BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga tahap pelaksanaan, yaitu: 1.) pembuatan kompos, 2.) uji kualitas kompos, dan 3.) uji kompos pada sifat fisik tanah serta pertumbuhan bibit markisa. Pembuatan kompos dilaksanakan di PT. Surya Miranti Mandiri yang beralamat di Desa Sukaresmi, Kampung Munjul, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sementara itu, uji kualitas kompos dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan, sedangkan uji kompos terhadap sifat fisik tanah dilaksanakan di Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Uji kompos pada tanaman markisa dilaksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung mulai tanggal 28 Januari 2011 sampai dengan 23 Agustus 2011.
Alat dan Bahan Alat Peralatan yang digunakan di lapangan untuk membuat kompos diantaranya adalah bambu, paku, dan palu untuk membuat kotak kompos, cangkul, ember, termometer, plastik hitam sebagai penutup kotak kompos, karung, serta papan. Sementara itu, peralatan yang digunakan untuk pembibitan markisa diantaranya adalah tray (bak penyemaian), gelas piala 50 ml, dan polybag. Detail perlatan yang digunakan dalam penelitian ini tersaji pada Tabel 2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam proses pengomposan adalah limbah baglog
jamur tiram yang terkontaminasi, pupuk kandang, air, urea, SP-18, dan
larutan gula. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembibitan markisa diantaranya adalah bibit markisa yang sebelumnya telah disemai selama satu bulan, tanah, dan pupuk kompos limbah baglog jamur dengan dosis yang telah ditentukan.
15 Tabel 2. Metode analisis dan alat yang digunakan dalam penelitian Parameter
Metode
Alat
Analisis awal tanah N-total
Kjeldahl
P-tersedia
Bray
K, Na, Ca, Mg, Fe, Cu, Mn, dan Zn dapat dipertukarkan
NH4OAc pH 7
C-organik
Walkley & Black
KTK
NH4OAc pH 7
KB
Rumus
pH
H2O 1:1
Tekstur
Pipet
Kadar air
Gravimetri
neraca analitik, diggestion apparatus, labu kjeldahl, buret, erlenmeyer 100 ml neraca analitik, tabung reaksi, pipet 5 ml, kertas saring, botol kocok 50 ml, mesin pengocok, spectrofotometer neraca analitik, labu ukur 1L, labu ukur 100 ml, sentrifuse, kertas saring, AAS, dan flamefotometer neraca analitik, pipet 10 ml, erlenmeyer 250 ml, pipet tetes, dan buret neraca analitik, gelas piala 50 ml, erlenmeyer 50 ml, sentrifuse, mesin pengocok, dan unit destilator necaca analitik, botol kocok, mesin pengocok, pH meter neraca analitik, gelas piala 1 L, bak penangas, pipet tetes, ayakan 50 µ, tabung sedimaen cawan, timbangan, oven
Analisiskimia dan fisik limbah baglog dan kompos neraca analitik, diggestion apparatus, labu kjeldahl, N-total Kjeldahl buret, erlenmeyer 100 ml C-organik Pengabuan 700oC cawan porselen, eksikator, neraca, tanur/furnace neraca analitik, labu Kjeldahl 50 ml, tabung dan blok Total P, K, Na, Ca, Mg, Pengabuan basah digestor Kjeldahl therm, labu takar 50 ml, pipet 1 ml, Fe, Al, Mn, Cu, Zn AAS, flamefotometer, spectrofotometer pH H2O 1:1 botol kocok 100 ml, mesin kocok, pH meter neraca analitik, gelas piala 50 ml, erlenmeyer 50 ml, KTK NH4OAc pH 7 sentrifuse, unit destilator Kadar air Gravimetri cawan, timbangan, oven, eksikator Pengaruh kompos terhadap sifat fisik tanah Pengetukan 50 Bobot isi kali Constat head Permeabilitas method Kemampuan memegang air
Alhricks pF 2,54
cawan, timbangan, oven Permeameter gelas piala 500 ml, pipa gelas, kain kasa, plastik, karet gelang cawan, timbangan, oven, pressure dan membrane plate apparatus
Pengaruh kompos terhadap pertumbuhan bibit markisa Tinggi tanaman Penggaris, timbangan Jumlah daun sejati Bobot biomassa tanaman
16 Metode Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap berdasarkan tempat pelaksanaan, yaitu tahap penelitian di lapangan dan analisis kimia dan fisika di laboratorium. Tahap penelitian di lapangan diawali dengan pembuatan kompos dan penyemaian benih markisa kuning. Setelah kompos selesai dibuat dan benih markisa telah tumbuh menjadi bibit, kemudian dilakukan uji kompos pada bibit markisa di rumah kaca. Untuk tahap penelitian di laboratorium dilakukan uji kualitas kompos dan pengaruh kompos terhadap sifat fisik tanah yaitu bobot isi, water holding capacity, dan permeabilitas tanah.
