ANALISIS PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH KOTA CIREBON TAHUN 2001-2008
OLEH FARIDAH H14061585
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN
FARIDAH. Analisis Perkembangan Perekonomian Kota Cirebon Tahun 20012008 (dibimbing oleh ALLA ASMARA)
Pembangunan ekonomi mempunyai tujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat, pemerataan pendapatan dan memperluas kesempatan kerja dan juga diharapkan dapat mencapai target-target seperti yang telah ditetapkan baik untuk regional maupun nasional. Untuk itu pemerintah daerah dituntut untuk siap menjalankan tugas pemerintah dan pembangunan secara efektif, efisien, dan berkelanjutan. Pemerintah daerah harus mampu bersikap kreatif dan inovatif dalam menggali potensi ekonomi yang terdapat di daerah, sehingga dapat membuka ekonomi yang baru. Pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon berperan penting terhadap pertumbuhan ekonomi Nasional, hal ini dikarenakan Kota Cirebon merupakan pusat pertumbuhan nasional untuk wilayah Jawa Barat bagian timur. Selama empat Tahun terakhir (2005-2008) pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon mengalami fluktuasi, seiring produktivitas sektor-sektor ekonomi mengalami perubahan dari Tahun ke Tahun. Pertumbuhan tertinggi dicapai pada Tahun 2007, sehingga pada Tahun ini produktivitas perekonomian di Kota Cirebon dirasakan relatif sangat baik dibanding Tahun-Tahun sebelum dan sesudahnya. Tingginya laju pertumbuhan ekonomi ini tidak berarti bahwa masyarakat sudah sejahtera karena ternyata tingkat pengangguran terbuka Kota Cirebon juga tinggi. Pada penelitian ini akan melihat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian serta mengidentifikasi sektor-sektor mana saja yang berpotensi menjadi sektor perekonomian yang progresif dan sektor yang unggulan di Kota Cirebon pada Tahun 2001-2008. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sektor progresif dan sektor unggulan yang dapat dijadikan sebagai pemacu laju pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran. Analisisnya menggunakan Shift Share untuk mengetahui sektor mana yang progresif yang dapat dilihat dari pertumbuhan regionalnya, pertumbuhan proporsionalnya dan pertumbuhan pangsa wilayahnya serta analisis Location Quotient (LQ) untuk melihat sektor basisnya. Berdasarkan hasil analisis Shift Share terdapat tiga sektor yang memiliki nilai pergeseran bersih (PB) yang negatif (non progresif) yaitu sektor pertanian, sektor industri, sektor pengangkutan dan lima sektor yang memiliki nilai PB yang positif (progresif) yaitu sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor lembaga keuangan, dan sektor jasa-jasa. Sedangkan berdasarkan analisis LQ yang menjadi sektor unggulan adalah sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor pengangkutan, dan sektor lembaga keuangan. Berdasarkan pangsa penyerapan tenaga kerjanya sektor perdagangan dan jasa-jasa yang banyak menyerap tenaga kerja dimana sektor perdagangan merupakan sektor yang progresif dan unggulan sedangkan sektor jasa-jasa merupakan sektor progresif namun bukan unggulan. Pentingnya peran
perdagangan dan jasa-jasa terhadap perekonomian ini membutuhkan prioritas yang tinggi bagi pemerintah untuk dapat mengembangkan kedua sektor tersebut dengan cara meningkatkan investasi dan memberikan sarana dan prasarana yang memadai.
ANALISIS PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH KOTA CIREBON TAHUN 2001-2008
Oleh Faridah H14061585
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMUEKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Faridah Nomor Registrasi Pokok : H14061585 Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Analisis Perkembangan Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2001-2008
Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Alla Asmara, S.Pt, M.Si. NIP. 19730113 199702 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen ilmu Ekonomi
Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2011
Faridah H14061585
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Faridah lahir di Kota Cirebon, 8 Juli 1989. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Sanusi dan Ibu Eli Fatonah. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN PEKALANGAN I Cirebon, kemudian melanjutkan ke SLTPN 7 Cirebon dan lulus pada Tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMAN 3 Cirebon dan lulus pada Tahun 2006. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) IKC IPB dan IPB serta aktif di beberapa kegiatan kepanitiaan yang diadakan di IPB.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Perkembangan Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2001-2008”. Skripsi ini menganalisis sektor-sektor perekonomian yang mampu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi (LPE) secara drastic dengan tujuan untuk mengurangi tingkat pengangguran terbuka Kota Cirebon. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini terselaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa tulus dan hormat, penulis menghaturkan terima kasih kepada : 1. Alla Asmara, S.Pt M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar mengarahkan, membimbing dan memberikan dorongan sejak perencanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini berakhir. 2. Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si sebagai dosen penguji utama dan Fifi Diana Thamrin, M.Si sebagai dosen komisi pendidikan yang telah memberikan masukan kepada penulis. 3. Badan Pusat Statistik, BAPPEDA, serta instansi-instansi terkait yang telah memberikan informasi kepada penulis. 4. Ayah Sanusi dan Ibu Eli Fatonah selaku orang tua tercinta atas kasih sayang yang tulus, kesabaran, dan dukungan, serta do’a yang tiada henti untuk penulis. 5. Kakak Saeful Bahtiar Martadiputra dan adik Husnia atas dukungan dan do’anya.
6. Tyaz Wulandary ‘Pelangi Biru’, Diana Septiawati ‘Pelangi Jingga’, Diani Septia Dewi ‘Pelangi Nila’, Ginanjar Pratama ‘Pelangi Kuning’, dan Dicky Zulharman ‘Pelangi Hijau’ dan tidak lupa Alm. Nur Rohman ‘Pelangi Merah’ yang sampai akhir hayatnya memberikan pesan yang baik kepada kami untuk bisa lulus bersama, terima kasih atas persahabatan yang indah dan tak terlupakan ini. 7. Mutiara Probokawuryan, Luthfi Tiandra Fajri, dan Ukke Hentresna Lestari teman seperjuangan yang saling mendukung saat penyusunan skripsi penulis. 8. Teman-teman Arsida (Ina, Ivong, mba Leni, mba Yunita, mba Madun, Ikmah, arie, mba Rina, chuby dll) dan teman-teman IE 43 atas kebersamaan dan persaudaraan yang terjalin selama ini. 9. Saudara-saudara dari IKC (Mas Dadan, Mas Marto, Mas Firman, Fahmi, Adhi, Mas Yadi, Fauzah, Susi, Iin, Ipit, Chepy, dkk) atas perhatiannya dari awal masuk ke IPB sampai lulus dari IPB. Kalian adalah keluarga baru saya di IPB. 10. Kepada teman-teman B01 2006 (Faisal Nafis, Angga, Uul, Ina, Dina, Dhia, Kecap, Adi, Apri, Igoy, dkk) walaupun kebersamaan kita hanya satu tahun tapi kenangan bersama kalian takkan pernah terlupakan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya dan untuk kemajuan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bogor, Juli 2011
Faridah H14061585
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ......................................................................................................... i DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ v I.
