BAB III BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan September hingga Desember 2013. Pengambilan ascidian Didemnum molle dilakukan di Kepulauan Seribu. Identifikasi kandungan metabolit sekunder, ekstraksi dan uji in vitro dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Perikanan dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran. Uji LC50 dan uji in vivo pada udang windu dilakukan di Laboratorium Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.
3.2. Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : A. Pengambilan Sampel a. Sarung Tangan untuk membantu pada saat pengambilan sampel b. Kantong Plastik sebagai tempat menaruh sampel c. Alat SCUBA untuk membantu proses pengambilan sampel d. Cool box tempat untuk menyimpan sampel Ascidian Didemnum molle. e. Kapal untuk menuju lokasi pengambilan sampel. f. GPS untuk mengetahui titik lokasi pengambilan sampel. g. Termometer untuk mengukur suhu air. h. Refraktometer untuk mengukur salinitas air laut.
B. Identifikasi Kandungan Metabolit Sekunder a. Keranjang untuk mengeringkan sampel b. Blender untuk membuat bubuk kering Ascidian Didemnum molle. c. Spatula untuk mengambil bubuk kering Ascidian Didemnum molle. d. Tabung reaksi sebagai tempat untuk mereaksikan sampel dengan pelarut.
24
25
e. Pipet tetes untuk mengambil pelarut. f. Gelas ukur 10 mL untuk mengukur volum pelarut. g. Hot plate untuk memanaskan campuran ekstrak. h. Kaca arloji sebagai tempat untuk mereaksikan larutan dalam jumlah kecil.
C. Proses Ekstraksi a. Neraca analitis untuk menimbang sampel dan ekstrak Ascidian Didemnum molle. b. Gelas ukur 100 mL, 10 mL dan 5 mL untuk mengukur volume pelarut. c. Kertas saring untuk menyaring Ascidian Didemnum molle yang telah direndam. d. Beaker Glass 1000 mL, tempat merendam (maserasi) Ascidian Didemnum molle e. Erlenmeyer 1.000 mL tempat menyimpan filtrat f. Rotary evaporator untuk menguapkan pelarut. g. Spatula untuk mengambil ekstrak pasta. h. Kertas label untuk memberi keterangan pada botol vial. i.
Botol vial untuk tempat menyimpan ekstrak pasta.
D. Uji In Vitro a. Spatula untuk mengambil bahan yang akan digunakan dalam pembuatan media. b. Alumunium foil sebagai tempat untuk meletakkan bahan yang akan ditimbang. c. Batang pengaduk untuk mengaduk sampel dengan pelarut d. Neraca analitis untuk menimbang berat bahan media. e. Erlenmeyer 250 mL dan 100 mL sebagai tempat untuk menyimpan media agar f. Hot plate untuk memanaskan media. g. Magnetic stirrer untuk menghomogenkan media. h. Autoklaf untuk mensterilkan alat dan media.
26
i.
Tabung reaksi sebagai tempat untuk mengencerkan bakteri.
j.
Laminar air flow cabinet sebagai ruang kerja aseptis.
k. Cawan petri sebagai tempat inokulasi bakteri. l.
Jarum ose untuk memindahkan biakan bakteri uji
m. L glass untuk meratakan bakteri pada media inokulasi n. Bunsen untuk mensterilkan alat. o. Microtube sebagai tempat untuk mem buat variasi konsentrasi ekstrak p. Mikropipet untuk mengambil ekstrak yang sudah diencerkan. q. Paper disc tempat untuk meneteskan ekstrak yang akan diuji. r. Pinset untuk memindahkan paper disc ke media agar. s. Jangka sorong untuk mengukur diameter zona hambat. t. Inkubator sebagai tempat untuk menginkubasi bakteri. u. Kamera untuk mendokumentasikan kegiatan v. Plastik wrap untuk menutup cawan petri w. Spidol untuk menandai cawan petri x. Kuvet tempat menyimpan larutan dalam spektrofotometer y. Spektrofotometer untuk mengukur kepadatan bakteri
E. Uji In Vivo a. Akuarium untuk tempat pemeliharaan udang windu ukuran 30 cm x 15 cm x 30 cm sebanyak 10 buah. b. Blower sebagai sumber oksigen c. Selang aerasi sebagai perantara suplai oksigen d. Saringan untuk memindahkan udang windu e. Kain untuk menutup akuarium f. Keller untuk merendam udang dalam ekstrak g. Heater untuk menjaga suhu air dalam akuarium tetap stabil
F. Pemeriksaan Kualitas Air a. Refraktometer untuk mengukur salinitas air b. Termometer untuk mengukur suhu air
27
c. DO meter untuk mengukur kadar oksigen terlarut dalam air d. pH meter untuk mengukur pH air.
