BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang landasan teori dan konsep serta rumusan hipotesis penelitian
2.1
Landasan Teori dan Konsep Bagian ini menguraikan tentang the agency theory, definisi dividen, jenis-jenis
dividen, prosedur pembagian dividen, kebijakan dividen, teori kebijakan dividen, kepemilikan manajerial, leverage, teori kebijakan utang, pengertian investasi, tujuan investasi, investment opportunity set, dan profitabilitas. 2.1.1 The Agency Theory Jensen dan Meckling (1976) dalam Sukartha (2007) menyatakan bahwa teori keagenan mendeskripsi pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena itu, manajemen wajib mempertanggungjawabkan semua upayanya kepada pemegang saham. Unit analisis dalam teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara prinsipal dan agen, maka fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari hubungan antara prinsipal dan agen. Prinsipal merancang kontrak agar dapat mengakomodasikan kepentingan pihak-
10
pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan. Kontrak yang efisien adalah kontrak yang memenuhi dua faktor yaitu (Sukartha, 2007): 1)
Agen dan prinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun pemegang saham memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi yang tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri.
2)
Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya. Pada kenyataannya, informasi simetris itu tidak pernah terjadi, yang berarti
kontrak efisien tidak pernah dapat terlaksana sehingga hubungan agen dan prinsipal selalu dilandasi oleh asimetri informasi. Agen sebagai pengendali perusahaan pasti memiliki informasi yang lebih baik dibandingkan dengan prinsipal. Disamping itu, karena verifikasi sulit dilakukan, maka tindakan agen pun sulit untuk diamati. Dengan demikian membuka peluang agen untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri dengan melakukan tindakan yang bersifat oportunis yang merugikan prinsipal, baik memanfaatkan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi, perekayasaan kinerja perusahaan maupun mangkir kerja (Sukartha, 2007).
11
2.1.2 Definisi Dividen Terdapat beberapa penjelasan mengenai pengertian dividen dari beberapa literatur. Menurut definisi situs IDX, dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Jika seorang pemodal ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen. Dividen juga diartikan sebagai hak setiap pemegang saham atas kekayaan yang telah mereka investasikan di perusahaan. Ang (1997) dalam Nafi’ah (2011) menyatakan bahwa dividen merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan setelah pajak (earnings after tax) dikurangi dengan laba ditahan (retained earnings) sebagai cadangan bagi perusahaan. Dividen ini untuk dibagikan kepada pemegang saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Stice et al (2005) mengartikan dividen sebagai pembagian laba kepada para pemegang saham perusahaan sebanding dengan jumlah saham yang dipegang oleh masing-masing pemilik. Definisi dividen pada beberapa literatur di atas pada dasarnya memiliki inti yang sama yaitu bagian dari laba bersih perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham. Dividen biasanya dibagikan dalam bentuk uang tunai. Selain dalam bentuk
12
uang tunai, dividen juga dapat dibagikan dalam bentuk aktiva selain kas, dan saham baru.
2.1.3 Jenis-Jenis Dividen Menurut Baridwan (2004:233-235) dividen dapat dibagikan dalam empat bentuk, yaitu: 1)
Dividen yang berbentuk uang Merupakan pembagian dividen yang dilakukan dalam bentuk uang tunai yang jumlahnya dihitung berdasarkan tarif per lembar saham dikalikan jumlah lembar saham yang dimiliki.
2)
Dividen likuidasi Merupakan pembagian dividen yang disebutkan bahwa dividen yang dibagikan itu sebagian merupakan pembagian laba dan sebagian lagi merupakan pengembalian modal. Perusahaan yang membagikan dividen likuidasi biasanya adalah perusahaan-perusahaan yang akan menghentikan usahanya.
3)
Dividen yang berbentuk aktiva Merupakan pembagian dividen dalam bentuk aktiva (selain kas dan saham sendiri) yang berupa saham perusahaan lain atau barang-barang hasil produksi perusahaan yang membagikan dividen tersebut.
4)
Dividen saham Merupakan pembagian dividen dalam bentuk penambahan jumlah lembar saham dari perusahaan yang membagi saham tanpa ada pengeluaran saham
13
baru. Jadi jumlah lembarnya bertambah tetapi harga perolehannya tetap, dalam arti tidak ada kenaikan nilai buku.
