BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori 2.1.1
Pengertian anggaran sektor publik Anggaran merupakan suatu alat perencanaan mengenai pengeluaran dan
pendapatan pada masa yang akan datang umumnya disusun untuk masa satu tahun. Anggaran juga berfungsi sebagai alat kontrol baik terhadap pendapatan maupun pengeluaran pada masa yang akan datang (Suparmoko, 2002 dalam Purbadharmaja, 2007). Menurut Arifin (2001) dalam Arthana (2004), anggaran adalah jenis rencana yang menggambarkan rangkaian tindakan atau kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka rupiah untuk jangka waktu tertentu. Mardiasmo (2002:62) berpendapat bahwa anggaran publik berisi rencana kegiatan yang direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Dalam bentuk yang sederhana, anggaran publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja dan aktivitas. Anggaran berisi estimasi mengenai apa yang akan dilakukan organisasi dimasa yang akan datang.
2.1.2
Fungsi anggaran sektor publik Anggaran merupakan alat yang terpenting bagi pemerintah untuk
mengarahkan perkembangan sosial ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup
12
yang berkesinambungan, sehingga fungsi utama anggaran adalah mengendalikan aktivitas fiskal pemerintah, menilai tindakan dimasa lalu dan mengidentifikasi program-program pemerintah di masa yang akan datang. Menurut Bastian (2001:80), anggaran sektor publik berfungsi sebagai berikut : 1) Anggaran merupakan hasil akhir proses penyusunan rencana kerja 2) Anggaran merupakan cetak biru aktivitas yang akan dilaksanakan di masa mendatang. 3) Anggaran sebagai alat komunikasi intern yang menghubungkan berbagai unit kerja dan mekanisme kerja antar atasan dan bawahan. 4) Anggaran sebagai alat pengendalian unit kerja. 5) Anggaran sebagai alat motivasi dan persuasi tindakan efektif dan efesien dalam pencapaian visi organisasi. 6) Anggaran merupakan instrumen politik. 7) Anggaran merupakan instrumen kebijakan fiskal.
2.1.3
Prinsip anggaran sektor publik Prinsip-prinsip di dalam anggaran sektor publik menurut Mardiasmo
(2002:67) meliputi : 1) Otorisasi oleh legislatif Anggaran publik harus mendapatkan otorisasi dari legislatif terlebih dahulu sebelum eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut.
13
2) Komprehensif Anggaran
harus
menunjukkan
semua
penerimaan
dan
pengeluaran
pemerintah. Oleh karena itu, adanya dana non budgetair pada dasarnya menyalahi prinsip anggaran yang bersifat komprehensif. 3) Keutuhan anggaran Semua penerimaan dan belanja pemerintah harus terhimpun dalam dana umum (general fund). 4) Nondiscretionary appropriation Jumlah yang disetujui oleh dewan legislatif harus termanfaatkan secara ekonomis, efisiensi dan efektif. 5) Periodik Anggaran merupakan suatu proses yang periodik, bisa bersifat tahunan maupun multi tahunan. 6) Akurat Estimasi anggaran hendaknya tidak memasukkan cadangan yang tersembunyi yang dapat dijadikan sebagai kantong-kantong pemborosan dan inefisiensi anggaran serta dapat mengakibatkan munculnya underestimate pendapatan dan overestimate pengeluaran. 7) Jelas Anggaran hendaknya sederhana, dapat dipahami masyarakat dan tidak membingungkan. 8) Diketahui publik Anggaran harus diinformasikan kepada masyarakat luas.
14
2.1.4
Tujuan penyusunan anggaran Mardiasmo (2002:68) penyusunan anggaran memiliki tujuan sebagai
berikut : 1) Membantu pemerintah mencapai tujuan fiskal dan meningkatkan koordinasi antar bagian dalam lingkungan pemerintah. 2) Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa publik melalui proses pemrioritasan. 3) Memungkinkan bagi pemerintah untuk mengetahui prioritas belanja. 4) Meningkatkan transparansi dalam pertanggungjawaban pemerintah kepada DPR/DPRD dan masyarakat luas.
