BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1
Teori Produksi
Menurut Joesron dan Fathorozzi (2003) produksi adalah berkaitan dengan bagaimana sumber daya (input) digunakan untuk menghasilkan produk (output) dan merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa input. Nilai produksi yaitu jumlah barang atau jasa yang dihasilkan suatu usaha dalam 1 periode yang dikalikan dengan harga jual produkproduk tersebut dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang tersedia (Moiseeva, 2009:193). Di dalam menganalisis teori produksi, dikenal 2 cara yaitu, (1) Produksi jangka pendek, bila sebagian faktor produksi jumlahnya tetap dan yang lainnya berubah (misalnya jumlah modal tetap, sedangkan tenaga kerja berubah), (2) Produksi jangka panjang, semua faktor produksi dapat berubah dan ditambah sesuai kebutuhan. 2.1.2
Faktor Produksi
Menurut Catur Sugiyanto (2002:88) faktor produksi dikelompokkan menjadi sumber daya manusia (termasuk tenaga kerja) dan kemampuan manjerial (entrepreneurship), modal (capital), dan tanah. Mankiw (2002:42) menyatakan bahwa dua faktor produksi yang paling penting adalah tenaga kerja dan modal. Sedangkan faktor-faktor produksi menurut Soekartawi (2003:167) adalah:
1) Tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhatikan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup, bukan hanya dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu juga diperhitungkan. 2) Modal, faktor produksi modal dibedakan menjadi 2 macam yaitu : modal tetap dan modal tidak tetap. Perbedaan ini dilihat dari ciri - ciri yang dimiliki oleh modal tersebut. Modal tetap adalah biaya yang dilakukan dalam proses produksi dan tidak habis dalam sekali proses produksi. Modal tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam waktu satu kali proses produksi. 3) Manajemen, terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, serta evaluasi dalam suatu proses produksi. Dalam prakteknya, faktor manajemen banyak dipengaruhi oleh berbagai aspek antara lain tingkat pendidikan, tingkat keterampilan, skala usaha dll. 2.1.3
Fungsi Produksi
Fungsi produksi merupakan suatu fungsi atau persamaan yang menyatakan hubungan antara tingkat output dengan tingkat penggunaan input-input. Hubungan antara jumlah output Q dengan jumlah input yang dipergunakan dalam produksi X1, X2, X3, … Xn, secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: Q = f (X1, X2, X3, … Xn) Q = output X = input Ketika input-input produksi terdiri dari capital, labour, resources dan technology maka persamaan produksi menjadi sebagai berikut:
Q = f (C, L, R, T) Keterangan : Q = Quantity, atau jumlah barang yang dihasilkan f = Fungsi, atau simbol persamaan fungsional C = Capital, atau modal atau sarana yang digunakan L = Labour, tenaga kerja R = Resources, sumber daya alam T = Technology, teknologi dan kewirausahaan Persamaan tersebut menjelaskan bahwa output dari suatu produksi merupakan fungsi atau dipengaruhi atau akibat dari input. Artinya setiap barang yang dihasilkan dari produksi akan tergantung pada jenis/macam dari input yang digunakan. Perubahan yang terjadi pada input akan menyebabkan terjadinya perubahan pada output (Sukirno, 2011). 2.1.4
Tenaga kerja
Tenaga kerja adalah orang yang melaksanakan segala kegiatan, menggunakan peralatan teknologi dalam menghasilkan barang dan jasa yang bernilai ekonomi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Menurut Simanjuntak (1990) angkatan kerja dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: 1) Pengangguran adalah orang yang sama sekali tidak bekerja dan berusaha mencari pekerjaan. 2) Setengah pengangguran adalah mereka yang kurang dimanfaatkan dalam bekerja dilihat dari segi jam kerja dan pendapatan. Setengah pengangguran dibagi menjadi dua yaitu setengah pengangguran kentara dan setengah pengangguran tidak kentara. Setengah penganguran kentara adalah mereka yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu. Sedangkan setengah
pengangguran tidak kentara adalah mereka yang produktivitas kerja dan pendapatan rendah. 3) Bekerja penuh adalah keadaan dimana bekerja sesuai jam kerja yaitu 35 jam seminggu dan pendapatan serta produktivitas kerjanya tinggi. 2.1.5
