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
38
Tuntunan semacam ini dilakukan dosen dalam proses pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Inggris di dalam atau di luar kelas. Tujuannya memantapkan ucapan-ucapan mahasiswa dalam bentuk percakapan sederhana seperti ungkapan di bawah ini a.
Salam (Greetings) Biasanya
setelah mengucapkan salam,
diiringi dengan menanyakan
kabar orang yang disapa. Di bawah ini, dicontohkan beberapa bahasa ekpresi yang digunakan untuk memberikan salam. Selain itu bahasa ekpresi yang digunakan untuk menanyakan kondisi seseorang yang disertai dengan tuntunan dosen bahasa Inggris seperti dalam tabel di bawah ini Table 2.1 Tuntunan Percakapan dalam Bahasa Inggris
Selamat Pagi Nona Siska
Good Morning Miss Siska
Selamat Siang Tuan Teguh
Good Afternoon Mr. Teguh
Selamat Malam Richard
Good Evening Richard
Selamat Malam/Selamat Tinggal/Selamat Good Night Mr. Steven Tidur Tuan Steven Selamat Tinggal Tuan Brown
Good Bye Mr. Brown
Sampai Jumpa semuanya
See you all
Halo atau Hai
Hello atau Hi
Apa kabar?
How are you?; How do you do ?
Baik-baik saja
I'm fine ; Thank you ; Good. I‟m Well, thanks you
Apakah kamu baik-baik saja?
Are you alright ?; Are you OK?; Are you well ?
39
a.
Perkenalan diri Berikut dikemukakan ungkapan - ungkapan yang biasa digunakan untuk
bertanya tentang identitas seseorang / memperkenalkan diri kepada orang lain dalam bentuk/kalimat bahasa Inggris sederhana dan disertai tuntunan atau bimbingan dosen bahasa Inggris. 1)
May I introduce myself ? : ‗ Izinkan saya memperkenalkan diri ‘
2)
My name is Teguh : ‟ Salam perkenalan, Teguh‘
3)
My name is Richard : „ Nama saya Richard‘
4)
How do you do Richard ? : „ Salam perkenalan, Richard‘ Selanjutnya, kata ―conversation‖ berarti ― percakapan atau perbincangan‖
(Sadili, 1989: 105). Menurut kamus Oxford (1986: 123), conversation is a spoken exchange
of
news
and
ideas
between
people.
Selanjutnya,
dalam
http://www.answers.com/topic/conversation (yang dikutip pada Senin, tanggal 1 April 2013) dinyatakan bahwa conversation adalah A conversation is communication between two or more people. Conversations are the ideal form of communication in some respects, since they allow people with different views on a topic to learn from each other. Dari kutipan di atas, dapat digambarkan bahwa percakapan adalah terjadinya komunikasi yang dilakukan oleh beberapa orang dalam rangka memberikan pandangan, pemikiran, usulan, dan solusi. Dalam percakapan yang panjang akan dihasilkan sebuah kesepakatan bersama secara positif dan hasilnya disebarkan kepada semua orang yang berkepentingan terhadap hasil kesepakatan itu. Semua kesepakatan dari percakapan itu harus dipatuhi bersama-sama karena kegunaannya untuk bersama.
40
Terkait
dengan
keterampilan
berbicara
bahasa
Inggris,
berarti
memberdayakan mahasiswa agar dapat melakukan keterampilan berbicara dengan cara yang paling mudah. Mahasiswa merasa senang terhadap mata kuliah bahasa Inggris karena diajarkan melalui strategi, metode, atau teknik yang jauh lebih menyenangkan sehingga terdorong untuk belajar aktif dan kreatif.
