13
3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 hingga Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kultur Jaringan serta Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesia-the Netherland) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Bahan Rumput Laut dan Bakteri Talus K. alvarezii warna hijau dipotong sekitar 3 cm, disterilisasi menggunakan larutan iodin 1% dan detergen, kemudian dikultur dalam media Prevasoli’s Enriched Seawater (PES) (Lampiran 1) cair hingga siap untuk ditransformasi. Bakteri yang digunakan adalah Escherichia coli DH5α yang membawa plasmid pMSH1 (Gambar 3), E. coli DH5α yang membawa plasmid pJfKer-Lis (Gambar 4), E. coli DH1 (pRK2013) dan A. tumefaciens LBA4404.
Gambar 3. Peta daerah T-DNA plasmid pMSH1 (NAIST, Japan). NPT II adalah gen marka seleksi neomycin phosphotransferase II, HPT adalah gen marka seleksi hygromycin phosphotransferase, MCS adalah daerah penyisipan gen target yang dikontrol oleh promoter cauliflower mosaic virus 35S (CaMV 35S) dan terminator (T) nopaline synthase (Nos), menyandikan XbaI, XhoI, SacI, SmaI, KpnI, SpeI, NotI, BamHI.
Gambar 4. Peta plasmid pJfKer-Lis (Yazawa et al. 2005). Gen lisozim ayam dikontrol oleh promoter keratin (Keratin) ikan flounder Jepang (Paralichthys olivaceus). SV40 adalah terminator simian virus 40. NPT II = neomycin phosphotransferase, GFP = green flourescent protein.
14 Konstruksi Vektor Biner Gen lisozim diamplifikasi dari pJfKer-Lis (Yazawa et al. 2005) menggunakan PCR dengan primer F: 5’-GCA CTA GTG GCA ACA TGA GGT CTT TGC-3’ dan R: 5’- TTG CGG CCG CTC CTC ACA GCC GGC AGC-3’. Ujung 5’ primer forward ditambahkan situs restriksi (huruf tebal dan garis bawah) SpeI dan pada primer reverse dengan NotI untuk membantu dalam ligasi ke vektor biner pMSH-1 (pemberian Dr. Yokota, NAIST, Japan). Plasmid pMSH-1 dan gen lisozim produk PCR dipotong dengan enzim NotI dan SpeI. Reaksi restriksi diinkubasi pada suhu 37oC selama 16 jam. Vektor pMSH-1 hasil restriksi diligasi dengan gen lisozim mengikuti metode Sambrook et al. (1989). Sebanyak 4 µL 80 ng/µL pMSH-1 dicampur dengan 3 µL 40 ng/µL gen lisozim, 1 µL larutan bufer ligasi 10x, 0,5 µL enzim T4 DNA ligase dan 1,5 µL ddH2O. Inkubasi reaksi ligasi dilakukan pada suhu 4oC selama 16 jam, kemudian produk ligasi dipakai untuk proses transformasi. Proses transformasi mengikuti metode Suharsono et al. (2002). Sebanyak 50 µL sel kompeten E. coli DH5α ditambahkan dengan 10 µL DNA plasmid hasil ligasi, diinkubasi di dalam es selama 30 menit. Selanjutnya diberi kejutan panas pada suhu 42oC selama 45 detik dan diinkubasi lagi di dalam es selama 5 menit. Volume akhir dijadikan 160 µL dengan menambahkan 100 µL 2xYT cair dan dikocok menggunakan shaker pada suhu 37oC selama 60 menit. Sebanyak 160 µL campuran tersebut disebar secara merata di media LA (Lurria Bertani Agar) (Lampiran 2) yang ditambah dengan kanamisin 50 mg/L dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 16 jam. Koloni bakteri yang terbentuk diambil dan selanjutnya digunakan dalam PCR untuk mendapatkan koloni transforman yang membawa pMSH1-Lis. Transforman dikultur kembali pada media LB (Lurria Bertani) (Lampiran 2) dengan penambahan antibiotik kanamisin 50 mg/L dan higromisin 50 mg/L. Isolasi DNA plasmid dari kultur cair bakteri dilakukan dengan metode lisis