10
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2010 di Hutan Tanaman Pelawan Desa Trubus, Hutan Kawasan Lindung Kalung Desa Namang, dan Hutan Dusun Air Pasir Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Studi herbarium dilakukan di Herbarium Bogoriense LIPI Cibinong. Analisis tanah dan serasah dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan Objek utama dalam penelitian ini adalah T. merguensis. Peralatan yang digunakan antara lain : 1. Perlengkapan pencatatan data lingkungan : Global Position System (GPS), lightmeter, altimeter, clinometer, termohigrograf, dan kamera. 2. Peralatan sampling tanah : ring sampel, pisau, sekop, kertas label.
11
3. Perlengkapan sampling vegetasi: peta lokasi, meteran, kompas, tali plastik, kertas label, dan tally sheet. 4. Perlengkapan untuk pembuatan herbarium, serta buku identifikasi tumbuhan.
Data Penelitian 1) Jenis data a. Data primer, berupa data ekologi vegetasi, serasah dan data lingkungan abiotik (tanah dan iklim mikro). b. Data sekunder, berupa data klimatologi yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Stasiun Klimatologi Pangkal Pinang. 2) Pengumpulan data a. Penentuan lokasi penelitian. Hutan yang dijadikan lokasi penelitian adalah hutan yang memiliki populasi T. merguensis serta riwayat pertumbuhan jamur pelawan. Sedangkan sebagai kontrol negatif adalah hutan yang ada populasi T. merguensis namun tidak memiliki riwayat pertumbuhan jamur pelawan. Riwayat pertumbuhan jamur pelawan di lokasi penelitian diperoleh dari komunikasi pribadi dengan penduduk sekitar hutan. Hutan yang memiliki populasi T. merguensis dan riwayat pertumbuhan jamur pelawan adalah Hutan Kawasan Lindung Kalung Desa Namang dan Hutan Dusun Air Pasir. Kontrol negatif dari penelitian ini adalah Hutan Tanaman Pelawan Desa Trubus. b. Analisis vegetasi. Data ekologi populasi dan komunitas T. merguensis didapatkan melalui analisis
vegetasi
menggunakan
metode
Quadrat.
Petak
contoh
ditempatkan pada jalur transek sepanjang 100 m secara purposive di tiga lokasi penelitian. Petak contoh yang dibangun berbentuk bujur sangkar bersarang dengan ukuran 20 m x 20 m untuk fase pohon (diameter batang setinggi dada / diameter breast hight (dbh) > 20 cm), 10 m x 10 m untuk fase tiang (20 cm < dbh < 10 cm), 5 m x 5 m untuk fase sapihan (10 cm < dbh 2 cm), dan 2 m x 2 m untuk fase semai (dbh < 2 cm) serta untuk spesies tumbuhan
12
bawah (Krebs 1989). Dalam satu unit analisis vegetasi dibuat lima petak contoh (Gambar 4). Penempatan plot sejalur dilakukan karena luasan Hutan Tanaman Pelawan Desa Trubus yang relatif sempit, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan penempatan plot secara acak. Penempatan plot pada dua lokasi lain mengikuti penempatan plot di Hutan Tanaman Pelawan Desa Trubus. Satu unit analisis vegetasi ukuran plot 20 m x 50 m sampai dengan 100 m dipercaya sudah memadai untuk hutan yang ada di daerah tropis (Loumonier 1997).
20 m
100 m Gambar 4 Skema plot bersarang Keterangan:
= Petak contoh ukuran 2 m x 2 m, untuk tumbuhan bawah dan semai. = Petak contoh ukuran 5 m x 5 m, untuk pancang. = Petak contoh ukuran 10 m x 10 m, untuk tiang. = Petak contoh ukuran 20 m x 20 m, untuk pohon.
