BAB I PENDAHULUAN
A. Kondisi Umum Pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia telah menunjukkan banyak kemajuan, terutama bagi warga masyarakat yang kurang beruntung, yang lebih dikenal dengan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), termasuk di dalamnya adalah Orang Dengan Kecacatan (ODK) atau Penyandang Disabilitas. Disabilitas adalah ketidakmampuan melaksanakan suatu aktivitas/kegiatan tertentu sebagaimana layaknya orang normal yang disebabkan oleh kondisi impairment (kehilangan atau ketidakmampuan) yang berhubungan dengan usia dan masyarakat (Glosarium Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial | 2009). Dahulu istilah disabilitas dikenal dengan sebutan penyandang cacat. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) tidak lagi menggunakan istilah penyandang cacat, diganti dengan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama, dimana ketika ia berhadapan dengan berbagai hambatan, hal ini dapat menyulitkannya untuk berpartisipasi penuh dan efektif dalam masyarakat berdasarkan kesamaan hak. Pemerintah sendiri telah menetapkan isu disabilitas sebagai salah satu masalah prioritas yang perlu ditangani. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN) 2015 2019 dimana Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial telah menetapkan 3 prioritas yaitu : 1) Ketelantaran 2) Kecacatan3) Ketunaan Sosial. Penyandang disabilitas atau Orang Dengan Kecacatan adalah mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama dimana ketika berhadapan dengan berbagai hambatan. Hambatan tersebut dapat menghalangi partisipasi penuh dan efektif mereka dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya. Isu strategis dalam percepatan penurunan kemiskinan dan peningkatan pemerataan pada periode 2015-2019 adalah: (i) pertumbuhan ekonomi yang inklusif terutama bagi masyarakat kurang mampu dan rentan, (ii) peningkatan penyelenggaraan perlindungan sosial yang komprehensif bagi penduduk rentan dan pekerja informal, (iii) perluasan dan peningkatan pelayanan dasar untuk masyarakat kurang mampu
1
dan rentan, dan (iv) pengembangan penghidupan berkelanjutan (RPJMN 20152019). Berkaitan dengan kondisi permasalahan penyandang disabilitas, yang tidak hanya menyangkut permasalahan individu tetapi juga berkaitan dengan masalah sosial. Cara penanganannya pun telah mengalami pergeseran paradigma dari pendekatan belas kasihan (charity based approach), ke arah yang lebih mengedepankan pendekatan yang mengutamakan pemenuhan hak-hak orang dengan kecacatan (right based approach). Pergeseran paradigma
tersebut juga menjadi landasan
Pemerintah Indonesia untuk menandatangani Convention on the Rights of Persons with Disabilities / CRPD (Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) pada tanggal 30 Maret 2007 di New York yang diwakili oleh Menteri Sosial Republik Indonesia. Penandatanganan tersebut menunjukan kesungguhan Pemerintah Indonesia untuk menghormati, melindungi, memenuhi, dan memajukan hak-hak orang dengan kecacatan, yang pada akhirnya diharapkan dapat memenuhi kesejahteraan para orang dengan kecacatan.
Ratifikasi yang telah dilakukan
Pemerintah Indonesia dimaksudkan untuk memajukan, melindungi, dan menjamin kesetaraan hak dan kesamaan kesempatan, kebebasan yang mendasar bagi semua orang dengan kecacatan. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa setiap orang dengan kecacatan harus bebas dari penyiksaan, perlakuan yang salah, tidak manusiawi, semena-mena, eksploitasi, dan merendahkan martabat manusia. Menurut data Susenas (2012), jumlah penyandang disabilitas di Indonesia adalah 6.008.640 orang. Berdasarkan data Susenas (2012), diketahui bahwa penduduk Indonesia yang menyandang disabilitas sebesar 2,45%. Jumlah peyandang disabilitas ini cenderung meningkat dengan berbagai sebab, diantaranya kecacatan yang dikarenakan kesalahan proses persalinan, atau kecacatan yang diakibatkan keracunan pencemaran lingkungan yang mengakibatkan kecacatan mulai dalam janin maupun manusia dewasa yang menjadi korban bencana, kecelakaan lalulintas, kecelakaan kerja, konflik sosial, atau perlakuan salah. Data jumlah dan sebaran penyandang Disabilitas berdasarkan Susenas dapat dilihat gambar berikut :
2
Penanganan permasalahan penyandang disabilitas telah mengalami pergeseran dari paradigma pelayanan dan rehabilitasi menuju pendekatan berbasis hak dimana penanganan penyandang disabilitas diarahkan pada pemeliharaan dan penyiapan kondisi lingkungan fisik yang dapat mendukung perluasan aksesibilitas pelayanan terhadap penyandang disabilitas. Pergeseran paradigma ini telah menjadi landasan bagi komitmen Pemerintah Indonesia melalui penandatanganan Konvensi Hak Orang Dengan Kecacatan Resolusi PBB Nomor 106/61 tahun 2006 oleh Menteri Sosial RI dan ditindak lanjuti dengan UU. No. 19 / 2011, tentang pengesahan ratifikasi konvensi hak-hak penyandang disabilitas Pendekatan berbasis hak dengan menggunakan metode dan teknik pekerjaan sosial dilaksanakan dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas yang memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara. Pendekatan ini berhubungan langsung dengan harkat dan martabat manusia yang tidak bisa dinegosiasikan dan menempatkan negara (pemerintah, pemerintah daerah, serta masyarakat) sebagai pemangku kepentingan yang menyelenggarakan upaya kesejahteraan sosial dalam upaya-upaya perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Pembangunan kesejahteraan sosial bagi Penyandang Disabilitas saat ini diarahkan pada upaya rehabilitasi dan perlindungan sosial, dimana secara teknis dilaksanakan oleh Direktorat Rehabilitasi Sosial penyandang disabilitas Kementerian Sosial Republik Indonesia. Sebagai panduan bagi kebijakan, program dan kegiatan dalam melaksanakan rehabilitasi dan perlindungan sosial, diperlukan Rencana Strategis lima tahun ke depan, yaitu tahun 2015-2019 untuk mengurangi dampak sosial di masa yang akan datang bila tidak ditangani dengan cepat, tepat, dan akurat. Rencana strategis bagi suatu organisasi dapat membantu dalam melakukan evaluasi secara berkala untuk proses pencapaian tujuan. Rencana strategis lima tahun ke depan tidak terlepas dari hasil kerja yang telah dicapai selama lima tahun sebelumnya. Dalam kurun waktu tahun 2010 – 2015 Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan Kementerian Sosial Republik Indonesia, telah melaksanakan berbagai program dan kegiatan pelayanan rehabillitasi sosial bagi penyandang Disabilitas, yang antara lain meliputi: 1. Rehabilitasi Sosial Berbasis Institusi Direktorat RSODK membawahi 20 Unit Pelaksana Teknik (UPT) yang melayani Penyandang Disabilitas netra, rungu wicara, tubuh dan eks penyakit kronis,
3
