BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Landasan teori
2.1.1 Modal Modal adalah salah satu faktor produksi yang digunakan dalam melakukan proses produksi. Produksi dapat ditingkatkan dengan menggunakan alat-alat atau mesin produksi yang efisien. Dalam proses produksi tidak ada perbedaan antara modal sendiri dengan modal pinjaman, yang masing-masing berperan langsung dalam proses produksi. Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar produktivitas dan pendapatan. Riyanto (1997) menyatakan modal terbagi dua yaitu modal aktif dan modal pasif. Modal aktif menurut fungsi kerjanya dapat dibedakan menjadi modal kerja dan modal tetap. Sedangkan modal pasif dapat dibedakan antara modal sendiri dan modal asing atau modal badan usaha dan modal kreditur/uang. Brigham dan Houston (2001), mengungkapkan modal kerja merupakan investasi perusahaan dalam jangka waktu pendek yang meliputi kas, piutang, persediaan barang. Jumlah modal kerja dapat lebih mudah diperbesar atau diperkecil, disesuaikan dengan kebutuhannya, juga elemen-elemen modal kerja akan berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan. Dengan perkembangan teknologi serta semakin ketatnya persaingan di sektor industri, maka faktor produksi modal memiliki arti yang penting bagi
17
perusahaan untuk mengembangkan usahanya. Schwiedland dalam Riyanto (1997) modal itu meliputi modal dalam bentuk uang (geldkapital), maupun dalam bentuk barang (sachkapital).
2.1.2 Modal Kerja Setiap perusahaan selalu membutuhkan modal kerja untuk membelanjai operasi sehari-hari, misalnya untuk pembelian bahan mentah, membayar gaji karyawan, dan lain sebagainya, dimana modal yang dikeluarkan itu diharapkan akan dapat kembali masuk kedalam perusahaan dalam waktu pendek melalui hasil penjualan produknya. Uang yang masuk dari hasil penjualan produk tersebut akan segera keluar lagi untuk membiayai operasi selanjutnya. Dengan demikian maka dana tersebut akan terus menerus berputar setiap periode selama hidup perusahaan. Riyanto (1992) menyatakan modal kerja adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk operasi perusahaan dalam satu periode (dalam jangka pendek) meliputi kas, persediaan barang, piutang, depresiasi bangunan dan depresiasi mesin.
2.1.3 Tenaga Kerja Setiap perusahaan dalam melaksanakan proses produksi tidak dapat hanya mengandalkan pemanfaatan fasilitas dengan teknologi modern, karena sistem produksi membutuhkan jasa tenaga kerja untuk memperlancar proses produksi yang akan bermanfaat bagi masyarakat. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam proses produksi untuk menghasilkan barang maupun jasa
18
disamping faktor produksi modal, teknologi dan sumberdaya alam. Ruch, Fearon dan Witers (1992) “Production/operation cannot fuction without people. The human resources fuction is to recruitment train workers to fill production process according to the job design and skill assessment performed by work-study analysis”. Tenaga kerja dibutuhkan untuk melakukan transformasi dari bahan mentah menjadi barang jadi yang dikehendaki oleh perusahaan. Tenaga kerja adalah orang yang melaksanakan dan menggerakkan segala kegiatan, menggunakan peralatan dengan teknologi dalam menghasilkan barang dan jasa yang bernilai ekonomi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya tenaga kerja yang dibutuhkan. Biasanya perusahaan kecil akan membutuhkan jumlah tenaga kerja yang sedikit, dan sebaliknya perusahaan besar lebih banyak membutuhkan tenaga kerja. Dalam analisis ketenagakerjaan sering dikaitkan dengan tahapan pekerjaan dalam perusahaan, hal seperti ini sangat penting untuk melihat alokasi sebaran penggunaan tenaga kerja selama proses produksi sehingga kelebihan tenaga kerjapada kegiatan tertentu dapat dihindari.
2.1.4 Jenis Tenaga Kerja Untuk kepentingan penyusunan anggaran dan perhitungan biaya maka biasanya tenaga kerja dapat dibagi menjadi : 1) Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang secara langsung terlibat dalam proses produksi dan biayanya dikaitkan pada biaya produksi atau pada barang yang dihasilkan. Menurut Maher dan Dealin (1996) tenaga
19
kerja langsung adalah para pekerja yang benar-benar mengubah bahan baku menjadi barang jadi selama proses produksi. 2) Tenaga kerja tak langsung adalah tenaga kerja yang tidak terlibat langsung pada proses produksi dan biayanya dikaitkan pada overhead pabrik (Adisaputro 2000).
