ANALISIS PENGENDALIAN MUTU GAUN PENGANTIN DI PT. KENLEE INDONESIA - BOGOR
Oleh MIA AMELIA H24102099
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
ABSTRAK Mia Amelia. H24102099. Analisis Pengendalian Mutu Gaun Pengantin Di PT. Kenlee Indonesia – Bogor. Di bawah bimbingan Muhammad Syamsun dan Hardiana Widyastuti. Pasar bebas atau globalisasi yang terjadi saat ini memberi dampak yang signifikan terhadap perubahan dunia industri termasuk pada industri pakaian jadi terutama pada produk gaun pengantin. Sekarang ini gaun pengantin sudah menjadi produk penting bagi seorang pengantin wanita. Sudah cukup banyak perusahaan di luar negeri yang bergerak dibidang ekpor-impor gaun pengantin ini, sehingga persainganpun tidak dapat dihindarkan, Salah satunya adalah dengan menghasilkan produk yang berkualitas. PT. Kenlee Indonesia sebuah perusahaan produsen gaun pengantin untuk tujuan ekspor dari Indonesia, juga perlu melakukan pengendalian mutu agar mutu produk dapat dipertahankan dan ditingkatkan sehingga dapat bersaing di pasar. Oleh karena itu, penelitian mengenai pengendalian mutu ini dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses produksi, masalahmasalah yang mempengaruhi mutu dan penerapan pengendalian mutu yang dilakukan oleh perusahaan pada proses produksi gaun pengantin. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari brainstorming, data perusahaan, dan pengalaman langsung di lapangan dan data sekunder diperoleh dari studi pustaka, internet, dan informasi dari berbagai instansi atau departemen terkait. Pengendalian mutu pada produk gaun pengantin ini dilakukan pada bahan baku, produk dalam proses, dan produk jadi. Pengendalian mutu pada bahan baku dilakukan pada saat bahan baku berada pada gudang bahan baku. Pada produk dalam proses pengendalian mutu dilakukan pada setiap tahap yang dilalui dan pengendalian mutu produk jadi dilakukan setelah produk selesai dikerjakan. Pada tahap akhir pemeriksaan ulang seluruh bagian gaun dilakukan untuk memastikan bahwa gaun secara keseluruhan sesuai dengan standar. Kelayakan bahan baku, barang dalam proses, dan produk jadi ditetukan oleh bagian Quality Control (QC). Hasil penelitian dengan analisis diagram sebab-akibat diketahui bahwa yang menyebabkan produk gaun pengantin masih ada yang tidak sesuai pada produk akhir dipengaruhi oleh faktor bahan baku, mesin dan peralatan, metode, tenaga kerja dan lingkungan. Hasil diagram pareto menjukkan bahwa masalah terbanyak muncul adalah jahitan sambung. Pada produk gaun pengantin keindahan adalah hal yang utama bila jahitan tidak bagus maka akan mengurangi keindahan produk. Oleh karena itu, masalah yang harus diprioritaskan perusahaan untuk diselesaikan adalah jahitan sambung yang berkerut. Hasil analisis peta kendali p menunjukkan bahwa ketidaksesuaian yang terjadi pada produk akhir dalam keadaan terkendali karena proporsi ketidaksesuaian 32 subgrup pengamatan tersebar random di atas garis UCL (Upper Control Limit) dan di atas garis LCL (Lower Control Limit). Tetapi ketidaksesuaian masih terjadi dan mengganggu penyelesaian target sehingga masih perlu upaya untuk memperkecil terjadinya ketidaksesuaian.
ANALISIS PENGENDALIAN MUTU GAUN PENGANTIN DI PT. KENLEE INDONESIA-BOGOR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh MIA AMELIA H24102099
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN
ANALISIS PENGENDALIAN MUTU GAUN PENGANTIN DI PT. KENLEE INDONESIA-BOGOR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh MIA AMELIA H24102099
Menyetujui, September 2006
Dr.Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc.
Hardiana Widyastuti, S.Hut, MM
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Dr.Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. Ketua Departemen
Tanggal Ujian: 02 September 2006
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Oktober 1983 di Pandai Sikek, sebuah desa di Padang Panjang, Sumatera Barat. Penulis adalah anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Masri dan Ibu Lisdar. Pada tahun 1990 penulis menyelesaikan pendidikan di TK ABA Muhammadiyah Pandai Sikek dan melanjutkan pendidikan di SDN Pandai Sikek selama 2 tahun, kemudian pindah dan melanjutkan pendidikan SDN Parung 03 Bogor hingga selesai pada tahun 1996. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Angkasa Bogor yang selesai pada tahun 1999. Tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikannya di SMU Negeri 06 Bogor dari jurusan IPA. Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa baru di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Tahun 2005 penulis tergabung dalam sebuah kelompok peserta lomba Program Kreatifitas MahasiswaPenelitian (PKM-P) yang diselenggarakan oleh DIKTI.
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya penelitian dan hasil penelitian berupa skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian berjudul Analisis Pengendalian Mutu Gaun Pengantin di PT. Kenlee Indonesia ini merupakan persyaratan kelulusan dari Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi. Dalam skripsi ini dibahas mengenai proses produksi dan pengendalian mutu yang dilakukan sebuah perusahaan garmen gaun pengantin. Hasil penelitian membahas dan menjelaskan mengenai bahan baku yang digunakan, proses produksi, dan upaya pengendalian mutu agar menghasilkan produk yang berkualitas. Selain itu juga dipaparkan hal-hal yang mempengaruhi terciptanya suatu produk yang berkualitas. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran bagi perusahaan mengenai pengendalian mutu telah dilakukan dan juga menjadi masukan bagi perusahaan untuk terus mengupayakan pengendalian agar
kualitas
produk
yang
dihasilkan
terus
meningkat
dan
dapat
mempertahankan kualitas yang sudah ada. Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih sebanyak-banyaknya dan kepada : 1.
Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc. dan Hardiana Widyastuti, S.Hut, MM. sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan bimbingan, pengarahan, saran dan motivasi.
2.
Ir. Arif Imam Suroso, M.Sc. sebagai dosen penguji yang telah menguji dan memberikan masukan-masukan.
3.
Bapak Mamin, Ibu Tini, Ibu Sopiah serta staf dan karyawan PT. Kenlee Indonesia Bogor yang telah memberikan waktu untuk wawancara, memberikan informasi serta data-data yang diperlukan dalam penyelesaian skripsi ini.
4.
Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Depertemen Manajamen, FEM IPB.
iv
5.
Amak dan Ayah yang menyayangi, memotivasi dan senantiasa mengirimkan do’a yang tulus.
6.
Etek dan Apak yang membesarkan, menyayangi, memberi kepercayaan yang begitu besar dan do’a yang senantiasa mengiringi.
7.
Uni Yessi tersayang yang pengertian, penuh perhatian dan selalu bekerja keras untukku dan adik-adikku. Uni Arnilawati dan adik-adikku (Era, Dina dan Hilma) yang selalu memberi dukungan dan semangat untuk terus maju.
8.
Tn. H. Mohammad Noor yang telah menjadi “nur” dalam hidupku, senantiasa menyayangi, mendengarkan keluh-kesahku dan memberikan motivasi untuk terus maju dan tidak mudah menyerah.
9.
Teman-teman “Anak Sapie” Mumut, Via, Uthie, Desi, Inne, Iwed, Meis, Ikoh, Ida dan Manal yang selalu menjadi tempatku berbagi keceriaan, canda tawa dan air mata.
10.
Teman-teman satu bimbingan skripsi: Kak Naswan, Asep, Novi, Acep, Budi, Joko, Wildan, dan Hafidz, semoga sukses dalam segala hal. Amien.
11.
Nana yang membantu QC, Aldise yang menjadi seksi sibuk, Mas Dedy, Pak Guru, Arya, Mas Eko, Kak Adit dan para penghuni lab komputer FEM lainnya yang baik hati dan selalu membuatku bahagia di Labkom.
12.
Kak Erick yang telah berbaik hati memfasilitasi penelitian ini.
13.
Teman-teman kosan “Pondok Dewi”: Mbak Yani, Urip, Wati, Nurul, Dwi, Erna, Rini, Yulia, Wida dan Icha yang menjadi bagian hidupku.
14.
Teman-teman Manajemen Angkatan 39 yang selalu kompak.
15.
Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Hasil dari skripsi merupakan bagian upaya keras penulis untuk dapat
menghasilkan suatu tulisan ilmiah. Mungkin masih terdapat kekurangankekurangan terdapat dalam skripsi ini, oleh karena itu saran dan kritik dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberi banyak ilmu manfaat kepada berbagai pihak. Bogor, September 2006
Penulis
v
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... iii KATA PENGANTAR...................................................................................... iv DAFTAR ISI..................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR........................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... x I. PENDAHULUAN......................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang .......................................................................... ........ 1 1.2. Perumusan Masalah ................................................................... ........ 4 1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................... ........ 5 II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 6 2.1. Konsep Mutu....................................................................................... 6 2.2. Pengendalian Mutu ............................................................................. 8 2.3. Gaun Pengantin ................................................................................. 11 2.4. Diagram Sebab-akibat....................................................................... 11 2.5. Diagram Pareto ................................................................................. 12 2.6. Peta Kendali ...................................................................................... 13 2.7. Penelitian Terdahulu ......................................................................... 15 III. METODOLOGI PENELITIAN............................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran.......................................................................... 3.2. Pengumpulan Data ........................................................................... 3.3. Metode Pengolahan Data ................................................................. 3.3.1. Diagram Sebab-kibat............................................................... 3.3.2. Diagrap Pereto......................................................................... 3.3.3. Peta Kendali ...........................................................................
16 16 16 18 18 18 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 4.1. Gambaran Umum Perusahaan........................................................... 4.1.1. Sejarah Perusahaan ................................................................ 4.1.2. Struktur Perusahaan ................................................................ 4.1.3. Produk Perusahaan ................................................................. 4.1.4. Tenaga Kerja .......................................................................... 4.1.5. Fasilitas Perusahaan ............................................................... 4.2. Bahan baku dan Pengemas ............................................................... 4.2.1. Bahan Baku ............................................................................ 4.2.2. Bahan Pendukung ............................................................ ...... 4.2.3. Pengemas ........................................................................ ...... 4.3. Proses Produksi .......................................................................... ...... 4.4. Pengendalian Mutu dalam Perusahaan ...................................... ......
22 22 22 23 24 25 26 26 26 26 29 29 32
vi
4.5. 4.6. 4.7.
4.4.1. Pengendalian Mutu Bahan Baku ..................................... ...... 4.4.2. Pengandalian Mutu Produk Dalam Proses....................... ...... 4.4.3. Pengandalian Mutu Produk Akhir.................................... ...... Analisis Diagram Sebab-akibat.................................................. ...... Analisis Diagram Pareto ........................................................... ...... Analisis Peta Kendali p .............................................................. ......
33 34 37 38 41 48
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 52 1. Kesimpulan .................................................................................................. 52 2. Saran ............................................................................................................. 53 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 54 LAMPIRAN...................................................................................................... 55
vii
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1. Nilai Ekspor Pakaian Jadi Indonesia.................................................... 1 2. Nama Beberapa Perusahaan Pengekspor Gaun Pengantin................... 2 3. Ketentuan bahan baku........................................................................... 33 4. Ketentuan bahan pendukung................................................................
34
5. Ketentuan Pengemas............................................................................
34
6. Ketentuan mutu pada produk dalam proses ........................................
35
7. Hasil pengolahan peta kendali p dengan pendekatan rata-rata ............. 49
viii
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. Proses kerja dan metode pengawasan .................................................. 10 2. Diagram sebab-akibat. ......................................................................... 12 3. Diagram pareto ..................................................................................... 13 4. Peta kendali p ....................................................................................... 13 5. Bagan kerangka pemikiran penelitian .................................................. 16 6. Struktur perusahaan .............................................................................. 23 7. Ball gown.............................................................................................. 24 8. Slim gown............................................................................................. . 24 9. Contoh beberapa bahan baku............................................................ ..... 27 10. Flow chart proses produksi ................................................................. 30 11. Diagram sebab-akibat ......................................................................... 38 12. Diagram pareto ketidaksesuaian .......................................................... 41 13. Diagram pareto analisis jahit sambung. ............................................... 42 14. Diagram pareto analisis kain................................................................. 43 15. Diagram pareto analisis jahit tepi.......................................................... 44 16. Diagram pareto analisis label . .............................................................. 45 17. Diagram pareto analisis seam................................................................ 46 18. Diagram pareto analisis potongan kain ................................................. 47 19. Peta kendali p ........................................................................................ 49
ix
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Hasil pengamatan jumlah ketidaksesuaian ........................................... 55 2. Jenis dan jumlah ketidaksesuaian .......................................................... 56 3. Perhitungan peta kendali p...................................................................... 57 4. Perhitungan nilai pendekatan rata-rata.................................................... 58 5. Ketentuan mutu produk akhir ................................................................ 59 6. Ketentuan mesin dan peralatan yang digunakan dalam produksi.. ........ 62
.
x
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pasar bebas atau globalisasi yang terjadi saat ini memberi dampak yang signifikan terhadap perubahan dunia industri. Pada era pasar bebas, perusahaan-perusahaan dari negara manapun dapat dengan mudah menjual produknya ke negara lain. Keadaan pasar seperti ini membuat persaingan untuk mendapatkan pangsa pasar menjadi sangat ketat, sehingga perusahaanperusahaan dalam industri perlu melakukan berbagai upaya untuk bersaing, beradaptasi, serta bertahan. Perusahaan juga harus lebih pandai mengelola semua unsur dalam perusahaan tersebut, karena dalam persaingan pasar bebas yang dapat menjadi pemenang adalah perusahaan yang mampu menyesuaikan diri dan dapat memenuhi keinginan konsumen. Sekarang ini konsumen cukup memperhatikan pentingnya kualitas produk yang dikonsumsinya. Penilaian terhadap mutu merupakan hal yang penting dalam memilih produk. Karena konsumen merupakan tujuan perusahaan bisnis maka perusahaan harus bisa memuaskan keinginan mereka. Salah satu cara untuk memenuhi keinginan konsumen adalah dengan memberikan produk-produk yang bermutu. Pentingnya mutu dapat berlaku dalam berbagai industri baik manufaktur maupun jasa. Industri pakaian jadi (garmen) salah satu bagian dari industri manufaktur yang cukup berkembang di Indonesia saat ini juga perlu memperhatikan akan pentingnya mutu produk. Terutama bagi yang ingin bersaing dalam pasar industri pakaian internasional. Pakaian yang bermutu dapat menjadi cara untuk dapat bersaing memenangkan pasar. Industri pakaian Indonesia saat ini dapat dikatakan cukup berkembang terutama pada bidang ekspornya. Data dari Departemen Perindustrian tahun 2006 menunjukkan bahwa sejak tahun 2001 hingga tahun 2005 ekspor pakaian Indonesia cukup besar setiap tahunnya, Namun nilai impor pakaian Indonesia sejak tahun 2001 hingga tahun 2005 cukup rendah seperti yang terlihat pada Tabel 1.