mental retardasi, mental eks psikotik. Selain itu, terdapat 22 panti yang dikelola pemerintah daerah dan 321 panti yang diselenggarakan oleh masyarakat. 2. Rehabilitasi Sosial Berbasis Non-Institusi a. Unit Pelayanan Sosial Keliling (UPSK) yang berada di seluruh wilayah Indonesia (33 propinsi), merupakan sarana pelayanan bergerak yang kegiatannya diarahkan untuk menjangkau lokasi Orang Dengan Kecacatan atau PMKS lain sampai ke tingkat desa. b. Loka Bina Karya (LBK), ditujukan agar Orang Dengan Kecacatan mendapatkan akses dan rehabilitasi sosial dan perlindungan dengan menitikberatkan pada bimbingan keterampilan. Jumlah LBK yang masih berfungsi saat ini adalah 204, dari sebelumnya 321, dimana pada saat otonomi daerah pengelolaannya diserahkan pada pemerintah kabupaten/kota. Sebanyak 104 beralih fungsi, dan 13 sama sekali tidak berfungsi. 3. Rehabilitasi Berbasis Keluarga/Masyarakat (RBM), ditujukan untuk memobilisasi masyarakat dalam memberikan bantuan dan dukungan bagi Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas dan keluarganya dengan memanfaatkan potensi sumber kesejahteraan sosial setempat. Kegiatan utamanya adalah melakukan deteksi dini terhadap kecacatan. 4. Bantuan Sosial bagi Organisasi Sosial Kecacatan, ditujukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan memperluas jangkauan rehabilitasi dan perlindungan sosial Orang Dengan Kecacatan. 5. Bantuan tanggap darurat terhadap Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas Korban Bencana dan perlakuan yang salah, ditujukan untuk Orang Dengan Kecacatan yang mengalami keterlantaran, diskriminasi, eksploitasi, tindak kekerasan, korban bencana, maupun orang yang mengalami kecacatan sebagai akibat dari bencana. 6. Pemberian Bantuan bagi Penyandang Disabilitas berat bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar Orang Dengan Kecacatan Berat sehingga taraf kesejahteraan sosialnya terpelihara. Jumlah Orang Dengan Kecacatan Berat adalah 163.232 orang. Program tersebut diluncurkan mulai tahun 2006 ini sampai tahun 2009 telah memberikan bantuan kepada 17.000 Penyandang Cacat / disabilitas Berat. 7. Pelaksanaan sosialisasi Rencana Aksi Nasional (RAN) Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas di 34 propinsi di Indonesia, 8. Peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) pelaksana rehabilitasi sosial Orang Dengan Kecacatan / bagi Penyandang Disabilitas. 9. Kampanye Sosial dalam rangka memperingati Hari Internasional Penyandang Cacat (Hipenca), dilaksanakan pada setiap Bulan Desember. 10. Pengembangan Model berupa Uji Coba Refungsionalisasi Loka Bina Karya (LBK) di dua provinsi, yaitu di Jawa Barat dan Sumatera Selatan. 11. Koordinasi lintas sektor dan diseminasi program Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan. 4
12. Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi yang dilakukan di 33 propinsi. 13. Pengembalian panti daerah yaitu Panti Sosial Orang Dengan Kecacatan Tubuh (PSBD) Bahagia di Sumatera Utara ke pemerintah pusat pada tahun 2008 untuk menjadi UPT Kementerian Sosial. 14. Konferensi mengenai Orang Dengan Kecacatan / penyandang disabilitas baik di dalam dan luar negeri (antara lain di Swedia, Vietnam, Thailand, China, dan Australia). B. Potensi dan Permasalahan 1. Potensi Berdasarkan hasil analisis, Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan (Direktorat Rehabilitasi Sosial ODK) memiliki potensi dalam melaksanakan pembangunan kesejahteraan sosial, yang diamanatkan oleh RPJMN dan untuk mewujudkan visi dan melaksanakan misi Kementerian Sosial. Potensi tersebut dijabarkan sebagai berikut: a. Sumber Daya Manusia Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan pada tahun 2015 memiliki sejumlah 45 orang pegawai yang siap melaksanakan kegiatan. Mereka terdiri dari 8,89% golongan II; 60% golongan III dan 31,11% golongan IV. Latar belakang pendidikan mereka adalah SLTA, Diploma III, Diploma IV/S1 dan Magister/S2. Selain itu, jumlah tersebut ditambah dengan 1.247 orang SDM yang bertugas di 20 Unit Pelaksana Teknis (UPT) di seluruh Indonesia. Mereka terdiri dari 5,37 % pegawai golongan I; 22,61 % golongan II; 65,35 % golongan III; 6,66 % golongan IV. Sementara latar belakang pendidikan mereka adalah 4,89 % SD; 4,73 % SMP; 35,20 % SLTA; 0,40 % D2; 9,30 % D3; 6,98 % D4; 32,64 % S1; 5,85 % S2. b. Pilar Partisipan Usaha Kesejahteraan Sosial Keberadaan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) yang antara lain terdiri dari Karang Taruna, Organisasi Sosial Kecacatan, Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), Satuan Bhakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos), dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), Tim Reaksi Cepat (TRC), Pendamping Jaminan Sosial Orang Dengan Kecacatan Berat, dan Kader Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (RBM), secara fungsional telah banyak memberikan dukungan terhadap proses rehabilitasi dan perlindungan sosial kepada Orang Dengan Kecacatan / penyandang disabilitas. c. Sarana dan Prasarana Rehabilitasi Sosial
5
Selain SDM, sarana dan prasarana mempunyai peranan yang sangat penting. Sarana dan prasarana Rehabilitasi Sosial di lingkungan Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan itu berupa balai dan panti rehabilitasi sosial. Semua sarana dan prasarana pembangunan kesejahteraan sosial harus memiliki standar minimum yang ditetapkan. Tabel 1 Jumlah Panti Sosial Orang Dengan Kecacatan / penyandang disabilitas di Lingkungan Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan Kementerian Sosial No
Jenis Kecacatan
Nama Panti/UPT
Jumlah
1
ODK Netra
Panti Sosial Bina Netra, Balai Penerbitan Braille Indonesia
5
2
ODK Rungu Wicara
Panti Sosial Bina Rungu Wicara
3
3
ODK Tubuh
Panti Sosial Bina Daksa, Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa, Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa
5
4
ODK Grahita
Panti Sosial Bina Grahita & Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita
3
5
ODK Eks Psikotik
Panti Sosial Bina Laras
3
6
ODK Bekas Penderita Penyakit Kronis
Panti Sosial Bina Lara Kronis
1 Jumlah
20
Sumber : Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan 2015 Seluruh balai dan panti pelayanan dan rehabilitasi sosial Orang Dengan Kecacatan dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai untuk memfasilitasi penyelenggaraan rehabilitasi sosial serta keterampilan seperti asrama, aula, ruang bimbingan, poliklinik, ruang latihan keterampilan, dan sebagainya. d. Legislasi Dalam menjalankan programnya, Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan memiliki landasan peraturan perundang-undangan, yaitu: 1) UU No. 4 / 1997 tentang Penyandang Cacat; 2) UU No. 11 /2009 tentang Kesejahteraan Sosial; 3) UU No. 19/ 2011 tentang Pengesahan Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas 4) Peraturan Pemerintah No. 43/1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat; 5) Keputusan Presiden No. 83 Tahun 1999, Tentang Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat;
6