2.1.4 Prosedur Pembagian Dividen Menurut Sundjaja dan Barlin (2010:382), dalam pembayaran dividen terdapat beberapa tahapan atau prosedur yaitu: 1)
Tanggal pengumuman (date of declaration) Tanggal pengumuman merupakan tanggal keputusan untuk membagikan dividen pada RUPS, atau tanggal pada saat direksi perusahaan mengumumkan rencana pembayaran dividen.
2)
Cum-dividend date Cum-dividend date merupakan tanggal hari terakhir perdagangan saham yang masih melekat hak untuk mendapatkan dividen.
3)
Tanggal pencatatan pemegang saham (date of record) Date of record adalah tanggal dimana pemiik saham ditentukan, sehingga dapat diketahui kepada siapa dividen dibagikan. Pemegang saham yang mencatatkan dirinya pada tanggal ini adalah pemegang saham yang memperoleh dividen pada tanggal pembayaran.
4)
Tanggal pemisahan dividen (ex-dividend date) Sebelum tanggal pencatatan, perusahaan sudah harus diberitahukan apabila terjadi transaksi jual beli atas saham tersebut. Oleh sebab itu, pada bursa internasional disepakati adanya exdividend date yaitu 3 hari sebelum tanggal
14
pencatatan (date of record). Setelah pencatatan, saham tersebut tidak lagi memliki hak atas dividen pada tanggal pembayaran. 5)
Tanggal pembayaran (date of payment) Pada tanggal ini, dividen dibayarkan kepada para pemegang saham. Setelah memegang dividen, kas didebet dan piutang dieliminasi. Pembayaran dividen akan dikenakan pemotongan pajak penghasilan.
2.1.5 Kebijakan Dividen Manajemen perusahaan mempunyai kewajiban menetapkan keputusan untuk menindaklanjuti perolehan laba bersih yang dihasilkan perusahaan apakah dialokasikan pada dividen yaitu dibagikan kepada pemegang saham, atau laba tersebut ditahan untuk diinvestasikan kembali pada perusahaan dengan tujuan untuk mencapai pertumbuhan perusahaan. Kebijakan dividen adalah keputusan untuk menentukan besarnya bagian pendapatan (earning) yang akan dibagikan kepada para pemegang saham dan bagian yang akan ditahan di perusahaan. Kebijakan dividen berpengaruh terhadap harga saham perusahaan, dividen merupakan sumber yang memberikan sinyal kepada investor di pasar modal, dividen yang dibayarkan oleh perusahaan mencerminkan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba dan prospek yang baik di masa akan datang. Semakin tinggi dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham yang akan mengurangi jumlah laba ditahan akan menghambat pertumbuhan perusahaan dan selanjutnya akan menurunkan harga sahamnya. Dengan demikian, perusahaan harus mampu mencari
15
kebijakan dividen yang optimal bagi perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2001), kebijakan dividen yang optimal adalah kebijakan dividen yang bisa menciptakan keseimbangan di antara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa mendatang yang bisa memaksimumkan harga saham perusahaan. Jadi, disimpulkan definisi kebijakan dividen adalah keputusan penting bagi manajemen mengenai pengalokasian laba bersih perusahaan yang dapat dialokasikan pada dua komponen yaitu dividen dan laba ditahan yang akan mencerminkan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba dan prospek yang baik di masa akan datang serta pengaruhnya terhadap harga saham perusahaan.