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ................................................................................. 3 1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .................... 5 2.1. Teori Basis Ekonomi ............................................................................... 5 2.2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi ................................................................ 5 2.3. Konsep Wilayah ...................................................................................... 9 2.4. Kendala dan Strategi Pembangunan Wilayah ......................................... 12 2.5. Analisis Shift Share ................................................................................. 13 2.6. Analisis Location Quetient (LQ) ............................................................. 17 2.7. Penelitian Terdahulu ................................................................................ 19 2.8. Kerangka Pemikiran ................................................................................. 22 III. METODE PENELITIAN ............................................................................. 24 3.1. Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 24 3.2. Metode Analisis ....................................................................................... 24 3.2.1. Analisis Shift Share ..................................................................... 24 3.2.2. Metode Location Quotient (LQ) ................................................. 31 3.3. Konsep dan Definisi Data .................................................................... . 32 3.4. Uraian Sektoral .........................................................................................33 IV. GAMBARAN UMUM .................................................................................. 50 4.1. Wilayah Administratif ............................................................................. 50 4.2. Laju Pertumbuhan Penduduk .................................................................. 50
ii
4.3. Struktur Perekonomian ............................................................................ 53 4.4. Visi dan Misi Kepala Daerah .................................................................. 57 4.5. Sektor Perekonomian ............................................................................... 59 4.5.1. PDRB Menurut Sektor Perekonomian .......................................... 59 4.5.2. Pertumbuhan Ekonomi .................................................................. 61 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 67 5.1. Analisis Laju Pertumbuhan PDRB Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon dan Propinsi Jawa Barat pada Periode 2001-2008............. 67 5.2. Rasio PDRB Kota Cirebon dan Propinsi Jawa Barat Tahun 2001-2008 . 70 5.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kota Cirebon Tahun 2001-2008...................................................................................... 72 5.4. Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon .......................................................................................... 76 5.5. Analisis Sektor Unggulan Kota Cirebon ................................................. 79 5.6. Penyerapan Tenaga Kerja di Sektor Perekonomian ................................ 80 VI. KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 82 6.1. Kesimpulan .............................................................................................. 82 6.2. Saran ........................................................................................................ 82 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 85 LAMPIRAN .......................................................................................................... 87
iii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
4.1. Peranan NTB Atas Dasar Harga Berlaku Setiap Sektor Dalam Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005-2008 ...........................................
55
4.2. Sektor-sektor Perekonomian Kota Cirebon ...................................................
60
4.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Cirebon Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2005-2008 ...................................................................
63
5.1. Perubahan PDRB Kota Cirebon Menurut Sektor Perekonomian Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2001 dan Tahun 2008 .................
67
5.2. Perubahan PDRB Provinsi Jawa Barat Menurut Sektor Perekonomian Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2001 dan Tahun 2008 .................
70
5.3. Rasio PDRB Kota Cirebon dan PDRB Provinsi Jawa Barat (Nilai Ra, Ri dan ri) ......................................................................................
71
5.4. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Kota Cirebon Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional, Tahun 2001-2008 ............
73
5.5. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Kota Cirebon Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional, Tahun 2001-2008 ......
74
5.6. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Kota Cierebon Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah, Tahun 2001-2008.
75
5.7. Pergeseran Bersih Kota Cirebon, Tahun 2001 dan 2008…………………..
77
5.8. Nilai Location Quotient (LQ) Sektor-sektor Perekonomian Kota Cirebon Atas Dasar Harga Konstan, Tahun 2001-2008 .............................................
80
5.9. Penduduk 10 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama Tahun 2004-2007 .............................................................................
81
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran Terbuka Kota Cirebon 2005-2008 ........................................................................................ 3
2.
Model Analisis Shift Share ............................................................................. 17
3.
Kerangka Pemikiran ....................................................................................... 23
4
Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian ..................................................... 30
5.
Piramida Penduduk Kota Cirebon Tahun 2008-2009 .................................... 52
6.
Produk Domestik Regional Bruto Kota Cirebon Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2005 – 2008 ................................................................ 54
7.
Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian Kota Cirebon .............................. 78
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
PDRB Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2001-2008 ....... 87
2.
PDRB Kota Cirebon Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2001-2008 ... 88
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi mutlak diperlukan oleh suatu daerah dalam rangka meningkatkan
taraf
hidup
dan
kesejahteraan
masyarakat,
dengan
cara
mengembangkan semua bidang yang berpotensi pada suatu daerah. Menurut Todaro (2003) pembangunan adalah merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga-lembaga nasional termasuk pula percepatan atau akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan yang absolut. Pembangunan itu dapat dibedakan menjadi pembangunan fisik serta pembangunan sosial dan ekonomi. Pembangunan fisik dapat didefinisikan sebagai pembangunan riil dalam kehidupan masyarakat di suatu wilayah, misalnya pembangunan gedung perkantoran, pusat perbelanjaan (mall), pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang dapat meningkatkan kenyamanan serta kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Selain itu pemerintah daerah haruslah melakukan pembangunan di bidang sosial dan ekonomi dalam bentuk pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dalam segala bidang dan SDM tersebut bermanfaat sebagai sumber pembangunan wilayah. Terdapat beberapa tujuan dan pembangunan wilayah yang pada akhirnya akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Adapun tujuan dari pembangunan fisik agar masyarakat merasa nyaman tinggal di daerah
tersebut
sehingga
dapat
meningkatkan
produktivitasnya.
