22
METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Lokasi penelitian berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciambulawung yang secara administratif terletak di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. DAS Ciambulawung mempunyai luas sekitar 554,73 Ha, dan secara geografis terletak antara 6ΒΊ18'-7ΒΊ00' Lintang Selatan dan 105ΒΊ25'-106ΒΊ30' Bujur Timur. Selain di lapangan, penelitian ini juga dilakukan di laboratorium, yaitu di Laboratorium Fisika Tanah, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBPPSDLP), Kementrian Pertanian di Bogor, untuk analisis sifat fisik tanah. Sedangkan untuk analisis data spasial dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial (PJIS), Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan (DITSL), Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pengukuran curah hujan di lapangan dilakukan selama satu tahun dari Januari 2011 hingga Desember 2011. Kerja lapang dilakukan dua kali, yaitu pada musim penghujan dari tanggal 6 hingga 11 Februari 2011 dan pada musim kemarau dari tanggal 26 hingga 30 Juli 2011. Analisis contoh tanah dilakukan dari tanggal 13 hingga 27 Maret 2011, sedangkan analisis dari keseluruhan data dilakukan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer yang digunakan adalah data tanah yang diambil di lapangan, dan data curah hujan tahun 2011. Adapun data sekunder yang dipergunakan diambil dari berbagai sumber seperti citra SRTM, citra dari GoogleEarth tahun 2010, citra ALOS-AVNIR, peta geologi digital (skala 1:100.000) dari Pusat Penelitian dan Penggembangan Geologi tahun 1998. Alat yang digunakan di lapangan antara lain adalah GPS, kompas, peta kerja (hasil interpretasi), ring sample, current meter, cangkul, cutter, balok kayu, bor belgi, plastik, label, dan alat tulis serta alat penangkar hujan sederhana. Perangkat yang digunakan untuk pengolahan data spasial adalah seperangkat komputer dengan software pengolah citra dan GIS (Global Mapper v.12., dan ArcGIS 9.3).
23
Metode Pelaksanaan penelitian ini dibagi menjadi lima tahap, yaitu : persiapan, pengolahan data, survei lapang, analisis data, dan penulisan laporan. Pada Tahap persiapan dilakukan studi pustaka tentang daerah penelitian dan literatur yang berkaitan dengan topik penelitian. Selain itu juga dilakukan pengumpulan data sekunder seperti peta topografi, peta penggunaan lahan, peta geologi, dan data lain yang menunjang penelitian ini. Dilanjutkan dengan tahap pengolahan data yang terdiri dari pengolahan data spasial dan tabular. Pengolahan data spasial mencakup proses pembuatan peta DAS Ciambulawung dan interpretasi citra yang menghasilkan peta-peta tentatif seperti bentuklahan, kemiringan lereng, penggunaan lahan dan rencana titik lokasi pengambilan contoh tanah. Untuk klasifikasi bentuklahan mengacu pada metode Van Zuidam (1985), sedangkan interpretasi bentuklahan dilakukan secara visual di atas citra dan digitasi secara on screen melalui citra SRTM. Untuk interpretasi bentuklahan ini dibantu dengan informasi-informasi geologis dan topografis. Metode yang digunakan untuk interpretasi penutupan/penggunaan lahan juga secara visual dan digitasi juga secara on screen dari citra GoogleEarth tahun 2010 dengan menggunakan software GIS. Peta kemiringan lereng dihasilkan dari pengolahan data SRTM menjadi peta kontur dengan software Global Mapper v.12. Dengan software ArcGIS v.12 data kontur selanjutnya diklasifikasi menjadi 6 kelas kemiringan lereng yang mengacu pada sistem klasifikasi USDA seperti yang digunakan oleh Van Zuidam (1985) untuk analisis terrain. Semua data ini dipersiapkan untuk kerja lapangan. Pengolahan data tabular mencakup perhitungan untuk menentukan nilai koefisien limpasan (C) dan bilangan kurva limpasan (CN) yang digunakan untuk pendugaan nilai debit dan volume puncak aliran permukaan. Metode klasifikasi C dan CN akan mengacu pada metode Schwab et al. (1981) dan SCS (1972) dalam Arsyad (2006), adapun data yang diperlukan meliputi data penggunaan lahan dan sifat fisik tanah (lihat Tabel Lampiran 3 dan 4). Pada Tahap survei lapang selain dilakukan cek lapangan terhadap hasil interpretasi (peta bentuklahan, peta penggunaan lahan, peta lereng) juga dilakukan pengambilan data primer berupa contoh tanah dan curah hujan yang berasal dari 5
24
stasiun/penangkar hujan yang tersebar di sekitar kampung Lebak Picung (Gambar 7). Metoda pengambilan contoh tanah dilakukan secara toposkuen, yaitu melalui transek dari lereng puncak ke lereng kaki dan transek ini dipilih berdasarkan keragaman bentuklahan, topografi, penggunaan lahan, dan formasi geologi. Untuk klasifikasi jenis tanah dilakukan dengan melihat kondisi morfologi tanah (lapisan, tekstur, struktur, warna, pH,dan lainnya) yang mengacu pada klasifikasi Soil Taksonomy USDA.