2.1.5
Jenis anggaran sektor publik Mardiasmo (2002:66) membagi anggaran sektor publik menjadi dua jenis,
yaitu : 1) Anggaran Operasional Anggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam menjalankan pemerintahan. Pengeluaran pemerintah yang dapat dikategorikan dalam anggaran operasional adalah belanja rutin. Belanja rutin adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak dapat menambah aset atau kekayaan bagi pemerintah. Disebut ’rutin’ karena sifat pengeluaran tersebut berulang-ulang ada setiap tahun. Secara umum, pengeluaran yang masuk kategori anggaran operasional antara lain Belanja Administrasi Umum dan Belanja Operasi dan Pemeliharaan.
15
2) Anggaran Modal/Investasi Anggaran modal menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan atas aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot dan sebagainya. Pengeluaran modal yang besar biasanya dilakukan dengan menggunakan pinjaman. Belanja modal/investasi adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan pemerintah, dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaan.
2.1.6 Proses penyusunan anggaran sektor publik Menurut Mardiasmo (2002:68), Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah yang dipresentasikan setiap tahun oleh eksekutif, memberi informasi rinci kepada DPR / DPRD dan masyarakat tentang program-program apa yang direncanakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan rakyat dan bagaimana program-program tersebut dibiayai. Penyusunan dan pelaksanaan anggaran tahunan merupakan rangkaian proses anggaran. Dalam penyusunan anggaran, ada 4 siklus anggaran yang meliputi empat tahap yang terdiri atas : 1) Tahap Persiapan Anggaran Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran pendapatan yang tersedia. Terkait dengan masalah tersebut, yang perlu diperhatikan adalah sebelum menyetujui taksiran pengeluaran, hendaknya terlebih dahulu dilakukan penaksiran pendapatan secara lebih akurat. Selain itu, harus disadari adanya masalah yang cukup berbahaya jika
16
anggaran pendapatan diestimasi saat bersamaan dengan pembuatan keputusan tentang anggaran pengeluaran. 2) Tahap Ratifikasi Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan proses politik yang cukup rumit dan cukup berat. Pimpinan eksekutif dituntut tidak hanya memiliki managerial skill namun juga harus mempunyai political skill, salesman ship dan coalition building yang memadai. Integritas dan kesiapan mental yang tinggi dari eksekutif sangat penting dalam tahap ini. Hal tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk menjawab dan memberikan argumentasi yang rasional atas segala pertanyaan-pertanyaan dan bantahan-bantahan dari pihak legislatif. 3) Tahap Implementasi/Pelaksanaan Anggaran Dalam tahap ini yang paling penting harus diperhatikan oleh manajer keuangan publik adalah dimilikinya sistem (informasi) akuntansi dan sistem pengendalian manajemen. Manajer keuangan publik dalam hal
ini
bertanggung jawab untuk menciptakan sistem akuntansi yang memadai dan handal untuk perencanaan dan pengendalian anggaran yang telah disepakati dan bahkan dapat diandalkan untuk tahap penyusunan anggaran periode berikutnya. Sistem akuntansi yang baik meliputi pula dibuatnya sistem pengendalian intern yang memadai. 4) Tahap Pelaporan dan Evaluasi Anggaran Tapah pelaporan dan evaluasi terkait dari aspek akuntabilitas. Jika implementasi
telah
didukung
dengan
17
sistem
akuntansi
dan
sistem
pengendalian manajemen yang baik, maka diharapkan tahap pelaporan dan evaluasi anggaran tidak akan menemukan masalah.