6) Resolusi UN ESCAP No. 58/4 Tahun 2002 Asian and Pacific Decade of Persons With Disability (Dekade II se Asia Pasific tentang Penyandang Cacat) 7) Rencana Aksi Nasional Pemberdayaan Penyandang Cacat ( 2004 – 2013); 8) Regulasi lain yang relevan baik di tingkat pusat maupun daerah. Peraturan perundang-undangan tersebut diperkuat dengan dukungan kebijakan lain, seperti Inpres No. 1 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 dan Inpres No. 3 tentang Program Pembangunan Yang Berkeadilan. Peraturan perundang-undangan tersebut mengatur dan menjamin agar program rehabilitasi dan perlindungan sosial bagi Orang Dengan Kecacatan diselenggarakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan. e. Tanggung Jawab Sosial Dunia Usaha Pembangunan kesejahteraan sosial tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, khususnya Kementerian Sosial, namun juga tanggung jawab masyarakat dan dunia usaha. Partisipasi dunia usaha dilakukan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) yaitu mengimplementasikan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat melalui kegiatan dan pelayanan kesejahteraan sosial. Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan telah memberikan kepercayaan kepada dunia usaha dan melakukan kerja sama untuk turut mendukung upaya pelayanan dan rehabilitasi sosial Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas, antara lain dengan bentuk penempatan Orang Dengan Kecacatan dalam program pemagangan atau penempatan kerja. f. Komitmen, Dukungan, dan Kerja Sama Internasional Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan ikut serta menjadi bagian upaya menghimpun kekuatan bersama untuk memberikan kontribusi di bidang kecacatan di tingkat internasional, antara lain diwujudkan dalam bentuk : keikutsertaan dalam berbagai pertemuan tingkat menteri berkaitan dengan pendayagunaan penyandang; menghadiri undangan dan kunjungan kerja ke negara lain (Jerman, Jepang, Thailand, Korea, Australia, dan lainlain), kerja sama dengan lembaga-lembaga internasional (seperti JICA, Handicaped International, NLR, World Bank, APCD) dan sebagainya. Pertukaran informasi dan pengalaman megenai bidang disabilitas dengan organisasi disabilitas internasional, seperti : Asia - Australia Mental Health (AAMH), dan MIND Australia, serta peningkatan kemampuan petugas disabilitas dengan Flinders University dan Melbourne. 2. Permasalahan 7
Berdasarkan kenyataan dan hasil analisis, masih banyak permasalahan yang dihadapi oleh Penyandang Disabilitas di Indonesia, yang tidak saja menyangkut kecacatan itu sendiri namun juga mempengaruhi berbagai aspek. Kecacatan diartikan sebagai hilang/terganggunya fungsi fisik atau kondisi abnormal fungsi struktur anatomi, psikologi, maupun fisiologi seseorang. Kecacatan telah menyebabkan seseorang mengalami keterbatasan atau gangguan terhadap fungsi sosialnya sehingga mempengaruhi keleluasaan aktivitas fisik, kepercayaan, dan harga diri dalam berhubungan dengan orang lain ataupun dengan lingkungan. Kondisi seperti ini menyebabkan Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas kurang mendapat kesempatan bergaul, bersekolah, bekerja dan bahkan kadang-kadang menimbulkan perlakuan diskriminatif dari mereka yang tidak cacat. Sisi lain dari kecacatan adalah pandangan sebagian orang yang menganggap kecacatan sebagai kutukan, sehingga mereka perlu disembunyikan oleh keluarganya. Perlakuan seperti ini menyebabkan hak Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas untuk berkembang dan berkreasi tidak dapat terpenuhi. Masalah kecacatan seringkali menjadi semakin berat karena disertai dengan masalah kemiskinan, ketelantaran, dan keterasingan. Jumlah Orang Dengan Kecacatan di Indonesia berdasarkan data dari Pusdatin Kesejahteraan Sosial Tahun 2009 adalah sebanyak 1.541.942 orang, yang meliputi cacat fisik, mental, dan cacat ganda. Namun demikian, jumlah yang sebenarnya jauh lebih besar dari data yang ada. Hal ini karena keluarga dan masyarakat yang mempunyai anggota keluarga yang mengalami kecacatan sering kali menyembunyikannya sehingga Orang Dengan Kecacatan tidak dapat tersentuh rehabilitasi dan perlindungan sosial.
Permasalahan mendasar yang dihadapi dalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial bagi Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas adalah: a.
b. c.
d.
Isu tentang kecacatan belum menjadi isu nasional, sehingga cakupan atau jangkauan program Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas belum meluas sampai ke seluruh wilayah Indonesia. Sarana dan prasarana yang aksesibel bagi Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas masih sangat terbatas. Aspek kelembagaan, anggaran yang tersedia dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pelaksana masih terbatas, sehingga penyelenggaraan Rehabilitasi dan Perlindungan Sosial Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas belum optimal. Peran pemerintah masih dominan dalam program penyelenggaraan Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan/ Penyandang Disabilitas sehingga mengurangi esensi dari upaya pemberdayaan sosial. 8
e. f. g.
Implementasi peraturan perundang-undangan berkaitan dengan Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas belum maksimal. Komitmen pemerintah daerah dalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial masih rendah. Peran masyarakat melalui organisasi nirlaba dan dunia usaha dalam Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas belum dapat didayagunakan secara optimal.
Selain permasalahan tersebut di atas, di dalam pelaksanaan program selama kurun waktu 2005-2009, terdapat beberapa persoalan yang dihadapi Direktrorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan yang juga bisa menjadi faktor penghambat pencapaian kinerja pada masa yang akan mendatang jika tidak diberi perhatian. Permasalahan tersebut adalah konstelasi faktor internal (khususnya yang berkaitan dengan sumber daya manusia, dana, sarana dan prasarana), dan faktor eksternal (keluarga, masyarakat serta nilai-nilai sosial yang beragam), serta terbatasnya ketersediaan dalam pencapaian kinerja penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Meskipun sudah banyak kemajuan yang telah dicapai dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas, masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Selain disebabkan karena permasalahan kecacatan yang semakin kompleks, juga masih banyak permasalahan yang belum sepenuhnya terselesaikan sejalan dengan dinamika sosial ekonomi masyarakat. Untuk itu, penanganan masalah Orang Dengan Kecacatan/ Penyandang Disabilitas melalui rehabilitasi dan perlindungan sosial perlu terus dilanjutkan secara berkesinambungan dan ditingkatkan agar apa yang telah dicapai dapat terus ditingkatkan dan jangkauan pelayanan dapat diperluas. Hal ini sesuai dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial yang mengamanatkan agar pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi warga masyarakat yang kurang beruntung dan rentan, dan melakukan penanggulangan kemiskinan. Perkembangan pembangunan kesejahteraan sosial saat ini diwarnai oleh adanya perubahan paradigma pembangunan nasional, yang bergeser dari sentralistik ke arah desentralistik. Hal ini merupakan penjabaran dari kebijakan pemerintah untuk memberikan peran dan posisi yang lebih besar kepada masyarakat sebagai pelaku dan pelaksana utama pembangunan. Melalui kebijakan otonomi daerah, pemerintah memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah, khususnya daerah kabupaten/kota untuk menyelenggarakan pembangunan dan mengurus rumah tangganya sendiri. Kenyataan menunjukkan bahwa pemberian otonomi tersebut tidak sepenuhnya berjalan mulus, karena masih sering ditemukan adanya ekses negatif yang mengakibatkan terjadinya hambatan dalam pelaksanaan pembangunan di bidang kesejahteraan sosial. 9