Apabila
mahasiswa sudah merasa senang, aktif, dan kreatif terhadap mata kuliah bahasa Inggris, kemampuannya, baik secara tertulis maupun lisan akan meningkat. Menurut Pattison (1987:210) dan Zainil (2008) ada beberapa klasifikasi percakapan yang bisa memperlancar keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa sekaligus mempermudah menguasai seluruh komponen keterampilan berbicara. Adapun klasifikasi percakapan yang dimaksud adalah sebagai berikut 1)
Structural Conversation. Penggunaan bahasa Inggris, baik dalam percakapan sehari-hari maupun
penggunaan bahasa tulisan, harus tepat dan benar dalam segi apa pun karena berhubungan dengan waktu lampau, sekarang, dan akan datang. Selain itu, penggunaan struktur bahasa Inggris terkait dengan penggunaan bentuk noun, pronoun, articles, dan bermacam bentuk kata : adjective, verbs, dan adverbs. Cobalah amati percakapan di bawah ini Staff Guest Staff Guest Staff Guest
: Room service, how can I help you? : Yes, could you send up a BLT, a bag of chips, and an ice tea. : Of course sir, could I have your room number? : It‟s 1515. : OK, your order will be there in about 15 minutes. : Thank you, goodbye.
Yang perlu diamati adalah bentuk percakapan di atas, yaitu memfungsikan struktur
dalam
penggunaan
bahasa.
Dengan
kata
lain,
dalam
setiap
41
percakapan/perbincangan
mahasiswa diharapkan memperbaiki
penyusunan
kalimat bahasa Inggris sesuai dengan tata bahasa Inggris agar menjadi baik dan benar. 2)
Functional Conversation. Functional conversation adalah pelajaran conversation yang ditujukan
untuk membentuk kemampuan mahasiswa dalam memfungsikan bahasa menurut tempat dan keberadaannya. Dalam percakapan sehari-hari (daily conversation) sering dihadapkan kepada sesuatu yang objektif. Perhatikan bentuk percakapan di bawah dengan cermat Dialogue 1 Richard : May I borrow your pen? Diana : Yes, please! Dialogue 2 : Richard :By the way, will you come to my house this afternoon? Diana :With my pleasure. Richard :Waiter, give me two cups of coffee, please! 3)
Situational Conversation Perhatikan bentuk percakapan di bawah dengan cermat :
Dialogue 1 Rirchard : May I borrow your pen? Diana : Yes, please! Dialogue 2 Richard : By the way, will you come to my house this afternoon? Diana : With my pleasure. Richard : Waiter, give me two of coffee, please!
42
Lihat pada frasa 2 coffees – itu adalah salah satu contoh bagaimana penggunaan fungsi-fungsi khusus dalam komunikasi berdasarkan situasi. Di restoran, sudah biasa dikatakan 2 of coffees walaupun secara grammar hal tersebut salah, karena „coffee‟ biasanya dianggap sebagai uncountable noun. Berdasarkan makna conversation di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap mahasiswa terlibat dalam komunikasi bahasa Inggris dalam mata kuliah bahasa Inggris baik dalam bentuk dua arah (bersemuka), kelompok, mahasiswa dengan dosen, maupun dosen dengan mahasiswa untuk mengkomunikasikan bahan ajar yang telah ditentukan sesuai dengan silabus dan buku ajar. Dengan demikian, antara guided dan conversation merupakan paduan percakapan atau perbincangan yang dilakukan mahasiswa dalam bahasa Inggris sederhana dalam rangka memperlancar komunikasi dan meningkatkan hasil belajar dalam keterampilan berbicara bahasa Inggris bagi mahasiswa. Perlakuan dalam percakapan tersebut dilaksanakan dengan panduan atau petunjuk dan bimbingan dalam durasi panjang dan singkat (Blowerk 2008: 103), baik di dalam maupun di luar ruangan belajar. Pelaksanaan keterampilan berbicara bahasa Inggris melalui guided conversation, baik di luar maupun di dalam kelas sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terkait. Pertama, keterkaitan antara pernyataan dan kenyataan yang ada di lapangan. Setiap pernyataan akan sangat berarti apabila ditinjau secara langsung ke lapangan sehingga memberikan kepuasan secara pribadi. Artinya realita itu muncul lebih banyak lagi bentuk ucapan lain yang bersamaan dengan konteks. Kedua, situasi baru
kebiasaan mahasiswa dalam
melakukan keterampilan berbicara bahasa Inggris dengan bentuk guided
43
conversation lebih suka kepada hal-hal yang baru karena di samping memperbanyak praktik keterampilan berbicara dengan kosakata yang baru juga belum pernah membanyangkan keberadaan yang baru sehingga muncul beragam pertanyaan
dan
jawaban mahasiswa. Ketiga, keterkaitan antara materi dan
pengalaman belajar mahasiswa. Koneksitas keduanya semakin memperlancar praktik keterampilan berbicara maha siswa yang dilakoninya secara berulangberulang. Dalam hal ini, learning conversational English is not easy, especially for those living in countries where English is not the first language for the speakers (ww.physorg.com/news 81096427.html). Proses pembelajaran dalam bidang keterampilan berbicara bahasa Inggris membutuhkan strategi yang tepat untuk menumbuhkembangkan minat mahasiswa dan meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Inggris sebaik mungkin. Belajar keterampilan berbicara diperlukan persiapan matang baik oleh dosen sebagai pengajar/pembimbing maupun mahasiswa. Persiapan mahasiswa dalam pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Inggris adalah penguasaan kosakata, penguasaan grammar, penguasaan strategi belajar, media belajar, fasilitas belajar, penetapan jadwal belajar yang tepat, dan lingkungan belajar yang baik. Tujuannya adalah dapat memberikan nuansa berbeda dari pembelajaran konvensional, disamping mampu meningkatkan minat mahasiswa untuk kegiatan belajar tanpa bosan.