2.1.7 Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Menurut Mahsun (2006:146), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan kewenangannya selama satu tahun anggaran. APBD pada dasarnya memuat rencana keuangan yang diperoleh dan digunakan pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan keuangannya untuk penyelenggaraan belanja umum dalam satu tahun anggaran yang dibahas dan disetujui oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah (Permendagri No.13/2006). Jadi APBD merupakan suatu rencana kerja pemerintah daerah yang disetujui oleh pemerintah dan DPRD dalam bentuk uang untuk kurun waktu satu tahun dan berorientasi pada tujuan dan kesejahteraan publik.
2.1.8 Rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah (RKASKPD) Berdasarkan kebijakan umum anggaran serta prioritas dan plafon anggaran yang telah disepakati antara kepala daerah dan DPRD, kepala daerah menerbitkan surat edaran tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun RKA-SKPD. Dalam surat edaran tersebut mencakup kebijakan umum anggaran, plafon dan prioritas anggaran, kode rekening APBD, analisis standar belanja, standar satuan harga serta formulir RKA-SKPD. Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKASKPD) merupakan dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana
18
pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan SKPD serta rencana pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBD ( Permendagri, No.13/2006). RKA-SKPD ini kemudian disampaikan kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah untuk dibahas lebih lanjut. Pembahasan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah dilakukan untuk : 1) Menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan kebijakan umum anggaran, prioritas dan plafon anggaran serta dokumen perencanaan lainnya. 2) Menelaah capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, standar pelayanan minimal. 3) Menelaah sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD.
2.1.9 Partisipasi penyusunan anggaran Menurut Brownell (1982) dalam Coryanata (2004) partisipasi penyusunan anggaran adalah tingkat keterlibatan dan pengaruh seseorang dalam proses penyusunan anggaran. Sedangkan menurut Kenis (1979) dalam Edfan Darlis (2002), partisipasi penyusunan anggaran merupakan partisipasi manajer dalam mempersiapkan anggaran dan berpengaruh dalam menentukan pencapaian tujuan anggaran pusat pertanggungjawaban. Jadi partisipasi anggaran adalah keterlibatan manajer masing-masing pusat pertanggungjawaban dalam menyusun anggaran untuk mencapai tujuan organisasi. Ulupui dalam Arthana (2004), memandang partisipasi sebagai alat untuk mencapai tujuan dan alat mengintegrasikan kebutuhan individu dalam organisasi. Partisipasi yang sukses akan memberikan keuntungan yaitu : 1) Memberi pengaruh yang sehat terhadap inisiatif, moralisme dan antusiasme.
19
2) Memberikan suatu hasil yang lebih baik dari sebuah rencana karena adanya kombinasi pengetahuan dari beberapa individu. 3) Meningkatkan kerjasama antara departemen. 4) Para karyawan dapat lebih menyadari situasi dimasa yang akan datang yang berkaitan dengan sasaran dan pertimbangan lainnya.
2.1.10 Kinerja manajerial Salah satu faktor yang dapat dipakai untuk meningkatkan keefektifan organisasi adalah kinerja manajerial. Kinerja manajerial didefinisikan sebagai tingkat kecakapan manajer dalam melaksanakan aktivitas manajemen. Kinerja manajerial didasarkan pada fungsi-fungsi manajemen yang meliputi perencanaan, investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pemilihan staff, negosiasi dan perwakilan (Mahoney et al., dalam T. Hani Handoko, 1996). 1) Perencanaan Perencanaan adalah pemilihan/penetapan tujuan-tujuan organisasi dan penentuan strategi, kebijaksanaan proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Tanpa rencana, manajer tidak dapat mengetahui bagaimana mengkoordinasikan organisasi dan sumber daya yang dimiliki secara efektif serta manajer hanya mempunyai peluang kecil untuk mencapai sasaran atau mengetahui adanya penyimpangan secara dini.