Tenaga Kerja Teori Keynes
Kaum klasik percaya bahwa perekonomian yang dilandaskan pada kekuatan mekanisme pasar akan selalu menuju keseimbangan (equilibrium). Dalam posisi keseimbangan semua sumber daya, termasuk tenaga kerja, akan digunakan secara penuh (full-employed). Dengan demikian di bawah sistem yang didasarkan pada mekanisme pasar tidak ada pengangguran. Kalau tidak ada yang bekerja, daripada tidak memperoleh pendapatan sama sekali, maka mereka bersedia bekerja dengan tingkat upah yang lebih rendah. Kesediaan untuk bekerja dengan tingkat upah lebih rendah ini akan menarik perusahaan untuk memperkerjakan mereka lebih banyak. Kritikan John Maynard Keynes (1883-1946) terhadap teori klasik salah satunya adalah tentang pendapatnya yang mengatakan bahwa tidak ada mekanisme
penyesuaian
(adjustment)
otomatis
yang
menjamin
bahwa
perekonomian akan mencapai keseimbangan pada tingkat penggunaan kerja penuh. Dalam kenyataan pasar tenaga kerja tidak bekerja sesuai dengan pandangan klasik di atas. Di manapun para pekerja mempunyai semacam serikat kerja (labor union) yang akan berusaha memperjuangkan kepentingan pekerja dari penurunan tingkat upah. Kalaupun tingkat upah diturunkan maka boleh jadi tingkat pendapatan masyarakat akan turun. Turunnya pendapatan sebagian
anggota masyarakat akan menyebabkan turunnya daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan menyebabkan konsumsi secara keseluruhan akan berkurang. Berkurangnya daya beli masyarakat akan mendorong turunnya harga-harga. Kalau harga-harga turun, maka kurva nilai produktivitas marginal tenaga kerja, yang dijadikan sebagai patokan oleh pengusaha dalam memperkerjakan tenaga kerja akan turun. Jika penurunan dalam harga-harga tidak begitu besar, maka kurva nilai produktivitasnya hanya turun sedikit. Meskipun demikian jumlah tenaga kerja yang bertambah tetap saja lebih kecil dari jumlah tenaga kerja yang ditawarkan. Lebih parah lagi kalau harga-harga turun drastis maka kurva nilai produktivitas marginal dari tenaga kerja juga turun drastis dimana jumlah tenaga kerja yang tertampung menjadi semakin kecil dan pengangguran menjadi semakin bertambah luas. 2.1.6
Kurs Valuta Asing
Peran kurs dalam transaksi perdagangan internasional menentukan besaran nilai ekspor (Dolatti et al, 2012). Sadono Sukirno (2011) menyatakan bahwa kurs valuta asing atau kurs mata uang asing menunjukkan harga atau nilai mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam mata uang negara lain. Valuta asing atau foreign currency dapat diartikan sebagai mata uang asing dan alat pembayaran lain yang digunakan untuk melakukan transaksi ekonomi dan keuangan internasional atau luar negeri dan biasanya mempunyai catatan kurs resmi pada bank sentral atau Bank Indonesia (Hamdy Hady, 2001 : 24). Nilai tukar (kurs) dapat diartikan sebagai harga suatu mata uang terhadap mata uang negara lain sudah secara luas diakui bahwa stabilitas dalam nilai tukar menjamin stabilitas
makro ekonomi yang berdampak pertumbuhan ekonomi positif (Khan dan Qayyum, 2011). Pada dasarnya ada dua cara untuk menentukan kurs valuta asing, yaitu : 1) Permintaan mata uang asing Permintaan terhadap uang asing seperti dolar Amerika Serikat, euro, atau yen mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. Semakin tinggi harga mata uang asing, semakin sedikit permintaan atas mata uang asing tersebut. Semakin rendah harga mata uang asing semakin banyak permintaan atas mata uang tersebut. 2) Penawaran mata uang asing Penawaran mata uang asing dilakukan oleh penduduk yang ingin membeli barang-barang buatan Indonesia. Misalnya, jika penduduk Amerika Serikat ingin membeli furniture dari Indonesia maka Amerika Serikat akan menukarkan dolarnya dengan rupiah. Penawaran mata uang asing memiliki ciri-ciri sebagai berikut. Semakin tinggi harga mata uang asing, semakin banyak penawaran mata uang asing tersebut. Semakin rendah harga mata uang asing semakin sedikit penawaran mata uang asing. Perubahan dalam permintaan dan penawaran suatu valuta, yang selanjutnya menyebabkan perubahan dalam kurs valuta, disebabkan oleh. a.