2.1.6 Teori Kebijakan Dividen 1)
Teori tidak relevan (Irrelevance Theory) Teori ini dikemukakan oleh Miller dan Modigliani (1961) dalam Brigham dan
Houston (2011:211) yang menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak berpengaruh pada harga saham maupun terhadap biaya modal perusahaan. Teori MM berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan ditentukan pada kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba, bukan pada bagaimana laba tersebut dibagi menjadi dividen dan laba ditahan. Sehingga kebijakan dividen merupakan suatu yang tidak relevan untuk dipersoalkan. Teori MM menyatakan bahwa nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya dividend payout ratio, tetapi hanya ditentukan oleh profitabilitas dasar dan risiko usahanya, dengan asumsi bahwa tidak ada pajak yang dibayarkan atas dividen, saham dapat dibeli dan dijual tanpa adanya biaya transaksi, semua pihak baik
16
manajer maupun pemegang saham memiliki informasi yang sama tentang laba perusahaan di masa yang akan datang. 2)
Bird in the Hand Theory Gordon dan Lintner 1956 dalam Sjahrial (2008) menyatakan bahwa biaya
modal sendiri perusahaan akan naik jika dividend payout rendah karena investor lebih suka menerima dividen dari pada capital gains. Menurut mereka, investor memandang dividend yield lebih pasti dari pada capital gains yield. Kebanyakan pemilik saham lebih menyukai pembayaran dividen saat ini daripada menundanya untuk direalisir dalam bentuk capital gain nanti. Tarif pajak untuk capital gain memang sering lebih rendah daripada untuk dividen, namun para pemilik saham banyak yang lebih menyukai dividen saat ini, karena dengan pembayaran dividen sekarang maka penerimaan uang tersebut sudah pasti, sedangkan apabila ditunda ada kemungkinan bahwa apa yang diharapkan meleset. Menurut Modigliani dan Miller pendapat yang dikemukakan oleh Gordon dan Lintner merupakan suatu kesalahan, karena akhirnya investor akan kembali menginvestasikan dividen yang diterima pada perusahaan yang sama atau perusahaan yang memiliki resiko yang hampir sama. 3)
Tax Differential Theory Tax differential theory (teori preferensi pajak) menurut Litzenberger dan
Ramaswamy (dalam Andriyani, 2008) ada tiga alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa investor lebih menyukai pembagian dividen yang rendah daripada yang tinggi, yaitu:
17
a)
Keuntungan modal (capital gain) dikenakan tarif pajak lebih rendah daripada pendapatan dividen. Untuk itu, investor yang memiliki sebagian besar saham mungkin lebih suka perusahaan menahan dan menanam kembali laba ke dalam perusahaan. Pertumbuhan laba mungkin dianggap menghasilkan kenaikkan harga saham, dan keuntungan modal yang pajaknya rendah akan menggantikan dividen yang pajaknya tinggi.
b)
Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai sahamnya terjual, sehingga ada efek nilai waktu.
c)
Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal, sama sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang.
Karena adanya keuntungan-keuntungan tersebut, para investor mungkin lebih senang perusahaan menahan sebagian besar laba perusahaan. Jika demikian para investor akan mau membayar lebih tinggi untuk perusahan yang pembagian dividennya rendah daripada untuk perusahaan sejenis yang pembagian dividennya tinggi. Inti dari tax differential theory ini adalah teori ini menyatakan karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains maka para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. 4)
Residual Dividend Theory Residual dividend theory menyatakan bahwa dividen dibayarkan apabila masih
ada residual earnings setelah perusahaan memenuhi kebutuhan investasinya (Ross, Westerfield, dan Jordan, 2008: 604). Dengan kata lain, dividen yang dibayarkan
18
merupakan sisa (residual) setelah semua usulan investasi yang menguntungkan habis dibiayai. Menurut Bambang (2001:269) ada empat macam kebijakan dividen yang dilakukan oleh perusahaan antara lain sebagai berikut: a)
Kebijakan dividen yang stabil Kebijakan dividen stabil artinya jumlah dividen per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi.
b)
Kebijakan dividen dengan penetapan jumlah dividen minimal plus jumlah ekstra tertentu Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar saham setiap tahunnya. Dalam keadaan keuangan yang lebih baik perusahaan akan membayarkan dividen ekstra di atas jumlah minimal tersebut. Namun, apabila keadaan keuangan memburuk, maka yang dibayarkan hanya dividen dengan jumlah yang minimal saja.
c)
Kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang konstan Kebijakan ini menetapkan dividend payout ratio yang konstan misalnya 50%. Ini berarti bahwa jumlah dividen per lembar saham yang dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan perkembangan keuntungan neto yang diperoleh setiap tahunnya.