2.3.6.2 Tahap-Tahapan Pelaksanaan Guided Conversation
44
Dalam melakukan keterampilan berbicara bahasa Inggris dengan baik melalui guided conversation terdapat delapan cara yang sering menjadi acuan dalam metode guided conversation ( Peterson, 2007 : 101 ). Kedelapan acuan tersebut adalah sebagai berikut a.
Mengetahui ukuran kesulitan dan kemudahan information gap yang ada dalam bentuk percakapan. Dengan demikian, mahasiswa dapat menduga atau mempersiapkan alternatif jawaban yang mendekati kebenaran.
b.
Membuat pertanyaan yang berbobot sehingga jawaban yang diberikan mahasiswa bisa menarik perhatian dan perlu adanya kajian lebih lanjut. Bentuk pertanyaan sebaiknya dengan menggunakan kata-kata mengapa (why) karena dengan pertanyaan ―why” bisa dilakukan proses yang menghasilkan keterampilan mahasiswa dalam melakukan praktik berbicara bahasa Inggris.
c.
Mendengarkan
dengan
saksama
dan
mengingat
apa
yang
dikatakan/ditanyakan sehingga jawaban akan menjadi jelas dan terarah. d.
Memberikan
kesempatan
kepada
mahasiswa
untuk
menggunakan
bukti/alasan. Perolehan bukti atau alasan membantu mahasiswa untuk mengungkap atau menggambarkan secara detail melalui percakapan sederhana dalam bahasa Inggris. e.
Menyuruh semua mahasiswa berpartisipasi dalam percakapan terbuka sehingga secara tidak langsung dapat melatih diri untuk melakukan komunikasi yang terpimpin.
45
f.
Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menggali lebih dalam sampai mendapatkan jawaban pasti dari berbagai sumber buku agar tercipta suasana aktif berbicara bahasa Inggris.
g.
Mahasiswa diberikan kesempatan untuk melakukan pengamatan pada satu sumber/bedah
buku
sekadar
pembuktian
akurat
sehingga
dapat
memberikan laporan dalam bentuk lisan (bahasa Inggris). h.
Laporan lisan berarti mahasiswa telah melakukan praktik keterampilan berbicara bahasa Inggris melalui guided conversation karena memberikan waktu yang cukup sambil memberikan pengarahan terhadap hasil laporan mahasiswa. Bimbingan dan pengarahan itu tidak hanya diberikan oleh dosen bahasa Inggris, tetapi bisa juga diberikan oleh mahasiswa sambil memperaktikkan keterampilan berbicara yang sudah dimilikinya.
2.3.6.3
Karakteristik
Berbicara
Bahasa
Inggris
Melalui
Guided
Conversation Untuk melakukan keterampilan berbicara bahasa asing seperti bahasa Inggris memang dirasakan sulit karena harus mengintegrasikan keterampilan lainnya ( listening skill, reading skill, dan writing kill) ke dalam bentuk speaking yang baik. Dengan demikian, proses keterampilan berbicara bisa menjadi lebih sempurna dan aktif. Sedikitnya ada empat karakteristik berhasilnya kegiatan keterampilan berbicara bahasa asing (Brown and Yule, 1983: 120, Hyland, 1991: 122) sebagai berikut. a.