20
2) Investigasi Investigasi merupakan suatu proses pengendalian yang tarafnya lebih tinggi dalam setiap taraf investigasi sudah ada indikasi adanya suatu penyimpangan sehingga diperlukan adanya suatu penyelidikan. 3) Pengkoordinasian Pengkoordinasian merupakan proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efesien. Tanpa adanya koordinasi dalam suatu organisasi maka individu akan kehilangan pegangan atas peranan mereka dalam organisasi sehingga mereka akan mulai mengejar kepentingan sendiri yang sering merugikan pencapaian organisasi secara keseluruhan. 4) Evaluasi Evaluasi adalah tindakan yang memberikan penilaian dan pengukuran secara obyektif terhadap hasil-hasil yang telah dicapai dari suatu kegiatan yang direncanakan apakah sudah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. 5) Pengawasan Pengawasan merupakan penemuan dan penerapan cara dan peralatan untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. 6) Pemilihan Staf Dalam suatu organisasi memiliki karyawan yang cakap dan terampil merupakan suatu hal yang mutlak. Dalam melaksanakan pemilihan staf yang akan berperan serta dalam pengelolaan usaha, manajer harus bersikap selektif
21
dan memilih staf yang sesuai dengan kualifikasi yang seharusnya dimiliki dalam posisi yang ditawarkan. 7) Negosiasi Negosiasi merupakan bagian dari kegiatan usaha yang berkaitan dengan melakukan tawar-menawar dengan pihak luar seperti pemasok untuk pemenuhan kebutuhan usaha. Kemampuan melakukan negosiasi merupakan hal yang penting yang harus dimiliki oleh seorang manajer. Hal ini karena kemampuan negosiasi akan sangat diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan dalam menghadapi orang lain serta untuk menyelesaikan suatu masalah. 8) Perwakilan Perwakilan merupakan kegiatan untuk menghadiri pertemuan-pertemuan dengan perusahaan lain memberikan penerangan atau penjelasan kepada masyarakat serta mempromosikan keberadaan perusahaan yang dipimpinnya kepada masyarakat. Manajer tiap-tiap pusat pertanggungjawaban dituntut untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dengan baik. Kecakapan tiap manajer pusat pertanggung jawaban dalam melaksanakan aktivitas manajemen merupakan salah satu faktor yang dapat dipakai untuk meningkatkan efektivitas organisasi.
2.1.11 Komitmen organisasi Komitmen organisasi merupakan tingkat sampai sejauh mana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi itu. Komitmen organisasi juga merupakan nilai personal yang mengacu pada sikap loyal pada
22
perusahaan atau komitmen pada perusahaan (Arfan Ikhsan dan Muhammad Ishak, 2005:35). Weiner (1982) dalam Coryanata (2004) menyatakan komitmen organisai adalah dorongan dari dalam individu untuk berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai dengan tujuan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi dibandingkan dengan kepentingan sendiri. Komitmen menunjukkan keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran (goal) yang ingin dicapai oleh organisasi. Komitmen bisa timbul disebabkan karena individu memiliki ikatan emosional terhadap organisasi yang meliputi dukungan moral dan menerima nilai yang ada di dalam organisasi serta tekad dari dalam diri untuk mengabdi kepada organisasi.