Pengambilan Contoh Tanah Tanah yang digunakan dalam percobaan ini adalah tanah latosol Megamendung yang berada di sekitar lokasi pembuatan kompos. Contoh tanah diambil secara komposit. Setelah itu, tanah dikeringudarakan selama kurang lebih satu minggu. Kemudian tanah ditumbuk dan diayak dengan ayakan 2 mm.
Pembuatan Kompos Metode yang digunakan dalam pembuatan kompos adalah metode aerobik. pengomposan yang cepat akan terjadi dalam kondisi cukup oksigen (Isroib, 2008). Oleh karena itu, pada proses ini perlu dilakukan aerasi karena membutuhkan pasokan udara dari luar dengan cara membalik timbunan kompos. Jika pengomposan dilakukan di dalam kotak, aerasi dilakukan sambil mebalik-balik bahan baku (Djaja, 2008). Dalam pembuatan kompos, digunakan tiga buah kotak bambu berukuran 1m3 sebagai tempat pengomposan untuk perlakuan kompos 30, 45, dan 60 hari. Pupuk kandang dan limbah baglog jamur ditumpuk secara berlapis. Ketebalan setiap lapisan sekitar 15 cm. Perbandingan dosis pupuk kandang dan limbah baglog jamur adalah 1:10 (v/v). Pupuk kandang yang digunakan adalah kotoran kambing. Kotoran kambing memiliki kandungan unsur hara nitrogen, fosfor, dan kalium, masing-masing sebesar 0,6 %; 0,3%, dan 0,17 % (Lingga, 1991 dalam Yuliarti, 2009). Sebelum
17 ditumpuk, limbah baglog diberi air sampai bahan tersebut lembab. Pada setiap lapisan ditaburkan pupuk urea dan SP-18, serta larutan gula. Penambahan gula ataupun urea pada bahan kompos yang berfungsi sebagai starter untuk menstimulir perkembangan mikroba perombak yang dimaksudkan untuk mempercepat proses pengomposan; FAO merekomendasikan penambahan unsur hara seperti N apabila rasio C/N substrat kompos lebih besar dari 40:1 (Husen dan Irawan, 2010). Jumlah pupuk urea, SP-18 dan gula yang ditambahkan masing-masing sebanyak 0,5 kg. Setelah kotak terisi penuh dengan bahan kompos, kemudian kotak kompos ditutup dengan menggunakan plastik hitam. Proses pembalikan kompos dilakukan selama seminggu sekali atau jika suhu kompos sudah mencapai 600C. Menurut Isroib (2008) suhu yang lebih tinggi dari 600C akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Aktivitas mikroba memerlukan aliran udara yang lancar. Menurut Sutantob (2002) proses pengomposan yang baik dan berjalan cepat memerlukan aerasi yang lancar. Membalik kompos bertujuan untuk memperlancar sirkulasi udara dan mempercepat proses perombakan bahan organik. Sebelum membalik timbunan bahan kompos, dilakukan pengukuran temperatur kompos. Titik yang diukur berada tepat di tengah timbunan dan keempat sisi timbunan kompos. Temperatur diukur dengan menggunakan termometer. Caranya, termometer dibenamkan ke dalam timbunan dan dibiarkan sampai suhu stabil atau didiamkan selama kurang lebih lima menit. Selanjutnya melihat ukuran skala ketinggian suhu yang berada di termometer. Teknik membaca termometer yang benar adalah mata harus sejajar dengan tanda penunjuk di termometer (Djaja, 2008). Untuk menjaga kelembaban kompos, disiramkan air secukupnya setiap proses pembalikan kompos. Penambahan