Data vegetasi yang dicatat adalah nama spesies dan famili, diameter batang setinggi dada, tinggi batang bebas cabang, tinggi total tumbuhan, diameter tajuk, dan posisi tumbuhan pada sebuah petak contoh (x, y). Data dianalisis dan dituangkan dalam bentuk profil vegetasi suatu komunitas T. merguensis. Herbarium dibuat untuk spesies tumbuhan yang pada saat analisis vegetasi tidak diketahui nama spesies ataupun familinya. Pembuatan herbarium
dilakukan
dengan
cara
standar
sesuai
dengan
yang
dikemukakan oleh Djarwaningsih et al. (2002). c. Pengambilan contoh serasah. Serasah lantai hutan diambil sampai lapisan atas tanah dengan luasan 50 cm x 50 cm (Kavvadias et al. 2001) di sekitar pohon T. merguensis. Contoh serasah diambil pada tiga titik yang dianggap mewakili kondisi serasah di setiap lokasi penelitian, yang kemudian dikompositkan untuk di analisis lebih lanjut.
13
d. Pengukuran iklim mikro. Iklim mikro yang diukur adalah suhu, kelembaban udara, dan intensitas cahaya matahari yang ada di bawah tajuk pohon pelawan. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan di setiap lokasi pengamatan. e. Pengambilan contoh tanah. Contoh tanah diambil pada lapisan topsoil di sekitar perakaran pohon pelawan. Contoh tanah diambil pada tiga titik yang dianggap mewakili kondisi tanah di setiap lokasi penelitian, yang kemudian dikompositkan untuk dianalisis sifat fisik dan kimianya. f. Data sekunder berupa kondisi iklim tahunan diperoleh dari Badan Klimatologi dan Geofisika, stasiun klimatologi terdekat dengan lokasi penelitian, yaitu Stasiun Klimatologi Pangkal Pinang 3) Analisis data a. Komposisi spesies. Nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), dominansi relatif (DR), dan indeks nilai penting (INP) spesies tumbuhan dihitung menggunakan formula (Cox 1996), sebagai berikut:
Kerapatan
Jumlah individu suatu spesies = ---------------------------------Luas petak contoh
Kerapatan suatu spesies Kerapatan relatif = ---------------------------------- x 100% Kerapatan seluruh spesies
Frekuensi
Jumlah petak ditemukan suatu spesies = ------------------------------------------Jumlah seluruh petak
Frekuensi suatu spesies Frekuensi relatif = ---------------------------------- x 100% Frekuensi seluruh spesies
Dominansi
Luas bidang dasar suatu spesies = --------------------------------Luas petak contoh
14
Dominansi suatu spesies Dominansi relatif = ---------------------------------- x 100% Dominansi seluruh spesies Dominansi dan dominansi relatif hanya dihitung untuk spesies pohon fase pertumbuhan pancang, tiang, dan pohon (Soerianegara & Indrawan 2005). Indeks Nilai Penting (INP) untuk kategori tumbuhan bawah dan fase semai adalah penjumlahan antara kerapatan relatif, frekuensi relatif. Sedangkan INP untuk kategori pancang, tiang dan pohon adalah penjumlahan antara kerapatan relatif, frekuensi relatif, dan dominansi relatif. b. Keanekaragaman tumbuhan Nilai keanekaragaman spesies tumbuhan dihitung berdasarkan indeks kekayaan, indeks keanekaragaman, dan indeks kemerataan dengan formula (Ludwig & Reynolds 1988), sebagai berikut:
Kekayaan spesies dihitung menggunakan indeks Margalef (R'), sebagai berikut: R' = ( S - 1) / ln N R' merupakan indeks Margalef, S adalah jumlah spesies yang teramati, dan N adalah jumlah total individu yang teramati.