Jika,
2
produktivitas masyarakat di wilayah tersebut terus meningkat, maka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di wilayah tersebut juga akan meningkat. Tujuan dari pembangunan sosial dan ekonomi diantaranya menciptakan SDM daerah yang berkualitas dan dapat bersaing di zaman modern seperti sekarang ini. Jika SDM berkualitas di wilayah tersebut berjumlah banyak, maka akan dapat menciptakan
sebuah
kota
yang
terus
melakukan
pembangunan
secara
berkesinambungan demi kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Pembangunan di Indonesia menciptakan pertumbuhan ekonomi di masingmasing daerah, salah satunya daerah Jawa Barat. Pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon berperan penting terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, hal ini dikarenakan Kota Cirebon merupakan pusat pertumbuhan nasional untuk wilayah Jawa Barat bagian timur. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan mengidentifikasi bagaimana profil pertumbuhan sektor perekonomian Kota Cirebon. Sesuai dengan visi dan misi Kota Cirebon dan dengan memperhatikan latar belakang sejarah/budaya, demografi, potensi dan pertumbuhan yang berkembang,
maka
fungsi
Kota
Cirebon
diarahkan
menjadi:
Cirebon sebagai kota perdagangan dan jasa, diharapkan mampu menempatkan fungsinya sebagai pusat pengumpulan, pemasaran, dan distribusi hasil-hasil produksi baik yang berasal dari wilayah Jawa Barat bagian Timur dan Jawa Tengah bagian Barat. Laju pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon pada Tahun 2008 sebesar 5,64%. Angka ini tidak sepesat dari Tahun sebelumnya yang mencapai 6,17% (Tahun 2007). Artinya, pertumbuhan produksi barang dan jasa yang dihasilkan
3
sektor-sektor ekonomi pada Tahun 2008 tidak sebaik pada Tahun 2007. Begitu pula yang terjadi pada Tahun 2006 dan Tahun 2005. Selama empat Tahun terakhir (2005-2008) pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon mengalami fluktuasi, seiring produktivitas sektor-sektor ekonomi mengalami perubahan dari Tahun ke Tahun. Pertumbuhan tertinggi dicapai pada Tahun 2007, sehingga pada Tahun ini produktivitas perekonomian di Kota Cirebon dirasakan relatif sangat baik dibanding Tahun-Tahun sebelum dan sesudahnya.
15
LPE 12,61
12,12
10 5
5,54
4,89
10,14
10,74
6,17
5,64
Tingkat Pengangguran Terbuka
0 2005
2006
2007
2008
Sumber: BAPPEDA Kota Cirebon, 2009 Gambar 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran Terbuka Kota Cirebon 2005-2008 Tingginya laju pertumbuhan ekonomi ini tidak berarti bahwa masyarakat sudah sejahtera karena ternyata tingkat pengangguran terbuka Kota Cirebon juga tinggi. Dapat dilihat dari Gambar 1 bahwa jika terjadi kenaikan LPE maka tingkat pengangguran terbuka akan menurun, begitu juga sebaliknya apabila LPE menurun maka tingkat pengangguran terbuka akan meningkat. 1.2 Perumusan Masalah Kota Cirebon yang merupakan salah satu pusat pertumbuhan nasional, maka penting dilakukan penelitian bagaimana pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan ekonomi ini dapat dilihat dari bagaimana pertumbuhan sektor perekonomian. Sebagaimana terlihat dari Gambar 1, dimana laju pertumbuhan
4
ekonominya memang relative meningkat setiap tahunnya. Namun, ternyata tingkat penganggurannya masih lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonominya. Hal ini juga dapat dibuktikan dengan hasil uji korelasi antara LPE dengan tingkat pengangguran terbuka yang menunjukkan bahwa adanya hubungan korelasi yang sangat tinggi sebesar -0,904 yang artinya terjadi perbandingan terbalik antara LPE dengan tingkat pengangguran terbuka. Walaupun dalam peningkatan LPE dapat mengurangi pengangguran tetapi tingkat pengangguran terbuka masih lebih besar. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan diidentifikasi sektor-sektor mana saja yang progresif dan sektor apa saja yang menjadi sektor unggulan di Kota Cirebon yang diharapkan mampu meningkatkan LPE secara maksimal sehingga tingkat pengangguran akan turun secara drastis. Dalam penelitian yang penulis lakukan, terdapat beberapa permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Adapun permasalahan yang diangkat adalah: 1. Bagaimana pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kota Cirebon? 2. Sektor apa saja yang menjadi sektor progresif Kota Cirebon? 3. Sektor-sektor apa saja yang menjadi sektor unggulan di Kota Cirebon?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kota Cirebon. 2. Mengidentifikasikan sektor yang progresif di Kota Cirebon. 3. Mengidentifikasi sektor unggulan Kota Cirebon.
5
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Basis Ekonomi Teori basis ekonomi (economic base theory) merupakan pandangan bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut (Tarigan, 2007). Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan nonbasis. Hanya kegiatan basis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah. Analisis basis dan nonbasis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah ataupun lapangan kerja. Misalnya, penggabungan lapangan kerja basis dan lapangan kerja basis dan lapangan kerja nonbasis merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk wilayah tersebut. Demikian juga penjumlahan pendapatan sektor basis dan pendapatan sektor nonbasis merupakan total pendapatan wilayah tersebut. Di dalam suatu wilayah dapat dihitung berapa besarnya lapangan kerja basis dan lapangan kerja nonbasis, dan apabila kedua angka itu dibandingkan, dapat dihitung nilai rasio basis (base ratio) dan kemudian dapat dipakai untuk menghitung nilai pengganda basis (base multiplier). Rasio basis adalah perbandingan antara banyaknya lapangan kerja nonbasis yang tersedia untuk setiap satu lapangan kerja basis.
