Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
BAB I PENDAHULUAN
I.1.
KONDISI UMUM Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, perencanaan pembangunan nasional disusun secara periodik meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) untuk jangka waktu 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga untuk jangka waktu 5 tahun, serta Rencana Pembangunan Tahunan yang
selanjutnya
disebut
Rencana
Kerja
Pemerintah
(RKP)
dan
Rencana
Kerja
Kementerian/Lembaga (Renja K/L). Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Selanjutnya RPJPN ini dibagi menjadi empat tahapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), salah satunya adalah RPJMN 2015-2019 yang merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan RPJPN 2005-2025. Sebagai kelanjutan RPJMN tahap kedua, RPJMN tahap ketiga ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian yang berlandaskan keunggulan sumber daya alam, sumber daya manusia (SDM) berkualitas serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus meningkat. Sebagaimana amanat tersebut dan dalam rangka mendukung pencapaian programprogram prioritas pemerintah, BPOM sesuai kewenangan, tugas pokok dan fungsinya menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan BPOM untuk periode 2015-2019. Penyusunan Renstra BPOM ini berpedoman pada RPJMN periode 2015-2019. Proses penyusunan Renstra BPOM tahun 20152019 dilakukan sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hasil evaluasi pencapaian kinerja tahun 2010-2014, serta melibatkan pemangku kepentingan yang menjadi mitra BPOM. Selanjutnya Renstra BPOM periode 2015-2019 diharapkan dapat meningkatkan kinerja BPOM dibandingkan dengan pencapaian dari periode sebelumnya sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
1
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
Adapun kondisi umum Direktorat pada saat ini berdasarkan peran, tupoksi dan pencapaian kinerja adalah sebagai berikut: A.
Peran Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT merupakan unit kerja
yang berada di bawah Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA. Tugas, fungsi dan kewenangan Direktorat diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah non Departemen yang telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001. Sesuai amanat ini, Direktorat mempunyai tugas: penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan dan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengawasan produksi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas, Direktorat menyelenggarakan fungsi sebagai berikut : 1. Penyusunan rencana dan program pengawasan produksi produk terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT); 2. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pengawasan produksi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga; 3. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan teknis dan pembinaan di bidang inspeksi dan sertifikasi produksi produk terapetik dan PKRT; 4. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan teknis dan pembinaan di bidang harga obat; 5. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan teknis dan pembinaan di bidang pengawasan bahan baku obat dan analisis penerapan cara pembuatan obat yang baik; 6. Evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengawasan produksi produk terapetik dan PKRT; Tugas dan fungsi tersebut Direktorat merupakan penjabaran tugas dan fungsi pada BPOM sebagai lembaga pemerintah yang merupakan garda depan dalam hal perlindungan terhadap konsumen. Di sisi lain, tupoksi BPOM ini juga sangat penting dan strategis dalam kerangka mendorong tercapainya Agenda Prioritas Pembangunan (Nawa Cita) yang telah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, khususnya pada butir 5 : Meningkatkan kualitas RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
2
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
hidup manusia Indonesia, khususnya di sektor kesehatan; pada butir 2: Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif demokratis dan terpercaya; pada butir 3 : Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan; pada butir 6 : Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; serta pada butir 7 : Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Oleh karena itu, BPOM sebagai lembaga pengawasan Obat dan Makanan sangat penting untuk diperkuat, baik dari sisi kelembagaan maupun kualitas sumber daya manusia, serta sarana pendukung lainnya seperti laboratorium, sistem teknologi dan informasinya, dan lain sebagainya, untuk mendukung tugas-tugasnya tersebut. Direktorat harus menjalankan tugas secara lebih proaktif, tidak reaktif, yang hanya bergerak ketika sudah ada kasus-kasus yang dilaporkan dengan mengawasi Industri Farmasi sebanyak 207 yang tersebar di 9 (sembilan) provinsi yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten. Dari hasil produksi industri farmasi sekitar 12.915 item obat beredar (berdasarkan hasil pemutakhiran profil obat beredar tahun 2014) harus diawasi terhadap mutu obat yang beredar serta kemampuan pengujian dari 33 BBPOM harus secara intensif dilakukan peningkatan.
B.
Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) merupakan organisasi yang
dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 166 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden RI No.16 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen yang menetapkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang bertanggung jawab kepada Presiden. Melalui Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK. 00.05.21.4231 tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan POM Nomor 02001/SK/KBPOM tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan POM, struktur Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
3
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
(PKRT) berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA . Struktur Organisasi Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT adalah sebagai berikut :
Direktur Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT
Subdit Inspeksi dan Sertifikasi Produksi Produk Terapetik dan PKRT
Subdit Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis CPOB
Subdit Harga Obat dan Farmakoekonomi
. Seksi Inspeksi Sarana Produksi Produk Terapetik dan PKRT
Seksi Sertifikasi Sarana Produk Terapetik dan PKRT
Seksi Pengawasan Bahan Baku Obat
Seksi Analisis Penerapan CPOB
Seksi Pemantauan dan Analisis Harga Obat
Seksi Farmakoekonomi
Seksi Tata Operasional
Kelompok Jabatan Fungsional
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
4
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
SUMBER DAYA MANUSIA Untuk mendukung tugas-tugas Direktorat sesuai dengan tugas dan fungsinya diperlukan sejumlah SDM yang memiliki keahlian dan kompetensi yang baik. Jumlah SDM yang dimiliki Direktorat sampai tahun 2014 adalah sejumlah 43 orang, yang tersebar di pada 3 (tiga Sub Direktorat). Latar belekang pendidikan pegawai antara lain Apoteker, S2 non Apoteker, S1 Non Farmasi, D3 Farmasi, D3 Komputer, D3 Akuntansi dan Sekolah Menengah Umum. Pada tahun 2014, Direktorat belum didukung dengan SDM yang memadai masih terdapat kekurangan SDM sebanyak 32 orang yang dihitung berdasarkan analisa beban kerja dan target yang telah ditetapkan. Profil kebutuhan pegawai berdasarkan analisa beban kerja sebagai berikut :
Dengan asumsi tahun 2016 – 2019 tidak ada menambahan pegawai
Adanya kebijakan Pemerintah untuk melakukan moratorium pegawai selama 5 (lima) tahun mulai tahun 2015 – 2019, maka akan mengakibatkan terjadinya kesejangan pegawai di Direktorat. Dengan beban kerja yang semakin tinggi secara signifikan membutuhkan pegawai yang cukup untuk menunjang pelaksaaan pengawasan pada Industri Farmasi dan terhadap mutu obat beredar. Tahun 2014 jumlah pegawai Direktorat sebanyak 43 pegawai terdiri dari 11 Pejabat Struktural, 2 Pejabat Fungsional Farmasi dan Makanan, 31 Pejabat Fungsional Umum untuk membantu pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat mempunyai tenaga honorer yang berpendidikan Apoteker, S1 komputer, D3 Akuntansi dan SMU.
Profil pegawai dapat
dijelaskan pada gambar 1.2 di bawah ini : Gambar
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
5
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
Sebaran pegawai
Komposisi pegawai per pendidikan
Untuk peningkatan kuantitas maupun kualitas SDM Direktorat bagi para pegawai sampai dengan tahun 2014 terdapat pegawai yang mendapatkan persetujuan tugas belajar dan izin belajar serta berpartisipasi pada pelatihan-pelatihan di dalam dan luar negeri. Hal ini diperlukan untuk menghadapi perubahan lingkungan strategis yang semakin dinamis, khususnya perubahan lingkungan strategis eksternal, maka perlu dilakukan, agar dapat mengantisipasi perubahan lingkungan strategis tersebut sehingga bisa mewujudkan tujuan organisasi dalam lima tahun kedepan. Pada penerimaan pegawai tahun 2014 Direktorat mendapatkan 11 CPNS yang berpendidikan Apoteker. Dengan penambahan pegawai sehingga pada tahun 2015 Direktorat mempunyai jumlah pegawai 54 orang yang terdiri dari 11 pria dan 43 wanita.
C.
Hasil Capaian Kinerja Direktorat periode 2010-2014 Sesuai dengan peran dan kewenangannya, BPOM mempunyai tugas mengawasi
peredaran Obat dan Makanan di wilayah Indonesia. Dalam rangka menjalankan tugas tersebut maka terdapat beberapa tujuan yang akan dicapai dalam Renstra 2010-2014 BPOM, yaitu: 1) Mewujudkan standar, Peraturan, dan regulasi; 2) Meningkatnya mutu sarana produksi produk terapetik dan PKRT sesuai dengan Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) Terkini; 3) Evaluasi produk sebelum diizinkan beredar; 4) Post Marketing Surveilance termasuk sampling dan RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
6
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
pengujian laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, monitoring efek samping produk di masyarakat, penyidikan dan penegakan hukum; 5) Pre-audit dan pasca-audit iklan dan promosi produk; 6) Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan Obat dan Makanan; 7) Komunikasi, informasi dan edukasi publik termasuk peringatan publik. Kewenangan Direktorat dalam kerangka tugas Badan POM adalah Post Marketing Surveilance. Penjabaran teknis tugas tersebut berupa kegiatan sampling dan pengujian, yang di dalam penentuan prioritas samplingnya juga mencakup pemenuhan CPOB oleh industri farmasi. Pemenuhan Industri Farmasi terhadap CPOB dan Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik (CPBBAOB) dibuktikan dengan Sertifikat CPOB/CPBBAOB yang berlaku selama 5 (lima) tahun. Kewenangan Direktorat dalam kerangka tugas Badan POM adalah melakukan pemeriksaan sarana produksi produk terapetik untuk melihat pemenuhan sarana produksi terhadap ketentuan CPOB dan CPBBAOB. Untuk melihat pemenuhan terhadap ketentuan tersebut dilakukan inspeksi ke industri farmasi baik dalam kerangka pengawasan pre marketing maupun post marketing. Dengan demikian cakupan terdiri atas inspeksi dalam rangka permohonan izin industri farmasi dan sertifikasi; inspeksi dalam rangka resertifikasi; inspeksi verifikasi CAPA (follow up inspection); inspeksi dalam rangka perubahan fasilitas; serta inspeksi dalam rangka penanganan obat TMS dan Recall (audit GLP). Selain itu terdapat juga inspeksi dalam rangka kasus khusus ataupun audit komprehensif. Untuk mendukung strategi percepatan pencapaian MDGs melalui kemitraan sektor publik dan sektor swasta, Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi industri farmasi dalam negeri sehingga dapat menguasai pasar domestik dan mampu bersaing di pasar regional dan global salah satunya dengan berusaha memacu industri farmasi untuk terlibat dalam prakualifikasi (PQ) WHO. Hingga tahun 2014 lalu, prakualifikasi WHO merupakan salah satu program strategis yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri farmasi nasional. Anggaran yang menyokong program ini selain berasal dari APBN juga didanai oleh Global Fund. Berbagai hal telah dilakukan antara lain melakukan workshop dan seminar, asistensi regulatori terhadap industri farmasi yang memiliki fasilitas untuk memproduksi obat-obatan essensial (hormon, antiretroviral, tuberkolosis, dan malaria) baik dengan mendatangkan tenaga ahli dari luar negeri maupun dalam negeri utamanya terkait peningkatan pemenuhan CPOB dan penyusunan CAPA hasil visitasi. Meski jumlah industri yang potensial untuk melaksanakan prakualifikasi WHO dalam waktu dekat hanya sebanyak 6 industri, pada periode mendatang
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
7
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
tidak menutup kemungkinan akan bertambah jumlah industri yang memiliki kapasitas untuk prakualifikasi WHO.
Adapun pencapaian keberhasilan pelaksanaan tugas dan kewenangan Direktorat tersebut dapat dilihat sesuai dengan pencapaian indikator kinerja pada tabel 1.1 di bawah ini. Tabel 1.1 Perbandingan kinerja tahun 2010 s.d 2014
SASARAN Meningkat nya mutu sarana produksi produk terapetik dan PKRT sesuai dengan Good Manufacturing Practice (GMP) Terkini
INDIKATOR KINERJA 1
2*)
3**)
Persentase sarana produksi obat yang memiliki sertifikat GMP terkini (total jumlah sarana 202 unit) Persentase Industri Farmasi yang memenuhi persyaratan prakualifikasi WHO (dari 8 Industri Farmasi yang potensial) Jumlah pemeriksaan terhadap Industri Farmasi memiliki persetujuan fasilitas bersama yang menggunakan bahan obat berpotensi disalahgunakan
TARGET/ REALISASI/ CAPAIAN
2010
2011
2012
2013
2014
Target
50
60
70
80
85
Realisasi
47,78
60,09
67,82
78,22
83,66
Capaian
95,56
100,15
96,89
97,78
98,43
Target
-
-
25
50
75
Realisasi
-
-
0
50
75
Capaian
-
-
0
100
100
Target
-
-
-
4
-
Realisasi
-
-
-
5
Capaian
-
-
-
125%
TAHUN
Dari tabel diatas, apabila dibandingkan tahun 2010 dengan capaian pada tahun 2011 pencapaian indikator persentase sarana produksi obat yang memiliki sertifikat GMP terkini meningkat sedangkan dari tahun 2011 ke tahun 2012 terjadi penurunan. Capaian tahun 2013 meningkat dibanding tahun 2012 yaitu dari 96,89% menjadi 97,78% begitu juga dengan capaian tahun 2014 meningkat dibanding tahun 2013 yaitu dari 97,78% menjadi 98,43%. Pada tahun 2014 tercapai 169 industri farmasi yang memenuhi persyaratan CPOB terkini, hal ini belum sesuai dengan target yang diharapkan yaitu 172 industri farmasi (85% dari 202 industri farmasi).
