BAB 4
ANALISIS DAN BAHASAN
4.1. Konsep Perancangan 4.1.1. Gambaran umum Komunitas Seni Budaya Interaktif Priangan merupakan sebuah wadah bagi insan kreatif Sunda dan masyarakat umum yang memiliki interes dan minat untuk mengembangkan atau mempelajari Seni Budaya Sunda (Sunda Priangan). Di dalam komunitas itu sendiri pembinaan seni dilaksanakan sebagai media regenerasi seni budaya Sunda. Selain kelas – kelas interaktif, kegiatan diskusi memegang peranan penting. Selain meretas batas antar generasi, juga menjadi sarana bagi berkembangnya ide – ide dan pemikiran baru dalam berkesenian dan mengembangkan Seni Budaya Priangan. Interaksi, menjadi kunci utama, di mana diharapkan terciptanya aktivitas sosial yang baik dari setiap individu yang terlibat dalam komunitas maupun orang – orang yang datang untuk menggali informasi, belajar, dan berkunjung. Berkaitan dengan itu, ruang discussion lounge merupakan ruang
untuk publik, dengan tujuan sebagai tempat
berkumpul, berpendapat dan mengutarakan ide dalam rangka melestarikan dan membangun budaya Sunda Priangan, sebuah Budaya Daerah yang menjadi bagian dari Budaya Nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, modul – modul pembentuk pola duduk sirkular dipilih untuk dapat mendukung terciptanya interaksi yang diharapkan tersebut. Berdasarkan hasil observasi, pengunjung dan peserta diskusi komunitas melalui lintas generasi dan
usia. Banyak di antara narasumber dan anggota komunitas
merupakan kalangan senior yang telah berpengalaman, sedangkan tidak sedikit pula kalangan muda yang tertarik mengikuti diskusi atau kuliah umum dan jam session. 115
116
Dengan kegiatan yang memerlukan inspirasi serta suasana positif itulah, maka nuansa ataupun citra yang ditampilkan adalah suasana netral sentuhan alami yang diterapkan pada material dan warna. Komunitas Seni Budaya Interaktif Priangan merupakan sebuah wujud apresiasi terhadap karya dan budaya bangsa. Sebagai salah satu budaya tertua di Nusantara, Sunda telah melahirkan banyak bentuk seni budaya. Pada kenyataannya, perkembangan dan semangat untuk melestarikan budaya Sunda bukan hanya datang dari kalangan Sunda, dan / atau kalangan yang merasa eksklusif terhadap budaya Sunda, akan tetapi di kota besar seperti Jakarta pun telah tumbuh banyak komunitas – komunitas pencinta dan pembina seni budaya Sunda, oleh karena telah berkembangnya paradigma bahwa budaya Sunda adalah budaya milik bersama bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan dan dipertahankan. Sayangnya, komunitas – komunitas ini seringkali terbentur fasilitas yang kurang memadai sehingga belum ada wadah yang akomodatif terhadap komunitas semacam ini, khususnya di luar wilayah Jawa Barat. 4.1.2. Konsep Konsep yang diangkat pada perancangan ini ialah “Silih”. Konsep ini sendiri merepresentasikan falsafah Tritangtu secara mendasar sebagai sebuah kesatuan yang berkesinambungan. Diwujudkan dalam pengejawantahan adaptasi bentuk anyaman yang secara visual dapat mennggambarkan esensi yang dimaksud pada desain Konsep perancangan yang diterapkan tidak mengandalkan bentuk dari budaya Sunda secara harafiah, namun lebih kepada penerapan konsep yang tersirat, baik dari karakteristik kasundaan maupun pedoman hidup / falsafah yang menjadi sumber dari lahirnya seni – seni budaya Sunda. Sebagai contoh, secara etimologis, Sunda berarti bersih, baik, terang, bersinar, dan sebagainya. Citra ini dapat diimplementasikan ke dalam bentuk – bentuk sudut yang “bersih” dan tidak banyak ornamen. Kemudian dari sisi karakter gotong royong, melalui pepatah ”Bengkuk ngariung bongkok ngaroyok” berakar dari satu konsep tritunggal yang memuat nilai – nilai primodial menjadi guidance konsep perancangan melalui nilai kesatuan / unity.