alkalis (Sambrook et al. 1989). Bakteri E. coli yang membawa plasmid pMSH-1 dikultur dalam media LB (Lurria Bertani) selama 18 jam. Hasil kultur 1,5 mL disentrifugasi 5000 rpm (Jouan Centrifuge BR4i) 4oC selama 4 menit. Pelet ditambah dengan 150 μL larutan I (Lampiran 3) dan diresuspensi kembali. Resuspen ditambahkan 200 μL larutan II (Lampiran 3), bolak-balik 7-8 kali dan diinkubasi selama 5 menit di suhu ruang, kemudian ditambah dengan 250 μL larutan III (Lampiran 3) dan dibolak-balik 7-8 kali, kemudian disimpan di atas es selama 10 menit dan dilanjutkan dengan sentrifugasi 10.000 rpm 4oC selama 15 menit. Supernatan dipindah ke tabung eppendorf baru, kemudian ditambah dengan fenol: kloroform: isoamilalkohol (PCI, 25:24:1) dan dilanjutkan dengan divorteks kuat dan disentrifugasi 10.000 rpm 4oC selama 10 menit. Pada tahap ini akan terbentuk 3 lapisan, lapisan atas diambil dan dipindahkan ke eppendorf baru, kemudian ditambah etanol absolut 2x volume lapisan atas dan dilanjutkan dengan inkubasi pada -20oC selama 3 jam. Tahap selanjutnya adalah sentrifugasi pada 10.000 rpm 4oC selama 15 menit. Endapan yang terbentuk dicuci dengan 1 mL etanol 70%, selanjutnya disentrifugasi pada 10.000 rpm 40C selama 15 menit. Supernatan dibuang, sedangkan plasmid (pelet) dikeringkan dengan cara divacum selama 15 menit. Plasmid dilarutkan dalam 20 μL ddH2O dan RNAse 4 μL 1 mg/mL, kemudian diinkubasi pada 37oC selama 10 menit. RNAse diinaktivasi
15 dengan inkubasi pada 70oC selama 10 menit. Plasmid yang diperoleh kemudian disimpan pada suhu -20oC untuk digunakan pada tahap selanjutnya. Keberhasilan penyisipan gen lisozim dalam pMSH1 diuji dengan memotong plasmid menggunakan enzim restriksi NotI dan SpeI (Fermentas). Transformasi pMSH1-Lis ke A. tumefaciens dan Analisis PCR Transformasi pMSH1-Lis ke A. tumefaciens dilakukan dengan cara triparental mating (TPM) (Liberty et al. 2008). Transformasi menggunakan tiga macam bakteri, yaitu E. coli yang membawa plasmid pMSH1-Lis, bakteri helper DH1 (pRK2013) dan A. tumefaciens LBA4404. Setiap bakteri tersebut sebanyak 20 μL dicampur, kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 36 jam. Bakteri yang tumbuh di media LA ini ditumbuhkan dalam media seleksi LA mengandung kanamisin 50 mg/L, higromisin 50 mg/L dan streptomisin 50 mg/L, diinkubasi pada suhu ruang selama 36 jam. Analisis transforman A. tumefaciens dilakukan dengan teknik PCR menggunakan primer 35S-F: 5’-ATG GCT GGA GTA TTA GCT GGG-3’ dan Lis-R: 5’-TTG CGG CCG CTC CTC ACA GCC GGC AGC -3’ serta Lis-F: 5’GCA CTA GTG GCA ACA TGA GGT CTT TGC-3’ dan Nos-R: 5’-CTC ATA AAT AAC GTC ATG CAT TAC A-3’. Proses PCR dijalankan pada suhu predenaturasi 94oC selama 3 menit; 35 siklus untuk denaturasi 94oC selama 30 detik, annealing 64oC selama 30 detik, ekstensi 72oC selama 1 menit, dan final ekstensi 72oC selama 5 menit. Produk PCR diseparasi dengan teknik elektroforesis pada gel agarosa 2% (b/v) menggunakan bufer TAE 1x (Lampiran 4), dengan voltase 50 V selama 50 menit. Pengamatan dilakukan terhadap pola pita DNA hasil amplifikasi DNA dengan menggunakan DNA marker berukuran 100 pb. Transformasi pMSH1-Lis pada Talus Kappaphycus alvarezii Kultur A. tumefaciens hasil konjugasi Satu koloni A. tumefaciens yang membawa plasmid pMSH1-Lis ditumbuhkan pada media LB mengandung streptomisin 50 