BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN
Analisis yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis deskriptif komparatif.
Analisis ini digunakan untuk menggambarkan dan
membandingkan penagihan pajak yang dilaksanakan dalam periode 2011 s/d 2013 serta pencairan tunggakan dalam periode 2011 s/d 2013, dengan Surat Teguran dan Surat Paksa serta dilakukan tindakan penyitaan kekayaan Wajib Pajak dalam bentuk pemblokiran rekening milik Wajib Pajak oleh Fiskus terhadap pencairan tunggakan pajak. Pembahasan juga dilakukan dengan melakukan penghitungan analisis rasio untuk mengetahui tingkat Efektifitas dan Kontribusi Penagihan Pajak terhadap realisasi pencairan tunggakan Piutang Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua. Dengan
menggunakan
metode
tersebut
untuk
menggambarkan
dan
membandingkan Efektifitas dan Kontribusi Penagihan Pajak terhadap Realisasi Pencairan Tunggakan Piutang Pajak berdasarkan data yang telah dikumpulkan. Pembahasan didasarkan pada Surat Tagihan Pajak, Surat Teguran, Surat Paksa dan hal yang berkaitan dengan tindakan penyitaan kekayaan Wajib Pajak dalam bentuk pemblokiran rekening milik Wajib Pajak. Data tersebut dikumpulkan berdasarkan data yang diterbitkan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua berdasarkan SIDJP (Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak). Dalam bab ini membahas lebih jauh tentang Surat Teguran, Surat Paksa dan penyitaan yang berkaitan dengan tindakan pemblokiran rekening Wajib Pajak dilihat dari pelaksanaan penerbitan Surat Teguran, Surat Paksa dan pemblokiran rekening milik Wajib Pajak serta pencairan tunggakan Piutang Pajak yang terjadi setelah penerbitan Surat Teguran, Surat Paksa, dan pemblokiran rekening Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua. Penagihan tunggakan pajak merupakan tindakan penagihan yang dilaksanakan secara langsung oleh Jurusita Pajak. Dalam penelitian ini, mulai dari penerbitan Surat Teguran sudah menjadi bagian dari proses penagihan pajak aktif yang pelaksanaan telah dilaksanakan oleh Jurusita Pajak.
39
40 4.1
Tata Cara Penerbitan dan Penyampaian Surat Teguran Prosedur ini menguraikan tata cara penerbitan dan penyampaian Surat Teguran terhadap Wajib Pajak yang tidak melunasi jumlah pajak yang masih harus dibayar setelah melewati jangka waktu pelunasan. Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-08/PJ.75/2000 tanggal 5 September 2000 tentang Tata Cara Penerbitan Ulang Surat Teguran, Penerbitan Surat Teguran Pengganti dan Pembetulan atau Penggantian Surat – Surat Dalam Rangka Pelaksanaan Penagihan Pajak. Prosedur Kerja : 1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menugaskan Kepala Seksi Penagihan untuk melakukan penerbitan Surat Teguran atas dasar penagihan pajak yang telah melewati jangka waktu pelunasan. 2. Kepala Seksi Penagihan menugaskan Pelaksana Seksi Penagihan atau Jurusita Pajak untuk melakukan penerbitan Surat Teguran atas dasar penagihan pajak yang telah melewati jangka waktu pelunasan. 3. Pelaksana Seksi Penagihan atau Jurusita Pajak melakukan penelitian kemudian menyusun dan menyerahkan konsep Surat Teguran kepada Kepala Seksi Penagihan. Dalam melakukan penelitian, Pelaksanan Seksi atau Jurusita Pajak melakukan koordinasi antar seksi terkait, contohnya dengan Seksi Pengawasan dan Konsultasi untuk memperoleh data yang valid tentang nama dan alamat Wajib Pajak, Laporan Hasil Pemeriksaan dan Nota Perhitungan serta status pengajuan keberatan atau pengajuan permohonan banding. Pelaksana Seksi Penagihan atau Jurusita Pajak juga dapat melakukan koordinasi dengan Seksi Pelayanan untuk mendapatkan data Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak. 4. Beberapa ketentuan terkait dengan penerbitan Surat Teguran adalah sebagai berikut : a. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan dan tidak mengajukan permohonan banding, pelunasan atas jumlah pajak yang belum dibayar dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan. b. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, pelunasan atas jumlah pajak yang belum dibayar dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
41 c. Dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, pelunasan atas jumlah pajak yang masih harus dibayar dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak. d. Dalam hal Wajib Pajak Usaha Kecil dan Wajib Pajak daerah tertentu menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Verifikasi, pelunasan atas jumlah pajak yang masih harus dibayar dilakukan paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak. e. Dalam hal Wajib Pajak tidak melunasi jumlah Pajak yang masih harus dibayar dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, pajak yang masih harus dibayar tersebut ditagih dengan terlebih dahulu menerbitkan Surat Teguran. f. Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada huruf e disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d. g. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dan Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan, Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan. h. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan, Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan permohonan banding. i. Apabila Sanksi Administrasi dalam Surat Tagihan Pajak dikenakan ssebagai akibat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak, yang pajak terutangnya tidak disetujui oleh Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dan atas surat ketetapan pajak diajukan keberatan dan banding, tindakan
42 penagihan atas Surat Tagihan Pajak tersebut ditangguhkan sampai dengan Surat Ketetapan Pajak tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap. 5. Kepala Seksi Penagihan Pajak meneliti dan memaraf kemudian menyerahkan konsep Surat Teguran kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak. 6. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani, kemudian menugaskan Kepala Seksi Penagihan untuk menatausahakan dan mengirimkan Surat Teguran kepada Wajib Pajak. 7. Kepala Seksi Penagihan Pajak menugaskan Pelaksana Seksi Penagihan atau Jurusita Pajak untuk menatausahakan dan mengirimkan Surat Teguran kepada Wajib Pajak. 8. Pelaksana Seksi Penagihan atau Jurusita Pajak menatausahakan dan mengirimkan Surat Teguran kepada Wajib Pajak. 9. Proses selesai.