Keanekaragaman spesies dihitung menurut indeks Shannon (H'), sebagai berikut: H' = - ∑ [ ni/N] ln [ni/N] H' menyatakan indeks keanekaragaman Shannon, ni adalah jumlah individu spesies ke-i, dan N adalah total jumlah individu semua spesies yang ditemukan. Kemerataan spesies dihitung dengan menggunakan Indeks Pielou (E), sebagai berikut: E = H' / ln (S) E
merupakan
indeks
kemerataan
Pielou,
H'
adalah
keanekaragaman Shannon, dan S adalah jumlah spesies.
indeks
15
c. Nilai kemiripan komunitas Nilai kemiripan dari komunitas-komunitas yang dibandingkan dihitung dengan menggunakan indeksǿrensen S (Ludwig & Reynolds 1988), dengan formula sebagai berikut: S = 2 C / (A + B) S adalah nilai kemiripan, C adalah jumlah nilai penting terkecil untuk masing-masing tegakan yang diamati, A adalah jumlah nilai penting dari tegakan pertama, dan B adalah jumlah nilai penting dari tegakan kedua. d. Pola sebaran Pola penyebaran ditentukan berdasarkan perbandingan keragaman dengan nilai rata-rata hitung individu spesies ke-i (Ludwig & Reynolds 1988)
Keterangan : X = Rata-rata jumlah individu spesies ke-i Xi = Jumlah individu ke-I dalam tiap kuadrat n = Jumlah kuadrat Id = Indeks penyebaran Jika : Id > 1, maka pola penyebaran spesies ke-i adalah mengelompok. Id < 1, maka pola penyebaran spesies ke-i adalah teratur/merata. Id = 1, maka pola penyebaran spesies ke-i adalah acak.
e. Asosiasi interspesies. Pola asosiasi antara T. merguensis dengan spesies tumbuhan lainnya di lokasi penelitian diuji berdasarkan data kehadiran dan ketidakhadiran (data biner) pada petak contoh yang diuji. Pengujian pola asosiasi interspesifik ditentukan dari indeks Jaccard berdasarkan metode spesies berpasangan untuk multispesies. Kehadiran spesies yang diuji dinyatakan dengan 1, sedangkan ketidakhadirannya dinyatakan dengan 0 (Tabel 1).
16
Tabel 1 Matriks data kehadiran dan ketidakhadiran dari S spesies dalam N petak contoh. Spesies 1 2 3 … … S Total SU
1 1 1 0 … … 0 T1
Petak contoh 2 …. 1 0 1 … … 1 T2
(N) 0 1 1 … … 1 TN
Total Spesies n1 n2 n3 … … Ns
Asosiasi secara simultan menggunakan Variance Ratio (VR) diturunkan dari null association model. Indeks asosiasi VR diturunkan dari data kehadiran dan ketidakhadiran (Tabel 1). Hipotesis nol (Ho) yang dibangun adalah T. merguensis merupakan spesies independen; tidak ada asosiasi dengan spesies lain. Hipotesis ini diuji dengan uji statistik chisquare (χ²) Varian sampel total dihitung untuk keterdapatan S spesies dalam sampel, dengan persamaan sebagai berikut :
Keterangan: δT² = varian sampel total pi = ni/N Selanjutnya dilakukan pendugaan varian jumlah spesies total dengan persamaan :
Keterangan: ST² = varian jumlah spesies t = tara-rata jumlah spesies per petak contoh. Kemudian VR (indeks asosiasi antar seluruh spesies) dihitung dengan rumus:
Bila : VR = 1, maka tidak ada asosiasi VR > 1, menunjukkan asosiasi positif. VR < 1, menunjukkan asosiasi negatif.
17
Untuk
menguji
adanya penyimpangan
nilai
1,
maka dilakukan
penghitungan nilai statistik W, dihitung dengan rumus : W = (N)(VR) Jika nilai W terletak pada batas χ² dengan probabilitas 90% maka hipotesis bahwa tidak ada asosiasi spesies diterima. Selanjutnya spesies lain yang memiliki INP ≥ 10% (Botanri 2010) akan diuji asosiasinya dengan chi-square (p = 0,05 ; df =1) spesies berpasangan dari tabel kontingensi 2 x 2 (Tabel 2). Hipotesis nol (Ho) yang dibangun adalah bahwa T. merguensis merupakan spesies independen; tidak ada asosiasi dengan spesies lain. Pasangan yang memiliki nilai signifikan diuji tingkat asosiasinya menggunakan indeks Jaccard (Ludwig & Reynolds 1988)
Keterangan: J = Indeks Jaccard a = Jumlah plot ditemukannya T. merguensis dan spesies B b = Jumlah plot ditemukannya T. merguensis tetapi tidak spesies B c = Jumlah plot ditemukannya spesies B tetapi tidak T. merguensis
Tabel 2. Tabel kontingensi 2 x 2 untuk asosiasi spesies Spesies B ada Tidak ada T. merguensis
ada
a
b
m=a+b
tidak ada
c
d
n=c+d
r=a+c
s=b+d
Keterangan : a = Jumlah plot ditemukannya T. merguensis dan spesies B b = Jumlah plot ditemukannya T. merguensis tetapi tidak spesies B c = Jumlah plot ditemukannya spesies B tetapi tidak T. merguensis d = Jumlah plot tidak ditemukannya kedua spesies tersebut.