2.2 Konsep Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kuznets dalam Priyarsono et al (2007) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu wilayah untuk menyediakan semakin banyak jenis barang dan jasa kepada penduduknya,
6
kemampuan tersebut tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan. Pertumbuhan ekonomi juga dapat diartikan sebagai proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Persentase pertambahan output haruslah lebih besar dari persentase pertambahan jumlah penduduk dan ada kecenderungan bahwa dalam jangkka waktu tertentu bahwa pertumbuhan itu akan berlanjut. Teori pertumbuhan yang menyangkut ekonomi nasional cukup banyak, seperti Teori Klasik yang terdiri dari Teori Adam Smith dan Teori Richardian, Teori Keynes, dan Teori Harrod-Domar. Smith dalam Priyarsono et al (2007) menyatakan mengenai faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi, perkembangan penduduk akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar dan perluasan pasar akan meningkatkan spesialisasi dalam perekonomian tersebut. Spesialisasi, kemudian akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan mendorong perkembangan teknologi. Kenaikan dalam produktivitas yang disebabkan dengan kemajuan teknologi akan meningkatkan tingkat upah dari keuntungan, pada saat yang bersamaan pertumbuhan penduduk juga akan meningkatkan akumulasi kapital dari tabungan. Dengan adanya akumulasi kapital maka stok alat-alat modal dapat ditambah dan mendorong meningkatnya produktivitas dan teknologi yang berkelanjutan sehingga proses pertumbuhan akan terus berlangsung sampai seluruh sumberdaya alam termanfaatkan atau tercapai kondisi stasionary state. Teori Klasik Adam Smith ini mendapat kritikan terutama karena asumsi yang tidak realistis tentang pasar bebas. Pada kenyataannya, pasar persaingan sempurna yang seratus persen bebas dari campur tangan pemerintah ini tidak
7
ditemukan di dalam perekonomian manapun. Sebaliknya, peranan pemerintah dalam perekonomian selalu ada dan diperlukan untuk mengatur perekonomian. Smith juga belum menyadari adanya hukum tambahan hasil yang berkurang (the law of diminishing return) dalam produksi. Pandangan Ricardo sangat bertentangan dengan teori Smith mengenai akhir dari proses pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang dan peranan penduduk dalam pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, perkembangan penduduk yang berjalan dengan cepat, pada akhirnya akan menurunkan kembali tingkat pertumbuhan ekonomi ke taraf yang rendah. Pada taraf ini, pekerja akan menerima tingkat upah minimal, yang hanya cukup untuk hidup (subsistence level). Pada mulanya jumlah penduduk rendah dan sumber daya alam relatif berlimpah. Pengusaha dapat memperoleh tingkat keuntungan yang tinggi. Oleh karena pembentukan modal tergantung pada keuntungan maka laba yang tinggi akan
menciptakan
tingkat
pembentukan
modal
yang tinggi
pula.
Ini
mengakibatkan kenaikan produksi dan pertambahan permintaan tenaga kerja. Oleh karena jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan meningkat maka upah akan naik dan kenaikan upah ini akan mendorong pertambahan penduduk. Semakin bertambahnya penduduk mengakibatkan semakin banyak pekerja yang digunakan sehingga tambahan hasil yang diciptakan oleh seorang pekerja menjadi lebih kecil dengan semakin banyaknya jumlah pekerja. (Ricardo dalam Priyarsono et al, 2007) Teori Ricardo ini mendapat kritikan tentang pertambahan penduduk yang akan
menyebabkan
menurunnya
tingkat
upah
hingga
minimal.
Pada
8
kenyataannya, terjadi peningkatan upah uang dan laju pertumbuhan penduduk dewasa ini cenderung menurun. Menurut Keynes dalam Priyarsono et all (2007) pertumbuhan yang stabil terjadi dengan cara pemerintah perlu menerapkan kebijakan fiskal (perpajakan dan belanja pemerintah), kebijakan moneter (tingkat suku bunga dan jumlah uang yang beredar), dan pengawasan langsung. Pendapatan total merupakan fungsi dari pekerjaan total suatu negara. Semakin besar pendapatan nasionalnya, semakin besar volume pekerjaan yang dihasilkan, demikian sebaliknya. Volume pekerjaan tergantung pada permintaan efektif. Permintaan efektif ditentukan pada titik saat harga permintaan agregat sama dengan harga penawaran agregat. Permintaan efektif terdiri dari permintaan konsumsi dan permintaan investasi. Kenaikan investasi menyebabkan naiknya pendapatan dan karena pendapatan meningkat maka muncul permintaan yang lebih banyak atas barang konsumsi, yang pada gilirannya menyebabkan kenaikan berikutnya pada pendapatan dan pekerjaan. Proses ini cenderung kumulatif sehingga kenaikan yang berlipat pada pendapatan atau melalui kecenderungan untuk mengkonsumsi. Oleh karena kecenderungan mengkonsumsi (MPC) turun dengan adanya kenaikan pendapatan maka diperlukan suntikan investasi yang besar untuk memperoleh tingkat pendapatan dan pekerjaan yang lebih tinggi dalam perekonomian. Teori Keynes ini juga memiliki kelemahan, di mana pada wilayah yang terdapat banyak pengangguran terselubung yang bersedia menerima upah sangat rendah maka prinsip multiplier sulit untuk berlaku. Para pengangguran terselubung tersebut dianggap sebagai oranng yang bekerja, namun jika mereka ditarik keluar dari perekonomian maka tidak akan mempengaruhi output. Jadi,
9
tambahan investasi tidak akan meningkatkan upah mereka dan tidak akan memberikan tambahan pendapatan yang besar pada perekonomian.
2.3 Konsep wilayah Menurut Aritetoles dalam Restiviana (2008), konsep wilayah atau region mempunyai tiga macam pengertian, yaitu wilayah homogen (homogeneous region), wilayah polarisasi (polarization region) atau wilayah nodal (nodal region) dan wilayah perencanaan (planning region) atau wilayah program (programming region). 1. Wilayah Homogen Konsep wilayah homogen diartikan sebagai suatu konsep yang menganggap bahwa wilayah-wilayah geografis dapat dikaitkan bersama-sama menjadi
sebuah wilayah tunggal
apabila
wilayah tersebut
mempunyai
karakteristik yang serupa. Ciri-ciri tersebut dapat bersifat ekonomi, misalnya struktur produksinya hampir sama, atau pola konsumsinya homogen, dapat juga bersifat geografis, misalnya keadaan topografi atau iklimnya serupa, dan bahkan dapat pula bersifat sosial atau politis, misalnya suatu kepribadian masyarakat yang khas, sehingga mudah dibedakan dengan karakteristik wilayah-wilayah lainnya. 2. Wilayah Nodal Wilayah-wilayah nodal (pusat) terdiri dari satuan-satuan wilayah yang heterogen. Misalnya distribusi penduduk yang terkonsentrasi pada tempat-tempat tertentu akan mengakibatkan lahirnya kota-kota besar, kotamadya-kotamadya dan kota-kota kecil lainnya, sedangkan penduduk di daerah-daerah pedesaan relatif jarang atau dengan kata lain lalu lintas jalan raya nasional memperlihatkan tingkat
10
polarisasi yang lebih rapi dibandingkan dengan kota-kota lain yang tidak terletak pada jaringan lalu lintas jalan raya. 3. Wilayah Perencanaan Kategori wilayah perencanaan atau wilayah program sangat penting artinya apabila dikaitkan dengan masalah-masalah kebijaksanaan wilayah. Pada tingkat nasional atau wilayah, tata ruang perencanaan oleh penguasa nasional, wilayah difungsikan sebagai alat untuk mencapai sasaran pembangunan yang telah ditetapkan. Pembagian wilayah perencanaan disusun berdasarkan pada analisis kegiatan pembangunan sektoral yang teralokasi pada satuan lingkaran geografis. Wilayah perencanaan merupakan suatu wilayah pengembangan, dimana program-program pembangunan dilaksanakan. Dalam hal ini yang penting diperhatikan adalah persoalan koordinasi dan desentralisasi pembangunan wilayah dapat ditingkatkan dan dikembangkan. Gunawan dalam Mahila (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan suatu wilayah sering kali tidak seimbang dengan wilayah lainnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: perbedaan karakteristik potensi sumberdaya manusia, demografi, kemampuan sumberdaya manusia, potensi lokal, aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan serta aspek potensi pasar. Berdasarkan perbedaan ini, wilayah dapat diklasifikasikan dalam empat wilayah, yaitu: 1. Wilayah Maju Wilayah maju merupakan wilayah yang telah berkembang dan diidentifikasikan sebagai wilayah pusat pertumbuhan, pemusatan penduduk, industri, pemerintahan, pasar potensial, tingkat pendapatan yang tinggi dan memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas.