2
Tabel 1. Nilai ekspor pakaian jadi Indonesia Tahun Nilai Ekspor
Nilai Impor
(dalam juta $)
(dalam juta $)
2001
4.530,5
1.087,9
2002
3.945,0
878,1
2003
4.105,3
662,85
2004
4.454,2
738,78
2005
5.106,4
756,30
Sumber : Departemen Perindustrian, 2006 Dalam lampiran peraturan Menteri Perindustrian nomor 19/MDAG/PER/9/2005 mengenai Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) tahun 2005 gaun pengantin dapat dikategorikan sebagai pakaian jadi sebagaimana tertera pada post tarif nomor 61.08 bahwa yang termasuk pada kategori pakaian jadi diantaranya pakaian dalam kombinasi, petticoat, celana dalam, panty, gaun malam, gaun pengantin, piama, gaun rumah, pakaian mandi, dressing gown dan barang semacam itu, untuk wanita dan anak perempuan serta rajutan atau kaitan. Produk pakaian jadi merupakan produk yang dipengaruhi oleh perubahan waktu. Perubahan dan perkembangan zaman menyebabkan terjadinya perubahan mode dan trend produk pakaian, demikian juga dengan produk gaun pengantin perubahan waktu membawa gaun pengantin menjadi produk trend dan mode. Karena kebutuhan manusia akan mode dan trend membawa gaun pengantin menjadi produk yang penting sehingga persaingan antar produsen gaun pengantinpun terjadi. Sekarang ini pasar pakaian pengantin Indonesia masih dikuasai oleh pasar produk-produk impor. Pangsa pasar gaun pengantin Indonesia sebenarnya cukup besar. Namun para produsen gaun pengantin Indonesia belum bisa bersaing dengan produk-produk impor yang masuk. Produsen dan desainer lokal baru bisa berkompetisi dengan strategi bersaing menggunakan kiat dan keunikan tertentu serta memanfaatkan celah yang belum dirambah merek asing, misalnya dengan mengembangkan kebaya yang merupakan ciri khas Indonesia (Gunawan dalam Kompas, 2006).
3
Di pasar mancanegara sudah cukup banyak perusahaan pengekspor gaun pengantin yang telah memasuki pangsa pasar gaun pengantin Amerika, Eropa dan Asia. Beberapa negara nama perusahaan dan negara pengekspor gaun pengantin dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nama beberapa perusahaan pengekspor gaun pengantin Nama Perusahaan Negara asal Guangzhou Lvsi Trade Cina Co., Ltd.
Alleaya Prom & Bridal Dress Manufacture
Cina
Mountain Star Bridal & Prom Susan Blanche Madamiselle Fashion Ptv Ltd. Honeymoon Bridal Co.
Amerika Serikat Polandia Australia
G&I Ltd
Turki
Sowbread
Singapura
Union Fashion Dress Co., Ltd. Khcf Wedding / Evening Gowns Company Atelier Noblesse PT. Kenlee Indonesia
China
Turki
Hong Kong
Jerman Indonesia
Negara Tujuan Ekspor Taiwan , Hongkong, Korea, India, Eropa, Jerman, Amerika Serikat, Prancis, Inggis, Jepang, Kanada, Austria, Belgia, Brazil, Finlandia, Yunani, Belanda, Hongaria, Italia, Polandia, Portugal, Spanyol, dan Swedia Inggris, Eropa dan Amerika Serikat Eropa, Inggris, Jerman, Hong Kong, Australia, dll. Eropa Timur Amerika Serikat, Meksiko, Korea Selatan, Jepang, dan Prancis. Amerika Serikat, Eropa, Kanada, dan Selandia Baru Eropa, Timur Tengah, Amerika Serikat dan Inggris. Amerika Utara, Eropa, Timur Tengah dan Australia. Eropa, Amerika Utara, Australia, Afrika Selatan dll. Eropa, Amerika Serikat, Jerman, Prancis, dan Australia. Negara-negara Eropa Amerika Serikat, Inggris, Eropa, Spanyol, China, Meksiko, dan Chili
Sumber : www.alibaba.com, 2006. Gaun pengantin dapat dikatakan produk yang cukup unik, karena produk ini hanya dipakai pada hari pernikahan dan mungkin hanya dialami sekali dalam hidup oleh seorang wanita. Jadi, dapat dikatakan cakupan konsumen gaun pengantin cukup sempit, tetapi bagi PT. Kenlee Indonesia pangsa pasar gaun pengantin tetap menjanjikan karena sekarang ini banyak wanita yang ingin memiliki gaun pengantin sendiri untuk hari pernikahannya tanpa harus
4
menjahit sendiri atau menyewa di butik. Keadaan ini menjadi peluang pasar bagi PT. Kenlee Indonesia terlihat dari cukup besarnya angka penjualan setiap tahunnya. Pada 1994 penjulan mencapai US$ 7.829.708,75, 10.959.066,29 pada tahun 1995, US$ 11.218.100.20 pada tahun 1996 dan sekitar US$ 12.500.000,00 pada tahun 1997. Pada tahun 2005 PT. Kenlee Indonesia dapat menghasilkan sekitar 7.700 gaun pengantin setiap bulannya. PT. Kenlee Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri gaun pengantin bergaya Eropa yang berlokasi di Indonesia. Seluruh produk yang dihasilkan 100 persen diekspor dan tidak ada yang dijual di pasar lokal. Beberapa negara tujuan ekspor PT. Kenlee Indonesia diantaranya Amerika Serikat, Inggris, Eropa, Spanyol, China, Meksiko, dan Chili. Karena tujuan pemasaran produknya adalah untuk diekspor, maka perusahaan perlu mengelola produknya menjadi lebih berkualitas. Oleh sebab itu, PT. Kenlee Indonesia
harus
berupaya
meminimumkan
dan
menghilangkan
ketidaksesuaian pada gaun pengantin yang dihasilkannya. Seluruh hasil produksi PT. Kenlee Indonesia adalah untuk dijual ke luar negeri, karena itu produk harus memiliki kualitas yang dapat diterima oleh buyer (pembeli). Untuk mendapatkan produk yang berkualitas, perusahaan telah melakukan upaya pengendalian mutu, salah satunya dengan menempatkan bagian Quality Control (QC) di setiap tahap produksi. Tetapi, pada produk akhir masih ditemukan produk yang tidak sesuai standar yang diinginkan perusahaan sehingga diperlukan pengerjaan ulang yang memerlukan waktu dan biaya lebih dan menggangu penyelesaian target produksi. Selain itu, perusahaan masih mendapat beberapa keluhan dari buyer terhadap kualitas produk yang diterima. Karena masalah-masalah itu, penelitian mengenai pengendalian mutu yang dilakukan perusahaan dalam proses produksi perlu dilakukan. 1.2. Perumusan Masalah Melihat banyaknya perusahaan pesaing pengekspor gaun pengantin, maka PT. Kenlee Indonesia yang berproduksi untuk tujuan ekspor tentunya tidak akan mengabaikan mutu produk yang dihasilkannya. Pengendalian mutu perlu diperhatikan agar produk yang dihasilkan dapat diterima pasar
5
dan dapat bersaing. Proses produksi untuk menghasilkan produk dalam jumlah yang besar dan dengan proses produksi yang panjang tentunya menjadi kendala tersendiri dalam pengendalian mutu. Pada gaun pengantin yang telah selesai proses pengerjaan tetapi setelah melalui tahap QC pada tahap akhir masih ditemukan ketidaksesuaian hasil produk dengan standar ketentuan. Penyebab ketidaksesuaian tersebut dapat terjadi selama proses pengerjaan. Oleh karena itu, permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana proses produksi produk gaun pengantin di PT. Kenlee Indonesia? 2. Apakah masalah-masalah yang mempengaruhi mutu gaun pengantin di PT. Kenlee Indonesia? 3. Bagaimana penerapan pengendalian mutu yang dilakukan oleh perusahaan pada proses produksi gaun pengantin? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Menganalisis proses produksi produk gaun pengantin di PT. Kenlee Indonesia. 2. Menganalisis masalah-masalah yang mempengaruhi mutu gaun pengantin di PT. Kenlee Indonesia. 3. Menganalisis penerapan pengendalian mutu yang dilakukan oleh perusahaan pada proses produksi gaun pengantin.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Mutu Mutu merupakan sarana persaingan antar produk yang penting saat ini karena mutu dapat menentukan persepsi konsumen. Menurut Deming dalam Nasution (2004) kualitas adalah sesuatu yang sesuai dengan konteks, persepsi, kebutuhan serta kemauan konsumen atau pelanggan. Hill (2000) menyatakan bahwa kualitas adalah ukuran ketepatan suatu produk sehingga dapat memenuhi keinginan pelanggan. Kualitas suatu barang atau jasa adalah akibat dari dua kegiatan yang terpisah yaitu desain produk dengan sistem operasional pada perusahaan penghasil produk tersebut. Ibrahim (2000) mengemukakan bahwa mutu berdasarkan sifat produk dapat ditinjau dari dua sisi yang berbeda, yaitu dari sisi konsumen dan sisi produsen. Pada umumnya konsumen mendefinisikan mutu produk atau jasa menurut penilaian pribadi yang bersifat subjektif dan abstrak. Akibatnya penilaian antara satu konsumen dengan konsumen yang lain akan berbeda. Dari sisi produsen, pengertian mutu dilihat dari klasifikasi produk secara fisik maupun kimiawi yang telah ditentukan berdasarkan suatu standar mutu produk tertentu. Standar mutu ini ditetapkan oleh perusahaan sendiri melalui evaluasi panel dari konsumen atau oleh badan resmi yang ditunjuk oleh perusahaan. Standar mutu produksi ini meliputi standar warna, bentuk, kandungan bahan baku, cita rasa dan lainnya. Kualitas adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan. Standar kualitas meliputi bahan baku, proses produksi dan produk jadi (Crosby dalam Nasution, 2004). Mutu diputuskan oleh konsumen berdasarkan pengalaman aktual terhadap produk dan diukur berdasarkan persyaratan konsumen. Kesesuaian produk dengan syarat yang diinginkan ini dapat dinyatakan sebagai mutu produk atau kualitas seperti yang dinyatakan oleh Juran dalam Nasution
7
(2004) bahwa kualitas produk adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Produk dapat dikatakan memiliki kecocokan penggunaan bila mempunyai daya tahan penggunaan yang lama, dapat meningkatkan citra atau status konsumen yang memakainya, tidak mudah rusak, adanya jaminan kualitas (quality assurance) dan sesuai etika bila digunakan. Montgomery (1990) juga berpendapat bahwa kualitas adalah kecocokan penggunaan. Ada dua segi umum tentang kualitas, yaitu kualitas rancangan dan kualitas kecocokan. Kualitas rancangan merupakan adanya variasi dalam produk karena disengaja. Kualitas kecocokan menunjukkan keadaan produk sesuai dengan spesifikasi dan kelonggaran yang disyaratkan oleh rancangan produk. Kualitas kecocokan dipengaruhi banyak faktor, diantaranya pemilihan proses pembuatan, latihan dan pengawasan tenaga kerja, jenis sistem jaminan kualitas, pelaksanaan prosedur jaminan kualitas dan motivasi kerja untuk mencapai kualitas. Faktor-faktor
mendasar
yang
mempengaruhi
mutu
menurut
Feigenbaum (1992) adalah 9M berikut: 1.
Market (Pasar)
2.
Money (Uang)
3.
Management (Manajemen)
4.
Men (Manusia)
5.
Motivation (Motivasi)
6.
Materials (Bahan)
7.
Machine and Mechanization (Mesin dan Mekanisasi)
8.
Modern Information Methode (Metode Informasi Modern)
9.
Mounting Product Requeirement (Persyaratan Proses Produksi) Produk yang andal harus memberikan kepuasan dan nilai manfaat yang
besar bagi konsumen melalui berbagai cara. Oleh karena itu, produk harus memiliki ukuran yang mudah dihitung (kualitatif). Secara umum terdapat enam dimensi mutu menurut Prawirosentono (2004), yaitu: 1.
Kinerja (performance).
2.
Keistimewaan (types of features).
8
3.
Kepercayaan dan waktu (reliability and durability).
4.
Mudah dirawat dan diperbaiki ( maintainablility and serveceability).
5.
Sifat khas (sensory characteristic).
6.
Penampilan dan citra etis.
2.2. Pengendalian Mutu Pengendalian berasal dari kata dasar kendali, menurut Feigenbaum (1992) kendali dalam istilah industri adalah suatu proses untuk mendelegasikan tanggung jawab dan wewenang untuk kegiatan manajemen serta tetap menggunakan cara-cara untuk menjamin hasil yang memuaskan. Untuk mencapai kendali mutu pada umumnya dapat dilakukan empat langkah berikut: 1.
Menetapkan standar mutu
2.
Menilai kesesuaian
3.
Bertindak bila perlu
4.
Merencanakan perbaikan Prawirosentono (2004) mendefinisikan pengendalian mutu adalah
kegiatan terpadu mulai dari pengendalian standar mutu bahan, standar proses produksi, barang setengah jadi, barang jadi, sampai standar pengiriman produk akhir ke konsumen, agar barang (jasa) yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang direncanakan. Secara garis besarnya, pengendalian mutu dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1.
Pengendalian mutu bahan baku. Mutu bahan akan mempengaruhi hasil akhir dari barang yang dibuat. Kelainan mutu bahan baku dapat mengakibatkan produk yang dihasilkan berada di luar standar yang direncanakan.
2.
Pengendalian dalam proses pengolahan (work in process). Tiap tahap proses produksi diawasi sehingga kesalahan-kesalahan yang terjadi pada saat proses dapat segera ditentukan langkah perbaikan.
3.
Pengendalian mutu produk akhir. Produk akhir harus diawasi mutunya sejak keluar dari proses pengolahan hingga tahap pembungkusan, penggudangan,
dan
pengiriman
kepada
konsumen.
Dalam
memasarkan produk, perusahaan harus berusaha menampilkan produk
9
yang bermutu. Hal ini dapat dicapai dengan melakukan pengecekan terhadap mutu produk akhir agar produk rusak tidak sampai ke konsumen. Suwatno dan Rasto (2003) menjelaskan bahwa fungsi pengawasan terhadap produksi merupakan kegiatan yang menentukan pelaksanaan agar tetap sesuai dengan rencana produksi. Pada hakekatnya tugas pengendalian produksi adalah merintis dan mengawasi aliran pekerjaan dalam pabrik dengan cara sistematis dari satu bagian ke bagian lain tanpa terdapat kemacetan maupun keterlambatan. Tujuan pokok dari pengendalian mutu menurut Prawirosentono (2004) adalah untuk mengetahui pelaksanaan proses dan hasil produk (jasa) yang dibuat
sesuai
dengan
standar
yang
ditetapkan
perusahaan.
