ANALISIS POTENSI WILAYAH KECAMATAN DI KOTA BOGOR
OLEH KHAIRUNNISA H14114009
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN
KHAIRUNNISA. Analisis Potensi Wilayah Kecamatan di Kota Bogor (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI). Kota Bogor merupakan salah satu kota penyangga ibu kota dengan kondisi alam yang relatif lebih nyaman dibandingkan kota penyangga lainnya sehingga menjadi alternatif permukiman bagi penduduk, baik yang datang dari sekitar Bogor maupun dari daerah lainnya. Untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dan meningkatkan daya saing. Pemerintah Kota Bogor perlu mengidentifikasi potensi dan keterbatasan kecamatan yang ada di bawahnya. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan potensi wilayah setiap kecamatan yang ada di Kota Bogor sehingga dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Kota Bogor dalam menentukan kebijakan yang tepat untuk setiap wilayah. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, analisis scalogram, dan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan analisis deskriptif dan analisis scalogram kecamatan dengan potensi pertanian terbesar adalah Kecamatan Bogor Selatan, kecamatan dengan potensi industri terbesar adalah Kecamatan Bogor Utara, kecamatan dengan potensi perdagangan, hotel, dan restoran serta kepadatan penduduk dan potensi perdagangan terbesar adalah Kecamatan Bogor Tengah. Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan dengan fungsi pelayanan karena dapat memenuhi ketiga fungsi pelayanan wilayah yaitu fungsi permukiman yang ditunjukkan dengan kepadatan tertinggi, fungsi perekonomian yang ditunjukkan dengan potensi perdagangan, hotel dan restoran yang tertinggi dan fungsi pelayanan yang ditunjukkan dengan ketersediaan fasilitas umum terlengkap. Namun, kecamatan yang berpotensi untuk dikembangkan adalah Kecamatan Tanah Sareal, karena selain wilayahnya luas, berdasarkan peringkat potensi yang dimiliki hampir semuanya menduduki peringkat menengah ke atas. Berdasarkan uji korelasi Spearman, ada hubungan yang sangat erat antara industri dan perdagangan, hotel dan restoran. Kecamatan dengan potensi perdagangan, hotel dan restoran yang tertinggi adalah Kecamatan Bogor Tengah dan kecamatan dengan potensi industri tertinggi adalah kecamatan Bogor Utara. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi pemisahan pusat perdagangan dan pusat industri. Selain itu terdapat hubungan yang erat antara kepadatan penduduk dan ketersediaan fasilitas umum, yang menunjukkan bahwa ketersediaan fasilitas menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk bermukim, ada hubungan yang erat antara potensi pertanian dan kepadatan penduduk yang menunjukkan bahwa wilayah dengan luas wilayah pertanian tinggi, kepadatan penduduknya masih rendah, ada hubungan erat antara fasilitas umum dan perdagangan, hotel dan restoran, hal ini menunjukkan bahwa pusat perdagangan dan ketersediaan fasilitas saling mendukung untuk menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk bermukim dan bagi investor untuk berinvestasi.
Untuk mendukung Kota Bogor sebagai kota perdagangan, kota industri, kota pendidikan, kota permukiman dan wisata ilmiah, perlu peningkatan fasilitas pendidikan, fasilitas transportasi, fasilitas ekonomi dan fasilitas kesehatan di kecamatan-kecamatan di Kota Bogor sesuai hasil analisis scalogram.
ANALISIS POTENSI WILAYAH KECAMATAN DI KOTA BOGOR
Oleh KHAIRUNNISA H14114009
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul skripsi
: ANALISIS POTENSI WILAYAH KECAMATAN DI KOTA BOGOR
Nama
: Khairunnisa
NRP
: H14114009
Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Wiwiek Rindayati NIP.19620816 198701 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dedi Budiman Hakim, Ph.D NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal lulus:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANA PUN.
Bogor, Desember 2011
Khairunnisa H14114009
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Khairunnisa, lahir pada tanggal 12 Juli 1979 di Tasikmalaya. Penulis adalah anak kedua dari delapan bersaudara dari pasangan Nashihin Ahmad dan (Almh) Titoh Pursita. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Indihiang Gadis, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 2 Tasikmalaya dan lulus pada tahun 1995. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 2 Tasikmalaya dan lulus pada tahun 1998. Setelah tamat SMA pada tahun 1998, penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta dan lulus pada tahun 2002 dengan gelar Sarjana Sains Terapan (S.St). Setelah menamatkan pendidikan di STIS, penulis bekerja pada Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi di Bidang Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Data (IPDS) selama 2 tahun. Pada tahun 2004, penulis mengajukan pindah tugas ke BPS Kota Bogor di Bidang Distribusi. Pada tahun 2011, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Penyelenggaraan
Khusus, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor yang merupakan kerja sama antara BPS dan IPB. Sesuai dengan aturan yang ada, penulis harus mengikuti proses alih jenis dan menyusun skripsi pada akhir proses tersebut sebagai syarat memasuki jenjang strata dua (S-2) pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Untuk itulah, penulis menyusun skripsi ini.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Potensi Wilayah Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2011” tepat pada waktunya. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi tugas akhir dan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moral-spiritual dan material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada: 1. Wiwiek Rindayati, selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, baik secara teknis maupun teoretis dalam pembuatan skripsi ini sehingga dapat selesai dengan baik. 2. Rekan-rekan BPS Batch 4 yang telah memberikan banyak saran dan masukan untuk perbaikan skripsi. 3. Keluarga besar di Bogor serta suami dan ketiga anakku atas segala doa dan dukungan yang telah diberikan. 4. Semua pihak yang telah mendukung pembuatan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena terbatasnya kemampuan dan waktu penyelesaian. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat diharapkan guna perbaikan dan
penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Desember 2011
Khairunnisa H14114009
vii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ......................................................................................................vii DAFTAR TABEL ..............................................................................................ix DAFTAR GAMBAR .........................................................................................x DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xi I.
PENDAHULUAN .......................................................................................1 1.1 Latar Belakang .....................................................................................1 1.2 Perumusan Masalah ..............................................................................5 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................7 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................7
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ......................8 2.1 Tinjauan Pustaka ..................................................................................8 2.1.1 Wilayah dan Pembangunan Wilayah ...........................................8 2.1.2 Teori Pusat Pelayanan .................................................................9 2.1.3 Teori Pusat Pertumbuhan .............................................................10 2.2 Penelitian Terdahulu .............................................................................11 2.3 Kerangka Pemikiran .............................................................................13 III. METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................15 3.1 Jenis dan Sumber Data .........................................................................15 3.2 Metode Analisis ....................................................................................15 3.2.1 Analisis Scalogram .....................................................................15 3.2.2 Metode Korelasi Peringkat Spearman ........................................17 3.3 Definisi Operasional .............................................................................18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................21 4.1 Gambaran Umum .................................................................................21 4.1.1 Kondisi Geografis .......................................................................21 4.1.2 Kondisi Demografis ....................................................................22 4.1.3 Struktur Perekonomian Wilayah .................................................24
viii
4.2 Analisis Hirarki Potensi Wilayah .........................................................26 4.2.1 Hirarki Potensi Pertanian .............................................................26 4.2.2 Hirarki Potensi Industri ...............................................................29 4.2.3 Hirarki Potensi Perdagangan, Hotel dan Restoran .......................30 4.2.4 Hirarki Ketersediaan Fasilitas Umum ..........................................32 4.3 Analisis Hubungan Potensi Wilayah ....................................................38 V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................43 5.1 Kesimpulan .........................................................................................43 5.2 Saran ...................................................................................................45 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................46 LAMPIRAN .......................................................................................................48
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
3.1 Tingkat Keeratan Hubungan Antar Variabel dari Uji Korelasi Spearman ................................................................................................ 18 4.1 Batas Wilayah Kota Bogor..................................................................... 21 4.2 Jumlah dan Persentase Pertumbuhan Penduduk di Kota Bogor Tahun 2006-2010 .................................................................................. 22 4.3 Jumlah dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2010 ............................................................................................ 23 4.4 Penduduk Usia Kerja menurut Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2010 ............................................................................................ 24 4.5 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku 2009 (Jutaan Rupiah) ..... 25 4.6 Peringkat Potensi Sumber Daya Pertanian menurut Kecamatan di Kota Bogor ........................................................................................ 27 4.7 Hirarki Potensi Industri menurut Kecamatan di Kota Bogor ................ 29 4.8 Hirarki Potensi Perdagangan, Hotel dan Restoran menurut Kecamatan di Kota Bogor ..................................................................... 31 4.9 Hirarki Fasilitas Umum menurut Kecamatan di Kota Bogor ................ 32 4.10 Analisis Ketersediaan Fasilitas Umum di Kota Bogor Tahun 2011 ..... 34 4.11 Hasil Uji Korelasi Spearman ................................................................. 38
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran ................................................................................. 14 4.1 Peta Kota Bogor Berdasarkan Kepadatan Penduduk ............................... 23 4.2 Potensi Pertanian Menurut Kecamatan di Kota Bogor ............................ 27 4.3 Potensi Industri Menurut Kecamatan di Kota Bogor ............................... 30 4.4 Potensi Perdagangan, Hotel dan Restoran Menurut Kecamatan di Kota Bogor ........................................................................................... 31 4.5 Potensi Fasilitas Umum Menurut Kecamatan di Kota Bogor .................. 35
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1 Analisis Scalogram Fasilitas Umum Menurut Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2011.................................................................................................... 48 2 Analisis Scalogram Fasilitas Umum Menurut Kecamatan di Kota Bogor… 49 3 Potensi Pertanian Menurut Kecamatan di Kota Bogor ................................. 50
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tingkat persaingan antarnegara dari waktu ke waktu semakin tinggi sebagai dampak
dari
munculnya
fenomena
globalisasi
ekonomi.