2.1.5 Konsep produksi Produksi adalah salah satu dari kegiatan ekonomi suatu perusahaan, sebab tanpa adanya proses produksi maka tidak akan ada barang atau jasa yang dihasilkan. Menurut Ahmad (2004:116), pengertian produksi mengalami perkembangan yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Menurut aliran Fisiokrat, produksi adalah kegiatan untuk menghasilkan barang baru (produel nett). 2) Menurut aliran Klasik, produksi adalah kegiatan menghasilkan barang. Barang yang dihasilkan tidak harus barang baru, tetapi bisa juga barang yang hanya diubah bentuknya. 3) Pengertian produksi terus berkembang yang pada akhirnya para ekonom memberikan pengertian produksi sebagai kegiatan menghasilkan barang maupun jasa, atau kegiatan menambah manfaat suatu barang. Produksi juga dapat diartikan sebagai tempat kegiatan yang menimbulkan tambahan manfaat atau penciptaan falsafah baru (Dan Segal, 2002). Menurut Adiningsih (1999:3), produksi adalah suatu proses mengubah input menjadi output sehingga nilai barang tersebut bertambah. Input terdiri dari bahan mentah
20
yang digunakan dalam proses produksi dan output adalah barang dan jasa yang dihasilkan dari suatu proses produksi. Input dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu input tetap dan input variabel. Input tetap berupa sumber daya alam seperti tanah,gedung dan lainnya sedangkan input variabel adalah input yang dapat diubah jumlahnya dalam jangka pendek (Suryawati, 2004:57). 2.1.6 Faktor-faktor produksi Umar et al. (2008) mengungkapkan faktor produksi atau input merupakan hal yang mutlak harus ada untuk menghasilkan suatu produksi. Dalam proses produksi, seorang pengusaha dituntut mampu menganalisa teknologi tertentu yang dapat digunakan dan bagaimana mengkombinasikan beberapa faktor produksi sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh hasil produksi yang optimal dan efisien. Menurut Ahmad (2004:118), faktor produksi merupakan unsur-unsur yang dapat digunakan atau dikorbankan dalam proses produksi. Teori ekonomi mengartikan atau mendefinisikan investasi sebagai pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatanperalatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa depan (Sukirno, 2000:76). Faktor-faktor produksi menurut Soekarwati (2003:167) antara lain sebagai berikut: 1) Tenaga Kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup, bukan hanya dilihat dari tersedianya jumlah tenaga kerja tetapi juga kualitas dan 21
macam tenaga kerja perlu diperhitungkan. Soeroto (1992:6) mengatakan, bahwa istilah tenaga kerja sama dengan istilah employment dalam bahasa inggris yang berasal dari kata kerja to employ yang berarti menggunakan dalam suatu proses atau usaha memberikan pekerjaan atau sumber penghidupan. Employment berarti keadaan orang yang sedang mempunyai pekerjaan. Penggunaan istilah employment sehari-hari biasa dinyatakan dengan jumlah orang dan yang dapat dimaksudkan adalah sejumlah orang yang dipekerjakan atau yang melakukan pekerjaan tersebut. Jadi pengertianemployment dalam bahasa inggris sudah jelas yaitu kesempatan kerja yang sudah diduduki (Soeroto, 1992:8). Tenaga kerja adalah orang yang melaksanakan dan menggerakkan segala kegiatan, menggunakan peralatan dengan teknologi dalam menghasilkan barang dan jasa yang bernilai ekonomi untuk memenuhi kebutuhan manusia (Morgan, 1992). Ritonga (2003:165) mendefinisikan tenaga kerja adalah bagian dari penduduk yang memiliki potensi untuk bekerja, potensi ini berada pada batasan
umur
dari
penduduk.