11
2. Wilayah Sedang Berkembang Wilayah ini memiliki karakteristik pertumbuhan penduduk yang cepat sebagai implikasi dari peranannya sebagai penyangga wilayah maju. Wilayah sedang berkembang juga mempunyai tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi, potensi sumberdaya alam yang melimpah, keseimbangan antara sektor pertanian dan industri serta mulai berkembangnya sektor jasa. 3. Wilayah Belum Berkembang Potensi sumberdaya alam yang dimiliki wilayah ini, keberadaannya masih belum dikelola dan dimanfaatkan. Tingkat pertumbuhan dan kepadatan penduduk masih rendah, aksesibilitas yang kurang terhadap wilayah lain. Struktur ekonomi wilayah masih didominasi oleh sektor primer dan belum mampu membiayai pembangunan secara mandiri. 4. Wilayah Tidak Berkembang Karakteristik
wilayah
ini
diidentifikasikan
dengan
tidak
adanya
sumberdaya alam, sehingga secara alamiah tidak berkembang. Selain itu, tingkat kepadatan penduduk, kualitas sumberdaya manusia dan tingkat pendapatan masih rendah. Pembangunan infrastruktur pun tidak lengkap. Budiharsono dalam Mahila (2007) menganalisis pertumbuhan sektor-sektor di propinsi Jawa Barat pada kurun waktu 1983 sampai 1987. Data yang digunakan adalah nilai PDRB dari sektor primer, industri, utilitas, dan jasa pada Tahun 1983 dan Tahun1987. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Propinsi Jawa Barat bertumpu pada sektor pertanian, selain sektor primer Propinsi Jawa Barat juga bertumpu pada sektor jasa.
12
2.4 Kendala dan Strategi Pembangunan Wilayah Dalam pembangunan wilayah untuk dapat mewujudkan keterpaduan antar sektor dan menghilangkan kesenjangan antar wilayah atau antar daerah, bukan merupakan pekerjaan yang mudah karena adanya beberapa kendala sebagai berikut: 1. Keterbatasan kemampuan pemerintah untuk mencurahkan dana yang lebih besar untuk pembangunan sarana dan prasarana yang akan lebih membuka dan menyeimbangkan kesempatan dan berkembangnya kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di wilayah-wilayah terbelakang secara lebih cepat. 2. Keterbatasan sumberdaya manusia di wilayah terbelakang, yang antara lain menjadi penyebab sekaligus akibat keterbelakangan itu. 3. Persaingan antar pengusaha di sektor wilayah untuk memanfaatkan kesempatan dan tantangan menghadapi globalisasi. 4. Sulitnya menarik investasi swasta sebagai sumber dan pemacu pertumbuhan ke wilayah terbelakang, terutama investasi yang berkualitas yang mampu membuka lapangan kerja dan meningkatkan pertumbuhan daerah secara berkelanjutan. Strategi yang perlu diperhatikan dalam pengembangan regional, adalah: 1. Desentralisasi kekuasaan dan pengeluaran daerah Pemerintah daerah mulai meningkatkan kemampuan dalam memperbesar pendapatan daerah. Sedangkan pemerintah pusat tetap meneruskan pengalihan sumberdaya kepada pemerintah daerah dalam bentuk bantuan yang tidak meningkat sehingga memberikan keleluasaan dalam membuat keputusan. Pada jangka menengah dan jangka panjang, perlu dipertimbangkan suatu strategi
13
tahapan pembangunan yang sedikit demi sedikit memberikan pengawasan, perencanaan,
pendanaan,
dan
proses
implementasi
kepada
administrasi
pemerintah daerah. 2. Peningkatan pendapatan daerah Pemerintah daerah perlu menyusun sejumlah kritera untuk pemasukan keuangan daerah, seperti kemampuan administrasi dan proses budgedting yang baik dalam rangka menunjang perbaikan kelembagaannya. 3. Pengembangan kelembagaan Program pengembangan kelembagaan yang perlu dicapai adalah koordinasi antara kelembagaan, transparansi dan rasa tanggung jawab, profesionalisasi pegawai sipil dengan peningkatan standar kinerja dan pengupahan serta pelatihan untuk meningkatkan kemampuan aparat pemerintah. 4. Keanekaragaman kebudayaan Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, pemerintah daerah harus tanggap terhadap perbedaan-perbedaan itu sehingga perlu adanya suatu “penilaian sosial” yang menggambarkan strategi kebudayaan untuk masingmasing daerah.
2.5 Analisis Shift Share Analisis Shift Share pertama kali diperkenalkan oleh Perloff et all (1960), yang telah menggunakan analisis ini untuk mengidentifikasi sumber pertumbuhan ekonomi wilayah di Amerika Serikat. Lucas (1979) juga menggunakan analisis ini untuk mengidentifikasi pertumbuhan sektor-sektor atau wilayah yang lamban di
14
Indonesia dan Amerika Serikat. Analisis Shift Share juga dapat digunakan untuk menduga dampak kebijakan wilayah ketenagakerjaan. Knudsen (2000) menyatakan bahwa Shift-share adalah sebuah teknik banyak digunakan untuk analisis ekonomi regional. Sebagai metodologi, shiftshare terdiri dari model akuntansi berbasis tradisional, model Analisis Variansi, dan informasi-teori model. Selanjutnya, Shift Share probabilistik memberikan kemajuan besar lebih dari metode akuntansi tradisional berbasis karena memungkinkan peneliti untuk uji kuantitatif hipotesis tentang perubahan dalam pekerjaan atau nilai tambah wilayah atau sektor. Analisis Shift Share menganalisis berbagai perubahan indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja, pada dua titik waktu di suatu wilayah. Hasil analisis ini juga dapat menunjukkan bagaimana perkembangan suatu sektor di suatu wilayah jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya apakah perkembangan suatu wilayah bila dibandingkan dengan wilayah lainnya. Tujuan analisis shift share adalah untuk menentukan produktifitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkan dengan daerah yang lebih besar (regional atau nasional). Keunggulan utama dari analisis shift share adalah dapat melihat perkembangan produksi atau kesempatan kerja di suatu wilayah hanya dengan menggunakan dua titik waktu data. Data-data yang digunakan juga mudah diperoleh dan relatif tersedia disetiap wilayah, yaitu Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), Pendapatan Domestik Bruto (PDB), dan penyerapan tenaga kerja di masing-masing sektor.