Globalisasi
mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan, tetapi juga pada perekonomian daerah terlebih lagi setelah era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Di lain pihak, daya saing negara merupakan cermin dari posisi daya saing tingkat daerah (Bank Indonesia, 2008). Huggins dalam Bank Indonesia (2008) mendefinisikan daya saing daerah sebagai “ kemampuan dari perekonomian untuk menarik dan mempertahankan perusahaan-perusahaan dengan kondisi yang stabil atau dengan pangsa pasar yang meningkat dalam aktivitasnya, dengan tetap mempertahankan atau meningkatkan standar kehidupan bagi semua yang terlibat didalamnya”. Pembangunan ekonomi daerah secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber dayasumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999). Tujuan utama pembangunan ini, selain untuk menciptakan pertumbuhan
2
yang setinggi-tingginya, juga harus mampu menghapus atau mengurangi kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran. Pembangunan ekonomi daerah merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi daerah dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antarpenduduk, antardaerah dan antarsektor. Kondisi ini menuntut kepala pemerintah daerah untuk lebih bijak menerapkan kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan, dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan dan sumberdaya fisik lokal (daerah) secara tepat. Perbedaan kondisi daerah akan membawa implikasi terhadap corak pembangunan yang akan diterapkan berbeda pula. Peniruan mentah-mentah pola kebijakan yang pernah diterapkan dan berhasil pada suatu daerah, belum tentu memberikan manfaat yang sama bagi daerah lainnya (Arsyad, 1999). Jika antarwilayah terdapat keragaman, kebijakan dalam pembangunan tidak bisa dilakukan secara seragam, diperlukan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi lokal daerah dan perlakuan (treatment) yang berbeda antardaerah. Perencanaan pembangunan baik di tingkat nasional maupun regional harus memperhatikan daerah secara parsial karena keragaman potensi dan kemampuan daerah di Indonesia untuk berkembang. Kemampuan daerah untuk berkembang dan meningkatkan daya saingnya akan sangat tergantung pada kemampuan daerah tersebut dalam mengidentifikasi
3
faktor-faktor penentu daya saing daerahnya baik dari aspek keunggulan maupun keterbatasan. Dengan teridentifikasinya faktor-faktor tersebut, diharapkan daerah dapat menetapkan suatu kebijakan yang dapat meningkatkan daya saingnya dengan sasaran akhir adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat (Bank Indonesia, 2008). Beberapa daerah dapat mencapai pertumbuhan yang signifikan, sementara beberapa daerah lainnya mengalami pertumbuhan yang lambat. Daerah-daerah yang mengalami pertumbuhan yang lambat disebabkan oleh kurangnya sumbersumber yang dimiliki, adanya kecenderungan pemilik modal (investor) memilih daerah perkotaan atau daerah yang memiliki fasilitas seperti prasarana perhubungan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi juga tenaga terampil, seperti yang mengemuka pada Executive Opinion Survey yang dilakukan oleh WEF (World Economic Forum). Menurut survei ini, 20 persen pengusaha menyebutkan bahwa masalah infrastruktur seperti kualitas jalan raya, Kereta Api, transportasi, fasilitas telekomunikasi, fasilitas listrik mempengaruhi minat mereka untuk berinvestasi, disamping masalah keefisienan birokrasi dan ketidakstabilan politik (Bank Indonesia, 2008). Karenanya, pemerintah harus menetapkan kebijaksanaan pembangunan yang tepat demi berhasilnya rencana pembangunan dan untuk menghindari kesulitan yang timbul dalam proses pelaksanaannya. Menurut
Lewis
(Arsyad,
pembangunan meliputi:
1999),
“unsur-unsur utama
kebijaksanaan
4
1.
Penyelidikan potensi pembangunan, survei sumber daya nasional, penelitian ilmiah; penelitian pasar.
2.
Penyediaan prasarana
yang memadai (air, listrik, transportasi dan
telekomunikasi). 3.
Penyediaan fasilitas latihan khusus dan juga pendidikan umum yang memadai untuk menyediakan ketrampilan yang diperlukan.
4.
Perbaikan landasan hukum bagikegiatan perekonomian.
5.
Bantuan untuk menciptakan pasar yang lebih banyak dan lebih baik
6.
Menemukan dan membantu pengusaha yang potensial baik dari dalam maupun dari luar negeri.
7.
Peningkatan pemanfaatan sumber daya secara lebih baik. Untuk itu pemerintah daerah harus dapat mengidentifikasi keunggulan dan
keterbatasan daerahnya yang meliputi faktor biofisik/karakteristik wilayah (sumber daya alam), sumber daya buatan (ketersediaan sarana dan prasarana sosial ekonomi), sumber daya manusia, karakteristik struktur ekonomi wilayah dan kebijakan pemerintah daerah, sehingga dicapai sasaran kebijakan regional wilayah yang meliputi kemakmuran wilayah (place prosperity) dan kemakmuran masyarakat (people prosperity) (Sjafrizal, 2008).
1.2 Perumusan Masalah Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ciri khas suatu wilayah. Oleh sebab itu keadaan ekonomi suatu kawasan perlu diinformasikan
sebagai
bahan
acuan
dan
arahan
pengembangan
yang
5
berkelanjutan. Selain itu perlu adanya identifikasi masalah-masalah dan potensi wilayah secara menyeluruh, sehingga program pembangunan dan pengembangan yang akan dilakukan lebih terarah. Peningkatan ekonomi kota semestinya membawa dampak yang signifikan bagi seluruh masyarakat kota termasuk masyarakat perbatasan kota. Namun kenyataan
menunjukkan
sebaliknya,
terdapat
ketimpangan-ketimpangan
pembangunan antara pusat kota dan hinterland-nya.Untuk lebih meningkatkan daya saing daerahnya dengan tujuan akhir peningkatan kesejahteraan yang merata pada penduduknya, salah satu kebijakan wilayah yang dapat diambil adalah melalui pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan dan perekonomian yang merata. Kota Bogor merupakan salah satu kota penyangga ibukota negara DKI Jakarta yang memiliki kondisi alam yang relatif nyaman, namun berdasarkan peringkat daya saing yang dikeluarkan Bank Indonesia pada tahun 2008, infrastruktur, sumber daya alam dan lingkungannya menduduki peringkat ke-37, lebih rendah dari kabupaten/kota penyangga lainnya yaitu Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang yang masing-masing menduduki peringkat 12, 5, 2, 3 dan 7. Hal ini membutuhkan perhatian serius dari pemerintah daerah Kota Bogor agar Kota Bogor mempunyai daya saing yang lebih baik dan tetap memiliki daya tarik sebagai permukiman maupun sebagai pusat perekonomian. Untuk mengatur hal itu, Pemrintah Kota Bogor mengeluarkan Perda No. 1 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (Tahun 1999-2009) yang isinya menyatakan bahwa fungsi Kota Bogor
6
adalah sebagai kota perdagangan, kota industri, kota permukiman, wisata ilmiah, dan kota pendidikan. Dengan semua alasan itu, jelaslah bahwa Kota Bogor perlu mengidentifikasi potensi sumber daya wilayahnya sehingga diperoleh gambaran umum tentang keunggulan dan kekurangannya. Gambaran umum itu diharapkan dapat menjadi acuan bagi Pemerintah Kota Bogor yang dijabarkan dalam kebijakan yang tepat untuk pembangunan di enam subwilayah Kota Bogor, yaitu enam kecamatan, berdasar pada potensi tiap kecamatan. Untuk itu diperlukan penelitian untuk memperoleh gambaran mengenai potensi kecamatan di Kota Bogor. Beberapa potensi yang akan diteliti adalah potensi pertanian sebagai potensi dasar, potensi industri dan potensi perdagangan, hotel dan restoran sebagai sektor yang memberikan sumbangan terbesar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bogor, dan kelengkapan fasilitas umum serta kepadatan penduduk sebagai pendukung potensi lainnya. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana potensi masing-masing kecamatan di Kota Bogor? 2. Dari analisis tersebut, kecamatan manakah yang memiliki fungsi sebagai pusat pelayanan di Kota Bogor. 3. Dari klasifikasi tersebut, kecamatan manakah yang memiliki potensi untuk dikembangkan di Kota Bogor? 4. Bagaimana hubungan antar sumberdaya wilayah kecamatan di Kota Bogor?
7
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis potensi kecamatan-kecamatan di Kota Bogor. 2. Menganalisis kecamatan yang memiliki fungsi sebagai pusat pelayanan di Kota Bogor. 3. Menganalisis kecamatan yang memiliki potensi untuk dikembangkan di Kota Bogor. 4. Menganalisis hubungan antar sumberdaya wilayah kecamatan di Kota Bogor.
1.4 Manfaat Penelitian Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran umum sumber daya wilayah kecamatan-kecamatan di Kota Bogor sebagai daya dukung terhadap peningkatan perekonomian Kota Bogor. Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu pemerintah kota Bogor dalam mengambil kebijakan pembangunan yang tepat untuk masing-masing kecamatan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan informasi tambahan bagi penelitian selanjutnya.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Wilayah dan Pembangunan wilayah Budiharsono (2001) menyebutkan bahwa ruang atau kawasan sangat penting dalam pembangunan wilayah. Konsep ruang mempunyai beberapa unsur, yaitu: (1) jarak, (2) lokasi, (3) bentuk, dan (4) ukuran. Unsur-unsur tersebut di atas secara bersama-sama menyusun unit tata ruang yang disebut wilayah . Definisi wilayah sebagai suatu unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal, dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu: 1. Wilayah
homogen,
adalah
wilayah
yang
dipandang
dari
satu
aspek/kriteria/kriteria mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri yang relatif sama, misalnya homogen dalam hal ekonomi, geografi, agama, suku dan sebagainya. 2. Wilayah
Nodal,
adalah
wilayah
yang
secara
fungsional
memiliki
ketergantungan antara pusat (inti) dan daerah belakangnya (hinterland). Tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa, ataupun komunikasi dan transportasi. Biasanya daerah belakang akan menjual barang-barang mentah (raw material) dan jasa tenaga kerja ke daerah inti, sedangkan daerah inti akan menjual ke daerah belakangnya dalam bentuk barang jadi.