mg/L, kanamisin 50 mg/L dan higromisin 50 mg/L, dikocok menggunakan shaker (kecepatan 200 rpm) selama 36 jam pada suhu ruang. Setelah dilakukan subkultur selama 18 jam, bakteri diendapkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Pelet bakteri kemudian dilarutkan dalam 25 mL media PES cair dan penambahan 100 µM asetosiringon hingga mencapai optical density (OD) 0,5-1,0. Transformasi dan regenerasi rumput laut Transformasi dilakukan mengikuti metode Cheney (2000). Transformasi menggunakan talus rumput laut yang telah dipotong sepanjang 1-2 cm dan dikultur selama 3 hari, kemudian dilukai menggunakan jarum steril. Sampel direndam dalam media infeksi yang berisi A. tumefaciens dan 100 µM asetosiringon selama 30 menit dengan penggoyangan. Talus dikeringkan dengan
16 tisu steril dan dipindahkan ke media ko-kultivasi (media PES 0,8% dan 100 µM asetosiringon) selama 3 hari di ruang gelap. Eksplan hasil ko-kultivasi dicuci dengan cefotaxim 200 mg/L, dibilas dengan air laut steril sebanyak 3 kali. Eksplan dikeringkan di atas tisu steril, kemudian dipindahkan ke media recovery (PES 0,5% tanpa asetosiringon) selama 7 hari. Selanjutnya eksplan dipindahkan ke media seleksi (PES 0,5% yang mengandung higromisin 20 mg/L) dan diinkubasi selama 2 minggu di ruang terang (intensitas cahaya antara 1000-1500 lux) pada suhu 26oC. Pengamatan dilakukan pada media seleksi yang mengandung higromisin. Variabel yang diukur adalah: 1) jumlah eksplan hidup pada media seleksi higromisin, dan 2) jumlah eksplan bertunas putatif. Identifikasi Talus Transforman dengan Metode Polymerase Chain Reaction DNA diisolasi menurut Doyle & Doyle (1987): 0,1 g sampel dihancurkan, kemudian ditambahkan 600 µL CTAB 2% (b/v) (Lampiran 5) dan 1,2 µL mercapto etanol 0,2% dan diinkubasi pada suhu 65oC selama 30 menit. Larutan ditambahkan 600 µL CI (chloroform : isopropanol; 24:1) dan disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm (Jouan Centrifuge BR4i) selama 5 menit pada 4oC, kemudian ditambahkan dengan 600 µL PCI (phenol : chloroform : isopropanol; 25:24:1), dan disentrifugasi kembali pada 10000 rpm selama 5 menit pada 4oC. Supernatan ditambahkan dengan 0,1x volume dengan 2 M NaOAc pH 5,2 dan 2x volume dengan etanol absolut, kemudian diinkubasi pada suhu -20oC selama 3 jam. Selanjutnya disentrifugasi kembali pada 10000 rpm 4oC selama 5 menit. Pelet ditambahkan dengan 500 µL etanol 70% (v/v), selanjutnya disentrifugasi 10000 rpm 4oC selama 5 menit. Pelet dikeringkan dengan vacum, dilarutkan dalam 20 µL ddH2O dan 4 µL 1 mg/mL RNAse, dan kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 10 menit. Aktivitas RNase diinaktivasi menggunakan suhu 70oC selama 10 menit. Amplifikasi DNA hasil ekstraksi dilakukan menggunakan mesin PCR. Primer yang digunakan adalah F Lis – R Lis, F 35S - R Lis dan F Lis – R Nos. Proses PCR dijalankan pada suhu predenaturasi 94oC selama 3 menit; 35 siklus untuk denaturasi 94oC selama 30 detik, annealing 64oC selama 30 detik, ekstensi 72oC selama 1 menit, dan final ekstensi 72oC selama 5 menit. Untuk melihat pita DNA yang terbentuk, hasil PCR dielektroforesis pada gel agarosa 2% dalam larutan penyangga TAE 1x (Lampiran 4) dengan voltase 50 V selama 50 menit. Pengamatan dilakukan terhadap pola pita DNA hasil amplifikasi DNA dengan menggunakan DNA marker berukuran 100 pb.