19
d)
Kebijakan dividen yang fleksibel Kebijakan ini menetapkan pembayaran dividen yang besarnya setiap tahun disesuaikan dengan posisi finansial dan kebijakan finansial dari perusahaan yang bersangkutan.
2.1.7 Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham perusahaan oleh pihak manager atau dengan kata lain manager juga sekaligus sebagai pemegang saham (Imanta, 2011). Struktur kepemilikan manajerial dapat dijelaskan melalui dua sudut pandang, yaitu pendekatan keagenan dan pendekatan ketidakseimbangan. Pendekatan keagenan menganggap struktur kepemilikan manajerial sebagai suatu instrumen atau alat yang digunakan untuk mengurangi konflik keagenan diantara beberapa klaim terhadap sebuah perusahaan. Pendekatan ketidakseimbangan informasi memandang mekanisme struktur kepemilikan manajerial sebagai suatu cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi antara insider dengan outsider melalui pengungkapan informasi di dalam perusahaan. Meningkatkan kepemilikan manajerial digunakan sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah yang ada di perusahaan. Dengan meningkatnya kepemilikan manajerial maka manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya sehingga dalam hal ini akan berdampak baik kepada perusahaan serta memenuhi keinginan dari para pemegang saham. Semakin besar kepemilikan manajerial dalam perusahaan maka manajemen akan lebih giat untuk meningkatkan kinerjanya karena manajemen
20
mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi keinginan dari pemegang saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Manajemen akan lebih berhati-hati dalam mengambil suatu keputusan, karena manajemen akan ikut merasakan manfaat secara langsung dari keputusan yang diambil. Selain itu manajemen juga ikut menanggung kerugian apabila keputusan yang diambil oleh mereka salah. Penelitian ini memproksikan kepemilikan manajerial
dengan managerial
ownership (MOWN), yang ditunjukkan dengan persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh pihak manajemen (direktur dan komisaris) atas keseluruhan saham yang beredar.
2.1.8 Leverage Menurut Harahap (2013) leverage adalah rasio yang menggambarkan hubungan antara uutang terhadap modal, rasio ini dapat melihat seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh utang atau pihak luar kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal. Apabila dana internal tidak mencukupi, maka perusahaan dituntut untuk melakukan pendanaan ekternal yang biasanya lebih mengutamakan pendanaan utang daripada saham. Sehingga leverage perusahaan digunakan untuk pembayaran dividen agar dapat menjaga performa dan sinyal perusahaan bagi investor. Sementara menurut Brigham dan Ehrhardt (dalam Suherli & Harahap, 2004) semakin besar leverage perusahan maka cenderung untuk membayar dividennya lebih rendah dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan pada pendanaan secara eksternal. Sehingga semakin besar proporsi utang yang digunakan untuk struktur
21
modal suatu perusahaan, maka akan semakin besar pula jumlah kewajibannya yang akan mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibagikan. Jenis rasio utang (leverage ratio) dalam penelitian ini adalah debt to equity ratio (DER). Debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya.
2.1.9 Teori Kebijakan utang 1)
Balancing Theory Model struktur modal dalam lingkup balancing theory (Myers,1984) disebut
sebagai teori keseimbangan yaitu menyeimbangkan komposisi utang dan modal sendiri. Teori ini pada intinya yaitu menyeimbangkan antara manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan utang. Sejauh manfaat masih besar, utang akan ditambah. Tetapi bila pengorbanan karena menggunakan utang sudah lebih besar maka utang tidak lagi ditambah. Penggunaan utang yang semakin besar akan meningkatkan keuntungan dari penggunaan utang tersebut, namun semakin besar pula biaya kebangkrutan dan biaya keagenan. Dengan memasukkan pertimbangan biaya kebangkrutan dan biaya keagenan ke dalam model MM dengan pajak, disimpulkan bahwa penggunaan utang akan meningkatkan nilai perusahaan tapi hanya sampai titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan utang justru akan menurunkan nilai perusahaan.