9
3. Wilayah Administratif, adalah wilayah yang batas-batasnya ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan atau politik seperti provinsi, kabupaten/kota, desa/ kelurahan dan RT/RW. 4. Wilayah Perencanaan, merupakan wilayah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan harus cukup besar untuk pengambilan keputusan investasi berskala ekonomi, mampu mengubah indutrinya sendiri dengan tenaga kerja yang ada, mempunyai kesamaan struktur ekonomi, mempunyai minimal satu titik pertumbuhan (growth point), menggunakan perencanaan
pembangunan
dan
masyarakat
suatu dalam
cara
pendekatan
wilayah
tersebut
mempunyai kesadaran terhadap persoalan wilayahnya.
2.1.2 Teori Pusat Pelayanan Teori pusat-pusat pelayanan merupakan suatu teori struktur tata ruang yang menjadi kerangka acuan bagi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dalam rangka penyebaran fasilitas pelayanan. Masalah fasilitas pelayanan, baik yang menyangkut aspek tata ruang maupun kualitas dan jumlah, berkaitan erat dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Tiga konsep dasar yang tercakup dalam pusat pelayanan adalah pemusatan dan fungsi pemusatan, batas ambang serta hierarki. Adanya pemusatan prasarana dan sarana pelayanan di daerah inti dapat diperoleh sedikitnya tiga keuntungan, yaitu penggunaan berbagai fasilitas pelayanan akan menjadi lebih intensif daripada tidak dipusatkan, fasilitas pelayanan akan berfungsi lebih efisisen dan
10
berbagai kelembagaan seperti koperasi dan perbankan dapat berfungsi dengan baik (Dusseldorf, 1971). Fungsi utama pusat pelayanan adalah sebagai tempat pemusatan barang dan jasa bagi penduduk. Tiga fungsi pusat pelayanan yaitu fungsi pelayanan, fungsi pemukiman dan fungsi ekonomi. Suatu pusat pelayanan akan memiliki sejumlah sarana dan prasarana sosial ekonomi untuk memenuhi kebutuhan penduduk baik yang bermukim di daerah inti maupun di daerah belakangnya (Dusseldorf, 1971).
2.1.3 Teori Pusat Pertumbuhan Pusat Pertumbuhan (growth poles) dapat diartikan secara fungsional dan secara geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (daerah belakangnya). Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi daya tarik (pole of attraction). Sementara menurut Richardson dalam Sjafrizal (2008), empat karakteristik pusat pertumbuhan adalah: 1. Adanya sekelompok kegiatan ekonomi yang terkonsentrasi pada lokasi tertentu; 2. Konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang dinamis dalam perekonomian;
11
3. Terdapat keterkaitan input dan output
yang kuat antara sesama kegiatan
ekonomi pada pusat tersebut; dan 4. Dalam kelompok kegiatan tersebut terdapat sebuah indutri induk yang mendorong pengembangan kegiatan ekonomi pada pusat tersebut.
2.2 Penelitian Terdahulu Asri (2011) melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kecamatan Ujan Mas. Metode analisa yang digunakan adalah Location Quotient (LQ), Metode Perbandingan Eksponensial (MPE), Metode Perbandingan Berpasangan (MPB) dan Metode Penentuan Hasil Akhir (PHA) yang kemudian digabung dalam analisa scalogram. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil analisis scalogram terhadap semua kecamatan di Kabupaten Kepahiang, kecamatan dengan nilai scalogram tertinggi adalah Kecamatan Kepahiang, Kecamatan Ujan Mas dan Kecamatan Bermani Ilir. Dilihat dari segi sistem Agribisnis dan fasilitas yang ada, 3 kawasan yang mendapat prioritas pengembangan adalah Kecamatan Ujan Mas, Kecamatan Kepahiang dan Kecamatan Tebet Karai. Dianawati (2004) dalam penelitiannya yang berjudul Fungsi Ekonomi Kota Kecamatan dalam Pembangunan Wilayah (Studi Kasus Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah). Dalam penelitian ini hirarki potensi sumber daya alam dan hirarki ketersediaan fasilitas sosial ekonomi dikombinasikan dalam analisis limpitan sejajar, kemudian dicari hubungannya dengan menggunakan korelasi rank Spearman. Analisis skalogram juga digunakan untuk menganalisis
12
fungsi ekonomi kota kecamatan sebagai pusat pertumbuhan kecil pedesaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan analisis scalogram, kecamatan pusat pengembangan pada peringkat atas memiliki ketersediaan fasilitas pelayanan yang lebih baik dibandingkan pusat pengembangan pada peringkat rendah. Triana (2009) melakukan penelitian dengan judul Analisis Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Pengelompokan Kecamatan berdasarkan beberapa Peubah Sosial Ekonomi di Kabupaten Bogor. Dalam penelitiannya menggunakan analisis faktor dan analisis cluster dengan metode hirarki memperlihatkan bahwa dalam mengelompokkan wilayah Kabupaten Bogor berdasarkan beberapa peubah sosial ekonomi, telah terjadi keragaman antar kecamatan yang disebabkan oleh dua faktor yaitu: (1) faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi; (2) faktor produksi padi. Saran bagi pemerintah daerah berdasarkan penelitian ini adalah pembangunan ekonomi dan pembangunan sarana sosial ekonomi hendaknya diprioritaskan pada kecamatan yang termasuk pada Wilayah IV yang terdiri dari 17 kecamatan, wilayah paling tertinggal. Untuk wilayah yang berpotensi dalam produksi padi diharapkan dapat dikembangkan industri yang mengolah hasil pertanian baik itu industri besar, sedang maupun industri kecil dan kerajinan rumah tangga. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini menentukan kecamatan yang merupakan pusat pelayanan yang tidak diteliti di penelitian sebelumnya dan berdasarkan hasil penelitian bahwa kecamatan dengan peringkat tertinggi dalam potensi perdagangan, ketersediaan fasilitas dan
13
kepadatan penduduk tidak menempati peringkat tertinggi dalam potensi pertanian dan industri, hal ini menunjukkan telah terjadi pemisahan pusat industri, pusat pertdagangan dan pusat pertanian.
Sedangkan dalm penelitian sebelumnya
kecamatan dengan peringkat tertinggi memiliki potensi tertinggi di semua potensi wilayah. 2.3 Kerangka Pemikiran Dalam penyelenggaraan pemerintahan Indonesia menganut sistem desentralisasi, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerahnya. Hal ini tertuang dalam UU Nomor 22 tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Seiring berlakunya Undang-undang tersebut, maka setiap Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) dituntut untuk mampu mengidentifikasi keunggulan wilayahnya. Keunggulan wilayah tersebut untuk selanjutnya harus dapat diarahkan dan dipadukan, serta dikembangkan secara terencana, sehingga tercapai pengembangan wilayah yang optimal, yang tercermin dari luasnya kesempatan kerja dan berusaha, serta adanya insentif ekonomi
yang
menguntungkan bagi berbagai pelaku ekonomi. Namun perbedaan potensi setiap wilayah menimbulkan permasalahan dalam pemerataan pembangunan. Ketidakmerataan potensi awal diperkuat oleh kegiatan investasi yang cenderung terpusat pada wilayah dengan potensi tinggi dan wilayah yang sudah berkembang. Kecamatan merupakan pusat pertumbuhan dan pelayanan kecil karena pemerintahan di tingkat kecamatan paling dekat dengan masyarakat dan
14
merupakan suatu unit wilayah yang cukup memadai untuk satu unit pengembangan. Untuk menentukan kebijakan pembangunan yang tepat, diperlukan identifikasi potensi masing-masing kecamatan. Pengidentifikasian tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran umum potensi dan fasilitas umum setiap kecamatan yang dapat menjadi salah satu acuan kebijakan pembangunan pemerintah daerah. Kerangka pemikiran dinyatakan dalam bentuk diagram pada Gambar 2.1 berikut ini. Potensi Kecamatan di Kota Bogor - Pertanian - Industri - Penduduk - Perdagangan, Hotel&Restoran - Fasilitas Umum
Tidak Merata sehingga Terjadi Ketimpangan
Identifikasi Potensi Kecamatan
Identifikasi Kecamatan Pusat Pelayanan dan Kecamatan yang Berpotensi untuk dikembangkan
Analisis Scalogram
Hubungan Antarsumberdaya Wilayah Kecamatan
Korelasi Spearman
Acuan Kebijakan Pembangunan Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
15
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik berupa data hasil survei Potensi Desa Kota Bogor tahun 2011, Kota Bogor Dalam Angka 2010, Kecamatan Bogor Selatan Dalam Angka 2010, Kecamatan Bogor Timur Dalam Angka 2010, Kecamatan Bogor Utara Dalam Angka 2010, Kecamatan Bogor Tengah Dalam Angka 2010, Kecamatan Bogor Barat Dalam Angka 2010, Kecamatan Tanah Sareal Dalam Angka 2010 dan Data Industri Besar Sedang Kota Bogor 2011.
4.2 Metode Analisis Penelitian ini menggunakan analilsis deskriptif dan analisis kuantitatif untuk menganalisis hubungan antar sumberdaya wilayah yang tersedia. Alat analisis yang digunakan adalah analisis Scalogram untuk mengidentifikasi kelengkapan fasilitas suatu wilayah, dan metode korelasi peringkat Spearman untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel yang dianalisis.
3.2.1 Analisis Scalogram Analisis Scalogram bertujuan untuk mengidentifikasi kota-kota yang dapat dikelompokkan menjadi pusat-pusat pertumbuhan berdasarkan fasilitas kota yang tersedia
(Blakely,
1989).
