BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Manajemen Resiko Risiko merupakan kerugian yang diakibatkan oleh sebuah kejadian yang tidak dapat diduga sebelumnya. Risiko dapat dibedakan menjadi risiko murni dan risiko spekulatif. Risiko murni adalah risiko yang terjadi karena suatu kejadian yang mengakibatkan kerugian pada aset fisik perusahaan. Selain itu risiko murni juga dapat berupa risiko karyawan yang disebabkan oleh karyawan dalam perusahaan mengalami kejadian merugikan, dan risiko legal yang disebabkan oleh kontrak yang dilakukan oleh perusahaan tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan. Sedangkan risiko spekulatif dapat berupa risiko pasar, yaitu risiko yang disebabkan pergerakan harga pasar. Risiko kredit yang disebabkan oleh counter party yang gagal memenuhi kewajiban pada perusahaan. Risiko likuiditas yang disebabkan oleh perusahaan tidak mampu memenuhi kebutuhan kas secara cepat. Dan risiko operasional yang disebabkan oleh kegiatan operasional perusahaan yang berjalan dengan tidak lancar. (Hanafi, 2009:6). Manajemen risiko mempunyai tiga tahapan: mengidentifikasi, mengukur, dan memanajemeni risiko. Lembaga finansial atau investor dapat memanajemeni risiko dengan cara : mengurangi risiko, misalnya dengan melakukan lindung nilai (hedging), menyediakan cadangan untuk menopang risiko (self insurance) dan mentransfer risiko
kepada pihak ketiga dengan instrumen derivatif. Bank dapat mentransfer risiko kreditnya kepada pihak lain dengan menggunakan credit derivatives (Sunaryo, 2009:12). 2.1.2 Eksposur Valuta Asing Eksposur valuta asing adalah kepekaan perubahan dalam nilai riil asset, kewajiban atau pendapatan operasi yang dinyatakan dalam mata uang domestik terhadap perubahan kurs yang tidak terantisipasi (Faisal, 2001:125). Eksposur valuta asing pada dasarnya berasal dari perubahan pada nilai tukar. Nilai tukar menunjukkan jumlah unit dari satu mata uang yang dapat ditukar dengan mata uang lainnya. Dengan kata lain, ini adalah harga suatu mata uang relatif terhadap mata uang lainnya. Dimana nilai tukar ditentukan oleh tekanan permintaan dan penawaran. (Hanafi, 2009:228). Eksposur valuta asing akan ditanggung oleh perusahaan yang menggunakan valuta asing dalam transaksinya. Perusahaan multinasional menghadapi eksposur valuta asing yang sangat signifikan karena ditundanya penyelesaian transaksi perdagangan mereka. Eksposur tersebut disebabkan oleh jeda waktu antara saat persetujuan harga dengan penyerahan barang, serta oleh harga penyelesaian yang didenominasi dalam mata uang asing. Selain itu, perusahaan multinasional juga menanggung resiko kurs yang dapat berdampak pada ketidakpastian nilai perusahaan. Fluktuasi kurs valuta asing merupakan resiko terbesar dari transaksi multinasional perusahaan. Fluktuasi kurs yang merugikan perusahaan dapat berdampak langsung pada omzet penjualan, penetepan harga produk, serta tingkat laba. Fluktuasi kurs menyebabkan ketidakpastian nilai aset dan kewajiban, serta dapat mengancam