Pada
pengendalian mutu semua kondisi barang diperiksa berdasarkan standar yang ditetapkan, bila terdapat penyimpangan dari standar dicatat untuk dianalisis, dan hasil analisis tersebut digunakan untuk perbaikan sistem kerja, sehingga produk yang bersangkutan sesuai dengan standar yang ditentukan. Pengawasan mutu dan kegiatan produksi harus dilaksanakan secara
terus–menerus
untuk
mengetahui
kemungkinan
terjadinya
penyimpangan dari rencana standar agar dapat segera diperbaiki. Pengendalian kualitas secara statistik pertama kali dikenalkan oleh seorang peneliti Bell Telephone Laboratories yang bernama W.A Shewhart. Ia menyatakan bahwa variabilitas merupakan suatu kenyataan dalam industri dan hal tersebut dapat dipahami dengan prinsip probabilitas dan statistik. Kontribusi utamanya adalah bagan pengendalian proses untuk merencanakan nilai produksi guna menentukan apakah nilai tersebut masuk dalam rentang yang dikehendaki. Nasution (2004) mendefinisikan proses sebagai integrasi sekuensial (berurutan) dari orang, material, metode, dan mesin atau peralatan, dalam suatu lingkungan guna menghasilkan nilai tambah output untuk pelanggan. Suatu proses mengkonversi input terukur ke dalam output terukur melalui sejumlah langkah sekuensial yang terorganisasi.
10
Prawirosentono (2004) menerangkan bahwa terdapat kaitan antara mutu dengan proses produksi. Suatu produk dibuat melalui proses pengolahan dari bahan baku menjadi barang setengah jadi dan barang jadi berdasarkan mutu yang diciptakan. Secara umum pengertian produksi adalah suatu proses barang atau jasa diciptakan. Proses produksi terjadi karena ada keterkaitan antara berbagai faktor produksi seperti input (berupa bahan baku, tenaga kerja, mesin dan sebagainya) untuk menciptakan barang atau jasa yang mempunyai nilai tambah dan nilai guna yang lebih tinggi yang diperlukan konsumen. Proses Kerja:
Metode Pengawasan:
Input
Tugas Nilai Tambah
Proses Pengawasan
Hasil (output)
Konsumen
Inspeksi
Gambar 1. Proses Kerja dan Metode Pengawasan (Prawirosentono, 2004) Produksi adalah pengubahan bahan dari sumber-sumber menjadi hasil yang diinginkan oleh konsumen, dapat berupa barang atau jasa. Kegiatan produksi adalah mengubah dan mengelola berbagai sumber menjadi barang dan jasa untuk dijual. Pengendalian produksi (production control) merupakan serangkaian prosedur yang bertujuan mengkoordinir semua elemen proses produktif (pekerja, mesin, peralatan, dan material) ke dalam satu aliran yang akan memberikan hasil dengan gangguan minimum, biaya terendah, dan kemungkinan waktu tercepat (Swastha dan Sukotjo, 2000). Proses produksi atau operasional jasa akan tercapai dengan lebih efisien bila hubungan antara kegiatan dan prosesnya dikelola sebagai suatu sistem terpadu. Proses tersebut mengubah nilai-nilai yang masuk pada organisasi atau perusahaan. Sistem kualitas dirancang untuk pengendalian dan perbaikan nilai, yang secara sederhana meliputi semua pekerjaan atau kegiatan pada organisasi atau perusahaan yang terdiri dari berbagai proses. Kegiatan-kegiatan dalam proses pada organisasi atau perusahaan tersebut seringkali berinteraksi satu dengan yang lain dan hasil yang dicapai
11
organisasi atau perusahaan tersebut merupakan hasil suatu proses produksi atau operasional jasa (Ariani, 2002). 2.3. Gaun Pengantin Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata gaun berarti pakaian wanita dengan model Eropa yang dipakai pada waktu tertentu (ke pesta, dsb). Gaun pengantin (gown bridal) adalah suatu gaun yang dikenakan oleh pengantin perempuan pada perkawinannya selama acara pesta perkawinan. Warna dan gaya merupakan hal yang penting dalam gaun pengantin tergantung pada kultur budaya dan agama dari pengantin yang melangsungkan pernikahan. Dalam tradisi modern atau budaya Eropa (western culture) warna gaun pernikahan umumnya adalah putih karena dianggap sebagai lambang kemurnian hati dan keadaan tak bersalah masa kanak-kanak. Dalam hal ini yang dapat dikategorikan 'putih' atau 'perkawinan putih' meliputi warna yang mendekati putih seperti krem, putih kebiruan dan putih gading (Wikipedia, 2006). Berdasarkan dua definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa gaun pengantin pada penelitian ini adalah pakaian yang bermodel Eropa yang dikenakan oleh pengantin wanita pada acara pernikahannya. 2.4. Diagram Pareto (Pereto diagram) Menurut Gaspersz (1997) diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh grafik yang paling awal tinggi dan diletakkan di sisi paling kiri, masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang terakhir yang terendah serta ditempatkan di sisi paling kanan.
Dengan menurutkan masalah tersebut dapat dilihat
masalah yang paling banyak terjadi dan dapat ditentukan masalah yang harus diutamakan unruk diselesaikan. Diagram pareto dapat digambarkan berdasarkan urutan menurut frekuensi biaya, waktu terjadi, jumlah kejadian dan sebagainya, dan untuk penentuan prioritas penangananya bergantung pada kebutuhan spesifik sehingga dengan demikian penentuan prioritas tidak hanya berdasarkan frekuensi terbesar (Nasution, 2004).
12
100 80
frekuensi
60 40 20 10 0 Masalah 1
Masalah 2
Masalah 3
Masalah 4
Masalah 5
Gambar 3. Diagram Pareto (Nasution, 2004) 2.5. Diagram Sebab-akibat (Cause and Effect Diagram) Diagram sebab-akibat (cause and effect diagram) merupakan suatu pendekatan terstruktur yang memungkinkan dilakukan suatu analisis lebih terperinci dalam menemukan penyebab suatu masalah, ketidaksesuaian, dan kesenjangan yang ada (Nasution, 2004). Diagram sebab-akibat juga sering disebut dengan diagram tulang ikan (fishbone) karena bentuknya yang seperti tulang ikan. Diagram ini dikenalkan oleh seorang profesor dari Jepang yang bernama Profesor Kaoru Ishikawa sehingga diagram ini juga disebut dengan Diagram Ishikawa. Diagram sebab-akibat ini dapat digunakan pada situasi : 1.
Terdapat pertemuan diskusi dengan menggunakan brainstorming untuk mengidentifikasi mengapa masalah terjadi
2.
Diperlukan analisis lebih rinci terhadap suatu masalah
3.
Terdapat kesulitan untuk memisahkan penyebab dari akibat Penyebab Utama
Penyebab Utama
Penyebab Utama
Penyebab Sekunder
Akibat Penyebab Sekunder
Penyebab Utama
Penyebab Sekunder
Penyebab Utama
Penyebab Utama
Gambar 2. Diagram Sebab-akibat (Gaspersz, 2001)
13
Diagram sebab-akibat adalah diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram sebab-akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik mutu (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Diagram sebab-akibat dapat digunakan untuk mengidentifikasi akar penyebab suatu masalah, membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah dan untuk membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut (Gaspersz, 2001). 2.6. Peta Kendali (Control chart) Prawirosentono (2004) menyatakan bahwa peta kendali adalah peta yang dijadikan pedoman dalam pengendalian mutu. Peta kendali digunakan untuk mengetahui kelayakan sampel hasil observasi termasuk daerah yang diterima (accepted area) atau daerah yang ditolak (reject area). Peta kendali juga disebut dengan Diagram Shewhart sesuai dengan nama orang yang memperkenalkannya yaitu Dr. Shewhart. Batas pengendali atas
Karakteristik kualitas
UCL
Garis tengah
Batas pengendali bawah LCL
Nomor Contoh atau Waktu
Gambar 4. Peta Kendali (Montgomery, 1990) Menurut Rampersad dalam Fazriyah (2005) peta kendali atau control chart merupakan grafik yang menampilkan data sepanjang waktu tertentu dan variasi data yang terjadi. Alat ini digunakan untuk menentukan perbedaan antara variasi yang terjadi dalam proses sebagai hasil dari penyebab yang direkayasa dan berbagai kemungkinan yang akan terjadi.
14
Control chart akan mengindikasikan kemungkinan yang akan pada suatu proses. Control chart dapat dibagi menjadi dua kategori: 1.
Control chart variabel, digunakan untuk data-data yang dapat diukur seperti waktu, panjang, temperatur, berat, tekanan dan lain-lain.
2.
Control chart atribut/karakteristik, digunakan untuk data-data yang sulit diukur seperti jumlah cacat, warna, ketidaksesuaian dan lain-lain. Dalam peta kendali terdapat garis tengah (central limit) yang
menunjukkan nilai baku yang menjadi dasar perhitungan terjadinya penyimpangan hasil-hasil pengamatan untuk tiap sampel. Upper Control Limit adalah garis yang menunjukkan penyimpangan paling tinggi dari nilai baku dan Lower Control Limit (LCL) adalah batas penyimpangan yang paling rendah. 2.7. Penelitian Terdahulu Taufan (2004) melakukan penelitian berjudul Analisis Pengendalian Mutu dan Kemampuan Proses Pada Produksi Teh Celup Sari Wangi ini memiliki tujuan untuk mengetahui pelaksanaan manajemen pengendalian mutu pada perusahaan, mengetahui proses produksi teh celup untuk mewujudkan produk bermutu, dan menganalisis hasil pengukuran yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi mutu produk dengan pengendalian
statistikal.
Hasil
penelitian
tersebut
menggambarkan
pengendalian mutu yang dilakukan PT. Sariwangi A.E.A dalam memproduksi teh celup sudah cukup baik dalam pengendalian bahan baku, proses produksi hingga produk jadi. Secara umum yang mempengaruhi mutu pada proses produksi berdasarkan diagram sebab-akibat adalah bahan baku, mesin dan sumberdaya karyawan (operator mesin dan packer). Dengan diagram pareto diperoleh bahwa dari tiga jenis mesin yang dimiliki perusahaan memiliki jenis kesalahan yang sama dan sering terjadi terjadi yaitu tidak adanya label pada produk. Peta kendali memberi informasi bahwa proses untuk memperoleh kadar air yang sesuai dengan standar belum stabil. Hal ini terlihat dari adanya sampel yang melewati titik batas kendali yang sudah ditentukan.
15
Penelitian Fazriyah (2005) yang berjudul Pengendalian Mutu Pada Proses Produksi Permen Chocfuls di PT. Cadbury Indonesia–Jakarta juga bertujuan untuk mempelajari pengendalian mutu yang perusahaan dan faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pengendalian produksi. Hasil skripsi tersebut menggambarkan bahwa pengendalian mutu dalam proses produksi yang dilakukan oleh PT. Cadbury Indonesia masih mengalami penyimpangan. Namun, penyimpangan yang terjadi tidak terlalu besar dan fatal. Histogram yang digunakan sebagai alat pengukur pengendalian mutu memberi gambaran bahwa sebagian besar produk permen yang diproduksi berada pada wilayah spesifikasi standar. Grafik kendali yang digunakan memberikan gambaran ketidaknormalan pada proses. Ketidaknormalan ini ditunjukkan oleh adanya beberapa titik di luar batas kendali. Perbaikan sudah diupayakan namun belum tepat sasaran, sehingga ketidaknormalan masih terjadi. Penyebab terjadinya ketidaknormalan tersebut dipengaruhi oleh alat pencetak, suhu adonan, dan faktor manusia (inspector) dalam pengambilan contoh. Tamarinda (2005) melakukan penelitian berjudul Manajemen Pengendalian Mutu dan Optinalisasi Persediaan Sayur dan buah segar di Supermarket Matahari Mal Depok. Tujuan dari penelitian tersebut adalah mengidentifikasi proses pengadaan, pengendalian mutu produk persediaan, memperkirakan
jumlah
kerusakan
dan
menganalisis
optimalisasi
pengendalian persediaan produk sayuran dan buah segar. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa pengolahan persediaan sayur dan buah segar ditempat tersebut telah berjalan dengan baik. Kapabilitas beberapa produk sayur dan buah masih memerlukan peninjauan kembali dan kapabilitas wortel impor perlu dipertahankan. Terdapat hubungan positif antara pengendalian mutu dengan persediaan yaitu semakin besar persediaan semakin besar jumlah kerusakan sehingga proporsi kerusakan juga meningkat. Model pengendalian mutu persediaan memberi hasil jumlah dan waktu persediaan optimal dengan total biaya yang minimum.
16
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Persaingan usaha pakaian jadi di pasar global
PT. Kenlee Indonesia
Visi Misi Perusahaan
Proses Produksi
Pengendalian Mutu Produk
Analisis masalahmasalah pengendalian mutu
Identifikasi proses produksi
Analisis pengendalian mutu
Hasil analisis
Saran
: lingkup penelitian Gambar 5. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian Penelitian mengenai kualitas gaun pengantin ini dilakukan pada sebuah perusahaan garmen gaun pengatin yaitu PT. Kenlee Indonesia yang berlokasi di Jl. Raya Parung, km. 20 RT 002/RW 01 Desa Pemagarsari Kec. Parung-Bogor. Persaingan pasar ekspor-impor yang terjadi di pasar dunia membuat perusahaan perlu berfikir mengenai cara yang tapat untuk bersaing. Salah satunya adalah dengan membuat produk yang bermutu. Demikian juga dengan PT. Kenlee Indonesia yang memproduksi gaun
17
pengantin untuk tujuan ekspor tentunya kualitas produk merupakan salah satu alat untuk dapat bersaing. Pengendalian mutu yang dilakukan PT. Kenlee Indonesia merupakan bagian dari visi dan misi perusahan. Visi perusahaan yaitu ingin memenuhi kebutuhan pasar internasional dengan produk yang berkualias dan bersaing. Produk bermutu dapat dicapai dengan melakukan pengendalian mutu dalam proses produksi. Pada penelitian ini dilihat dari pengendalian mutu yang dilakukan perusahaan pada proses produksi dengan ruang lingkup proses produksi tersebut adalah penanganan bahan baku, pengolahan produk, dan produk hasil (produk jadi). Dengan dilakukannya pengendalian ini diharapkan dapat menghasilkan produk gaun pengantin yang berkualitas dan mampu bersaing dalam persaingan pasar global. Hasil dari penelitian yang dilakukan selama tiga bulan (Maret-Mei 2006) ini berupa saran bagi perusahaan. Selanjutnya tergantung kepada kebijakan perusahaan. 3.2. Pengumpulan Data Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dapat diperoleh dengan brainstorming, data perusahaan, dan pengalaman langsung di lapangan. Brainstorming diperoleh dengan melakukan wawancara pada manajer produksi, seorang supervisor Quality Control (supervisor QC) dan karyawan QC karena mereka merupakan pihak-pihak yang paling mengerti mengenai proses produksi dan pengendalian mutu pada perusahaan. Data perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya profil perusahaan, data laporan produksi tahunan, bulanan dan harian serta data laporan QC. Pengambilan data primer dilakukan pada produk gaun pengantin yang telah sampai pada bagian QC finishing, karena pada bagian ini dilakukan pemeriksaan ulang untuk semua bagian gaun yang telah dikerjakan pada tahap-tahap sebelumnya. Data pengamatan diambil dari QC bulan Januari dan Februari, karena untuk data periode produksi dan data keadaan mutu terbaru dapat dilihat dari kedua bulan tersebut. Dari data dua bulan tersebut diperoleh 32 subgrup pengamatan dan telah cukup mewakili keadaan terkini dari kendali mutu perusahaan.