Menurut
Simanjuntak
(2005:20),
mendefinisikan tenaga kerja adalah penduduk yang sudah dan sedang bekerja, yang sedang mencari dan yang sedang melakukan kegiatan lain, seperti sekolah atau mengurus rumah tangga, walaupun tidak bekerja namun mereka dianggap secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. Tenaga kerja dan bukan tenaga kerja dapat dibedakan oleh batasan umur. P. Beilik (2003) menyatakan tenaga kerja di Indonesia adalah penduduk yang berumur 10 tahun keatas, sementara Sumitro
22
Djojohadikusumo (2005:197), berpendapat bahwa tenaga kerja adalah bagian dari penduduk yang berusia 10-64 tahun. Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Menurut Simanjuntak (2005:16), angkatan kerja adalah bagian penduduk yang berada pada usia kerja yang potensial untuk bekerja, secara operasional batasan umurnya adalah 10 tahun keatas yang terdiri dari: (1) pengangguran adalah orang yang sama sekali tidak bekerja dan berusaha mencari kerja, (2) setengah menganggur yaitu jam kerja mereka kurang dimanfaatkan sehingga produktivitas kerja dan pendapatannya rendah, (3) bekerja penuh adalah orang yang sedangbekerja dengan jam kerja yang optimal, sedangkan bukan angkatan kerja adalah bagian dari penduduk usia kerja yang tidak aktif secara ekonomi, seperti yang masih bersekolah, mengurus rumah tangga, penerima pensuinan, mereka yang hidupnya tergantung dengan orang lain karena lanjut usia, cacat, berada dalam penjara dan sakit kronis. 2) Modal dalam proses produksi dibedakan menjadi dua macam, yaitu modal tetap dan modal tidak tetap, dimana perbedaan tersebut disebabkan karena ciri-ciri yang dimiliki oleh modal tersebut. Faktor produksi seperti tanah, bangunan, dan mesin-mesin dimasukkan ke dalam modal tetap dan sering disebut investasi. Modal tetap adalah biaya yang dilakukan dalam proses produksi dan tidak habis dalam sekali proses produksi. Modal tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam waktu satu kali produksi,misalnya modal yang dikeluarkan untuk membeli
23
bahan baku penolong dan yang dibayarkan untuk pembayaran tenaga kerja. 3) Manajemen, dalam suatu usaha peranan manajemen menjadi sangat penting dan strategis. Mehdi et al. (2006) menambahkan manajemen terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, serta evaluasi dalam suatu proses produksi dimana dalam prakteknya faktor manajemen banyak dipengaruhi oleh berbagai aspek antara lain tingkat pendidikan, tingkat ketrampilan, skala usaha, besar kecilnya kredit, macam komoditas serta teknologi yang digunakan. Untuk menghasilkan suatu produk, maka diperlukan pengetahuan hubungan antara faktor produksi atau input dengan output (Maria et al. 2010). 2.1.7 Fungsi produksi Proses produksi mempunyai landasan teknis, yang dalam teori ekonomi disebut fungsi produksi. Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara output dengan input. Input modal seringkali sulit dihitung menurut periode karena modal perusahaan sendiri terdiri dari barang modal dengan berbagai variasi usia, baik masa pakai atau produktivitasnya, begitu pula dengan input tenaga kerja dimana perusahaan memperkerjakan orang-orang dengan kualitas yang bervariasi. Akibatnya para peneliti terfokus menggandaikan fungsi produksi, dengan konsep yang lazim disebut produksi Coob Douglas. Secara umum Formulasinya adalah: Q
A .L .K a
b
............................................................................................(2.1)
Keterangan:
24
Q = Jumlah output yang dihasilkan selama periode tertentu A = Konstanta L = Jumlah tenaga kerja yang digunakan K = Jumlah modal yang digunakan a = Koefisien tenaga kerja b = Koefisien modal Persamaan 2.1 merupakan suatu pernyataan matematik yang pada dasarnya bahwa tingkat produksi suatu barang bergantung kepada jumlah modal dan jumlah tenaga kerja. Jumlah produksi yang berbeda-beda dengan sendirinya akan memerlukan berbagai faktor produksi tersebut dalam jumlah yang berbedabeda pula. Disamping itu, untuk satu tingkat produksi tertentu dapat pula digunakan gabungan faktor produksi yang berbeda-beda. 2.1.8 Siklus kehidupan produk (Product Life Cycle) Konsep ini menyatakan bahwa hampir semua produk baru yang ditawarkan kepada masyarakat akan menjalani suatu siklus kehidupan yang terdiri dari 4 tahap dalam periode waktu yang terbatas (Purnawati, 2004:13) yaitu : Gambar 2.1 Tahapan Siklus Kehidupan Produk Volume Penjualan