air ini tergantung dari keadaaan bahan. Jika sudah mencukupi maka tidak ditambahkan air. Indikator yang digunakan untuk menentukan penambahan air ini dengan cara mengepal bahan kompos. Jika setelah dikepal lalu dilepaskan kepalannya bahan kompos membentuk agregat, maka kadar air sudah mencukupi dan tidak perlu ditambahkan air. Kelembaban rendah ditandai dengan tidak adanya bagian bahan baku kompos yang melekat di telapak tangan. Proses pembuatan kompos dihentikan setelah kompos mencapai umur yang telah ditentukan,
18 yaitu 30, 45, dan 60 hari. Selain itu, dilakukan penyimpanan kompos selama dua bulan. Apabila kompos sudah jadi, sebaiknya disimpan sampai 1 atau 2 bulan untuk mengurangi unsur beracun, walaupun penyimpanan ini akan menyebabkan terjadinya sedikit kehilangan unsur yang diperlukan seperti Nitrogen (Kardin, 2005). Beberapa parameter yang diamati dalam proses pengomposan diantaranya adalah C/N rasio, suhu (0C), tingkat kemasaman (pH) kompos, Kapasitas Tukar Kation (KTK) (me/100g), penurunan volume kompos (% volume), dan warna kompos. Pengamatan C/N rasio dilakukan sesudah proses pengomposan selesai (saat panen) dan setelah masa penyimpanan selama dua bulan, begitu juga dengan parameter tingkat kemasaman (pH) kompos dan Kapasitas Tukar Kation (KTK) (me/100g); sedangkan pengamatan parameter suhu (0C) dilakukan setiap hari selama proses pengomposan berlangsung. Pengamatan parameter penurunan volume kompos dan warna kompos dilakukan sesudah proses pengomposan selesai.
Penyemaian dan Pembibitan Markisa Penyemaian benih markisa dilakukan pada bak-bak penyemaian (tray). Tempat penyemaian berada di tempat yang memiliki naungan untuk melindungi bibit dari sinar matahari dan hujan yang berlebihan. Penyemaian ini dilakukan selama satu bulan. Media penyemaian berupa campuran kompos dan tanah sesuai dengan perlakuan yang diujicobakan. Pada umur delapan minggu setelah semai, bibit disapih atau dipindahkan ke kantong plastik hitam (polybag) berdiameter 15 cm. Namun, karena pertumbuhan bibit markisa yang tidak seragam maka pemindahan (transplanting) bibit markisa tidak dapat dilakukan bersama media semainya. Pemindahan (transplanting) bibit markisa dilakukan tanpa media semai dan tingkat keseragaman ditentukan dengan memilih bibit markisa yang memiliki satu daun sejati. Pada setiap polybag ditanam satu bibit. Polybag tersebut berisikan media tanam berupa tanah dan kompos dengan perbandingan yang telah ditentukan (Gambar Lampiran 1).
19 Parameter pertumbuhan bibit markisa yang diukur diantaranya adalah penambahan tinggi tanaman, jumlah daun, dan bobot biomassa tanaman. Pengukuran dilakuakan setiap dua minggu sekali dan pada akhir pengamatan.
Analisis Kimia Kompos Analisis kimia kompos yang diamati meliputi unsur hara makro dan mikro kompos yaitu : Unsur hara N, P, K, Na, Ca, Mg, Fe, Mn, Cu, dan Zn. Analisis kimia ini dilakukan setelah proses pengomposan (setelah panen) dan setelah masa penyimpanan selama dua bulan. Analisis kimia dan metode yang digunakan tersaji pada Tabel 2.