43 Gambar 4.1 Flowchart Tata Cara Penerbitan dan Penyampaian Surat Teguran Wajib Pajak
Jurusita Pajak
Kepala Seksi Penagihan
Kepala KPP Mulai
Melakukan penelitian kemudian menyusun dan menyerahkan konsep Surat Teguran
Konsep Surat Teguran
Menatausahakan dan mengirimkan Surat Teguran
Surat Teguran
Menugaskan Kepala Seksi Penagihan Pajak untuk melakukan Penerbitan Surat Teguran
Menugaskan Kepala Seksi Penagihan Pajak untuk melakukan Penerbitan Surat Teguran
Menyetujui dan menandatangani kemudian menugaskan Kepala Seksi Penagihan untuk menatausahakan dan mengirimkan Surat Teguran
Meneliti dan memaraf kemudian menyerahkan konsep Surat Teguran
Menugaskan Jurusita Pajak untuk menatausahakan dan mengirimkan Surat Teguran
Surat Teguran
Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP
Selesai
Sumber : KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua
4.2
Tata Cara Penerbitan Dan Pemberitahuan Surat Paksa Prosedur operasi ini menguraikan tata cara penerbitan dan pemberitahuan Surat Paksa. Dalam hal jumlah utang pajak tidak dilunasi oleh Wajib Pajak/Penanggung Pajak setelah lewat waktu 21 ( dua puluh satu) hari sejak tanggal disampaikan Surat Teguran, Surat Paksa diterbitkan dan diberitahukan
secara
langsung
oleh
Jurusita
Pajak
kepada
Wajib
Pajak/Penanggung Pajak. Selain itu, Surat Paksa juga diterbitkan dalam hal : a.
Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus, atau
44 b.
Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-08/PJ.75/2000 tanggal
5 September 2000 tentang Tata Cara Penerbitan Ulang Surat Teguran, Penerbitan Surat Paksa Pengganti dan Pembetulan atau Penggantian Surat – Surat Dalam Rangka Pelaksanaan Penagihan Pajak. Prosedur Kerja : 1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menugaskan Seksi Penagihan untuk melakukan penerbitan Surat Paksa atas utang pajak yang tidak dilunasi oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal disampaikannya Surat Teguran 2. Kepala Seksi Penagihan menugaskan Jurusita Pajak untuk melakukan penerbitan Surat Paksa atas utang pajak yang tidak dilunasi oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal disampaikan Surat Teguran. 3. Jurusita
Pajak
melakukan
penelitian,
kemudian
menyusun
dan
meyerahkan konsep Surat Paksa dan konsep Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa kepada Kepala Seksi Penagihan. Dalam melakukan penelitian, Jurusita Pajak melakukan koordinasi antar seksi terkait, contohnya dengan Seksi Pengawasan dan Konsultasi untuk memperoleh data yang valid tentang nama, alamat serta harta kekayaan milik Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. 4. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan memaraf kemudian menyerahkan konsep Surat Paksa dan konsep Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak. 5. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani kemudian menugaskan Kepala Seksi Penagihan untuk melakukan pemberitahuan Surat Paksa kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. 6. Kepala Seksi Penagihan menugaskan Jurusita Pajak untuk melakukan pemberitahuan Surat Paksa kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. 7. Jurusita
Pajak
melakukan
pemberitahuan
Surat
Paksa
dengan
membacakan isi Surat Paksa dan menyerahkan salinan Surat Paksa kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. Selanjutnya Jurusita Pajak
45 menuangkan pelaksanaan pemberitahuan Surat Paksa tersebut dalam Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa dan menandatangani Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa bersama-sama dengan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. Setelah melakukan pemberitahuan Surat Paksa, Jurusita Pajak menyusun, memandatangani dan menyerahkan konsep Laporan Pelaksanaan Surat Paksa kepada Kepala Seksi Penagihan. a. Dalam hal Wajib Pajak atau pihak lain yang terhadapnya bisa diberitahukan Surat Paksa (sebagaimana diatur dalam ketentuan perpajakan yang berlaku) menolak untuk menerima Surat Paksa, Jurusita Pajak meninggalkan Surat Paksa dimaksud dan mencatatnya dalam Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa bahwa Penanggung Pajak tidak mau menerima Surat Paksa. b. Dalam hal pemberitahuan Surat Paksa atas Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan tidak dapat dilaksanakan, misalnya Jurusita Pajak tidak menjumpai seorangpun sebagai pihak yang dapat diberikan dan diberitahukan Surat Paksa yang dimaksud, maka salinan Surat Paksa disampaikan kepada Penanggung Pajak melalui aparat Pemerintah Daerah setempat. c. Dalam hal Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat usaha, atau tempat kedudukannya, penyampaian Surat Paksa dilaksanakan dengan menempelkan salinan Surat Paksa pada papan pengumuman di Kantor Pejabat yang menerbitkannya, dengan mengumumkan melalui media massa atau dengan cara lain. 8. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan menandatangani kemudian menugaskan Jurisita Pajak untuk menatausahakan Surat Paksa, Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa dan Laporan Pelaksanaan Surat Paksa. 9. Jurusita menatausahakan Surat Paksa, Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa dan Laporan Pelaksanaan Surat Paksa. 10. Proses selesai
46 Gambar 4.2 Flowchart Tata Cara Penerbitan dan Pemberitahuan Surat Paksa Wajib Pajak
Jurusita Pajak
Kepala Seksi Penagihan
Kepala KPP Mulai
Melakukan penelitian kemudian menyusun dan menyerahkan konsep Surat Paksa dan konsep Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa
Konsep Surat Paksa dan konsep Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa
Salinan Surat Paksa
Menandatangani Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa
Melakukan pemberitahuan Surat Paksa, menyerahkan salinan Surat Paksa kemudian menyusun dan menandatangani Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa
Menugaskan Jurusita Pajak untuk melakukan penerbitan Surat Paksa
Meneliti dan memaraf kemudian menyerahkan konsep Surat Paksa dan konsep Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa
Menugaskan Jurusita Pajak untuk melakukan pemberitahuan Surat Paksa kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak
Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa
Menyusun, menandatangani dan menyerahkan konsep Laporan Pelaksanaan Surat Paksa
Laporan Pelaksanaan Surat Paksa
Menatausahakan
Selesai
Sumber : KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua
Meneliti dan menandatangani kemudian menugaskan Jurusita Pajak untuk menatausahakan
Menugaskan Kepala Seksi Penagihan untuk melakukan penerbitan Surat Paksa
Menyetujui dan menandatangani kemudian menugaskan Kepala Seksi Penagihan untuk melakukan pemberitahuan Surat Paksa
Surat Paksa dan Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa
47 4.3
Tata Cara Penerbitan dan Penyampaian Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) Prosedur operasi ini menguraikan tata cara Penerbitan dan Penyampaian Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) yang dilaksanakan apabila setelah lewat waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam sejak Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak dan utang pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak. Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-08/PJ.75/2000 tanggal 5 September 2000 tentang Tata Cara Penerbitan Ulang Surat Teguran, Penerbitan Surat Teguran Pengganti dan Pembetulan atau Penggantian Surat – Surat Dalam Rangka Pelaksanaan Penagihan Pajak. Prosedur Kerja : 1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menugaskan Kepala Seksi Penagihan untuk melakukan penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dalam hal Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak setelah lewat waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam sejak Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak. 2. Kepala Seksi Penagihan menugaskan Jurusita Pajak untuk melakukan penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atas dasar penagihan pajak yang belum dilunasi oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak setelah lewat waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam sejak Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak. 3. Jurusita
Pajak
melakukan
penelitian
kemudian
menyusun
dan
menyerahkan konsep Surat Perintah Melakukan Penyitaan kepada Kepala Seksi Penagihan. 4. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan memaraf kemudian menyerahkan konsep Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan kepada Wajib Pajak. 5. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani kemudian menugaskan Kepala Seksi Penagihan untuk menatausahakan dan mengirimkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan kepada Wajib Pajak. 6. Kepala
Seksi
menatausahakan
Penagihan dan
menugaskan
mengirimkan
Surat
Jurusita
Pajak
untuk
Perintah
Melaksanakan
48 Penyitaan serta melakukan penyitaan terhadap barang milik Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. 7. Jurusita Pajak menatausahakan dan mengirimkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan serta melakukan penyitaan terhadap barang milik Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. 8. Proses selesai.