Perubahan ini hendaknya disikapi secara arif, bijaksana, dan diarahkan pada terwujudnya pemahaman dan komitmen pelaku pembangunan kesejahteraan sosial di setiap daerah kabupaten dan kota. Sehubungan dengan hal itu, kiranya perlu dikembangkan sistem rehabilitasi yang lebih memberikan keleluasaan dan kesempatan yang luas kepada keluarga dan masyarakat, khususnya yang berada di sekitar Orang Dengan Kecacatan/ Penyandang Disabilitas untuk turut mengembangkan program-program bagi kesejahteraan Orang Dengan Kecacatan. Selain itu perluasan sistem rehabilitasi sosial dari, oleh, dan untuk masyarakat dapat dilaksanakan lebih optimal, karena masyarakat melihat, merasakan dan terlibat langsung dengan berbagai upaya rehablitasi dan perlindungan sosial yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi permasalahan serta sumber daya yang ada di masyarakat itu sendiri. Hal ini untuk mempercepat capaian jangkauan kepada Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas yang sampai saat ini belum memadai. Upaya mengangkat derajat kesejahteraan sosial dapat dipandang sebagai bagian dari investasi sosial yang ditujukan untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas SDM bangsa Indonesia, sehingga mampu menjalankan tugas-tugas kehidupannya secara mandiri sesuai dengan nilai-nilai yang layak bagi kemanusiaan. Terkait dengan masalah disabilitas, Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan menghadapi tantangan eksternal yang mencakup perubahan lingkungan global, regional, dan nasional. Dalam lingkungan global, Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan menyadari bangsa-bangsa di dunia sedang mengalami perubahan yang dinamis atas penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segenap aspek kehidupan. Nilai-nilai kehidupan yang bersifat tradisional bergeser kepada nilai-nilai kehidupan modern yang disertai munculnya dampak negatif berupa kesenjangan sosial diantara bangsa-bangsa yang memerlukan perhatian lebih serius. Perkembangan global lainnya adalah munculnya kecenderungan yang menyatukan bangsa-bangsa ke dalam suatu kesatuan berdasarkan kepentingan dan kesepahaman seperti meningkatnya kesadaran akan demokratisasi dan desentralisasi, HAM, lingkungan hidup, gender, civil society, serta komitmen terhadap penanggulangan kemiskinan dan berbagai masalah sosial lainnya, termasuk masalah disabilitas. Komitmen bersama dan kerjasama yang harmonis antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat sangat diperlukan, dalam upaya menggalang kekuatan untuk menyelenggarakan rehabilitasi dan perlindungan sosial yang terencana, terintegrasi dan terpadu bagi Orang Dengan Kecacatan/ Penyandang Disabilitas. Rencana Strategis tahun 2015 – 2019 disusun untuk menjadi pedoman/panduan dalam mewujudkan cita-cita yang luhur yaitu kesejahteraan sosial bagi Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas di Indonesia.
10
BAB II VISI, MISI, DAN TUJUAN DIREKTORAT REHABILITASI SOSIAL ORANG DENGAN KECACATAN
A. Visi Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan Visi yang ingin dicapai adalah: Terwujudnya Rehabilitasi Sosial bagi Penyandang Disbilitas Berbasiskan Pemenuhan Hak Asasi Manusia. Visi ini mengandung arti bahwa rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan / penyandang disabilitas telah, sedang, dan akan dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat ditujukan untuk mewujudkan pemenuhan hak-hak orang dengan kecacatan. Kondisi ini merupakan tujuan ideal dan sekaligus upaya agar masyarakat dapat terbebas dari masalah-masalah sosial, menghindari terjadinya kesenjangan yang tinggi di bidang kesejahteraan sosial dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan Asia, serta sebagai pencerminan negara yang berketuhanan, aman, makmur, dan berkeadilan sosial. Secara konstitusional, visi ini merupakan jawaban atas amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial serta komitmen untuk melaksanakan kesepakatan tujuan-tujuan pembangunan milenium (Millenium Development Goals) 2015. Oleh karena itu, setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh taraf kesejahteraan sosial dan kualitas hidup yang sebaik-baiknya. Dalam hal ini pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk dapat memfasilitasi, mendukung, dan membawa masyarakat khususnya Orang Dengan Kecacatan pada kondisi sejahtera yang dicita-citakan. B. Misi Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan mengemban dan melaksanakan tugas sesuai dengan visi yang telah ditetapkan agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik. Agar pelaksanaan tugas dan fungsi dapat mencapai hasil yang optimal sesuai dengan visi yang telah ditetapkan, maka ditetapkan misi sebagai berikut: 1. Mewujudkan rehabilitasi sosial Orang Dengan Kecacatan yang berkeadilan, 2. Profesionalisme rehabilitasi sosial Orang Dengan Kecacatan, 11
3. Mewujudkan keselarasan peraturan perundangan dan kebijakan teknis terhadap rehabilitasi sosial Orang Dengan Kecacatan.
C. Tujuan Tujuan Rehabilitasi Sosial yang ingin dicapai Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan tahun 2015-2019 adalah: 1. Menyelaraskan peraturan perundangan dan kebijakan terhadap rehabilitasi sosial Orang Dengan Kecacatan/ Penyandang Disabilitas. 2. Mewujudkan rehabilitasi sosial Penyandang Orang Dengan Kecacatan/ Penyandang Disabilitas yang berkeadilan, 3. Meningkatkan kualitas rehabilitasi sosial terhadap Orang Dengan Kecacatan/ Penyandang Disabilitas yang terpadu dan terintegrasi melalui institusi dan masyarakat D. Sasaran Strategis Tujuan yang akan dicapai Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan, ditetapkan ke dalam empat sasaran Strategis sebagai berikut : 1. Meningkatnya keselarasan peraturan perundang-undangan teknis terhadap rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas.
dan kebijakan
2. Meningkatnya rehabilitasi dan perlindungan sosial penyandang disabilitas. 3. Meningkatnya kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) bidang rehabilitasi sosial penyandang Disabilitas 4. Meningkatnya masyarakat.
rehabilitasi sosial
Penyandang Disabilitas berbasis institusi
Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan melalui berbagai kegiatan dan program rehabillitasi sosial terus berupaya meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan sosial orang dengan kecacatan, mendorong dan mempercepat pemenuhan hak-hak orang dengan kecacatan dalam berbagai aspek kehidupan dalam rangka memberikan kesetaraan hak dan kesamaan kesempatan bagi orang dengan kecacatan yang berkoordinasi dengan instansi teknis terkait. Hal tersebut sebagai upaya pemerintah Indonesia mewujudkan masyarakat yang inklusif dan bebas hambatan semua pihak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pemenuhan Hak-Hak Orang dengan kecacatan. 12
E. Indikator Kinerja Utama Untuk mencapai sasaran strategis yang telah disebutkan di atas, ditetapkan indikator kinerja sebagai berikut : 1. Sasaran Strategis 1 : a. Jumlah kebijakan teknis yang diselaraskan terkait pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas b. Jumlah kebijakan teknis yang diselaraskan terkait rehabilitasi sosial penyandang disabilitas 2. Sasaran Strategis 2 : Jumlah penyandang disabilitas yang berhasil dilindungi, direhabilitasi, dan mandiri, baik di dalam dan di luar panti 3. Sasaran Strategis 3 : Jumlah SDM yang meningkat kapasitasnya (kompetensi / kemampuan ) untuk merehabilitasi dan melindungi penyandang disabilitas. 4. Sasaran Strategis 4 : Jumlah lembaga rehabilitasi sosial penyandang disabilitas yang meningkat kualitas pelayanannya.