2.1.12 Budaya paternalistik Menurut Dwiyanto (2002) dalam Yuhertiiana (2004) perilaku individu dalam organisasi tidak dapat dilepaskan dari pengaruh lokalisasi budaya yang berkembang. Organisasi tidak dapat terlepas dari pengaruh-pengaruh lingkungan budaya, dalam aktivitasnya juga terlibat secara intensif melalui pola-pola interaksi yang terbentuk didalamnya dengan sistem nilai dan budaya lokal. Budaya organisasi merupakan suatu wujud anggapan, keyakinan, nilai-nilai dan persepsi dari para anggota kelompok organisasi yang bersangkutan, atau dengan kata lain budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap perilaku, cara kerja dan motivasi para manajer dan bawahannya untuk mencapai kinerja organisasi (Holmes dan Marsden, 1999 dalam Poerwati, 2002 dalam Kurnia, 2004). Budaya organisasi yang berkembang di Indonesia khususnya di Bali adalah budaya paternalistik. Banyak masyarakat Bali yang masih memegang
23
teguh nilai-nilai budaya paternalistik yaitu berorientasi ke atas, menunggu petunjuk dan panutan serta kurang inisiatif (Ardika dan Putra, 2004:152). Budaya paternalistik merupakan pola hubungan yang ditandai oleh kekuasaan yang bersifat mempribadi oleh atasan atau pimpinan dan berorientasi pada hubungan patron–klien. Hubungan patron–klien merupakan suatu hubungan
antara dua
pihak, dimana pihak patron sebagai orang yang melindungi (atasan) dan pihak klien sebagai yang diayomi (bawahan). Pola hubungan seperti ini, atasan berperan sebagai ‘Bapak’ yang lebih tahu akan segala hal, sehingga bawahan merasa tidak enak jika menyampaikan usulan apalagi mengkritik atasan. Perhatian yang diberikan pada anak buah bersifat pemenuhan aspek kebutuhan sosial, spritritual, material, emosional. Anak buah yang memperoleh perlindungan dengan segala loyalitas dan sukarela akan memenuhi perintah atasan serta berusaha untuk menyenangkannya (Setiawan, 1998 dalam Yuhertiiana, 2004).
2.1.13 Hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial Partisipasi bawahan dalam penyusunan anggaran dan peran anggaran sebagai pengukur kinerja memiliki kaitan yang cukup erat. Salah satu fungsi dari partisipasi dalam penyusunan anggaran adalah sebagai sarana komunikasi antara bawahan dan atasan, tidak hanya seputar masalah anggaran, tetapi juga isu lain yang terkait dengannya. Partisipasi dalam penyusunan anggaran memungkinkan bawahan untuk bertukar dan mencari informasi dari atasan mereka, serta mengemukakan kritik dan masukan mengenai bagiannya sehingga dapat mendukung terciptanya pemahaman yang lebih mendalam mengenai proses
24
penentuan anggaran. Greenberg dan Folger (1983) dalam Arief Wasisto dan Mahfud Sholihin (2004), berpendapat bahwa partisipasi dapat meningkatkan kinerja karena partisipasi memungkinkan bawahan mengkomunikasikan apa yang mereka butuhkan kepada atasan dan partisipasi juga dapat memungkinkan bawahan untuk memilih dan tindakan tersebut dapat membangun komitmen dan dianggap sebagai tanggung jawab atas apa yang dipilih. Semua kelebihan partisipasi ini pada akhirnya akan meningkatkan kinerja. Hal ini mengindikasikan hubungan yang positif diantara partisipasi dalam penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial.
2.1.14 Pengaruh komitmen organisasi terhadap hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial Komitmen organisasi yang kuat dari dalam diri individu akan membuat individu berusaha keras untuk mencapai tujuan organisasi, sebaliknya bagi individu dengan komitmen organisasi yang rendah akan mempunyai perhatian yang rendah pada pencapaian tujuan organisasi, dan cenderung berusaha memenuhi kepentingan pribadinya. Bentuk komitmen organisasi yang diduga mempunyai hubungan yang kuat dengan kinerja manajerial adalah komitmen afektif. Dalam komitmen ini, terdapat kepercayaan yang kuat terhadap tujuantujuan dan nilai-nilai organisasi dan keinginan untuk melaksanakan usaha-usaha dengan baik yang dipertimbangkan dapat bermanfaat bagi kepentingan organisasi (Porter et al., Angle & Perry dalam Supriyono, 2004). Komitmen organisasi yang tinggi akan membuat individu memiliki pandangan positif dan berusaha berbuat
25
yang terbaik demi kepentingan organisasi dan kemauan mengerahkan usaha atas nama organisasi akan meningkatkan kinerja manajerial. 2.1.15 Pengaruh budaya paternalistik terhadap hubungan antara parisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial Budaya organisasi yang berkembang di Indonesia khususnya Bali adalah budaya paternalistik. Masyarakat Bali pada umumnya masih memegang teguh nilai-nilai budaya paternalistik yaitu berorientasi ke atas, menunggu petunjuk dan penuntun serta kurang inisiatif (Ardika dan Putra, 2004:152). Budaya paternalistik merupakan pola hubungan yang ditandai oleh kekuasaan yang bersifat mempribadi oleh atasan atau pimpinan dan berorientasi pada pola hubungan patron–klien. Pola hubungan manajemen seperti ini akan mengurangi inisiatif bawahan atau dengan kata lain menghambat partisipasi. Apabila suatu perusahaan memiliki budaya paternalistik yang kuat maka penggunaan anggaran partisipatif justru hanya menurunkan kinerja manajemen dan kinerja perusahaan secara keseluruhan.