Semakin
lengkap
fasilitas
pelayanan
yang
16
diberikan,semakin tinggi tingkatan kota tersebut dan dapat dikatakan sebagai pusat pertumbuhan. Dalam analisis scalogram, klasifikasi kota didasarkan pada 3 komponen fasilitas dasar yang dimiliki, yaitu: 1. Differentiation adalah fasilitas yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi. Fasilitas ini menunjukkan bahwa adanya struktur kegiatan ekonomi lingkungan yang kompleks, jumlah dan tipe fasilitas komersial akan menunjukkan derajat ekonomi kawasan/kota dan kemungkinan akan menarik sebagai tempat tinggal dan bekerja. Fasilitas differentiation yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pasar, bank dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). 2. Solidarity adalah fasilitas yang berkaitan dengan aktivitas sosial. Fasilitas ini menunjukkan tingkat kegiatan sosial dari kawasan/kota. Fasilitas tersebut dimungkinkan tidak seratus persen merupakan kegiatan sosial
namun
pengelompokan tersebut masih dimungkinkan jika fungsi sosialnya relatif lebih besar dibandingkan sebagai kegiatan usaha yang berorientasi pada keuntungan (benefit oriented). Fasilitas solidarity dalam penelitian ini adalah fasilitas pendidikan yang meliputi SD, SMP dan SMA, fasilitas kesehatan yang meliputi rumah sakit, rumah sakit bersalin, poliklinik, tempat praktek dokter, tempat praktek bidan, tempat praktek dokter gigi, puskesmas, posyandu, apotik dan laboratoium kesehatan. 3. Centrality adalah fasilitas yang berkaitan dengan kegiatan ekonomipolitik/pemerintahan. Fasilitas ini menunjukkan bagaimana hubungan dari masyarakat
dalam sistem kota/komunitas. Sentralitas ini diukur melalui
17
perkembangan hirarki dari institusi sipil, misalnya kantor pos, kantor pemerintahan dan sejenisnya. Fasilitas centrallity yang digunakan dalam penelitian ini adalah kantor kelurahan, kantor kecamatan, kantor walikota dan kantor pos. Cara pembuatan tabel scalogram untuk melihat hierarki kecamatan adalah sebagai berikut: 1. Kecamatan-kecamatan diurutkan berdasarkan peringkat jumlah penduduk. 2. Susun kembali urutannya berdasarkan jumlah jenis fasilitas yang dimiliki kecamatan tersebut. 3. Fasilitas-fasilitas disusun
urutannya berdasarkan jumlah wilayah yang
memiliki jenis fasilitas tersebut. 4. Peringkat jenis fasilitas disususn urutannya berdasarkan jumlah total unit fasilitas. 5. Terakhir, peringkat kecamatan disusun urutannya berdasarkan jumlah total unit fasilitas yang dimiliki masing-masing wilayah tersebut.
3.2.2 Metode Korelasi Peringkat Spearman Metode Korelasi Peringkat Spearman (Spearman’s Rank Correlation) digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel yang dianalisis. Notasi matematis dari uji korelasi peringkat Spearman dapat dinyatak sebagai berikut: ∑ (
Dimana:
)
(3.1)
18
rs : nilai koefisien korelasi di : selisih peringkat untuk x dan y n : jumlah sampel/data Nilai rs dapat terjadi antara -1 sampai +1. Nilai +1 atau -1 menunjukkan adanya hubungan yang sempurna antara variabel x dan y, dimana tanda + artinya pemberian peringkat itu sejalan, sedangkan tanda minus berarti bertolak belakang. Bila rs mendekati nol, kedua peubah tidak berkorelasi. Hasil uji korelasi peringkat spearman dapat dilihat dari tingkat keeratan hubungan antar variabel, secara lengkap dapat dilihat dari Tabel 3.1 berikut ini:
Tabel 3.1 Tingkat Keeratan Hubungan Antarvariabel dari Uji Korelasi Spearman | |
≤ rs < 0.2
Kategori Tidak erat
0.2 ≤ rs < 0.5
Cukup erat
0.5 ≤ rs < 0.8
Erat
0.8 ≤ rs < 1.0
Sangat erat
0
Sumber: Walpole, 1982
3.3 Definisi Operasional 1.
Potensi pertanian merupakan potensi pertanian kecamatan yang terdiri dari luas lahan pertanian, banyaknya ternak dan produksi perikanan.
2.
Luas lahan pertanian meliputi luas lahan pertanian sawah dan non sawah.
19
3.
Potensi Peternakan meliputi banyaknya ternak yang diusahakan meliputi ternak sapi perah, sapi potong, kerbau, kuda, domba, kambing, domba, ayam kampung, ayam petelur, ayam pedaging, dan itik.
4.
Potensi Perikanan meliputi produksi ikan yang diusahakan di kolam air deras, kolam air tenang, sawah, dan keramba.
5.
Potensi Industri meliputi jumlah industri pengolahan yang ada di setiap kecamatan dan jumlah tenaga kerja yang terserap oleh industri tersebut.
6.
Potensi Perdagangan terdiri dari banyaknya jumlah KUD, pertokoan, pusat perbelanjaan dan toko kelontong. Khusus untuk pusat perbelanjaan dilakukan pembobotan, karena satu pusat perbelanjaan terdiri dari ratusan kios. Pembobotan dilakukan dengan mengalikan satu unit pusat perbelanjaan dengan 100.
7.
Potensi Hotel terdiri dari hotel yang ada di setiap kecamatan baik hotel berbintang maupun hotel melati. Nilai hotel dihitung berdasarkan jumlah kamar yang dimiliki.
8.
Potensi Restoran merupakan jumlah restoran, rumah makan dan kedai makanan yang ada di setiap kecamatan. Khusus jumlah restoran dan rumah makan dilakukan pembobotan. Pembobotan dilakukan dengan mengalikan satu unit restoran dengan 10.
9.
Fasilitas Pendidikan merupakan jumlah sekolah yang ada di setiap kecamatan baik SD, SMP maupun SMA. Nilai yang digunakan adalah daya tampung sekolah yang diperoleh dengan membagi jumlah murid dengan jumlah sekolah.
20
10. Fasilitas kesehatan terdiri dari rumah sakit, rumah sakit bersalin, poliklinik, tempat praktek dokter umum, tempat praktek dokter gigi, tempat praktek bidan, puskesmas, posyandu yang dinilai sesuai jumlah tempat tidur yang ada di tempat tersebut dan apotik serta laboratorium kesehatan. 11. Fasilitas pemerintahan terdiri dari banyaknya kantor kelurahan, kantor kecamatan, kantor walikota dan kantor DPRD. 12. Fasilitas perekonomian terdiri dari banyaknya pasar, bank umum dan Bank Perkeditan Rakyat (BPR). 13. Fasilitas transportasi terdiri dari jumlah stasiun dan terminal yang ada di setiap kecamatan. 14. Fasilitas Ibadah terdiri dari banyaknya masjid, musholla, gereja, pura dan vihara yang ada di setiap kecamatan. 15. Fasilitas Telekomunikasi terdiri dari banyaknya warnet dan wartel yang ada di setiap kecamatan. 16. Peringkat dari masing-masing potensi ditentukan dengan skoring berdasarkan jumlah terbesar menempati peringkat pertama dan seterusnya. Jika ada lebih dari dua observasi yang memiliki jumlah yang sama, maka penetapan skoring adalah rata-rata peringkat.
21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum 4.1.1 Kondisi Geografis
Kota Bogor adalah salah satu kota yang berada dibawah wilayah administratif Provinsi Jawa Barat dan hanya berjarak lebih kurang 60 Km dari ibu kota Indonesia, Jakarta. Kota dengan luas 11.850 Km2 ini dihuni lebih dari 950.334 jiwa yang tersebar di enam kecamatan dan 68 kelurahan, dengan batas sebagai beikut:
Tabel 4.1 Tabel Batas Wilayah Kota Bogor Batas Utara Selatan Timur
Wilayah Wilayah Kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Wilayah Kecamatan Cijeruk, dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Wilayah Kecamatan Sukaraja, dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor.
Barat
Wilayah Kecamatan Darmaga, dan Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. Sumber: Kota Bogor Dalam Angka, 2010 Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43’30”BT 106 derajat 51’00”BT dan 30’30”LS –6 derajat 41’00”LS serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter, maksimal 350 meter. Di Kota Bogor mengalir beberapa sungai yang permukaan airnya jauh di bawah permukaan, yaitu: Sungai Ciliwung, Cisadane,
22
Cipakancilan, Cidepit, Ciparigi dan Cibalok. Oleh karena adanya kondisi itu maka Kota Bogor relatif aman dari bahaya banjir Secara administratif Kota Bogor dikelilingi oleh Kabupaten Bogor dan sekaligus menjadi pusat pertumbuhan Bogor Raya dan
secara geografis
dikelilingi oleh bentangan pegunungan, mulai dari Gunung/Pegunungan Pancar, Megamendung, Gunung Gede, Gunung Pangrango, Gunung Salak dan Gunung Halimun yang menyerupai huruf U.