117
Gambar 4. 1 Skema Konseptual
Sumber : Siti, 2014
118
Bagan 4.2 Peta Konsep
Sumber : Siti, 2014
Bagan di atas menunjukkan korelasi – korelasi yang dihasilkan dari sebuah bentuk Komunitas Urban dan Sunda Priangan. Dari sisi komunitas Urban, dibutuhkan fasilitas yang praktis. Untuk memenuhinya maka implementasi desain yangdipilih ialah furnitur yang multifungsi. Dari sisi Sunda Priangan, diperoleh beberapa karakteristik yang menjadi pemandu dalam desain,yaitu: 1. Nature Oriented, menghasilkan citra tentram, tenang dan dapat diterapkan sebagai tranquil ambiance pada suasana ruang interior discussion lounge. Dalam hal ini
119
furnitur maupun aksesoris interior memegang peranan sebagai pendukung dalam menciptakan nuansa tersebut. 2. Secara Etimologis, kata “Sunda” berasal dari bahasa Sansekerta yan berarti baik, bersih, terang bersinar, dan sebagainya. Dalam penerapan pada desain furnitur dan aksesoris interior dapat berupa bentuk – bentu yang halus, warna yang cenderung terang, dan sudut- sudut yang tidak meruncing, sehingga berkesan “halus”. 3. Dalam pandangan hidup dasar masyarakat Sunda Lama (Sunda Buhun), dikenal falsafah Tritangtu, sebagai perwujudan asas tritungal yang diterapkan hampir pada seluruh lini kehidupan mereka. Falsafah ini memuat nilai – nilai dasar, sebagai contoh pada Tritangtu di Nagara, asas Prabu, Rama, dan Resi merupakan asas pembagian kekuasaan di mana masing – masing menjalankan porsinya sendiri – sendiri namun tidak dapat terlepaskan antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu nilai Kesatuan (unity) diambil sebagai nilai yang diterapkan pada desain. Implementasinya dapat berupa kesatuan bentuk, keharmonisan, dan kesatuan fungsi. 4. Citra yang dinamis juga terlihat seperti pada kelompok pemain angklung dan seni tari Sunda. Citra ini dapat diaplikasikan pada
pola – pola leveling ataupun
perbedaan ketinggian pada furnitur untuk memenuhi fungsi tertentu. 5. Dari sisi seni budaya Sunda sendiri, dapat diambil contoh kesenian angklung yang dimainkan secara berkelompok, memuat nilai – nilai kebersamaan dan gotong royong. Sementara itu seni Pantun Sunda memuat nilai – nilai interaksi dan sosialisasi. Hal tersebut di atas dapat diterapkan pada pengaturan pola – pola duduk melingkar, baik memusat maupun memancar, tergantung kepada fungsi dan kebutuhan yang diinginkan.