18
Walau pada setiap tahap QC telah dilakukan pada setiap tahap, tetapi pada tahap akhir dilakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa benarbenar telah memenuhi standar. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi pustaka, internet, dan informasi dari berbagai instansi atau departemen terkait. 3.3. Metode Pengolahan Data Pengolahan data penelitian dilakukan dengan menggunakan alat analisis data berupa diagram sebab-akibat, diagram pareto, dan peta kendali. 3.3.1. Diagram Sebab-akibat Diagram
sebab-akibat
digunakan
untuk
menunjukkan
hubungan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik mutu (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Berikut langkah-langkah membuat diagram sebab-akibat: 1.
Tentukan karakteristik mutu yang akan diperbaiki dan dikendalikan. Identifikasi penyebab adanya karakteristik yang dimaksud.
2.
Tulis karakteristik mutu pada sisi kanan. Gambarkan panah besar dari sisi kiri ke sisi kanan.
3.
Tulis faktor penyebab utama yang mungkin menyebabkan mengarahkan panah cabang ke panah utama. Disarankan untuk mengelompokkan faktor-faktor penyebab yang mempunyai kemungkinan besar.
4.
Setiap masalah penyebab cabang diberikan faktor rinci yang dianggap sebagai penyebab yang akan menyerupai ranting.
5.
Periksa semua penyebab untuk memastikan agar semua hal yang mungkin menjadi penyebab telah masuk ke dalam diagram. Pada penelitian ini diagram sebab-akibat digunakan untuk
menganalisis masalah-masalah yang mempengaruhi mutu produk gaun pengantin selama proses produksi produk berlangsung. Dengan diketahuinya faktor-faktor penyebab ini dapat diketahui tindakan yang harus dilakukan agar mutu produk terkendali.
19
3.3.2. Diagram Pareto Diagram pareto dibuat membentuk diagram batang dengan balok-balok. Setiap balok tersebut menggambarkan satu masalah dan sumbu vertikal menunjukkan besar kecilnya suatu masalah dalam bentuk persentase. Semakin tinggi balok pada diagram pareto maka semakin diprioritaskan masalah tersebut untuk lebih dahulu diselesaikan. Balok tertinggi menunjukkan masalah yang pertama harus dipecahkan untuk menghilangkan kerusakan dan perbaikan. Dalam penelitian ini diagram pareto digunakan untuk mengidentifikasi proses produksi sehingga dapat diketahui kategori kecacatan produk yang terjadi selama proses produksi, sehingga dapat
ditentukan
masalah
yang
akan
diprioritaskan
untuk
diselesaikan. Kategori kecacatan produk yang terjadi disusun menurut banyaknya kejadian yang ditemukan oleh bagian QC dan dari data tersebut diolah menjadi diagram Pareto menggunakan proram SQCpack 5.0. Langkah-langkah membuat diagram pareto adalah menurut Nasution (2004) adalah: 1.
Tentukan persoalan yang hendak diselidiki dan tentukan macam data serta jenis data
2.
Tetapkan periode waktu pengambilan data.
3.
Gambarkan garis horizontal dan vertikal pada kertas grafik dan membatasi sumbu vertikal dengan unit yang tepat.
4.
Jumlahkan setiap data untuk periode yang telah ditetapkan dan urutkan berdasarkan jumlah terbanyak.
5.
Gambarkan balok berdasarkan besar data.
3.3.3. Peta Kendali Peta
kendali
digunakan
untuk
membatasi
toleransi
penyimpangan (variasi) yang masih dapat diterima, baik karena akibat tenaga kerja, mesin, dan sebagainya. Untuk menilai peta kendali dengan data yang sulit diukur atau diskrit dapat digunakan peta kendali prioritas (peta kendali p). Peta kendali digunakan untuk
20
mengetahui mengenai penerapan pengendalian mutu yang dilakukan oleh perusahaan telah sesuai dengan standar yang ditentukan perusahaan. Pengolahan data untuk memperoleh peta kendali pada penelitian ini menggunakan bantuan program SQCpack 5.0. Penghitungan dapat menggunakan bantuan program Microsoft Excel menggunakan
rumus-rumus
yang
biasa
digunakan
dalam
perhitungan peta kendali berikut: 1.
Proporsi p=
2.
jumlah ketidaksesuaian .......................................... (1) jumlah barang observasi
Central limit (CL) CL = P =
3.
Total jumlah observasi ...................... (2) Total jumlah ketidaksesuiaan
Batas kendali atas (Upper Control Limit = UCL) UCL = P + 3
4.
P (1 − P ) ................................................ (3) n
Batas kendali bawah ( Lower Control Limit = LCL) LCL = P − 3
P (1 − P ) ................................................. (4) n
Keterangan : p
: proporsi produk yang tidak sesuai (non conformance quality)
n
: jumlah barang yang diobservasi
P
: garis tengah Penggunaan interpretasi untuk membaca peta kendali yang
dihasilkan dari pengolahan data guna mengetahui terkendali atau tidak suatu proses menurut Montghomery (1990) adalah sebagai berikut: 1.
Semua subgrup diurutkan berdasarkan waktu, sehingga memudahkan untuk melihat perubahan titik-titik yang dihasilkan setiap subgrup dari waktu yang berurutan.
21
2.
Peta kendali memuat garis tengah yang nilainya merupakan nilai rata-rata karakteristik kualitas yang berkaitan dengan keadaan terkontrol.
Batas-batas pengendali ini dipilih
sedemikian rupa sehingga bila proses terkendali, hampir semua titik subgrup pengamatan akan jatuh diantara garis UCL dan LCL. 3.
Terdapat satu titik terletak di luar batas pengendali diinterpretesikan sebagai fakta bahwa proses tak terkendali dan diperlukan tindakan penyelidikan dan perbaikan untuk menghilangkan masalah yang diduga sebagai penyebabnya.
4.
Meskipun titik setiap subgrup dalam batas kendali (seperti keadaan no. 2), apabila titik–titik tersebut tersebar sistematik atau tak random, maka hal tersebut menunjukkan proses yang tidak terkendali.
5.
Apabila 18 dari 20 titik terakhir terletak di atas garis tengah tetapi di bawah batas kendali atas dan hanya dua titik dari 20 titik tadi yang terletak di bawah garis tengah tetapi diatas batas kendali bawah, maka harus diperiksa mungkin ada sesuatu yang menyebabkan hal tersebut.
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah Perusahaan
Perkembangan zaman membuat gaun pengantin menjadi produk konsumsi yang penting sehingga dapat menjadi peluang bisnis. Perusahaan yang berpengalaman di bidang garmen gaun pengantin, Mori Lee Associates dari Amerika Serikat dan perusahaan Keunwha Corporation dari Korea melihat peluang pasar yang masih terbuka luas, sehingga kedua perusahaan tertarik untuk mengembangkan perusahaan garmen gaun pengantin di Asia dan Indonesia dipilih sebagai tempat berinvestasi. Kedua perusahaan tersebut membuka perusahaan gabungan bernama PT. Kenlee Indonesia yang didirikan pada tanggal 25 September 1991. Kerja sama dua perusahaan besar ini memadukan keunggulan yang dimiliki kedua perusahaan yaitu Mori Lee Associates sebagai perusahaan gaun pengantin terkenal dan memiliki pangsa pasar dan Keunwha Corporation merupakan sebuah perusahaan menguasai teknik pembuatan produk gaun pengantin (product knowledge) yang sangat diperlukan dalam membuat gaun pengantin. Pada perusahaan gabungan tersebut Mori Lee Associates memiliki bagian modal sebesar 56,8 persen dan Keunwha Corporation memiliki 43,2 persen. Indonesia dipilih sebagai tempat berinvestasi karena Indonesia memiliki jumlah sumberdaya manusia yang besar sehingga ketersediaan tenaga kerja tidak akan menjadi masalah dalam menjalankan usaha. Indonesia sebagai negara tropis memiliki udara yang sejuk dan bersih yang diperlukan untuk menjaga kebersihan gaun pengantin dari debu, karena sebagian besar gaun pengantin yang diproduksi cenderung berwarna putih dan tidak boleh dicuci. Alasan tersebut juga yang mendasari untuk memilih lokasi mendirikan pabrik di Parung dan Parung Kuda.
23
Perusahaan milik asing ini berkantor pusat di Panin Bank Building lantai 6, Jalan Jendral Sudirman, Senayan-Jakarta Pusat dan memiliki dua pabrik yang beralamat di Jl. Raya Parung, km. 20 RT 002/RW 01 Desa Pemagarsari Kec. Parung-Bogor dan Jl. Raya Parung Kuda km. 29 Sukabumi. 4.1.2. Struktur Perusahaan Presiden Direktur
Wakil presiden direktur
Manajer Keuangan
Manajer Personalia
Manajer Produksi
Product Planing Control (PPC)
Manajer Eksporimpor
Manajer Gudang Material
Kepala Gudang Ekspor
Kepala Gudang Bahan baku
Supevisor Quality Control (QC)
Karyawan QC
Gambar 6. Struktur perusahaan (PT. Kenlee Indonesia, 2006) Pada Gambar 6 dapat dilihat struktur perusahaan PT. Kenlee Indonesia dikepalai oleh seorang Presiden Direktur. Jabatan di bawah presiden direktur adalah wakil presiden direktur yang membawahi lima jabatan manajer yaitu manajer yaitu manajer keuangan, manajer personalia, manajer produksi, manajer eksporimpor, dan menajer gudang material. Quality Control (QC) adalah bagian yang tidak dikepalai oleh manajer tetapi oleh seorang kepala supervisor. Bagian QC berdiri sendiri, tidak berhubungan dengan para manajer tetapi berhubungan langsung dengan presiden direktur. Manajer Produksi membawahi kepala bidang Product Planing Control (PPC), Manajer Ekspor-impor membawahi Kepala Gudang Ekspor dan Manajer Gudang material membawahi Kepala Gudang Bahan Baku.
24
4.1.3. Produk Perusahaan
PT. Kenlee Indonesia dapat menghasilkan sekitar 400 gaun pengantin setiap harinya dan periode produksi dilakukan oleh perusahaan berdasarkan pesanan dari buyer. Gaun pengantin yang diproduksi merupakan gaun bergaya Eropa dengan model ball gown (gaun yang mengembang) dan slim gown (gaun yang tipis) dengan berbagai ukuran (S, M, L, XL). Contoh produk dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.
Gambar 8. Ball gown
Gambar 9. Slim gown
25
Seluruh hasil produksi PT. Kenlee Indonesia diekspor ke luar negeri dan tidak dipasarkan di pasar lokal. Negara tujuan ekspor diantaranya Amerika Serikat, Kanada, Brazil, Perancis, Meksiko, dan beberapa negara lainnya dengan label buatan Indonesia (made in Indonesia) dan merek dagang yang digunakan adalah merek dari perusahaan buyer. Perusahaan buyer yang dimaksud adalah perusahaan yang membeli dengan skala besar untuk dijual kembali kepada konsumen eceran. Beberapa merek dagang perusahaan buyer tersebuat diantaranya Mori Lee, Angelina Faccenda, Ronald Joice, Victoria Jane, Marshall Field, dan Betsy & Babs. 4.1.4. Tenaga kerja
Pabrik yang berlokasi di Parung-Bogor mempekerjaan sekitar 600 tenaga kerja lokal (di luar pekerja subcontactor). Terdapat delapan orang staf berkewarganegaraan Korea dan 40 orang staf orang Indonesia. Dari 600 orang pekerja 24 orang
diantaranya
bekerja sebagai Quality Control yang bekerja untuk mengawasi dan inspeksi pada proses produksi. Karyawan bekerja selama 6 hari kerja (Senin-Sabtu). Hari Senin-Jumat jam kerja mulai pukul 08.00-16.00 wib diselingi istirahat pukul 12.00-13.00 wib, di atas pukul 16.00 dihitung sebagai jam kerja lembur. Hari Sabtu jam kerja pukul 08.00-12.00 wib dan karyawan yang bekerja di atas pukul 13.00 dihitung sebagai kerja lembur. Pekerja subcontractor khusus mengerjakan tahap pemasangan manik-manik (beading). Pekerja subcontractor tidak berhubungan langsung dengan sistem kepegawaian PT. Kenlee Indonesia. Pekerja subcontractor biasanya berasal dari ibu-ibu rumah tangga yang dikoordinir oleh bagian PPC (Product Planing Control). Pekerja subcontractor bekerja di rumah masing-masing. Terdapat seorang ketua pada setiap grup pekerja subcontractor.
26
4.1.5. Fasilitas Perusahaan
Perusahaan memiliki berbagai fasilitas guna menciptakan kenyamanan dalam bekerja. Fasilitas yang disediakan seperti mesin dan peralatan, fasilitas penunjang, dan fasilitas umum. Mesin yang disediakan perusahaan diantaranya mesin pola/cetak disain, mesin sablon, mesin pemotong kain (cutting machine), mesin jahit, mesin bordir, mesin obras, mesin neci, mesin press, mesin vacum gosok, dan mesin pampang. Semua mesin bekerja dengan menggunakan energi listrik. Alat yang digunakan yaitu jarum jahit tangan, jarum pentul dan gunting. Selain itu terdapat sebuah mesin diesel yang digunakan bila terjadi listrik dari PLN padam. Untuk mendukung kinerja perusahaan menyediakan fasilitas umum yang dapat digunakan oleh karyawan diantaranya musolla, kamar mandi, dan tempat parkir. Selain itu, setiap karyawan mendapat tunjangan hari raya, cuti hari raya, cuti bila ada keperluan keluarga yang penting, cuti menikah, cuti hamil dan melahirkan. 4.2. Bahan baku dan Pengemas 4.2.1. Bahan Baku
Untuk membuat sebuah gaun pengantin diperlukan bahan baku utama seperti kain, benang, manik-manik, dan renda. Pada Gambar 9 dapat dilihat beberapa gambar contoh bahan baku yang digunakan. a.
Kain (fabric) Kain merupakan bahan baku utama dari produk gaun pengantin. Kain yang digunakan untuk membuat gaun pengantin ada beberapa jenis, dan dari jenis-jenis kain tersebut masing-masing memiliki variasi tekstur dan warna. Bahan kain yang paling sering dipakai diantaranya satin (100% polyester), chiffon, marquisette (100% polyester), tulle (100% polyester) dan silk (100% pure silk).
b.
Benang (thread) Benang digunakan untuk menjahit kain (menggabungkan potongan kain), jahit tepi kain, memasang manik-manik dan
27
untuk membuat bordiran. Benang yang digunakan ada beberapa jenis berdasarkan kegunaannya seperti benang untuk jahit sambung, jahit obras, neci, jahit kelim, jahit manikmanik, bordir, dan lain sebagainya. Selain itu, benang juga memiliki berbagai variasi warna.
Kain
Benang
Manik-Manik
Renda
Trimming
Gambar 9. Contoh beberapa bahan baku c.
Manik-manik (beads) Manik-manik atau mute merupakan hiasan yang berupa batubatu kecil berkilauan dan indah. Manik-manik dirangkai pada gaun dengan cara dijahitkan sehingga membentuk motif yang diinginkan. Ada beberapa macam manik-manik yang sering digunakan diantaranya immitation pearl, diamond crystal, acrylic stone dan sequins.
d.