4.1.2 Kondisi Demografis Pertumbuhan penduduk Kota Bogor dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2006-2010) rata-rata sebesar 1,98 persen pertahun. Pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi pada tahun 2008 yang mencapai 4,10 persen. Tabel 4.2 Jumlah dan Persentase Pertumbuhan Penduduk di Kota Bogor Tahun 2006-2010 Tahun Jumlah penduduk (jiwa) 2006 879.138 2007 905.132 2008 942.204 2009 946.204 2010 950.334 Sumber: BPS Kota Bogor, 2010
Pertumbuhan (%) 2,96 4,10 0,43 0,44
Kepadatan penduduk di Kota Bogor bervariasi antara 5.652 jiwa/ km2 hingga 12.553 jiwa/ km2.. Kecamatan Bogor Tengah menempati urutan pertama kepadatan penduduk yaitu sebesar 12.553 jiwa/ km2, hal ini disebabkan selain sebagai pusat kota, kecamatan ini memliki fasilitas yang lengkap dengan luas wilayah yang paling kecil. Sedangkan kecamatan dengan kepadatan penduduk
23
terendah yaitu sebesar 5.652 jiwa/ km2 adalah Kecamatan Bogor Selatan, karena selain luas wilayahnya besar, fasilitas di kecamatan ini relatif rendah. Tabel 4.3 Jumlah dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2010 Jumlah penduduk Bogor selatan 174.127 Bogor timur 86.308 Bogor utara 152.053 Bogor tengah 102.057 Bogor barat 200.127 Tanah sareal 182.410 Sumber: BPS Kota Bogor, 2010. Kecamatan
Luas wilayah (km2) 30,81 10.,5 17,72 8,13 32,85 18,84
Kepadatan Peringkat penduduk 5.652 6 8.503 4 8.581 3 12.553 1 6.092 5 9.682 2
Gambar 4.1 Peta Kota Bogor Berdasarkan Kepadatan Penduduk
24
Penduduk usia kerja yang berkualitas merupakan salah satu sumber daya wilayah. Sebanyak 66 persen penduduk usia produktif di Kecamatan Bogor Tengah berpendidikan SMA ke atas, hal ini menggambarkan tenaga kerja berkualitas banyak tersedia karena akses pendidikan mudah didapatkan di kecamatan ini. Sedangkan di Bogor Selatan, hanya 37 persen penduduk usia produktifnya yang berpendidikan SMA ke atas, hal ini disebabkan oleh daya tampung sekolah-sekolah di kecamatan ini lebih rendah dibandingkan kecamatankecamatan lain. Tabel 4.4 Penduduk Usia Kerja menurut Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2010 Jumlah Persentase Penduduk Usia Kerja Peringkat penduduk Berpendidikan SMA ke atas kependudukan Bogor Selatan 174.127 37 6 Bogor Timur 86.308 50 4 Bogor Utara 152.053 60 2 Bogor Tengah 102.057 66 1 Bogor Barat 200.127 57 3 Tanah sareal 182.410 44 5 Sumber: BPS Kota Bogor, 2011, diolah Kecamatan
4.1.3 Struktur Perekonomian Wilayah Dilihat dari Produk Domestik Regional Buto (PDRB) atas dasar harga berlaku tahun 2009, sektor yang memberikan kontribusi terbesar adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran yaitu sebesar 38,04 persen, disusul sektor Industri Pengolahan sebesar 25,57 persen. Sektor Pertanian hanya menyumbang sebesar 0,20 persen. Sub sektor yang memberi sumbangan terbesar adalah sub sektor perdagangan besar dan eceran yaitu sebesar 31,72 persen. Sub sektor terbesar industri pengolahan adalah industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki yaitu sebesar 17,89 persen. Nilai PDRB selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.4
25
Tabel 4.5 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku 2009 (Jutaan Rupiah) No. 1.
2.
3.
4.
5. 6.
7.
8.
8.
Sektor Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan Pertambangan&Penggalian a. Minyak dan Gas Bumi b.Pertambangan Non Migas c. Penggalian Industri Pengolahan a. Industri Migas b. Industri Non Migas 1.Makanan, Minuman dan Tembakau 2. Tekstil, Brg. Kulit & Alas Kaki 3. Brg. Kayu & Hasil Hutan Lainnya 4. Kertas dan Barang Cetakan 5. Pupuk, Kimia & Brg dari Karet 6. Semen & Brg. Galian Bukan Logam 7. Logam Dasar Besi dan Baja 8. Alat Angkutan, Mesin & Peralatannya Listrik, Gas& Air a. Listrik b. Gas Kota c. Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran Pengangkutan dan Komunikasi a. Pengangkutan b. Komunikasi Keuangan, Persewaan& Jasa Perusahaan a. Bank b. Lembaga Keuangan selain Bank c. Jasa Penunjang Keuangan d. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan Jasa-Jasa a. Pemerintah Umum b. Swasta PDRB
Sumber: BPS Kota Bogor, 2010
PDRB Berlaku 24.008,43 16.378,12 26,60 4.433,86 0,00 3.169,84 207,34 0,00 0,00 207,34 3.044.078,40 0,00 3,044,078.40 508,155.58 2,129,500.61 43,141.94 0.00 363,280.28 0.00 0.00 0.00 245.221,37 132.367,73 82.778,46 30.075,18 653.511,28 4.528.576,95 3.722.609,11 66.618,92 739.348,92 1.719.767,35 1.429.651,88 290.115,47 1.216.482,77 366.449,98 272.822,65 0,00 322.492,19 254.717,95 472.745,77 171.910,78 300.834,99 11.904.599,66
Distribusi Persentase (%) 0.20 0.14 0.00 0.04 0.00 0.03 0.00 0,00 0,00 0,00 25,57 0,00 25,57 4,27 17,89 0,36 0,00 3,05 0,00 0,00 0,00 2,06 1,11 0,70 0,25 5,49 38,04 31,27 0,56 6,21 14,45 12,01 2,44 10.22 3.08 2.29 0.00 2.71 2.14 3.97 1.44 2,53 100
26
4.2 Analisis Hirarki Potensi Wilayah Pembangunan wilayah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam wilayah tersebut melalui pemanfaatan sumber daya wilayah yang dimiliki baik sumber daya alam, sumber daya manusia maupun sumber daya buatan. Perbedaan ketiga sumber daya tersebut menimbulkan perbedaan pertumbuhan pembangunan antar wilayah. 4.2.1
Hirarki Potensi Pertanian Analisis hirarki potensi pertanian menggunakan batasan administratif
kecamatan sebagai satuan wilayah analisis. Komponen yang digunakan dalam penentuan hirarki potensi ini adalah luas lahan petanian sawah dan nonsawah untuk sektor petanian, jumlah ternak yang diusahakan meliputi ternak besar (sapi, kerbau dan kuda), ternak kecil (kambing dan domba) untuk sektor peternakan besar kecil dan ternak unggas (ayam kampung, ayam petelur, ayam pedaging, dan itik manila) untuk sektor peternakan unggas, serta jumlah produksi ikan yang diusahakan baik yang diusahakan di kolam air tenang, kolam air deras, sawah maupun di keramba. Nilai sektor ini dapat dilihat di lampiran 1. Tabel 4.5 menunjukkan nilai potensi yang diperingkatkan pada setiap sub sektor. Kecamatan dengan jumlah potensi terbanyak mendapat peringkat pertama dan seterusnya. Peringkat total terkecil menunjukkan bahwa kecamatan tersebut memiliki sumber daya terbanyak.
27
Peternakan Besar Kecil
Peternakan Unggas
Perikanan
Total
Peringkat
Bogor Selatan
Pertanian
Kecamatan
Tabel 4.6 Peringkat Potensi Pertanian menurut Kecamatan di Kota Bogor
1
3
1
3
8
1
5 4 6 2 1
5 4 6 2 3
1 5 6 4 2
15 15 24 11 11
4,5 4,5 6 2,5 2,5
Bogor Timur 4 Bogor Utara 2 Bogor Tengah 6 Bogor Barat 3 Tanah Sareal 5 Sumber: BPS Kota Bogor, 2011, diolah
Gambar 4.2. Potensi Pertanian menurut Kecamatan di Kota Bogor Berdasarkan Tabel 4.6, kecamatan yang memiliki potensi pertanian terbesar adalah Kecamatan Bogor Selatan disusul Kecamatan Tanah Sareal dan
28
Kecamatan Bogor Barat. Kecamatan Bogor Selatan memiliki luas wilayah yang cukup besar dibanding kecamatan lainnya dan penggunaan wilayahnya masih berbasis pertanian. Luas wilayah Kecamatan Bogor Selatan sebesar 2.926,7 Km2, dimana 46,52 persen merupakan lahan pertanian. Sedangkan Kecamaan Bogor Barat dan Kecamatan Tanah Sareal masing-masing memiliki luas wilayah sebesar 3.134 Km2 dan 2.030,7 Km2, dimana luas lahan pertanian masing-masing sebesar 10,64 persen dan 1,01 persen. Di kecamatan Bogor Selatan telah dikembangkan padi organik di Kelurahan Mulyaharja dan budidaya anggrek di Kelurahan Cipaku. Di kecamatan Tanah Sareal dikembangkan jambu biji getas merah organik dan produk olahan talas Bogor. Kelurahan Situ Gede dan Kelurahan Sindangbarang, Kecamatan Bogor Barat, juga mengembangkan padi organik. Sedangkan. peringkat terendah adalah Kecamatan Bogor Tengah yang penggunaan lahannya sudah lebih difokuskan pada sarana perkotaan, seperti pertokoan, bank dan sebagainya, sehingga lahan pertaniannya hanya sedikit. Potensi peternakan terbesar ada di Kecamatan Tanah Sareal. Di kecamatan ini diusahakan sapi potong sebanyak 643 ekor, 2.783 ekor kambing dan 5.566 ekor domba. Sedangkan untuk peternakan unggas, Kecamatan Bogor Selatan menempati urutan pertama karena banyaknya unggas yang diusahakan di kecamatan ini yang meliputi ayam kampung sebanyak 105.155 ekor yaitu di Kelurahan Lawanggintung, Kelurahan Muarasari dan Kelurahan Harjasari, ayam ras potong sebanyak 140.358 ekor yaitu di Kelurahan Ranggamekar dan Kelurahan Bojongkerta dan itik sebanyak Mulyaharja.
1.932 ekor yaitu di Kelurahan
29
Potensi perikanan terbesar terdapat di Kecamatan Bogor Timur karena di kecamatan ini diusahakan ikan kolam air deras dengan produksi yang cukup tinggi yaitu sebesar 751.690 kg yaitu Kelurahan Katulampa yang memang terdapat
bendungan
besar
yaitu
Bendungan
Katulampa.