22
2.1.10 Pengertian Investasi Di bidang perekonomian, kata investasi sudah lazim dipergunakan dan sering diartikan sebagai penanaman uang dengan harapan mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang (Mudjiyono: 2012). Sedangkan menurut Sunariyah (2006:4) investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang. Dari berbagai definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa Investasi adalah penanaman dana yang dilakukuan oleh suatu perusahaan kedalam suatu aset dengan harapan memeperoleh keuntungan dimasa yang akan datang. Keputusan investasi yang dilakukan perusahaan sangat penting bagi kelangsungan hidup perusahaan yang bersangkutan. Hal ini karena keputusan investasi menyangkut dana yang digunakaan untuk investasi, jenis invetasi yang dilakukan pengembalian investasi dan resiko investasi yang akan timbul.
2.1.11 Tujuan Investasi Secara umum tujuan melakukan investasi adalah: 1)
Memperoleh penghasilan Tujuan utama melakukan kegiatan investasi adalah untuk memperoleh penghasilan atau return dimasa yang akan datang baik dari jangka panjang yaitu sektor riil maupun jangka pendek dari sektor finansial.
23
2)
Mengurangi atau menekan inflasi Selain untuk memperoleh penghasilan, kegiatan investasi ini dapat menekan inflasi, karena dengan adanya kegiatan investasi uang yang beredar akan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang produktif sehingga menekan kegiatan konsumtif.
3)
Melindungi nilai terhadap kekayaan Kegiatan investasi dapat melindungi tethadap nilai kekayaan, sebab kekayaan yang tidak diproduktifkan suatu saat akan berkurang nilainya meski tidak digunakan. Maka dengan adanya kegiatan investasi ini dapat memproduktifkan kekayaan.
4)
Mendorong adanya penghematan pajak. Ini karena pajak pertambahan nilai yang biasa dibayar jika mengkonsumsi sesuatu akan berkurang. Tentu ini akan membuat lebih hemat untuk membayar pajak.
2.1.12 Investment Opportunity Set (IOS) Investment opportunity set muncul setelah dikemukakan oleh Myers (1977) yang menyatakan bahwa perusahaan adalah kombinasi antara nilai aktiva riil (asset in place) dengan pilihan investasi di masa yang akan datang. Set kesempatan investasi menunjukkan investasi perusahaan atau opsi pertumbuhan yang tergantung pada pengeluaran-pengeluaran modal (discretionary expenditure) yang diputuskan oleh manajer (Myers, 1977). Set kesempatan investasi memberikan petunjuk yang lengkap
24
tentang tujuan perusahaan yang ditunjukkan dengan nilai perusahaan, tergantung pada pengeluaran perusahaan di masa yang akan datang. Pilihan investasi merupakan suatu kesempatan untuk berkembang, namun seringkali perusahaan tidak selalu dapat melaksanakan semua kesempatan investasi di masa mendatang. Bagi perusahaan yang tidak dapat menggunakan kesempatan investasi tersebut akan mengalami pengeluaran yang lebih tinggi dibanding dengan nilai kesempatan yang hilang. Gaver dan Gaver (1993) dalam Silaban (2013) mengemukakan bahwa opsi investasi masa depan tidak semata-mata hanya ditunjukkan dengan adanya proyek-proyek yang didukung oleh kegiatan riset dan pengembangan saja, tetapi juga dengan kemampuan perusahaan yang lebih dalam mengeksploitasi
kesempatan
mengambil
keuntungan
dibandingkan
dengan
perusahaan lain yang setara dalam suatu kelompok industrinya. Kemampuan perusahaan yang lebih tinggi ini bersifat tidak dapat diobservasi (unobservable). Berdasarkan pengertian tersebut, para peneliti telah mengembangkan proksi pertumbuhan perusahaan menjadi IOS sesuai dengan tujuan dan jenis data yang tersedia dalam penelitiannya. Menurut Kallapur dan Trombley (2001) dalam Wibowo (2013) terdapat tiga jenis proksi IOS yang digunakan yaitu : 1)
Proksi IOS berbasis harga Proksi IOS yang berbasis pada harga merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam nilai pasar saham. Ide dari proksi ini berdasar pada prospek pertumbuhan perusahaan 25
secara parsial yang dinyatakan dengan harga saham dan perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif untuk aktiva – aktiva yang dimiliki (assets in place) dibandingkan degan perusahaan yang tidak bertumbuh. 2)
Proksi IOS berbasis pada investasi Proksi IOS berbasis ini menunjukan tingkat aktivitas investasi tinggi secara positif berhubungan dengan IOS perusahaan. Perusahaan dengan IOS tinggi memilki tingkat investasi yang tinggi pula.