Perubahan harga barang ekspor dan impor Harga barang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan apakah suatu barang akan diimpor atau diekspor. Barang-barang dalam negeri yang dapat dijual dengan harga relatif murah akan menaikkan ekspor
dan apabila harganya naik maka ekspornya akan berkurang. Pengurangan harga barang impor akan menambah jumlah impor, dan sebaliknya, kenaikan harga barang impor akan mengurangi impor. Dengan demikian, perubahan harga-harga barang ekspor dan impor akan menyebabkan perubahan dalam penawaran dan permintaan atas mata uang negara tersebut. b.
Kenaikan harga umum (inflasi) Inflasi yang berlaku pada umumnya cenderung untuk menurunkan nilai suatu valuta asing. Kecenderungan seperti ini disebabkan efek inflasi yang berikut. Inflasi menyebabkan harga-harga di dalam negeri lebih mahal dari harga-harga di luar negeri. Oleh sebab itu, inflasi cenderung menambah impor.
c.
Perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang rendah cenderung akan menyebabkan modal dalam negeri mengalir ke luar negeri. Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang tinggi akan menyebabkan modal luar negeri masuk ke negara itu. Apabila lebih banyak modal mengalir ke suatu negara, permintaan atas mata uangnya bertambah, maka nilai mata uang tersebut bertambah. Nilai mata uang suatu negara akan merosot apabila lebih banyak modal negara dialirkan ke luar negeri karena suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang lebih tinggi di negara-negara lain.
d.
Pertumbuhan ekonomi Efek yang akan diakibatkan oleh suatu kemajuan ekonomi kepada nilai mata uangnya tergantung kepada corak pertumbuhan ekonomi yang berlaku.
Apabila kemajuan itu terutama diakibatkan oleh perkembangan ekspor, maka permintaan atas mata uang negara itu bertambah lebih cepat dari penawarannya dan oleh karenanya nilai mata uang negara tersebut naik. Akan tetapi, apabila kemajuan tersebut menyebabkan impor berkembang lebih cepat dari ekspor, penawaran mata uang itu lebih cepat bertambah dari permintaannya dan oleh karenanya nilai mata uang negara tersebut akan merosot. 2.1.7
Teori Ekspor
Pertumbuhan ekspor suatu negara merupakan sumber penting bagi negaranegara sedang berkembang seperti halnya Indonesia (Anthony, Peter dan Richard, 2012). Winardi (1992) menyatakan bahwa ekspor adalah barang-barang (termasuk jasa-jasa) yang dijual kepada penduduk negara lain, ditambah dengan jasa-jasa yang diselenggarakan kepada penduduk negara tersebut berupa pengangkutan permodalan dan hal-hal lain yang membantu ekspor tersebut. Menurut Collins (1994 : 218) pengertian ekspor dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : 1) Ekspor yang dapat dilihat (Visible Export), merupakan suatu barang yang diproduksi dan secara fisik diangkat dan dijual dipasar luar negeri, kemudian diperoleh penerimaan dalam mata uang asing. 2) Ekspor yang tidak dapat dilihat (Invisible Export), merupakan suatu jasa yang disediakan bagi orang asing baik didalam negeri maupun diluar negeri yang keduanya menghasilkan mata uang asing.