kelangsungan hidup perusahaan. Dengan demikian, untuk mengantisipasi dampak negatif dari risiko fluktuasi kurs valuta asing serta melindungi kepentingan para Shareholders, maka perusahaan multinasional melakukan kebijakan hedging dengan instrument derivatif (Levi, 1996). Terdapat tiga macam eksposur valuta asing jika dilihat dari dampak pengaruhnya. Macam-macam eksposur valuta asing adalah eksposur transaksi, eksposur ekonomi dan eksposur akuntansi. 2.1.2.1 Eksposur Transaksi Seberapa jauh nilai transaksi kas masa depan akan terpengaruh oleh fluktuasi kurs disebut sebagai eksposur transaksi (transaction exposure). Eksposur transaksi dapat menyebabkan dampak signifikan terhadap laba perusahaan (Madura, 2009:380). Putro (2012) menyatakan bahwa nilai aliran kas masuk perusahaan yang diterima dalam berbagai denominasi mata uang asing akan ditentukan oleh kurs valuta asing, pada saat penerimaan dikonversikan ke mata uang yang dikehendaki. Demikian juga dengan aliran kas keluar yang dibayarkan dalam denominasi mata uang asing, nilainya akan tergantung pada kurs valuta asing saat pembayaran akan dilakukan. Eksposur transaksi dapat terjadi disebabkan oleh penggunaan transaksi kredit atau meminjam dana yang pelunasannya dinyatakan dalam mata uang asing. 2.1.2.2 Eksposur Ekonomi Tingkat di mana nilai sekarang arus kas suatu perusahaan akan dipengaruhi fluktuasi kurs disebut eksposur ekonomi (Economic Exposure) terhadap kurs. Semua jenis antisipasi transaksi masa depan yang menyebabkan eksposur transaksi juga akan
menyebabkan eksposur ekonomi karena transaksi ini mencerminkan arus kas yang dapat dipengaruhi oleh fluktuasi kurs. Selain itu, jenis usaha lain yang tidak menyebabkan eksposur transaksi juga dapat menyebabkan eksposur ekonomi (Madura, 2009: 390). Perubahan kurs dapat mempengaruhi seluruh kegiatan operasi perusahaan, seperti aktivitas pemasaran, keuangan, produksi, dan pembelian. Hal ini pada akhirnya akan menentukan kemampuan bersaing dan nilai perusahaan. Di sini yang diperhitungkan adalah perubahan kurs valuta asing yang tidak terduga, bukan yang sudah diperkirakan sebelumnya. Perubahan kurs valuta asing yang sudah diduga telah dimasukkan dalam perencanaan perusahaan (Faisal, 2001:126). Agar dapat mengelola eksposur operasi dengan baik adalah dengan kepekaan manajemen dalam mengetahui adanya ketidakseimbangan pada kondisi paritas dan kesiapannya dalam menyiapkan langkah-langkah strategis yang tepat untuk bereaksi terhadap kondisi tersebut. Langkah terbaik yang bisa diambil manajemen adalah mendiversifikasikan basis kegiatan operasi dan pembelanjaan perusahaan secara internasional. Diversifikasi operasional mendiversifikasikan penjualan, lokasi fasilitas produksi dan sumber pengadaan bahan baku ke beberapa negara. Sementara itu, diversifikasi pembelanjaan berarti mencari dana di lebih dari satu pasar modal dan dalam lebih dari satu jenis mata uang. 2.1.2.3 Eksposur Akuntansi Eksposur akuntansi tidak menimbulkan perubahan pada aliran kas riil perusahaan. Eksposur ini timbul saat sebuah perusahaan membuat laporan keuangan
konsolidasi dari seluruh anak perusahaannya yang tersebar di berbagai negara (Faisal, 2001:121). Pembuatan laporan keuangan konsolidasi memiliki dua tujuan utama. Pertama untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan secara keseluruhan, kedua untuk mengevaluasi kinerja keuangan anak perusahaan. Dengan membandingkan laporan keuangan setiap anak perusahaan, manajemen dapat mengetahui kinerja keuangan masing-masing anak perusahaan. Informasi ini sangat berguna untuk merumuskan strategi bersaing dan alokasi sumber daya ke setiap anak perusahaan. Cara yang ditempuh untuk mengelola eksposur akuntansi adalah balance sheet hedge. Cara ini berupaya menetralisir eksposur dengan menyeimbangkan sisi kekayaan dan kewajiban perusahaan, pada arah yang berlawanan. Selain balance sheet hedge, juga terdapat teknik lain yakni contractual hedge tetapi hasil yang diperoleh seringkali melibatkan unsur spekulatif. 