BAB III BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat
Akuarium untuk media pemeliharaan telur dan larva sebanyak 16 akuarium dengan ukuran 28 cm x 18 cm x 18 cm.
Bak fiber sebanyak 4 buah untuk penyimpanan akuarium perlakuan.
Termometer untuk mengukur suhu.
Heater untuk mengatur suhu perlakuan.
Blower, selang dan batu aerasi untuk pensuplai oksigen.
Mikroskop yang dilengkapi dengan lensa okuler mikrometer untuk mengamati embrio, mengukur panjang larva dan volume kuning telur.
Alat suntik dengan volume 1ml untuk menyuntikkan ovaprim kedalam tubuh ikan.
Petri dish sebagai tempat untuk pengamatan embrio.
Gelas objek sebagai tempat untuk pengamatan larva.
Hand counter untuk menghitung jumlah telur.
DO meter untuk mengukur kandungan oksigen terlarut.
pH meter untuk mengukur pH.
Amonia tes kit untuk mengukur kandungan amonia.
Pipet tetes untuk pengambilan sampel telur.
Sendok plastik untuk pengambilan larva.
Botol film untuk wadah sampel.
Kamera digital untuk mendokumentasi kegiatan selama penelitian.
Alat tulis untuk mencatat kegiatan selama penelitian.
16
17
3.2.2 Bahan
Induk ikan nilem yang digunakan dengan berat ± 200,7 gr induk betina sebanyak 2 ekor dan 187,3 gr induk jantan sebanyak 2 pasang.
Telur ikan nilem yang didapatkan dari pemijahan buatan yang dibantu dengan hormon ovaprim.
Pakan buatan untuk pemeliharaan induk.
Artemia yang digunakan sebagai pakan alami untuk larva ikan nilem.
Ovaprim merek snydel sebagai hormon untuk mempercepat proses pemijahan induk ikan nilem.
Lugol untuk pengawetan larva ikan.
Garam krosok merek Thomas Cup untuk meningkatkan kadar salinitas saat proses penetasan artemia.
NaCl untuk pengenceran sperma ikan.
Akuades untuk pengenceran ovaprim.
3.3 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan rancangan acak lengkap (RAL) (Gasperz 1995) yang terdiri atas empat perlakuan suhu serta empat kali ulangan yaitu: 1. Perlakuan A
: Perlakuan suhu 25°C
2. Perlakuan B
: Perlakuan suhu 27°C
3. Perlakuan C
: Perlakuan suhu 29°C
4. Perlakuan D
: Perlakuan suhu 31°C
Model percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Yij = µ + τi + εij Keterangan: Yij
= data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
= nilai tengah data
τi
= pengaruh perlakuan ke-i
εij
= galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
18
3.4 Persiapan Wadah Wadah yang akan digunakan adalah akuarium berukuran 28 cm x 18 cm x 18 cm yang berjumlah 15 buah, masing-masing akuarium diisi air setinggi ± 10 cm (7 liter). Sebelum digunakan, seluruh wadah serta perlengkapannya dibersihkan terlebih dahulu dan dilakukan perendaman menggunakan methylene blue selama satu jam untuk menghindari jamur dan parasit yang menempel pada peralatan yang dapat menjadi penyakit bagi telur dan larva. Akuarium kemudian dibilas dengan air bersih dan di jemur dibawah sinar matahari sampai kering, kemudian diletakkan dalam ruangan tertutup. Wadah yang telah kering kemudian di isi dengan air bersih. Kemudian dilakukan penurunan dan peningkatan suhu media sesuai dengan perlakuan, yaitu 25°C, 27°C, 29°C dan 31°C diikuti dengan pemasangan aerator tiap akuarium.
3.5 Pelaksanaan
Persiapan telur ikan nilem yang berasal dari pemijahan buatan sepasang induk matang gonad dengan umur 1-1,5 tahun. Berat rata-rata induk jantan 187,3 gr dan berat rata-rata induk betina 200,7gr. Panjang total induk jantan berkisar 15-20 cm sedangkan ukuran panjang total induk betina sekitar 20-25 cm.
Penyuntikan ovaprim dengan dosis masing-masing untuk induk jantan sebanyak 0,1 ml sedangkan untuk induk betina digunakan dosis sebanyak 0,2 ml. Perbandingan jumlah induk betina dan jantan adalah 1:1. Teknik penyuntikan hormon pada ikan adalah secara intra muscular (penyuntikan kedalam otot) pada bagian belakang sirip dorsal yaitu sesuai arah jarum suntik dengan sudut 45° dari ekor bagian belakang dan jarum dimasukkan sedalam kurang lebih 1,5 cm. Penyuntikan untuk pemijahan buatan induk ikan nilem dilakukan sebanyak 1 kali dan jika gagal dilakukan dengan penyuntikan yang kedua yaitu setengah dari dosis keseluruhan.
Sperma dan telur induk ikan nilem diambil dengan metode stripping yaitu bagian perut diurut pelan ke arah lubang genital. Induk betina akan mengeluarkan
telur
bewarna
hijau
keabu-abuan
dan
induk
jantan
19
mengeluarkan cairan bewarna putih kental, kemudian dicampur dalam wadah dan diaduk dengan menggunakan bulu ayam.
Satu jam setelah pembuahan, telur yang tidak terbuahi kemudian dibuang. Telur yang terbuahi dimasukkan ke dalam wadah penetasan dengan suhu 28°C. Perkembangan embrio sampai menetas diamati dengan menggunakan mikroskop, sampel yang digunakan sebanyak 5 butir telur pada wadah penetasan. Setelah telur menetas pada fase pro larva, larva ikan nilem dimasukkan kedalam akuarium perlakuan dengan padat tebar 10 per liter.