17
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi plasmid biner pMSH1-Lisozim Konstruksi plasmid biner dilakukan dengan meligasi gen lisozim ayam dan pMSH1. Plasmid hasil ligasi berukuran 13.449 pb (Gambar 5A kolom 1). Bakteri transforman yang membawa plasmid pMSH1-Lis diidentifikasi menggunakan PCR dengan pasangan primer Lis-F dan Lis-R; 35S-F dan Lis-R; serta Lis-F dan Nos-R. Hasil analisis PCR dengan pasangan primer tersebut menghasilkan amplikon masing-masing berukuran 460 pb, 670 pb dan 580 pb (Gambar 5B).
Gambar 5. A. Pola pemotongan plasmid pMSH1-Lis menggunakan enzim NotI dan SpeI. M = marka DNA 1 kb ladder (Fermentas), kolom 1 = pasmid pMSH1-Lis, kolom 2 = plasmid pMSH1-Lis yang sudah dipotong dengan NotI dan SpeI, dan kolom 3 = gen lisozim (Lis). B. Identifikasi Escherichia coli DH5α transforman pembawa gen lisozim menggunakan PCR dengan primer Lis-F dan Lis-R (kolom 1, 2 dan 3), 35S-F dan Lis-R (kolom 4 dan 5) dan Lis-F dan Nos-R (kolom 6 dan 7). M = marka DNA 100 pb ladder (Fermentas), kolom 1, 4 dan 6 adalah DH5α hasil transformasi pMSH1-Lis, kolom 2 = kontrol plasmid pJfKer-Lis, kolom 3, 5 dan 7 adalah kontrol negatif (DH5α non-transforman). Verifikasi terhadap E. coli yang mengandung plasmid biner (pMSH1 yang mengandung gen lisozim) juga dilakukan dengan menggunakan enzim restriksi terhadap sampel DNA plasmid yang membawa gen lisozim. Berdasarkan hasil restriksi dengan NotI dan SpeI dihasilkan dua fragmen berukuran 12.986 pb dan 460 pb (Gambar 5A kolom 2). Fragmen 12.986 pb merupakan ukuran dari plasmid pMSH1, dan 460 pb merupakan fragmen gen lisozim. Hal tersebut membuktikan bahwa vektor biner pMSH1-Lis berhasil dibuat. Transformasi gen lisozim yang terdapat pada plasmid pMSH1 ke dalam bakteri E.coli DH5α telah berhasil dilakukan. Keberhasilan transformasi ini dapat dilihat dari transforman E. coli DH5α yang tumbuh pada media seleksi kanamisin (50 mg/L) dan higromisin (50 mg/L). Kemampuan transforman ini tumbuh pada media seleksi tersebut dikarenakan adanya gen nptII (neomycin phosphotransferase) penyandi ketahanan terhadap antibiotik kanamisin dan hpt (hygromycin phosphotransferase) penyandi ketahanan terhadap antibiotik
18 higromisin pada plasmid pMSH1. Keberhasilan transformasi ini dilakukan dengan amplifikasi gen lisozim yang dikendalikan oleh promoter 35S CaMV dan terminator Nos menggunakan PCR, serta pengujian menggunakan enzim restriksi. Keberhasilan transformasi gen lisozim ke dalam E. coli DH5α, dapat digunakan untuk transformasi ke dalam A. tumefaciens. Transformasi pMSH1-Lisozim ke Agrobacterium tumefaciens Plasmid pMSH1-Lis ditransformasikan ke dalam A. tumefaciens dengan cara triparental mating (TPM). Proses TPM telah berhasil dilakukan untuk mengintroduksikan plasmid pMSH1-Lis ke dalam A. tumefaciens (Gambar 6). Plasmid pMSH1-Lis yang terdapat pada E. coli DH5α hasil transformasi (sebagai donor) dipindahkan ke dalam A. tumefaciens (sebagai resipien) melalui proses konjugasi dengan bantuan pRK2013 dalam E. coli DH1. Donor E. coli DH5α resisten terhadap antibiotik kanamisin dan higromisin, tetapi rentan terhadap antibiotik streptomisin dan resipien A. tumefaciens yang resisten terhadap antibiotik streptomisin, tetapi rentan terhadap antibiotik kanamisin dan higromisin. Bakteri yang mampu tumbuh pada media seleksi ini hanya A. tumefaciens yang telah mengandung plasmid pMSH1-Lis hasil TPM (Gambar 6B). Kemampuan A. tumefaciens untuk tumbuh di media seleksi ini disebabkan karena di dalam sel bakteri ini telah membawa gen resistensi terhadap antibiotik kanamisin dan higromisin yang terdapat pada pMSH1-Lis.