2.1.3 Lindung nilai atau Hedging Lindung nilai atau hedging merupakan istilah yang sangat populer dalam perdagangan berjangka. Dimana hedging merupakan salah satu fungsi ekonomi dari perdagangan berjangka, yaitu transfer of risk. Hedging merupakan suatu strategi untuk mengurangi risiko kerugian yang diakibatkan oleh turun-naiknya harga. Menurut Sunaryo (2009:23) prinsip hedging adalah menutupi kerugian posisi aset awal dengan keuntungan dari posisi instrumen hedging. Sebelum melakukan hedger hanya memegang sejumlah aset awal. Setelah melakukan hedging, hedger memegang sejumlah aset awal dan sejumlah tertentu instrumen hedging. Portofolio
yang terdiri atas aset awal dan instrumen hedging-nya disebut portofolio hedging. Portofolio hedging ini mempunyai risiko yang lebih rendah dibanding risiko aset awal. Individu atau perusahaan yang melakukan hedging pada perdagangan berjangka, disebut: “hedger”. Hedger mempunyai usaha pokok pada pasar fisik (cash market), sedangkan aktivitas mereka pada perdagangan berjangka (futures market) untuk memperkecil risiko dari fluktuasi harga yang tidak menguntungkan. Dengan melakukan kegiatan tersebut keuntungan yang ditargetkan dapat direalisir, atau kalaupun menyimpang, penyimpangannya tidak terlalu jauh. Oleh karena itu proses dari hedging ini memerlukan skill khusus. Kebijakan hedging perusahaan lebih dimotivasi oleh keinginan untuk memaksimumkan kekayaan pemegang saham (shareholders value maximization) (Fitriasari, 2011) biaya transaski adalah biaya yang di timbulkan oleh aktivitas transaksi multinasional perusahaan yang sangat rentan terhadap fluktuasi valuta asing. Hedging sebagai strategi keuangan akan menjamin bahwa nilai valuta asing yang digunakan untuk membayar (outflow) atau sejumlah mata uang asing yang akan diterima (inflow) di masa mendatang tidak terpengaruh oleh perubahan dalam fluktuasi kurs valuta asing yang merugikan perusahaan. Dengan demikian keputusan hedging perusahaan dapat mengurangi risiko financial distress. 2.1.4 Instrumen Derivatif untuk melakukan Hedging Salah satu teknik hedging adalah dengan menggunakan derivatif. Derivatif adalah kontrak perjanjian diantara dua pihak untuk membeli atau menjual sejumlah barang (baik berupa aktiva finansial maupun komoditas) pada waktu yang telah
ditentukan di masa yang akan datang dengan harga yang telah disepakati saat ini (Utomo, 2000). Instrumen derivatif tidak hanya terdapat pada aktiva finansial (saham, warrants dan obligasi) tetapi juga terdapat pada komoditas, logam berharga maupun kurs nilai tukar. Instrumen derivatif dapat dikelompokkan menjadi opsi, futures, forward dan swap, dengan bahan dasar instrumen derivatif adalah saham, suku bunga, obligasi, nilai tukar, komoditas, dan indeks saham (Sunaryo, 2009:83). 1)
Opsi (option) Opsi adalah kontrak derivatif yang memberikan pilihan (hak) untuk menjual