4.2.2 Hirarki Potensi Industri Hirarki potensi industri meliputi jumlah unit usaha dan banyaknya tenaga kerja yang diserap pada industri kecil mikro, industri sedang dan industri besar di tiap-tiap wilayah kecamatan. Tabel 4.6 menunjukkan jumlah industri tenaga kerja yang terserap. Pemeringkatan didasarkan pada jumlah tenaga kerja yang diserap. Tabel 4.7 Hirarki Potensi Industri menurut Kecamatan di Kota Bogor Industri Industri Kecil Sedang Bogor Selatan 9 32 Bogor Timur 2 10 Bogor Utara 9 13 Bogor Tengah 6 4 Bogor Barat 1 1 Tanah Sareal 4 4 Sumber: BPS Kota Bogor, 2011, diolah Kecamatan
Industri Besar 7 2 10 0 5 4
Jumlah tenaga kerja 4566 1598 9553 413 1201 4830
Peringkat industri 3 4 1 6 5 2
Dilihat dari Tabel 4.7, peringkat pertama diduduki oleh Kecamatan Bogor Utara baik dari sisi jumlah industri maupun tingkat penyerapan tenaga kerja. Terdapat sepuluh industri besar yang berkedudukan di Bogor Utara diantaranya yang paling besar adalah
PT Busana Perkasa Garment yang memproduksi pakaian jadi
mampu menyerap 4.451 pekerja dan PT Cahaya Sakti Furnintraco yang memproduksi funiture mampu menyerap sebanyak 1.833 pekerja. Peringkat terendah industri adalah Bogor Tengah, karena selain tidak ada industri besar
30
sama sekali, jumlah industri kecil dan sedangnya pun relatif sedikit dan hanya menyerap sebanyak 413 pekerja.
Gambar 4.3 Potensi Industri menurut Kecamatan di Kota Bogor
4.2.3 Hirarki Potensi Perdagangan, Hotel dan restoran Perdagangan merupakan kegiatan ekonomi utama di daerah perkotaan. Ditinjau dari struktur PDRB Kota Bogor sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang memberikan sumbangan terbesar dibandingkan sektorsektor lainnya yaitu sebesar 38,04 persen. Sebagai kota tujuan wisata terutama
31
bagi masyarakat Jakarta, perdagangan, hotel dan restoran di Kota Bogor sangat potensial untuk dikembangkan. Tabel 4.8 Hirarki Potensi Perdagangan, Hotel dan Restoran Kecamatan
Perdagangan
Hotel
1027 161 Bogor Selatan 271 82 Bogor Timur 333 45 Bogor Utara 2734 642 Bogor Tengah 1306 42 Bogor Barat 920 13 Tanah Sareal Sumber: BPS Kota Bogor, 2011, diolah
Restoran 250 530 240 1300 1200 160
Jumlah Peringkat Potensi Potensi 1760 3 1038 5 918 6 5063 1 2880 2 1279 4
Sumber : BPS Kota Bogor Gambar 4.1. Potensi Perdagangan, Hotel dan Restoran menurut Kecamatan di Kota Bogor
32
Dari Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan dengan potensi perdagangan, hotel dan restoran yang tertinggi. Hal ini dikarenakan posisi Kecamatan Bogor Tengah yang merupakan pintu masuk Kota Bogor dari Jalan Tol Jagorawi serta keberadaan Terminal Antar Kota Baranangsiang. Di kecamatan ini juga terdapat Kebun Raya Bogor yang menjadi tujuan wisata utama Kota Bogor sehingga memicu munculnya fasilitas-fasilitas pendukung pariwisata disekitarnya berupa pertokoan, hotel dan restoran. Kecamatan Bogor Tengah memiliki fasilitas perdagangan yang terdiri dari 7 pusat perbelanjaan/mall, banyak pertokoan, KUD, mini market dan toko kelontong. Selain itu Kecamatan Bogor Tengah juga memiliki fasilitas hotel dari kelas melati hingga hotel bintang 4. Hotel berbintang yang dekat dengan tempat wisata Kebun Raya Bogor yaitu Hotel Salak (bintang 4), Hotel Sahira, Hotel Pangrango 2 dan Hotel Santika (bintang 3), Hotel Permata (bintang 2), Hotel New Mirah dan Hotel Pangango 1 (bintang 1). Pusat perbelanjaan yang ada di Kecamatan Bogor Tengah meliputi Plaza Bogor Suyakencana, Botani Squae, Bogor Trade Mall, Bogor Junction, Taman Topi Square, Pusat Grosir Bogor, dan Plaza Jembatan Merah. Sedangkan untuk restoran dan kedai makanan pun kecamatan ini memiliki jumlah yang tidak sedikit.
4.2.4 Hirarki Ketersediaan Fasilitas Umum Analisis hirarki ketersediaan fasilitas umum menunjukkan ketersediaan dan penyebaran fasilitas-fasilitas tersebut pada masing-masing kecamatan. Secara garis besar, fasilitas umum dapat dibedakan ke dalam fasilitas sosial seperti
33
fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas ibadah dan fasilitas hiburan dan olahraga, fasilitas ekonomi meliputi sarana yang menunjang perekonomian seperti pasar, bank dan sebagainya, fasilitas transportasi meliputi kemudahan akses ke pusat kota dan kualitas jalan, fasilitas telekomunikasi berupa ketersediaan telepon umum, wartel, warnet dan kantor pos, dan fasilitas pemerintahan berupa kantorkantor pemerintahan seperti kantor kelurahan, kantor kecamatan dan kantor walikota. Untuk menginventarisir fasilitas yang dimiliki oleh setiap kecamatan digunakan analisis skalogram. Hasil analisis scalogram kecamatan-kecamatan di Kota Bogor dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 4.9 menunjukkan peringkat ketersediaan fasilitas umum di masing-masing kecamatan di Kota Bogor. Dari Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa kecamatan Bogor Tengah menduduki peringkat pertama dengan jumlah fasilitas umum yang dimiliki sebanyak 3.876 fasilitas. Hal ini dikarenakan Bogor Tengah merupakan sentra perekonomian Kota Bogor dimana terdapat tiga pasar besar yaitu Pasar Bogor, Pasar Kebon Kembang/Pasar Anyar dan Pasar Induk Jambu Dua, bank dan sebagainya. Tabel 4.9 Jumlah dan Peringkat Fasilitas Umum di Kota Bogor Kecamatan Jumlah Fasilitas 1.961 Bogor Selatan 2.086 Bogor Timur 2.573 Bogor Utara 3.876 Bogor Tengah 3.203 Bogor Barat 2.774 Tanah Sareal Sumber: BPS Kota Bogor, 2011, diolah
Peringkat Fasilitas 6 5 4 1 2 3
34
Tabel 4.10 menunjukkan peringkat ketersediaan fasilitas umum menurut jenis fasilitas masing-masing kecamatan di Kota Bogor. Banyaknya fasilitas pendidikan tertinggi adalah Kecamatan Bogor Tengah, kemudian Kecamatan Tanah Sareal pada peringkat kedua dan peringkat ketiga adalah Kecamatan Bogor Utara. Banyaknya jumlah murid yang mampu ditampung oleh sekolah-sekolah yang ada di kecamatan Bogor Tengah juga menyebabkan fasilitas pendidikan menduduki peringkat teratas di Kota Bogor. Demikian juga, banyaknya fasilitas transportasi dan fasilitas ekonomi yang tinggi mendukung Kecamatan Bogor Tengah menempati peringkat tertinggi dalam ketersediaan fasilitas umum.
Tabel 4.10. Analisis Ketersediaan Fasilitas Umum menurut Jenis Fasilitas Kota
Fasilitas Kesehatan
Fasilitas Transportasi
Fasilitas Ekonomi
Fasilitas Pemerintahan
Fasilitas Telekomunikasi
Fasilitas Ibadah
Fasilitas Hiburan & OR
Bogor Selatan
6
4
4
6
2
1
1
2
Bogor Timur
5
6
5,5
2
6
6
6
6
Bogor Utara
3
5
3
3
5
4
2
5
Bogor Tengah
1
3
1
1
3
3
5
3
Bogor Barat
4
1
2
4
1
2
3
1
2
2
5,5
5
4
5
4
2
Kecamatan
Fasilitas Pendidikan
Bogor Tahun 2011.
Tanah Sareal
Sumber: BPS Kota Bogor, 2011, diolah
35
Sumber : BPS Kota Bogor Gambar 4.1. Potensi Fasilitas Umum menurut Kecamatan di Kota Bogor
Dari analisis hirarki diatas, dapat dilihat bahwa: Kecamatan Bogor Selatan memiliki sumber daya pertanian yang paling besar, industri yang cukup banyak, namun memiliki sumber daya manusia terendah. Luas lahan pertaniannya baik sawah maupun non sawah mencapai 1361,4 km2 atau hampir 47 persen dari luas wilayahnya.