Renda (laces) Renda merupakan kain terawang bermotif yang digunakan untuk menghiasi kain. Renda digunakan untuk menghias gaun pengantin dengan cara dijahitkan pada bagian-bagian tertentu
28
pada gaun sehingga menjadi lebih indah. Variasi renda yang banyak digunakan diantaranya renda chantily (renda halus biasanya melapisi bahan kaku), renda lyon (renda bordir), renda alencon (renda bernuansa bunga) dan renda Venesia/ guipure (renda jaring). e.
Trimming Pada produk gaun pengantin trimming merupakan hiasan untuk gaun yang dibuat dari potongan kain dengan bentukbentuk tertentu sepeti korsase, pita, bunga tempel dan bentukbentuk lainnya.
4.2.2. Bahan Pendukung
Beberapa bahan yang dikategorikan bahan pendukung dalam membuat gaun pengantin, yaitu kain puring, kain keras, zipper dan kancing. a.
Kain puring Kain puring merupakan kain yang digunakan untuk melapisi bagian dalam gaun. Bahan yang biasanya dijadikan bahan puring puring adalah pongee (100% polyester).
b.
Kain keras Kain keras merupakan kain yang digunakan untuk membuat bentuk bagian-bagian tertentu pada gaun pengantin seperti ban pinggang, body dan jahit bordir.
c.
Petikut Petikut digunakan untuk ball gown agar dapat mengembang dengan baik. Petikut merupakan rangka gaun yang terbuat dari kain yang diberi rangka dari plastik sehingga menyerupai sangkar ayam.
d.
Zipper Zipper digunakan untuk menyematkan gaun agar mudah dibuka atau dipasang. Zipper dipasang pada gaun dengan menjahitkannya pada kain bagian punggung. Warna zipper
29
yang digunakan cukup bervariasi tetapi yang paling banyak digunakan adalah yang berwarna putih. e.
Kancing Kancing digunakan sebagai penyemat gaun. Bentuk kacing ada bermacam-macam, ada kancing semat dan kancing kait. Kancing semat memiliki berbagai bentuk (seperti: lingkaran pipih, setengah lingkaran, kotak, mutiara, dsb), ukuran (besar dan kecil) serta warna yang bervariasi.
4.2.3. Pengemas
Bahan pengemas yang digunakan untuk mengemas gaun-gaun tersebut adalah : a.
Gantungan (hanger) Gantungan digunakan untuk menggantungkan gaun pengantin yang sudah jadi, karena gaun tidak boleh dilipat. Gantungan yang digunakan adalah gantungan plastik.
b.
Plastik polybag Plastik polybag ini adalah plastik bening dengan panjang yang digunakan untuk mengemas gaun bila akan dikirimkan dengan menggunakan kapal laut (by ship).
c.
Kotak karton Kotak karton merupakan kotak kardus berwarna coklat tua yang digunakan untuk mengemas produk yang akan dikirim menggunakan pesawat (by air) setelah dibungkus dengan plastik polybag lebih dulu.
d.
Lakban. Lakban adalah alat perekat yang digunakan untuk menutup erat kotak karton dan juga sebagai identitas karena pada lakban tertera nama merek buyer di sepanjang lakban.
4.3. Proses Produksi
Pengendalian mutu dilakukan pada semua bagian proses produksi, mulai dari bahan baku, barang dalam proses dan produk kadi.
Untuk
membuat bahan baku menjadi sebuah gaun melewati beberapa tahap yaitu
30
pemotongan (cutting), penyablonan (printing), penjahitan awal (first sewing), jahit hias (trims), jahit sambung (join sewing), penjahitan akhir (final sewing) dan finishing. Pada Gambar 9 dapat dilihat proses produksi gaun pengantin di PT. Kenlee Indonesia. Bahan baku
QC
Fabric
1. Cutting Section
QC
2. Printing Section
QC
3. First Sewing Pengolahan bahan baku
4. Trims section : a. Beading b. Embroidery c. Laces d. Trimming
QC
Supervisor QC
QC
QC 6. Join sewing QC
7. Final sewing
QC
8. Finishing Produk jadi
QC
Warehouse
Gambar 10. Flow chart proses produksi 1.
Tahap pemotongan kain (cutting section) Tahap
pemotongan
kain
(cutting)
merupakan
tahap
pengguntingan lembar kain menjadi bentuk bagian-bagian yang diperlukan untuk sebuah gaun (seperti: bagian badan, rok, tangan, dan sebagainya) menggunakan mesin pemotong kain (cutting machine). Sebelum dipotong, dibuat pola dari kertas terlebih dahulu dengan
31
menggunakan mesin cetak pola. Pola dibuat untuk semua bagian gaun untuk menghindari terjadi kesalahan dalam memotong kain. 2.
Tahap penyablonan (printing section) Tahap berikutnya adalah tahap penyablonan (printing) kain yang telah dipotong sesuai pola dengan menggunakan mesin sablon. Penyablonan dilakukan untuk menandakan titik-titik pemasangan manik-manik atau untuk menggambar motif bordir sehingga memudahkan pemasang manik-manik dan pekerja bordir.
3.
Tahap penjahitan awal (first sewing) Setelah penyablonan dilakukan maka penjahitan awal dapat dilakukan. Pada tahap ini dilakukan penjahitan yang dianggap perlu sebelum kain dihias. Misalnya, menyambung potongan-potongan kain kecil, memasang kain puring awal, menjahitkan kain keras dan jahit bantu agar memudahkan pengerjaan berikutnya. Pada tahap ini label produksi dipasang untuk identitas produk dan target penyelesaiannya.
4.
Tahap jahit hias (trims section) Tahap penghiasan dilakukan untuk menghias kain agar menjadi lebih indah dengan cara memasangkan manik-manik (beading), memberi bordiran, renda dan trimming atau perpaduan dari beberapa hiasan tersebut. Manik-manik umumnya dipasang dengan cara dijahitkan pada kain tetapi dapat juga dengan cara dilem. Pemasangan manik-manik dilakukan oleh pekerja subcontractor dan untuk pengerjaan bordir, renda dan trimming dikerjakan karyawan perusahaan.
5.
Tahap jahit sambung (join sewing) Tahap
jahit
sambung
dilakukan
untuk
menyambungkan
potongan bagian-bagian besar, misalnya menyambungkan potongan bagian badan, bagian tangan bagian rok dan memasangkan puring rok, sehingga menjadi sebuah gaun yang lengkap semua bagiannya. Pada tahap jahit sambung sangat diperhatikan kerapihan hasil jahitan dan warna benang.
32
6.
Tahap penjahitan akhir (final sewing) Tahap berikutnya adalah penjahitan akhir. Pada penjahitan akhir dilakukan jahit obras (bila belum dilakukan) dan jahit neci (bila perlu), memasangkan zipper, kancing, menjahit keliman dan memasang petikut pada ball gown.
7.
Tahap Finishing Tahap finishing adalah tahap pembersihan gaun yang sudah jadi dari sisa-sisa benang jahit dan debu. Pada tahap ini juga dilakukan penggosokan gaun dengan mesin vakum gosok. Penggosokan ini dilakukan agar gaun tidak kusut, dan untuk membentuk lipatan seam serta keliman. Setelah proses penggosokan, dilanjutkan dengan proses pembersihan dari kain debu dengan mesin pampang, pemasangan label merek, dan pemasangan gantungan dan plastik polybag.
4.4. Pengendalian Mutu dalam Perusahaan
Pengendalian mutu pada PT. Kenlee Indonesia dilakukan untuk mengupayakan agar produk yang dihasilkan berkualitas. Perusahaan menginginkan produk yang dihasilkan semua sesuai standar dan dan tidak terjadi lagi kesalahan-kesalahan yang ditemukan pada produk akhir sehingga tidak ada lagi tidak perlu waktu dan biaya tambahan untuk pengerjaan ulang. Standar kualitas produk yang digunakan PT. Kenlee Indonesia adalah standar yang ditentukan oleh perusahaan sendiri. Pengendalian mutu dilakukan pada setiap tahap yang dilewati dalam proses produksi. Perusahaan menempatkan bagian Quality Control (QC) pada setiap tahap. Bagian QC melakukan pengawasan agar proses produksi sesuai prosedur dan melakukan inspeksi untuk mengetahui apakah produk sesuai atau tidak dengan standar. Untuk mendorong karyawan untuk berperan serta dalam menjaga kualitas, maka dibuat “Janji Kualitas Produksi” yang berisi: “Kami Karyawan PT. Kenlee Indonesia, berjanji untuk selalu mencari cara yang tepat, dalam mendapatkan kualitas gaun yang maksimal, yaitu dengan: 1.
Bersunggguh-sungguh, menjaga kualitas bahan baku.
2.
Bersunggguh-sungguh, menjaga kualitas proses produksi.
33
3.
Bersunggguh-sungguh, menjaga kualitas saat mutasi barang antar bagian.
4.
Bersunggguh-sungguh, melakukan pengecekan ulang kualitas.
5.
Bersunggguh-sungguh, memproduksi gaun tanpa kotor, cacat, kurang balance, salah jahit, salah size, dan tanpa beda warna.
4.4.1. Pengendalian Mutu Pada Bahan Baku
Pengendalian bahan baku dilakukan ketika bahan baku masuk ke gudang dan diproses menjadi sebuah produk untuk memastikan bahwa semua bahan dari pemasok sesuai dengan yang diinginkan perusahaan dan juga untuk menjamin bahwa semua bahan yang masuk dalam proses produksi adalah bahan yang bermutu baik. Bahan baku dinyatakan sesuai atau tidak dengan standar perusahaan ditentukan dari pemeriksaan yang dilakukan oleh Quality Control (QC). Ketentuan mengenai bahan baku dapat dilihat pada tabel-tabel berikut. Tabel 3 . Ketentuan bahan baku Bahan baku utama Kain
Benang
Manik-manik
Renda
Trimming
Ketentuan dapat lolos QC -
Tidak boleh cacat serat Tidak boleh terdapat benang timbul Tidak boleh terdapat noda Tidak boleh sobek atau berlubang Warna tidak luntur/pudar Benang harus kuat (tidak mudah putus) Serat benang rapih Warna benang tidak luntur Warna benang harus sama (identik) Tidak retak atau pecah Tidak mudah rusak atau pecah Warna tidak boleh luntur atau berubah Warna sesuai kebutuhan Ukuran sesuai dengan kebutuhan Bahan renda tidak rapuh/tidak mudah sobek Warna masih terang (baru) tidak pudar Memiliki motif yang rapih Harus memiliki bentuk yang rapih Tidak mudah terlepas atau berubah bentuk Warna masih terang (baru) tidak pudar
34
Tabel 4. Ketentuan bahan pendukung Bahan baku Pendukung Kain puring
Kain keras
Petikut
Ketentuan dapat lolos QC -
Zipper
-
Kancing
-
Tidak cacat serat Tidak ada noda Bahan tidak panas Bersih Serat tidak mudah rusak Tidak boleh terlalu keras atau lunak Tidak mudah rusak bentuknya (tidak mudah patah) Bentuk lingkaran bagus Tidak boleh terlalu keras atau lunak Tidak mudah rusak bentuknya Batang plastik penyangga tidak patah Dapat berfungsi dengan baik (dapat dibukatutup dengan tanpa macet) Bersih Permukaan kancing bagus dan tidak ada goresan Tidak retak atau pecah Dapat berfungsi dengan baik
Tabel 5. Ketentuan bahan pengemas Bahan Pengemas Gantungan
Plastik Polybag Kotak Karton
Lakban
Ketentuan dapat lolos QC -
Bentuk gantungan masih bagus Permukaanya gantungan tidak bergerigi Berfungsi dengan baik dan tidak patah Plastik memiliki panjang yang sesuai Tidak sobek atau berlubang Bersih dan tidak basah Ukuran sesuai Bentuk rapih (tidak rusak) Tidak sobek atau berlubang Dapat melekat dengan kuat Tidak mudak sobek atau putus Tulisan merek tidak luntur
4.4.2. Pengendalian Mutu Pada Produk dalam Proses
Pengendalian mutu produk dalam proses meliputi pengawasan terhadap pengerjaan bahan baku pada setiap tahap, mesin yang digunakan, tenaga kerja dan kebersihan. Disain merupakan patokan pengerjaan gaun pengantin sehingga setiap tahap pengerjaan harus menghasilkan produk yang sesuai dengan disain. Semua tahap yang dilewati dalam proses harus terus berada dalam pantauan bagian QC.