3.2.2. Bahan a. Sampel ascidian Didemnum molle sebagai sumber senyawa antibakteri sebanyak 3,5 kg. b. Es batu untuk menjaga sampel ascidian Didemnum molle agar tetap segar c. Metanol sebagai pelarut saat ekstraksi d. Alkohol 70% untuk mensterilkan tangan e. NH3 10% untuk uji alkaloid f. Larutan McFarlad (BaCl 1% + H2SO4 1%) g. Kloroform sebagai pelarut pada uji alkaloid h. Asam sulfat 2 N sebagai pelarut untuk uji alkaloid i.
Pereaksi Meyer dan Wagner sebagai reagen pada uji alkaloid
j.
Akuades sebagai pelarut dalam uji flavonoid
k. Asam Klorida Pekat reagen dalam identifikasi flavonoid l.
Etanol sebagai pelarut dalam uji flavonoid
m. Bubuk Magnesium untuk identifikasi flavonoid n. Amil Alkohol reagen dalam identifikais steroid dan triterpenoid o. Pereaksi Lieberman Burchard (Asam asetat anhidrida dan Asam sulfat pekat) pereaksi dalam identifikasi steroid dan triterpenoid p. Natrium Agar agar sebagai media uji aktivitas antibakteri q. Isolat bakteri Vibrio harveyi sebagai bakteri uji r. Kloramfenikol sebagai antibiotik pembanding s. Udang windu sebagai biota uji (stadia pasca larva 10-20) t. Air laut sebagai media hidup udang u. Air laut steril untuk melarutkan Natrium Agar v. Artemia sebagai pakan udang windu w. Pelet sebagai pakan udang windu
28
3.3. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode ekperimental laboratoris. Penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi pengambilan sampel, identifikasi kandungan metabolit sekunder, ekstraksi, uji in vitro dan uji LC50. Penelitian utama meliputi uji in vivo pada udang windu. Jumlah perlakuan pada uji in vivo adalah sebanyak 5 perlakuan dengan 2 kali pengulangan (duplo), sebagai berikut : A = tanpa direndam ekstrak ascidian Didemnum molle. B = direndam ekstrak dengan konsentrasi 25% dari hasil uji LC50 (96,75 ppm) C = direndam ekstrak dengan konsentrasi 50% dari hasil uji LC50 (193,5 ppm) D = direndam ekstrak dengan konsentrasi 75% dari hasil uji LC50 (290,25 ppm) E = direndam dengan dengan konsentrasi 100% dari hasil uji LC50 (387 ppm).
3.4. Prosedur Penelitian 3.4.1. Pengambilan sampel Pengambilan sampel ascidian Didemnum molle dilakukan di perairan Kepulauan Seribu dengan tiga lokasi titik pengambilan sampel yaitu Pulau Pramuka, Pulau Semak Daun dan Pulau Panggang. Sampel diambil dengan menggunakan peralatan SCUBA karena ascidian Didemnum molle berada pada kedalaman 2 – 12 meter. Sampel kemudian dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam plastik lalu disimpan dalam coolbox agar tetap awet hingga proses pengujian.
3.4.2. Identifikasi Kandungan Metabolit Sekunder Uji fitokimia merupakan uji kualitatif yang digunakan untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder. Identifikasi kandungan metabolit sekunder yang dilakukan terdiri dari uji alkaloid, uji flavonoid, uji steroid, uji triterpenoid, dan uji saponin menurut Harborne 1987.
29
1.
Uji Alkaloid 1 gram sampel ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ke
dalam tabung reaksi ditetesi dengan 1-3 tetes NH3 10% kemudian dipanaskan beberapa saat. Dimasukkan 10 mL kloroform ke dalam tabung reaksi, lalu disaring menggunakan kertas saring ke dalam tabung reaksi yang lainnya, ditambah 0,5 mL/10 tetes asam sulfat 2 N, kocok dan biarkan terjadi dua lapisan. Lapisan asam sulfat diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi atau kaca arloji, kemudian tambahkan satu tetes pereaksi meyer dan pereaksi wagner. Terbentuknya endapan putih menandakan positif alkaloid.
2.