2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian yang dilakukan oleh Bambang Sardjito dan Osmad Muthaher (2007) yang mencoba menemukan bukti empiris pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah dengan budaya organisai dan komitmen organisasi sebagai variabel moderating. Penelitian ini menggunakan kepala bagian/bidang/subdinas atau kepala subbagian/subbidang/seksi dari dinas dan kantor pada Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten Semarang sebagai responden. Kinerja aparat pemerintah daerah yang dimaksud dalam penelitian ini
26
adalah kinerja manajerial. Dalam penelitian ini membuktikan bahwa partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja aparat pemerintah daerah, komitmen organisasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap hubungan kinerja aparat pemerintah dan partisipasi anggaran serta pengaruh budaya organisasi terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja aparat pemerintah adalah positif dan signifikan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Bambang Sardjito dan Osmad Muthaher (2007) adalah sama-sama menggunakan variabel pengaruh partisipasi penyusunan anggaran, kinerja manajerial dan komitmen organisasi.
Sedangkan perbedaannya, pada
penelitian sekarang lokasi penelitian adalah dinas-dinas di Kota Denpasar dan menggunakan budaya paternalistik sebagai variabel moderating. Mustikawati (1999) meneliti tentang pengaruh locus of control dan budaya paternalistik terhadap keefektifan penganggaran partisipatif dalam peningkatan kinerja manajerial. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan terdaftar dalam Top Companies dan Big Groups di Indonesia 1994 / 1995 dengan menggunakan variabel locus of control, budaya paternalistik, penganggaran partisipatif dan kinerja manajerial. Pengukuran data menggunakan skala likert dan diadopsi dari Milani (1975), Mahoney (1965), Drofman dan Howell (1988). Teknik analisis yang digunakan adalah pendekatan regresi berganda (Multiple Regresion Approach). Hasil penelitian ini adalah bahwa partisipasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial. Sedangkan interaksi antara partisipasi dengan locus of control tidak signifikan. Namun interaksi antara partisipasi dengan budaya paternalistik mempunyai pengaruh yang signifikan
27
terhadap kinerja manajerial dengan tingkat signifikasi P = 0,001 (P < 0,05). Penelitian ini sama dengan penelitian Mustikawati (1999), terletak pada variabel yang digunakan yaitu variabel partisipasi anggaran, kinerja manajerial dan budaya paternalistik, sedangkan perbedaannya pada penelitian sekarang ini adalah lokasi penelitiannya dilakukan pada dinas-dinas di kota Denpasar . Dian Anggreni (2007) meneliti tentang pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial dengan komitmen organisasi sebagai variabel moderating. Penelitian dilakukan pada dinas-dinas di Kabupaten Badung. Hasil penelitan ini menunjukkan bahwa partisipasi penyusunan anggaran memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial. Sedangkan interaksi antara partisipasi penyusunan anggaran dan komitmen organisasi tidak signifikan terhadap kinerja manajerial.Persamaan penelitian ini dengan penelitian Dian Anggreni (2007), terletak pada variabel yang digunakan yaitu variabel partisipasi anggaran, kinerja manajerial dan komiten organisasi. Sedangkan perbedaannya pada penelitian sekarang lokasi penelitian dilakukan pada dinas-dinas di Kota Denpasar dan menambahkan variabel budaya paternalistik. Budi Arthini (2007), meneliti tentang pengaruh budaya paternalistik terhadap hubungan antara partisipasi penganggaran dan kinerja manajerial. Penelitian ini dilakukan pada Rumah Sakit Pemerintah di Kota Denpasar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa partisipasi penganggaran mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial pada rumah sakit pemerintah di Kota Denpasar. Sedangkan interaksi antara partisipasi penganggaran dan budaya paternalistik tidak signifikan terhadap kinerja manajerial. Persamaan penelitian ini
28
dengan penelitian yang dilakukan oleh Budi Arthini (2007) adalah sama-sama menggunakan variabel partisipasi anggaran, kinerja manajerial dan budaya paternalistik. Perbedaannya, pada penelitian sekarang lokasi penelitian dilakukan pada dinas-dinas di Kota Denpasar dan dengan menambahkan variabel komitmen organisasi.