35
Semua mesin dan peralatan yang digunakan harus memenuhi ketentuan yang telah ditentukan perusahaan seperti dijelaskan pada Lampiran 6. Pengendalian yang dilakukan pada selama proses produksi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Ketentuan mutu pada produk dalam proses Tahap Pemotongan kain
Penyablonan
Penjahitan awal
Jahit hias
Ketentuan produk lolos QC - Ukuran panjang, lebar bahan kain sesuai dengan pola - Semua potongan bagian gaun sudah dipotong (bagian badan, tangan, rok, kerah dan bagian-bagian kecil lainnya) - Kain tidak mengalami rusak serat - Kain tidak sobek atau berlubang - Kain tidak ada noda kotor - Hasil sablonan rapih dan cat sablon tidak mengotori kain - Motif sablon sesuai dengan disain - Hasil motif balance (kiri-kanan) - Tanda-tanda tidak terlalu tebal tapi cukup jelas terlihat - Kain tidak mengalami rusak serat - Kain tidak sobek atau berlubang - Kain tidak ada noda kotor - Jahitan yang diperlukan telah dilakukan semua - Benang jahitan rapih tidak kusut atau berkerut - Jahitan tidak berkerut, menggelembung, melintir dsb - Jahitan tidak mudah terlepas - Warna benang yang digunakan sesuai dengan kain utama. - Kain tidak mengalami rusak serat - Kain tidak sobek atau berlubang - Kain tidak ada noda kotor - Label produksi sudah terpasang - Bila kain dihias dengan beading: 1. Manik-manik terpasang rapih sesuai disain motif 2. Tidak ada bagian yang terlupa 3. Tidak ada salah bentuk, warna atau ukuran manikmanik. 4. Tidak salah warna benang. 5. Benang beading tidak mudah terlepas 6. Benang beading tidak mudah putus 7. Kain tidak mengalami rusak serat 8. Kain tidak sobek atau berlubang 9. Kain tidak ada noda kotor - Bila kain dihias dengan bordir: 1. Bentuk motif bordir sesuai dengan disain 2. Tidak ada bagian yang terlupa 3. Warna benang yang digunakan sesuai dengan disain. 4. Benang bordir terjahit dengan rapih (tidak ada yang menggelembung) 5. Bentuk motif bordir sesuai dengan disain 6. Tidak ada bagian yang terlupa 7. Warna benang yang digunakan sesuai dengan disain 8. Benang bordir terjahit dengan rapih (tidak ada yang menggelembung)
36
Lanjutan Tabel 6. Tahap Jahit hias
Jahit sambung
Penjahitan akhir
Finishing
Ketentuan produk lolos QC 9. Bordiran tidak mudah lepas. Hasil jahitan tidak menyebabkan kain berkerut 10. Kain tidak mengalami rusak serat 11. Kain tidak sobek atau berlubang 12. Kain tidak ada noda kotor - Bila kain dihias dengan renda: 1. Jalur jahitan renda rapih tidak naik-turun, tidak berkerut dan tidak menggelembung 2. Jahitan cukup kuat dan tidak mudah terlepas 3. Renda tidak berlubang atau sobek 4. Kain tidak mengalami rusak serat 5. Kain tidak sobek atau berlubang 6. Kain tidak ada noda kotor - Bila kain dihias dengan trimming: 1. Trimming disematkan pada kain dengan rapi 2. Jahitan cukup kuat dan tidak mudah terlepas 3. Kain tidak mengalami rusak serat 4. Kain tidak sobek atau berlubang 5. Kain tidak ada noda kotor - Semua bagian gaun sudah tersambung menjadi sebuah gaun - Puring sudah terpasang dengan baik dan puring tidak lebih panjang dari bahan gaun rok (puring tidak terlihat dari luar gaun) - Jahitan yang diperlukan telah dilakukan semua - Bentuk gaun sudah terlihat secara utuh pada semua bagian (bagian badan, tangan, rok, leher dll) - Benang jahitan rapi (tidak berbulu) - Jahitan tidak berkerut, menggelembung, melintir atau terbalik - Jahitan balance (kiri dan kanan) - Jahitan tidak bergelombang (tidak naik-turun) - Tidak salah menggunakan warna benang - Kain tidak mengalami rusak serat - Kain tidak sobek atau berlubang - Kain tidak ada noda kotor - Jahitan zipper harus rapih, tidak melintir atau menggelembung - Jahitan kancing harus rapi, warna dan bentuk kancing harus sesuai dan jumlah kancing yang digunakan juga harus sesuai dengan yang ditentukan pada disain - Tidak salah menggunakan warna dan jenis benang - Petikut sudah terpasang dengan baik - Kain tidak mengalami rusak serat - Kain tidak sobek atau berlubang -
Semua sisa benang jahit sudah bersih terbuang Label sudah tepasang dengan baik Kain gaun sudah bersih dari berbagai noda dan kotoran Kain, seam dan kelim sudah digosok Kain tidak kusut Kain tidak mengalami rusak serat Kain tidak sobek atau berlubang Kain tidak ada noda kotor
37
4.4.3. Pengendalian Mutu Pada Produk Akhir
Pengendalian mutu produk akhir harus dilakukan dengan sangat cermat, karena produk inilah yang akan didistribusikan hingga sampai ke pembeli (buyer) dan yang akan membawa citra perusahaan. Pada produk akhir diolah dilakukan pemeriksaan ulang pada seluruh bagian gaun untuk memastikan bahwa gaun pengantin sudah sesuai standar secara keseluruhan. Bagian gaun diperiksa pada QC akhir adalah kain, jahit sambungan, jahit tepi, jahit hias, potongan gaun, bentuk gaun, pemasangan puring, petikut, kancing, zipper, label, kebersihan, kerapihan dan pengemasan dengan ketentuan seperti yang tertera pada Lampiran 5. Gaun yang telah selesai dikerjakan, dikemas dengan cara menggantungnya dengan gantungan, kemudian dibungkus dengan plastik polybag. Bila gaun akan dikirim dengan menggunakan kapal laut maka pengemasan hanya menggunakan plastik polybag. Bila pengiriman barang dengan menggunakan pesawat udara maka produk dikemas lagi dengan kotak karton yang ditutup rapat dengan lakban ketika akan diberangkatkan. Selama gaun ada di gudang penyimpanan kualitas produk harus tetap dijaga dengan cara menjaga kebersihan dan suhu ruangan gudang penyimpanan (gudang ekspor). 4.5. Analisis Diagram Sebab-akibat
Diagram sebab-akibat digunakan untuk mengetahui masalah-masalah yang menyebabkan masih adanya produk yang tidak sesuai pada produk akhir. Dari penelitian ditemukan 245 dari 13.357 gaun pengantin yang dihasilkan oleh perusahaan masih tidak sesuai dengan standar perusahaan. Dari brainstorming hasil wawancara dengan manajer produksi dan supervisor QC dapat diketahui bahwa gaun pengantin tidak sesuai standar dipengaruhi oleh faktor bahan baku, hasil jahitan, mesin dan peralatan, metode, tenaga kerja dan lingkungan seperti pada Gambar 7.
38
Mesin dan Peralatan
Kain
Prosedur
Minyak mesin
Operator Perawatan
Noda Pengerjaan ulang penyimpanan Cacat serat
Gaun Pengantin Tidak Sesuai Standar
tersangkut
Kebersihan
Ketelitian konsentrasi Pengalaman
Penggosokan
Keahlian
Udara
Pengetahuan
Pemotongan
Kebersihan tangan Penjahitan
Lingkungan
Tenaga Kerja
Metode
Gambar 11. Diagram sebab-akibat a. Bahan baku kain Kain adalah bahan baku utama yang harus sangat diperhatikan, tetapi pada produk akhir masih ditemukan serat kain yang rusak. Serat kain yang rusak terjadi sejak dari produsen kain dan tidak terdeteksi oleh bagian QC gudang bahan baku ketika masuk gudang dan masuk dalam proses produksi. Kerusakan serat dapat juga terjadi dalam proses produksi diakibatkan kain tersangkut benda tajam. Kain terdapat noda minyak karena terkena minyak mesin jahit yang kurang dibersihkan oleh operator ketika akan digunakan. Selain itu pekerja pemasang manik-manik yang bekerja di rumah masing-masing tidak bisa diawasi langsung oleh bagian QC sehingga tidak diketahui proses kerja yang dilakukan dan cara memperlakukan kain. b. Metode Pada saat pemotongan pekerja tidak teliti mengikuti pola yang telah dibuat sehingga potongan kain tidak balance, terlalu panjang dan
39
terlalu pendek. Sebelum pemotongan kain dilakukan, pekerja perlu memastikan bahwa pemotongan kain dilakukan dengan benar, mengikuti bentuk pola sehingga kesalahan-kesalahan dan pengerjaan ulang dapat dihindari. Pekerja tidak bisa mengikuti atau mengimbangi laju mesin jahit listrik yang bergerak cepat sehingga menyebabkan hasil jahitan sambung berkerut, bergelombang dan melintir. Pada jahit tepi obras dan neci ditemukan terdapat beberapa bagian yang seharusnya diobras atau dineci, tetapi belum dilakukan sehingga terjadi pengembalian dan pengerjaan ulang pada bagian jahit tepi tersebut. Hal ini membuat proses penyelesaian menjadi lebih lama sehingga menyebabkan keterlambatan penyelesaian dari target. Penggosokan kain baik keliman maupun seam harus dilakukan dengan mesin vakum yang panas cukup panas dan penggosokan dilakukan dengan waktu yang cukup lama agar hasil jadi lebih rapi dan sudut keliman dan seam terlihat. c. Mesin dan peralatan Tidak adanya prosedur penggunaan dan ketentuan cara perawatan mesin dan alat sehingga operator tidak dapat memahami bagaimana penggunaan dan perawatan mesin yang baik dan benar. Operator hanya diberitahu bagaimana pengoperasian manual mesin tanpa mengetahui cara kerja bagian dalam mesin. Terutama pada mesin jahit sambung, pekerja hanya tahu menjalankan mesin tetapi tidak tahu prosedur penggunaan yang baik dan benar. Jarum mesin jahit sambung dan jarum mesin bordir yang tumpul menyebabkan serat kain tersangkut dan menjadi rusak, sehingga pada produk akhir banyak ditemukan gaun yang kainnya rusak serat. Seharusnya operator merawat mesin jahit dengan mengganti jarum yang sudah tumpul. d. Tenaga Kerja Keahlian pekerja dapat mendukung hasil gaun yang dihasilkan. Keahlian dipengaruhi oleh lamanya pengalaman bekerja dan latihan.
40
Pekerja baru umumnya belum memahami metode kerja untuk membuat sebuah gaun. Kurangnya pengetahuan pekerja mengenai gaun pengantin dan cara mengerjakan gaun pengantin menyebabkan kurangnya keahlian. Dalam hal penggunaan mesin, pekerja baru juga masih kurang bisa mengikuti laju kerja mesin yang cepat karena belum terbiasa. Pekerja subcontractor tidak memiliki pengetahuan mengenai cara pemasangan manik-manik yang baik dan benar sehingga hasil kerjanya kurang bagus dan kadang harus dilakukan pengerjaan ulang. Pengerjaan ulang ini dapat menyebabkan serat kain rusak. Pekerja subcontractor bekerja hanya berdasarkan panduan dan mencontoh cara yang diajarkan ketua subcontractor tanpa ada pengajaran atau latihan khusus cara memasang manik-manik dari perusahaan. Selain itu, motif yang rumit dan berbeda-beda pada setiap periode produksi sehingga hasil pekerjaan tidak maksimum karena setiap saat harus melakukan penyesuaian dengan metode kerja yang berbeda-beda. Semua tahap pengerjaan harus dikerjakan dengan penuh perhatian dan ketelitian, terutama pada bagian jahit hias. Ketelitian bagian QC merupakan hal yang penting karena QC harus memeriksa dan mengawasi agar tidak terjadi produk yang tidak sesuai tetapi lolos masuk ke tahap pengerjaan berikutnya. Kurang konsentrasinya pekerja dalam bekerja mengakibatkan pekerja menjadi kurang ketelitian, terutama
pada penjahitan manik-manik dan bordir pekerja harus
berkonsentrasi
pada
bentuk
yang
akan
dibuat.
Ketidaktelitian
menyebabkan terjadinya salah pasang manik-manik dan bentuk bordir tidak sesuai dengan disain. Ketidaktelitian juga menyebabkan penjahitan terbalik dan tidak balance. Kebersihan tangan dalam mengerjakan sebuah gaun pengantin sangat penting. Tangan merupakan bagian tubuh pekerja yang paling sering berhubungan langsung dengan produk. Tangan yang kotor diakibatkan oleh berkeringat atau memegang benda-benda kotor atau debu.
41
e. Lingkungan Kebersihan udara merupakan hal yang penting untuk menjaga kebersihan gaun, oleh karena itu kebersihan udara harus dijaga. Udara kotor dapat diakibatkan udara banyak mengandung partikel debu sehingga gudang yang jarang dibersihkan jadi berdebu. Lingkungan tidak bersih juga diakibatkan sampah kain yang bertebaran dan tidak dikumpulkan pada tempat sampah. 4.6. Analisis Diagram Pareto
Diagram pareto digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi jenis ketidaksesuaian yang paling banyak terjadi selama pengamatan. Data diperoleh dari pengamatan yang dilakukan pada setiap akhir periode produksi selama dua bulan. Pada Lampiran 1 dapat dilihat sebanyak 13.357 gaun hasil produksi yang diperiksa ditemukan 258 ketidaksesuian. Pada pemeriksaan ketidaksesuain ditemukan pada jahitan, kain, jahit tepi, label, gosokan seam, potongan kain dan beberapa ketidaksesuian yang lainnya dengan persentase seperti pada Gambar 12.
jahitan sambung
Gambar 12. Diagram pareto ketidaksesuaian
42
Dari diagram pareto di atas dapat dilihat bahwa ketidaksesuaian yang banyak ditemukan adalah ketidaksesuaian pada jahitan sambung, oleh karena itu, balok ketidaksesuaian jahitan sambung menempati tempat yang paling pertama. Untuk dapat lebih memahami berbagai ketidaksesuaian yang terjadi, dilakukan analisis lebih lanjut sehingga ditemukan masalah secara lebih detil. 1.
Analisis ketidaksesuaian pada jahitan sambung Ketidaksesuaian jahit sambung ditemukan sebanyak 111 kali dan jahitan yang berkerut merupakan masalah terbanyak yaitu 40 kali (36,04%) dan pada urutan berikutnya adalah jahitan bergelombang, tidak balance, benang jahitan tidak rapi, jahitan melintir serta terbalik (Gambar 13).
Gambar 13. Diagram pareto analisis jahitan sambung Masalah jahitan berkerut dan bergelombang banyak terjadi karena pekerja tidak bisa mengimbangi kecepatan mesin yang bergerak cepat sehingga penataan kain tidak rapi dan hasil jahitan jadi berkerut. Jahitan bergelombang yang ditemukan sebanyak 31 kali juga disebabkan penjahit tidak bisa menjaga jalur jahitan tetap lurus dan tidak naik-turun. Jahitan tidak balance yang ditemukan sebanyak 25
43
kali terjadi karena potongan kain yang tidak balance, sedangkan penjahit menjahit dengan mengikuti pola yang tidak balance tersebut. Sebelum melakukan penyambungan kain, penjahit tidak menata ujung-ujung sambungan kain yang akan dijahit dengan benar sehingga sambungan kain tidak tepat atau senjang. Benang jahitan tidak rapi terjadi karena benang sering terputus sehingga banyak sambungan jahitan. Jahitan melintir terjadi karena jalur jahitan yang melengkung akibat penjahit tidak menjaga jalur jahitan tetap lurus. Penjahit yang tidak memeriksa potongan kain sebelum dijahit sehingga ada masalah jahitan terbalik, yang seharusnya adalah bagian belakang rok tetapi dipasang di depan. 2.
Analisis ketidaksesuaian pada kain Ketidaksesuaian pada kain ditemukan sebanyak 42 kali. Ketidaksesuaian pada kain ini dapat dianalisis menjadi beberapa kategori yaitu cacat serat, noda, berlubang, sobek, dan lainnya. Cacat serat merupakan ketidaksesuaian pada kain yang terbanyak ditemukan seperti dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Diagram pareto analisis kain
44
Cacat serat terjadi karena serat benang tenunan kain dari produsen kain tidak bagus dan bagian QC tidak dapat memeriksa gulungan kain secara keseluruhan dan ketika masuk ke dalam proses pengolahan, bahan baku yang cacat serat tersebut tidak terdeteksi hingga masuk ke tahap pengerjaan berikutnya. Cacat serat juga terjadi ketika dalam proses pengolahan. Dalam proses pengolahan seperti penjahitan, adanya bongkar-pasang jahitan menyebabkan serat rusak bahkan menjadi sobek. Kain berlubang terjadi karena tersangkut benda tajam pada saat mutasi antar bagian atau tergunting ketika menggunting benang. Noda kain terjadi karena terkena minyak, debu, dan air kotor. Noda minyak terjadi karena minyak mesin yang kurang dibersihkan, cacat noda sering terjadi pada saat pemasangan manik-manik oleh pekerja subcontractor karena pekerja kurang menjaga kain. Pekerja meletakkan kain sembarangan dan tidak membersihkan tangan yang berminyak atau kotor ketika memegang kain. Kain berbeda warna dapat terjadi karena gradasi warna kain yang sangat variatif dan bila dilihat sekilas warna serupa tetapi bila diperhatikan dengan baik ternyata warna tidak identik. 3.
Analisis ketidaksesuaian pada jahit tepi
Gambar 15. Diagram pareto analisis jahit tepi
45
Masalah pada urutan ketiga pada diagram patero ketidaksesuaian adalah hasil jahit tepi gaun. Jenis jahit tepi ada tiga macam yaitu obras, neci dan kelim. Ketidaksesuaian jahit tepi ini dapat dianalisis dengan jumlah ketidaksesuaian pada ketiga jenis jahit tepi tersebut. Data analisis ketidaksesuaian yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 15. Ketidaksesuaian pada jahit tepi ini terjadi karena kelalaian pekerja sehingga ada bagian yang seharusnya dijahit dengan obras, neci atau dikelim tetapi belum dilakukan. Selain itu keliman yang seharusnya digosok rapih, tetapi ada yang masih kurang gosok sehingga sudut keliman tidak terlihat. Kurang ahlinya pekerja menggunakan mesin obras membuat benang obrasan tidak rapi (kusut). Keliman kurang gosok dapat dipengaruhi faktor mesin gosok yang kurang panas. 4.