Kedewasaan Pertumbuhan
Penurunan
Perkenalan
Waktu
25
Sumber: Purnawati (2004:13) 1) Tahap Perkenalan (Introduction), tahapan ini volume penjualan masih rendah, terdapat masalah-masalah teknis, sehingga biaya produksi tinggi. Pembeli produk mungkin hanya konsumen yang mencoba-coba sehingga kegiatan pemasaran yang gencar sangat diperlukan untuk menimbulkan keinginan, perhatian, percobaan, dan pembelian. Kegiatan produksi yang diperlukan adalah perhatian pada mutu dan desain. 2) Tahap Pertumbuhan (Growth), tahapan ini volume penjualan meningkat pesat, biaya produksi lebih rendah. Bagian R&D penting untuk meningkatkankeandalan produk, perbaikan produk yang kompetitif dan di standarisasi serta mengembangkan model-model baru sertafeaturepada produk, kapasitas dan distribusi ditingkatkan untuk meningkatkan penjualan. 3) Tahap Kedewasaan(Maturity),tahapan ini ditandai dengan peningkatan volume penjualan yang semakin kecil bahkan tidak bertambah, karena setiap orang atau pembeli potensial sekarang telah memiliki produk, sehingga penjualan sangat tergantung pada pergantian(replacement)dan pertambahan penduduk. Tugas manajemen produksi pada tahap ini adalah memodifikasi produk dan mengusahakan inovasi produk. 4) Tahap Penurunan(Decline),hampir semua produk akan sampai pada tahapan ini, terjadi penurunan permintaan, diferensiasi produk sangat kecil, karena semakin banyaknya bermunculan produk-produk baru di pasaran. Manajemen dapat melakukan pemangkasan terhadap produk-
26
produk yang tidak memberikan margin yang baik dan pengurangan kapasitas untuk meminimalkan biaya. Tidak semua produk yang dikembangkan mampu melewati keempat tahapan tersebut, ada produk yang bisa berpindah dari tahap perkenalan ke tahap penurunan atau dari tahap kejenuhan ke tahap pertumbuhan kedua. Begitu juga dengan lama waktu siklus akan berbeda-beda sesuai dengan strategi operasi perusahaan. Joseph et al. (2009) menambahkan perubahan pasar, kemajuan teknologi dan faktor-faktor lingkungan akan menciptakan kecenderungan bagi perusahaan untuk mendisain produk-produk baru. 2.1.9 Perluasan produksi Suryawati (2009) menyatakan biasanya pengusaha selalu berusaha meningkatkan hasil produksinya dengan berbagai cara diantaranya dengan usaha perluasan produksi dalam berproduksi. Menurut Ahman (2004:121), perluasan produksi mengandung arti memperluas dan meningkatkan produksi dengan maksud meningkatkan produk, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Perluasan produksi dapat dilakukan dengan cara: 1) Intensifikasi, merupakan usaha untuk meningkatkan hasil produksi dengan cara memperbaiki atau mengganti alat produksi yang digunakan baik dengan meningkatkan produktivitas faktor-faktor produksi maupun memperbaiki metode kerja. 2) Ekstensifikasi, merupakan usaha untuk meningkatkan hasil produksi dengan cara memperluas atau menambah faktor produksi.
27
3) Diversifikasi, merupakan cara untuk meningkatkan produksi memperluas usaha dengan menambah jenis produksi atau hasil. Misalnya mula-mula memproduksi benang, kain, kemudian kriya kayu. 4) Rasionalisasi, merupakan usaha untuk meningkatkan produksi dengan meningkatkan manajemen keilmuwan melalui jalur pendidikan dan teknologi, serta mempertinggi efisiensi kerja dan modal. 2.1.10 Skala ekonomi dan sifat produksi Joao (2000) mengatakan skala ekonomis menunjukan hubungan antara output dengan biaya sebagai akibat adanya proses produksi. Perusahaan mendapatkan skala ekonomi bila peningkatan biaya operasi dengan tingkat yang lebih rendah dari outputnya (Thomas et al. 2012). Skala ekonomis yang ditentukan oleh hubungan antara biaya rata-rata dengan output disebut skala ekonomis yang bersumber dari dalam (intern economis), yaitu faktor ekonomi yang timbul dari peningkatan ukuran perusahaan. Eksternal ekonomi seperti perubahan teknologi dan perubahan harga-harga input adalah faktor ekonomis yang timbul akibat perubahan faktor-faktor luar, selanjutnya menurut Sudarsono (1995:143), ada 3 jenis hukum produksi terhadap skala yang berlaku yaitu : 1) Kenaikan produksi lebih dari sebanding terhadap skala (law of increasing returns to scale). 2) Kenaikan produksi sebanding terhadap skala (law of constant returns to scale).