atau membeli sesuatu sesuai dengan yang tertera di kontrak tersebut. Banyak dari opsi yang diperdagangkan di bursa opsi, tetapi sering kali opsi hanya berupa kesepakatan pribadi antara perusahaan dan bank (Madura, 2009:163). Opsi dikatakan sebagai efek derivatif yang berarti hanya akan mempunyai nilai selagi terhubung ke aset finansial yang bersangkutan setiap jenis opsi mempunyai masa hidup pasar tertentu, sehingga kalau masa hidup pasarnya sudah habis, maka efek derivatif tersebut sudah tidak ada nilainya. Yang dimaksud dengan aset finansial di sini adalah seperti saham biasa, obligasi, dan obligasi konversi. Opsi bersifat lebih fleksibel dibandingkan dengan kontrak forward yang mengharuskan untuk melaksanakan transaksi saat jatuh tempo, bahkan pada saat transaksi bersifat tidak menguntungkan sekalipun (Sherlita, 2006). Pemegang opsi diberikan kebebasan untuk melakukan transaksi atau tidak melakukan transaksi. Apabila opsi menguntungkan saat jatuh tempo maka opsi dapat dilaksanakan, namun
bila opsi tidak memberikan keuntungan pada saat jatuh tempo, maka transaksi dalam opsi tersebut dapat dilewatkan. Terdapat dua jenis opsi yaitu opsi beli (call option) dan opsi jual (put option). Opsi beli atau call option memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli sejumlah aktiva finansial pada harga yang tertentu (yang disebut strike atau exercise price) pada tanggal tertentu sampai dengan opsi beli tersebut jatuh tempo. Pihak pembeli (the “long”) dari call option akan membayar sejumlah call premium kepada pihak penjual (the “short”). Jenis lain dari kontrak opsi adalah opsi jual (put option). Put option atau opsi jual memberikan hak kepada pemegangnya, bukan kewajiban, untuk menjual sejumlah aktiva finansial pada harga yang tertentu (yang disebut strike atau exercise price) pada tanggal tertentu sampai dengan opsi jual tersebut jatuh tempo. Sama dengan call option, pihak pembeli (the “long”) dari put option akan membayar sejumlah put premium kepada pihak penjual (the “short”). Opsi dapat digunakan untuk perlindungan (hedging) suatu aktiva. Opsi beli dapat digunakan untuk perlindungan dari kenaikan harga valuta atau harga komoditas yang akan digunakan oleh pemegang opsi yang melakukan transaksi penjualan jangka pendek. Sedangkan opsi jual dapat digunakan sebagai sarana hedging untuk memproteksi penurunan nilai suatu valuta, strategi penggunaan opsi untuk perlindungan ini disebut dengan protective put. 2)
Kontrak futures dan forward Kontrak Futures adalah pertukaran janji dagang untuk membeli atau menjual
suatu aset di masa depan pada harga yang sudah ditentukan lebih dulu. (Madura, 2009:154). Pihak yang telah setuju untuk mengirim sesuatu dinamakan pihak yang menjual kontrak atau “go short”. Sedangkan pihak lain yang setuju untuk menerima dinamakan pihak yang membeli kontrak atau “go long”. Berbeda dengan kontrak opsi dimana individu yang terlibat pada kontrak mempunyai hak, bukan kewajiban, untuk membeli dan menjual aktiva finansial, kontrak futures mengatur bahwa individu yang terlibat kontrak berkewajiban melakukan pengiriman dan penerimaan. Salah satu bentuk penerapan hedging dengan menggunakan kontrak future adalah penukaran sejumlah valuta asing atau pembelian komoditas dalam volume tertentu dan pada tanggal penyelesaian tertentu yang memang sudah ditetapkan. Kontrak forward adalah persetujuan untuk membeli atau menjual suatu aset di masa depan pada harga yang disepakati. Kontrak forward adalah kontrak future yang disesuaikan dengan kebutuhan. (Madura, 2009:147). Kontrak futures diperdagangkan pada bursa yang telah terorganisasi, sedangkan kontrak forward dilakukan secara langsung antar dua pihak atau menggunakan jasa pihak bank. Kontrak future memerlukan transfer tunai pada awal transaksi karena akan digunakan sebagai margin (jaminan), sedangkan kontrak forward tidak memerlukan transfer tunai pada awal transaksi dimana transfer tunai dilakukan pada saat jatuh tempo (Siahaan, 2008). Selain itu terdapat beberapa perbedaan pokok antara kontrak futures dan forwards, yaitu: 1). Nilai kontrak untuk forward tidak ditentukan atau bebas sesuai dengan kebutuhan pelaku. Sedangkan kontrak futures sudah terstandarisasi, artinya