Analisis ketidaksesuaian label Pemasangan label sangat diperlukan untuk menunjukkan identitas gaun. Label yang digunakan ada dua macam yaitu label produksi dan label merek. Ketidaksesuaian pada label produksi yang terbanyak ditemukan yaitu sebanyak 22 kali (Gambar 16).
Gambar 16. Diagram pareto analisis label
46
Kesalahan dalam mengisi label produksi dibeberapa bagian produksi menyebabkan identitas gaun jadi tidak jelas. Misalnya dalam hal mengisi ukuran gaun, ukuran gaun yang tertera pada label produksi dengan ukuran gaun sebenarnya tidak sesuai. Pada produk akhir seharunya label merek sudah terpasang dengan baik di bagian belakang gaun tetapi masih ditemukan label merek belum dipasang. Faktor manusia menjadi penyebab kesalahan atau lupa pada pemasangan label. 5.
Analisis ketidaksesuaian pada seam Seam (rempel rok) yang tidak sesuai ditemukan sebanyak 12 kali dengan seam kurang gosok merupakan masalah terbanyak ditemukan. Jumlah dan persentase ketidaksesuaian seam dapat dilihat pada Gambar 17. Seam kurang gosok dipengaruhi faktor metode penggosokan yang kurang lama dan faktor mesin vacum gosok yang kurang panas. Untuk menghasilkan seam yang bagus penggosokan harus agak lama.
Gambar 17. Diagram pareto seam 6.
Analisis ketidaksesuaian potongan kain Pada gaun yang sudah selesai dikerjakan ditemukan potongan kain yang terlalu panjang, terlalu pendek dan tidak balance sehingga gaun yang dihasilkan tidak sesuai ukuran dan disain. Potongan kain terlalu pendek merupakan masalah terbanyak yang ditemukan pada
47
hasil potongan kain. Analisis ketidaksesuaian potongan kain dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Diagram pareto analisis potongan kain Faktor yang berpengaruh dalam hal potongan kain adalah metode pemolaan yang salah, sehingga potongan tidak sesuai dengan disain. Seharusnya pemotongan mengikuti ukuran kertas pola yang sudah dibuat dan memeriksa kembali hasil potongan sesuai atau tidak dengan pola yang dibuat, tetapi ketidaktelitian pekerja membuat hasil masalah ini tidak dapat dihindari. Potongan tidak balance terjadi karena potongan kain tidak mengikuti bentuk pola yang telah dibuat sehingga terjadi kesenjangan dalam pemotongan. Faktor manusia yang kurang teliti menyebabkan pekerja salah memotong kain sehingga tidak sesuai dengan pola dan kurang paham mengenai model yang akan dibuat sehingga terjadi kesalahan dalam pemotongan kain. Pada urutan terakhir terdapat ketidaksesuain yang jumlahnya sedikit
sehingga
digabungkan
menjadi
satu
pada
kriteria
ketidaksesuaian lainnya. Yang termasuk pada ketidaksesuaian lainnya ini adalah adanya kesalahan pemasangan petikut sebanyak dua kali, benang beading salah warna dua kali, lubang kancing berlebih dua
48
kali, penjahitan manik-manik berkerut satu kali, dan bordir berkerut satu kali. Berdasarkan hasil persentase ketidaksesuaian pada produk dapat dilihat bahwa jahitan rusak menempati tempat pertama dalam urutan. Dapat disimpulkan bahwa masalah potensial yang harus diselesaikan terlebih dahulu adalah mengatasi agar tidak terjadi jahitan yang tidak sesuai. Masalah ketidaksesuaian pada gaun pengantin dipengaruhi oleh faktor manusia dan metode. Pekerja yang kurang hati-hati dalam proses pengerjaan kain sehingga tidak dapat mengantisipasi penyebab-penyebab terjadinya ketidaksesuaian. Tidak adanya standar pengerjaan yang jelas membuat penilaian terhadap ketidaksesuaian bervariasi tergantung persepsi penilaian masing-masing QC. 4.7. Analisis Peta Kendali p
Analisis peta kendali untuk proporsi ketidaksesuaian hasil produksi terhadap standar yang telah ditentukan oleh perusahaan adalah dengan menggunakan peta kendali p. Dari peta kendali p tersebut dapat dilihat keadaan produk hasil produksi PT. Kenlee Indonesia terkendali atau tidak. Data yang digunakan untuk mengolah peta kendali adalah data perbandingan jumlah produk yang tidak sesuai dengan standar dengan jumlah produk yang dihasilkan pada per periode produksi. Periode produksi yang dimaksud adalah ketika produk selesai dikerjakan (target selesai). Dengan menggunakan data pada Lampiran 3 diperoleh hasil peta kendali seperti pada Gambar 19 dengan subgrup-subgrup yang merupakan periode produksi yang diamati. Pengamatan dilakukan pada 32 periode produksi sehingga diperoleh 32 subgrup dengan jumlah hasil produksi dan ketidaksesuaian yang terjadi disetiap periode tidak sama. Hal ini yang membuat proporsi setiap subgrup menjadi berbeda-beda pula. Letak titik setiap subgrup merupakan besarnya proporsi pada setiap subgrup (p). Pada keadaan subgrup seperti ini dapat digunakan dua pendekatan. Pertama dengan menentukan batas kendali untuk setiap subgrup dan kedua medasarkan grafik pengendali pada ukuran
49
subgrup rata-rata, yang menghasilkan himpunan batas pengendali pendekatan dengan anggapan bahwa ukuran subgrup yang akan datang tidak akan berbeda besar dari yang diamati sebelumnya. Ukuran subgrup rata-rata tersebut yang akan digunakan sebagai batas kendali untuk setiap subgrup (Montgomery, 1990). Pada penelitian ini digunakan pendekatan kedua untuk mendukung peta kendali p (Gambar 19) hasil dari pengolahan data dengan menggunakan SQCpack 5.0. Hasil perhitungan nilai pendekatan yang digunakan pada peta kendali tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4. %
Gambar 19. Peta kendali p Tabel 7. Hasil pengolahan peta kendali p dengan pendekatan rata-rata UCL
3.80 %
LCL
-0.14%
CL (mean)
1.83 %
Ketidaksesuaian rata-rata ( n )
417.41
Garis UCL dan LCL berbeda-beda pada setiap subgrup. Hal ini disebabkan nilai proporsi yang cenderung naik-turun karena jumlah hasil
50
produksi dan ketidaksesuain yang terjadi tiap periode produksi tidak tetap atau berubah-ubah sehingga hasil perbandingannyapun berubah-ubah. Nilai UCL dan LCL setiap subgrup dapat dilihat pada Lampiran 3, tetapi dengan menggunakan pendekatan rata-rata maka diperoleh nilai pendekatan UCL= 3.80 %, LCL=0.14% dan CL=1.83 % (Tabel 7). Batas-batas kendali dari pendekatan rata-rata inilah yang digunakan untuk peta kenali p pada Gambar 19. Nilai UCL dan LCL dari pendekatan rata-rata digunakan untuk menentukan proporsi setiap subgrup dalam keadaan terkendali atau tidak. Sebuah titik proporsi dapat dikatakan terkendali bila berada di atas garui LCL dan di bawah garis UCL. Berdasarkan
penggunaan
interpretasi
peta
kendali
menurut
Montghomery (1990) ketidaksesuaian yang terjadi pada produk akhir PT. Kenlee Indonesia dapat dikatakan berada pada keadaan yang terkendali. Hal ini dapat terlihat dari keadaan bahwa titik-titik subgrup yang dari 32 subgrup yang telah diurutkan berdasarkan waktu menyebar secara random di antar garis UCL dan garis LCL disekitar garis CL dengan keadaan setiap titik sebagai berikut: 1.
Titik 1 sampai titik 32 berada di bawah garis UCL dan di atas garis UCL pendekatan (berada pada batas kendali 3 sigma) karena nilai proporsi setiap subgrup berada pada kisaran 0.51% sampai 3.31% sedangkan nilai batas kendali atas (UCL) adalah 3.80 % dan nilai batas kendali bawah LCL=0.14%
2.
Terdapat 20 titik yang berada di atas garis CL (Mean) yaitu titik 1,2,3,6,7,8,10,12,13,14,15,17, 18,21,22,26.24,25,30,31 dan 32.
3.
Terdapat titik 12 yang berada di bawah garis CL yaitu titik 4,5,9,11,16,19,20,23,26,27,28 dan 29.
4.
Antara titik 1,2,3 perubahan titik tidak besar dan masih pada daerah yang sama yaitu diantara garis CL dan garis UCL, namun pada titik 4 tiba-tiba terjadi penurunan yang cukup besar dan letak titik proporsi berada pada wilayah antara garis CL dengan garis LCL. Hal seperti ini juga terjadi pada titik 9,11,16,19 dan 23. Pimpinan produksi perlu memeriksa penyebab keadaaan ini.
51
5.
Titik 4 dan 5 masih berada pada satu wilayah yaitu di bawah garis CL, namun pada titik 6,7 dan 8 keadaan kembali pada kadaan di atas garis CL dengan lompatan yang cukup besar. Keadaan seperti ini juga terjadi pada titik 10,1217,12 dan 30. Pimpinan produksi perlu memeriksa penyebab keadaan ini. Walau keadaan produk akhir gaun pengantin PT. Kenlee Indonesia
masih terdapat ketidaksesuaian dengan standar dan perubahan proporsi setiap subgrup yang melompat-melompat, tetapi keadaan ketidaksesuian ini masih berada pada batas kendali 3 sigma, artinya ketidaksesuian yang terjadi masih dapat ditolerir. Perubahan melompat-lompat yang terjadi pada beberapa subgrup perlu diperiksa dengan seksama oleh pimpinan produksi agar diketahui yang menjadi penyebabnya.
52
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1.
Produk gaun pengantin dibuat dengan bahan baku utama yaitu kain yang dijahit dengan menggunakan benang disertai hiasan-hiasan yang berupa manik-manik, bordiran, renda dan trimming. Selain itu terdapat bahan-bahan pendukung seperti puring, kain keras, petikut, resleting dan kancing. Agar kualitas bahan baku terjamin maka perusahaan menentukan standar-standar bahan baku yang dinyatakan layak masuk proses produksi. Bagian Quality Control (QC) ditempatkan disetiap tahapan produksi sehingga pengawasan dan inspeksi dapat dilakukan setiap terjadi mutasi antar bagian, hal ini dilakukan untuk meminimalkan pengerjaan ulang.
2.
Berdasarkan hasil analisis diagram sebab-akibat diperoleh bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas gaun pengantin adalah mutu bahan baku, mesin dan peralatan, metode, tenaga kerja dan lingkungan. Mutu bahan baku yang diperhatikan yaitu bahan baku utama, bahan baku pendukung. Pengendalian mutu juga dipengaruhi oleh penggunan mesin dan peralatan. Dalam menggunakan peralatan dan mesin yang harus diperhatikan adalah kebersihan alat dan kehandalan operator dalam mengopersikan alat. Pentingnya perawatan alat agar alat tidak mudah rusak. Metode pengerjaan yang salah mengakibatkan
kualitas
gaun
tidak
sesuai
standar
ketentuan
perusahaan. Tenaga kerja yang tidak teliti, tidak menjaga kebersihan kain
mengakibatkan
masih
adalah
kesalahan-kesalahan
yang
disebabkan oleh manusia. Lingkungan yang tidak bersih dan udara yang kotor dapat mengakibatkan gaun kotor dan kebersihannya tidak sesuai standar. 3.
Dari analisis diagram pareto diketahui ketidaksesuaian pada produk yang dihasilkan diantaranya adanya jahitan yang rusak, kain tidak memenuhi standar, pelabelan belum dilakukan atau salah, jahit tepi,
53
potongan kain, dan lainnya. Analisis diagram pareto menunjukkan bahwa hasil ketidaksesuian yang terbanyak ditemukan adalah jahitan yang tidak memenuhi standar ketentuan perusahaan. Jahitan yang tidak memenuhi standar karena jahitan berkerut, menggelembung, melintir, tidak balance dan lain sebagainya. Oleh karena itu, masalah yang harus didahulukan untuk dipecahkan adalah mengupayakan agar jahitan yang dihasilkan dapat memenuhi standar yaitu dengan meningkatkan keahlian pekerja bagian jahit sambung. 4.
Hasil analisis peta kendali p menunjukkan bahwa ketidaksesuaian produk hasil sudah terkendali karena 32 titik semua titik proporsi subgrup yang diamati berada di dalam batas kendali 3 sigma (di atas batas kendali bawah dan di bawah batas kendali atas).
2.
Saran
1.
Standar ketidaksesuaian produk perlu diperjelas dengan membuat standar operasi kerja tertulis yang harus dipahami pekerja terutama bagian QC.
2.
Perlu dilakukan pelatihan bagi seluruh bidang pekerjaan dalam perusahaan.
3.
Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk melakukan penelitian mengenai
Total
Quality
Control
(TQC)
untuk
mengetahui
pengendalian mutu secara keseluruhan di PT. Kenlee Indonesia.
54
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, D. W. 2002. Manajemen kualitas, pendekatan sisi kualitatif. Depdiknas. Jakarta Company profile, hppt//:alibaba.com/company/company profile. 2006. Fazriyah, R. P. 2005. Analisis Pengendalian Mutu Pada Proses Produksi Permen Chocfuls di PT. Cadbury Indonesia-Jakarta. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fateta. IPB. Bogor. Feigenbaum, A. V. 1992. Kendali Mutu Terpadu. PT. Erlangga. Jakarta. Gasperz, V. 1997. Total Quality Management. PT. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta ________ . 2001. Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Handoko, T. N. 2000. Dasar-dasar Manajemen Operasi dan Produksi. BPFE. Yogyakarta. Hill, T. 2000. Manajemen Operasi. ANDI. Yogyakarta. hppt//:alibaba.com/company/company profile. [02 Juli 2006] hppt//:kompas.com. [12 Juni 2006] hppt//:wikipedia/definisi/gown bridal.[ 12 Juli 2006] Ibrahim. 2000. Total Quality Management. Djamabatan. Jakarta. Imai, M. 1997. Gemba Kaizen. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Montgomery, D. C. 1990. Pengantar pengendalian kualitas statistik. Gadjah Mada Univ.pres. Yogyakarta. Nasution, M. N. 2004. Manajemen Mutu Terpadu. Ghalia Indonesia. Jakarta. Prawirosentono, S. 2004. Manajemen Pengendalian Mutu: Filosofi Baru Tentang MMT Abad 21. Bumi Aksara. Jakarta. Suwatno dan Rasto. 2003. Manajemen Perusahaan. Rekomendasi Pendamping penulisan buku teks tahun 2003 proyek peningkatan penelitian pendidikan tinggi (P4T). Jakarta. Swastha dan Sukotjo. 2000. Pengantar Bisnis Modern. Liberty. Yogyakarta Tamarinda, R. 2005. Manajemen Pengendalian Mutu dan Optimalisasi Persediaan Sayur dan Buah Segar di Supermarket Matahari Mall Depok. Departeme Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. FAPERTA. IPB. Bogor. Taufan, M. 2004. Analisis Pengendalian Mutu dan Kemampuan Proses Pada Produksi Teh Celup Sariwangi. Departemen Manajemen. FEM. IPB. Bogor.