Sedangkan jika dilihat mengenai persentase industri farmasi yang memenuhi persyaratan prakualifikasi WHO (dari 8 industri farmasi yang potensial), terjadi peningkatan pemenuhan. Hal ini disebabkan pada tahun 2012 kegiatan ini baru
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
8
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
dimulai dan kegiatan yang dilakukan terkait dengan pengenalan maksud dan tujuan pra kualifikasi WHO serta manfaat yang diperoleh jika mengikuti program tersebut. Kegiatan yang dilakukan meliputi workshop, asistensi regulatory bersama dengan Tim Ahli CPOB dengan melakukan site visit fasilitas. Dari kegiatan yang telah dilakukan, beberapa industri farmasi mendapatkan manfaat dan timbul keinginan untuk mengikuti kegiatan prakualifikasi WHO. Kegiatan berkelanjutan yang dilakukan dari tahun 2012 - 2014 memberikan dampak positif terhadap kesadaran peningkatan daya saing industri farmasi salah satunya dengan mengikuti program prakualifikasi WHO, sehingga di tahun 2013 beberapa industri farmasi telah menyatakan kesediaan untuk mengikuti prakualifikasi WHO ini terutama industri farmasi yang memproduksi obat hormon dan obat tuberculosis. Pada tahun 2014, terdapat 6 (enam) industri farmasi yang berpotensi untuk mengikuti program prakualifikasi WHO sesuai dengan yang ditargetkan.
I.2.
POTENSI DAN PERMASALAHAN Sejalan dengan dinamika lingkungan strategis, baik nasional maupun global,
permasalahan dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia semakin kompleks. Arus besar globalisasi membawa keleluasaan informasi, fleksibilitas distribusi barang dan jasa yang berdampak pada munculnya isu-isu yang berdimensi lintas bidang.
Hal ini menuntut
peningkatan peran Direktorat dalam mengawasi peredaran produk obat. Secara garis besar, lingkungan strategis yang bersifat eksternal yang dihadapi oleh Direktorat terdiri atas 2 (dua) isu mendasar, yaitu kemajuan teknologi dan kesehatan dan globalisasi. Isu kesehatan yang akan diulas disini adalah Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sedangkan terkait globalisasi, akan diulas tentang perdagangan bebas, komitmen internasional, post MDGs 2015, perubahan iklim, MEA dan demografi. Isu-isu tersebut saling terkait satu dengan yang lain. Adapun lingkungan strategis yang mempengaruhi peran Direktorat baik internal maupun eskternal adalah sebagai berikut :
1.2.1. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan wujud dan sekaligus metode penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh dukungan sistem nilai dan budaya masyarakat yang secara bersama terhimpun dalam berbagai sistem RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
9
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
kemasyarakatan. SKN merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang dipergunakan sebagai acuan utama dalam mengembangkan perilaku dan lingkungan sehat serta menuntut peran aktif masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan tersebut. Upaya pelayanan kesehatan masyarakat diselenggarakan oleh semua pihak (pemerintah, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat) melalui peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan pemulihan kesehatan. Bentuk pelayanan kesehatan tersebut berupa layanan Rumah Sakit, Puskesmas dan kegiatan peran serta masyarakat melalui Posyandu. Semakin banyak pelayanan kesehatan yang disediakan, maka akan semakin mempengaruhi kebutuhan pelayanan pendukung kepada kesehatan masyarakat tersebut, yang antara lain tentunya adalah kebutuhan akan obat semakin meningkat. Penjaminan mutu obat merupakan bagian yang tidak terpisahkan juga dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Hal ini merupakan tantangan ke depan yang akan dihadapi oleh Direktorat dalam pengawasan mutu terhadap obat beredar khususnya obat dalam SJSN Penjaminan mutu obat tidak terlepas dari kualitas obat tersebut, aspek yang tidak dapat lepas dari kualitas adalah penjaminan mutu dari awal , tingkat kematangan Industri Farmasi dalam penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik menjadi salah satu faktor penentu kualitas obat. Di samping itu juga munculnya bibit penyakit baru atau bibit penyakit yang dulu pernah ada dan sudah langka kasusnya sekarang, namun kini berjangkit kembali. Penyakit ini, baik menular maupun yang tidak menular sebagai akibat dari adanya perubahan iklim secara global, fluktuasi ekonomi, model perdagangan bebas dan kemajuan teknologi maupun transisi dari demografi, juga turut mengubah pola dan gaya hidup dari masyarakat Indonesia dalam mengkonsumsi obat.
1.2.2. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang minimal layak menuju terwujudnya kesejahteraan sosial yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem ini merupakan program negara dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pendekatan sistem. Sistem ini diharapkan dapat menanggulangi risiko ekonomi karena sakit, PHK, pensiun usia lanjut dan risiko lainnya dan merupakan cara (means), sekaligus tujuan (ends) dalam mewujudkan kesejahteraan. Untuk itu, dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional juga diberlakukan penjaminan mutu obat yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan juga dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
10
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
Dalam SJSN, terdapat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan bentuk komitmen pemerintah terhadap pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat Indonesia seluruhnya. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan UndangUndang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 juga menetapkan, Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai 1 Januari 2014. Secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI); Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan Kesehatan Nasional). Implementasi JKN dapat membawa dampak secara langsung dan tidak langsung terhadap pengawasan obat. Dampak langsung adalah meningkatnya jumlah permohonan pendaftaran produk obat, baik dari dalam maupun luar negeri karena perusahaan/industri obat akan berusaha menjadi supplier obat untuk program pemerintah tersebut. Selain peningkatan jumlah obat yang akan diregistrasi, jenis obat pun akan sangat bervariasi. Hal ini, disebabkan adanya peningkatan demand terhadap obat sebagai salah satu produk yang dibutuhkan. Sementara dampak tidak langsungnya diasumsikan adalah terjadinya peningkatan konsumsi obat, baik jumlah maupun jenisnya. Dampak lain adalah banyak industri farmasi yang akan melakukan pengembangan fasilitas dan peningkatan kapasitas produksi dengan perluasan sarana yang dimiliki. Dengan peningkatan kapasitas dan fasilitas tersebut maka akan terjadi peningkatan permohonan sertifikasi CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Dalam hal ini peran Badan POM akan semakin besar, salah satunya adalah pengawasan pre-market melalui sertifikasi CPOB dan post-market melalui intensifikasi pengawasan obat pasca beredar oleh Direktorat melalui kegiatan sampling dan pengujian di unit teknis daerah. Pelaksanaan sampling harus efisien serta berdasarkan kajian risiko yang tetap mempertimbangkan justifikasi profesional dalam rangka menjamin mutu, keamanan, dan khasiat obat yang beredar. Metodologi penetapan prioritas sampling dilakukan dengan pendekatan kajian risiko yang telah dikelompokkan kategori tingkat kekritisannya sehingga diperoleh targeted sample. RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
11
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
Menurut UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN menyatakan bahwa obat yang dijamin dalam BPJS ditetapkan oleh pemerintah. Hasil dari penetapan obat tersebut adalah formularium nasional (Fornas). Fornas adalah daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai acuan dalam pelaksanaan jaminan kesehatan nasional. Sementara untuk pengadaan obat-obatan yang ada di dalam Fornas adalah melalui e-catalog dimana seluruh kabupaten/kota melakukan pengadaan obat melalui sistem ecatalog. Fornas dan e-catalog adalah kata kunci dalam pengadaan obat di era JKN. Oleh karena itu, dalam rangka melindungi masyarakat dari penggunaan obat-obatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan khasiat, Badan POM melakukan pengawasan obat baik secara pre market dan post market. Pengawasan post market antara lain melalui kegiatan sampling dan pengujian yang bertujuan untuk mengawasi mutu obat di peredaran dengan prioritas obat yang digunakan dalam program pemerintah. Hal tersebut tertuang dalam pedoman prioritas sampling, dimana obat-obat yang terdapat dalam program pemerintah termasuk dalam targeted sample Badan POM mengingat jumlahnya yang besar dan sebaran distribusinya yang luas, sehingga meningkatkan faktor risiko dalam pengawasan pemastian mutunya.
1.2.3 Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional Globalisasi merupakan suatu perubahan interaksi manusia secara luas, yang mencakup ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi dan lingkungan. Proses ini dipicu dan dipercepat dengan berkembangnya teknologi, informasi dan transportasi yang sangat cepat dan masif akhir-akhir ini dan berkonsekuensi pada fungsi suatu negara dalam sistem pengelolaannya. Era globalisasi dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pembangunan kesehatan, khususnya dalam rangka mengurangi dampak yang merugikan, sehingga mengharuskan adanya suatu antisipasi dengan kebijakan yang responsif. Dampak dari pengaruh lingkungan eksternal khususnya globalisasi tersebut telah mengakibatkan Indonesia masuk dalam perjanjian-perjanjian internasional, khususnya ekonomi yang menghendaki adanya area perdagangan bebas (Free Trade Area). Ini dimulai dari perjanjian ASEAN-6 (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand), Free Trade Area, ASEAN-China Free Trade Area, ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP), ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AKFTA), ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA)dan ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA). Dalam hal ini, memungkinkan negara-negara tersebut membentuk suatu kawasan bebas RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
12
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
perdagangan yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional dan berpeluang besar menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional. Hal ini membuka peluang peningkatan nilai ekonomi sektor barang dan jasa serta memungkinkan sejumlah produk Obat dan Makanan Indonesia akan lebih mudah memasuki pasaran domestik negara-negara yang tergabung dalam perjanjian pasar regional tersebut. Dalam menghadapi FTA dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun 2015, diharapkan industri farmasi, obat tradisional, kosmetika, suplemen kesehatan dan makanan dalam negeri mampu untuk menjaga daya saing terhadap produk luar negeri. Untuk meningkatkan daya saing produk obat ASEAN pada era pasar bebas ASEAN (AFTA-ASEAN Free Trade Area) diperlukan harmonisasi standard dan persyaratan produk obat di kawasan ASEAN. Kegiatan harmonisasi ASEAN bidang obat dimulai tahun 1999 dalam sidang ASEAN Consultative Committee for Standard and Quality (ACCSQ) - Pharmaceutical Product Working Group (PPWG). Harmonisasi ASEAN di bidang obat mencakup 2 (dua) bagian yang saling terkait satu dengan lainnya, yaitu: •
Harmonisasi regulasi pre-market, yang merupakan harmonisasi untuk penyeragaman standar dan persyaratan dalam rangka registrasi
sebelum obat beredar termasuk
pemenuhan persyaratan GMP (Good Manufacturing Practice)/CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik); •
Harmonisasi pengawasan post-market, yang meliputi harmonisasi dalam hal pengawasan pemenuhan terhadap standar dan persyaratan yang telah ditetapkan pre-market, yaitu MRA GMP Inspection dan Post Market Alert System MRA on GMP Inspection ditandatangani pada tanggal 10 April 2009 pada saat
berlangsungnya 14th ASEAN Summit di Thailand, oleh Menteri Perdagangan dari 10 negara ASEAN. Implikasi dari MRA ini adalah kewajiban untuk saling menerima atau mengakui laporan inspeksi dan GMP Certificate untuk sarana pembuatan obat yang diterbitkan oleh National Drug Regulatory Authority (NDRA) dari masing-masing negara anggota dengan persyaratan GMP setara PIC/S (Pharmaceutical Inspection Cooperation Scheme). NDRA yang telah setara dengan PIC/s atau yang telah diakui sistem pengawasannya akan menjadi Listed Inspection Service, saat ini negara yang sudah menjadi anggota Listed Inspection Service adalah Singapura, Malaysia, Indonesia dan Thailand. Dalam kaitan dengan globalisasi dan perjanjian-perjanjian internasional khususnya di sektor ekonomi tersebut, harusnya yang menjadi dasar pijakan dan harus ditekankan dari awal adalah soal kedaulatan bangsa, negara dan rakyat kita dalam menghadapi persaingan dengan perusahaan-perusahaan trans-nasional dan negara-negara lain tersebut. Dan ini sangat sejalan RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
13
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
dengan 9 (sembilan) agenda prioritas pembangunan (Nawa Cita), khususnya pada butir 1: Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara (dengan memperkuat peran dalam kerjasama global dan regional), juga pada butir 6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, serta pada butir 7: Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Perdagangan bebas juga membawa dampak tidak hanya terkait isu-isu ekonomi saja, namun juga merambah pada isu-isu kesehatan. Terkait isu kesehatan, masalah yang akan muncul adalah menurunnya derajat kesehatan yang dipicu oleh perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat tanpa diimbangi dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan. Permasalahan ini akan semakin kompleks dengan sulitnya pemerintah dalam membuka akses kesehatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat, khususnya untuk masyarakat yang berada di pelosok desa dan perbatasan. Sebagai contoh, saat ini akses masyarakat untuk mendapatkan obat legal dari apotek masih terbatas sehingga menyebabkan harga obat menjadi lebih mahal. Secara nasional, jumlah apotek yang ada masih kurang, belum semua kecamatan terjangkau dengan layanan apotek. Perdagangan bebas membuat kepekaan “berbisnis” menjadi sangat tinggi. Kebutuhan obat yang tinggi dengan ketersediaan yang rendah ditambah lemahnya pengawasan dan penegakan hukum membuat masih ditemukan obat-obat yang tidak memenuhi ijin edar dan mengandung bahan baku yang berbahaya. Hal ini jelas akan sangat merugikan masyarakat. Berdasarkan data WHO (World Health Organization), praktik pemalsuan produk obat di dunia rata-rata mencapai 10%, dan mencapai 20-40% untuk negara berkembang termasuk Indonesia. Tentunya hal ini menjadi tantangan yang sangat serius bagi BPOM sebagai lembaga negara yang bertanggungjawab terkait dengan pengawasan atas produk Obat yang beredar di masyarakat. Pada tahun 2014 jumlah perusahaan farmasi di Indonesia mencapai 207 perusahaan, sebanyak 34 diantaranya merupakan perusahaan multinasional, 166 perusahaan nasional dan 7 perusahaan BUMN. Selama tahun 2014, terdapat 48 (empat puluh delapan) industri farmasi yang rutin melakukan kegiatan eksportasi obat jadi dan bahan baku ke 64 (enam puluh empat) Negara. Produksi domestik untuk bahan baku obat juga masih sangat kecil. Meskipun Indonesia mampu memproduksinya, sampai saat ini kebanyakan masih belum dapat bersaing dengan produk impor. Jumlah industri farmasi nasional cukup besar dengan kapasitas produksi sebesar
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
14
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
3% dari kapasitas total dunia. Namun, disisi lain, pasar farmasi Indonesia relatif kecil yaitu sekitar 0,2% dari total pasar dunia (Kardono, 2004). Dengan melihat besarnya potensi dan permasalahan yang dihadapi Indonesia, maka pemerintah harus selalu mendukung dan melindungi industri farmasi di Indonesia. Dengan adanya Free Trade Area (FTA), maka pemerintah harus mengembangkan kesiapan industri farmasi untuk dapat mendukung pemerataan, keterjangkauan dan ketersediaan obat yang bermutu, aman dan berkhasiat sehingga mampu bersaing dengan produk obat dari luar negeri. Dalam hal ini Direktorat membuat rencana strategis yaitu peningkatan peran serta pelaku usaha untuk menerapkan ketentuan yang berlaku mengingat saat ini masih banyak industri farmasi yang belum melakukan perbaikan yang berkesinambungan apabila tidak diinstruksikan oleh Badan POM. Selain itu masih banyak industri farmasi yang belum matang dalam hal pemenuhan terhadap ketentuan. Terkait dengan fungsi Badan POM sebagai institusi pengawasan, maka selain mengefektifkan inspeksi CPOB, Direktorat mengupayakan pengawasan dari sisi lain yaitu pengawasan oleh pelaku usaha dengan meningkatkan kemandirian atau tingkat kedewasaan industri farmasi. Nantinya diharapkan semua industri farmasi menjadikan pemenuhan CPOB sebagai kebutuhan dan merupakan bagian dari budaya perusahaan. Dengan demikian industri farmasi mampu bersaing dengan produsen dari luar negeri dengan secara konsisten memenuhi ketentuan CPOB.