18
f. Analisis sifat tanah meliputi sifat fisik dan kimia tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB. g. Kemiripan komposisi spesies tumbuhan dan parameter kuantitatif komunitas lainnya dari tiap lokasi pengamatan dituangkan dalam bentuk dendrogram yang dihasilkan oleh analisis cluster. h. Persamaan dan perbedaan iklim mikro dihitung dengan metode analisis sidik ragam pada taraf kepercayaan 95% (p ≤ 0,05). Uji lanjut menggunakan uji Duncan (DMRT). i. Kurva periodik komponen iklim (suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, kecepatan angin, dan lama penyinaran) tahun 2008 dan 2009 dibuat untuk melihat kondisi iklim pada saat jamur Pelawan tumbuh. Sedangkan kurva periodik iklim tahun 2010 digunakan sebagai pembanding, karena selama tahun 2010 jamur Pelawan tidak tumbuh. Kurva periodik dibuat sesuai dengan metode yang dikemukakan oleh Little dan Hills (1977). Pembuatan kurva periodik diperlukan 2 nilai P yang dinamai PU 1 (∑U 1 Y) dan PV 1 (∑V 1 Y), dimana : Y adalah iklim bulanan, U 1 adalah cos CX, V 1 adalah sin CX, (X adalah bulan, dimana Januari adalah bulan ke-0, Februari adalah bulan ke-1, dan seterusnya, C = 1/12 x 360°. Kurva periodik membutuhkan PU 1 dan PV 1 untuk kurva first degree, serta PU 2 dan PV 2 untuk kurva second degree. Persamaan kurva first degree adalah : Ŷ 1 = a o + a 1 cos CX + b 1 sin CX Keterangan: a o = ∑ Y/n a 1 = 2 PU 1 /n b 1 = 2 PV 1 /n Persamaan kurva second degree adalah : Ŷ 2 = a o + a 1 cos CX + b 1 sin CX + a 2 cos 2CX + b 2 sin 2CX Keterangan: a 2 = 2 PU 2 /n b 1 = 2 PV 2 /n
19
Kurva periodik yang digambarkan adalah hasil dari perhitungan second degree dengan sumbu X adalah bulan, dan sumbu Y adalah deviasi ratarata. j. Karakteristik ekologi vegetasi dan komponen lingkungan abiotik yang mendukung pertumbuhan T. merguensis dan jamur Pelawan diperlihatkan oleh loading plot hasil analisis komponen utama (Principal Component Analisis, PCA). Secara ringkas, alur dari penelitian yang dilaksanakan dapat dilihat pada Gambar 5 berikut: Alur Penelitian T. merguensis
ANALISIS
ANALISIS FAKTOR
VEGETASI
LINGKUNGAN
INP, R, H’, E, Asosiasi, dll
EDAFIK Sifat fisika Sifat kimia
Jamur pelawan
KLIMATIK Curah hujan, kelembaban, suhu, intensitas cahaya, dll
PREFERENSI HABITAT Faktor lingkungan yang mendukung penyebaran T.mergeuensis sekaligus sebagai inang jamur pelawan
Gambar 5 Skema alur penelitian. ( pribadi
) dilakukan analisis, (
) komunikasi