Uji Flavonoid 1 gram sampel ditimbang dan didihkan dengan 25 mL etanol selama
kurang lebih 25 menit, disaring dalam keadaan panas, kemudiana pelarut diuapkan sampai kering. Setelah itu, ditambahkan kloroform dan akuades (1:1) sebanyak 5 mL, dikocok dan dibiarkan sejenak hingga terbentuk dua lapisan kloroform-air. Lapisan kloroform di bagian bawah, sedangkan lapisan air dibagian atas. Sebagian lapisan air diambil dan dipindahkan dengan pipet ke dalam tabung reaksi. Kemudian dimasukkan bubuk magnesium dan beberapa tetes asam klorida pekat dan amil alkohol. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna orange merah.
2.
Uji Steroid dan Triterpeneoid Lapisan kloroform dari uji flavonoid diambil sedikit kemudian
dimasukkan ke dalam plat tetes dan dibiarkan sampai kering. Tambahkan satu tetes asam asetat anhidrida dan asam sulfat pekat (Pereaksi Liebermann Burcahrd). Terbentuknya warna merah menandakan positif senyawa triterpenoid dan terbentuknya warna biru atau hijau menandakan positif untuk senyawa steroid.
30
4.
Uji Saponin Sebanyak 1 gram sampel ditimbang, direndam dengan akuades sebanyak
50 mL, kemudian dipanaskan hingga mendidih. Saring larutan, kemudian filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Tabung reaksi dikocok secara vertikal selama 10 detik. Terbentuknya busa setinggi 1 – 10 cm dan tidak hilang dengan penambahan HCl 2N selama 10 menit menandakan positif saponin.
3.4.3. Ekstraksi Ekstraksi merupakan pemisahan secara kimia atau fisika suatu atau sejumlah bahan padat atau bahan cair dari suatu padatan yaitu sampel yang akan digunakan sehingga diperoleh ekstrak. Proses maserasi merupakan prosedur yang sederhana untuk mendapatkan ekstrak yaitu hanya dengan cara menuangkan pelarut pada simplisia (Agoes 2007) Sampel ascidian Didemnum molle diekstraksi dengan tahapan sebagai berikut menurut Harborne 1987 : 1.
Ascidian Didemnum molle basah sebanyak 3,5 kilogram dibersihkan dengan air tawar kemudian dibelah
menggunakan pisau lalu dijemur
dengan cara diangin-anginkan selama kurang lebih 3 – 4 hari pada cuaca cerah hingga kering dan ditimbang. 2.
Ascidian Didemnum molle kering dihaluskan menggunakan blender.
3.
Sebanyak 247 gram serbuk ascidian Didemnum molle direndam dengan 1.235 mL pelarut metanol
di dalam erlenmeyer. Perendaman dilakukan
selama 1x24 jam pada suhu ruang dengan beberapa kali pengulangan perendaman hingga pelarut metanol sudah tidak berubah warna. 4.
Hasil rendaman disaring dengan menggunakan kertas saring, kemudian filtrat ditampung dalam erlenmeyer.
5.
Filtrat diuapkan dalam rotary evaporator pada suhu 43C hingga pelarut metanol menguap dan terbentuk ekstrak berbentuk pasta yang tertinggal pada dinding labu.
6.
Ektrak pasta diambil dengan menggunakan spatula kemudian ditimbang beratnya lalu disimpan dalam botol vial.
31
3.4.4. Uji In Vitro Uji in vitro merupakan proses pengujian yang dilakukan dalam suatu lingkungan terkontrol seperti di dalam tabung reaksi dan cawan petri. Uji in vitro dilakukan untuk mengetahui kemampuan dari ekstrak ascidian Didemnum molle sebagai sumber senyawa antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio harveyi. Dalam uji in vitro ini digunakan 5 konsentrasi ekstrak yang telah ditentukan dengan 3 kali pengulangan. Prosedur uji aktivitas antibakteri menggunakan metode Kirby-Bauer, yang ditunjukkan dengan adanya zona bebas/hambat di sekitar kertas cakram (Zulham 2004), dengan prosedur kerja sebagai berikut : 1. Media NA (Natrium Agar) disiapkan (Lampiran 1), kemudian V.harveyi sebanyak 0,1 mL dengan kepadatan 107 CFU/mL diambil dari biakan murni yang telah diencerkan dalam air laut 10 mL (Lampiran 2) dan disebar pada permukaan agar secara merata dengan menggunakan L glass. 2. Crude ekstrak dibuat ke dalam konsentrasi 10 ppm, 100 ppm, 1000 ppm, 10000 ppm dan 100.000 ppm sebagai pembanding digunakan kontrol positif yaitu dengan menggunakan kloramfenikol 30 ppm dan kontrol negatif menggunakan akuades. Masing-masing ekstrak diteteskan pada paper disc menggunakan mikropipet, selanjutnya paper disc diletakkan di permukaan media inokulasi dengan menggunakan pinset. 3. Bakteri diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 30C lalu diamati setelah 24 jam. 4. Diameter zona hambat diukur dengan menggunakan jangka sorong.