Keterangan : 1. Dalam hal objek sita berada diluar wilayah kerja Pejabat yang menerbitkan Surat Paksa, Pejabat yang dimaksud meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat objek sita berada untuk menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. 2. Dalam hal di 1 (satu) kota terdapat lebih dari 1 (satu) wilayah kerja dari beberapa Pejabat, Pejabat yang menerbitkan Surat Paksa dapat memerintahkan Jurusita Pajaknya untuk melaksanakan menyitaan terhadap objek sita yang berada di luar wilayah kerjanya sepanjang masih berada di kota bersangkutan. Pejabat yang menerbitkan Surat Paksa dan yang memerintahkan Jurusita Pajaknya untuk melaksanakan penyitaan tersebut, wajib memberitahukan pelaksanaan Penyitaan yang telah dilakukan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat objek sita berada. 3. Dalam hal objek sita terletak berjauhan atau di luar kota tempat kedudukan Kantor Pejabat namun masih dalam wilayah kerjanya, Pejabat dimaksud : a. Meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya juga meliputi tempat
objek
sita berda
untuk
menerbitkan
Surat
Perintah
Melaksanakan Penyitaan, atau b. Memerintahkan Jurusita Pajak untuk melaksanakan penyitaan secara langsung tanpa meminta bantuan Pejabat setempat, disertai dengan pemberitahuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat pelaksanaan Surat Paksa. 4. Pejabat yang diminta bantuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 3 huruf a wajib membantu dan memberitahukan pelaksanaan Surat
49 Perintah Melaksanakan Penyitaan dimaksud kepada Pejabat yang meminta bantuan.
Gambar 4.3 Flowchart Tata Cara Penerbitan dan Penyampaian Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Wajib Pajak
Jurusita Pajak
Kepala Seksi Penagihan
Kepala KPP Mulai
Melakukan penelitian kemudian menyusun dan menyerahkan konsep Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
Konsep Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
Menatausahakan dan mengirimkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan serta melakukan penyitaan
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
Menugaskan Jurusita Pajak untuk melakukan penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
Menugaskan Kepala Seksi penagihan untuk melakukan penerbitan Surat Perintah Pelaksanakan Penyitaan
Melakukan penelitian kemudian menyusun dan menyerahkan konsep Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
Melakukan penelitian kemudian menyusun dan menyerahkan konsep Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
Menugaskan Jurusita Pajak untuk menatausahakan dan mengirimkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan serta melakukan penyitaan
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP
Selesai
Sumber : KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua
4.4
Tata Cara Tindakan Pemblokiran Rekening Milik Wajib Pajak Adanya ketentuan untuk melunasi hutang pajak menjadikan harta pribadi dari Wajib Pajak pengurus perusahaan bagian dari objek sita, sehingga apabila Wajib Pajak tidak dapat melunasi hutang pajaknya, harta pribadi dari penanggung pajak atau pengurus dapat disita untuk melunasi utang pajak dari Wajib Pajak.
50 Jenis harta yang menjadi objek sita adalah harta bergerak dan harta tidak bergerak. Prioritas penyitaan adalah harta bergerak, bila nilai harta bergerak tidak mencukupi hutang pajak, penyitaan beralih ke harta tidak bergerak. Harta bergerak dapat meliputi kendaraaan bermotor, uang tunai, rekening koran, giro, tabungan, deposito, komputer, piutang, penyertaan saham, surat berharga, dll. Harta tidak bergerak yaitu tanah dan bangunan. Apabila harta bergerak dalam bentuk rekening koran, tabungan, deposito, giro dan simpanan yang lazim dalam praktek perbankan, proses penyitaan harus didahului pemblokiran rekening dan mengetahui jumlah/nilai dari rekening dan simpanan di bank. Berdasarkan bunyi lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-109/PJ./2007 Jurusita Pajak dalam melaksanakan pemblokiran rekening tidak lagi perlu mengetahui nomor rekening giro atau tabungan dari penanggung pajak karena permintaan pemblokiran dibuat secara umum meliputi seluruh bentuk simpanan dari penanggung pajak yang ada di Bank. Selanjutnya pimpinan Bank yang akan menentukan aset dari Penanggung Pajak yang akan diblokir. Istilah pemblokiran berdasarkan Pasal 1 angka 8 Keputusan Menteri Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
563/KMK.04/2000
yaitu:
“Pemblokiran adalah tindakan pengamanan harta kekayaan milik Penanggung Pajak yang tersimpan di Bank dengan tujuan agar terhadap harta kekayaan dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai”.
51 Gambar 4.4 Flowchart Tata Cara Tindakan Pemblokiran Rekening Milik Wajib Pajak Wajib Pajak
Jurusita Pajak
Bank
Kepala Seksi Penagihan Mulai
Mengajukan permintaan pemblokiran rekening
Melakukan pemblokiran rekening Wajib Pajak
Berita Acara Pemblokiran
Menerima Berita Acara
Menerima Berita Acara
Kuasa
Menerima perintah dan meminta persetujuan Wajib Pajak untuk pemblokiran rekening
Penolakan pemberitahuan akan dirposes hingga Menteri Keaungan dan Bank Indonesia
Izin Pemberitahuan Saldo
Memperoleh izin Wajib Pajak dan pemberitahuan kepada Jurusita Pajak
Akan melaksanakan penyitaan dan membuat berita acara
Sumber : KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua
Salinan Surat Paksa
Menerima dan meneruskan kepada Jurusita Pajak
52 4.5
Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran Di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua
Tabel 5.1 Penagihan Pajak dengan Surat Teguran KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Tahun 2011 s/d 2013 Tahun 2011 Nilai (Rp)
Tahun 2012 Nilai (Rp)
Tahun 2013 Nilai (Rp)
43.761.916.904
15.553.833.019
30.881.181.868
Sumber : KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua
Tabel 5.1.1 Jumlah Surat Teguran KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Tahun 2011 s/d 2013 Surat Teguran
Tahun 2011
Jumlah Surat Teguran Terbit
Tahun 2012
Tahun 2013
696
780
489
15
18
6
191
185
212
206
203
218
Jumlah Surat Teguran Terealisasikan : Orang Pribadi Badan Total
Sumber : KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua
Penagihan pajak dengan Surat Teguran merupakan tindak lanjut setelah adanya penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dan Surat Tagihan Pajak. Adanya selisih dari tindakan penerbitan berdasarkan penelitian dapat disebabkan oleh : 1. Wajib Pajak atau Penanggung Pajak sebenarnya sudah melakukan pembayaran tunggakan pajak di Bank. Namun oleh Bank datanya belum ditransfer ke MPN (Modul Penerimaan Negara). 2. Tunggakan Pajak yang dimiliki oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak belum jatuh tempo untuk ditindaklanjuti dengan penyampaian Surat Teguran. 3. Penanggung
Pajak
atau
Wajib
Pajak
Mengangsur atau Menunda Pembayaran Pajak.