Mahasiswa harus berbicara sesering mungkin
46
Dalam proses kegiatan keterampilan berbicara bahasa Inggris, peserta justru harus melakukan lebih banyak komunikasi. Dalam hal ini membicarakan atau yang membahas permasalahan sesuai dengan topik. Keuntungannya adalah semakin sering melakukan keterampilan berbicara semakin lancar pula refleksi berbicara (Zainil, 2010).
b.
Partisipasi Sebaiknya dalam proses penerapan keterampilan berbicara melalui guided
conversation tidak didominasi oleh individu atau sebagian kecil peserta yang bisa berbicara ( mampu berbicara bahasa Inggris ), tetapi meibatkan semua peserta/mahasiswa. Artinya, semua mahasiswa berhak mengeluarkan pendapat dan harus berbicara untuk memperlancar diri sampai mahir. Tujuannya adalah membiasakan komunikasi lisan yang logis bukannya sekadar berbicara tanpa menggunakan kaedah bahasa yang baik,
penggunaan tata bahasa yang jelas,
ucapan yang tepat, penggunaan kosakata yang benar, intonasi yang sempurna, dan dapat dipahami oleh lawan bicara.
c.
Tanggung Jawab Tanggung jawab berarti kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu
sesuai dengan kadar kemampuan. Dalam hal ini adalah kemampuan untuk berbicara bahasa Inggris yang dilakukan secara berdiskusi atau berpasangan dan harus bertanggung jawab untuk mempertahankannya. Jadi, dalam berpasangan atau secara individu harus merasa bertanggungjawab.
47
d.
Tingkatan Bahasa yang digunakan Dalam melakukan komunikasi lisan terhadap bahasa asing
(bahasa
Inggris) harus berterima oleh antarpeserta. Bahasa yang digunakan berbentuk simpel, ucapan yang tepat, dan mudah dimengerti oleh pendengar lainnya. Artinya, mudah, teratur, dan tepat dalam berbicara. Dengan demikian, secara keseluruhan
memiliki
tingkat
kebahasaan
yang
epistemic
(mampu
mengungkapkan pengetahuan ke dalam bahasa sasaran, yaitu bahasa Inggris).
2.3.6.4
Pembelajaran Melalui Guided Conversation Pada dasarnya belajar bahasa Inggris tidak sesulit yang dibayangkan
mahasiswa pemula. Padahal hanya tergantung kepada cara mempelajarinya dan bagaimana penerapannya di lapangan. Pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Inggris sebaiknya disesuaikan secara kontekstual agar bisa membantu mahasiswa menguasai bahasa Inggris (Zainil, 2006). Di pihak lain, Dragsten (2005) menyatakan bahwa bentuk proses pembelajaran yang dilakukan melalui guided conversation untuk mempelajari keterampilan berbicara bahasa Inggris yang sesuai dengan kondisi dan mempermudah mahasiswa untuk menguasainya, yakni (a) practice your English as often as possible, (b) participate in any and all class activities.(c) review both presents and old materials. (d) listen to the directions at all times, (e) know your grammar, (f) know your English classroom in order to fully understand what the teacher is saying and for you to be understood by the teacher.