1.2.4. Perubahan Iklim Perubahan iklim mengakibatkan munculnya bibit penyakit baru hasil mutasi gen dari beragam virus. Bibit penyakit baru tersebut diantaranya virus influenza yang variannya sekarang menjadi cukup banyak dan mudah tersebar dari satu negara ke negara lain. Menurut Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC-UI) tahun 2013 melaksanakan kajian dan pemetaan model kerentanan penyakit infeksi akibat perubahan iklim. Indonesia merupakan wilayah endemik untuk beberapa penyakit yang perkembangannya terkait dengan pertumbuhan vektor pada lingkungan, misalnya Demam Berdarah Dengue, Malaria dan Tuberkulosis. Terdapat tiga penyakit yang perlu mendapat perhatian khusus bagi Indonesia terkait perubahan iklim dan perkembangan vector yaitu Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Diare. Selain dari ketiga jenis penyakit tersebut, masih ada lagi penyakit yang banyak ditemukan akibat adanya perubahan iklim seperti, Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) dan penyakit batu ginjal.
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
15
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
Dengan adanya potensi permasalahan serta peluang dari proses perubahan iklim, diperlukan peranan dari BPOM khususnya Direktorat dalam mengawasi peredaran varian produk obat yang baru dari jenis penyakit tersebut, baik yang diproduksi di dalam negeri, maupun yang berasal dari luar negeri. Selain dari obat, varian obat baru. Kondisi ini menuntut kerja keras dari Direktorat dalam melakukan pengawasan terhadap perkembangan teknologi produksi dan peredaran obat tersebut.
1.2.5. Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat Kemajuan dari ekonomi Indonesia dapat dilihat dari indikator makro-ekonomi, yakni pendapatan perkapita sebesar USD 3000 tahun 2010 dan diproyeksikan pada tahun 2025 mencapai USD 14.250–15.500 (Bappenas; 2012) dan telah menjadi 10 (sepuluh) besar negara yang mendominasi kekuatan ekonomi dunia. Indikator ini menunjukan besarnya daya beli yang ada pada masyarakat Indonesia. Secara teori dan fakta, bahwa semakin tinggi pendapatan maka semakin besar kesadaran masyarakat dalam pola hidup sehat. Berdasarkan data konsumsi obat yang dilakukan masyarakat Indonesia pada sebagian besar penduduk masih banyak yang mengkonsumsi obat modern. Konsumsi obat modern pada tahun 2012 mencapai 91,40%, beberapa penyakit degeneratif, yakni penyakit yang dimiliki para kaum lanjut usia justru banyak menggunakan obat-obatan dalam jangka waktu yang relatif lebih lama. Untuk itu, dengan banyaknya konsumsi obat modern yang dilakukan masyarakat, maka Direktorat mempunyai peran penting untuk mengawasi mutu obat yang beredar.
1.2.6. Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia menurut sensus penduduk tahun 2010, dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir sebesar 32,5 juta jiwa (sebesar 1,49% pertahun). Dengan laju pertumbuhan sebesar itu, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 akan mencapai 450 juta jiwa. Dari gambar 1.2 di bawah ini,dapat dilihat bahwa jumlah populasi terbesar berada pada kelompok umur remaja 15-19 tahun, namun menunjukan tren penurunan. Sementara usia produktif antara 30-54 tahun justru menunjukan tren meningkat dari waktu ke waktu. Sedangkan usia 55-64 tahun dan usia di atas 65 tahun menunjukan tren yang meningkat tetapi dengan jumlah yang berbeda. Semakin meningkat usia harapan hidup, artinya tingkat kesehatan masyarakat juga semakin meningkat.
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
16
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
Gambar 1.2 Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 20092013
Sumber: BPS Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2009-2013
Indonesia sebagai negara ke-4 dengan populasi lanjut usia tertinggi, yakni 9,079 juta tahun 2010 dan akan naik pada tahun 2020 menjadi 29,047 juta (BPS Proyeksi Penduduk Indonesia tahun 2010). Maka perubahan pola beban penyakit untuk kaum lansia dengan beban yang lebih kronik dan membutuhkan layanan kesehatan pada jangka panjang yang lebih berkualitas. Secara umum, bahwa transisi demografi juga akan menimbulkan efek pada transisi kesehatan di masyarakat, sehingga terjadi peningkatan dalam penggunaan layanan kesehatan baik secara personal, korporat maupun masyarakat luas. Efek ini akan dapat mempengaruhi besarnya beban fasilitas kesehatan dan sistem jaminan kesehatan masyarakat Indonesia, dan sekaligus akan menambah beban kerja dari BPOM khususnya Direktorat sebagai pengawas di bidang obat. Konsumsi obat baik farmasi akan cukup besar pada kelompok usia produktif, karena pola hidup dan orientasi konsumsi juga akan mengarah pada kesehatan pada jangka panjang. Hal ini menjadi tambahan tugas bagi Direktorat untuk melakukan pengawasan terhadap berbagai jenis obat yang beredar dan semakin meningkat jumlahnya. Berdasarkan pada uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mekanisme pasar akan berlaku yaitu peningkatan permintaan menyebabkan penawaran juga semakin tinggi. Adanya potensi pasar membuat para produsen baik lokal maupun internasional memproduksi obat. Bertambahnya jumlah produsen ini tentunya menuntut semakin besarnya peran Direktorat dalam proses pengawasannya. Belum sepenuhnya Industri Farmasi melaksanakan pemenuhan persyaratan GMP (Good Manufacturing Practice) yang
menjadi tantangan
Direktorat dalam melakukan pengawasan. RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
17
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
1.2.7. Desentralisasi dan Otonomi Daerah Desentralisasi bidang kesehatan dan komitmen pemerintah belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan sehingga belum secara optimal memberikan perlindungan bagi masyarakat. Kerjasama lintas sektor dan dukungan peraturan perundangan merupakan tantangan yang sangat penting dalam mensinergikan kebijakan kesehatan khususnya dalam pengawasan obat. Untuk itu koordinasi seluruh pemangku kepentingan (Kemenkes, Dinkes, BKKBN) turut menjadi faktor penting dalam keberhasilan penjaminan mutu obat beredar. Dengan perubahan paradigma sistem penyelenggaraan pemerintah yang semula sentralisasi menjadi desentralisasi atau otonomi daerah, maka urusan kesehatan menjadi salah satu kewenangan yang diselenggarakan secara konkuren antara pusat dan daerah.
Hal ini
berdampak pada pengawasan obat yang bersifat sentralistik dan tidak mengenal batas wilayah (borderless) sehingga perlu adanya one line command (satu komando), apabila terdapat suatu produk obat yang tidak memenuhi syarat maka dapat segera ditindaklanjuti. Desentralisasi dapat menimbulkan beberapa permasalahan di bidang pengawasan obat diantaranya kurangnya dukungan dan kerjasama dari pemangku kepentingan di daerah sehingga tindaklanjut hasil pengawasan obat belum optimal. Untuk itu, agar tugas pokok dan fungsi Direktorat berjalan dengan baik, diperlukan komitmen yang tinggi, dukungan dan kerjasama yang baik dari para pelaku untuk menghasilkan tata penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang baik (sound governance). Pembangunan kesehatan harus diselenggarakan dengan menggalang kemitraan yang dinamis dan harmonis antara pemerintah pusat dan daerah, antara pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta dengan mendayagunakan potensi yang dimiliki masing-masing.
1.2.8.Perkembangan Teknologi Pasar sediaan farmasi masih didominasi oleh produksi domestik, namun penyediaan bahan baku obat yang diperoleh dari impor mencapai 96% dari kebutuhan. Dengan kemajuan teknologi dan besarnya kebutuhan produk obat, Direktorat dapat mendorong industri farmasi untuk mengoptimalkan penggunaan bahan baku obat dalam negeri. Selain teknologi produksi juga didukung dengan teknologi transportasi. Perkembangan industri transportasi baik darat, laut, dan udara maupun jasa pengiriman barang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Sehingga distribusi obat secara masal dapat dilakukan lebih efisien. Untuk itu, dampak pengawasan atas peredaran obat semakin tinggi, dikarenakan
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
18
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
distribusi obat ketempat tujuan di seluruh wilayah Indonesia semakin cepat, sehingga antipasi pengawasan obat juga harus sama cepatnya.
1.2.9 Isu-isu Strategis sesuai dengan Tupoksi dan Kewenangan Direktorat Selama periode 2010-2014, pelaksanaan peran dan fungsi Direktorat tersebut di atas telah diupayakan secara optimal sesuai dengan target hasil pencapaian kinerjanya. Namun demikian, upaya tersebut masih menyisakan permasalahan yang belum sepenuhnya sesuai dengan harapan masyarakat, antara lain : (1) belum sepenuhnya tercapai penapisan produk dalam rangka pengawasan obat sebelum beredar (pre-market). Dalam hal pengawasan obat sebelum beredar, Direktorat telah melakukan evaluasi terhadap kesesuaian fasilitas produski dengan CPOB sebelum industri farmasi melakukan produksi obat. Hal-hal yang di evaluasi adalah kesesuaian fasilitas produksi (bangunan dan peralatan produksi) serta sarana penunjang (antara lain : sistem tata udara dan sistem pengolahan air) termasuk status kulaifikasinya. Selain itu dilakukan evaluasi terhadap Protokol Validasi, mencakup Validasi Proses, Validasi Pembersihan dan Validasi Metode Analisa. Kesesuaian/ pemenuhan terhadap CPOB dinyatakan dengan Sertifikat CPOB yang berlaku sampai 5 (lima) tahun untuk kemudian diresertifikasi. perjelas oleh insert (sertifikasi CPOB untuk membedakan dengan ditlai) (2) belum optimalnya pengawasan obat pasca beredar di masyarakat (post-market). Terkait dengan hal ini, sejak tahun 2013 Direktorat telah melakukan penetapan prioritas sampling dengan pendekatan kajian risiko yang telah dikelompokkan kategori tingkat kekritisannya. Semakin tinggi risikonya semakin besar proporsi terhadap kategori obat tersebut untuk disampling dan diuji. Disamping untuk sejak tahun 2014, Direktorat menerapkan kebijakan baru bahwa utuk mengatasi kendala keterbatasan jumlah sampel dengan bets yang sama di satu sarana maupun untuk obat mahal yang berisiko maka melalui kajian risiko dan justifikasi yang memadai, dapat disampling dan dilakukan pengujian terhadap parameter tertentu saja yaitu parameter uji kritis (PUK). dan (3) belum optimalnya pelayanan publik, hal ini dengan dapat diketahui dari survey yang ada baik yang dilakukan oleh Inspektorat Badan POM maupun survey oleh Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT. Pelayanan publik yang belum optimal secara umum terkait dengan tidak sesuainya timeline tindak lanjut yang disebabkan oleh keterbatasan jumlah SDM. Untuk mengatasi hal tersebut, Direktorat telah melakukan percepatan kinerja antara lain dengan melakukan screening awal terkait permohonan persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dan Konsep Desain Sistem Tata Udara (KDSTU) serta evaluasi CAPA dilakukan dengan cara desk secara langsung dengan pihak industri farmasi. Terkait dengan pelayanan publik dalam hal evaluasi site master file dalam RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
19
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
rangka pendaftaran produk impor, telah dilakukan penyesuaian tahap alur dokumen yaitu dengan langsung melakukan penerimaan dokumen di Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT tidak lagi dari Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi.
