BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1 Metode Penelitian
Penelitian: “Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O. F Muller Dengan Penambahan Vitamin C Pada Media CAKAP” dilaksanakan pada bulan Mei 2010 di Laboratorium Sistematika Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen dengan analisis rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial dengan 4 perlakuan media serta 6 ulangan. Perlakuan tersebut sebagai berikut :
M0 = tanpa penambahan Vitamin C (kontrol) M1 = Vitamin C 0,4 mg/2 l M2 = Vitamin C 0,8 mg/2 l M3 = Vitamin C 1,2 mg/2 l Keterangan : M0, M1, M2 dan M3 (Media CAKAP) = Media Campuran Kotoran Ayam, Pupuk Urea dan Pupuk TSP (Sihombing, 2009)
Komposisi media tersebut berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Sihombing (2009). Pada penelitian yang telah dilakukan, diketahui pertumbuhan tertinggi terdapat pada komposisi media yang terdiri dari 200 mg/ 2 l kotoran ayam + 4 mg/ 2 l Urea + 3 mg/ 2 l TSP. Berdasarkan hal tersebut maka komposisi media di atas digunakan sebagai kontrol pada penelitian ini. Wanasuria (1993) mencatat bahwa pemberian tambahan vitamin C dengan cara pengayaan dengan dosis 0,1 – 0,5 mg/ l pada media pengayaan rotifera dapat meningkatkan pertumbuhannya.
Universitas Sumatera Utara
3.2 Persiapan Bahan Media Brachionus plicatilis
Media pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran kotoran ayam yang telah dikeringkan terlebih dahulu di bawah sinar matahari, pupuk urea dan TSP. Kotoran ayam yang telah kering, urea, TSP dan vitamin C dihaluskan dan diayak, kemudian ditimbang sesuai komposisi perlakuan seperti di atas. Selanjutnya kotoran ayam, urea dan TSP tersebut dimasukkan ke dalam kantung strimin.
3.3 Persiapan Media 3.3.1 Media aklimasi
Air yang digunakan untuk media aklimasi diperoleh dari air kolam Perpustakaan Universitas Sumetera Utara Medan yang telah disaring dengan menggunakan plankton net bermata saring 15 mikron. Air kolam tersebut dimasukkan ke dalam aquarium sebanyak 25 l. Kemudian media yang terdiri dari 2.500 mg kotoran ayam + 50 mg pupuk Urea + 37,5 mg pupuk TSP dimasukkan ke dalam kain strimin dan dicelupkan ke dalam akuarium dan diaklimasi selama 2 hari.
3.3.2 Media Perlakuan
Air yang digunakan untuk media perlakuan diperoleh dari air kolam Perpustakaan Universitas Sumetera Utara Medan yang telah disaring dengan menggunakan plankton net bermata saring 15 mikron. Air kolam tersebut dimasukkan kedalam stoples kaca sebanyak 24 yang masing-masing diisi sebanyak 2 l air kolam. Kemudian masing-masing media pakan yang telah ditimbang seperti kotoran ayam 200 mg, Urea 4 mg dan TSP 3 mg dimasukkan ke dalam kain strimin, selanjutnya dimasukkan kedalam stoples yang telah berisi air kolam dengan cara menggantungkan /mencelupkan dibawah permukaan air media, kemudian masing-masing stoples perlakuan ditutup dengan kain kasa/strimin untuk mencegah masuknya serangga atau hewan lain, dan dibiarkan selam 7 hari (Sihombing, 2009). Shasmand (1986) menjelaskan dengan melakukan pemupukan berarti akan merubah konsentrasi zat hara
Universitas Sumatera Utara
sehingga akan mempengaruhi Zooplankton, dalam hal ini Brachionus plicatilis. Selanjutnya Mujiman (1998) juga menjelaskan tujuan pemupukan pada media kultur Brachionus plicatilis adalah untuk menumbuhkan jasad-jasad renik yang merupakan makanan Brachionus plicatilis.
Setelah 7 hari dimasukkan bibit B. plicatilis dari media aklimasi ke dalam masing-masing media perlakuan sebanyak 25 individu. Kemudian stoples media ditutup kembali dengan kain kasa. Selanjutnya stoples media dimasukkan ke dalam rak lemari yang tertutup dan diberi lampu TL 20 watt dengan jarak dari permukaan stoples media perlakuan sekitar 20 cm.