SASARAN STRATEGIS No.
TUJUAN 2015
TARGET INDIKATOR KINERJA
Keterangan
2015
2016
2017
2018
2019
24 buku
26 buku
19 buku
13 buku
Menyelaraskan peraturan F. 1 perundangan dan kebijakan 1 terhadap rehabilitasi sosial Orang Dengan Kecacatan/ Penyandang Disabilitas.
Meningkatnya keselarasan peraturan perundangundangan dan kebijakan teknis terhadap rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas.
Jumlah kebijakan teknis yang diselaraskan yang diselaraskan terkait rehabilitasi sosial penyandang disabilitas dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas
27 buku 1
G. Mewujudkan rehabilitasi sosial Penyandang Orang Dengan Kecacatan/ Penyandang Disabilitas yang berkeadilan,
Meningkatnya rehabilitasi dan perlindungan sosial penyandang disabilitas.
Jumlah penyandang disabilitas yang berhasil dilindungi, direhabilitasi, dan mandiri, baik di dalam dan di luar panti
52. 333 PD
53.440 PD
54.040 PD
56.040 PD
57.940 PD
Meningkatkan kualitas H. rehabilitasi sosial terhadap Orang Dengan Kecacatan/ Penyandang Disabilitas yang terpadu dan terintegrasi melalui institusi dan masyarakat
Meningkatnya kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) bidang rehabilitasi sosial penyandang Disabilitas
Jumlah SDM yang meningkat kapasitasnya (kompetensi / kemampuan ) untuk merehabilitasi dan melindungi penyandang disabilitas. Jumlah lembaga rehabilitasi sosial penyandang disabilitas yang meningkat kualitas pelayanannya.
1.565 SDM
695 SDM
840 SDM
1.004 SDM
900 SDM
20 lbg
36 lbg (pusat : 28)
40 lbg (pusat : 31)
44 lbg
30 lbg
Meningkatnya rehabilitasi sosial Penyandang Disabilitas berbasis institusi masyarakat.
rekomendasi
13
Dicapai melalui kegt. Pusat, UPT, dan Dekon Kegiataan Pusat dan UPT ODK
Kegiatan Pusat dan dekon
BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI DIREKTORAT REHABILITASI SOSIAL ORANG DENGAN KECACATAN
A. Arah Kebijakan 1. Arah Kebijakan a. Mendukung penataan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan termasuk peraturan daerah yang berkenaan dengan penyelenggaraan rehabilitasi sosial Penyandang Disabilitas. b. Meningkatkan kualitas hidup dan akses seluas-luasnya bagi orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas, khususnya orang dengan kecacatan yang memerlukan rehabilitasi sosial. c. Menata kembali kelembagaan dan peningkatan profesionalisme rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan yang berbasis pekerjaan sosial, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat dan dunia usaha. d. Memantapkan kualitas dan akuntabilitas manajemen rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas, mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, pelaporan, penyediaan data dan koordinasi atau keterpaduan. e. Meningkatkan prakarsa dan peran aktif masyarakat termasuk masyarakat mampu, dunia usaha, perguruan tinggi, dan Orsos/LSM dalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas secara terpadu dan berkelanjutan. f. Menciptakan iklim yang dapat memperkuat ketahanan sosial masyarakat dan mengembangkan kapasitas masyarakat dalam melaksanakan tanggung jawab sosial untuk berpartisipasi dalam mencegah masalah sosial orang dengan kecacatan serta mendukung rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas. g. Mendukung terlaksananya kebijakan desentralisasi dalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan yang terkoordinasi dengan kebijakan pemerintah.
14
h. Mengoptimalkan penyediaan data dan pengembangan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur capaian rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas. i.
Mengembangkan advokasi dan pendampingan sosial di dalam pengelolaan program rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan.
B. Strategi: 1. Kampanye sosial, mengandung makna memberikan pemahaman, sosialisasi, penyadaran, dan kepedulian terhadap pelaku rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas dalam upaya penyelenggaraan rehabilitasi sosial 2. Kemitraan sosial, mengandung makna adanya kerja sama, kepedulian, kesetaraan, kebersamaan,dan jaringan kerja yang menumbuh kembangkan kemanfaatan timbal balik antara pihak-pihak yang bermitra 3. Partisipasi sosial, mengandung makna adanya prakarsa dan peranan dari penerima pelayanan dan lingkungan sosialnya dalam pengambilan keputusan serta melakukan pilihan terbaik untuk peningkatan kesejahteraan sosialnya. 4. Advokasi dan pendampingan sosial, mengandung arti adanya upaya memberikan perlindungan, pembelaan, dan asistensi terhadap hak-hak dasar orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas. 5. Penyediaan aksesibilitas fisik dan non fisik bagi orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas dimaksudkan guna mempermudah mobilitas dan akses terhadap pelayanan-pelayanan dasar.
C. Tugas Pokok Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan 1. Tugas Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan. 2. Fungsi Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan menyelenggarakan fungsi : a. Perumusan kebijakan di bidang rehabiliasi sosial dengan kecacatan tubuh dan bekas penyakit kronis, rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan netra dan rungu wicara, rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan mental, 15
b.
c.
d.
e.
f.
kelembagaan dan advokasi sosial, serta bantuan dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; Pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan tubuh dan bekas penyakit kronis, rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan netra da rungu wicara, rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan mental, kelembagaan dan advokasi sosial, serta bantuan dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas tubuh dan bekas penyakit kronis, rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan netra da rungu wicara, rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan mental, kelembagaan dan advokasi sosial, serta bantuan dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; Pemberian bimbingan teknis di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan tubuh dan bekas penyakit kronis, rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan netra da rungu wicara, rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas mental, kelembagaan dan advokasi sosial, serta bantuan dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; Evaluasi pelaksanaan kegiatan di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas tubuh dan bekas penyakit kronis, netra rungu wicara, rehabilitasi mental, kelembagaan dan advokasi sosial, serta bantuan dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; Pelaksanaan urusan tata usaha, perencanaan program dan anggaran, kepegawaian, dan rumah tangga direktorat.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Orang dengan kecacatan memiliki stuktur yang terdiri dari : a. Sub Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan kecacatan Tubuh dan Bekas Penderita Penyakit Kronis, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan/ Penyandang Disabilitas tubuh dan bekas penderita penyakit kronis, Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas Subdirektorat dan Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan Tubuh dan Bekas Penderita Penyakit Kronis menyelenggarakan fungsi: 1) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan tubuh dan bekas penderita penyakit kronis dalam dan luar panti; 2) Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan tubuh dan bekas penderita penyakit kronis dalam dan luar panti; 16
3) Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan tubuh dan penderita penyakit kronis dalam dan luar panti; 4) Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan tubuh dan bekas penderita penyakit kronis dalam dan luar panti 5) Penyiapan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan tubuh dan bekas penderita penyakit kronis dalam dan luar panti. Subdirektorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan Tubuh dan Bekas Penderita Penyakit Kronis terdiri dari : 1) Seksi Rehabilitasi Sosial Dalam Panti; dan 2) Seksi Rehabilitasi Sosial Luar Panti.