28
3) Kenaikan produksi kurang subanding terhadap skala (law of decreasing returns to scale). Ketiga jenis hukum tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. Gambar 2.2 M (Modal)
Hukum Kenaikan Produksi Lebih dari Sebanding terhadap Skala
Sumber: Sudarsono (1995:144) Gambar 2.3 M (Modal)
Hukum Kenaikan Produksi Sebanding terhadap Skala
Sumber: Sudarsono (1995:144)
29
Gambar 2.4 M (Modal)
Hukum Kenaikan Produksi Kurang dari Sebanding terhadap Skala
Sumber : Sudarsono (1995:144) Gambar 2.2 menunjukkan hukum kenaikan produksi lebih dari sebanding dengankenaikan skala. Untuk mendapatkan hasil produksi 2Q 0 atau dua kali lipat dari semula hanya dibutuhkan kuantitas faktor produksi kurang dari dua kali lipat, hasil produksi naik dengan lebih dari dua kali lipat. Gambar 2.3 menunjukkan bahwa bila seluruh faktor produksi dinaikkan dua kali lipat secara seragam, produksi juga naik dua kali lipat. Jadi kenaikan produksi sebanding dengan kenaikan skala. Gambar 2.4 mencerminkan hukum kenaikan produksi kurang sebanding dengan kenaikan skala. Untuk menaikkan produksi dua kali lipat dibutuhkan kenaikan faktor produksi lebih dari dua kali lipat. Atau sebaliknya bila faktor hanya dinaikkan dua kali lipat, kunaikkan produksi kurang dari dua kali lipat. Skala ekonomis mengacu pada apa yang terjadi terhadap output bila semua input berubah secara proporsional atau bagaimana laju peningkatan produksi bila
30
semua input digandakan secara proposional (Gujarati, 2006:99). Secara matematis konsep skala ekonomis dinyatakan pada persamaan berikut. Y=α.Lβl.Kβ2 .........................................................................................(2.2) LnY= βo+β11nL+β21nK+u ................................................................. (2.3) Keterangan: Y = Output L = Labour /Tenaga Kerja K = Kapital / Modal α = Konstanta β = Koefisien Regresi Dari Persamaan 2.2 yang kemudian dinyatakan dalam bentuk logaritma menjadi Persamaan 2.3 dapat ditentukan skala ekonomis dalam proses produksi industri kriya kayu di Kabupaten Badung. 1) Jika β1+β2 > 1, maka industri kriya kayu di Kabupaten Badung , berada dalam kondisi increasing return to scale. 2) Jika β1+β2 = 1, maka industri kriya kayu di Kabupaten Badung , berada dalam kondisi constant return to scale. 3) Jika β1+β2 < 1, maka industri kriya kayu di Kabupaten Badung , berada dalam kondisi decreasing return to scale. Parameter β1 dan β2 juga menggambarkan hubungan antara faktor produksi L dan K. Bila nilai β1>β2 fungsi produksinya bersifat padat karya, dan apabila sebaliknya, maka fungsi produksinya bersifat padat modal.
31
2.1.11 Konsep industri Industri dalam konsep industri adalah kumpulan dari perusahaanperusahaan yang menghasilkan produk sejenis. Menurut Badan Pusat Statistik Semarang (2002:96), industri di Indonesia dapat digolongkan kcdalam beberapa macam kelompok. Industri didasarkan pada banyaknya tenaga kerja dibedakan menjadi 4 golongan, yaitu: 1) Industri besar, memiliki jumlah tenaga kerja 100 orang atau lebih. 2) Industri sedang, memiliki jumlah tenaga kerja antara 20 - 99 orang. 3) Industri kecil, memiliki jumlah tenaga kerja antara 5-19 orang. 4) Industri rumah tangga, memiliki jumlah tenaga kerja antara 1 - 4 orang. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008tentang usaha mikro, kecil, dan menengah kriteria-kriteria usaha mikro, kecil, dan menengah yaitu sebagai berikut. 1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut: a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 2) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: a.
Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
32
b.
Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
3) Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut: a.
Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b.
Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
2.1.12 Hubungan Antara Tenaga Kerja dengan Produksi Menurut Simanjuntak (1990 : 69) tenaga kerja (man power) mengandung 2 pengertian. Pertama, tenaga kerja mengandung pengertian usaha kerja / jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi. Hal ini juga dikatakan oleh Agus Budiartha (2013) tenaga kerja mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seorang dalam waktu tertentu. Kedua, tenaga kerja mencakup orang yang mampu bekerja untuk memberikan jasa / usaha kerja tersebut, mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis yaitu kegiatan tersebut menghasilkan barang / jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Chairul et al. (2013) menyatakan bahwa tenaga kerja berpengaruh positif dengan produksi, tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup, bukan hanya
33
dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu juga diperhitungkan. 2.1.13 Hubungan Antara Modal dengan Produksi “Modal kerja adalah investasi perusahaan dalam harta jangka pendek yaitu kas, surat berharga jangka pendek, piutang dan persediaan” Djojohadikusumo, Sumitro (1994:157). Jeffry (2009) menyatakan produksi sangat dipengaruhi dengan modal, dalam proses produksi modal dibedakan menjadi dua macam, yaitu modal tetap dan modal tidak tetap, dimana perbedaan tersebut disebabkan karena cirri-ciri yang dimiliki oleh modal tersebut. Faktor produksi seperti bangunan, dan mesin-mesin dimasukkan ke dalam modal tetap dan sering disebut investasi. Jadi modal tetap adalah biaya yang dilakukan dalam proses produksi dan tidak habis dalam sekali proses produksi (Gerya, 2014). Modal tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali proses produksi, misalnya modal yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku penolong dan yang dibayarkan untuk pembayaran tenaga kerja. . 2.2
Pembahasan Penelitian Sebelumnya Agus Budiartha (2013) dalam penelitiannya bertujuan untuk menganalisa
skala ekonomi dan sifat industri batu bata di Desa Tulikup, Badung Bali. Menggunakan analisis regresi linear berganda menemukan bahwa skala ekonomi industri batu bata dalam keadaan dalam kondisi increasing return to scale dan koefisien regresi tenaga kerja lebih kecil dari koefisien regresi modal maka dari itu sifat produksi adalah padat modal.
34
Parama putra (2013) dalam penelitiannya bertujuan untuk mengevaluasi kinerja industri tas kain, mengetahui skala ekonomis dan sifat produksi industri tas kain di Kota Denpasar.Teknik analisis yang digunakan adalah regresi liniear berganda yang transformasi dengan model Cobb-Douglas. Hasil penelitian menunjukan, bahwa skala ekonomi industri tas kain di Kota Denpasar adalah increasing return to scale. Sifat produksi tas kain adalah padat karya. Secara parsial dan simultan tenaga kerja dan modal berpengaruh signifikan terhadap produksi industri tas kain di Kota Denpasar. Farok Afero (2012) dalam penelitiannya bertujuan menyajikan analisa ekonomi budidaya kerapu macan dan bebek dengan skala produksi yang berbeda. Penelitian menunjukkan bahwa budidaya kerapu macan dalam skala kecil cenderung berbeda dengan analisis ekonomi kerapu bebek pada skala kecil yang ditunjukkan dengan jumlah modal yang berbeda yang menimbulkan peningkatan produksi dan harga produk berbeda. Dilihat dari analisa regresi linear berganda dengan membandingkan nilai koefisien modal lebih besar dari tenaga kerja yang menyatakan sifat produksi padat modal.
2.3
Hipotesis Penelitan Hasil penelitian Agus Budiartha, (2013) membuktikan bahwa tenaga kerja
dan modal memiliki pengaruh positif terhadap produksi. Hal ini juga didukung oleh penelitian Parama putra (2013) menemukan dalam penelitiannya bahwa tenaga kerja dan modal berpengaruh secara parsial terhadap produksi dimana skala produksi bersifat increasing return to scale. Ini pun mendukung hasil
35
penelitian Irwan (2010) yang menyatakan produksi memiliki sifat padat karya yang dibantu dengan penggunaan tenaga kerja yang berkualitas. Atas dasar uraian diatas, maka dapat disajikan hipotesis sebagai berikut. 1) Diduga bahwa tenaga kerja dan modal secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap produksi kriya kayu. 2) Skala Ekonomis industri kriya kayu berada dalam kondisi increasing return to scale. 3) Sifat produksi pada industri kriya kayu bersifat padat karya.
36