mengajukan
permohonan
53 4. Penanggung Pajak atau Wajib Pajak tidak dapat ditemukan karena terkendala alamat, sehingga masuk kedalam DPO (Daftar Pencarian Orang) dan tindakan penagihan untuk sementara dihentikan. Berdasarkan Tabel 5.1, pada umumnya mengalami kenaikan dan penurunan. Penagihan pajak dengan nilai nominal paling besar terjadi pada tahun 2011, Hal ini disebabkan oleh ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak. Penagihan tunggakan pajak dengan Surat Teguran dengan nilai nominal paling kecil terjadi pada tahun 2012. Berdasarkan data yang diperoleh hal ini dapat dipengaruhi oleh Wajib Pajak pada tahun 2012 lebih patuh dalam membayar pajak untuk semua jenis pajak terutama dengan Pajak Penjualan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Berdasarkan Tabel 5.1.1, jumlah Surat Teguran pada 3 tahun terakhir mengalami kenaikan dan penurunan. Kenaikan terjadi pada tahun 2012. Untuk tahun 2011 hanya 206 jumlah Surat Teguran yang terealisasikan atau hanya sekitar 30%. Pada tahun 2012 hanya 203 Surat Teguran yang terealisasikan atau hanya sekitar 26%. Dan pada tahun 2013 sekitar 218 atau hanya sekitar 49% yang terealisasikan.
4.6
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua
Tabel 5.2 Penagihan Pajak dengan Surat Paksa KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Tahun 2011 s/d 2013 Tahun 2011 Nilai (Rp)
Tahun 2012 Nilai (Rp)
Tahun 2013 Nilai (Rp)
42.760.051.471
7.774.114.011
22.494.035.587
Sumber : KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua
54 Tabel 5.2.1 Jumlah Surat Paksa KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Tahun 2011 s/d 2013 Surat Paksa
Tahun 2011
Jumlah Surat Paksa Terbit
Tahun 2012
Tahun 2013
441
390
195
3
0
0
121
110
97
124
110
97
Jumlah Surat Paksa Terealisasikan : Orang Pribadi Badan Total
Sumber : KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua
Penagihan pajak dengan Surat Paksa merupakan tindak lanjut setelah adanya penerbitan Surat Teguran. Adanya selisih dari tindakan penerbitan berdasarkan penelitian dapat disebabkan oleh : 1. Wajib Pajak atau Penanggung Pajak sebenarnya sudah melakukan pembayaran tunggakan pajak di Bank. Namun oleh Bank datanya belum ditransfer ke MPN (Modul Penerimaan Negara). 2. Tunggakan Pajak yang dimiliki oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak belum jatuh tempo untuk ditindaklanjuti dengan penyampaian Surat Paksa. 3. Penanggung
Pajak
atau
Wajib
Pajak
mengajukan
permohonan
Mengangsur atau Menunda Pembayaran Pajak. 4. Penanggung Pajak atau Wajib Pajak tidak dapat ditemukan karena terkendala alamat, sehingga masuk kedalam DPO (Daftar Pencarian Orang) dan tindakan penagihan untuk sementara dihentikan. Berdasarkan Tabel 5.2, penagihan pajak dengan Surat Paksa pada umumnya mengalami kenaikan dan penurunan. Penagihan pajak dengan nilai nominal paling besar terjadi pada tahun 2011, hal ini disebabkan oleh ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam melunasi tunggakan pajaknya. Sedangkan penagihan dengan Surat Paksa dengan nilai nominal paling kecil terjadi pada tahun 2012. Pada tahun 2013 kembali terjadi kenaikan penagihan pajak. Berdasarkan Tabel 5.2.1, jumlah Surat Paksa pada 3 tahun terakhir mengalami kenaikan. Untuk tahun 2011 sebanyak 124 jumlah Surat Paksa atau sekitar 28% yang terealisasikan. Pada tahun 2012 sebesar 110 Surat
55 Paksa yang terealisasikan atau hanya sekitar 28%. Dan pada tahun 2013 sekitar 97 atau sekitar 51 % yang terealisasikan.
4.7
Penagihan Pajak Dengan Pemblokiran Rekening Di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua
Tabel 5.3 Penagihan Pajak dengan Pemblokiran Rekening Wajib Pajak KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Tahun 2011 s/d 2013 Tahun 2011 Nilai (Rp)
Tahun 2012 Nilai (Rp)
Tahun 2013 Nilai (Rp)
16.328.402.594
18.340.405.442
10.571.974.889
Sumber : KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua
Tabel 5.3.1 Jumlah Pemblokiran Rekening Wajib Pajak KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Tahun 2011 s/d 2013 Pemblokiran Rekening
Tahun 2012
Tahun 2013
43
57
15
Orang Pribadi
5
0
0
Badan
9
48
12
14
48
12
Jumlah Pemblokiran Terbit
Tahun 2011
Jumlah Pemblokiran Terealisasikan :
Total
Sumber : KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua
Penagihan Pajak sebagai tindak lanjut dari Surat Paksa adalah tindakan penyitaan harta kekayaan milik Wajib Pajak. Dalam penelitian ini, pada KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua tindakan penyitaan Objek Sita Tertentu berupa kekayaan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang tersimpan di Bank dapat berupa deposito, tabungan, saldo Rekening Koran, Giro, atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. Tujuan dari penyitaan kekayaan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan pemblokiran rekening ini adalah sebagai jaminan pelunasan tunggakan pajak oleh Wajib Pajak. Tindakan penagihan seperti ini dilakukan karena dinilai lebih sederhana jika
56 dibandingkan dengan penyitaan dalam bentuk barang dimana kemudian harus dilakukan lelang. Adanya selisih dari tindakan penerbitan berdasarkan penelitian dapat disebabkan oleh : 1. Tunggakan Pajak yang dimiliki oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak belum jatuh tempo untuk ditindaklanjuti dengan penyampaian Surat Paksa. 2. Penanggung
Pajak
atau
Wajib
Pajak
mengajukan
permohonan
Mengangsur atau Menunda Pembayaran Pajak. 3. Tidak semua Bank menindaklanjuti permintaan pemblokiran rekening yang sudah dilakukan oleh KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua. Berdasarkan Tabel 5.3, penagihan pajak dengan pemblokiran rekening pada umumnya mengalami kenaikan dan penurunan. Penagihan pajak dengan nilai nominal paling besar terjadi pada tahun 2012, hal ini disebabkan oleh besarnya jumlah tunggakan pajak yang terjadi, sebagai tindak lanjut dari banyaknya tunggakan pajak yang masih belum diluniasi oleh Wajib Pajak setelah diterbitkannya Surat Teguran dan Surat Paksa. Sedangkan penagihan dengan pemblokiran rekening dengan nilai nominal paling kecil terjadi pada tahun 2013. Berdasarkan data yang diperoleh hal ini dapat dipengaruhi oleh Wajib Pajak pada tahun 2013 lebih patuh dalam membayar pajak untuk semua jenis pajak jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Berdasarkan Tabel 5.3.1, jumlah pemblokiran rekening pada 3 tahun terakhir mengalami kenaikan. Untuk tahun 2011 sebanyak 14 jumlah pemblokiran rekening atau sekitar 33% yang terealisasikan. Pada tahun 2012 sebesar 48 pemblokiran rekening yang terealisasikan atau sekitar 84%. Dan pada tahun 2013 sekitar 12 atau sekitar 80% yang terealisasikan.