Analisis Tanah Setelah Perlakuan Bobot Isi. Bobot isi ditetapkan dengan cara mengetuk campuran bahan tanah dan kompos dengan lima puluh kali ketukan untuk mendapatkan volume setelah diketuk. Metode tersebut merupakan modifikasi metode 1,000 knocks method (de Boodt dan Vandevelde, 1970 dalam Kurnia et al., 2006). Untuk mendapatkan nilai berat kering mutlak, sebelumnya campuran bahan tanah dan kompos tersebut ditimbang terlebih dahulu dan ditentukan kadar airnya. Bobot isi dapat diketahui dengan rumus: BI (g/cm3) = BI: bobot isi; Ms: berat kering mutlak; Vt: volume total
Permeabilitas. Penetapan permeabilitas dilakukan dalam keadaan jenuh dengan menggunakan metode tinggi air konstan/constan head method (Klute dan Dirksen, 1986 dalam Kurnia et al., 2006) dan didasarkan pada hukum Darcy. Campuran bahan tanah dan kompos ditimbang dan dimasukkan ke dalam ring sample sesuai dengan bobot isi yang telah didapatkan, lalu dipasang pada set permeabilitas. Kemudian direndam pada bak perendam sampai setinggi ± 3 cm dari dasar bak dan dibiarkan selama ± 24 jam. Keesokan harinya, air dari kran dialirkan ke alat. Jika air
20 dialirkan pada pukul 09 pagi maka pengukuran volume air yang pertama dilakukan pada pukul 15-16 dan dilanjutkan pada pukul 16-17. Pengukuran selanjutnya dilakukan pada pukul 09 pada hari kedua, ketiga, dan keempat. Permeabilitas dihitung dengan persaamaan berikut: K= x x Keterangan: K = permeabilitas (cm/jam) Q = banyaknya air yang mengalir setiap pengukuran (ml) T = waktu pengukuran (jam) L = tebal contoh tanah (cm) H = tinggi permukaan air dari permukaan contoh tanah (cm) A = luas permukaan contoh tanah (cm2)
Kadar Air Kapasitas Lapang. Untuk penentuan kadar air tanah pada keadaan kapasitas lapang, digunakan metode Alhricks dan pF 2,54. Tahapan pekerjaan dengan metode Alhricks sebagai berikut: gelas piala 500 ml diisi dengan pasir kuarsa setinggi ± 2 cm, agar tanah tidak turun saat diketuk maka di atas pasir kuarsa diletakkan kain kasa. Setelah itu sebuah pipa gelas diletakkan tegak lurus dengan permukaan pasir. Selanjutnya gelas piala diisi dengan campuran bahan tanah dan kompos dengan permukaan bahan sekitar 3,5 cm dari tepi atas gelas. Untuk mencapai bobot isi standar, gelas piala diketuk dengan lima puluh kali ketukan. Tanah bagian atas dibasahi dengan cara disemprot menggunakan sprayer sampai kedalaman ± 5 cm sehingga air tidak sampai membasahi pasir. Gelas piala ditutup dan disimpan selama ± 24 jam. Setelah ± 24 jam, contoh tanah diambil dari gelas piala sedalam ± 2,5 cm dari permukaan. Setelah itu ditentukan kadar airnya. Pengamatan dilakukan selama tiga hari dengan cara yang sama, karena dalam tiga hari kadar air sudah terlihat konstan. Kapasitas lapang adalah kandungan air di dalam tanah, biasanya dicapai 2 atau 3 hari sejak terjadi pembasahan atau hujan, dan setelah proses drainase berhenti (Kurnia, et al., 2006). Setelah mendapatkan data kadar air pada tiga hari pengamatan, kemudian dibuat suatu kurva polynomial sehingga diketahui
21 persamaannya. Kadar air kapasitas lapang diketahui dengan menentukan titik belok dari persamaan kurva tersebut. Sementara itu, penetapan kadar air kapasitas lapang dengan metode pF 2,54 dilakukan dengan langkah kerja sebagai berikut: campuran bahan tanah dan kompos ditimbang dan dimasukkan ke dalam ring sample sesuai dengan bobot isi yang telah didapatkan. Kemudian dijenuhkan selama ± 24 jam. Masukkan bahan tersebut ke dalam pressure plate apparatus dan tekanan diatur sebesar 1/3 atm. Setelah dua atau tiga hari (sampai tetesan air terhenti), angkat dan timbang bahan untuk ditentukan kadar airnya. Penetapan kadar air pada keadaan kapasitas lapang dilakukan berdasarkan bobot tanah kering oven 1050C (gravimetrik) dengan menggunakan rumus: % Kadar air tanah =
× 100% ; dimana :
bobot air= bobot cawan berisi tanah lembab – bobot cawan berisi tanah kering1050C bobot tanah kering 1050C = bobot cawan berisi tanah kering 1050C – bobot cawan.