LAMPIRAN
55
Lampiran 1. Hasil pengamatan jumlah ketidaksesuaian PemeriksaanJumlan hasil Jumlah produksi ketidaksesuaian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Total
430 413 437 443 482 469 469 512 497 476 452 456 460 415 424 406 409 301 411 401 345 358 385 387 323 401 467 502 394 312 336 384 13.357
12 9 9 6 5 10 11 11 4 12 6 15 9 15 10 3 10 7 3 5 7 8 4 9 10 7 3 7 2 8 7 14 258
56
Lampiran 2. Jenis dan jumlah ketidaksesuaian
Jenis ketidaksesuaian 1. Jahit sambungan - Jahit kerut - Jahitan tidak balance - Jahitan bergelombang - Benang jahitan tidak rapi - Jahitan melintir - Terbalik 2. Kain - Cacat serat - Kain sobek - Noda - Kain beda warna - Kain berlubang 3. Jahit tepi - Obras - Neci - Kelim 4. Label - Label produksi - Label merek 5. Seam - Kurang gosok - Tidak sama besar 6. Potongan kain - Terlalu panjang - Tidak balance - Terlalu pendek 7. Lainnya
Jumlah
258 111
40 25 31 9 5 1 42 12 10 9 7 4 38 19 14 5 36 22 14 12 9 3 11 7 2 2 8
57
Lampiran 3. Perhitungan peta kendali p SG 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Total
n 430 413 437 443 482 469 469 512 497 476 452 456 460 415 424 406 409 301 411 401 345 358 385 387 323 401 467 502 394 312 336 384 13357
Keterangan: SG n r p 3δ UCL LCL
r 10 9 9 6 5 10 9 11 4 12 6 13 9 13 10 3 9 7 3 5 7 8 4 9 9 7 3 7 2 8 7 11 245
p=(r/n) 0.0233 0.0218 0.0206 0.0135 0.0104 0.0213 0.0192 0.0215 0.0080 0.0252 0.0133 0.0285 0.0196 0.0313 0.0236 0.0074 0.0220 0.0233 0.0073 0.0125 0.0203 0.0223 0.0104 0.0233 0.0279 0.0175 0.0064 0.0139 0.0051 0.0256 0.0208 0.0286
3δ
UCL 0.0194 0.0198 0.0193 0.0191 0.0183 0.0186 0.0186 0.0178 0.0181 0.0185 0.0189 0.0189 0.0188 0.0198 0.0196 0.0200 0.0199 0.0232 0.0199 0.0201 0.0217 0.0213 0.0205 0.0205 0.0224 0.0201 0.0186 0.0180 0.0203 0.0228 0.0220 0.0205
LCL
0.0378 0.0382 0.0376 0.0375 0.0367 0.0369 0.0369 0.0361 0.0364 0.0368 0.0373 0.0372 0.0371 0.0381 0.0379 0.0383 0.0382 0.0415 0.0382 0.0384 0.0400 0.0396 0.0389 0.0388 0.0407 0.0384 0.0370 0.0363 0.0386 0.0411 0.0403 0.0389
= subgrup = jumlah yang diamati = jumlah ketidaksesuaian(reject) = proporsi = pendekatan 3 sigma = Upper Control Limit = Lower Control Limit
-0.0011 -0.0015 -0.0009 -0.0008 0.0000 -0.0002 -0.0002 0.0006 0.0003 -0.0001 -0.0006 -0.0005 -0.0004 -0.0198 -0.0012 -0.0016 -0.0016 -0.0049 -0.0015 -0.0018 -0.0033 -0.0029 -0.0022 -0.0021 -0.0041 -0.0018 -0.0003 0.0004 -0.0019 -0.0044 -0.0220 -0.0205
58
Lampiran 4. Perhitungan nilai pendekatan rata-rata
Pendekatan Total subgrup Total n Total r CL ( p )
Rumus
q n rata-rata ( n )
Total r/total n 1- p Total n/total subgrup
3δ rata-rata UCL rata-rata LCL rata-rata r rata-rata ( r )
p.q n p +3δ rata-rata p -3δ rata-rata Total r/total subgrup 3
Nilai 32 13357 245 0.0183 0.9817 417.41
0.0197 0.0380 -0.0014 7.656
59
Lampiran 5. Ketentuan mutu produk akhir Pemeriksaan Kain
Jahit sambungan
Jahit tepi
Ketentuan lolos QC - kain gaun tidak boleh cacat serat berupa garis menebal, benang tenunan terputus dll - Kain gaun tidak boleh terdapat benang timbul - Kain gaun tidak boleh terdapat noda coretan pulpen, spidol, kapur pola dsb - Kain gaun tidak boleh terdapat noda minyak - Kain tidak boleh boleh ada kotor karena debu atau tanah - Kain tidak boleh ada noda karat - Kain gaun tidak boleh terdapat noda pulau karena air kotor - Kain tidak boleh basah - Kain gaun tidak boleh sobek karena terkena gunting, tersangkut benda tajam, dsb - Kain gaun tidak boleh berlubang - Jahitan tidak boleh berkerut - Jahitan tidak boleh bergelombang - Jahitan tidak boleh melintir - Jalur jahitan lurus mengikuti bentuk sambungan - Jahitan tidak balance (kiri-kanan) - Terbalik (kiri-kanan atau depan belakang) - Benang jahitan rapih (tidak tertarik, tidak terlalu longgar atau tidak kusut ) a. Obras - Benang obras rapih (tidak kusut atau berkerut) - Warna benang yang digunakan harus sesuai dengan warna kain utama. - Jahit obras harus sudah dilakukan pada semua bagian yang diperlukan seperti pada setiap tepi potongan kain (kecuali bagian yang dijahit neci) b. Neci - benang neci terjahit rapih (tidak berkerut) - warna benang yang digunakan sesuai dengan warna kain - Jahit neci harus sudah dilakukan pada semua bagian yang diperlukan c. Kelim - benang keliman terjahit rapih (tidak kusut dan tidak berkerut) - warna benang yang digunakan sesuai dengan warna kain - Jahit keliman harus sudah dilakukan pada bagian tepi kain (bila diperlukan)
60
Lanjutan lampiran 5. Pemeriksaan Jahit hias
Potongan gaun
Bentuk gaun
\
Ketentuan lolos QC a. Pemasangan manik-manik - Manik-manik sudah dijahitkan pada semua bagian yang diberi tanda yang sudah disablonkan (tidak boleh ada yang kurang atau berlebih) - Bentuk, ukuran dan warna manik-manik yang digunakan sesuai dengan disain yang dibuat - Benang penjahit manik-manik sesuai dengan warna kain gaun - Jahitan tidak longgar atau tidak terlalu kencang b. Jahit bordir - bentuk motif jahitan sesuai dengan disain yang dibuat - warna benang yang digunakan sesuai dengan disain yang dibuat - penggunaan warna pada motif yang tepat seperti pada dengan disain bordir - jahitan bordir tidak membuat kain berkerut c. Penjahitan renda - Warna renda harus sesuai dengan disain yang dibuat - jahitan sambungan kain dengan renda tidak berkerut, bergelombang dsb - benang penjahit renda harus sesuai (matching) dengan warna kain dan renda. - Renda tidak sobek karena tersangkut, tertarik, tergunting dsb. - Motif dan bahan renda sesuai disain yang dibuat d. Pemasangan trimming - jenis trimming sesuai dengan disain - warna trimming sesuai disain - trimming terpasang cukup kuat sehingga tidak terlepas - panjang rok dan tangan, gaun tidak boleh melebihi/kurang dari panjang yang ditentukan pada disain - ukuran tangan kiri dan kanan balance - ukuran body harus sesuai dengan size yang (ukuran size ditentukan pada disain) a. ball gown - bentuk bagian rok gaun mengembang dengan bentuk lingkaran balance (kiri-kanan dan depan belakang) - bentuk bagian rok gaun tidak kempot - seam (rempel pinggang) terjahit dengan rapih dan teratur (sama besar) - petikut dipasang dibagian dalam rok gaun dan ukurannya harus sesuai ukuran dengan gaun - drep body balance - semua bagian balance dan sesuai size (ridak ada yang kekecilan/kebesaran) b. slim gown - bentuk body - seam (rempel pinggang) terjahit dengan rapih dan teratur (sama besar) - drep body balance - semua bagian balance dan sesuai size (tidak ada yang kekecilan/kebesaran) - bagian pinggul “pas body”
61
Lanjutan lampiran 5. Pemeriksaan Pemasangan puring
Ketentuan lolos QC - jahitan puring rapih (tidak bekerut) - serat kain puring tidak rusak - kain tidak kotor dan bernoda - kain puring tidak boleh terlihat dari luar, oleh karena itu kain puring tidak boleh lebih panjang dari kain utama. Zipper - zipper dapat berfungsi dengan baik (menyemat dengan kuat, dapat dibuka-tutup tanpa tersangkut) - warna zipper sesuai dengan warna kain gaun - jahitan penyambung zipper tidak berkerut atau bergelombang Kancing - warna dan ukuran kancing sesuai dengan disain - kancing terpasang sesuai dengan jumlah yang tepat - permukaan kancing masih mengkilap dan tidak tergores - kancing tidak retak atau pecah - kancing kait dapat terkait atau tersemat sengan baik - kancing semat dapat berfungsi dengan baik - lubang kancing sesuai dengan besar kancing, sehingga kancing dapat keluar masuk dengan baik - lubang kancing sesuai dengan jumlah yang ditentukan dalam disain (tidak boleh berlebih) - benang penjahit kancing cukup kuat (tidak terlalu kencang atau terlalu longgar) Pemasangan label a. label merek - kertas label merek terpasang di bagian belakang leher bagian dalam atas atau di bagian punggung bagian dalam atas pada gaun kemben - label dipasangkan dengan menggunakan benang nilontip - label tidak sobek atau patah - tulisan pada label dapat terbaca jelas dan tidak luntur b. label produksi - label produksi berupa kertas label bewarna putih - label produksi harus diisi dengan nomor seri pesanan, tanggal target, warna gaun, nama buyer dan keterangan lolos QC. - Tulisan pada label produksi dapat terbaca dengan jelas. - label dipasangkan di pinggang gaun bagian kanan. - label dipasangkan dengan menggunakan benang nilontip - label tidak sobek Kebersihan - seluruh bagian gaun tidak boleh kotor noda debu, minyak, coretan, karat dsb. Kerapihan - lipatan keliman sudak digosok sampai sudut keliman terbentuk - seam digosok sampai rempel terbentuk - Gaun tidak boleh kusut Pengemasan untuk - Gaun digantung dengan gantungan plastik - Gantungan tidak bergerigi penyimpanan - Gaun yang tergantung ditutup dengan plastik polybag - Ukuran plastik polybag sesuai dengan ukuran gaun - Plastik polybag berwarna bening dan masih baru - Plastik polybag dapat menutupi semua bagian gaun - Plastik tidak sobek atau berubang
62
Lampiran 6. Ketentuan mesin dan peralatan yang digunakan dalam produksi. NO
Jenis Mesin Mesin pola/cetak desain
Kegunaan mesin/alat Membuat pola disain dan pola motif.
2
Mesin Cutting
Pemotong kain
3
Mesin Sablon
Menyablon pola motif pemasangan manik-manik dan penjahitan bordir
4
Mesin jahit
Untuk menyambungkan potongan-potongan kain gaun
5
Mesin press
6
Mesin obras
Merekatkan kain keras dengan kain gaun Menjahit tepi kain bagian dalam
7
Mesin bordir
Membuat motif bordir pada gaun
1
Ketentuan mesin yang digunakan dalam produksi 1. Mesin bekerja dengan baik tidak/tidak rusak/tidak macet. 2. Bagian roller dapat berputar dengan baik/tidak tersangkut-sangkut. 3. Tinta yang digunakan adalah hitam bersih. 4. Tinta tidak terlalu kental atau terlalu encer 5. Tinta yang dihasilkan jelas tetapi tidak terlalu tebal. 1. Mesin bekerja dengan baik tidak/tidak rusak/tidak macet. 2. Mesin dapat bekerja dengan baik. 3. Bagian pemotong (cutter) harus tajam. Bila mesin cutting kurang tajam dapat merusak serat kain. 4. Bersih dari debu dan minyak. 1. Bagian roller dapat berputar dengan baik/tidak tersangkut-sangkut. 2. Cat yang digunakan berwarna putih bersih 3. Cat tidak terlalu kental atau terlalu encer 4. Hasil sablonan tidak terlalu tebal 1. Bagian mesin bekerja dengan baik. 2. Jarum jahit mesin tajam. 3. Jarum jahit mesin tidak berkarat. 4. Jarum jahit tidak mudah patah. 5. Diameter jarum sesuai. 6. Hasil jahitan rapih. 7. Bersih. 1. Bagian mesin dapat bekerja dengan baik. 2. Dapat merekatkan dengan rapi/tidak kusut 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bagian mesin dapat bekerja dengan baik. Jarum jahit tajam. Jarum jahit tidak berkarat. Jarum jahit tidak mudah patah. Diameter jarum tidak terlalu besar. Dapat mengaitkan benang obras dengan rapi. Bersih dari debu dan miyak Bagian mesin dapat bekerja dengan baik. Pengatur motif dapat berfungsi dengan baik. Jarum jahit mesin tajam. Jarum jahit mesin tidak berkarat. Jarum jahit tidak mudah patah. Bersih dari debu dan minyak
63
Lanjutan lampiran 6. NO
Jenis Mesin Mesin neci
Kegunaan mesin/alat Menjahit tepi kain bagian luar
9
Mesin vacum gosok
Untuk menggosok kain
10 11
Mesin pampang Jarum jahit
Untuk membersihkan kain Menjahit manikmanik, som, dll.
12
Gunting
13
Jarum Pentul
Memotong kain dan benang Membantu pengerjaan jahitan
8
Ketentuan mesin yang digunakan dalam produksi 1. Bagian mesin dapat bekerja dengan baik. 2. Jarum jahit tajam. 3. Jarum jahit tidak berkarat. 4. Jarum jahit tidak mudah patah. 5. Diameter jarum tidak terlalu besar. 6. Dapat mengaitkan benang obras dengan rapi. 7. Bersih dari debu dan miyak 1. Pengatur panas dapat bekerja dengan baik. 2. Pengatur uap dapat bekerja engan baik. 3. Hasil gosokan rapi. 1. mesin dapat bekerja dengan baik 1. Tidak mudah patah 2. Memiliki panjang dan diameter yang sesuai, agar tidak meninggalkan bekas lubang pada kain. 3. Mata jarum tajam 4. Tidak berkarat 1. Mata gunting tajam dan tidak berkarat 1. 2. 3. 4.
Tidak mudah patah Kepala pentul tidak terlepas Mata jarum tajam Tidak berkarat