Gambar 6. Triparental Mating (TPM). A. Hasil TPM yang tumbuh pada media LA tanpa antibiotik. B. Agrobacterium tumefaciens LBA 4404 transforman pada media seleksi higromisin 50 mg/L, kanamisin 50 mg/L dan streptomisin 50 mg/L. C. LBA 4404 non-transforman pada media seleksi higromisin 50 mg/L, kanamisin 50 mg/L dan streptomisin 50 mg/L. Hasil analisis PCR menunjukkan bahwa koloni dari hasil TPM positif membawa gen lisozim. PCR dengan primer Lis-F dan Lis-R menghasilkan amplikon 460 pb, dengan primer 35S-F dan Lis-R menghasilkan amplikon sebesar 670 pb, sedangkan PCR dengan primer Lis-F dan Nos-R menghasilkan amplikon sebesar 580 pb (Gambar 7). Hal ini menunjukkan bahwa A. tumefaciens tersebut sudah mengandung gen lisozim dan dapat digunakan untuk percobaan transformasi gen lisozim ke dalam genom rumput laut K. alvarezii.
19
Gambar 7. Identifikasi transforman Agrobacterium tumefaciens hasil tri-parental mating (TPM) menggunakan tiga jenis primer untuk gen lisozim (kolom 1, 2 dan 3 dengan primer Lis-F dan Lis-R; 4, 5 dan 6 dengan primer 35S-F dan Lis-R; 7, 8 dan 9 dengan primer Lis-F dan Nos-R). M= marka DNA 100 pb ladder (Fermentas), 1 = 4 = 7 adalah A. tumefaciens LBA4404 pembawa pMSH1-Lis, 2 = 5= 8 adalah kontrol positif (DH5α hasil transformasi pMSH1-Lis), 3 =6 =9 adalah kontrol negatif (LBA4404 non-transforman).
Transformasi gen lisozim pada talus Kappaphycus alvarezii Transformasi gen lisozim pada talus K. alvarezii yang sebelumnya diadaptasikan pada media kultur PES cair dan padat. Sebanyak 225 talus digunakan dalam transformasi. Talus yang telah diinfeksi dengan A. tumefaciens diseleksi pada media PES yang mengandung higromisin 20 mg/L selama 2 bulan. Tahapan transformasi genetik K. alvarezii dapat dilihat pada Gambar 8. Talus rumput laut yang mampu bertahan di media seleksi higromisin sebanyak 53 talus, dengan persentase sebesar 23,56%. Talus yang berhasil bertunas putatif berjumlah 6, dengan efisiensi sebesar 11,32% (Tabel 1). Efisiensi talus bertunas putatif ditentukan berdasarkan rasio jumlah talus bertunas putatif terhadap jumlah talus yang mampu bertahan di media seleksi higromisin. Efisiensi tunas putatif talus yang ditransformasi lebih rendah daripada efisiensi tunas pada talus kontrol positif yang tidak ditransformasi (22%). Rendahnya efisiensi tunas putatif diduga disebabkan oleh perlakuan infeksi Agrobacterium dan seleksi antibiotik yang mengakibatkan penurunan daya regenerasi talus untuk bertunas putatif. Hal ini sejalan dengan pendapat Suma et al. (2008) penambahan antibiotik dalam media seleksi dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan dan perkembangan kalus. Pembentukan tunas dari talus yang tahan higromisin mulai teramati pada minggu keempat setelah infeksi. Pembentukan tunas diawali dengan munculnya titik-titik coklat pada talus. Setelah 2 minggu, titik coklat membesar dan membentuk tunas (Gambar 8C). Tunas yang terbentuk, secara umum muncul dari bagian talus yang dipotong. Talus yang mampu bertahan dimedia seleksi higromisin, selanjutnya diaklimatisasi skala kecil di media PES cair (Gambar 8D). Analisis molekuler terhadap talus yang tahan higromisin dengan PCR menggunakan kombinasi primer spesifik gen lisozim, promoter 35S CaMV dan terminator Nos menunjukkan bahwa tiga tunas yang terbentuk dari tiga talus mengandung gen lisozim. Tidak semua tunas yang terbentuk mengandung gen lisozim (Tabel 1), hal ini diduga disebabkan oleh tidak semua sel pada satu talus berhasil ditransformasi dengan gen lisozim. Analisis molekuler terhadap tunas