3) Ekspor modal, merupakan modal yang ditempatkan diluar negeri dalam bentuk investasi portofolio, investasi langsung luar negeri dalam bentuk akte fisik dan deposito bank. Ekspor terjadi terutama karena kebutuhan akan barang dan jasa suatu negara bisa kompetitif, baik harga maupun mutu dengan produksi sejenis di pasar internasional. Ekspor dengan sendirinya memberikan pemasukan devisa bagi negara bersangkutan yang nantinya dipergunakan untuk mebiayai kebutuhan impor maupun pembangunan dalam negeri. Menurut Amir MS (2003) sebabsebab kelemahan dalam bisnis ekspor yaitu : 1) Kebutuhan devisa yang mendesak Kebanyakan pensuplai komoditi yang mempunyai “keunggulan mutlak” ini adalah negara yang struktur ekonominya masih agraris dan termasuk kelompok negara berkembang yang sumber devisa negaranya kebanyakan dari sektor agraris dan ekstraktif. Persaingan untuk merebutkan pasar antara produsen ini di pasar internasional sulit dihindarkan. 2) Peranan Konsumen Seandainya negara produsen yang mempunyai komoditi yang termasuk dalam apa yang lazim disebut dengan berkeunggulan mutlak dapat bersatu dalam suatu Marketing-Board, maka badan jenis ini akan mempunyai posisi awal yang sangat kuat. 3) Taktik Pemasaran Taktik Pemasaran kurang disadari dan kurang diperhitungkan selaku produsen adalah bahwa pada saat yang bersamaan, negara konsumen
memperluas dan mempertinggi daya tampung persediaan di negaranya, sehingga negara konsumen mempunyai cadangan yang cukup banyak untuk menjadi sumber energi bagi kelangsungan hidup industrinya. Adapun manfaat dari kegiatan ekspor sebagai berikut : a. Memperluas Pasar bagi Produk Indonesia Kegiatan ekspor merupakan salah satu cara untuk memasarkan produk Indonesia ke luar negeri. Misalnya, pakaian batik merupakan salah satu produk Indonesia yang mulai dikenal oleh masyarakat dunia. Apabila permintaan terhadap pakaian batik buatan Indonesia semakin meningkat, pendapatan para produsen batik semakin besar. Dengan demikian, kegiatan produksi batik di Indonesia akan semakin berkembang. b. Menambah Devisa Negara Perdagangan antarnegara memungkinkan eksportir Indonesia untuk menjual barang kepada masyarakat luar negeri. Transaksi ini dapat menambah penerimaan devisa negara. Dengan demikian, kekayaan negara bertambah karena devisa merupakan salah satu sumber penerimaan negara. c. Memperluas Lapangan Kerja Kegiatan ekspor akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat. Dengan semakin luasnya pasar bagi produk Indonesia, kegiatan produksi di dalam negeri akan meningkat. Semakin banyak pula tenaga kerja yang dibutuhkan sehingga lapangan kerja semakin luas.