4.8
Penerimaan Pembayaran atas Tunggakan Pajak dengan Surat Teguran Di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Penerimaan pembayaran atas tunggakan pajak merupakan pelunasan tunggakan pajak yang dimiliki oleh Wajib Pajak. Pelunasan tunggakan pajak dapat menyebabkan meningkatnya penerimaan KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua, sehingga membantu realisasi pencapaian target
57 penerimaan pajak bagi KPP yang bersangkutan dan meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak.
Tabel 5.4 Penerimaan Pembayaran atas Tunggakan Pajak dengan Surat Teguran KPP Pratama Jakarta Kenayoran Baru Dua Tahun 2011 s/d 2013 Tahun 2011 Nilai (Rp)
Tahun 2012 Nilai (Rp)
Tahun 2013 Nilai (Rp)
1.866.133.804
4.646.536.185
9.273.215.436
Sumber : KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua
Tabel 5.4.1 Selisih Penerimaan Pajak dengan Tahun Sebelumnya KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Tahun 2011 s/d 2013 Tahun
Selisih dengan tahun sebelumnya (Rp)
Kesimpulan
2011 - 2012
2.780.402.381
kenaikan penerimaan
2012 - 2013
4.626.679.251
kenaikan penerimaan
Data sudah diolah (2014)
Berdasarkan Tabel 5.4 dan Tabel 5.4.1 penerimaan pajak setelah penerbitan Surat Teguran, dapat disimpulkan bahwa kedua tahun tersebut sama-sama mengalami kenaikan penerimaan. Penerimaan pajak paling tinggi setelah diterbitkannya Surat Teguran terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar Rp 9.273.215.436. Meskipun pada tahun 2012 juga mengalami peningkatan penerimaan sebesar Rp 2.780.402.381, tapi jika dihitung selisihnya tahun 2013 tetap menghasilkan penerimaan paling besar hingga dua kali lipat.
4.9
Penerimaan Pembayaran atas Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa Di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Penerimaan pembayaran atas tunggakan pajak merupakan pelunasan tunggakan pajak yang dimiliki oleh Wajib Pajak. Pelunasan tunggakan pajak dapat menyebabkan meningkatnya penerimaan KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua, sehingga membantu realisasi pencapaian target penerimaan pajak bagi KPP yang bersangkutan dan meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak.
58
Tabel 5.5 Penerimaan Pembayaran atas Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa KPP Pratama Jakarta Kenayoran Baru Dua Tahun 2011 s/d 2013 Tahun 2011 Nilai (Rp)
Tahun 2012 Nilai (Rp)
Tahun 2013 Nilai (Rp)
1.840.961.697
2.792.081.250
6.197.493.498
Sumber : KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua
Tabel 5.5.1 Selisih Penerimaan Pajak dengan Tahun Sebelumnya KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Tahun 2011 s/d 2013 Tahun
Selisih dengan tahun sebelumnya (Rp)
Kesimpulan
2011 - 2012
951.119.553
kenaikan penerimaan
2012 - 2013
3.405.412.248
kenaikan penerimaan
Data sudah diolah (2014)
Berdasarkan Tabel 5.5 dan Tabel 5.5.1 penerimaan pajak setelah penerbitan Surat Paksa, dapat disimpulkan bahwa kedua tahun tersebut samasama mengalami kenaikan penerimaan. Penerimaan pajak paling tinggi setelah diterbitkannya Surat Teguran terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar Rp 3.405.412.248. Meskipun pada tahun 2012 juga mengalami peningkatan penerimaan sebesar Rp 951.119.553 dan jika dihitung selisihnya tahun 2013 tetap menghasilkan penerimaan paling besar.
4.10
Penerimaan Pembayaran atas Tunggakan Pajak Dengan Pemblokiran Rekening Di KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua
Tabel 5.6 Penerimaan Pembayaran atas Tunggakan Pajak dengan Pemblokiran Rekening Wajib Pajak KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Tahun 2011 s/d 2013 Tahun 2011 Nilai (Rp)
Tahun 2012 Nilai (Rp)
Tahun 2013 Nilai (Rp)
1.042.105.500
573.922.435
1.559.173.985
Sumber : KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua
59
Tabel 5.6.1 Selisih Penerimaan Pajak dengan Tahun sebelumnya KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Tahun 2011 s/d 2013 Tahun
Selisih dengan Tahun sebelumnya (Rp)
Kesimpulan
2011 - 2012
468.183.065
penurunan penerimaan
2012 - 2013
985.251.550
kenaikan penerimaan
Data sudah diolah (2014)
Pemblokiran dilakukan sebagai salah satu tindak lanjut dari penagihan tunggakan pajak karena sampai diterbitkannya Surat Teguran dan Surat Paksa, Wajib Pajak masih tidak melunasi tunggakan pajaknya. Berdasarkan Tabel 5.6 dan Tabel 5.6.1, penerimaan pajak setelah pemblokiran Rekening Wajib Pajak mengalami kenaikan dan penurunan. Penerimaan pajak paling tinggi setelah pemblokiran rekening Wajib Pajak terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar Rp 1.559.173.985. Selain terjadi kenaikan penerimaan, juga mengalami penurunan penerimaan tunggakan pajak. Dari Tabel 5.6.1, diketahui bahwa penurunan penerimaan pajak terjadi di dua titik yaitu tahun 2011 dan tahun 2012. Namun, penurunan penerimaan yang paling besar terjadi pada tahun 2012 dengan nilai Rp 573.922.435 dan selisih dengan penerimaan tahun sebelumnya sebesar Rp 985.251.550.