Gambar 7. Salah satu contoh alat penakar hujan sederhana yang digunakan di lapangan Tahap analisis data mencakup pekerjaan yang dapat menghasilkan informasi baru, antara lain: (1) pembuatan peta satuan lahan (land unit) yang dihasilkan dari analisis bentuklahan dan kemiringan lereng, (2) analisis curah hujan yang dilakukan untuk mengetahui intensitas hujan, dan (3)analisis sifat fisik tanah (Tabel 1). Dari data dan informasi yang dihasilkan selanjutnya dapat dilakukan analisis lanjutan untuk mendapatkan nilai pendugaan debit dan volume puncak aliran permukaan dan juga kecocokan penggunaan lahan. Tabel 1. Metode dan Alat untuk Analisis Sifat Fisik Tanah. No
Sifat Fisik Tanah
Metode
Alat
1.
Permeabilitas Dalam Keadaaan Jenuh (De Dooth)
Permeameter
2.
Nilai pF
Ricard dan Fireman (1943)
Pressure Plate Apparatus dan Pressure membrane Apparatus
3.
Bobot Isi
Ring contoh (core)
Ring sampel dan oven
25
Untuk analisis curah hujan digunakan data primer yang diperoleh dari alat penakar hujan sederhana yang dipasang di daerah penelitian, tersebar di lima titik yang berjauhan, dan pada lahan terbuka yang tidak terganggu oleh kanopi. Volume air hujan yang tertampung dari setiap harinya dianalisis untuk mengetahui besaran curah hujan dan intensitas curah hujan di wilayah setempat. Metode yang digunakan dalam analisis ini yaitu metode aritmatik dan metode Mononobe (Sosrodarsono dan Takeda, 1978).
π
ββ =
π πΏ
R=
Curah hujan harian, 24 jam (cm)
V=
Volume air hujan harian(cmΒ³)
L=
Luas penampang penamgkar hujan (cm)
π
ββ 24 π= 24 π‘
2/3
r =
Intensitas curah hujan rata-rata selama waktu tiba dari banjir (mm/jam)
t =
Lama curah hujan atau waktu tiba dari banjir (jam)
Metode Kirpich (1940) dalam Arsyad (2000) : t = 0,0195 L0,77 S - 0,385 t =
Lama curah hujan atau waktu tiba dari banjir (jam)
L =
Panjang aliran (meter)
S =
Lereng daerah aliran (meter per meter)
Pendugaan nilai debit dan volume puncak/banjir aliran permukan sangat ditentukan oleh beberapa variabel seperti yang telah disebutkan di atas, antara lain penggunaan lahan, sifat fisika tanah, dan curah hujan. Untuk penilaiannya dapat digunakan beberapa metode, antara lain: metode empiris, metode rasionil, hidrograf satuan dan grafik distribusi, metode statistik dan metode kemungkinan. Metode rasionil merupakan rumus yang paling banyak digunakan untuk kajian pendugaan debit sungai-sungai dengan daerah pengaliran yang luas, maupun untuk perencanaan drainase dengan daerah pengaliran yang relatif
26
sempit. Oleh karena itu pada penelitian ini akan digunakan juga metode tersebut dengan rumusan seperti berikut (Sosrodarsono dan Takeda, 1978) : q = 0,277 C r A q =
Debit maksimum (mΒ³/s)
C =
Koefisien pengaliran/limpasan,
r =
Intensitas curah hujan rata-rata selama waktu tiba dari banjir (mm/jam)
A =
Daerah pengaliran (kmΒ²).