Dari kedua kata kunci “Sunda Priangan” dan “Komunitas Urban” ini diperoleh benang merah pada nilai kesatuan (Unity), sebagai interpretasi dari falsafah tritunggal, dan juga multifungsi sebagai pengejawantahan dari unsur – unsur praktis yang dibutuhkan sebuah komunitas Urban. Keduanya membentuk konsep furnitur modular
120
yang dapat disusun dalam pola melingkar serta menghasilkan jenis – jenis furnitur dan aksesoris interior yang akan dirancang, seperti ditunjukkan pada bagan 3.5 di atas. Berdasarkan uraian proses desain yang dilakukan dapat dijelaskan aplikasi pendekatan – pendekatan yang dilakukan pada desain yaitu melalui fungsi furnitur alas duduk serta unsur estetika pada pola motif yang digunakan pada desain furnitur maupun aksesoris. Pada desain kursi fugsi utama kursi sebagai semi lounge chair yang dapat pula berfungsi sebagai bench dengan ketentuan penggunaan, di mana sandaran kursi dapat menjadi dudukan apabila menumpang dengan dudukan kursi lainnya. Secara mendalam konsep kesatuan diwujudkan dengan upaya pembentukan interaksi dan gotong royong dari pengguna. Di sini pengguna diajak membuat pola yang mana semakin banyak kursi bergabung, ia akan menjadi semakin intim dengan pola duduk melingkar memusat. Namun demikian, kepentingan yang berbeda dalam diskusi dapat diretas melalui fungsi ganda pada pola melingkar yang juga dapat menjadi memancar dalam waktu yang sama sehinga sekali lagi penguna diberi pilihan untuk mengunakan sesuai kebutuhan. Di sini, ditekankan pendekatan melalui behaviour atau perilaku pengguna. Selain itu, dalam segi estetika pada kursi, upholstery upholstery yang digunakan menggunakan anyaman bambu dalam bentuk pattern atau pola pada kain. Hal ini didasarkan pada efisiensi pembuatan, penggunaan, dan pemeliharaan yang disesuaikan pula dengan gaya hidup urban yang praktis. Sementara itu pada devider penerapannya digunakan melalui pola serupa anyam sebagai unsur estetika yang juga dapat difungsikan sebagai magazine holder serta lampu yang memanfaatkan translucency dari pola anyaman woven straps.
121
Gambar 4.3 Penerapan Konsep pada Aksesoris Interior
Sumber :Siti, 2014
122
Gambar 4.4 Penerapan Konsep pada Furnitur
Sumber : Siti , 2014
123
4.1.3. Tema dan Citra Berkolaborasi dengan perancangan Interior untuk Komunitas Seni Budaya Interaktif Priangan, perancangan furnitur ini mengangkat tema serta semangat yang selaras. Konsep perancangan pada interiornya sendiri menampilkan “Tropical Urban” sesebagai tema perancangan. Dipilih Urban, berangkat dari kebutuhan akan masyarakat pencinta seni budaya interaktif Sunda di kota Jakarta itu sendiri, di mana pada masyarakat perkotaan terdapat ciri yang menonjol yaitu praktis dan efisien sehingga dalam perancangan pun perlu memperhatikan kebutuhan tersebut. Sementara itu Tropical diambil dari kata tropis, yang mana dalam perancangan tetap memberikan nuansa alami. Dengan demikian perancangan ini bermaksudkan, agar Komunitas Seni Budaya Interaktif ini dapat menjadi “Oase” di tengah kota Jakarta, baik dalam hal pembinaan seni budaya itu sendiri, maupun bagi pemikiran – pemikiran baru dalam rangka regenerasi budaya Priangan. Gambar 4.5 Skema Warna dan Citra pada Interior Discussion Lounge
Sumber : Siti, 2014
124
4.2 Bentuk dan Sistem Operasional Pada perancangan furnitur dan aksesoris interior ini, baik fungsi maupun bentuk yang diangkat mengacu kepada faktor yaitu kebutuhan pengguna pada ruang diskusi, sementara itu baik dalam furnitur maupun aksesoris interior juga dirancang memenuhi filosofi atau nilai- nilai luhur budaya Sunda. Berdasarkan kebutuhan pengguna, media duduk yang dibutuhkan ialah yang mengakomodir terciptanya interaksi di antara pengguna, oleh karena itu bentuk yang diangkat ialah bentuk pola melingkar memusat yang terdiri di antara modul – modul kursi multifungsi. Sistem operasional yang mudah dan multifungsi dirancang untuk efisiensi waktu maupun mobilitas. Sistem yang dimaksud yaitu memungkinkan adanya extra seat yang diakomodir oleh sandaran (dalam hal ini sandaran dapat berfungsi sebagai dudukan tambahan) sehingga memungkinkan adanya interaksi saat membangun sistem yang dimakasud. Sistem menggunakan fitiing berupa engsel untuk adjustable sofa dengan fitting pengancing berupa kancing besi yang dibuat custom yang memudahkan penggunaan. Kemudahan dalam sistem operasional membantu akomodasi kebutuhan yang beragam dalam bentuk satu furnitur. Bentuk yang sederhana, memberi ruang visual yang bersih. Sementara itu bentuk modular memungkinkan timbulnya interaksi yang padu di antara pengguna dalam berbagai keperluan.