1.2.10 Jejaring Kerja Direktorat menyadari dalam pengawasan sarana produksi obat tidak dapat menjadi single player. Untuk itu Direktorat mengembangkan kerjasama dengan lembaga-lembaga, baik di pusat, daerah, maupun internasional. Jaringan yang luas ini sangat strategis posisinya dalam mendukung tugas-tugas Direktorat maupun pemangku kepentingan. Beberapa jejaring kerja yang sudah dimiliki Direktorat yaitu Jejaring Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal (Pusat dan Daerah). Di tingkat regional maupun internasional Direktorat memiliki jejaring kerja dengan ASEAN Rapid Alert System for Food and Feed (ARASFF), World Health Organization (WHO), Pharmaceutical Inspection Convention and Pharmaceutical Inspection Cooperation Scheme (PIC/S). Peluang kerjasama ini terbuka tentunya karena citra BPOM yang baik di internasional.
1.2.11 Komitmen dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, BPOM
melaksanakan
reformasi birokrasi (RB) sesuai PP Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design RB 2010-2025. Upaya atau proses RB yang dilakukan BPOM merupakan pengungkit dalam pencapaian sasaran sebagai hasil yang diharapkan dari pelaksanaan RB. Pola pikir pelaksanaan RB sebagaimana Gambar 1.10 di bawah ini:
a. Penataan dan Penguatan Struktur Organisasi Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, BPOM memiliki instansi vertikal atau UPT BB/Balai POM di tingkat provinsi. Selain itu, untuk mendukung pengawasan Obat dan Makanan di wilayah perbatasan dengan negara lain dan daerah-daerah yang sulit dijangkau dari ibukota provinsi, BPOM memiliki Pos POM. Peran BB/Balai POM dan Pos POM perlu dilakukan RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
20
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
penataan dan penguatan baik dari segi struktur organisasi, kompetensi dan kuantitas SDM, sarana dan prasarana, maupun koordinasi dengan lintas sektor agar pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan dapat dilakukan secara lebih optimal. Tantangan BPOM ke depan adalah melakukan kajian, penataan, dan evaluasi organisasi dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi secara proporsional menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi BPOM. b. Penataan Tatalaksana Sebagai organisasi penyelenggara pelayanan publik, Direktorat berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari Obat yang berisiko terhadap kesehatan dan secara terus-menerus meningkatkan pengawasan serta memberikan pelayanan kepada seluruh pemangku kepentingan. Komitmen Direktorat tersebut dilakukan melalui penerapan sistem mutu secara konsisten dan ditingkatkan secara berkelanjutan yang dibuktikan dengan pemenuhan atau perolehan Quality Management System ISO 9001:2008; PIC/S Quality System Requirement for Pharmateucal Inspectorate (PI 0023); dan WHO Quality System Requirement for National GMP Inspectorates (TRS 902 Annex 8, 2002); Upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan juga dilakukan survey kepuasan pelanggan melalui kuesioner yang dibagikan kepada industri farmasi. Hasil survey akan dianalisa sebagai bahan masukan untuk peningkatan pelayanan baik administrasi maupun penyediaan sarana dan prasarana. Penerapan e-government atau penggunaan teknologi informasi di lingkungan Direktorat perlu diupayakan di antaranya pelaporan aktivitas industri farmasi, pelaporan hasil pengawasan baik berupa pengawasan sarana maupun hasil sampling dan pengujian obat serta berbagai penyelenggaraan manajemen pemerintahan lainnya yang dilakukan secara elektronik serta keterbukaan informasi publik bagi masyarakat. Berbagai sistem mutu dan pengembangan egovernment yang dapat meningkatkan kinerja Direktorat seyogyanya dapat diintegrasikan sesuai dengan ruang lingkupnya agar pelaksanaannya dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
c. Penataan Peraturan perundang-undangan dan Penegakan Hukum Telah banyak Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang menjadi landasan teknis pelaksanaan tugas fungsi
Direktorat. Namun, Peraturan Perundang-undangan yang ada
selama ini kurang mendukung tercapainya efektivitas pengawasan Obat dan Makanan. Demikian pula sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran di bidang Obat belum memberikan efek jera sehingga sering terjadi kasus berulang. RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
21
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
Beberapa kerangka regulasi yang diasumsikan dapat mendukung pencapaian tujuan pengawasan Obat dibahas pada Kerangka Regulasi. Adanya kerangka regulasi sebagai bagian tak terpisahkan dari kaidah pelaksanaan RPJMN/RKP membuka peluang untuk menciptakan harmonisasi peraturan perundang-undangan dan meminimalkan ego sektoral. Direktorat perlu mengambil kesempatan ini dengan mengusulkan peraturan perundangundangan yang akan masuk dalam prolegnas setiap tahunnya bersamaan dengan penyusunan rencana kerja. Selain itu sesuai kerangka regulasi, untuk memastikan bahwa setiap norma kebijakan yang akan diratifikasi memberikan manfaat bagi masyarakat, Direktorat perlu membuat cost-benefit analysis. Sedangkan terhadap regulasi teknis yang dikeluarkan BPOM, perlu dilakukan regulatory impact assessment. Kaitannya dengan pengawasan Obat dan Makanan di daerah, selain ketersediaan NSPK, perlu didorong terbitnya aspek legal berupa Peraturan/SK Gubernur dan ditindaklanjuti dengan Peraturan/SK Bupati/Walikota. Pada level operasional, Direktorat telah memiliki Pedoman Pengawasan yang jelas untuk acuan dalam pengawasan obat berupa pengawasan sarana produksi dan pengawasan mutu obat beredar.
d. Penguatan Akuntabilitas Kinerja Penguatan Akuntabilitas Kinerja bertujuan untuk meningkatkan
kapasitas dan
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Direktorat telah mengimplementasikan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dengan baik, dibuktikan dengan hasil evaluasi LAKIP Direktorat dari tahun ke tahun mengalami peningkatan pada evaluasi 2013 memperoleh nilai A.
Komitmen pimpinan yang sangat tinggi terhadap
pelaksanaan SAKIP menjadi kekuatan penting dalam upaya penguatan akuntabilitas kinerja Direktorat. Namun, Direktorat masih perlu melakukan penyempurnaan dalam penatausahaan manajemen pemerintahan (keuangan dan BMN) dalam mewujudkan pemerintahan yang akuntabel. Ke depan, untuk menjawab ekspektasi masyarakat terhadap akuntabilitas BPOM selaku institusi pengawasan, Direktorat mendukung program BPOM yang telah menargetkan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap opini laporan keuangan BPOM dari BPK. e. Penguatan Pengawasan Penguatan pengawasan bertujuan untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN). Melalui upaya pengawasan yang dilakukan Direktorat, diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan dan efektivitas pengelolaan keuangan negara di lingkungan Direktorat serta menghindari tingkat penyalahgunaan RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
22
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
wewenang. Pengawasan yang dilakukan Direktorat antara lain melalui kebijakan penanganan gratifikasi, penerapan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP), pengelolaan pengaduan masyarakat, implementasi whistle-blowing system, penanganan benturan kepentingan, pembangunan zona integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), dan pendayagunaan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dalam perencanaan dan penganggaran. f. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur Penataan sistem manajemen SDM aparatur bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme SDM aparatur BPOM yang didukung oleh sistem rekrutmen dan promosi aparatur berbasis kompetensi, transparan, serta memperoleh gaji dan bentuk jaminan kesejahteraan yang sepadan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Perencanaan kebutuhan pegawai BPOM dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi dan proses penerimaan pegawai dilakukan secara transparan, objektif, akuntabel, dan bebas KKN serta promosi jabatan dilakukan secara terbuka. Pengembangan pegawai yang dilakukan Direktorat berbasis kompetensi yang selanjutnya capaian penilaian kinerja individu pegawai akan dijadikan dasar untuk pemberian tunjangan kinerja. Peningkatan kompetensi dilakukan dengan mengikutserta pada training baik nasional maupun internasional bagi seluruh pegawai. Hal ini diimbangi dengan penegakan aturan disiplin dan kode etik serta pemberian sanksi. Seluruh aktivitas manajemen SDM tersebut didukung oleh sistem informasi kepegawaian. Saat ini, SDM Direktorat telah memiliki kualitas yang memadai, namun dari sisi kuantitas SDM Direktorat belum mencukupi kebutuhan untuk menjalankan tugas dan fungsi pengawasan (post market). Sistem manajemen pemerintah menuntut adanya ukuran keberhasilan, baik di tingkat organisasi sampai ke level individu. Untuk saat ini, sistem manajemen kinerja belum optimal diterapkan, sehingga perlu dilakukan penerapan sistem manajemen kinerja yang lebih efektif dan efisien terutama dalam hal pelaksanaan evaluasi terhadap peta dan kelas jabatan yang telah disusun. Pemanfaatan sistem informasi kepegawaian yang telah dibangun juga perlu dioptimalisasi sebagai pendukung pengambilan kebijakan manajemen SDM. g. Manajemen Perubahan Manajemen perubahan bertujuan untuk mengubah secara sistematis dan konsisten dari sistem dan mekanisme kerja organisasi serta pola pikir dan budaya kerja individu atau unit kerja di dalamnya menjadi lebih baik sesuai dengan tujuan dan sasaran RB. Untuk menggerakkan organisasi dalam melakukan perubahan, BPOM telah membentuk agent of RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
23
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
change sebagai role model serta forum bagi pembelajaran atau inovasi dalam proses perubahan yang dilakukan. Direktorat sebagai unit kerja mendukung terhadap pembentukan agent of change dimana setiap agent of change harus dapat memberikan nuansa perubahan terhadap kinerja. Komitmen dan keterlibatan pimpinan dan seluruh pegawai secara aktif dan berkelanjutan merupakan unsur pendukung paling utama dalam perubahan pola pikir dan budaya kerja dalam rangka pelaksanaan RB. Untuk mengurangi risiko kegagalan yang disebabkan kemungkinan timbulnya resistensi terhadap perubahan dibutuhkan media komunikasi secara reguler untuk mensosialisasikan RB atau perubahan yang sedang dan akan dilakukan, termasuk pentingnya peran agent of change dan manfaat dari forum pembelajaran atau inovasi.
Hasil analisa lingkungan strategis baik eksternal maupun internal dirangkum dalam tabel 1.2 berikut :
Tabel 1.2 : Rangkuman Analisis SWOT
Kekuatan Kualitas SDM, Inspektur CPOB yang diakui secara Internasional Integritas Pelayanan Publik diakui secara Nasional Networking yang kuat dengan lembagalembaga pusat/daerah/internasional Pedoman Pengawasan yang jelas Komitmen Pimpinan dan seluruh ASN Direktorat menerapkan Reformasi Birokrasi Sistem pengawasan yang komprehensif mencakup pre-market dan post market
PELUANG Adanya Program Nasional (JKN dan SKN) Perkembangan Teknologi yang sangat cepat termasuk teknologi informasi Jumlah industri Obat yang berkembang pesat Terjalinnya kerjasama dengan instansi terkait Peningkatan permohonan sertifikasi dan resertifikasi CPOB Kesehatan menjadi kewenangan yang
Kelemahan Payung hukum pengawasan obat belum memadai Beberapa ASN masih memerlukan peningkatan kompetensi (capacity building) Masih terbatasnya jumlah SDM dalam cakupan pengawasan produksi obat dan mutu obat beredar Masih belum optimalnya sistem manajemen kinerja Terbatasnya sarana dan prasarana baik pendukung maupun utama Dukungan sistem IT dalam pengawasan belum memadai Belum optimalnya struktur organisasi dan tata kerja TANTANGAN Perubahan iklim dunia yang memperngaruhi pola penyakit Demografi dan perubahan komposisi penduduk Perubahan pola hidup masyarakat (sosial dan ekonomi) Globalisasi, perdagangan bebas dan komitmen internasional Besarnya pendapatan perkapita berdampak peningkatan konsumsi obat
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
24
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
diselenggarakan secara konkruen antara pusat dan daerah
Masih banyak jumlah pelanggaran di bidang Obat Lemahnya penegakan hukum Ketergantungan impor bahan baku obat sangat tinggi
Berdasarkan hasil Analisa SWOT tersebut di atas, maka Direktorat perlu melakukan penguatan organisasi dan kelembagaan, agar faktor-faktor lingkungan strategis yang mempengaruhi baik dari internal maupun eksternal tidak akan menghambat pencapaian tujuan dan sasaran organisasi Direktorat periode 2015-2019. Dilihat dari keseimbangan pengaruh lingkungan internal antara kekuatan dan kelemahan serta pengaruh lingkungan eksternal antara peluang dan ancaman, , maka diusulkan penguatan peran dan kewenangan Direktorat untuk periode 2015-2019 sebagaimana pada Gambar 1.3 di bawah ini : Gambar 1.3:Peran dan Kewenangan Direktorat
atatan (stakeholder diganti industri farmasi) Tabel 1.3 Penguatan Peran Direktorat Tahun 2015-2019 Penguatan Sistem Pengawasan Obat
Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi Publik
Pengawasan sarana produksi sesuai Cara Pembuatan Obat yang Baik Pengawasan mutu obat yang beredar Pengawasan terhadap pemenuhan persyaratan sarana produksi bahan baku obat Mendorong kemitraan dan kemandirian pelaku usaha melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik termasuk peringatan publik Pengelolaan data dan informasi Obat dan Makanan Penyebaran informasi bahaya obat dan makanan yang tidak memenuhi standar
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
25
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
Dari permasalahan-permasalahan tersebut di atas terdapat beberapa penyebab yang dianggap sangat krusial dan strategis bagi peran Direktorat dalam melakukan pembenahan di masa mendatang, sehingga diharapkan pencapaian kinerja berikutnya akan lebih optimal. Di bawah ini pada gambar 1.4 terdapat diagram yang menunjukkan analisa permasalahan pokok dan isu-isu strategis sesuai dengan tupoksi dan kewenangan Direktorat sebagai berikut : Gambar 1.1: Diagram permasalahan dan isu strategis, kondisi saat ini dan dampaknya BELUM OPTIMALNYA PERAN BPOM DALAM MELAKSANAKAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN
Belum optimalnya sistem pengawasan Obat dan Makanan
Belum optimalnya pembinaan dan bimbingan kepada pemangku kepentingan dalam pemenuhan ketentuan yang berlaku
Masih terbatasnya kapasitas kelembagaan dan meningkatkan efektivitas pengelolaan SDM
PERAN BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN
B
Penguatan kebijakan teknis pengawasan
Pembinaan dan bimbingan kepada
(RegulatorySystem)
pemangku kepentingan
Berdasarkan kondisi obyektif yang dipaparkan di atas, kapasitas Direktorat sebagai unit kerja yang berada di bawah Kedeputian I BPOM sebagai unit kerja yang melakukan pengawasan obat masih perlu terus dilakukan penguatan, baik secara kelembagaan maupun dari sisi manajemen sumber daya manusianya, agar pencapaian kinerja di masa datang semakin membaik dan dapat memastikan berjalannya proses pengawasan obat yang lebih ketat dalam menjaga keamanan, mutu serta khasiat/manfaat obat tersebut, yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan kontribusi yang maksimal bagi pembangunan kesehatan masyarakat.