b. Sub Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan Netra dan Rungu Wicara, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan Netra dan Rungu Wicara. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas, Subdirektorat Rehabilitasi Orang Dengan Kecacatan Netra dan Rungu Wicara menyelenggarakan fungsi: 1) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan Netra dan Rungu Wicara; 2) Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial orang dengan Netra dan Rungu Wicara; 3) Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan Netra dan Rungu Wicara; 4) Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan Netra dan Rungu Wicara, dan 5) Penyiapan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan Netra dan Rungu Wicara. Subdirektorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan Netra dan Rungu Wicara terdiri dari : 1) Seksi Rehabilitasi Sosial Dalam Panti; dan 2) Seksi Rehabilitasi Sosial Luar Panti c. Sub Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan Mental, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan 17
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas mental. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas Subdirektorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan kecacatan Mental menyelenggarakan fungsi: 1) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan mental dan orang dengan kecacatan eks psikotik, 2) Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan mental dan orang dengan kecacatan eks psikotik; 3) Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan mental dan orang dengan kecacatan eks psikotik; 4) Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan mental dan orang dengan kecacatan eks psikotik, dan 5) Penyiapan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan mental dan orang dengan kecacatan eks psikotik Subdirektorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Orang dengan kecacatan Mental terdiri dari : 1) Seksi standarisasi dan bimbingan teknis. 2) Seksi monitoring dan evaluasi d. Sub Direktorat Kelembagaan dan Advokasi Sosial, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang kelembagaan dan advokasi orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas Subdirektorat Kelembagaan dan Advokasi Sosial menyelenggarakan fungsi: 1) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang kelembagaan dan advokasi sosial orang orang dengan kecacatan, 2) Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang kelembagaan dan advokasi sosial orang orang dengan kecacatan, 3) Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kelembagaan dan advokasi sosial orang orang dengan kecacatan, 4) Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang kelembagaan dan advokasi sosial orang orang dengan kecacatan, dan 5) Penyiapan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang kelembagaan dan advokasi sosial orang orang dengan kecacatan, Subdirektorat Kelembagaan dan Advokasi Sosial terdiri dari : 18
1) Seksi Kelembagaan, 2) Seksi Advokasi Sosial e. Sub Direktorat Asistensi dan Pemeliharaan Kesejahteraan Sosial; mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang asistensi dan pemeliharaan kesejahteraan sosial. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas Subdirektorat Asistensi dan Pemeliharaan Kesejahteraan Sosial menyelenggarakan fungsi: 1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang asistensi dan pemeliharaan kesejahteraan sosial orang dengan kecacatan. 2) Penyiapan pelaksanaan kebijakan teknis di bidang asistensi dan pemeliharaan kesejahteraan sosial orang dengan kecacatan 3) Penyiapan bahan penyusunan standar teknis, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang asistensi dan pemeliharaan kesejahteraan sosial orang dengan kecacatan. 4) Penyiapan bahan pemberian bimbingan teknis di bidang asistensi dan pemeliharaan kesejahteraan sosial orang dengan kecacatan 5) Penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis di bidang asistensi dan pemeliharaan kesejahteraan sosial orang dengan kecacatan. Subdirektorat asistensi dan pemeliharaan kesejahteraan sosial orang dengan kecacatan terdiri dari : 1) Seksi Asistensi Sosial, dan. 2) Seksi Pemeliharaan Kesejahteraan Sosial. f. Subbagian Tata Usaha Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha, kepegawaian, dan rumah tangga Direktorat.
D. Indikator Berdasarkan gambaran di atas, maka Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan menyusun strategi dan arah kebijakan penyelenggaraan rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan tahun 2015 - 2019 yang mengintegrasikan tujuan, sasaran, kebijakan, program, dan kegiatan yang terukur untuk mencapai misi Direktorat yang telah ditetapkan. Adapun strategi, proses dan indikator capaian kinerja Direktorat tahun 2010 – 2014 merujuk pada Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 111/HUK/2009 tentang Indikator Kinerja Pembangunan Kesejahteraan Sosial. 19
Pengukuran capaian indikator kinerja dari strategi dan proses yang digunakan dalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan, dilakukan dengan pengukuran indikator dengan jumlah sasaran yang diberikan, dalam hal ini persentase dihitung berdasarkan jumlah orang dengan kecacatan yang diintervensi selama tahun 2015-2019. Sesuai dengan UU No.11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, maka kebijakan dan strategi Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan kecacatan diarahkan pada Rehabilitasi Sosial, yang dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial. Berdasarkan kebijakan dan strategi tersebut maka kebijakan Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan sebagaimana ketentuan dalam RPJMN 2015-2019 diarahkan untuk : 1. Meningkatkan dan meratakan rehabilitasi sosial yang adil, dalam arti bahwa orang dengan kecacatan berhak memperoleh rehabilitasi sosial, 2. Meningkatkan profesionalisme SDM rehabilitasi sosial berbasis pekerjaan sosial dalam penanganan masalah dan potensi kesejahteraan sosial 3. Memantapkan manajemen penyelenggaraan rehabilitasi sosial dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan serta koordinasi. 4. Menciptakan iklim dan system yang mendorong peningkatan dan pengembangan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial penyandang disabilitas. 5. Mendukung terlaksananya kebijakan desentralisasi dalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial berdasarkan jenis dan derajat kecacatan, pengakuan keunikan nilai sosial budaya serta mengedepankan potensi dan sumber keluarga dan masyarakat setempat.
E. Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan 2015 - 2019 Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan melaksanakan berbagai kegiatan Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan. Kegiatan Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan pada intinya diarahkan pada : 1. Rehabilitasi Sosial Orang dengan kecacatan Tubuh dan Bekas Penderita Penyakit Kronis, Cacat Rungu Wicara, Cacat Netra, Cacat Mental, Cacat Fisik dan Mental, 2. Pemberian Dana Jaminan Sosial / Asistensi Sosial bagi Orang dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas Berat, 20
3. Peningkatan SDM melalui bimbingan teknis bidang Rehabilitasi Sosial Orang dengan kecacatan, terdiri dari : a. Peningkatkan keterampilan instruktur bidang Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas, b. Pembekalan Keterampilan Pengasuhan (parenting skills) bagi orang tua orang dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas, c. Peningkatan keterampilan pendamping program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan, 4. Bantuan operasional bagi pengembangan Lembaga Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan, 5. Penyusuan Buku Pedoman Bidang Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas, 6. Perumusan Rekomendasi melalui Pertemuan dan atau Workshop bidang Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan, melalui : a. Pertemuan Kepala Seksi Penca / ODK seluruh Indonesia, b. Workshop Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan, c. Review Program Rehabilitasi dan Perlindungan Sosial Orang dengan Kecacatan, d. Pertemuan Tim Koordinasi UPKS Orang dengan Kecacatan, e. Pertemuan Kelompok Kerja (POKJA) Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial (UPKS) Orang dengan Kecacatan, f. Pendataan Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan, g. Sosialisasi Naskah Akademis RUU Ratifikasi Konvensi Hak Penyandang Disabilitas, h. Monitoring dan Evaluasi Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan, i. Konferensi Internasional Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan j. Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) k. Rapat Kerja Teknis bidang Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan l. Bimbingan Teknis Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan 7. Penyusunan Laporan baik Laporan Keuangan, Laporan Kinerja, Laporan Monitoring, Evaluasi, dan Publikasi Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan, melalui kegiatan : a. Sosialisasi Pedoman Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan b. Sosialisasi Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan kecacatan c. Pertemuan Evaluasi dan Konsultasi Petugas Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan d. Uji Coba Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan e. Evaluasi Uji Coba Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan
21
8. Penyusunan Dokumen Perencanaan / Program / Anggaran / Data dan Informasi / Kebijakan bidang Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan, 9. Pencetakan Buku Bantu Bagi Orang dengan Kecacatan, 10. Penyediaan Layanan Perkantoran. F. Program Jangka Panjang Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan diarahkan pada pencapaian hasil berupa meningkatnya fungsi sosial orang dengan kecacatan sebagai bagian dari penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) penerima manfaat melalui pelaksanaan rehabilitasi sosial. Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan diarahkan pada : 1. Peningkatan Kualitas Hidup Orang dengan kecacatan. Kualitas hidup adalah terpenuhinya kebutuhan dalam empat bidang yaitu kebutuhan untuk melakukan sesuatu secara bebas di lingkungannya, kebutuhan untuk bebas dari campur tangan dari orang lain, kebutuhan untuk merealisasikan diri, dan kebutuhan untuk menyenangkan diri (Blane at al-2002). Kualitas hidup dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu :
a. Being, merujuk aspek fisik, psikologikal dan spiritual kualitas hidup b. Belonging, terkait dengan ketepatan hubungan interpersonal individu dengan lingkungan fisik, sosial, dan masyarakatnya. c. Becoming, kemampuan mewujudkan aspirasi personal dengan aktivitas yang bertujuan aktivitas instrumental, kesenangan dan pertumbuhan pribadi. (Nolan at al-2001) Kualitas hidup orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas yang ingin dicapai mencakup tiga dimensi di atas. Namun demikian pada umumnya populasi orang dengan kecacatan di Indonesia terkonsentrasi di pedesaan yang tidak terjangkau oleh pelayanan sosial. Kondisi ini dapat mengakibatkan rendahnya kualitas hidup orang dengan kecacatan. Oleh sebab itu perlu disusun program untuk meningkatkan kualitas hidup orang dengan kecacatan, berupa penyusunan kebijakan pelayanan dan rehabilitasi sosial Orang dengan kecacatan, peningkatan sarana dan prasarana pelayanan, implementasi standardisasi pelayanan, peningkatan kapasitas dan kompetensi petugas pelayanan, organisasi sosial, dan orang dengan kecacatan, benchmarking sistem
22
pelayanan, serta sistem pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial melalui perlindungan sosial. 2. Pemenuhan Hak Dasar Orang dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas Penanganan orang dengan kecacatan dewasa ini sudah berbasis kepada penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM). Sehingga dalam konsep rehabilitasi sosial diarahkan kepada pemenuhan HAM, yang pada prinsipnya terdiri dari penghormatan kepada martabat yang melekat pada diri orang dengan kecacatan, kebebasan dan kemerdekaan, non diskriminasi, partisipasi masyarakat, menghargai perbedaan, kesamaan kesempatan, aksesibilitas, kesetaraan gender, dan penghormatan untuk pengembangan kapasitas anak yang mengalami kecacatan. G. Program dan Kegiatan Jangka Menengah Dalam rangka peningkatan kualitas hidup serta terpenuhinya HAM orang dengan Kecacatan, maka perlu disusun program dan kegiatan jangka menengah, sebagai berikut: 1. Rencana Aksi Nasional (RAN) Penyandang Cacat / Orang dengan Kecacatan 2004-2013 Indonesia mempunyai kekuatan hukum yg disahkan oleh Presiden RAN sudah tersusun dan dilaksanakan namun pencapaiannya belum optimal. Hal ini disebabkan karena RAN belum memiliki kekuatan hukum yang mengikat semua pihak, baik instansi pemerintah, organisasi sosial, maupun masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, disusunlah program sebagai berikut : a. Melakukan pengkajian tentang legalitas RAN. b. Harmonisasi pelaksanaan butir-butir aksi dalam RAN c. Melakukan review dan evaluasi terhadap implementasi RAN, yang terdiri dari mid-term review, dan final review, dan exit summary berupa keputusan RAN tentang tindak lanjutnya. 2. Terwujudnya Undang-Undang tentang Ratifikasi Konvensi tentang Hak Orang dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas. Sebagai negara yang ikut menandatangani Konvensi tentang Hak Orang dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas, dituntut untuk meratifikasi Konvensi tersebut. Beberapa upaya telah dilakukan, diantaranya pembahasan tentang dokumen konvensi, penetapan lembaga pemrakarsa ratifikasi, hingga penyusunan draft Naskah Akademis. Untuk mencapai terwujudnya UndangUndang tentang Ratifikasi Konvensi tentang Hak Orang dengan Kecacatan, maka perlu disusun program sebagai berikut: a. Pengkajian terhadap pasal-pasal yang terdapat dalam Konvensi dan Kesiapan seluruh pihak untuk melaksanakannya. b. Pembahasan dan analisa draft Naskah Akademis.
23
c. Advokasi kepada pihak-pihak terkait dalam rangka ratifikasi. d. Sosialisasi Konvensi tentang Hak Orang dengan kecacatan. 3. Revisi Keppres 83/1999 dan terbentuknya lembaga baru tingkat pusat dan daerah. Dalam rangka mempercepat pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi orang dengan kecacatan telah dibentuk Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan Kesejahteraan Sosial (LKP2KS) Orang dengan kecacatan, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 83 tahun 1999. Pada kenyataannya lembaga ini tidak terealisasi. Oleh sebab itu diperlukan revisi terhadap Keppres tersebut melalui program sebagai berikut: a. Pengkajian terhadap Keppres tersebut. b. Penyusunan draft revisi untuk disahkan menjadi Peraturan Presiden. c. Advokasi terhadap semua pihak yang terkait. d. Sosialisasi isi Perpres dan Lembaga baru tersebut. 4. Ketersediaan Aksesibilitas bagi Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas di lembaga pelayanan Penyediaan aksesibilitas bagi orang dengan kecacatan saat ini belum sepenuhnya dilaksanakan pada bangunan, gedung dan transportasi umum. Oleh karena perlu disusun program sebagai berikut : a. Aksesibilitas fisik dan non fisik dalam lingkungan bangunan kantor dan gedung Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kementerian Sosial dan UPTD Dinas Sosial Provinsi dan Kabupaten/ Kota b. Menjalin koordinasi dan komunikasi dengan para stakeholder dalam penyediaan aksesibilitas bagi orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas. c. Pengembangan website yang memuat informasi akurat tentang orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas (data, pelayanan, program, dan sebagainya). 5. Meningkatnya Kesadaran dan Kepedulian Kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas dewasa ini belum optimal. Berbagai bentuk perlakuan seperti stigma dan diskriminasi oleh masyarakat, karena itu perlu disusun program sebagai berikut : a. Kampanye dan sosialisasi kesadaran dan kepedulian masyarakat b. Pemberian bantuan sosial kepada organisasi sosial kecacatan dan panti sosial milik masyarakat