Metode untuk menentukan volume puncak aliran permukaan yang dipergunakan, antara lain : Metode hujan-infiltrasi dan Metode dinas konservasi (SCS). Untuk penelitian ini akan digunakan metode SCS dengan formulasi seperti berikut (Arsyad, 2006) : πΉ π = π π β πΌπ Retensi aktual (F), dengan memperhitungkan abstraksi awal (Ia) adalah : F= (P-Ia)-Q Sehingga dengan mensubtitusikan kedua persamaan tersebut, diperoleh persamaan sebagai berikut : (π β πΌπ)Β² (π β πΌπ) + π
π=
Nilai Ia dapat diduga dengan baik dengan menggunakan persamaan: Ia = 0.2 S Sehingga diperoleh rumus : π=
(π β 0,2π)Β² π + 0,8π
Q=
Volume aliran permukaan (mm)
P=
Curah hujan (mm)
S=
Volume simpanan yang tersedia untuk menahan air (mm)
27
S=(25400/CN) - 254 S
= Volume simpanan yang tersedia untuk menahan air (mm)
CN
= Bilangan Kurva (Curve Number) Aliran Permukaan
Untuk penilaian kecocokan penggunaan lahan (fitness) akan digunakan metode analisis dari Hidiya (2011), dimana kecocokan yang dimaksud disini bukan hanya dinilai dari aspek kecocokan secara fisik terhadap kemampuan lahan untuk mendukung penggunaan lahan yang ada di atasnya, tetapi juga cocok terhadap aspek fungsi atau manfaat penggunaan lahan serta kepatutan atau estetikanya. Kecocokan penggunaan lahan ini didapat dari hasil overlay antara peta kemampuan lahan dengan peta penggunaan lahan DAS Ciambulawung tahun 2010 yang dilengkapi dengan parameter fungsi atau manfaat serta kepatutan penggunaan lahan (Tabel 2). Klasifikasi kelas kemampuan lahan akan mengacu pada metode yang dikembangkan USDA seperti yang diacu oleh Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), dan penilaiannya dilakukan melalui satuan pemetaan, yaitu satuan lahan. Formulasi penilaian kecocokan penggunaan lahan disajikan pada Tabel 3. Suatu penggunaan lahan dikatakan cocok apabila dipandang dari aspek kemampuan lahan tidak mempunyai kendala, memiliki fungsi atau manfaat yang baik untuk lingkungan, dan memiliki kepatutan yang baik dalam arti mempunyai dampak positif atau setidaknya mempunyai dampak negatif yang tidak besar di waktu sekarang dan mendatang (nilai = 3). Jika dikatakan agak cocok maka ada salah satu kendala dari ketiga aspek tersebut (nilai = 2), kurang cocok jika ada dua aspek yang menjadi kendala (nilai = 1), dan dikatakan tidak cocok apabila semua aspek menjadi kendala (nilai = 0).
28
Tabel 2. Dasar Penilaian (skor) Fungsi atau Manfaat, Kepatutan atau Estetika dan Kemampuan Lahan dari Setiap Penggunaan Lahan (Hidiya, 2011). Penggunaan Kelas Kemampuan Lahan Fungsi/Manfaat Kepatutan/Estetika Lahan I II III IV V VI VII VIII Konservasi tanah, air, udara
Penghias lanskap pada perbukitan/pegunungan
(penyedia oksigen), biologi
(penyejuk jiwa)
Kebun
Konservasi tanah, air, udara
Penghias lanskap dataran/perbukitan, tidak merusak
Campuran
dan penghasilan
kualitas lahan
Semak
Konservasi tanah, air, udara
Penghias lanskap dataran/perbukitan, tidak merusak
Belukar
dan penghasilan
kualitas lahan
Tanah
Pangan dan penghasilan
Lahan dataran/perbukitan dapat dimanfaatkan
Hutan
Terbuka
1 1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
0
1 1
1
1
1
1
1
0
1 1
1
1
1
1
0
0
Pada lahan yang aman dari bahaya bencana
1 1
1
1
1
0
0
0
Penghias lanskap dataran/perbukitan, aman dari
1 1
1
1
0
0
0
0
sebagai alternatif sarana olahraga (Lapangan sepak bola)
Permukiman
Perlindungan, kesehatan, pemerintahan, ekonomi
Sawah
Pangan dan penghasilan
bahaya bencana Keterangan :1 = baik ; 0 = kurang/tidak baik
29
Tabel 3. Formulasi Penilaian Kecocokan Penggunaan Lahan (Hidiya, 2011). Kecocokan Penggunaan Lahan
Kelas Kemampuan Lahan
Hutan
Semak Belukar
Kebun Campuran
kl f/m k/e Nilai kl f/m k/e Nilai Kl
Tanah Terbuka
Permukiman
Sawah
f/m k/e Nilai kl f/m k/e Nilai kl f/m k/e Nilai kl f/m k/e Nilai
Kelas I
1
0
0
1
1
0
1
2
1
0
1
2
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
3
Kelas II
1
0
0
1
1
0
1
2
1
0
1
2
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
3
Kelas III
1
0
1
2
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
0
2
1
0
1
2
Kelas IV
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
3
1
0
1
2
1
0
0
1
1
0
1
2
Kelas V
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
3
1
1
1
3
1
0
0
1
0
0
0
0
Kelas VI
1
1
1
3
1
0
1
2
1
0
1
2
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
Kelas VII
1
1
1
3
1
0
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Kelas VIII
1
1
1
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Keterangan : Nilai : 0 = tidak cocok (TC); 1 = kurang cocok (KC); 2 = agak cocok (AC); 3 = cocok (C) kl = Kemampuan Lahan; f/m = Fungsi atau Manfaat; k/e = Kepatutan atau Estetika 3 = Cocok; 2 = Agak Cocok; 1 = Kurang Cocok ; 0 = Tidak Cocok