Pada penelitian yang telah dilakukan kondisi sifat fisik air media seperti suhu dan pH diperiksa 3 kali dalam 16 hari, yaitu pada hari ke 4, 9 dan 13. Untuk suhu diukur dengan alat termometer dan pH diukur dengan pH meter. Selanjutnya media perlakuan diberi aerasi setiap hari selama 3 menit dengan menggunakan aerator supaya kandungan O2 terlarut tidak terlalu rendah.
3.4 Persiapan Bibit Brachionus plicatilis
Brachionus plicatilis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari kolam Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Medan. Brachionus plicatilis diambil dengan menggunakan plankton net dan dimasukkan ke dalam ember bervolume 10 liter. Selanjutnya dimasukkan bibit Brachionus plicatilis secukupnya ke dalalam akuarium tersebut untuk diaklimasikan selama 5 hari. Akuarium diletakkan di bawah lampu 20 Watt dengan jarak ± 20 cm dan aerasi dilakukan selama 5 hari.
3.5 Perlakuan Penambahan Vitamin C
Perlakuan penambahan vitamin C dilakukan setelah dimasukkan Brachionus plicatilis kedalam stoples dan dilakukan penambahan vitamin C setiap hari sesuai dengan komposisi masing-masing perlakuan. Hal ini berdasarkan Merchie et al (1995)
Universitas Sumatera Utara
menyatakan teknik pengayaan rotifera dengan penambahan vitamin dilakukan selama 24 jam.
3.6 Perlakuan Waktu Pengamatan
Pengamatan dan penghitungan laju pertumbuhan populasi dilakukan dua hari sekali hari selama 16 hari atau (8x pengamatan) dimana pada masing-masing media perlakuan dilakukan ulangan sebanyak 6 kali. H1 = hari ke-2 H2 = hari ke-4 H3 = hari ke-6 H4 = hari ke-8 H5 = hari ke-10 H6 = hari ke-12 H7 = hari ke-14 H8 = hari ke-16 Hal ini berdasarkan lama hidup Brachionus plicatilis, yaitu selama 12-19 hari (Hyman, 1951).
3.7 Pengamatan Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis
Pengamatan dan penghitungan laju pertumbuhan populasi dilakukan dua hari sekali seperti yang telah dijelaskan pada perlakuan waktu pengamatan. Brachionus plicatilis diambil dari masing-masing media perlakuan dengan menggunakan pipet serologi 10 ml. Sebelum dilakukan pengambilan, air media terlebih dahulu diaduk perlahan-lahan dengan batang pengaduk kaca supaya Brachionus plicatilis tersebar merata sehingga dapat mewakili semua Brachionus plicatilis yang terdapat di dalam media. Kemudian Brachionus plicatilis diambil dengan pipet serologi.
Brachionus plicatilis yang terdapat di dalam pipet serologi diterawangkan pada sinar lampu kemudian dihitung jumlahnya dengan kasat mata. Cara ini sesuai dengan yang dilakukan Balai Penelitian Dan Pengembangan Budidaya Laut Serang, serta Isnansetyo dan Kurniastuti (1995). Penghitungan pertumbuhan populasi dilakukan
Universitas Sumatera Utara
sebanyak 6 kali sebagai ulangan untuk masing-masing media perlakuan. Setelah dilakukan penghitungan maka Brachionus plicatilis dimasukkan kembali ke dalam stoples. Pengamatan ini dilakukan sampai dengan pengamatan hari ke-16.
3.8 Analisis Data
Setiap pengamatan/penelitian selesai dilakukan penghitungan jumlah populasi Brachionus plicatilis, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan rumus menurut Fogg (1975), sebagai berikut:
K=
Dimana: K Nt No t
ln Nt − ln No t
= Laju pertumbuhan jumlah populasi Brachionus plicatilis per hari = Jumlah populasi Brachionus plicatilis setelah t hari = Jumlah populasi awal Brachionus plicatilis = Waktu pengamatan (hari)
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis of variance (ANOVA), sedangkan untuk menguji beda antara perlakuan dilakukan dengan uji beda rata-rata duncan atau DNMRT (Steel & Torrie, 1993).