48
2.3.7
Penilaian dan Evaluasi Keterampilan Berbicara Penilaian adalah proses pengumpulan informasi untuk menentukan sejauh
mana tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan tercapai. Informasi itu dapat berupa pendapat dosen, orang tua, kualitas buku, hasil penilaian, dan sikap mahasiswa. Alat evaluasi dapat berupa tes, kuesioner, wawancara, dan observasi. Penilaian merupakan semua metode yang digunakan untuk mengumpulkan informasi mengenai pengetahuan, kemampuan, pemahaman, sikap, dan motivasi mahasiswa. Penilaian dapat dilakukan di antaranya melalui tes, penilaian diri, baik secara formal maupun informal. Trianto (2011: 61) memberikan definisi tes sebagai alat yang digunakan untuk mengukur tingkat ketuntasan belajar mahasiswa berupa nilai yang diperoleh dari pelaksanaan tes, sedangkan nontes adalah cara lain mengukur segala sesuatu yang tidak teramati dalam proses belajar mengajar. Alat pengukuran nontes, antara lain berupa pedoman observasi, skala sikap, daftar cek, catatan riwayat kelakuan, dan jaringan sisiomentrik. Namun, untuk kemudahan dalam tulisan ini istilah evaluasi merujuk, baik kepada penilaian, pengetesan, maupun penilaian. Evalusi tidak dapat dilepaskan dari kegiatan pengajaran. Dalam pengajaran terdapat elemen mahasiswa sebagai input, pembelajaran di kampus atau di kelas sebagai proses, kompetensi lulusan sebagai hasil, kegiatan evaluasi terjadi, baik pada awal proses, maupun pada akhir pembelajaran. Pengalaman belajar dilakukan untuk mencapai tujuan (menguasai kompetensi tertentu ) dan evaluasi dilakukan untuk melihat sejauh mana
49
kompetensi yang telah dilakukan oleh mahasiswa dalam bentuk hasil belajar yang diperlihatkan setelah mereka menempuh pengalaman belajar. Selain itu, dalam pengembangan kurikulum, evaluasi dilakukan dalam setiap tahap pengembangan kurikulum, yaitu mulai dari analisis kebutuhan, penetapan tujuan, penilaian, pengembangan bahan, hingga kegiatan pembelajaran ( Brown, 2002:28 ). Prinsip penilaian yang penting dipaparkan
adalah (1) kepraktisan
(practicity), yaitu apabila tes tersebut dilakukan dengan biaya yang tidak terlalu mahal, (2) keterandalan (reliability),yaitu apabila tes tersebut konsisten dan dapat diandalkan, (3) validitas (validity), yaitu sejauh mana kesimpulan yang diperoleh dari tes yang dilakukan tepat dan bermakna sesuai dengan tujuan penilaian yang diinginkan, (4) keotentikan (authenticity), yaitu apabila tingkat kesejalanan antara ciri-ciri sebuah tes bahasa dan pitur-pitur tugas bahasa yang akan dilakukan dalam bahasa target.
2.3.7.1
Tes Keterampilan Berbicara ( Test of Speaking Skill ) Keterampilan berbicara dapat dibagi menjadi (1) keterampilan makro
dan (2) keterampilan mikro. Keterampilan berbicara mikro mencakupi kemampuan memproduksi bahasa sederhana, seperti fonem, morfem, kata, kolokasi (meja berkolokasi dengan kursi), menghasilkan fonem bahasa Inggris yang berbeda, menghasilkan bahasa dengan panjang
yang
berbeda,
menghasilkan pola tekanan bahasa Inggris, menggunakan sejumlah unit leksikal yang memadai ( kosakata ), menghasilkan ujaran yang lancar, serta memonitor ujaran yang dihasilkan. Keterampilan berbicara makro meliputi kemampuan
50
mencapai fungsi komunikatif berdasarkan situasi yang diberikan, menggunakan gaya dan register yang tepat, menggunakan raut wajah, gerakan dan bahasa tubuh, menggunakan strategi berbicara, dan menggunakan penghubung antara ujaran yang satu dan lainnya. Penerapan metode guided conversation dalam keterampilan berbicara berbahasa Inggris ini berhubungan dengan berbicara interaktif yang dapat dievaluasi dengan menggunakan wawancaara, bermain peran, diskusi, dan percakapan untuk menilai kemampuan memilih topik, memberikan perhatian, menyela, menjelaskan, bertanya, melakukan negosiasi makna, mengecek pola intonasi dan bahasa tubuh, serta sopan santun.