Industri terbesar di kecamatan Bogor Selatan adalah PT Muara
Krakatau yang menyerap sekitar 1786 pekerja, disusul PT Coat Rejo Industry yang memproduksi benang jahit dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 419 orang. Jika dilihat dari ketersediaan fasilitas, fasilitas yang harus mendapat perhatian yang sangat tinggi adalah peningkatan fasilitas pendidikan dan fasilitas
36
ekonomi. Fasilitas pendidikan sangat diperlukan untuk mencetak sumber daya manusia berkualitas yang akan menjadi aspek utama dalam pengelolaan sumber daya yang tinggi, selain juga fasilitas pendidikan merupakan salah satu alasan masyarakat untuk bermukim di suatu wilayah. Fasilitas ekonomi diperlukan untuk membantu pengelolaan sumber daya selain juga sebagai daya tarik pemukiman. Kecamatan Bogor Timur memiliki sumber daya pertanian yang cukup sedikit, yaitu hanya didukung oleh sektor perikanan air deras di kelurahan Katulampa. Potensi industri di kecamatan ini didukung oleh dua perusahaan yaitu PT Unitex Tbk. yang menyerap 870 pekerja dalam memproduksi kain bahan kemeja dan PT Nutrifood yang memproduksi minuman mampu menyerap 341 tenaga kerja. Kualias sumber daya manusia di kecamatan Bogor Timur menduduki peringkat keempat. Dilihat dari sisi fasilitas, kecamatan ini menduduki hampir semua fasilitas di peringkat terakhir. Hal ini harus mendapat perhatian yang serius dari pemerintah, terkait peruntukkan kecamatan Bogor Timur sebagai kawasan pemukiman. Kecamatan Bogor Utara menduduki peringkat pertama dalam potensi industri seperti telah disebutkan sebelumnya, industri yang ada di kecamatan ini mampu menyerap ratusan bahkan ribuan pekerja. Sumber daya pertanian yang ada di kecamatan ini berasal dari perikanan air tenang dan perikanan ikan keramba. Dari sisi sumber daya manusia, kecamatan Bogor Utara menduduki peringkat kedua. Hal ini tidak lepas dari fasilitas pendidikan yang menduduki peringkat ketiga. Dari segi fasilitas, fasilitas yang perlu mendapat perhatian serius adalah
37
fasilitas kesehatan dan fasilitas ekonomi untuk mendukung kecamatan Bogor utara sebagai wilayah pemukiman, perdagangan dan jasa Kecamatan Bogor Tengah memiliki sumber daya pertanian yang sangat sedikit di semua sub sektor pertanian. Begitu pula dengan potensi industri yang juga sedikit yaitu industri roti Bogor Permai dan Galuh Sari yang masing-masing hanya menyerap sebanyak 88 pekerja. Keunggulan kecamatan Bogor Tengah adalah pada sisi sumber daya manusia berkualitas dan fasilitas yang paling lengkap diantara kecamatan lainnya. Hal ini sesuai peruntukkan kecamatan Bogor Tengah sebagai pusat perdagangan dan jasa yang didukung perkantoran, terlihat dari banyaknya bank, hotel, pasar dan pertokoan. Industri besar yang ada di Kecamatan Bogor Barat adalah CV Pintu Mas yang memproduksi baju dan celana dan mampu menyerap sebanyak 875 pekerja. Dilihat dari segi sumber daya manusia berkualitas kecamatan ini menduduki peringkat ketiga. Dari segi fasilitas yang dimiliki, hampir semua fasilitasnya sudah memadai. Fasilitas yang masih harus ditingkatkan adalah fasilitas pendidikan dan fasilitas ekonomi agar mampu mendukung kecamatan Bogor Barat sebagai kawasan pemukiman dan mendukung pengelolaan sumber daya yang ada. Sebagai kecamatan yang terjauh dari pusat kota, fasilitas pendidikan, dan fasilitas kesehatannya telah memadai. Fasilitas yang harus mendapat perhatian ekstra adalah fasilitas transportasi, fasilitas ekonomi, dan fasilitas telekomunikasi. Peningkatan fasilitas-fasilitas tersebut untuk menunjang kecamatan Tanah Sareal sebagai pemukiman. Kualitas penduduk kecamatan ini menduduki peringkat ke 5
38
namun kepadatan penduduknya menempati peingkat kedua, hal ini berarti kecamatan ini memiliki daya tarik sebagai permukiman namun kualitas penduduknya masih belum memadai. Potensi industri kecamatan ini menduduki peringkat kedua karena di kecamatan Tanah Sareal ada PT Busana Perkasa yang memproduksi pakaian jadi mampu menyerap sebanyak 1910 pekerja yaitu di Kelurahan Tanah Sareal, PT Goodyear Indonesia yang mempoduksi ban mampu menyerap sebanyak 869 pekerja, PT Troas Indah Abadi yang juga memproduksi pakaian jadi mampu menyerap 680 pekerja dan CV. Panca Karya Makmur yang memproduksi celana dari bahan denim mampu menyerap 688 pekerja bertempat di Kelurahan Kedungwaringin.
4.3
Analisis Hubungan Potensi Wilayah Untuk mengetahui hubungan antar potensi sumber daya wilayah dilakukan
uji korelasi Spearman. Pengujian dilakukan antar keempat sumber daya wilayah dan antara sumber daya wilayah dengan fasilitas sosial ekonomi pemerintahan. Tabel 4.11 Hasil Uji Korelasi Spearman Variabel Potensi Pertanian dan Industri Potensi Pertanian dan Penduduk Potensi Pertanian dan Perdagangan Potensi Pertanian dan Fasilitas Industri dan Penduduk Industri dan Perdagangan Industri dan Fasilitas Penduduk dan Perdagangan Penduduk dan Fasilitas Fasilitas dan Perdagangan
Sumber: Data Diolah, 2011
Nilai Koefisien Korelasi Spearman 0.323 0,688 0,029 0,457 0,086 0,829 0,371 0,143 0,657 0,600
Deskripsi Cukup erat Erat Tidak erat Cukup erat Tidak erat Sangat Erat Cukup Erat Tidak Erat Erat Erat
39
Berdasakan koefisien korelasi rank spearman dapat dilihat beberapa hal: 1.
Terdapat hubungan yang cukup erat antara potensi petanian dengan potensi industri. Hal ini menunjukkan bahwa pada beberapa kecamatan, industri dan pertanian memiliki peringkat
yang sejalan, misalnya Kecamatan Bogor
Tengah peringkat industri maupun peringkat pertaniannya yang paling rendah. Begitu pula dengan Kecamatan Tanah Sareal yang menempati peringkat kedua untuk pertanian maupun industrinya. Sedangkan kecamatan lainnya memiliki potensi pertanian dan industri yang berbanding terbalik seperti Kecamatan Bogor Utara yang memiliki industri terbesar namun potensi pertaniannya hanya di peringkat ke-4. 2.
Terdapat hubungan yang erat antara potensi petanian dengan kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk tertinggi di Kecamatan Bogor Tengah namun potensi pertaniannya terendah, begitupun sebaliknya di Kecamatan Bogor Selatan dengan kepadatan terendah namun potensi pertaniannya tertinggi.
3.
Terdapat hubungan yang tidak erat antara potensi pertanian dengan potensi perdagangan. Potensi perdagangan tertinggi di Kecamatan Bogor Tengah namun potensi pertaniannya terendah, begitupun sebaliknya di Kecamatan Bogor Selatan dengan potensi perdagangan terendah namun potensi pertaniannya tertinggi.
4.
Terdapat hubungan yang cukup erat antara potensi pertanian dengan fasilitas umum. Fasilitas umum tertinggi di Kecamatan Bogor Tengah namun potensi
40
pertaniannya terendah, begitupun sebaliknya di Kecamatan Bogor Selatan dengan potensi pertanian tertinggi namun fasilitas umumnya terendah. 5.
Terdapat hubungan yang tidak erat antara potensi industri dengan kepadatan penduduk. Potensi industri tertinggi di Kecamatan Bogor Utara namun kepadatan
penduduknya
menempati
peringkat
keempat.
Sedangkan
Kecamatan Bogor Tengah dengan kepadatan tertinggi, namun potensi industrinya terendah. 6.
Terdapat hubungan yang sangat erat antara potensi industri dengan perdagangan. Potensi industri tertinggi di Kecamatan Bogor Utara namun potensi perdagangannya menempati peringkat terendah. Begitu pula sebaliknya di kecamatan Bogor Tengah dengan potensi perdagangan tertinggi, namun potensi industri terendah. Hal ini menyiratkan bahwa pusat perdagangan terpisah dari pusat industri.
7.
Terdapat hubungan yang erat antara potensi industri dengan fasilitas umum. Potensi industri tertinggi di Kecamatan Bogor Utara namun ketersediaan fasilitas umumnya menempati peringkat keempat. Sedangkan Kecamatan Bogor Tengah dengan fasilitas umum terlengkap namun potensi industrinya menempati peringkat terendah. Hal ini berarti potensi industri belum didukung fasilitas memadai.
8.
Terdapat hubungan yang tidak erat antara kepadatan penduduk dengan perdagangan. Kecamatan Bogor Tengah dengan kepadatan penduduk dan potensi perdagangan tertinggi, sedangkan kecamatan lainnya memiliki
41
potensi perdagangan cukup tinggi dan kepadatan yang rendah seperti di Kecamatan Bogor Barat. 9.
Terdapat hubungan yang erat antara kepadatan penduduk dengan fasilitas. Kecamatan Bogor Tengah dengan kepadatan tinggi mempunyai fasilitas umum yang tinggi pula. Sebaliknya Kecamatan Bogor Selatan dengan kepadatan terendah memiliki fasilitas terendah pula. Hal ini memnunjukkan bahwa penduduk cenderung terkonsentrasi pada daerah yang lengkap fasilitasnya. Temuan ini sesuai dengan penelitian Dianawati (2004) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara fasilitas dan kepadatan penduduk.
10. Terdapat hubungan yang erat antara kepadatan penduduk dengan pedagangan. Kecamatan Bogor Tengah dengan kepadatan tinggi mempunyai potensi pedagangan yang tinggi pula. Sebaliknya Kecamatan Bogor Timur dengan kepadatan rendah memiliki fasilitas perdagangan yang masih rendah dibandingkan kecamatan lainnya. Hal ini memnunjukkan bahwa penduduk cenderung terkonsentrasi pada daerah yang perdagangannya memadai untuk mengefisienkan perjalanan mereka, sehingga dengan tinggal di daerah dengan potensi perdagangan tinggi maka perjalanan mereka untuk memenuhi kebutuhannya semakin sedikit dan cepat. Temuan ini sesuai dengan penelitian Dianawati (2004) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara ekonomi dan kepadatan penduduk. Hal ini juga sesuai dengan apa yang dikemukakan Dusseldorf (1971) bahwa wilayah dengan fungsi pusat pelayanan adalah yang memiliki fungsi pelayanan yang tercermin dari
42
keterediaan fasilitas umum, fungsi pemukiman yang tercermin dari kepadatan penduduk dan fungsi ekonomi yang tercermin dari potensi perdagangan, hotel dan restoran.
43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1.
Berdasarkan analisis hirarki potensi pertanian, kecamatan dengan potensi pertanian tertinggi adalah kecamatan Bogor Selatan dilihat dari luas lahan pertanian terbesar dan produksi peternakan unggasnya paling besar dibandingkan kecamatan lainnya.
2.
Berdasarkan analisis hirarki potensi industri, kecamatan dengan potensi industri tertinggi adalah kecamatan Bogor Utara karena mampu menyerap 9553 pekerja yang tersebar di berbagai industri terutama industri pakaian jadi dan funiture.
3.
Berdasarkan analisis hirarki perdagangan, hotel dan restoran, kecamatan dengan potensi perdagangan, hotel dan restoran tertinggi adala Kecamatan Bogo Tengah yang didukung oleh pusat perbelanjaan yang banyak, hotelhotel berbintang dan restoran serta kedai makanan yang banyak.