125
Gambar 4.6 Bentuk dan Sistem Operasional Kursi/stool
Sumber : Siti, 2014
Gambar 4.7 Sketsa alternatif bentuk 1
Sumber : Siti,2014
126
Gambar 4.8 Sketsa alternatif bentuk 2
Sumber : Siti, 2014
127
Gambar 4.9 Sketsa alternatif bentuk sirkular
Sumber : Siti, 2014
Gambar 4.10 Sketsa Alternatif magazine Holder
Sumber : Siti, 2014
128
4.3 Finishing dan Warna Pemilihan finishing dan warna pada perancangan set furnitur ini ialah mengutamakan hasil natural dan “bersih”. Oleh karena itu dipilih natural finished wood pada konsep finishingnya.
Melalui dof fwood stain, dengan warna Walnut Brown
,konsep yang ingin dituju dapat tercapai. Hal ini agar mempertahankan warna natural pada kayu namun ingin mendapatkan kesan hangat melalui warna walnut Brown yang gelap. Pada aplikasinya kelak dipilih close pore - natural doff dalam mendukung tercapainya konsep tersebut. Alternatif lainnya ialah dengan penggunaan aksen warna hangat seperti turunan warna kuning ke hijau dalam porsi yang lebih sedikit diterapkan pada pattern bantalan dudukan maupun sandaran.
Gambar 4.11 Skema Alternatif Warna untuk Furnitur
Siti, 2014
129
Gambar 4.9 Pola (pattern) pada dudukan dan bantalan
Sumber : Siti , 2014
4.4 Material dan Konstruksi Berdasarkan pertimbangan lokasi dan hal – hal lain yang berkenaan dengan sistem operasional furnitur, maka dipilih material kayu Mahoni sebagai material yang digunakan pada perancagan koleksi furnitur ruang discussion lounge. Material ini sangat mudah didapatkan di kota Jakarta, selain itu perihal kekuatan dan tingkat muai susutnya yang cukup stabil juga menjadi bahan pertimbangan. Kayu Mahoni sebagai material yang mudah diolah dan bersifat kuat serta kokoh dapat membantu konstruksi dan mempermudah treatment serta perawatan di masa yang akan datang. Anyaman bambu, yang diterapkan dalam bentuk stilasi pada kain Blacu dipilih sebagai alternatif material untuk sandaran dan dudukan. Jenis kain dipilih dengan pertimbangan kekuatan dan bahan alami yang cukup nyaman bila bersentuhan dengan kulit. Selain Kayu Mahoni, juga digunakan material kayu lapis (multipleks) sebagai rangka pada Devider multifungsi ditinjau dari segi kepraktisan, mudah didapat, mudah diolah, dan efidiensi mahan baku kayu.Di samping itu, Bambu merupakan identitas citra yang
130
kuat dari Sunda Priangan, harmonis dengan alam dan mudah didapat, dan dapat diolah, baik di wilayah Priangan maupun di Jakarta, diaplikasi sebagai elemen dekoratif yang berfingsi esteti pada devider.
4.5 Ergonomi Berdasarkan data ukuran standar internasional untuk kursi dan aksesoris pada area discussion lounge, diperoleh ukuran yang digunakan pada perancangan furnitur dan aksesoris interior sebagai berikut: Tabel 4.1 Ukuran yang digunakan pada furnitur dan aksesoris Interior discussion lounge NO 1
ITEM
UKURAN (cm)
Multifunction chair
55 x 53.5 x 85
2
Pendant Lamp
Diameter 70
3
Devider
165 x 60 x 80
4
Coffee Table
170 x 50 x 70
5
Trash Cans
35 x 35 x 60
Sumber ; Siti, 2014