2.3.8
Penelitian Tindakan Kelas Penelitian tindakan kelas (PTK) atau disebut juga dengan classroom
action research (CAR) adalah penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas (Burns, 2009: 6). Fokus PTK adalah pada mahasiswa atau pada proses belajar mengajar yang terjadi di kelas. Tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di kelas dan meningkatkan kegiatan nyata dosen
dalam pengembangan
keprofesionalannya. Secara terperinci, tujuan PTK adalah (1) meningkatkan mutu isi, masukan, proses, dan hasil pendidikan dan pembelajaran di sekolah ; (2) membantu dosen dan tenaga kependidikan lainnya mengatasi masalah pembelajaran; (3) meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan; dan (4) menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan
51
sekolah sehingga tercipta sikap proaktif dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjutan (Burns, 2009: 8) PTK ini memiliki keunggulan antara lain (1) peneliti atau dosen tidak perlu meninggalkan kelas atau pekerjaannya; (2) tidak memerlukan biaya yang tinggi dan dapat dilakukan kapan saja; (3) hasil penelitian yang direncanakan dapat dirasakan; (4) bila treatment (perlakuan) dilakukan kepada responden, mereka dapat merasakan hasilnya; dan (5) treatment yang dilakukan memberikan motivasi kepada subjek didik untuk menghasilkan perubahan sikap. Penelitian tindakan
kelas
sangat bermanfaat untuk memperluas kemampuan dan
memperoleh pemahaman yang lebih tentang kelas, mahasiswa, dan diri sendiri sebagai dosen (Trianto, 2011: 18). Lewin (dalam Suparno, 2008: 11) mengembangkan model spiral dalam penelitian tindakan yang kemudian menjadi sumber acuan dan banyak dikembangkan oleh para ahli lainnya. Adapun model yang dimaksud adalah (1) Refleksi, (2) Perencanaan, (3) Tindakan, dan (4) aksi berikutnya.
Gambar 2.1 Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) Perencanaan
Refleksi
Aksi Berikutnya
Tindakan
Observasi
52
Lewin ( dalam Suparno, 208:11) 2.3.9
Model Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain penelitian tindakan
kelas. Dalam penelitian tindakan kelas, terdapat empat aspek pokok, yaitu (1) penyusunan rencana, (2) tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Keempat aspek pokok tersebut dikaji secara bertahap dan sistematis yang diterapkan dalam dua siklus, yaitu siklus I dan siklus II. Dimana dalam setiap siklus disajikan tiga kali penyajian dan satu kali refleksi. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, sebagaimana dapat dilihat pada diagram di bawah ini. Data kualitatif diperoleh melalui analisis linguistik yang dilakukan pada transkrip rekaman interaksi mahasiswa yang berperanan sebagai pramusaji dan tamu dalam bentuk wacana lisan ( percakapan ), data wawancara, field note dalam interaksi di kelas. Data kuantitatif diperoleh dari hasil tes mahasiswa pada saat melakukan tes keterampilan berbicara dengan metode guided conversation, baik pada tes awal (pratindakan ), tes akhir pada siklus I, tes akhir pada siklus II, dan kuesioner. Setelah diperoleh hasil tes pratindakan dan hasil tes akhir siklus I dan siklus II dicari nilai rerata ( mean ), nilai tengah ( median ) dan nilai yang paling sering muncul ( modus ). Berikut model penelitian kajian ini.
53
Gambar 2.2
Model Penelitian
KETERAMPILAN BERBICARA TALKS AS TRANSACTION SIKLUS PTK YANG DILAKUKAN SECARA BERULANG DALAM PROSES PEMBELAJARAN MELALUI EMPAT TAHAPAN ( PLANING, ACTION, OBSERVASI, REFLEKSI, ( BURN, 2009 : 6 )
METODE PEMBELAJARAN GUIDED CONVERSATION
DESKRIPTIF KUANTITATIF ( HASIL TES PRATINDAKAN, TES AKHIR SIKLUS I DAN SIKLUS II
DESKRIPTIF KUALITATIF ( OBSERVASI, KUESIONER, TRANSKRIP REKAMAN )
TABEL DAN PERSENTASE YANG DISAJIKAN SECARA DESKRIPTIF
DESKRIPTIF INTERPRETATIF
LINGUISTIK TERAPAN
LINGUISTIK
PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA BERDASARKAN EMPAT ASPEK; ASPEK KEFASIHAN BERBAHASA, KETEPATAN BERBAHASA, TATA BAHASA, METODE PENYELESAIAN TUGAS
BERBICARA SEBAGAI TRANSAKSI ( TALKS AS TRANSACTION )
HASIL PENELITIAN