2.1.8
Hubungan Tenaga Kerja Terhadap Ekspor
Dapat diketahui tenaga kerja mencakup orang yang mampu bekerja untuk memberikan jasa/usaha kerja, mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis, yaitu kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, maka dari hal tersebut tenaga kerja sangat berpengaruh terhadap kegiatan ekspor. Naik turunnya jumlah tenaga kerja perusahaan produksi akan mempengaruhi jumlah ekspor suatu produk perusahaan tersebut. Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suci Endang (2000) mengenai pengaruh jumlah tenaga kerja, produksi terhadap ekspor bahwa semakin meningkatnya jumlah tenaga kerja maka produksi yang dihasilkan suatu perusahaan akan semakin meningkat maka jumlah ekspor produksi tersebut juga akan meningkat. Jadi antara tenaga kerja terhadap ekspor memiliki hubungan yang positif. 2.1.9
Hubungan Jumlah Produksi Terhadap Ekspor
Dapat diketahui bahwa setiap kenaikan produksi haruslah disertai dengan adanya peningkatan jumlah tenaga kerja, investasi pemerintah atau pengeluaran pembangunan pemerintah pada sektor ini. Menurut Sugiarsana (2013) bahwa jumlah produksi berpengaruh terhadap jumlah ekspor, kenaikan volume ekpor tidaklah lepas dari peningkatan jumlah produksi yang dikarenakan semakin bertambahnya jumlah produksi yang dihasilkan suatu perusahaan akan mengakibatkan semakin bertambahnya jumlah ekspor suatu produk tersebut. Peningkatan produksi akan mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri dan sebagian produksi tersebut dapat diekspor. Peningkatan ekspor ini akan
menyebabkan pendapatan negara berupa mata uang asing (devisa) menjadi meningkat juga. Hal ini akan dikembalikan dalam faktor pendukungnya seperti ijin pengembangan lahan-lahan produktif akan lebih mudah. Jumlah produksi dan volume ekspor mempunyai hubungan yang searah dan signifikan, dimana semakin banyak produksi yang dilakukan, maka volume ekspor juga meningkat. Jadi antar jumlah produksi dengan ekspor memiliki hubungan yang positif. 2.1.10
Hubungan Kurs Valuta Asing Terhadap Ekspor
Ilegbinosa et al. (2012) menyatakan bahwa, nilai tukar berhubungan positif terhadap ekspor. Kurs mempengaruhi perekonomian apabila kurs tersebut apresiasi atau depresiasi. Bila nilai kurs mata uang rupiah terapresiasi, barang dan jasa luar negeri menjadi relatif lebih murah dibandingkan dengan barang dan jasa domestik. Sebaliknya bila kurs mata uang rupiah terdepresiasi, barang atau jasa luar negeri relatif lebih mahal dibandingkan dengan barang atau jasa domestik. Fluktuasi atau perubahan kurs merupakan pusat perhatian pasar mata uang luar negeri atau foreign exchange market. Untuk mengetahui hubungan kurs valuta asing dengan nilai ekspor dapat dijelaskan dengan konsep teori penawaran. Teori penawaran menyatakan bahwa apabila harga meningkat, maka penawaran akan suatu barang juga akan meningkat, maka penawaran akan suatu barang juga akan meningkat. Begitu pula sebaliknya, apabila harga suatu barang menurun maka jumlah barang yang ditawarkan akan berkurang (Sukirno, 1996 : 87). Apabila nilai valuta asing mengalami kenaikan terhadap mata uang dalam negeri, maka hal ini dapat meningkatkan ekspor. Sebaliknya apabila nilai valuta asing mengalami penurunan terhadap mata uang dalam negeri, maka hal ini dapat menurunkan
ekspor (Saunders dan Schumacher, 2002). Jadi apabila kurs dollar Amerika meningkat maka eksportir akan berusaha untuk mengekspor barang lebih banyak karena dengan demikian eksportir akan mendapatkan Rupiah lebih banyak. Dengan demikian kurs valuta asing memiliki hubungan yang positif dengan ekspor. 2.2 Hipotesis Berdasarkan kajian pustaka dan penelitian terdahulu maka dapat dirumuskan hipotesis, yaitu: 1. Jumlah produksi, tenaga kerja, dan kurs valuta asing secara simultan berpengaruh signifikan terhadap ekspor perhiasan perak di Kabupaten Gianyar Provinsi Bali. 2. Jumlah produksi, tenaga kerja, dan kurs valuta asing secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor perhiasan perak di Kabupaten Gianyar Provinsi Bali.