4.11
Efektifitas Terhadap Pencairan Tunggakan Di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua
4.11.1 Efektifitas Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran Efektifitas penerbitan Surat Teguran diukur dengan membandingkan antara jumlah pencairan tunggakan pajak melalui penagihan dengan Surat Teguran dengan potensi pencairan tunggakan pajak dengan Surat Teguran yang dalam hal ini merupakan Surat Teguran yang diterbitkan dalam rangka tindakan penagihan tunggakan pajak. Pengukuran efektivitas ini dilakukan dengan asumsi bahwa semua tunggakan pajak yang diterbitkan Surat Teguran dapat ditagih seluruhnya. Efektivitas penagihan tunggakan pajak dengan Surat Teguran dihitung dengan rumus berikut : Efektifitas =
x 100%
60 Tabel
berikut
akan
menunjukan
penerbitan
Surat
Teguran,
pembayaran Surat Teguran, dan tingkat efektivitas penagihan pajak dengan Surat Teguran tersebut berdasarkan data di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua untuk tahun 2011 s/d 2013.
Tabel 5.7 Pembayaran Surat Teguran Di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Tahun 2011 s/d 2013 Tahun
Surat Teguran Terbit Nilai (Rp)
Surat Teguran Bayar Nilai (Rp)
Tingkat Efektifitas
2011
43.761.916.904
1.866.133.804
4,26%
2012
15.553.833.019
4.646.536.185
29,87%
2013
30.881.181.868
9.273.215.436
30,02%
Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua (data sudah diolah,2014)
Berdasarkan data dari Tabel diatas pada tahun 2011 KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua menerbitkan Surat teguran dengan jumlah nominal Rp 43.761.916.904 dan pembayaran yang terjadi atas penerbitan Surat Teguran tersebut tersebut Rp 1.866.133.804 atau sekitar 4,26% dari total seluruh tunggakan pajak yang ditagih. Berdasarkan indikator pengukuran efektivitas penagihan yang terjadi di tahun 2011 adalah tidak efektif. Pada tahun 2012, jumlah nominal dari penerbitan Surat Teguran yang dilakukan sebesar Rp 15.553.883.019 dengan pembayaran yang dilakukan atas penerbitan Surat Teguran sebesar Rp 4.646.536.185 atau sekitar 29,87% dari jumlah seluruh tunggakan pajak yang ditagih. Berdasarkan indikator pengukuran efektivitas penagihan yang terjadi pada tahun 2012 adalah tidak efektif. Dan pada tahun 2013 jumlah nominal dari penerbitan Surat Teguran dengan jumlah nominal Rp 30.881.181.868 dan nilai pembayaran dari Surat Teguran sebesar Rp 9.273.215.436 atau sekitar 30,02% dari total tunggakan pajak yang ditagih. Berdasarkan indikator efektivitas penagihan pada tahun 2013 adalah tidak efektif.
61 4.11.2 Efektifitas Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Efektifitas penerbitan Surat Paksa diukur dengan membandingkan antara jumlah pencairan tunggakan pajak melalui penagihan dengan Surat Paksa dengan potensi pencairan tunggakan pajak dengan Surat Paksa yang dalam hal ini merupakan Surat Paksa yang diterbitkan dalam rangka tindakan penagihan tunggakan pajak. Pengukuran efektivitas ini dilakukan dengan asumsi bahwa semua tunggakan pajak yang diterbitkan Surat Paksa dapat ditagih seluruhnya. Efektivitas penagihan tunggakan pajak dengan Surat Paksa dihitung dengan rumus berikut : Efektifitas =
x 100%
Tabel berikut akan menunjukan penerbitan Surat Paksa, pembayaran Surat Paksa, dan tingkat efektivitas penagihan pajak dengan Surat Paksa tersebut berdasarkan data di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua untuk tahun 2011 s/d 2013
Tabel 5.8 Pembayaran Surat Paksa Di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Tahun 2011 s/d 2013 Tahun
Surat Paksa Terbit Nilai (Rp)
Surat Paksa Bayar Nilai (Rp)
Tingkat Efektifitas
2011
42.760.051.471
1.840.961.697
4,31%
2012
7.774.114.011
2.792.081.250
35,92%
2013
22.494.035.587
6.197.493.498
27,55%
Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua (data sudah diolah,2014)
4.11.3 Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Pemblokiran Rekening Efektifitas atas dilakukannya pemblokiran rekening diukur dengan membandingkan
antara
jumlah
pencairan
tunggakan
pajak
melalui
pemblokiran rekening dengan potensi pencairan tunggakan pajak dengan pemblokiran rekening dalam rangka tindakan penagihan tunggakan pajak. Pengukuran efektivitas ini dilakukan dengan asumsi bahwa semua tunggakan pajak yang dilakukan pemblokiran rekening dapat ditagih seluruhnya. Efektivitas penagihan tunggakan pajak dengan Pemblokiran Rekening dihitung dengan rumus berikut :
62 Efektifitas =
x 100%
Tabel berikut akan menunjukan jumlah pemblokiran rekening, pembayaran akibat pemblokiran rekening, dan tingkat efektivitas penagihan pajak dengan Pemblokiran Rekening tersebut berdasarkan data di KPP Pratama Jakarta Taman Sari Dua untuk tahun 2011 s/d 2013.
Tabel 5.9 Pembayaran atas Pemblokiran Rekening Di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Tahun 2011 s/d 2013 Tahun
Pemblokiran Rekening Nilai (Rp)
Pembayaran Nilai (Rp)
Tingkat Efektifitas
2011
16.328.504.594
1.042.105.500
6,38%
2012
18.340.405.442
573.922.534
3,13%
2013
10.571.974.889
1.559.173.985
14,74%
Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua (data sudah diolah,2014)
Berdasarkan data dari Tabel diatas, pada tahun 2011 KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua pemblokiran rekening dengan jumlah nominal Rp 16.328504.594 dan pembayaran yang terjadi atas pemblokiran rekening tersebut tersebut Rp1.042.105.500 atau sekitar 6,38% dari total seluruh tunggakan pajak yang ditagih. Berdasarkan indikator pengukuran Efektivitas penagihan yang terjadi di tahun 2011 adalah tidak efektif. Pada tahun 2012, jumlah nominal dari pemblokiran rekening yang dilakukan sebesar Rp 18.340.405.442 dengan pembayaran yang dilakukan atas penerbitan Surat Paksa sebesar Rp 573.922.435 atau sekitar 3,13% dari jumlah seluruh tunggakan pajak yang ditagih. Berdasarkan indikator pengukuran Efektivitas penagihan yang terjadi pada tahun 2011 adalah tidak efektif. Sedangkan, pada tahun 2013 pemblokiran rekening dengan jumlah nominal Rp 10.571.974.889 dan nilai pembayaran sebesar Rp 1.559.173.985 atau sekitar 14,74% dari total tunggakan pajak yang ditagih. Berdasarkan indikator pengukuran Efektivitas penagihan pada tahun 2013 adalah tidak efektif.