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
26
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
Untuk itu, ada 3 (tiga) isu strategis dari permasalahan pokok yang dihadapi Direktorat sesuai dengan peran dan kewenangannya agar lebih optimal, yang perlu terus diperkuat dalam peningkatan kinerja di masa yang akan datang sebagai berikut : 1.
Penguatan sistem dalam pengawasan obat ,
2.
Peningkatan pengawasan melalui kerjasama, komunikasi kepada pemangku kepentingan dalam pemenuhan ketentuan yang berlaku,
3.
Penguatan kapasitas kelembagaan Direktorat, serta meningkatkan efektivitas pengelolaan sumber daya manusia. Untuk memperkuat peran dan kewenangan tersebut secara efektif,
perlu terus
melakukan perbaikan dan pengembangan secara kelembagaan serta penguatan regulasi, khususnya peraturan perundang-undangan yang menyangkut peran dan tugas pokok dan fungsinya. Di samping itu, kondisi lingkungan strategis dengan dinamika perubahan yang sangat cepat, menuntut Direktorat dapat melakukan evaluasi dan mampu beradaptasi dalam pelaksanaan peran-perannya secara tepat dan sesuai dengan kebutuhan zaman. Dengan etos kerja tersebut, diharapkan mampu menjadi katalisator dalam proses pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional.
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
27
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
BAB II
VISI, MISI DAN TUJUAN BPOM
Berdasarkan kondisi umum, potensi, permasalahan dan tantangan yang dihadapi ke depan sebagaimana telah dijelaskan pada Bab I, makaBPOM sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga Pengawasan Obat dan Makanan dituntut untuk dapat menjamin keamanan, mutu, manfaat/khasiat sesuai standar yang telah ditetapkan. Untuk itu, disusun visi dan misi serta tujuan dan sasaran BPOM. Gambar 2.1 : Peta Strategis BPOM Periode2015-2019
II.1.
VISI Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, BPOM harus memberikan kontribusi yang
signifikan bagi keberhasilan pelaksanaan RPJMN 2015-2019 dan RKP Tahunan, melalui penyusunan rencana strategis dan tahunan (RPJMN, RKP) yang berkualitas serta optimalisasi pengendalian dan monitoring evaluasi atas pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan secara efektif dan efisien serta pelaksanaan tugas-tugas lainnya dari pemerintah.
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
28
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
Kualitas pengawasan Obat dan Makanan dilihat dari: 1) Kualitas kebijakan dalam penetapan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria terhadap Obat dan Makanan;2) Kualitas pengawasan Obat dan Makanan, serta 3) Kerjasama dan Komunikasi Publik dalam mendorong peran serta masyarakat dalam memanfaatkan produk-produk Obat dan Makanan sesuai standar. Apabila keseluruhan hal tersebut dapat terpenuhi, maka berarti BPOM telah mampu berperan dalam mendukung pencapaian, target, sasaran, misi dan visi RPJMN 2015-2019 sesuai visi, misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2014-2019, dan selanjutnya mendukung pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara sesuai amanat UUD 1945, yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Adapun visi Presiden dan Wakil Presiden terpilih dalam RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut: “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong” Misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih dalam RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut: 1. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan, 2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hukum, 3. Mewujudkan politik luar negeri yang bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim, 4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera, 5. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing, 6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju dan kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional, dan 7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Untuk mendukung pencapaian visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih dalam RPJMN 2015-2019 tersebut, maka BPOM sesuai dengan tugas dan kewenangannya sebagai lembaga yang bertanggungjawab dalam pengawasan Obat dan Makanan menetapkan Visi BPOM 2015-2019 (Direktorat mempunyai visi yang selaras dengan visi Badan POM) adalah sebagai berikut: ”Obat dan Makanan Aman Meningkatkan Kesehatan Masyarakat dan Daya Saing Bangsa” RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
29
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
Penjelasan Visi: Proses penjaminan pengawasan Obat dan Makanan harus melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan serta dilaksanakan secara akuntabel serta diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan yang lebih baik. Sejalan dengan itu, maka pengertian kata Aman dan Daya Saing adalah sebagai berikut: Aman
:
Keadaan bebas dari bahaya. Semua Obat dan Makanan harus dijamin keamanannya, agar tidak membahayakan bagi masyarakat pengunaannya.
Daya Saing :
Kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang telah memenuhi standar, baik standar nasional maupun internasional, sehingga adanya kesiapan suatu produk bangsa untuk interaksi daya saing di masa depan. Agar menjadi kompetitif, dalam arti ini adalah memiliki peluang untuk menang bagi sejumlah pemain industri yang menghadapi biaya tinggi.
II.2.
MISI Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, diperlukan tindakan nyata sesuai dengan
penguatan peran BPOM sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Bab I terhadap peran BPOM. Adapun misi yang akan dilaksanakan sesuai dengan peran-peran BPOM (Direktorat mempunyai misi yang selaras dengan misi BPOM) tersebut untuk periode 2015-2019, adalah sebagai berikut:
1.
Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat Pengawasan Obat dan Makanan merupakan satu-kesatuan fungsi (full spectrum)
standardisasi, penilaian produk sebelum beredar, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, sampling dan pengujian produk serta penegakan hukum. Menyadari kompleksnya tugas yang diemban BPOM dalam melindungi masyarakat dari produk yang tidak aman dengan tujuan akhir adalah
masyarakat sehat, serta berdaya saing, maka perlu disusun suatu sasaran
strategis khusus yang mampu mengawalnya. Di satu sisi tantangan dalam pengawasan Obat dan Makanan semakin tinggi, sementara sumber daya yang dimiliki terbatas, maka perlu adanya prioritas dalam penyelenggaraan tugas. Untuk itu pengawasan Obat dan Makanan seharusnya didesain berdasarkan analisis risiko, hal ini untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki secara proporsional untuk mencapai tujuan sasaran strategis ini.
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
30
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
2.
Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan. Sebagai salah satu pilar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM), yaitu pelaku
usaha mempunyai peran yang sangat strategis dalam menjamin produk Obat dan Makanan aman. Pelaku usaha merupakan pemangku kepentingan yang mampu memberikan jaminan produk yang memenuhi standar dengan memenuhi ketentuan yang berlaku terkait dengan produksi dan distribusi Obat dan Makanan. Sebagai lembaga pengawas, BPOM harus bersikap konsisten terhadap pelaku usaha, yaitu dengan melaksanakan proses pemeriksaan serta pembinaan dengan baik. BPOM harus mampu membina dan mendorong pelaku usaha untuk dapat memberikan produk yang aman, bermanfaat/berkhasiat, dan bermutu. Dengan pembinaan secara berkelanjutan, ke depan diharapkan pelaku usaha mempunyai kemandirian dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan. Era perdagangan bebas telah dihadapi oleh seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Sementara itu, kontribusi industri Obat dan Makanan terhadap Pendapatan Nasional Bruto (PDB) cukup siginifikan. Industri makanan, minuman, dan tembakau memiliki kontibusi PDB non migas di tahun 2012 sebesar 36,33 persen, sementara Industri Kimia dan Farmasi sebesar 12,59 persen (sumber: Laporan Kemenperin 2004-2012). Perkembangan industri makanan, minuman, dan farmasi (obat) dari tahun 2004 sampai dengan 2012 juga mempunyai tren yang meningkat. Hal ini tentunya merupakan suatu potensi yang luar biasa untuk industri tersebut berkembang lebih pesat. Kaitannya dengan perdagangan bebas, industri dalam negeri tidak hanya bersaing di pasar dalam negeri, namun juga pasar di luar negeri. Sebagai contoh, masih besarnya impor terhadap obat serta besarnya pangsa pasar dalam negeri dan luar negeri menjadi tantangan industri obat untuk dapat berkembang. Demikian halnya dengan industri makanan, di mana pasar dalam negeri dengan besarnya jumlah penduduk Indonesia sangat potensial. Industri kosmetik, obat tradisional, dan suplemen kesehatanpun mempunyai karakteristik yang sama. Kemajuan industri Obat dan Makanan secara tidak langsung juga dipengaruhi dari sistem serta dukungan regulatory yang mampu diberikan oleh BPOM. Sehingga BPOM berkomitmen untuk mendukung peningkatan daya saing, yaitu melalui jaminan keamanan, manfaat, dan mutu Obat dan Makanan. Masyarakat dalam hal ini sebagai konsumen mempunyai peran yang sangat strategis untuk dilibatkan dalam pengawasan Obat dan Makanan, utamanya pada sisi demand. Sebagai salah satu pilar pengawasan Obat dan Makanan, masyarakat diharapkan tidak hanya menjadi RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
31
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
objek upaya peningkatan kesadaran (awareness) untuk memilih Obat dan Makanan yang memenuhi standar, tetapi juga diberi kemudahan akses informasi dan komunikasi terkait Obat dan Makanan sehingga dapat berperan aktif dalam meningkatkan pengawasan Obat dan Makanan. Sadar dengan kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat, BPOM melakukan upaya-upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kesadarannya dalam mendukung pengawasan. Upayaupaya tersebut salah satunya dilakukan melalui kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi kepada masyarakat. Di sisi lain, arus globalisasi memberi kesempatan masuknya produk yang tidak memenuhi standar dengan harga murah ke wilayah Indonesia. Pengetahuan masyarakat yang kurang mengenai syarat keamanan produk Obat dan Makanan menimbulkan asymmetric information yang dapat dimanfaatkan oleh produsen nakal untuk menjual produk yang murah namun substandar. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, BPOM tidak dapat berjalan sendiri, sehingga diperlukan kerjasama atau kemitraan dengan pihak lainnya. Dalam era otonomi daerah, khususnya terkait dengan bidang kesehatan, peran daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan serta kebijakan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pencapaian tujuan nasional di bidang kesehatan. Pengawasan Obat dan Makanan bersifat unik karena tersentralisasi, yaitu dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Pusat dan diselenggarakan oleh Balai di seluruh Indonesia. Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan tugas pengawasan, karena kebijakan yang diambil harus disinkronkan dengan kebijakan dari Pemerintah Daerah. Untuk itu, dalam melaksanakan tugas pengawasan di daerah, BPOM harus bersinergi dengan lintas sektor terkait, sehingga pengawasan dapat berjalan dengan efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan. 3.
Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM Untuk mendorong misi pertama dan kedua, diperlukan sumber daya yang memadai
dalam mencapai kapasitas kelembagaan yang kuat. Hal ini membutuhkan sumber daya yang meliputi 5 M (man, material, money, method, and machine),yangmerupakan modal penggerak organisasi. Sumber daya dalam hal ini terutama terkait dengan sumber daya manusia dan sarana-prasarana penunjang kinerja. Ketersediaan sumber daya yang terbatas baik jumlah dan kualitasnya, maka BPOM harus mampu mengelola sumber daya tersebut seoptimal mungkin agar dapat mendukung terwujudnya sasaran program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Pada akhirnya, pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh seluruh elemen organisasi. RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
32
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
Di samping itu, BPOM sebagai suatu LPNK yang dibentuk pemerintah untuk melaksanakan tugas tertentu tidak hanya bersifat teknis semata (techno structure), namun juga melaksanakan fungsi pengaturan (regulating), pelaksana (executing),dan pemberdayaan (empowering). Untuk itu, diperlukan penguatan kelembagaan/organisasi. Kelembagaan tersebut meliputi struktur yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, serta budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi. Misi BPOM merupakan langkah utama yang disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi BPOM. Pengawasan pre- dan post-marketyang berstandar internasional diterapkan dalam rangka memperkuat BPOM menghadapi tantangan globalisasi. Dengan penjaminan mutu produk
Obat
dan
Makanan
yang
konsisten,
yaitu
memenuhi
standar
aman,
berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, diharapkan BPOM mampu melindungi masyarakat dengan optimal. BPOM juga melakukan kemitraan dengan pemangku kepentingan terkait kerja sama lintas sektor, lintas wilayah, lintas institusi dan sebagainya yang merupakan potensi yang perlu diperkuat. Semua itu dilakukan untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki kesadaran dan pengetahuan yang baik terhadap Obat dan Makanan yang beredar di pasaran, sehingga mampu melindungi diri sendiri dan terhindar dari produk Obat dan Makanan yang mengandung bahan baku berbahaya dan ilegal. Dari segi organisasi, perlu meningkatkan kualitas kinerja dengan tetap mempertahankan sistem manajemen mutu dan prinsip organisasi pembelajar (learning organization).Untuk mendukung itu, maka BPOM perlu untuk memperkuat koordinasi internal dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia serta saling bertukar informasi (knowledge sharing). II.3.