24
c. Memberikan peningkatan kapasitas kepada SDM panti sosial masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki kepedulian kepada orang dengan kecacatan. d. Memberikan penghargaan kepada pihak-pihak yang mempunyai prestasi dalam pelayanan kepada orang dengan kecacatan dalam peristiwa tertentu seperti HIPENCA / Hari Disabilitas Internasional, HKSN, dan sebagainya. e. Membangun dan meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan kepada orang dengan kecacatan misalnya sarana dan prasarana panti disertai dengan penempatan/bantuan tenaga pemerintah di lembaga/panti tersebut. f. Melaksanakan seminar/ workshop/ lokakarya/sarasehan tentang upaya peningkatan kesejahteraan sosial orang dengan kecacatan. 2. Kampanye sosial, mengandung makna memberikan pemahaman, sosialisasi, penyadaran, dan kepedulian terhadap pelaku rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan dalam upaya penyelenggaraan rehabilitasi sosial 3. Kemitraan sosial, mengandung makna adanya kerja sama, kepedulian, kesetaraan, kebersamaan,dan jaringan kerja yang menumbuh kembangkan kemanfaatan timbal balik antara pihak-pihak yang bermitra 4. Partisipasi sosial, mengandung makna adanya prakarsa dan peranan dari penerima pelayanan dan lingkungan sosialnya dalam pengambilan keputusan serta melakukan pilihan terbaik untuk peningkatan kesejahteraan sosialnya. 5. Advokasi dan pendampingan sosial, mengandung arti adanya upaya memberikan perlindungan, pembelaan, dan asistensi terhadap hak-hak dasar orang dengan kecacatan. 6. Penyediaan aksesibilitas fisik dan non fisik bagi orang dengan kecacatan dimaksudkan guna mempermudah mobilitas dan akses terhadap pelayanan sosial. Berdasarkan tugas pokok dan fungsi Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan serta terkait upaya penanganan permasalahan sosial orang dengan kecacatan pada tingkat global, regional, nasional dan berbagai komitmen yang telah disepakati, maka ditetapkan kebijakan teknis rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan yaitu :
a. Mendukung penataan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan termasuk peraturan daerah yang berkenaan dengan penyelenggaraan rehabilitasisosialorang dengan kecacatan. b. Meningkatkan kualitas hidup dan akses seluas-luasnya bagi orang dengan kecacatan, utamanya orang dengan kecacatan yang memerlukan rehabilitasi sosial. c. Menata kembali kelembagaan dan peningkatan profesionalisme rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan yang berbasis pekerjaan sosial, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat dan dunia usaha.
25
d. Memantapkan kualitas dan akuntabilitas manajemen rehabilitasi sosialorang dengan kecacatan, mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, pelaporan, penyediaan data dan koordinasi atau keterpaduan. e. Meningkatkan prakarsa dan peran aktif masyarakat, dunia usaha, perguruan tinggi, dan Orsos/LSM dalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan secara terpadu dan berkelanjutan. f. Menciptakan iklim yang dapat memperkuat ketahanan sosial masyarakat dan mengembangkan kapasitas masyarakat dalam melaksanakan tanggung jawab sosial untuk berpartisipasi dalam mencegah permasalahan sosial orang dengan kecacatan serta mendukung rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan. g. Mendukung terlaksananya kebijakan desentralisasi dalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan yang terkoordinasi dengan kebijakan pemerintah. h. Mengoptimalkan penyediaan data dan pengembangan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur capaian rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan. i.
Mengembangkan advokasi dan pendampingan sosial di dalam pengelolaan program rehabilitasi sosialorang dengan kecacatan.
6. Terwujudnya mekanisme sistem perlindungan sosial orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas Derajat kecacatan orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas memiliki tingkatan yang berbeda, mulai dari tingkat ringan, sedang dan berat. Orang dengan kecacatan yang termasuk kategori cacat berat memiliki kriteria yaitu kecacatannya tidak dapat direhabilitasi, aktivitas sehari-harinya sangat tergantung kepada bantuan orang lain dan tidak mampu memenuhi kebutuhan standar hidupnya sendiri. Oleh karena itu disusun program sebagai berikut : a. Perlindungan terhadap orang dengan kecacatan berat. b. Advokasi dan bantuan hukum terhadap orang dengan kecacatan yang mendapatkan perlakuan salah, eksploitasi dan diskriminasi. c. Evaluasi terhadap program perlindungan sosial yang telah berjalan. 7. Meningkatnya kapasitas organisasi Orang Dengan Kecacatan dan LSM/orsos bidang Orang dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas Norma-norma Pemenuhan dan Peningkatan Hak dan Martabat orang dengan kecacatan yang terdapat dalam Mukadimah Konvensi tentang Hak Orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas dan Biwako Milennium Framework salah satunya adalah keterlibatan orang dengan kecacatan dalam setiap tahap proses mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi, sumber daya manusia yang diharapkan dapat memenuhi kapasitas tersebut bertumbuh dalam organisasi-organisasi perwakilannya (organisasi sosial kecacatan), sehingga untuk meningkatkan sumber daya manusia maupun organisasi kecacatan dalam 26
kapasitasnya sebagai representatif dari masyarakat orang dengan kecacatan, maka perlu didukung dalam program – program sebagai berikut : a. Adanya dukungan biaya operasional tahunan bagi organisasi kecacatan yang mempunyai legitimasi dan managemen sesuai dengan persyaratan standar baku serta mendapat rekomendasi mitra Kementerian Sosial. b. Menyediakan anggaran dan kesempatan–kesempatan pelatihan peningkatan kapasitas kepada masyarakat orang dengan kecacatan melalui organisasi sosial kecacatan baik secara lokal, nasional maupun internasional. c. Memfasilitasi konferensi–konferensi masyarakat orang dengan kecacatan baik lokal, nasional maupun internasional dalam kaitannya pada kampanye issue - issue pemenuhan hak orang dengan kecacatan. d. Melibatkan orang dengan kecacatan melalui organisasi sosial kecacatan dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.
27
BAB IV PENUTUP
Rencana Strategis Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan Tahun 2015-2019 merupakan kelanjutan dari Rencana Strategis 2010-2014 yang telah dilaksanakan pada periode lalu. Pelayanan rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan mengacu pada Visi, Misi, dan Strategi Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan, yang masih akan menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi di masa mendatang sesuai dengan perkembangan zaman. Dokumen ini diharapkan dapat mempertegas posisi dan peranan Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan (Dit.RSODK) dalam pembangunan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas. Hal ini juga diharapkan dapat menyatukan derap langkah semua pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pembangunan kesejahteraan sosial baik pemerintah, dunia usaha, maupun institusi kemasyarakatan untuk mencapai terlaksananya perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian program yang sesuai dengan paradigma pembangunan serta kebutuhan dan aspirasi masyarakat sebagai beneficiaries/customer pembangunan kesejahteraan sosial. Rencana Strategis Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan Tahun 2015– 2019 disusun dengan memperhatikan RPJPN 2005-2025, pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial sampai saat ini dan perkembangan terakhir, termasuk dampak berbagai krisis yang menimbulkan permasalahan sosial yang semakin kompleks, serta perubahan paradigma yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan yang terjadi. Sebagai rencana strategis untuk 5 (lima) tahun mendatang, rencana strategis pembangunan kesejahteraan sosial tahun 2015–2019 diharapkan dapat menjadi dokumen yang mampu memberikan arah strategis, target, dan sasaran yang tepat, tetapi fleksibel dengan perkembangan situasi yang terjadi, khususnya dalam bidang pembangunan kesejahteraan sosial dan kondisi setempat yang unik dan spesifik.
28