63 Hal yang menyebabkan tidak seluruh tindakan penagihan yang dilakukan ditindaklanjuti dengan pelunasan oleh Wajib Pajak, sehingga hasil analisisnya tidak efektif adalah : 1. Penanggung pajak sedang mengalami kondisi keuangan yang tidak baik sehingga pelunasan tunggakan pun sulit. biasanya Wajib Pajak menunggak atau mengangsur pembayaran tunggakan. 2. Terkait dengan pemblokiran rekening Wajib Pajak, pelunasan tunggakan tidak dapat dilakukan karena saldo rekening Wajib Pajak tidak cukup untuk melunasi tunggakan dan akan ditindaklanjuti dengan mengangsur.
4.12
Kontribusi Penagihan Pajak Di KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua
4.12.1 Kontribusi Surat Teguran Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak Pengukuran ini dilakukan untuk mengukur seberapa besar kontribusi penerbitan Surat Teguran terhadap pencairan tunggakan pajak yang terjadi. Rasio ini diperoleh dengan membandingkan pencairan tunggakan pajak di KPP dengan jumlah seluruh pencairan tunggakan pajak di KPP. Kontribusi ini diukur dengan perincian rumus sebagai berikut:
Kontribusi Surat Teguran x 100%
=
Tabel 5.10 Pencairan Tunggakan dengan Surat Teguran KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Tahun 2011 s/d 2013
Tahun
Jumlah Pencairan Tunggakan Nilai (Rp)
Pencairan Tunggakan Nilai (Rp)
Rasio Kontribusi Presentase
2011
16.425.985.145
1.866.133.804
11,36%
2012
40.148.336.740
4.646.536.185
11,57%
2013
39.674.383.181
9.273.215.436
23,37%
Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua (data sudah diolah,2014)
Besarnya pengaruh pencairan tunggakan pajak dengan penerbitan Surat Teguran di tahun 2011 sebesar 11,36%. Berdasarkan kriteria kinerja keuangan, maka pengaruh Surat Teguran terhadap pencairan tunggakan pajak
64 tergolong kurang dalam memberikan kontribusi terhadap pencairan tunggakan pajak. Pada tahun 2012, penerbitan Surat Teguran memberikan kontribusi sebesar 11,57% dalam pencairan tunggakan pajak. Dari tahun 2011 ke tahun 2012 hanya mengalami peningkatan pencairan tunggakan pajak 0,21%. Berdasarkan kinerja keuangan negara, maka pencairan tunggakan tersebut tergolong kurang dalam memberikan kontribusi terhadap pencairan tunggakan pajak dengan Surat Teguran. Sedangkan di tahun 2013, pencairan tunggakan kembali mengalami kenaikan sebesar 11,80% menjadi 23,37%. Berdasarkan kriteria kinerja keuangan, maka pencairan tunggakan pajak dengan peneritan Surat Teguran di tahun tersebut tergolong sedang walaupun mengalami peningkatan presentase.
4.12.2 Kontribusi Surat Paksa Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak Pengukuran ini dilakukan untuk mengukur seberapa besar kontribusi penerbitan Surat Paksa terhadap pencairan tunggakan pajak yang terjadi. Rasio ini diperoleh dengan membandingkan pencairan tunggakan pajak di KPP dengan jumlah seluruh pencairan tunggakan pajak di KPP. Kontribusi ini diukur dengan perincian rumus sebagai berikut: Kontribusi Surat Paksa
Tabel 5.11 Pencairan Tunggakan dengan Surat Paksa KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Tahun 2011 s/d 2013
Tahun
Jumlah Pencairan Tunggakan Nilai (Rp)
Pencairan Tunggakan Nilai (Rp)
Rasio Kontribusi Presentase
2011
16.425.985.145
1.840.961.697
11,21%
2012
40.148.336.740
2.792.081.250
6,95%
2013
39.674.383.181
6.197.493.498
15,62%
Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua (data sudah diolah,2014)
65 Besarnya pengaruh pencairan tunggakan pajak dengan penerbitan Surat Paksa di tahun 2011 sebesar 11,21%. Berdasarkan kriteria kinerja keuangan, maka pengaruh Surat Paksa terhadap pencairan tunggakan pajak tergolong kurang dalam memberikan kontribusi terhadap pencairan tunggakan pajak. Pada tahun 2012, penerbitan Surat Paksa memberikan kontribusi sebanyak 6,95% dalam pencairan tunggakan pajak. Dari tahun 2011 ke tahun 2012 mengalami penurunan pencairan yang hampir setengahnya dari tahun sebelumnya yang dilakukan dengan penerbitan Surat Paksa. Berdasarkan kinerja keuangan negara, maka pencairan tunggakan tersebut tergolong sangat kurang dalam memberikan kontribusi terhadap pencairan tunggakan pajak dengan Surat Paksa. Sedangkan di tahun 2013, pencairan tunggakan kembali mengalami peningkatan menjadi 15,62%. Meskipun mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, berdasarkan kriteria kinerja keuangan, pencairan tunggakan pajak dengan penerbitan Surat Paksa di tahun tersebut masih tergolong kurang.
4.12.3 Kontribusi Pemblokiran Rekening Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak Pengukuran ini dilakukan untuk mengukur seberapa besar kontribusi Pemblokiran Rekening terhadap pencairan tunggakan pajak yang terjadi. Rasio ini diperoleh dengan membandingkan pencairan tunggakan pajak di KPP dengan jumlah seluruh pencairan tunggakan pajak di KPP. Kontribusi ini diukur dengan perincian rumus sebagai berikut: Kontribusi Pemblokiran Rekening
66 Tabel 5.12 Pencairan Tunggakan dengan Pemblokiran Rekening KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Tahun 2011 s/d 2013
Tahun
Jumlah Pencairan Tunggakan Nilai (Rp)
Pencairan Tunggakan Nilai (Rp)
Rasio Kontribusi Presentase
2011
16.425.985.145
1.042.105.500
6,38%
2012
40.148.336.740
573.922.435
1,43%
2013
39.674.383.181
1.559.173.985
3,93%
Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua (data sudah diolah,2014)
Besarnya pengaruh pencairan tunggakan pajak dengan Pemblokiran Rekening di tahun 2011 sebesar 6,38%. Berdasarkan kriteria kinerja keuangan, maka pengaruh Pemblokiran Rekening terhadap pencairan tunggakan pajak tergolong kurang dalam memberikan kontribusi terhadap pencairan tunggakan pajak. Pada tahun 2012, Pemblokiran Rekening milik WP memberikan kontribusi sebanyak 1,43% dalam pencairan tunggakan pajak. Dari tahun 2011 ke tahun 2012 mengalami penurunan pencairan dari tahun sebelumnya. Berdasarkan kinerja keuangan negara, maka pencairan tunggakan tersebut tergolong sangat kurang dalam memberikan kontribusi terhadap pencairan tunggakan pajak. Dalam tahun 2013 pencairan tunggakan mengalami penurunan yang peningkatan menjadi 3,93%.