bahwa bursa tempat perdagangan futures telah menentukan tanggal jatuh temponya kontrak, lokasi pengiriman, kualitas dan kuantitas yang jelas dari barang yang akan dikirimkan pada setiap kontrak. Jadi para individu atau pihak yang terlibat tidak perlu negosiasi lagi mengenai hal-hal ketentuan seperti diatas. Standardisasi di bursa inilah yang juga menyebabkan pasar untuk futures sangat likuid. 2). Tanggal pengiriman untuk kontrak forward tergantung pada kesepakatan antara pemodal dengan bank. Bank dapat mengirim sejumlah uang yang senilai yang terdapat dalam kontrak forward kapan saja sesuai dengan tanggal yang telah disepakati. Untuk kontrak future, tanggal pengiriman sudah ditentukan pada tanggal-tanggal tertentu dalam satu tahun. 3). Bursa futures menjamin kinerja masing-masing lembaga kliring yang terlibat di perdagangan futures. Setiap lembaga kliring juga menjamin kinerja dari masing-masing pedagang (traders). Jaminan ini meningkatkan likuiditas bursa futures. Untuk membatalkan atau keluar dari sebuah kontrak yang telah dibeli (dijual), satu pihak dapat menjual (membeli) kontrak yang identik. Bursa dapat membatalkan posisi long (short) pertama dengan posisi short (long) kedua, sehingga posisi bersih adalah nol. 4). Penyelesaian (settlement) pada kontrak forward dilakukan sesuai dengan
tanggal yang telah sepakati dalam kontrak. Untuk kontrak future, settlement dapat dilakukan setiap akhir hari perdagangan, sehingga keuntungan dan kerugian pada kontrak future pada setiap transaksi dapat dihitung. Jika terjadi
keuntungan pada posisi tertentu, maka bursa akan membayar cash kepada lembaga kliring yang menjamin seorang pedagang. Sebaliknya, jika terjadi kerugian pada suatu posisi, maka lembaga kliring yang memberi penjaminan seorang pedagang akan membayar kerugian tersebut secara cash kepada bursa. 3).
Swap Swap adalah pengaturan oleh kedua belah pihak untuk menukar suatu aliran
arus kas untuk aliran lainnya berdasarkan suatu kesepakatan tertentu yg ditetapkan pada saat kontrak dibuat (Madura, 2009:439). Transaksi swap biasanya dilakukan oleh bank yang bisa berperan sebagai perantara atau sebagai lawan transaksi. Swap biasanya dibuat berdasarkan kondisi yang diinginkan dan tidak mempunyai bentuk yang baku (tidak distandarisasi), sehingga transaksi swap merupakan transaksi di luar bursa (Over The Counter). Dua bentuk swap contract yang utama adalah yang berbasis interestrate swap dan currency swap. Interest rate swap pada dasarnya merupakan suatu persetujuan antara dua pihak untuk menukarkan pembayaran bunga untuk suatu periode tertentu atas dasar suatu notional value yang disetujui bersama dan dicirikan, sebagai tujuan utamanya, oleh konversi pembayaran bunga tetap (fixed rate) ke dalam pembayaran bunga mengambang (floating rate). Sedangkan currency swap adalah suatu perjanjian yang memungkinkan perusahaan-perusahaan mengakses pasar modal dengan biaya yang lebih murah. 2.1.5 Financial Distress Financial distress adalah suatu pengukuran yang mengindikasikan kesulitan dalam pengembalian hutang kepada kreditur atau tidak Solvable (Insolvency), financial distress
atau juga dapat disebut sebagai pengukur kebangkrutan perusahaan (Putro, 2012).