2.3 Rumusan Hipotesis Partisipasi dapat meningkatkan kinerja karena partisipasi memungkinkan bawahan mengkomunikasikan apa yang mereka butuhkan kepada atasannya. Dalam penyusunan anggaran diperlukan komunikasi antara atasan dan bawahan untuk saling memberi informasi antara satu sama lain disamping dapat memberikan kesempatan memasukkan informasi lokal karena bawahan lebih mengetahui kondisi langsung pada bagiannya. Adanya kelebihan partisipasi ini pada akhirnya akan meningkatkan kinerja. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis alternatif yang diajukan dalam penelitian ini adalah : H1 :
Partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh terhadap kinerja manajerial.
Gambar 2.1 Hubungan partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial Partisipasi Penyusunan Anggaran
Kinerja Manajerial
Komitmen organisasi yang kuat dalam diri individu akan membuat individu berusaha keras untuk mencapai tujuan organisasi. Kecukupan anggaran tidak hanya secara langsung meningkatkan prestasi kerja, tetapi juga secara tidak langsung (moderasi) melalui komitmen organisasi. Komitmen yang tinggi
29
menjadikan individu lebih mementingkan organisasi daripada kepentingan pribadi dan berusaha agar organisasi menjadi lebih baik. Komitmen organisasi yang rendah akan membuat individu berbuat untuk kepentingan pribadinya. Komitmen organisasi yang tinggi akan menigkatkan kinerja yang tinggi pula (Randall,1990 dalam Nouri dan Parker (1998) dalam Bambang Sardjito dan Osmad Muthaher, 2007). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis alternatif yang diajukan dalam penelitian ini adalah: H2 :
Komitmen organisasi dapat memoderasi hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial pada dinas-dinas di Kota Denpasar.
Gambar 2.2 Pengaruh komitmen organisasi terhadap hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial Partisipasi Penyusunan Anggaran
Kinerja Manajerial
Komitmen Organisasi
Mpata (1998) mengemukakan faktor kultural dalam suatu negara dapat mempengaruhi hubungan partisipasi anggaran dengan kinerja yang diharapkan. Penelitian Frucot dan Shearon (1991) dalam Mustikawati (1999) menunjukkan perilaku budaya manajer berpengaruh terhadap kinerja. Jika budaya suatu negara mempengaruhi keefektifan suatu penganggaran, maka budaya paternalistik di Indonesia yang masih sangat kuat dapat pula mempengaruhi proses penganggaran. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka hipotesis alternatif yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
30
H3 :
Budaya paternalitsik dapat memoderasi hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial pada dinas-dinas di Kota Denpasar.
Gambar 2.3 Pengaruh budaya paternalistik terhadap hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial Partisipasi Penyusunan Anggaran
Kinerja Manajerial
Budaya Paternalistik
31