20 yang berasal dari sel-sel yang mengandung gen lisozim akan mengandung gen lisozim juga. Sedangkan tunas yang secara molekuler tidak mengandung gen lisozim, kemungkinan berasal dari sel-sel yang tidak mengandung gen lisozim. Persentase transformasi yang diperoleh pada penelitian ini sebesar 23,56% (Tabel 1). Persentase transformasi ini lebih rendah dibandingkan dengan persentase transformasi gen LacZ pada Gracilaria changii menggunakan metode tembakan partikel (particle bombardment) yaitu sebesar 80-94%. Rendahnya persentase transformasi yang diperoleh pada penelitian ini diduga dipengaruhi oleh perbedaan metode yang digunakan dalam proses transformasi. Selain itu, kemungkinan juga disebabkan karena masih kurang optimalnya tahapan dalam proses transformasi menggunakan A. tumefaciens, terutama pada tahap infeksi dan ko-kutivasi. Tabel 1. Persentase transformasi dan tunas putatif rumput laut Kappaphycus alvarezii dengan gen Lisozim. Perlakuan
Jumlah Talus
Jumlah Talus Tahan Higromisin
Persentase Transformasia)
Jumlah Tunas Putatif
Jumlah Positif PCR
Efisiensi Tunas Putatif
Transformasi 225 53 23,56% 6 3 11,32%b) Kontrol -1) 50 0 0 0 0 0 2) Kontrol + 50 0 11 0 22% a) Jumlah talus tahan higromisin/jumlah kalus awal x 100% b) Jumlah talus yang bertunas putatif / jumlah kalus tahan higromisin x 100% 1) Talus non-transgenik yang ditumbuhkan pada media seleksi higromisin 2) Talus non-transgenik yang ditumbuhkan pada media PES tanpa higromisin Hasil transformasi menunjukkan bahwa penambahan 100 µM asetosiringon dengan OD 0,5-0,8 selama masa infeksi 30 menit di media PES yang mengandung A. tumefaciens menunjukkan pertumbuhan eksplan pada media seleksi (Gambar 8). Menurut James et al. (1993), penambahan asetosiringon ke dalam media kokultivasi efektif meningkatkan efisiensi transformasi. Penambahan asetosiringon mampu menginduksi gen vir yang berfungsi mentransfer T-DNA ke dalam sel tanaman dan mempertinggi efektivitas infeksi A. tumefaciens sehingga meningkatkan jumlah sel transforman (Rashid et al. 2010). Selain itu, perlakuan lama ko-kultivasi (inkubasi) antara bakteri dan eksplan sangat mempengaruhi efektivitas infeksi bakteri. Inkubasi yang terlalu cepat dapat mempengaruhi keberhasilan transformasi, karena bakteri belum sempat menginfeksi sel-sel eksplan secara sempurna. Menurut Alimohammadi & Bagherieh-Najjar (2009) keberhasilan transfer gen oleh A. tumefaciens sangat ditentukan oleh ada tidaknya luka/perlukaan, kerapatan bakteri (optical density), lama inokulasi dan lama kokultivasi. Talus transforman dapat tumbuh di media seleksi higromisin 20 mg/L, sedangkan talus non-transforman tidak mampu tumbuh pada media seleksi higromisin (Gambar 9). Kemampuan talus transforman tumbuh di media seleksi higromisin disebabkan adanya gen ketahanan terhadap higromisin yaitu hpt (hygromycin phosphotransferase) pada T-DNA yang ditransformasikan ke talus transforman. Sedangkan pada talus non-transforman tidak memiliki gen ketahanan tersebut sehingga talus tidak resisten terhadap higromisin dan mengalami
21 kematian. Talus non-transforman mengalami kematian secara bertahap pada media seleksi higromisin. Kematian talus non-transforman mulai teramati pada minggu ketiga di media seleksi higromisin 20 mg/L. Kematian talus diawali dengan memutihnya warna talus dan tekstur talus lebih rapuh. Setelah 12 minggu di media seleksi higromisin, seluruh talus non-transforman mengalami kematian (Gambar 9). Warna talus hijau menunjukkan talus masih hidup, sedangkan warna talus putih menunjukkan talus mengalami kematian (Gambar 9B, 9E dan 9H).