Financial distress juga dapat dicirikan dengan sebuah kondisi dimana perusahaan tidak mampu dalam membayar segala kewajibannya atau tidak terdapatnya dana untuk melunasi hutang jangka panjang maupun jangka pendek perusahaan saat jatuh tempo (Hasymi, 2007). Financial distress terjadi sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan karena financial distress merupakan tahap penurunan kondisi keuangan perusahaan sebelum perusahaan di likuidasi (Widarjo, 2009). Anggarini (2010) berpendapat financial distress dapat disebabkan oleh serangkaian kesalahan pengambilan keputusan, dan kelemahan-kelemahan yang saling berhubungan yang dapat menyumbang secara langsung maupun tidak langsung kepada manajemen serta kurangnya upaya mengawasi kondisi keuangan sehingga penggunaan uang tidak sesuai dengan keperluan. Dilihat dari segi keuangan ada tiga keadaan yang menyebabkan financial distress yaitu faktor ketidakcukupan modal atau kekurangan modal, besarnya beban utang dan bunga serta menderita kerugian (Rodoni, 2010 dalam Afriyeni, 2012). Untuk mengurangi fluktuasi arus kas dan meminimalkan kondisi financial distress perusahaan dapat menerapkan kebijakan hedging (Smith dan Stulz, 1985; Haushalter, 2000). Melindungi arus kas perusahaan dengan menggunakan instrumen derivatif dari kebijakan hedging dapat menghindarkan perusahaan dari resiko financial distress (Chong, 2014) dan financial distress merupakan salah satu penentu dalam penerapan strategi hedging (Chaudhry, 2014). Semakin besar financial distress cost maka semakin besar pula keinginan perusahaan untuk melakukan hedging (anonym, 2002).
2.1.6 Leverage Leverage yang merupakan rasio utang atau sering juga dikenal dengan nama rasio solvabilitas adalah rasio yang dapat menunjukan kemampuan dari suatu perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansial dari perusahaan tersebut seandainya perusahaan tersebut dilikuidasi (Agnes, 2003). Jadi rasio solvabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajiban finansialnya baik berupa utang jangka panjang maupun utang jangka pendek, dan rasio leverage merupakan rasio yang mengukur seberapa besar perusahaan menggunakan pendanaan yang berasal dari utang (financial leverage) (Brigham et al., 2006: 143). Aretz et al. (2007) menyatakan bahwa terdapat kecenderungan terhadap perusahaan yang menggunakan hutang lebih banyak dalam struktur modalnya untuk melakukan hedging. Sebuah perusahaan dengan leverage yang lebih tinggi menandakan bahwa perusahaan sedang menghadapi risiko kesulitan keuangan (Financial Distress). Dengan kata lain, perusahaan akan cenderung gagal pada pinjaman saat meminjam lebih dari kreditur. Oleh karena itu, hedging dapat memberikan kontribusi yang sangat penting dalam membantu perusahaan untuk menangani lingkungan keuangan yang kompetitif (Shaari et al., 2013). Suriawinata, (2004) juga menyatakan leverage yang lebih tinggi mengindikasikan financial distress costs yang lebih tinggi, sehingga semakin besar juga motivasi perusahaan untuk menerapkan hedging.