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Rata-rata Pertambahan Jumlah Populasi Brachionus plicatilis (ind/2 l) Setiap Dua Hari Pengamatan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap perbandingan rata-rata populasi Brachionus plicatilis akibat penambahan vitamin C, didapatkan rata-rata pertambahan jumlah populasi Brachionus plicatilis seperti terlihat pada Gamba 4.1 di bawah ini:
Gambar 4.1 Grafik Rata-Rata Pertambahan Jumlah Populasi Brachionus plicatilis (ind/2 l) dengan Penambahan Vitamin C Pada Media CAKAP
Dari Grafik 4.1 terlihat bahwa rata-rata pertambahan jumlah populasi Brachionus plicatilis akibat pemberian vitamin C lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol pada semua hari pengamatan. Dimana rata-rata pertambahan jumlah individu
Universitas Sumatera Utara
populasi tertinggi terdapat pada pengamatan hari ke-8 pada media M3 dengan penambahan vitamin C 1,2 mg/2 l sebesar 23.888 ind/2 l. Hasil ANOVA vitamin C berpengaruh nyata terhadap panambahan/ peningkatan populasi Brahionus plicatilis. Tingginya rata-rata pertambahan individu pada media M3 disebabkan oleh sesuainya kombinasi pemberian vitamin C (1,2 mg) pada media ini, sehingga tersedianya nutrisi pada media mendukung pertambahan jumlah populasi Brahionus plicatilis.
Menurut Dahril (1996), bahwa kondisi media yang baik dan tersedianya nutrisi yang mencukupi dalam media kultur dapat menyebabkan terjadinya pertambahan populasi Brachionus plicatilis dengan cepat, tetapi juga akan mengalami penurunan yang cepat pula bila kondisi media dan nutrisi tidak lagi dapat mendukung kehidupannya. Selanjutnya Shasmand (1986) menyatakan bahwa dalam mengkultur Brachionus plicatilis pemberian pupuk Urea dan TSP yang seimbang sangat menentukan terhadap pertumbuhan fitoplankton sebagai sumber bahan makanan dari Brachionus plicatilis, keadaan ini disebabkan pupuk urea dengan kandungan unsur N sekitar 46% dan pupuk TSP dengan kandungan unsur P sekitar 14-20% dapat meningkatkan metabolisme fitoplankton, sehingga berkembang biak dengan baik.
Marzuqi et al., 1999 mengatakan vitamin C merupakan bahan-bahan mikro yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Jenis vitamin ini dibutuhkan tubuh untuk meningkatkan metabolisme, daya tahan terhadap perubahan lingkungan, penyakit, pertumbuhan, pemeliharaan tubuh, dan reproduksi.
Sato et al, 1982 Salah satu unsur mikro nutrien yang penting dalam proses vitelogenesis dan embriogenesis adalah vitamin C. Pada proses vitelogenesis, vitamin C sebagai donor elektron dalam reaksi hidroksilasi biosintesis hormon steroid yang diperlukan bagi berlangsungnya proses tersebut. Selain itu, vitamin C juga berfungsi sebagai anti oksidan yang akan melindungi kolesterol dari kerusakan akibat terjadinya proses oksidasi sehingga kebutuhan kolesterol untuk proses biosintesis hormon estrogen dapat terpenuhi. Pada proses embriogenesis, vitamin C berperan dalam metabolisme lemak, yaitu dalam reaksi biosintesis karnitin, yang berfungsi mentransfer asam lemak rantai panjang dari sitosol ke mitokondria untuk dikonversi menjadi energi melalui proses oksidasi. Dengan demikian, kebutuhan energi selama
Universitas Sumatera Utara
proses tersebut berlangsung dapat dipasok dalam jumlah yang cukup sesuai kebutuhan. Vitamin C mempunyai fungsi sebagai kofaktor enzim prolil dan lisin hidroksilase yang mengkatalis hidroksilasi prolin dan lisin, yang esensial untuk biosintesis jaringan kolagen yang terdapat pada ovarium dan perkembangan embrio. Kolagen merupakan penyusun utama dinding dalam kantong ovarium. Kolagen sebagai penyusun dinding kapiler darah di jaringan termasuk telur. Kapiler darah pada gonad penting dalam pendistribusian nutrien ke oosit. Selama embrio dan larva berkembang, kandungan vitamin C telur cepat menurun karena pada saat itu terjadi pembentukan tulang dan jaringan ikat.