BUDAYA ORGANISASI Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus dihayati dan
diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan tugasnya. Nilai-nilai luhur yang hidup dan tumbuh-kembang dalam organisasi menjadi semangat bagi seluruh anggota organisasi dalam berkarsa dan berkarya. 1. Profesional Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan komitmen yang tinggi.
2. Integritas konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
33
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
3. Kredibilitas Dapat dipercaya, dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional. 4. Kerjasama Tim Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik. 5. Inovatif Mampu melakukan pembaruan dan inovasi-inovasi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi terkini. 6. Responsif/Cepat Tanggap Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.
II.4. TUJUAN Dalam rangka pencapaian visi dan misi pengawasan Obat dan Makanan, maka tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu 2015-2019 adalah sebagai berikut : 1. Meningkatnya jaminan produk Obat dan Makanan aman, berkhasiat/ bermanfaat, dan bermutu dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat; 2. Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global dengan menjamin mutu dan mendukung inovasi.
Ukuran keberhasilan atau indikator kinerja untuk tujuan tersebut di atas, adalah: 1. Meningkatnya jaminan Obat dan Makanan aman, berkhasiat/bermanfaat, dan bermutu dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat, dengan indikator : a. Tingkat kepuasan masyarakat atas jaminan pengawasan BPOM; 2. Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global dengan menjamin mutu dan mendukung inovasi, dengan indikator : a. Tingkat kepatuhan pelaku usaha Obat dan Makanan dalam memenuhi ketentuan; b. Tingkat kepuasan pelaku usaha terhadap pemberian bimbingan dan
pembinaan
pengawasan Obat dan Makanan.
Untuk pendukung keberhasilan tujuan BPOM, Direktorat mempunyai tujuan yang selaras dengan indikator kinerja yang diusulkan sebagai berikut: 1.
Meningkatnya pemenuhan persyaratan CPOB oleh Industri Farmasi sehingga dapat menjamin terhadap obat mutu obat yang beredar dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat, dengan indikator : Presentase hasil inspeksi dengan temuan kritikal yang ditindaklanjuti tepat waktu
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
34
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
2.
Meningkatnya kepatuhan industri farmasi terhadap ketentuan yang berlaku dalam rangka menjamin mutu dan mendukung inovasi atau terciptanya iklim inovasi yang kondusif dan meningkatkan daya saing Obat di pasar lokal dan global, dengan indikator : Jumlah industri farmasi yang meningkat tingkat kemandiriannya
II.5.
SASARAN STRATEGIS Sasaran strategis ini disusun berdasarkan visi dan misi yang ingin dicapai Direktorat,
dengan mempertimbangkan tantangan masa depan dan sumber daya serta infrastruktur yang dimiliki. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun (2015-2019) kedepan diharapkan Direktorat akan dapat mencapai sasaran strategis sebagai berikut:
1.
Menguatnya Sistem Pengawasan Obat Sistem pengawasan Obat dan Makanan yang diselenggarakan oleh BPOM merupakan
suatu proses yang komprehensif dan bersifat full spectrum, mencakup pengawasan premarket dan post-market. Sistem itu terdiri dari: pertama, standardisasi yang merupakan fungsi penyusunan standar, regulasi, dan kebijakan terkait dengan pengawasan obat. Kedua, penilaian (pre-market evaluation) yang merupakan evaluasi produk sebelum memperoleh nomor ijin edar dan akhirnya dapat diproduksi dan diedarkan kepada konsumen. Ketiga, adalah pengawasan setelah beredar (post-market control) yang dilakukan dengan melakukan sampling produk obat yang beredar, serta pemeriksaan sarana produksi dan distribusi obat. Keempat, pengujian laboratorium. Produk yang disampling berdasarkan risiko kemudian diuji melalui laboratorium guna mengetahui apakah obat tersebut telah memenuhi syarat keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu. Hasil uji laboratorium ini merupakan dasar ilmiah yang digunakan sebagai dasar dalam menentukan produk yang tidak memenuhi syarat dan kemudian akan ditarik dari peredaran. Kelima, adalah penegakan hukum di bidang pengawasan obat. Dalam bisnis obat yang relatif menjanjikan keuntungan yang besar, rentan terhadap pelanggaran dari pelaku usaha. Untuk itu diperlukan adanya suatu penegakan hukum apabila terjadi pelanggaran terkait obat. Untuk mengukur capaian sasaran strategis ini, maka dibuat indikator yang sesuai dengan tugas dan fungsi Direktorat, yaitu sebagai berikut : Persentase obat yang memenuhi dengan target 94% pada akhir 2019 .
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
35
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
2.
Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat Pengawasan obat merupakan suatu program yang terkait dengan banyak sektor, baik
pemerintah maupun non pemerintah. Untuk itu perlu dijalin suatu kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang baik. Salah satu pilar pengawasan obat adalah masyarakat sebagai konsumen. Obat yang diproduksi dan diedarkan di pasaran (masyarakat) masih berpotensi untuk tidak memenuhi syarat, sehingga masyarakat harus lebih cerdas dalam memilih dan menggunakan produk obat yang aman, bermanfaat, dan bermutu. Dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terkait obat yang memenuhi syarat, Direktorat harus memberikan kegiatan pembinaan dan bimbingan melalui Komunikasi, layanan Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada pelaku usaha. Pengawasan oleh pelaku usaha sebaiknya dilakukan dari hulu ke hilir, dari sebelum sampai sesudah produk beredar, salah satunya adalah meliputi pengawasan obat di sarana produksi. Produsen mempunyai peran dalam memberikan jaminan produk obat yang memenuhi syarat (aman, khasiat/bermanfaat, dan bermutu) melalui proses produksi yang sesuai dengan ketentuan. Dari sisi pemerintah, Direktorat bertugas dalam menyusun kebijakan dan regulasi terkait obat yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Direktorat berupaya memberikan dukungan kepada pelaku usaha untuk memperoleh kemudahan dalam usahanya. Salah satunya melalui jaminan kualitas (quality assurance) pengawasan, melalui pendampingan regulatory (regulatory assistance). Sasaran strategis ini berupaya untuk mengakomodasi kegiatan yang mendukung pada peningkatan daya saing, yaitu melalui jaminan mutu obat. Pelaku usaha di bidang obat harus didukung dalam menghadapi tantangan perdagangan bebas. Salah satunya adalah dengan memberikan dukungan regulatory (sistem pengawasan) kepada pelaku usaha dengan insentif. Sementara terkait dengan faktor lain yang menjadi variabel penentu dalam meningkatkan kemudahan usaha, adalah daya saing. Untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis ini, maka dibuat indikatornya sebagai berikut : Jumlah industri farmasi yang meningkat kemandiriannya dengan target kumulatif 40 industri farmasi sampai dengan akhir tahun 2019. Adapun Tabel 5 Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Direktorat periode 2015-2019 sesuai dengan penjelasan di atas, adalah sebagai berikut :
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
36
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
Tabel 5: Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja BPOM periode 2015-2019 VISI
MISI
TUJUAN
SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA
Obat dan Makanan Aman Meningkatkan Kesehatan Masyarakat dan Daya Saing Bangsa
Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat
Meningkatnya jaminan Obat dan Makanan aman
Menguatnya Sistem 1. Persentase obat yang Pengawasan Obat memenuhi syarat; dan Makanan 2. Persentase obat Tradisional yang memenuhi syarat; 3. Persentase kosmetika yang memenuhi syarat; 4. Persentase suplemen kesehatan yang memenuhi syarat; 5. Persentase obat makanan yang memenuhi syarat;
Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan.
Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global dengan menjamin mutu dan mendukung inovasi
Meningkatnya dan kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat
1. Jumlah industri farmasi yang meningkat kemandiriannya; 2. Persentase industri pangan olahan yang mandiri dalam rangka menjamin keamanan pangan 3. Jumlah pelaku usaha industri obat tradisional (IOT) yang memiliki sertifikat CPOTB 4. Jumlah industri kosmetika yang mandiri dalam pemenuhan ketentuan 5. Indeks kesadaran masyarakat 6. Jumlah kerjasama yang diimplementasikan
3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM Untuk mendorong misi pertama dan kedua, diperlukan sumber daya yang memadai dalam mencapai kapasitas kelembagaan yang kuat. Hal ini membutuhkan sumber daya yang meliputi 5 M (man, material, money, method, and machine),yang merupakan modal penggerak organisasi. Sumber daya dalam hal ini terutama terkait dengan sumber daya manusia dan sarana-prasarana penunjang kinerja. Ketersediaan sumber daya yang terbatas baik jumlah dan kualitasnya, maka Direktorat harus mampu mengelola sumber daya tersebut seoptimal mungkin agar dapat mendukung terwujudnya sasaran program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Pada akhirnya, pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh seluruh elemen organisasi. Di samping itu, BPOM sebagai suatu LPNK yang dibentuk pemerintah untuk melaksanakan tugas tertentu tidak hanya bersifat teknis semata (techno structure), namun juga melaksanakan fungsi pengaturan (regulating), pelaksana (executing), dan pemberdayaan (empowering). Untuk itu, diperlukan penguatan kelembagaan/organisasi. Kelembagaan tersebut meliputi struktur yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, serta budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi. RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
37
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
Misi BPOM merupakan langkah utama yang disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi BPOM. Pengawasan pre- dan post-market yang berstandar internasional diterapkan dalam rangka memperkuat BPOM menghadapi tantangan globalisasi. Dengan penjaminan mutu produk Obat dan Makanan yang konsisten, yaitu memenuhi standar aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, diharapkan BPOM mampu melindungi masyarakat dengan optimal. BPOM juga melakukan kemitraan dengan pemangku kepentingan terkait kerja sama lintas sektor, lintas wilayah, lintas institusi dan sebagainya yang merupakan potensi yang perlu diperkuat. Semua itu dilakukan untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki kesadaran dan pengetahuan yang baik terhadap Obat dan Makanan yang beredar di pasaran, sehingga mampu melindungi diri sendiri dan terhindar dari produk Obat dan Makanan yang mengandung bahan baku berbahaya dan ilegal. Dari segi organisasi, perlu meningkatkan kualitas kinerja dengan tetap mempertahankan sistem manajemen mutu dan prinsip organisasi pembelajar (learning organization).Untuk mendukung itu, maka BPOM perlu untuk memperkuat koordinasi internal dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia serta saling bertukar informasi (knowledge sharing).
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
38
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
BAB III
ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN
III.1.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL Sebagaimana visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden periode 2015-2019 pada Bab II
di atas, untuk mewujudkan visi dilaksanakan 7 (tujuh) misi pembangunan yang salah satunya adalah mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera. Visimisi ini selanjutnya dijabarkan dalam 9 (sembilan) agenda prioritas pembangunan yang disebut NAWA CITA, sebagai berikut: 1.
Menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga Negara (Perkuat peran dalam kerjasama global dan regional),
2.
Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif demokratis dan terpercaya (membangun transparansi dan akuntabilitas kinerja pemerintah),
3.
Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan (pengurangan ketimpangan antar kelompok ekonomi masyarakat),
4.
Memperkuat kehadiran Negara dalam
melakukan reformasi sistem dan penegakan
hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya (pemberantasan narkotika dan psikotropika), 5.
Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia (pembangunan kesehatan khususnya pelaksanaan program Indonesia sehat),
6.
Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional (peningkatan kapasitas inovasi dan teknologi),
7.
Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan setor-sektor strategis ekonomi domestik (peningkatan kedaulatan pangan),
8.
Melakukan revolusi karakter bangsa, dan
9.
Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia
Adapun 5 (lima) prioritas pembangunan dalam Nawacita dari 9 (Sembilan) yang akan menjadi tugas dan tanggung jawab BPOM pada periode 2015-2019 adalah sebagaimana Tabel dibawah ini. RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
39
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
Tabel 3:1 (Sembilan) Agenda Prioritas Pembangunan (NAWACITA)
Peningkatan kualitas hidup manusia tidak hanya tercermin pada penyediaan lapangan pekerjaan dan jaminan pendapatan semata, melainkan juga pemenuhan hak-hak dasar warga negara untuk memperoleh layanan publik. Dalam perspektif tersebut, pembangunan manusia dimaksudkan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat, berpendidikan, berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab, serta berdaya saing untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteran bagi seluruh bangsa Indonesia. Kualitas SDM tercermin dari tingkat pendidikan, kesehatan, dan pendapatan penduduk, yang menjadi komponen inti Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM Indonesia terus mengalami peningkatan dari 71,8 pada tahun 2009 menjadi 73,8 pada tahun 2013. Untuk mewujudkan cita-cita pembangunan di atas, perlu disertai gerakan Revolusi Mental, dengan mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku setiap orang, yang berorientasi pada kemajuan dan kemoderenan, sehingga Indonesia menjadi bangsa besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Revolusi Mental mengandung nilainilai esensial yang harus dinternalisasi baik pada setiap individu maupun bangsa, yaitu: etos kemajuan, etika kerja, motivasi berprestasi, disiplin, taat hukum dan aturan, berpandangan optimistis, produktif-inovatif-adaptif, kerja sama dan gotong royong, dan berorientasi pada kebajikan publik dan kemaslahatan umum. RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
40
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
Untuk itu, salah satu aspek untuk mendukung pembangunan manusia tersebut dibidang kesehatan dan gizi masyarakat adalah pengawasan Obat dan Makanan. Saat ini persentase obat yang telah memenuhi standar mutu, khasiat dan keamanan terus meningkat dan pada tahun 2013 telah mencapai 92 persen. Walaupun demikian, hanya 98,43 persen sarana produksi obat (tahun 2014) yang memenuhi cara produksi yang baik (CPOB). Berbagai indikator kefarmasian dan ketersediaan obat tingkat nasional menunjukan permasalahan dihadapi dari sisi ketersediaan obat dan alat kesehatan, mutu pelayanan, dan pengunaan obat di tingkat masyarakat. Manajemen supply chain menghadapi kendala dalam kualitas fasilitas dan sarana, serta kemampuan dan keterampilan dalam perencanaan, distribusi, manajemen stok dan mutu serta pengelolaan persediaan di tingkat propinsi dan kabupaten/kota, serta sistem data dan informasi persediaan dan pengunaan obat di gudang obat yang lemah. Dalam upaya mencapai kemandirian pemenuhan obat dalam negeri, hampir 90% kebutuhan obat dapat diproduksi dalam negeri, namun hampir 96% bahan baku industri farmasi masih sangat tergantung dengan bahan baku impor. Tingkat ketergantungan ini dapat diminimalisir dengan peningkatan kemandirian di bidang obat dengan menumbuhkan industri Bahan Baku Obat (BBO) dalam negeri yang didukung oleh riset terkait bahan baku obat, terutama bahan baku obat kimia. Selain itu, kemandirian pemenuhan BBO juga perlu didukung dengan pengembangan bahan baku obat tradisional, terutama pemanfatan keanekaragaman hayati dalam negeri. Untuk menunjang upaya pencapaian kemandirian bahan baku obat tersebut, perlu juga penguatan jejaring antara Pemerintah-Swasta-Perguruan Tinggi dan kelompok masyarakat sipil dalam rangka riset dan penguatan industri obat. Tantangan yang dihadapi adalah peningkatan dan pengembangan supply chain dan monitoring (termasuk sumber daya manusia, fasilitas, standar keamanan, dan teknologi informasi) untuk menjamin ketersediaan dan mutu, keamanan dan khasiat obat hingga di fasilitas kesehatan dan pasien. Dalam rangka pengendalian mutu, biaya dan proses pengadaan, perlu penyempurnaan, penyelarasan dan evaluasi reguler Fomularium Nasional (Fornas), Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO). Selain itu, perlu ekplorasi dalam penetapan dan pengendalian harga obat, misalnya melalui berbagai insentif fiskal dan finansial dan pengurangan ketergantungan bahan baku obat luar negeri. Dari sisi produksi dan distribusi, perlu upaya peningkatan kapasitas produksi sesuai standar cara pembuatan obat yang baik (CPOB) dan mengikuti cara distribusi obat yang baik (CDOB) untuk menjamin mutu, keamanan dan khasiat serta peningkatan daya saing produk obat dan makanan, termasuk penguatan pengawasan regulasi dan penegakan hukum. Dalam hal RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
41
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
kemandirian penyediaan Bahan Baku Obat (BBO), perlunya penguatan dan pengembangan industri bahan baku obat dalam negeri termasuk bahan baku obat tradisional dengan pemanfaatan keanekaragaman hayati dalam negeri serta penguatan jejaring dengan pemangku kepentingan terkait. Berdasarkan berbagai permasalahan, tantangan, hambatan, maupun peluang yang dihadapi pembangunan bidang kesehatan dan gizi masyarakat tahun 2015-2019, maka sasaran bidang yang akan dicapai diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat, antara lain tercermin dari indikator yang juga menjadi tanggungjawab BPOM, sebagai berikut: “Meningkatnya Perlindungan Finansial, Pemerataan dan Mutu Pelayanan, serta Ketersediaan, Penyebaran dan Mutu Obat dan Sumber Daya Kesehatan,” yang terkait kewenangan BPOM, indikator yang ditetapkan, yaitu: No
Indikator
1
Persentase obat yang memenuhi syarat
2
Persentase makanan yang memenuhi syarat
Status Awal
Target 2019
92
94
87,6
90,1 (Sumber: RPJMN 2015-2019)
Untuk mewujudkan pencapaian sasaran pembangunan bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat tahun 2015-2019, maka salah satu arah kebijakan dan strategi pembangunan di bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat yang terkait dengan BPOM adalah “Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan”,melalui: 1. Penguatan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko; 2. Peningkatan sumber daya manusia pengawas Obat dan Makanan; 3. Penguatan kemitraan pengawasan Obat dan Makanan dengan pemangku kepentingan; 4. Peningkatan kemandirian pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko oleh masyarakat dan pelaku usaha; 5. Peningkatan kapasitas dan inovasi pelaku usaha dalam rangka mendorong peningkatan daya saing produk Obat dan Makanan; dan 6. Penguatan kapasitas dan kapabilitas pengujian Obat dan Makanan.
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
42
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
III.2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA Berdasarkan hasil Analisa SWOT tersebut di atas, arah kebijakan dan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran strategis Deputi Bidang Pengawasan Produk Teraptik dan NAPZA periode 2015-2019, adalah: Arah Kebijakan yang akan dilaksanakan: 1) Penguatan Sistem Pengawasan obat berbasis risiko untuk melindungi masyarakat 2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan dan daya saing produk Obat. 3) Peningkatan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik melalui kemitraan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Obat. Sedangkan strategi yang akan dilaksanakan mencakup eksternal dan internal. Eksternal: 1) Penguatan kemitraan dengan lintas sektor terkait pengawasan obat; 2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui komunikasi, informasi dan Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang obat; Internal: 1) Penguatan Regulatory System pengawasan obat berbasis risiko; 2) Membangun Manajemen Kinerja dari Kinerja Lembaga hingga kinerja individu/pegawai; 3) Mengelola anggaran secara lebih efisien, efektif dan akuntabel serta diarahkan untuk mendorong peningkatan kinerja lembaga dan pegawai; 4) Meningkatkan kapasitas SDM secara lebih proporsional dan akuntabel; 5) Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung maupun utama dalam mendukung tugas pengawasan obat.Penguatan Regulatory System pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko 6) Membangun Manajemen Kinerja dari Kinerja Lembaga hingga kinerja individu/pegawai; 7) Mengelola anggaran secara lebih efisien, efektif dan akuntabel serta diarahkan untuk mendorong peningkatan kinerja lembaga dan pegawai; 8) Meningkatkan kapasitas SDM pengawas di BPOM di tingkat pusat dan daerah secara lebih proporsional dan akuntabel 9) Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung maupun utama dalam mendukung Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA menetapkan program sesuai RPJMN periode 2015-2019, yaitu program Pengawasan Obat.
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
43
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
Program Pengawasan Obat Program ini dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas utama Badan Pengawasan Obat dan Makanan dalam menghasilkan standardisasi dalam pemenuhan mutu, keamanan dan manfaat Obat melalui serangkaian kegiatan penetapan standar pengawasan, penilaian Obat sesuai standar, pengawasan terhadap sarana produksi, pengawasan terhadap sarana distribusi, sampling dan pengujian Obat beredar, penegakan hukum, serta pembinaan dan bimbingan kepada pemangku kepentingan. Selanjutnya, program-program tersebut dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan prioritas Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, sebagai berikut: Kegiatan-kegiatan utama untuk melaksanakan Pengawasan Obat 1) Penyusunan standar obat berupa Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) pengawasan obat (pre dan post-market); 2) Peningkatan efektivitas evaluasi pre-market melalui penilaian obat; 3) Peningkatan pengawasan sarana produksi dan distribusi obat, sarana pelayanan kesehatan; 4) Peningkatan pengawasan narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif; 5) Peningkatan Pembinaan dan bimbingan melalui kemitraan dengan pemangku kepentingan, serta meningkatkan partisipasi masyarakat. Untuk mewujudkan pencapaian sasaran strategis, maka masing-masing sasaran strategis Deputi Bidang Pengawasan Produk Teraptik dan NAPZA periode 2015-2019 dijabarkan kepada sasaran program dan kegiatan berdasarkan logic model perencanaan. Adapun logic model penjabaran terhadap sasaran program dan kegiatan Deputi Bidang Pengawasan Produk Teraptik dan NAPZA mengikuti logic frame Badan POM namun hanya fokus pada komoditi obat saja adalah sebagai berikut :
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
44
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
Gambar 3.1 Logframe Kedeputian Bidang Pengawasan PT dan NAPZA LOG FRAME (KEDEPUTIAN BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA)
SS
Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat
Menguatnya Sistem Pengawasan Obat
Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat
SP
SK Ks
Tersusun nya standar obat dalam rangka menjamin obat yang beredar aman, berkhasiat dan bermutu
Tersedia nya obat memenuhi standar
Meningkat nya mutu sarana produksi produk terapetik sesuai CPOB terkini
Meningkat nya mutu sarana distribusi dan keamanan obat beredar
Menurunnya jumlah sarana pengelola narkotika, psikotropika dan prekursor yang berpotensi melakukan diversi narkotika, psikotropika dan prekursor
Meningkatnya label dan iklan produk tembakau yang memenuhi ketentuan prekursor yang berpotensi melakukan diversi narkotika, psikotropika dan prekursor
Pelaku usaha menjamin mutu obat beredar
Tabel 3.1 Program, Sasaran Strategis, Sasaran Program, Kegiatan Stategis, Sasaran Kegiatan, dan Indikator di Lingkungan Kedeputian I PROGRAM
SASARAN STRATEGIS
SASARAN PROGRAM
PROGRAM PENGAWAS AN OBAT DAN MAKANAN
Menguatnya sistem pengawasan Obat dan Makanan
Menguatnya sistem pengawasan Obat
KEGIATAN STRATEGIS
SASARAN KEGIATAN
Penyusunan Standar Obat
Tersusunnya standar obat dalam rangka menjamin obat yang beredar aman, berkhasiat dan bermutu
Penilaian Obat
Tersedianya obat memenuhi standar
INDIKATOR
PIC
Persentase Obat yang memenuhi syarat 1. Jumlah standar obat yang disusun 2. Jumlah rekomendasi laporan Uji Bioekivalensi yang selesai dievaluasi
Deputi I
1. Persentase Keputusan Penilaian obat yang diselesaikan
Dit. Penilaian Obat dan Produk Biologi
Dit. Standardis asi PT dan PKRT
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
45
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
Pengawasan Produksi Obat
Meningkatny a mutu sarana produksi produk terapetik sesuai CPOB terkini
Pengawasan Distribusi Obat
Meningkatny a mutu sarana distribusi dan keamanan obat beredar
Pengawasan Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif
Menurunnya jumlah sarana pengelola narkotika, psikotropika dan prekursor yang berpotensi melakukan diversi narkotika, psikotropika dan prekursor
1. Persentase hasil inspeksi dengan temuan kritikal yang ditindaklanju ti tepat waktu 1. Persentase peningkatan PBF yang memenuhi CDOB 2. Jumlah kajian farmakovigil ans obat beredar yang dikomunikas ikan 3. Persentase Iklan dan penandaan obat beredar yang memenuhi ketentuan 1. Prosentase penyelesaia n pemberian sanksi tindak lanjut tepat waktu terhadap sarana pengelola NPP yang tidak memenuhi ketentuan 2. Persentase permohona n rekomendas i Analisa Hasil Pengawasan (AHP) untuk impor/eksp or narkotika, psikotropika dan
Dit. Was. Produksi PT dan PKRT
Ditwas Distribusi PT dan PKRT
Dit. Was NAPZA
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
46
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
prekursor yang diselesaikan tepat waktu
PROGRAM PENGAWAS AN OBAT DAN MAKANAN
Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat
Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat
Peningkatan Kemandirian Pelaku Usaha Obat
Meningkatny a label dan iklan produk tembakau yang memenuhi ketentuan Pelaku usaha menjamin mutu obat
3. Persentase label dan iklan produk tembakau yang memenuhi ketentuan 1. Jumlah industri farmasi yang meningkat tingkat kemandirian nya
Dit Was Produksi PT dan PKRT
III.3. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI DIREKTORAT Untuk mendukung arah kebijaan dan strategi Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, berdasarkan hasil Analisa SWOT tersebut di atas, arah kebijakan dan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran strategis Direktorat periode 2015-2019, adalah: Arah Kebijakan yang akan dilaksanakan: 1) Penguatan Sistem Pengawasan obat berbasis risiko untuk melindungi masyarakat 2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan dan daya saing produk obat 3) Peningkatan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik melalui kemitraan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan obat
Sedangkan strategi yang akan dilaksanakan mencakup eksternal dan internal: Eksternal: 1)
Penguatan kemitraan dengan lintas sektor terkait pengawasan obat
2)
Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui komunikasi, informasi dan Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang obat;
Internal: 1)
Penguatan Regulatory System pengawasan obat berbasis risiko;
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
47
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
2)
Membangun manajemen Kknerja dari kinerja lembaga hingga kinerja individu/pegawai;
3)
Mengelola anggaran secara lebih efisien, efektif dan akuntabel serta diarahkan untuk mendorong peningkatan kinerja lembaga dan pegawai;
4)
Meningkatkan kapasitas SDM di Direktorat baik teknis maupun administrasi;
5)
Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung maupun utama dalam mendukung tugas pengawasan Obat.
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sesuai RPJMN periode 2015-2019. Direktorat yang mengacu pada program BPOM termasuk dalam program teknis yaitu program pengawasan obat dan makanan yang dijabarkan sebagai berikut : Program Teknis Program Pengawasan Obat Program ini dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas utama Badan Pengawasan Obat dalam menghasilkan standardisasi dalam pemenuhan mutu, keamanan dan manfaat Obat dan Makanan melalui serangkaian kegiatan penetapan standar pengawasan sarana produksi obat, anaisis hasil sampling dan pengujian terhadap mutu obat yang beredar, serta pembinaan dan bimbingan kepada pemangku kepentingan. Selanjutnya, program-program tersebut dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan prioritas Direktorat, sebagai berikut: Kegiatan-kegiatan utama untuk melaksanakan Program Pengawasan Obat : 1) Peningkatan pengawasan sarana produksi obat, bahan baku obat dan produk biologi 2) Peningkatan pengkajian kebijakan di bidang pengawasan obat 3) Perkuatan Sistem pengawasan obat 4) Peningkaan kemandirian Balai dalam Pengawasan mutu obat 5) Perkuatan Quality Management System 6) Perkuatan keanggotaan PIC/S 7) Peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia 8) Perkuatan sarana dan prasarana 9) Peningkatan peran serta pelaku usaha dalam menerapkan ketentuan yang berlaku
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
48
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
Tabel 7: Program, Sasaran Program, Kegiatan, Sasaran Kegiatan, dan Indikator PROGRAM PROGRAM PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN
SASARAN PROGRAM
KEGIATAN STRATEGIS
SASARAN KEGIATAN
INDIKATOR
Menguatnya sistem pengawasan Obat dan Makanan
Pengawasan Produksi Obat
Meningkatnya mutu sarana produksi produk terapetik sesuai CPOB terkini
Persentase hasil inspeksi dengan temuan kritikal yang ditindaklanjuti
Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan.