15
Analisis shift share mempunyai banyak kegunaan, diantaranya adalah untuk melihat: 1. Perkembangan sektor perekonomian di suatu wilayah terhadap perkembangan ekonomi wilayah yang lebih luas. 2. Perkembangan sektor-sektor perekonomian jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya. 3. Perkembangan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, sehingga dapat membandingkan besarnya aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan perubahan antar wilayah. 4. Perbandingan laju sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah dengan laju pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya. Kemampuan analisis shift share dalam memberikan informasi mengenai pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah tidaklah terlepas dari kelemahan-kelemahan. Kelemahan-kelemahan dalam analisis shift share adalah: 1. Persamaan shift share hanyalah Identity equation dan tidak mempunyai implikasi-implikasi keperilakuan. Metode shift share merupakan teknik pengukuran yang mencerminkan suatu sistem perhitungan semata dan tidak analitik. 2. Komponen pertumbuhan regional secara implisit mengemukakan bahwa laju pertumbuhan suatu wilayah hanya disebabkan oleh kebijakan wilayah tanpa memperhatikan sebab-sebab laju pertumbuhan yang bersumber dari wilayah tersebut. 3. Kedua komponen pertumbuhan wilayah (PP dan PPW) mengasumsikan bahwa perubahan penawaran dan permintaan, teknologi dan lokasi
16
diasumsikan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan wilayah. Disamping itu, analisis shift share juga mengasumsikan bahwa semua barang dijual secara regional, padahal tidak semua demikian. Secara umum terdapat tiga komponen utama dalam analisis shift share (Budiharsono dalam Priyarsono et all, 2006). Ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut yaitu komponen pertumbuhan nasional (PN) atau komponen pertumbuhan regional (PR), komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). a. Komponen Pertumbuhan Regional (Regional Growth Component) Komponen pertumbuhan regional (PR) adalah perubahan produksi suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi regional secara umum, perubahan kebijakan ekonomi regional atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah. Bila diasumsikan bahwa tidak ada karakteristik ekonomi antar sektor dan antar wilayah, maka adanya perubahan akan membawa dampak yang sama pada semua sektor dan wilayah tumbuh lebih cepat daripada sektor wilayah lainnya. b. Komponen Pertumbuhan Proporsional (Proportional Mix Growth Component) Komponen pertumbuhan proporsional (PP) timbul karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri (seperti kebijakan perpajakan, subsidi dan price support) dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. c. Komponen Component)
Pertumbuhan
Pangsa
Wilayah
(Regional
Share
Growth
17
Komponen
pertumbuhan
pangsa
wilayah
(PPW)
timbul
karena
peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut. Komponen Pertumbuhan Regional (PR) Maju Wilayah ke j Sektor ke i
Wilayah ke jj (sektor i)
PP + PPW ≥0
Lambat Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)
Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)
PP + PPW < 0
Sumber : Budiharsono dalam Priyarsono et al, 2006 Gambar 2 Model Analisis Shift Share Berdasarkan
Gambar
2
dapat
ditentukan
dan
diidentifikasikan
perkembangan suatu sektor ekonomi pada suatu wilayah. Apabila PP + PPW ≥ 0, dapat dikatakan bahwa pertumbuhan sektor ke i di wilayah ke j termasuk kedalam kelompok progresif (maju). Sementara itu, PP + PPW < 0 menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor ke i pada wilayah ke j tergolong pertumbuhan lambat.
2.6 Analisis Location Quotient (LQ) Location quotient (kuosien lokasi) atau disingkat LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut secara nasional. Ada beberapa
18
variabel yang bisa diperbandingkan, tetapi yang umum adalah nilai tambah (tingkat pendapatan) dan jumlah lapangan kerja. (Tarigan, 2007) Menurut Priyarsono et al (2007) terdapat dua asumsi utama yang digunakan dalam metode LQ adalah: 1. Pola konsumsi rumah tangga di daerah bawah identik (sama dengan) pola konsumsi rumah tangga daerah atasnya. 2. Baik daerah atas maupun daerah bawah mempunyai fungsi produksi yang linier dengan produktivitas di tiap sektor yang sama besarnya. Pada kenyataannya dua asumsi diatas sangat sulit untuk diterima. Umumnya pola konsumsi masyarakat yang tinggal di daerah bawah berbeda dengan daerah atasnya. Demikian juga halnya dengan asumsi kedua. Produktivitas di setiap sektor pada daerah bawah dan atas kemungkinan besar akan berbeda. Namun demikian, terlepas dari kelemahan-kelemahan di atas, selama data pendapatan dan tenaga kerja di suatu daerah tersedia secara lengkap dan akurat untuk diterapkan. Selain itu perhitungan yang digunakan juga relatif sederhana dan tidak membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama dalam mengklasifikasikan sektor-sektor basis dan non-basis di suatu daerah. Menurut Tarigan (2007) menggunakan analisis LQ sebagai petunjuk adanya keunggullan komparatif dapat digunakan bagi sektor-sektor yang telah lama berkembang sedangkan bagi sektor yang baru atau sedang tumbuh apalagi yang selama ini belum pernah ada, LQ tidak dapat digunakan karena produk totalnya belum manggambarkan kapasitas riil daerah tersebut. Adalah lebih tepat untuk melihat secara langsung apakah komoditi itu memiliki prospek untuk diekspor atau tidak, dengan catatan terhadap produk tersebut tidak diberikan
19
subsidi atau bantuan khusus oleh daerah yang bersangkutan melebihi yang diberikan daerah-daerah lainnya.