4.
Berdasarkan analisis scalogram terhadap ketesediaan fasilitas umum, fasilitas umum tertinggi berada di Kecamatan Bogor Tengah. Selain sebagai pusat kota, di kecamatan ini juga kepadatan penduduknya tertinggi sehingga kelengkapan fasilitas merupakan daya tarik permukiman.
5.
Hubungan yang sangat erat terjadi antara industri dan perdagangan yang menunjukkan pusat industri besar terpisah dari pusat perdagangan.
44
6.
Hubungan yang erat terjadi antara potensi pertanian dan kepadatan penduduk. Hal ini berarti wilayah dengan lahan pertanian terbesar, penduduknya relatif sedikit dan wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi memiliki lahan pertanian yang sangat sedikit.
7.
Hubungan yang erat terjadi antara ketersediaan fasilitas umum dengan kepadatan penduduk. Hal ini menunjukkan bahwa kelengkapan fasilitas akan menarik masyarakat untuk tinggal di suatu wilayah.
8.
Hubungan yang erat terjadi antara ketersediaan fasilitas umum dengan perdagangan. Hal ini menunjukkan bahwa kelengkapan fasilitas umum juga didukung oleh potensi perdagangan yang tinggi. Kedua potensi ini akan menjadi daya tarik masyarakat untuk tinggal di suatu wilayah dan menarik investor untuk menanamkan modal di wilayah dengan fasilitas lengkap dan potensi perdagangan tinggi .
9.
Kecamatan yang berfungsi sebagai pusat pelayanan adalah kecamatan Bogor Tengah karena berdasarkan penelitian kecamatan ini memenuhi fungsi pemukiman, fungsi pelayanan dan fungsi ekonomi.
10. Kecamatan yang berpotensi untuk dikembangkan adalah kecamatan Tanah Sareal, karena hampir semua potensinya berada pada peringkat menengah tinggi. 11. Berdasarkan hasil penelitian, telah terjadi pemisahan antara pusat pertanian di Kecamatan Bogor Selatan, pusat industri di Kecamatan Bogor Utara dan pusat perdagangan, pusat permukiman dan pusat pelayanan di Kecamatan Bogor Tengah.
45
5.2 Saran Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah: 1. Berdasarkan hasil penelitian dan untuk mendukung Kota Bogor sebagai kota perdagangan dan wisata ilmiah, perlu ditingkatkan fasilitas perdagangan, hotel dan restoran di kecamatan Bogor Timur, kecamatan Bogor Utara, dan kecamatan Tanah Sareal, dengan meningkatkan fasilitas seperti pertokoan, minimarket, hotel, restoran. 2. Berdasarkan hasil penelitian dan untuk mendukung Kota Bogor sebagai kota industri, perlu peningkatan fasilitas yang mendukung tumbuhnya industri seperti peningkatan fasilitas perekonomian dan peningkatan kualitas tenaga kerja. 3. Berdasarkan analisis scalogram dan untuk mendukung Kota Bogor sebagai kota
permukiman
dan
kota
pendidikan,
pemerintah
daerah
perlu
meningkatkan fasilitas pendidikan seperti kualitas sekolah di kecamatan Bogor Selatan dan Kecamatan Tanah Sareal, fasilitas kesehatan seperti penambahan rumah sakit besar, klinik, apotik, laboratorium kesehatan dan sebagainya terutama di kecamatan Bogor Selatan dan kecamatan Bogor Utara, fasilitas telekomunikasi seperti kantor pos dan warnet terutama di kecamatan Tanah Sareal dan Kecamatan bogor Timur, fasilitas ibadah seperti masjid, gereja dan sarana ibadah lainnya terutama di kecamatan Bogor Timur.
46
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, L. 1999. Ekonomi Pembangunan. Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta. Asri, J. 2011. Analisis Pengembangan Kawasan Agropolis di Kecamatan Ujan Mas [skripsi]. Bengkulu: Universitas Bengkulu. Bank Indonesia dan LP3E, FE UNPAD. 2008. Profil dan Pemetaan Daya saing Ekonomi Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia. Rajawali Pers, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2010. Kota Bogor Dalam Angka 2010. BPS Kota Bogor, Bogor _________________. 2010. Kecamatan Bogor Selatan Dalam Angka 2010. BPS Kota Bogor, Bogor. _________________. 2010. Kecamatan Bogor Timur Dalam Angka 2010. BPS Kota Bogor, Bogor. _________________. 2010. Kecamatan Bogor Utara Dalam Angka 2010. BPS Kota Bogor, Bogor. _________________. 2010. Kecamatan Bogor Tengah Dalam Angka 2010. BPS Kota Bogor, Bogor. _________________. 2010. Kecamatan Bogor Barat Dalam Angka 2010. BPS Kota Bogor, Bogor. _________________. 2010. Kecamatan Tanah Sereal Dalam Angka 2010. BPS Kota Bogor, Bogor. Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Blakely, E.J. 1989. Planning Local Economic Development : Theory and Practice, Sage Library of Social Research 168, Sage Publication.
47
Dianawati, F. 2004. Fungsi Ekonomi Kota Kecamatan dalam Pembangunan Wilayah (Studi Kasus Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Dusseldorf, V. 1971. Planning of Service Centre in Rural Areas of Developing Countries. International Institute for Land Reclamation and Improvement. Wageningen, Den Haag. Badan Perencanaan Daerah. 2005. Rencana Pembangunan Jangka Pendek Daerah 2005-2025. Bappeda Kota Bogor, Bogor. Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Badouse Media, Padang Tarigan, R. 2005. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi edisi Revisi. PT. Bumi Aksara, Jakarta. Triana, L. RA. 2008. Analisis Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Pengelompokan Kecamatan Berdasarkan Beberapa Peubah Sosial Ekonomi di Kabupaten Bogor tahun 2008 [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Walpole and Ronald. 1982. Pengantar Statistika. Edisi ketiga. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
BANK
BPR
STASIUN/TERMINAL
217 9
1
1
4
2
0
517
190 1,961 6
1
54
10
10
24
12
9
24
94
1
1
13
4
1
206
542 2,086 5
2
89
120 11
27
23
24
36
130 20
2
1
14
2
0
365
514 2,573 4
3
451 50
23
64
11
30
44
127 28
7
7
53
2
2
209 1,268 3,876 1
3
911 150 16
30
25
18
32
206 21
3
1
9
4
1
355
211 3,203 2
3
48
30
41
30
36
163 12
2
3
5
5
0
330
597 2,774 3
110 18
7
PERINGKAT
PASAR
16
TOTAL
LAB KESEHATAN
18
FASILITAS TELEKOMUNIKASI
PUSKESMAS
10
TEMPAT IBADAH
TP DOKGI
17
APOTIK
TP BIDAN
5
POSYANDU
TP DOKTER
30
RSB
0
RS
POLIKLINIK
1
1
KANTOR POS
KECAMATAN BOGOR SELATAN 362 332 212 16 1 BOGOR TIMUR 352 311 403 6 1 BOGOR UTARA 324 291 570 8 1 BOGOR TENGAH 386 556 540 11 1 1 BOGOR BARAT 335 326 529 16 1 TANAH SAREAL 383 347 599 11 1 Sumber data: BPS Kota Bogor, 2011, diolah
KANTOR DPRD
KANTOR WALIKOTA
KANTOR KECAMATAN
KANTOR KELURAHAN
SMA/SEDERAJAT
SMP/SEDERAJAT
SD/SEDERAJAT
Lampiran 1. Analisis Scalogram Fasilitas Umum Menurut Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2011
TOKO KELONTONG
KEDAI MAKANAN
RESTORAN/RUMAH MAKAN
HOTEL&PENGINAPAN
TOTAL
PERINGKAT
KECAMATAN BOGOR SELATAN 0 11 26 BOGOR TIMUR 0 3 19 BOGOR UTARA 1 7 36 BOGOR TENGAH 1 11 30 BOGOR BARAT 3 12 19 TANAH SAREAL 1 9 25 Sumber data: BPS Kota Bogor, 2011, diolah
PUSAT PERBELANJAAN
MINIMARKET
PERTOKOAN
KUD
Lampiran 2. Analisis Scalogram Potensi Perdagangan, Hotel dan Restoran Menurut Kecamatan di Kota Bogor
0 100 0 700 20 100
990 149 289 1992 1252 785
322 155 300 387 332 186
250 530 240 1300 1200 160
161 82 45 642 42 13
1760 1038 918 5063 2880 1279
3 5 6 1 2 4
Lampiran 3. Potensi Pertanian menurut kecamatan di Kota Bogor
KERAMBA
KOLAM AIR TENANG
KOLAM AIR DERAS
140358 1932 0 426121 1350 1019 483 751690 465131 2074 33951 947 0 364585 0 1177 123 0 41079 0 58926 681 0 381367 1036 94569 1018 0 930254 1350
4950 0 4800 5900 2050 0
ITIK
SAWAH
105155 500 51079 0 74393 0 34186 0 113453 0 65214 2000
AYAM RAS POTONG
0 1600 3200 2 260 520 0 346 692 0 9 32 4 2477 4572 54 2783 5566
PRODUKSI IKAN (KG)
AYAM RAS PETELUR
20 7 3 0 24 29
AYAM KAMPUNG
KUDA
0 0 0 0 41 24
DOMBA
KERBAU
462.5 214 183 6 297.2 40 0 0 221.6 0 19.1 643
KAMBING
SAPI POTONG
JUMLAH TERNAK (EKOR)
SAPI PERAH
KECAMATAN BOGOR SELATAN 898.9 BOGOR TIMUR 66 BOGOR UTARA 96.6 BOGOR TENGAH 0 BOGOR BARAT 111.9 TANAH SAREAL 1.5 Sumber: BPS Kota Bogor, 2010
LUAS PERTANIAN NON SAWAH (KM2)
LUAS PERTANIAN SAWAH (KM2)
LUAS LAHAN PERTANIAN