Berdasarkan kriteria kinerja keuangan,
pencairan tunggakan pajak dengan penerbitan Pemblokiran Rekening di tahun tersebut tergolong sangat kurang. Hal yang menyebabkan tidak seluruh tindakan penagihan yang dilakukan ditindaklanjuti dengan pelunasan oleh Wajib Pajak, sehingga kontribusinya tidak terlalu baik bagi penerimaan pajak KPP tersebut antara lain : 1. Kurangnya kesadaran Wajib Pajak dalam pembayaran tunggakan setelah surat – surat terkait diterima oleh Wajib Pajak. 2. Alamat Wajib Pajak sulit ditemukan. Adanya pindah alamat membuat Jurusita Pajak sulit menemukan alamat Wajib Pajak yang baru.
67 3. Wajib Pajak tutup usaha atau bangkrut. Sehingga Jurusita Pajak sulit untuk menagih hutang pajak Wajib Pajak tersebut.
4.13
Hambatan – Hambatan dan Alternatif Pemecahan Masalah Dalam Penagihan Pajak Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari Jurusita Pajak dan Kepala Seksi Penagihan pada KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua, dalam rangka melaksanakan Penagihan Pajak Aktif, adanya hambatan atau kendala yang ditemui, diantaranya: 1. Wajib Pajak tidak dapat ditemukan oleh Jurusita Pajak. Jika Jurusita Pajak tidak dapat menemukan Wajib Pajak maka proses penagihan pajak akan terhenti. Kendala ini terjadi karena adanya alamat yang diberikan Wajib Pajak tidak lengkap dan ada pula Wajib Pajak yang pindah alamat dan Wajib Pajak tersebut tidak memperbaharui alamat barunya. Apabila hal demikian terjadi, maka Wajib Pajak akan masuk ke Daftar Pencarian Orang. Sehingga pada waktu pelaporan SPT Masa atau Tahunan Wajib Pajak harus menghadap ke Seksi Penagihan terlebih dahulu untuk di data. 2. Wajib Pajak tidak kooperatif atau kesadaran Wajib Pajak dalam membayar pajak masih sangat rendah. Kurangnya kesadaran atau pengetahuan Wajib Pajak mengenai pajak berdampak sangat besar dalam kepatuhan memenuhi kewajiban pembayaran pajak dan realisasi penerimaan atas tunggakan pajak Di KPP. hal tersebut diungkapkan oleh salah satu Jurusita Pajak Di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua,yaitu : “Kesadaran Wajib Pajak masih kurang, ada salah satu perusahan yang di kunjungi untuk ditagih tunggakan pajaknya, sering beralasan dana di rekening perusahaan masih belum mencukupi, ada juga perusahaan yang bangkrut”. 3. Jurusita Pajak sulit mengidentifikasi objek sita. Hal ini terutama terkait dengan pemblokiran rekening Wajib Pajak. Faktor penghambat dalam proses ini antara lain : a. Kelengkapan berkas STP/SKP atau SP yang tidak lengkap.
68 b. Pihak Bank seringkali tidak kooperatif dengan merahasiakan keterangan mengenai nasabahnya yang akan diperiksa untuk kepentingan perpajakan, salah satunya pada saat proses penyita 4. Data yang ditampilkan Sistem Informasi Direktorat Jendral Pajak (SIDJP) belum menunjukan keadaan yang sebenarnya. Dengan adanya jaringan yang terhubung dengan SIDJP seharusnya data lebih mudah untuk diakses dan lebih cepat untuk diperbaharui. Pembaharuan data baru akan terjadi setelah data diinput oleh petugas penagihan. Dalam beberapa pencatatan masih dilakukan secara manual, misalnya untuk data pelunasan tunggakan pajak dengan pemblokiran rekening. Selain memiliki resiko yang lebih besar, pencatatan secara manual juga kurang efektif karena akan lebih lama dari segi waktu. Adapun alternatif pemecahan masalah serta keinginan dari Jurusita Pajak dan Kepala Seksi Penagihan untuk mengurangi resiko dari hambatan – hambatan yang terjadi agar Penagihan Pajak dapat berjalan sesuai yang diharapkan, yaitu : 1. Pemutakhiran atau Verifikasi data Wajib Pajak secara berkala. Apabila terjadi perubahan data mengenai Wajib Pajak, maka Seksi Pengolahan Data dan Informasi, Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi maupun pegawai pajak yang lain yang saling terkait harus tanggap dalam memuktakhirkan data tersebut. Sehingga Jurusita Pajak mengetahui keberadaan alamat Wajib Pajak yang sudah diperbaharui, Wajib Pajak yang Bangkrut, dan sebagainya. 2. Sosialisasi Pajak. Sosiaalisasi dalam hal pajak sangat penting untuk memberikan pembekalan materi pajak kepada Wajib Pajak guna menunjang pelaksanaan kewajiban Wajib Pajak. Seperti mengadakan seminar dengan Wajib Pajak agar Wajib Pajak mendapatkan ilmu pengetahuan yang baik dan sesuai yang diharapkan. Dengan adanya pemahaman yang baik tentang pajak maka diharapkan Wajib Pajak dapat membayar pajak dengan sukarela. Jurusita Pajak sendiri harus diberi pembekalan materi pajak sehubungan dengan pelaksanaan tugasnya secara berkala untuk meningkatkan kemampuannya.
69 3. Peningkatan kerjasama dengan pihak – pihak eksternal. Dalam Undang-undang Tahun 2000 Pasal 5 ayat (4) tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Juru Sita Pajak berwenang dapat melibatkan pihak lain untuk meminta bantuan dengan pihak Kepolisian, Kejaksaan, Departemen yang membidangi hukum dan perundang-undang, Pemerintah Daerah Setempat, Badan Pertanahan Nasional, Direktorat Jenderak Perhubungan Laut, Pengadilan Negeri, Bank atau Pihak lain. Dalam hal pemblokiran rekening Wajib Pajak, kerjasama dengan pihak Bank sangat penting dilakukan untuk mempermudah Jurusita Pajak dalam bertugas. Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang menghalangi Jurusita dalam melaksanakan tugasnya diancam dengan hukuman pidana berdasarkan KUHP dalam Buku Kedua tentang Kejahatan Terhadap Penguasa Umum Pasal 216 yang berbunyi : (1)“ barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
70