3.4.5. Uji LC50 LC50 (Median Lethal Concentration) yaitu konsentrasi yang menyebabkan kematian sebanyak 50% dari organisme uji yang dapat diestimasi dengan grafik dan perhitungan, pada suatu waktu pengamatan tertentu, misalnya LC50 24 jam dan LC50 48 jam sampai waktu hidup hewan uji (Dhahiyat 2003). Uji LC50 dilakukan untuk mencari batas kritis konsentrasi ekstrak.
32
Uji LC50 dilakukan dengan perendaman udang windu dalam ekstrak ascidian Didemnum molle pada 4 konsentrasi yaitu 10 ppm, 100 ppm, 1000 ppm dan 10.000 ppm dengan 2 kali pengulangan. Ke dalam masing-masing perlakuan dimasukkan 6 ekor udang windu lalu diamati jumlah udang yang mati dan gejala klinisnya selama 24 jam dan 48 jam (Maryani 2003). Hasil data yang diperoleh dihitung dengan menggunakan software EPA Probit untuk mencari batas konsentrasi aman yang akan digunakan pada uji in vivo. 3.4.6. Uji In Vivo Udang windu PL 11 terlebih dahulu diaklimatisasi selama 5 hari. Udang windu sebanyak 30 ekor per akuarium diinfeksi bakteri Vibrio harveyi dengan cara perendaman pada kepadatan 106 CFU/mL di dalam akuarium berisi 5 liter air laut. Lama perendaman dilakukan selama 15 menit. Udang yang sudah diinfeksi dikembalikan ke dalam akuarium pemeliharaan kemudian dilakukan pengamatan terhadap udang seperti gejala klinis yang meliputi perubahan tingkah laku dan morfologi. Bila terjadi gejala klinis maka dilakukan pengobatan yaitu merendam udang dalam ekstrak ascidian Didemnum molle dengan dosis dan lama perendaman yang diperoleh dari percobaan pendahuluan (uji LC50). Dilakukan pengamatan selama 7 hari meliputi gejala klinis dan kelangsungan hidup. 3.5. Parameter yang Diamati A. Identifikasi metabolit sekunder Berikut ini adalah warna yang menujukkan positif senyawa metabolit sekunder dalam sampel. Tabel 3. Parameter Identifikasi Metabolit Sekunder Metabolit sekunder Warna Alkaloid Endapan Putih Flavonoid Orange merah Steroid Hijau kebiruaan atau ungu Triterpenoid Merah Saponin Busa warna Putih Sumber : Harborne 1987
33
B. Diameter Zona Hambat Bakteri Parameter pengamatan pada uji aktivitas antibakteri berdasarkan klasifikasi yang dijelaskan oleh Davis dan Stout (1971) yaitu bila diameter zona hambat 20 mm atau lebih besar maka dikategorikan sangat kuat, 10 – 20 mm dikategorikan kuat, 5 – 10 mm dikategorikan sedang, dan 5 mm atau kurang dikategorikan lemah. C. Gejala Klinis Gejala klinis ditandai dengan udang diam di dasar, bentuk badan melengkung melebihi normal, aktivitas makan menurun, dan hepatopankreas berwarna cokelat kehitaman. Gejala tersebut biasanya terlihat 24 jam setelah perendaman dengan bakteri dilakukan (Maryani 2003).
D. Tingkat kelangsungan hidup menggunakan penghitungan dengan rumus : 𝑆=
𝑁𝑡 × 100% 𝑁𝑜
Keterangan : S = Tingkat kelangsungan hidup Nt = Jumlah udang yang hidup di akhir (ekor) No = Jumlah udang yang hidup di awal (ekor)
3.6. Analisis Data Data identifikasi metabolit sekunder, uji in vitro, gejala klinis udang, tingkat kelangsungan hidup dan kualitas air yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif dalam bentuk gambar, tabel dan grafik. Data dari hasil Uji LC50 akan dianalisis dengan menggunakan analisis EPA probit untuk mendapatkan konsentrasi aman dari ekstrak kasar acidian Didemnum molle.