4.2 Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis Laju pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis setelah diberikan penambahan vitamin C pada media perlakuan selama waktu pengamatan didapatkan hasil yang cukup bervariasi seperti terlihat pada Tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.1 Rata-rata Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis (ind x 2 x 10-3 x hari-1) pada Media Perlakuan Waktu Pengamatan Hari ke-2 Hari ke-4 Hari ke-6 Hari ke-8 Hari ke-10 Hari ke-12 Hari ke-14 Hari ke-16
Media dan Laju Pertumbuhan M0 2,383 1,332 0,897 0,706 0,567 0,434 0,375 0,322
M1 2,489 1,348 0,956 0,787 0,623 0,508 0,433 0,365
M2 2,536 1,421 0,978 0,777 0,604 0,481 0,396 0,343
M3 2,597 1,416 1,057 0,866 0,650 0,544 0,452 0,396
Dari Tabel 4.1 terlihat bahwa pola laju pertumbuhan Brachionus plicatilis pada semua perlakuan dengan penambahan vitamin C dan kontrol adalah sama yaitu menurun selama waktu pengamatan. Laju pertumbuhan antar perlakuan pada setiap hari pengamatan ternyata tidak berbeda nyata. Laju pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis tertinggi terdapat pada pengamatan hari ke-2 perlakuan media M3, yaitu sebesar 2,597 ind. x 2 x 10 -3 x hari-1, sedangkan media M0 merupakan media dengan
Universitas Sumatera Utara
laju pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis terendah, yaitu sebesar 0,322 ind. x 2 x 10 -3 x hari-1. Dari hasil secara keseluruhan terlihat bahwa selama waktu pengamatan laju pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis tertinggi pada semua media didapatkan pada waktu pengamatan hari ke-2 dan ke-4, sedangkan pada hari pengamatan ke-6 sampai ke-16 laju pertumbuhan populasinya menurun, keadaan ini menunjukkan bahwa pada hari pengamatan ke-2 dan ke-4 bahan makanan masih tersedia sehingga dapat mendukung kehidupan dan perkembangbiakan Brachionus plicatilis dengan baik, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4.2. Hal ini sesuai dengan pernyataan Priyambodo (2001), bahwa dalam mengkultur Brachionus plicatilis ketersediaan pakan sangat menentukan terhadap laju pertumbuhan populasinya, apabila terjadi kekurangan nutrien dalam bahan media dapat menyebabkan terjadinya penurunan laju pertumbuhannya.
Gambar 4.2 Grafik Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis (ind. 2 x 10-3 x hari-1) dengan Penambahan Vitamin C Pada Media CAKAP.
Menurut Mujiman (1998), bahwa dalam mengkultur Brachionus plicatilis ketersediaan pakan sangat menentukan terhadap laju pertumbuhan populasinya, apabila terjadi kekurangan nutrisi dalam bahan media dapat menyebabkan terjadinya penurunan laju pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis atau bahkan mengalami kematian secara massal. Selanjutnya juga dijelaskan bahwa bila dilakukan pemupukan
Universitas Sumatera Utara
susulan setiap 5-6 hari sekali akan dapat mempertahankan kepadatan populasi Brachionus plicatilis. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap laju pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis pada ke empat media dengan perlakuan penambahan beberapa variasi vitamin C selama waktu penelitian, setelah dianalisis secara statistik (Lampiran H) ternyata selama waktu pengamatan dan komposisi media yang berbeda dan interaksi antara media dan waktu pengamatan menunjukkan perbedaan yang sangat nyata. Oleh karena itu dilanjutkan dengan uji beda rata-rata Duncan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.2 Uji Beda Rata-Rata Duncan pada Media Perlakuan selama Waktu Pengamatan (Hari ke-2 sampai dengan Hari ke-16) Media Rata-Rata Laju Pertumbuhan dari Hari ke-2 sampai Hari ke-16 M0 7,016 (a) M1 7,508 (a) M2 7,535 (a) M3 7,976 (a) Keterangan: Huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa media M3 berbeda sangat nyata dengan 3 (tiga) media lainnya. Perlakuan media M2 tidak berbeda dengan perlakuan media M1. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi media M3 adalah komposisi media terbaik dan secara optimum dapat mendukung kehidupan dan perkembang-biakan Brachionus plicatilis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mujiman (1998), bahwa pemberian pupuk TSP (posfor) yang paling baik adalah lebih rendah dari pemberian pupuk Urea (nitrogen), sehingga proses metabolisme dan pertumbuhan fitoplankton yang dibutuhkan sebagai sumber bahan makanan Brachionus plicatilis dapat berlangsung dengan baik, serta penambahan vitamin C dengan konsentrasi yang diperlakukan yaitu 1,2 mg. Menurut Lingga & Sutejo (1995), pupuk yang banyak digunakan baik dalam usaha pembudidayaan tanaman maupun perikanan adalah pupuk Urea dan TSP, karena kandungan unsur hara kedua pupuk ini tinggi dan termasuk pupuk tunggal yaitu pupuk yang hanya
Universitas Sumatera Utara
mengandung satu macam unsur saja, dimana pupuk Urea hanya mengandung nitrogen dan pupuk TSP hanya mengandung fosfor.