Analisis Data Penelitian ini dilaksanakan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial, yang terdiri dari dua faktor yaitu waktu pengomposan (K) dan dosis kompos (D). Waktu pengomposan terdiri dari tiga taraf, yaitu : K1:
30 hari
K2:
45 hari
K3:
60 hari Dosis pupuk kompos limbah baglog terdiri dari lima taraf, yaitu :
D1:
Pupuk kompos limbah baglog jamur dengan dosis 5 % dari volume total
D2:
Pupuk kompos limbah baglog jamur dengan dosis 10 % dari volume total
D3:
Pupuk kompos limbah baglog jamur dengan dosis 15 % dari volume total
D4:
Pupuk kompos limbah baglog jamur dengan dosis 20 % dari volume total
D5:
Pupuk kompos limbah baglog jamur dengan dosis 25 % dari volume total
22 Dengan kombinasi masing-masing taraf tersebut, diperoleh 15 kombinasi perlakuan, setiap kombinasi perlakuan diulang 3 kali, sehingga diperoleh 45 pot perlakuan dan 3 pot kontrol; sehingga jumlah seluruhnya 48 pot. Desain tata letak perlakuan dapat dilihat di Gambar Lampiran 1. Model linier untuk percobaan faktorial yang terdiri dari 2 faktor (faktor K dan faktor D) dengan menggunakan rancangan dasar RAL pada penelitian ini yaitu : Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk i= 1-5; j = 1-3; k= 1-3 Yijk
: pengamatan pada ulangan ke-k yang mendapat perlakuan faktor waktu pengomposan (K) taraf ke-i dan faktor dosis kompos (D) taraf ke-j
μ
: rataan umum
αi
: pengaruh faktor waktu pengomposan (K) taraf ke-i
βj
: pengaruh faktor dosis kompos (D) taraf ke-j
(αβ)ij : pengaruh interaksi faktor waktu pengomposan (K) taraf ke-i dan faktor dosis kompos (D) taraf ke-j εijk
: komponen galat oleh faktor waktu pengomposan (K) taraf ke-i dan faktor dosis kompos (D) taraf ke-j dan ulangan ke-k.
Keuntungan dari percobaan faktorial yaitu mampu mendeteksi respon dari taraf masing-masing faktor (pengaruh utama) serta interaksi antar dua faktor (Mattjik dan Sumertajaya, 2006). Analisis statistika yang diterapkan pada percobaan faktorial ini adalah analisis ragam (ANOVA). Anova mampu menguji interaksi tetapi tidak mampu menentukan pola genotip atau lingkungan untuk meningkatkan interaksi. Oleh karena itu, untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan perbedaan terbaik dilakukan uji jarak berganda Duncan. Statistik uji t-student dan ANOVA digunakan sebagai statistik uji untuk perbandingan dua atau lebih kelompok data. Perbedaan penggunaan statistik uji tstudent dan ANOVA adalah jumlah kelompok yang akan dibandingkan. Bila hanya ada dua kelompok data yang akan dibandingkan, maka digunakan uji t-student;
23 sebaliknya jika lebih dari dua kelompok sampel data maka digunakan analisis varians. Oleh karena itu, dalam membandingkan metode Alhricks dan metode pF 2,54 digunakan statistik uji t-student pada taraf 5%. Rumus yang digunakan yaitu: t-student =
dengan Sp =
Keterangan: x1, x2 = rata-rata pengamatan 1 dan 2 = ragam contoh 1 dan 2 n1, n2 = jumlah pengamatan 1 dan 2 Sp
= simpangan baku gabungan
Nilai berbeda nyata apabila thitung > ttabel dan tidak berbeda nyata apabila thitung< ttabel, ttabel diperoleh dari nilai sebaran t pada taraf 5% dan derajat bebas (n1+n2-2) (Walpole, 1990).