2.7 Penelitian Terdahulu Restiviana (2008) menganalisis laju pertumbuhan PDRB sektor-sektor perekonomian Kabupaten Banyuwangi pada periode Tahun 2003-2006. Hasil penelitiannya berdasarkan analisis Shift Share didapat kesimpulan bahwa sektor perekonomian Kabupaten Banyuwangi yang menunjukkan pertumbuhan terbesar pada periode waktu 2003-2006 adalah sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor bangunan serta sektor listrik, gas dan air bersih. Sedangkan sektor perekonomian yang memiliki tingkat pertumbuhan terkecil adalah sektor pertambangan dan penggalian. Hal ini dikarenakan mata pencaharian masyarakat Kabupaten Banyuwangi tidak didominasi oleh kegiatan produksi di sektor pertambangan dan penggalian, melainkan di sektor pertanian. Anjani (2007) menganalisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian pasca otonomi daerah Kota Depok. Berdasarkan hasil penelitiannya, pertumbuhan PDRB sektor-sektor perekonomian Kota Depok selama otonomi daerah Tahun 2001-2004, pertumbuhan PDRB Kota Depok mengalami peningkatan. Pada Tahun 2001-2004 secara keseluruhan nilai PB Kota Depok adalah bernilai positif artinya sektor-sektor perekonomian di Kota Depok secara keseluruhan tergolong ke dalam kelompok yang maju. Hal ini menunjukkan bahwa semasa otonomi daerah berlangsung, sektor-sektor perekonomian di kota Depok tidak ada yang pertumbuhannya paling lambat. Mukhyi (2007) menganalisis peranan subsektor pertanian dan sektor unggulan terhadap pembangunan kawasan ekonomi Propinsi Jawa Barat dengan
20
pendekatan IRIO. Hasil penelitiannya adalah tingkat kontribusi margin Propisi Jawa Barat dan Nasional unggul dalam sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor pertanian. Dalam analisis shift share, sumbangan terhadap Propinsi Jawa Barat pada sektor pertambangan dan penggalian, sektor bangunan dan sektor jasa-jasa. Dengan pendekatan Location Quatient (LQ), mempunyai keunggulan disektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap Nasional baik keterkaitan ke belakang maupun ke depan. Sedangkan terhadap dirinya sendiri mempunyai keunggulan disektor industri pengolahan, sektor bangunan, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Esteban (2000) dengan penelitiannya yang berjudul Reginal Convergence in Europe and The Industry Mix: a Shift Share Analysis menjelaskan sejauh mana kesenjangan antar daerah yang ada diproduktivitas agregat per pekerja dalam Uni Eropa dapat dikaitkan dengan perbedaan dalam komposisi sektoral kegiatan, daripada kesenjangan produktivitas yang seragam diseluruh sektor. Untuk efek ini kita menggunakan analisis Shift Share dan menunjukkan bahwa daerah spesialisasi memiliki peran sangat kecil dan bahwa perbedaan antar dasarnya dapat dijelaskan oleh kesenjangan produktivitas seragam saja. Hasil empiris kami berubah menjadi statistic sangat signifikan dan yang kuat untuk definisi yang berbeda dari nilai bersih yang ditambahkan (harga pasar dan faktor biaya), derajat yang berbeda kerusakan sektoral, tanggal dan aset alternatif Negara. Temuan ini menyediakan dukungan untuk kebijakan pembangunan daerah berfokus kepada tindakan memproduksi seragam dalam peningkatan produktivitas daerah, seperti infrastruktur dan sumber daya manusia.
21
Marquez et al (2009) dengan penelitiannya yang berjudul Incorporating Sectoral Structure into Shift–Share Analysis menyajikan sebuah cara baru untuk menggabungkan sektoral dimensi dalam komponen pertumbuhan regional yang disediakan oleh shift share tradisiona lanalisis. Metodologi baru menjelaskan cara bahwa dinamika sektor tertentu disuatu daerah dipengaruhi oleh kinerja sektor lain, struktural, dan efek diferensial. Untuk menggambarkan hal ini perluasan dari metode shift share, sebuah aplikasi disediakan menggunakandata untuk wilayah Spanyol Extremadura untuk
periode 1990-2004.
Hasil
menyoroti
bagaimana komponen ini baru dapat memberikan wawasan baru kedalam analisis sektoral dan regional proses pertumbuhan ekonomi. Mayor dan Lopez (2008) dengan penelitiannya yang berjudul Spatial shiftshare analysis versus spatial filtering: an application to Spanish employment data menganalisis
pengaruh
efek
spasial
di
evolusi
kerjadaerah,
sehingga
meningkatkan penjelasanyang berbeda-beda dengan dengan tujuan ini dua non parametrik teknik diusulkan yaitu spasial shift share analisis dan spatial filtering. Spatial Shift Share model yang sudah ditetapkan sebelumnya berdasarkan bobot matriks spasial memungkinkan identifikasi dan estimasi efek spasial. Selanjutnya, teknik Spatial Filtering dapat digunakan untuk menghilangkan efek korelasi spasial sehingga memungkinkan dekomposisi dari variasi kerjamenjadi dua komponen, masing-masing berhubungan dengan efek spasial dan struktural. Pada penerepan kedua teknik untuk analisis spasial kerja daerah di Spanyol mengarahkan ke beberapa temuan yang menarik dan menunjukkan keuntungan utama dan keterbatasan setiap prosedur, bersama dengan kuantifikasi kepekaan dua alat analisis ini berkaitan dengan bobot matriks yang dipertimbangkan.
22
Zaccomer (2006) penelitiannya yang berjudul Shift-Share Analysis with Spatial Structure: an Application to Italian Industrial Districts yang bertujuan untuk memperpanjang teknik Shift Share dengan memperkenalkan struktur spasial dalam kasus tertentu yaitu industri kabupaten Italia. Ekstensi hal ini dimungkinkan karena penggunaan hukum status perusahaan bersamaan dengan informasi kegiatan, tersedia pada daftar bisnis Italia di Chamber of Commers. Sejauh analisis spasial yang bersangkutan, dalam pekerjaan ini kita memberikan arti teritorial yang lebih tepat untuk konsep teoritis dari lingkungan.
2.8 Kerangka Pemikiran Kondisi perekonomian suatu wilayah selain dipengaruhi oleh kondisi demografi, potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, aksesibilitas juga dipengaruhi oleh kebijkan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, seperti kebijakan pemerintah tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah pada Tahun 2000. Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan mampu mengurangi pengangguran. Laju pertumbuhan enomomi ini dapat meningkat secara drastis dengan memacu pertumbuhan sektor-sektor perekonomian yang unggul dan progresif. Perubahan struktur ekonomi Kota Cirebon sangat dipengaruhi oleh potensi yang dimiliki wilayahnya. Jika sektor-sektor ekonomi mengalami pertumbuhan cepat maka wilayah akan berkembang pesat pula. Laju pertumbuhan sektor-sektor ekonomi dapat dianalisis dengan menggunakan analisis shift share . Sedangkan, sektor unggulan dapat dianalisis dengan menggunakan analisis Location Quatient (LQ) Secara skematis, kerangka pemikiran dapat dijelaskan pada Gambar 3.