3)
Proksi IOS berbasis pada varian Proksi ini mengungkapkan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh, seperti variabilitas return yang mendasari pengingkatan aktiva. Jenis proksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Capital Expenditure to
Book Value Asset (CAPBVA).
2.1.13 Profitabilitas Martono dan Harjito (2005:18) menyatakan profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dari modal yang digunakan untuk menghasilkan laba. Profitabilitas perusahaan adalah salah satu cara untuk menilai dengan tepat sejauh mana tingkat pengembalian yang akan didapat dari aktivitas investasi, pendanaan dan berbagai aktivitas lain perusahaan tersebut. Investor memiliki harapan akan sejumlah pengembalian atas investasinya selama ini.
26
Pengembalian ini tentunya tergambar jelas pada performa perusahaan. Jika dari tahun ke tahun perusahaan memiliki keuntungan yang signifikan, tentunya investor memiliki optimisme tentang pengembalian yang akan didapatnya. Peningkatan keuntungan perusahaan yang tercermin pada return on equity akan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam membayar dividen. tercermin pada return on equity akan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam membayar dividen. Return on equity adalah suatu pengukuran dari penghasilan atau income yang tersedia bagi pemilik perusahaan atas modal yang mereka investasikan di dalam perusahaan.
2.2
Rumusan Hipotesis Bagian ini menguraikan hipotesis penelitian: pengaruh kepemilikan manajerial
pada kebijakan dividen, pengaruh leverage pada kebijakan dividen, pengaruh investment opportunity set pada kebijakan dividen, dan pengaruh profitabilitas pada kebijakan dividen
2.2.1 Pengaruh kepemilikan manajerial pada kebijakan dividen Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan yang diukur dengan presentase jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen Sujono dan Soebiantoro (2007). Kebijakan dividen pada perusahaan akan melibatkan pihakpihak yang berkepentingan dan saling bertentangan, yaitu manajer yang mengharapkan laba ditahan sebagai dana internal perusahaan dan pemegang saham yang mengharapkan pembagian laba dalam bentuk dividen. Berdasarkan agency
27
theory, konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Jensen & Meckling (1976) berpendapat bahwa pemilik akan dapat meyakinkan dirinya bahwa agen akan membuat keputusan yang optimal bila diberikan insentif yang memadai. Salah satu caranya adalah dengan memberikan kepemilikan kepada manajemen. Kehadiran kepemilikan saham oleh manajerial (insider ownership) dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yang berpotensi timbul, karena dengan memiliki saham perusahaan diharapkan manajer merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Proses ini dinamakan dengan bonding mechanism, yaitu proses untuk menyamakan kepentingan manajemen melalui program mengikat manajemen dalam modal perusahaan. Kepemilikan manajerial yang tinggi mempengaruhi pengalokasian laba bersih yang diperoleh perusahaan, manajer akan melakukan tindakan yang terbaik bagi perusahaan dengan menahan laba bersih untuk menunjang pertumbuhan perusahaan. Berdasarkan
penjelasan diatas menyatakan bahwa kepemilikan manajerial
memiliki pengaruh terhadap kebijakan dividen. Sejalan dengan hal tersebut penelitian yang dilakukan oleh Nurfauziah (2007), Gunadi (2008), Pujiastuti (2008) dan Andri (2012) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah: H1
: Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif pada kebijakan dividen.
28
2.2.2 Pengaruh leverage pada kebijakan dividen Menurut Jensen dan Meckling (1976) cara lain dalam mengurangi permasalahan agensi adalah dengan meningkatkan utang. Pengurangan konflik masalah keagenan ini terjadi karena kebijakan utang dapat membuat pemegang saham yakin bahwa manajer membiayai kegiatan usahaanya tidak dengan menggunakan
kekayaan
yang
dimilikinya.