Gambar 8. Tahapan transformasi genetik rumput laut Kappaphycus alvarezii. A. Talus rumput laut pada media ko-kultivasi; B. Talus rumput laut pada media recovery; C. Talus rumput laut pada media seleksi higromisin 20 mg/L; D. Talus positif PCR yang mengandung gen lisozim yang telah diaklimatisasi skala kecil. Konfirmasi rumput laut transgenik melalui keberadaan gen lisozim pada talus rumput laut hasil transformasi dilakukan dengan PCR. Pasangan primer yang digunakan adalah Lis-F dan Lis-R dengan ukuran fragmen amplikon yang dihasilkan sebesar 460 pb, 35S CaMV-F dan Lis-R dengan ukuran fragmen amplikon yang dihasilkan sebesar 680 pb serta Lis-F dan Nos-R dengan ukuran fragmen amplikon yang dihasilkan sebesar 570 pb. Plasmid pMSH1-Lis digunakan sebagai kontrol positif, sedangkan rumput laut tipe liar digunakan sebagai kontrol negatif. Hasil PCR menunjukkan bahwa rumput laut hasil transformasi terbukti positif sebagai rumput laut transgenik (Gambar 10), sedangkan rumput laut non transgenik tidak menunjukkan amplifikasi fragmen tersebut.
22
Gambar 9. Tahapan perkembangan talus Kappaphycus alvarezii. Talus transforman pada media seleksi higromisin 20 mg/L, masingmasing umur empat (A), delapan (D) dan 12 minggu (G). Talus non-transforman pada media seleksi higromisin 20 mg/L, masingmasing umur empat minggu (B), delapan minggu (E) dan 12 minggu (H). Talus non-transforman pada media tanpa higromisin, masing-masing umur empat minggu (C), delapan minggu (F) dan 12 minggu (I). Pada B, E, dan H, warna talus hijau menunjukkan talus hidup, sedangkan warna talus putih menunjukkan talus mati. Keberhasilan transformasi genetik pada rumput laut ditandai dengan terintegrasinya gen yang diintroduksikan ke dalam genom rumput laut dan terekspresi serta tetap terpelihara dalam seluruh proses pembelahan sel sampai regenerasi rumput laut. Untuk mengetahui integrasi gen lisozim ke dalam rumput laut K. alvarezii dapat dilakukan dengan menggunakan marka seleksi terhadap antibiotik higromisin dan dapat dianalisis secara molekuler menggunakan teknik PCR. Berdasarkan kemampuan talus K. alvarezii tumbuh di dalam media seleksi (media PES dengan penambahan higromisin) (Tabel 1) dan konfirmasi rumput laut transgenik melalui keberadaan gen lisozim pada talus rumput laut hasil transformasi dengan PCR (Gambar 10), menunjukkan bahwa gen lisozim telah terintegrasi ke dalam genom rumput laut.
23
Gambar 10. Hasil analisis PCR DNA rumput laut hasil transformasi dengan gen Lisozim menggunakan tiga jenis primer (kolom 1, 2 dan 3 dengan primer Lis-F dan Lis-R; 4, 5 dan 6 dengan primer 35S-F dan Lis-R; 7, 8 dan 9 dengan primer Lis-F dan Nos-R). M = marka DNA 100 pb ladder (Fermentas), 1 = 4 = 7 adalah rumput laut transgenik, 2 = 5= 8 adalah kontrol positif (plasmid pMSH1-Lis), 3 = 6 = 9 adalah kontrol negatif (rumput laut non-transforman). Kappaphycus alvarezii transgenik ini dapat dimanfaatkan untuk mempelajari mekanisme pertahanan rumput laut terhadap infeksi bakteri penyebab penyakit ice-ice. Uji tantang K. alvarezii terhadap bakteri penyebab iceice dapat dilakukan setelah diperoleh talus yang berasal dari subkultur tunas yang mengandung gen lisozim. Selain itu, ketika K. alvarezii transgenik ini telah tahan terhadap penyakit ice-ice, dapat berguna untuk meningkatkan produksi rumput laut di musim pada saat penyakit ice-ice sering menginfeksi. Metode transformasi yang diperoleh dalam penelitian ini dapat digunakan untuk menghasilkan rumput laut transgenik lainnya yang mengekspresikan protein yang mengatur sifat penting dalam akuakultur.