2.1.7 Profitabilitas Menurut Husnan (2012:56) profitabilitas adalah hasil bersih dari berbagai kebijaksanaan dan keputusan yang di terapkan oleh sebuah perusahaan. Selain dari itu, profitabilitas didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari penjualan barang atau jasa yang diproduksinya (Astuti, 2004:36). Profitabilitas memiliki peran penting dalam semua bisnis, profitabilitas menunjukkan efisiensi keseluruhan perusahaan dan kinerja perusahaan, serta kemampuan perusahaan untuk melakukan pengembalian kepada investor. Tanpa keuntungan bisnis tidak akan berjalan lancar dan bertahan dalam jangka panjang. Sebuah perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi berarti bahwa perusahaan memiliki kecenderungan yang kurang untuk terlibat dalam lindung nilai. Dengan kata lain, perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi kemungkinan lebih terhindar dari kesulitan keuangan (Financial Distress) (Shaari et al., 2013). Perusahaan dengan alasan semakin tingginya profitabilitas maka perusahaan akan menghadapi resiko financial distress cost yang lebih kecil dan mengakibatkan perusahaan tidak melakukan hedging (Jang and Park, 2011). 2.2 Hipotesis Financial distress biasanya di hadapi oleh perusahaan yang menggunakan utang lebih tinggi di banding dengan modal sendiri (High Leverage), financial distress juga dapat disebabkan oleh rendahnya kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari proses operasinya (Shaari et al., 2013). Financial distress hypothesis memprediksi adanya yang hubungan positif antara leverage dengan penerapan
kebijakan hedging (Smith dan Stulz, 1985; Haushalter, 2000). Financial distress hypothesis juga memprediksi adanya hubungan yang negatif antara profitabilitas dengan penerapan kebijakan hedging. 2.2.1 Pengaruh Leverage pada keputusan Hedging Pada perusahaan yang menggunakan utang lebih banyak (High Leverage) pada struktur modalnya memiliki kecendurangan lebih besar dalam melakukan hedging (Aretz, 2010). Karena perusahaan dengan Leverage ratio yang lebih tinggi menandakan bahwa perusahaan sedang menghadapi risiko kesulitan keuangan (Financial Distress). Dengan kata lain, perusahaan akan beresiko gagal pada saat meminjam pinjaman lebih dari kreditur. Hedging dapat memberikan kontribusi yang sangat penting dalam membantu perusahaan untuk menangani lingkungan keuangan yang kompetitif serta hedging dilakukan sebagai upaya perusahaan untuk melindungi arus kas internal perusahaan selama operasi dan perusahaan mampu mengurangi biaya dari kesulitan keuangan. (Shaari et al, 2013). Penelitian terdahulu yang di lakukan oleh beberapa peneliti seperti : Nguyen et al. (2002), Rochet et al. (2004), Allayanis et al. (2001), Sang et al. (2013), Ahmad et al. ( 2012), Takao et al. (2009), Afza et al. (2011), Masrshall et al. (2013), Irawan (2014) menunjukan pengaruh yang positif dan signifikan leverage terhadap kebijakan penggunaan hedging suatu perusahaan.
𝐻1 : Terdapat pengaruh leverage yang positif dan signifikan terhadap keputusan hedging. 2.2.2 Pengaruh Profitabilitas pada keputusan Hedging Sebuah perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi berarti bahwa perusahaan memiliki kecenderungan yang kurang untuk terlibat dalam lindung nilai. Dengan kata lain, perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi kemungkinan lebih terhindar dari kesulitan keuangan (Financial Distress). Oleh karena itu, setiap perusahaan berkaitan dengan profitabilitas (Shaari et al., 2013). Perusahaan dengan alasan semakin tingginya profitabilitas maka perusahaan akan menghadapi resiko financial distress cost yang lebih kecil dan mengakibatkan perusahaan tidak melakukan hedging (Jang, 2011). Penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh Jang (2011) menunjukan hubungan yang negatif antara profitabilitas perusahaan dengan keputusan hedging perusahaan dengan alasan semakin tingginya profitabilitas maka perusahaan akan menghadapi resiko financial distress cost yang lebih kecil dan mengakibatkan perusahaan tidak melakukan hedging. 𝐻2 : Terdapat pengaruh profitabilitas yang negatif signifikan terhadap keputusan Hedging.