Sementara
itu
manajer
dapat
meningkatkan kinerja perusahaan tanpa kendala keterbatasan pembiayaan. Dengan demikian tujuan keduanya tercapai tanpa terjadi konflik kepentingan. Namun, jika terlalu besar nilainya, utang yang sama juga bisa membuat kondisi keuangan perusahaan menjadi tidak sehat. Hal ini sesuai dengan balancing theory yang dikemukakan oleh Myers (1984), penggunaan utang yang semakin besar akan meningkatkan keuntungan dari penggunaan utang tersebut. Stuktur permodalan yang lebih tinggi dimiliki oleh utang menyebabkan pihak manajemen akan memprioritaskan pelunasan kewajiban terlebih dahulu sebelum membagikan dividen kepada pemegang saham. Perusahaan yang memiliki rasio utang lebih besar akan membagikan dividen lebih rendah karena laba yang diperoleh digunakan untuk melunasi kewajiban perusahaan (Pasadena, 2013). Untuk mengukur seberapa jauh sebuah perusahaan menggunakan pendanaan dari utang maka alat ukur yang umum digunakan adalah rasio leverage. Berdasarkan penjelasan diatas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Al-Kuwari (2009), Abor dan Bokpin (2010), Devi (2014) serta Jannati (2014) yang menyatakan bahwa leverage mempunyai pengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Semakin tinggi leverage, semakin besar 29
dana yang harus disediakan untuk melunasi utang sehingga akan mengurangi jumlah dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah: H2
: Leverage berpengaruh negatif pada kebijakan dividen.
2.2.3 Pengaruh investment opportunity set pada kebijakan dividen Investment opportunity set (IOS) merupakan nilai sekarang dari pilihan-pilihan perusahaan untuk membuat investasi dimasa yang akan datang. Perusahaan yang memiliki kesempatan investasi yang tinggi cenderung akan memberikan dividen yang rendah karena pihak manajemen beranggapan bahwa dana tersebut lebih baik diinvestasikan kedalam laba ditahan demi kelangsungan hidup perusahaan (agency theory). Menurut Kallapur dan Trombley (2001) pertumbuhan merupakan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan size, sementara set kesempatan investasi merupakan opsi untuk berinvestasi dalam proyek yang memiliki net present value yang positif. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah lebih cenderung untuk membayar dividen lebih besar, agar dapat mengalihkan sumber dana perusahaan agar tidak ditanamkan dalam proyek dengan net present value yang negatif (Jensen, 1986). Hal ini sesuai dengan teori residual dividend policy yang menyatakan bahwa perusahaan akan membagikan dividennya hanya jika sudah tidak ada lagi peluang investasi dengan NPV positif yang tersedia. Menurut Keown dkk (2010:214) menyatakan bahwa ketika peluang investasi perusahaan naik, rasio pembayaran dividen harus turun. Hal ini searah dengan penelitian yang dilakukan
30
oleh Hussain dan Usman (2013) serta Natalia (2013) yang menyatakan bahwa, set kesempatan investasi berpengaruh negatif pada kebijakan dividen. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah: H3
: Investment opportunity set berpengaruh negatif pada kebijakan dividen.
2.2.4 Pengaruh profitabilitas pada kebijakan dividen Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Prinsipal menginginkan pengembalian yang sebesar-besarnya dan secepatnya atas investasi yang salah satunya dicerminkan dengan kenaikan porsi dividen dari tiap saham yang dimiliki. Prinsipal menilai prestasi agen berdasarkan kemampuannya memperbesar laba untuk dialokasikan pada pembagian dividen. Return on equity atau profitabilitas adalah suatu pengukuran dari penghasilan atau income yang tersedia bagi pemilik perusahaan atas modal yang mereka investasikan di dalam perusahaan. Return on equity menunjukkan sejauh mana perusahaan dapat mengelola modal sendiri (ekuitas) secara efektif dan mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemegang saham perusahaan. Semakin besar return on equity yang dimiliki suatu perusahaan maka akan semakin besar pula dividen yang dibayarkan. Hal ini searah dengan penelitian yang dilakukan oleh Maharani (2013), Nursalam (2013) dan Estiaji (2014) menyatakan bahwa profitabilitas perusahaan yang diukur melalui return on equity berpengaruh positif pada kebijakan dividen. H4
: Profitabilitas berpengaruh positif pada kebijakan dividen.
31