Pengamatan larva untuk setiap ulangan masing-masing 3 sampel diambil dengan menggunakan pipet tetes kemudian diawetkan dengan menggunakan lugol sebanyak 3 tetes. Larva yang telah diawetkan kemudian ditempatkan dibawah mikroskop yang telah dilengkapi dengan lensa mikrometer okuler untuk di hitung panjang dan volume kuning telurnya. Pengamatan pertama panjang dan volume kuning telur dilakukan pada saat penetasan larva dan kemudian dilanjutkan setiap 3 jam sekali sampai kuning telur terserap habis oleh larva.
Pemeliharaan larva selama 14 hari setelah fase pro larva berakhir. Larva ikan diberi pakan nauplii artemia dengan frekuensi setiap 4 jam. Jumlah pakan yang diberikan dengan menggunakan metode ad libitum (sekenyangkenyangnya). Setelah 14 hari kemudian dihitung derajat kelangsungan hidupnya.
3.6 Parameter Pengamatan Parameter penelitian yang diamati adalah laju penyerapan kuning telur, laju pertumbuhan panjang, efisiensi penyerapan kuning telur, derajat kelangsungan hidup serta parameter kualitas air.
3.6.1 Laju Penyerapan Kuning Telur Pengukuran laju penyerapan kuning telur dilakukan dengan pengambilan 5 sampel larva ikan nilem dari setiap akuarium setiap 3 jam sekali dimulai dari awal penetasan sampai kuning telur habis. Pengamatan volume kuning telur
20
menggunakan mikroskop yang telah dilengkapi dengan mikrometer. Perhitungan volume dan laju penyerapan kuning telur menggunakan rumus Blaxter dan Hampel (1966) dalam Conides (2001), yaitu: V=
Keterangan:
LH2
V
= Volume kuning telur (mm3)
L
= Diameter kuning telur yang terpanjang (mm)
H
= Diameter kuning telur yang terpendek (mm)
Laju penyerapan kuning telur dihitung dengan menggunakan rumus dari Huissman (1987) dalam Wicaksono (2009):
g=( Keterangan:
–
) x 100%
g
= Laju penyerapan kuning telur (%)
Vo
= Volume kuning telur awal periode sampling
Vt
= Volume kuning telur akhir periode sampling
t
= Waktu
3.6.2 Laju Pertumbuhan Panjang Pengukuran panjang dilakukan bersamaan dengan pengukuran volume kuning telur dengan pengambilan larva ikan sebanyak 5 ekor/akuarium setiap tiga jam sekali dimulai dari penetasan hingga kuning telur habis. Pengukuran pertumbuhan panjang dilakukan dengan menggunakan rumus Huisman (1987) dalam Wicaksono (2009): α=(
Keterangan:
) x 100%
α
= Laju Pertumbuhan Panjang (%)
Lt
= Panjang rata-rata ikan akhir periode sampling
Lo
= Panjang rata-rata ikan awal periode sampling
t
= Waktu
21
3.6.3 Efisiensi Pemanfaatan Kuning Telur Efisiensi pemanfaatan kuning telur merupakan banyaknya jaringan tubuh yang terbentuk dari penyerapan kuning telur. Nilai efisiensi pemanfaatan kuning telur dihitung berdasarkan data laju pertumbuhan panjang dengan laju penyerapan kuning telur dari 3 ekor sampel larva. Rumus untuk menghitung efisiensi pemanfaatan kuning telur yaitu (Blaxter 1969): EP =
x 100
Keterangan: EP
= Efisiensi penyerapan kuning telur (%)
α
= Laju pertumbuhan panjang
g
= Laju penyerapan kuning telur
3.6.4 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup adalah persentase jumlah larva yang hidup dari seluruh larva yang menetas. Kelangsungan hidup larva ikan nilem diamati pada fase endogenous feeding dan exogenous feeding. Pada fase endogenous feeding kelangsungan hidup larva ikan nilem diamati dari awal penetesan hingga kuning telur habis terserap, sedangkan untuk fase exogenous feeding kelangsungan hidup larva ikan nilem diamati dari kuning telur habis terserap hingga pemeliharaan larva selama 14 hari. Perhitungan derajat kelangsungan hidup (Effendie 1997):
Keterangan:
SR = Kelangsungan hidup/survival rate (%) Nt = Jumlah benih ikan akhir/panen (ekor) No = Jumlah benih ikan awal/penebaran (ekor)
22
3.6.5 Parameter Kualitas Air Parameter kualitas air sebagai kontrol media budidaya dilakukan terhadap beberapa parameter yaitu pH, oksigen terlarut dan amonia. Pengukuran parameter kualitas air dapat dilihat di Tabel 1. Parameter
Tabel 1. Parameter Pengukuran Kualitas Air Alat Frekuensi Pengukuran
pH
pH meter
2 x (awal dan akhir)
DO
DO meter
2 x (awal dan akhir)
Amonia
Amonia tes kit
2 x (awal dan akhir)
3.7 Analisis Data Data
yang
telah
diperoleh
kemudian
ditabulasi
dan
dianalisis
menggunakan Analisis Ragam (ANOVA) dengan uji F pada selang kepercayaan 95%, digunakan untuk mengetahui perlakuan yang berpengaruh nyata terhadap laju penyerapan kuning telur, laju pertumbuhan, efisiensi pemanfaatan kuning telur dan derajat kelangsungan hidup.