Vitamin C merupakan salah satu nutrien mikro yang dibutuhkan oleh hewan akuatik dalam proses reproduksi. Kandungan vitamin C dalam ovarium akan meningkat pada awal perkembangannya dan kemudian menurun pada fase akhir sebelum ovulasi. Hewan akuatik tidak mampu mensintensis vitamin C (Faster dalam Sandnes 1991) sehingga untuk mempertahankan metabolisme sel, vitamin C mutlak harus diperoleh dari luar tubuh karena tidak terdapat enzim L-gulonolakton oksidase yang dibutuhkan untuk biosintesis vitamin C (Dabrowski, 2002).
Sedangkan uji rata-rata Duncan untuk perlakuan waktu pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut: Tabel 4.3 Uji Beda Rata-Rata Duncan Perlakuan selama Waktu Pengamatan (Hari ke-2 sampai dengan Hari ke-16) Waktu Pengamatan Rata-Rata H2 10.005(a) H4 5,517 (b) H6 3,888 (b) H8 3,136 (b) H10 2,444 (b) H12 1,967 (c) H14 1,656 (c) H16 1,426 (c) Keterangan: Huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan
Laju pertumbuhan populasi B. plicatilis pada keempat media perlakuan berdasarkan waktu pengamatan didapatkan laju pertumbuhan populasi yang paling tinggi adalah pada H1. Sedangkan pada H2 sampai H8 nilai laju pertumbuhan semakin kecil. Hal ini terjadi karena pada H1 merupakan hari dimana B. plicatilis mempunyai fekunditas yang paling tinggi sehingga laju pertumbuhan pada H1 merupakan laju pertumbuhan yang paling tinggi. Dahril (1996) menjelaskan bahwa keberadaan B. plicatilis disuatu perairan sangat ditentukan oleh faktor- faktor: angka kelahiran (fekunditas), lama hidup (life span), dan angka kematian (mortalitas) dimana puncak dari fekunditas B. plicatilis terjadi di hari kedua. Selanjutnya Rusfian (1988) juga mengatakan bahwa jumlah populasi B. plicatilis akan berkembang dengan baik pada hari kedua dan hari keempat setelah inokulasi. Kemudian dari H2 sampai H8 (akhir
Universitas Sumatera Utara
pengamatan) angka laju pertumbuhan semakin mengecil, hal ini menunjukkan semakin menurunnya kemampuan fekunditas dari B. plicatilis tersebut juga disebabkan oleh telah berkurang atau habisnya ketersediaan nutrient didalam media, sehingga tidak dapat lagi mendukung kehidupan B. plicatilis. Keadaan ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Mujiman (1998) yang menyatakan bahwa dalam mengkultur B. plicatilis ketersediaan pakan sangat menentukan terhadap laju pertumbuhan populasinya, apabila terjadi kekurangan nutrisi dalam bahan media dapat menyebabkan terjadinya penurunan laju pertumbuhan, bahkan mengalami kematian secara massal.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis pada Media Kombinasi Kotoran Ayam, Pupuk Urea, dan Pupuk TSP Serta Penambahan Beberapa Variasi Vitamin C, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: a. Penambahan vitamin C sebanyak 1,2 mg menunjukkan hasil yang paling optimal terhadap laju pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis. b. Rata-rata pertambahan jumlah individu Brachionus plicatilis tertinggi pada pengamatan hari ke-8 pada media M3 sebesar 23.88 ind/2 l. Sedangkan terendah pada media M0 sebesar 9.054 ind/2 l. c. Laju pertumbuhan pada populasi Brachionus plicatilis tertinggi terdapat pada perlakuan media M3 sebesar 7,978 ind. x 2 x 10-3 x hari-1, sedangkan terendah pada media M0 sebesar 7,016 ind. x 2 x 10-3 x hari-1.
5.2 Saran
Dari hasil yang telah diperoleh selama melakukan penelitian ini, disarankan: a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang laju pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis dengan melakukan penambahan jumlah konsentrasi vitamin C yang lebih optimal. b. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang laju pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis dengan menggunakan kombinasi antara vitamin C dan vitamin B1. c. Perlu dilakukan analisis limbah nutrisi awal dan akhir.
Universitas Sumatera Utara