Peningkatan Kemandirian Pelaku Usaha Obat
Pelaku usaha menjamin mutu obat
Jumlah industri farmasi yang meningkat tingkat kemandiriannya
III.3 KERANGKA REGULASI Dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan Obat dan Makanan, dibutuhkan adanya regulasi yang kuat guna mendukung sistem pengawasan. Sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang mempunyai tugas teknis, tidak hanya regulasi yang bersifat teknis saja yang harus dipenuhi, melainkan perlu adanya regulasi yang bersifat adminitratif dan strategis. Kemajuan teknologi di bidang farmasi & kedokteran (sel punca, biosimilar, radiofarmaka) merupakan hal yang perlu diantisipasi oleh Direktorat dalam hal regulasi, kompetensi inspektur dan kemampuan uji laboratorium. Sejalan dengan hal – hal tersebut di atas dibutuhkan penyesuaian regulasi dan peningkatan kompetensi untuk melakukan pengawasan terhadap produsen maupun obat yang dihasilkan. WHO telah mengeluarkan Resolusi WHA 63.12 dan menjalankan pilot project peningkatan keamanan pelayanan darah di negara-negara berkembang melalui Achilles Project. Inisiatif WHO tersebut demi menjamin akses terhadap produk darah yang aman untuk pengobatan. WHO menjadikan Indonesia sebagai salah satu pilot project untuk program Blood Safety di negara-negara berkembang. Hal ini tentunya menjadi tantangan bersama untuk mengembangkan skema pengawasan pelayanan darah yang optimal di Indonesia. Selama ini WHO telah melakukan koordinasi dengan otoritas pengawas obat dari negara produsen produk darah yang umumnya berasal dari negara maju, dimana kemanan layanan darah telah menjadi bagian dari kebijakan obat nasional. Kualitas dan keamanan plasma atau produk darah merupakan hal yang sangat penting dan harus dijamin sebelum digunakan pada manusia. Beberapa riset dan pengembangan teknologi terus menerus dilakukan untuk mencapai hal tersebut. Indonesia dengan jumlah RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
49
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
penduduk yang sangat besar adalah sumber plasma yang sangat potensial, baik untuk memenuhi kebutuhan nasional maupun global. Banyaknya plasma yang terbuang karena kualitas penanganan dan juga teknologi proses yang belum dikuasai menyebabkan kerugian besar akan potensi plasma tersebut sebagai bahan yang berharga untuk dimanfaatkan. Darah yang tidak aman juga menyebabkan risiko penularan penyakit yang akan menambah beban biaya kesehatan masyarakat. Upaya yang dilakukan Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT adalah menyiapkan Sistem Pengawasan meliputi Sistem Mutu Inspeksi, Pedoman CPOB beserta Petunjuk Operasional Pedoman CPOB, dan pembuatan pedoman sampling. Selain itu dilakukan upaya untuk menyiapkan dan menyetarakan kompetensi, kepada para Inspektur dan petugas sampling diberikan pendidikan dan pelatihan secara terprogram/terstruktur dan berkesinambungan sesuai tantangan ke depan. Dengan pembekalan tersebut kompetensi individual maupun teamwork diharapkan dapat dipercaya pada tataran internasional. Untuk melakukan pengawasan secara produktif dan komprehensif, perlu dioptimalkan jejaring kerjasama dengan pemangku kepentingan baik di dalam maupun di luar negeri.
Untuk itu, diperlukan beberapa regulasi yang penting dan dibutuhkan oleh Direktorat dalam rangka memperkuat sistem pengawasan antara lain: 1.
Regulasi yang berkaitan dengan Sistem Mutu Inspeksi , pengawasan produk darah untuk menjamin risiko penularan akibat dari kualitas penanganan dan teknologi proses .
2.
Peraturan Kepala BPOM tentang koordinasi dengan pemerintah daerah serta Peraturan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) untuk meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan di daerah. Dalam hal ini BPOM perlu meningkatkan advokasi tentang peranan pemerintah daerah dalam pengawasan Obat dan Makanan.
3.
Revisi Per Ka Badan tentang Kriteria dan Tata Cara Penarikan Obat TMS
4.
PerKa Badan tentang Sertifikasi CPOB
5.
GMP untuk rumah sakit
6.
PerKa Badan tentang pelayanan publik
7.
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak
8.
Pedoman kriteria tindak lanjut inspeksi CPOB
9.
PMK No 1799 tahun 2010 tentang izin industri farmasi
10. Panduan inspeksi luar negeri 11. Revisi Pedoman CPOB 12. Revisi pedoman CPOB darah dan produk darah RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
50
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
III.4. KERANGKA KELEMBAGAAN Untuk memperkuat peran dan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam melaksanakan mandat Renstra 2015-2019, maka dilakukan beberapa inisiatif penataan kelembagaan, baik penataan dalam lingkup intraorganisasi Badan POM (organisasi induk) maupun
penataan
yang
bersifat
interorganisasi
dalam
bentuk
koordinasi
lintas
instansi/lembaga maupun hubungan relasional dengan para pemangku kepentingan utama. Beberapa aspek kelembagaan yang harus diintegrasikan dan dikoordinasikan agar lebih efisien dan efektif adalah : 1.
Penguatan lembaga-lembaga pemerintah di daerah di bidang pengawasan Obat;
2.
Diperlukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait yang memiliki tugas sama dalam rangka mewujudkan pencapaian prioritas pembangunan kesehatan;
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
51
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
BAB IV
TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN
IV.1.
Target Kinerja Sebagaimana sasaran strategis Direktorat sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan, maka target sesuai dengan indikator masing-masing sasaran strategis adalah sebagai berikut: Tabel 11 Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja
Sasaran Strategis
Indikator
Target Kinerja 2015
2016
2017
2018
2019
Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
Persentase obat yang memenuhi syarat meningkat
92
92.5
93
93.5
94
Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan.
Persentase hasil inspeksi dengan temuan kritikal yang ditindaklanjuti
60
65
75
85
95
Jumlah industri farmasi yang meningkat kemandiriannya
0
6
10
12
12
Jumlah Industri Bahan Baku Obat yang memenuhi Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik (CPBBAOB)
3
4
5
6
7
IV.2.
KERANGKA PENDANAAN Sesuai target kinerja masing-masing indikator kinerja yang telah ditetapkan maka
kerangka pendanaan untuk mendukung pencapaian tujuan dan sasaran strategis Direktorat periode 2015-2019 adalah sebagai berikut :
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
52
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
Tabel 12 Sasaran Strategis, Indikator Kinerja dan Pendanaan Sasaran Strategis
Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan
Indikator
Alokasi (Rp Milyar) 2015
2016
2017
2018
13,5
15,0
16,0
18,0
2019 20,0
Persentase obat yang memenuhi syarat meningkat Persentase hasil inspeksi dengan temuan kritikal yang ditindaklanjuti Jumlah industri farmasi yang meningkat kemandiriannya Jumlah Industri Bahan Baku Obat yang memenuhi Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik (CPBBAOB)
Matriks kinerja dan pendanaan Direktorat per kegiatan sebagaimana pada Lampiran 1. Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian/Lembaga
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
53
Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
BAB V PENUTUP
Renstra Direktorat Tahun 2015-2019 adalah panduan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat untuk 5 (lima) tahun ke depan. Keberhasilan pelaksanaan Renstra Tahun 2015-2019 sangat ditentukan oleh perencanaan yang matang, ketersediaan dan kompetensi SDM serta sumber pendanaannya, didukung juga dengan sarana dan prasarana yang memadai. Untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan Renstra Tahun 2015-2019, setiap tahun akan dilakukan evaluasi, apabila diperlukan, dapat dilakukan perubahan/revisi muatan Renstra, termasuk indikator-indikator kinerjanya yang dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku dan tanpa mengubah tujuan Direktorat yaitu meningkatkan kinerja lembaga dan pegawai dengan mengacu kepada RPJMN 2015-2019. Pelaksanaan Renstra diharapkan berkontribusi pada pencapaian RPJMN dan Visi Misi Presiden. Hal ini dimungkinkan karena program dan kegiatan dalam Renstra Direktorat 20152019 ini telah dilengkapi dengan target output yang berkontribusi terhadap capaian Renstra Kedeputian I yang besinergis dengan Renstra BPOM. Pemantauan dan evaluasi secara berkala akan dilaksanakan setiap tahun, pada pertengahan periode Rencana Strategis/RPJMN sebagai midterm review, maupun pada akhir RPJMN sebagai impact assessment. Evaluasi Renstra yang dilaksanakan setiap tahun didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2006 tentang Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Nasional yang dikoordinasikan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan nasional (BAPPENAS). Selain sebagai bahan evaluasi seperti tersebut di atas, Renstra juga menjadi pedoman untuk penyusunan Laporan Kinerja Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) sesuai dengan Peraturan Presiden tentang Sistem Akuntansi Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang dikoordinasikan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Dengan demikian, hasil pelaksanaan Renstra Direktorat yang bersinergis dengan Renstra Kedeputian dan BPOM dapat memberikan kontribusi terhadap visi, misi dan program kerja Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2015 - 2019, yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”.
RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
54
Lampiran 1. Matriks Kinerja dan Pendanaan Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT Update 2 April 2015 Target Program/Kegiatan
Sasaran Program (Outcome)/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
Lokasi
2015
2016
2017
Alokasi (dalam Miliar rupiah) 2018
2019
2015
2016
2017
2018
2019
K/L-NUnit Organisasi B-NSBS Pelaksana
Program Pengawasan Obat dan Makanan 13.5
Pengawasan Produksi Obat Meningkatnya mutu sarana produksi obat sesuai Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terkini 1
Presentase hasil inspeksi dengan temuan kritikal yang ditindaklanjuti tepat waktu
Pusat
60
65
75
85
95
2
Jumlah industri farmasi yang meningkat tingkat kemandiriannya
Pusat
0
6
12
12
10
15.0
16.0
18.0
20.0 Dit. Was. Produksi Obat
Lampiran 2. Matriks kerangka regulasi Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT tahun 2015-2019 No
1
Arah Kerangka Regulasi dan / atau kebutuhan regulasi
Urgensi Pembentukan Berdasarkan Evaluasi Regulasi Eksisting
Revisi Per Ka Badan tentang Kriteria dan Tata Belum disesuaikan Cara Penarikan Obat TMS ketentuan terkini
dengan
perkembangan
Unit Penanggung Jawab
dan
Ditwas Produksi PT dan PKRT
Unit Terkait /Institusi
Target Penyelesaian
Ditlai Obat dan Produk Biologi, DitWas Distribusi PT dan PKRT, Dit Standardisasi PT dan PKRT, 2015 - 2016 Ditwas NAPZA, PPOMN, Biro Hukmas
2
PerKa Badan tentang Sertifikasi CPOB
Terdapat industri/sarana yang tidak memiliki izin industri farmasi namun bermohon untuk sertifikasi, misalnya : industri kimia, laboratorium pengolahan sel Ditwas Produksi PT dan PKRT punca, laboratorium pengembangan produk (skala lab), fasilitas pengumpul plasma untuk diproses menjadi produk darah
3
GMP untuk rumah sakit
Adanya kegiatan pembuatan/rekonstitusi rumah sakit
4
PerKa Badan tentang pelayanan publik
Tidak mencakup inspeksi luar negeri untuk bahan aktif Ditwas Produksi PT dan PKRT obat
5
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak Belum ada PerKa
6
Pedoman kriteria tindak lanjut inspeksi CPOB
Belum disesuaikan dengan perkembangan dan situasi Ditwas Produksi PT dan PKRT terkini
Biro Hukmas, Ditlai Obat dan Produk Biologi, DitWas Distribusi PT dan PKRT, Ditwas NAPZA, 2015 Pusdik
7
PMK No 1799 tahun 2010 tentang izin industri Belum disesuaikan dengan perkembangan dan situasi Ditwas Produksi PT dan PKRT farmasi terkini
Biro Hukmas, Ditlai Obat dan Produk Biologi, 2016 Kemenkes
8
Juknis inspeksi luar negeri
Belum ada juknis
Ditwas Produksi PT dan PKRT
Biro Hukmas, Ditlai Obat dan Produk Biologi
2015
9
Revisi Pedoman CPOB
Menyesuaikan dengan perkembangan guideline
Ditwas Produksi PT dan PKRT
Biro Hukmas
2017
10
Revisi pedoman CPOB darah dan produk Menyesuaikan dengan perkembangan guideline darah
Ditwas Produksi PT dan PKRT
Biro Hukmas, PMI, Kemenkes, Ditlai Obat dan 2015-2016 Produk Biologi
obat
di
Ditwas Produksi PT dan PKRT
Ditwas Produksi PT dan PKRT
Biro Hukmas, Ditlai Obat dan Produk Biologi
2016
Biro Hukmas, Ditlai Obat dan Produk Biologi
2015
Biro Hukmas, Ditlai Obat dan Produk Biologi, Dit. Standardisasi PT dan PKRT, Ditwas Distribusi PT 2015 - 2016 dan PKRT Biro Hukmas, Ditlai Obat dan Produk Biologi
2015