23
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Analisis Shift Share
Analisis Location Quotient (LQ)
Sektor Progresif
Sektor Unggulan
Meningkatkan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)
Kebijakan Pembangunan Perekonomian Kota Cirebon Gambar 3 Kerangka Pemikiran
Pada penelitian ini analisis shift share digunakan untuk menganalisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kota Cirebon, sehingga dapat diketahui sektor-sektor yang memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dan sektorsektor yang memiliki pertumbuhan lambat, selain itu juga dapat menganalisis daya saing antar sektor. Informasi mengenai pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dapat menjadi rekomendasi bagi Pemerintah Daerah untuk menentukan kebijakan pembangunan dan perencanaannya, dan bagi para investor untuk menanamkan modalnya pada sektor-sektor yang menguntungkan.
24
III.
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data PDRB menurut 8 sektor perekonomian. Data sekunder tersebut berupa PDRB sektor-sektor perekonomian Kota Cirebon dan Propinsi Jawa Barat atas dasar harga harga konstan Tahun 2000 periode 2000-2003. Sumber data berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Cirebon, BPS Pusat Jakarta, BPS Jawa Barat, situs pemerintah Kota Cirebon, serta beberapa bahan pustaka lain yang penulis baca dari berbagai sumber.
3.2 Metote Analisis Data 3.2.1
Analisis Shift Share Berdasarkan Budiharsono dalam Priyarsono dan Sahara (2006), terdapat
asumsi dalam metode analisis shift share yaitu perubahan indikator kegiatan ekonomi di suatu wilayah dibagi menjadi tiga komponen pertumbuhan, yaitu komponen pertumbuhan regional (PR), komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Pada analisis shift share diasumsikan dalam suatu negara terdapat m daerah yaitu Kota Cirebon (j=1,2,3,…,m) dan n sektor (i=1,2,3,..,n), maka: 1. Menghitung perubahan PDRB adalah sebagai berikut: ∆Yij = Y’ ij + Y ij ……………………………………………………… (1) Dimana : Yij = PDRB sektor i di wilayah Cirebon pada Tahun dasar analisis (Juta Rupiah).
25
Y’ij = PDRB sektor i di wilayah Cirebon pada Tahun akhir analisis (Juta Rupiah) 2. Rumus persentase perubahan PDRB adalah sebagai berikut: ij
.............................................................. (2)
3. Menghitung rasio PDRB Rasio PDRB digunakan untuk melihat perbandingan PDRB
di suatu
wilayah tertentu. Rasio PDRB terbagi atas ri , Rj dan Ra, yaitu: a. ri
……………………………………… (3)
Dimana: ri
= Rasio PDRB sektor i pada wilayah Kota Cirebon
Yij
= PDRB dari sektor i di wilayah Cirebon pada Tahun dasar analisis (Juta Rupiah).
Y’ij
= PDRB dari sektor i di wilayah Cirebon pada Tahun akhir analisis (Juta Rupiah). b. Ri
Dimana: Ri Y’I
= rasio PDRB propinsi Jawa Barat dari sektor i. = PDRB propinsi Jawa Barat dari sektor i pada Tahun akhir analisis (Juta Rupiah).
Yi
= PDRB propinsi Jawa Barat dari sektor i pada Tahun dasar analisis (Juta Rupiah). c. Ra
26
Dimana: Ra
= rasio PDRB Propinsi Jawa Barat
Y’..
= PDRB Propinsi Jawa Barat pada akhir Tahun analisis (Juta Rupiah).
Y..
= PDRB Propinsi Jawa Barat pada Tahun dasar analisis (Juta Rupiah).
4. Menghitung komponen pertumbuhan wilayah Komponen
pertumbuhan
regional
(PR),
komponen
pertumbuhan
proporsional (PP), dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). a. Komponen Pertumbuhan Regional (PR) PRij
= (Ra)Yij ………………………………………….. (6)
Dimana: PRij
= komponen pertumbuhan regional sektor i untuk wilayah Cirebon (Juta Rupiah).
Yij
= PDRB dari sektor i diwilayah Cirebon pada Tahun dasar analisis (Juta Rupiah).
b. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) PPij
= (Ri-Ra)Yij ……………………………………….. (7)
Dimana: PPij
= komponen pertumbuhan proporsional sektor i untuk wilayah Cirebon (Juta Rupiah).
Yij
= PDRB dari sektor i di wilayah Cirebon pada Tahun dasar analisis (Juta Rupiah).
Apabila: PPij > 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah Cirebon pertumbuhannya cepat.
27
PPij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah Cirebon pertumbuhannya lambat. c. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) PPWij = (ri-Ri)Yij …………………………………… (8) Dimana: PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i untuk wilayah Cirebon (Juta Rupiah). Yij
= PDRB dari sektor i pada wilayah Cirebon pada Tahun dasar analisis (Juta Rupiah).
Apabila: PPWij > 0, maka sektor j mempunyai daya saing yang baik dibandingkan dengan sektor i. PPWij < 0,
maka sektor i diwilayah Cirebon tidak dapat bersaing dengan baik apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya.
d. Adapun perubahan dalam PDRB sektor i pada wilayah Cirebon dirumuskan sebagai berikut: ∆Yij
= PRij + PPij + PPWij ……………………………………. (9)
∆Yij
= Y’ ij + Y ij ………………………………………………. (1)
Rumus ketiga komponen pertumbuhan wilayah Cirebon dirumuskan sebagai berikut: PRij
= Yij (Ra) …………………………………………………..(6)
PPi j
= (Ri-Ra)Yij ……………………………………….. ………(7)
PPWij
= (ri-Ri)Yij …………………………………… …………….(8)
28
Apabila persamaan (1), (6), (7) dan (8) di substitusikan ke persamaan (9), maka akan didapatkan: ∆Yij
= PRij + PPij + PPWij
Y’ij - Yij
= Y’ij - Yij + (Ra-Ra)Yij + Yij(ri-Ri)
Persentase ketiga pertumbuhan wilayah dapat dirumuskan: %PRij
= Ra ………………………………………………… (10)
%PPij
= Ri-Ra ………………………………………………(11)
%PPWij
= ri-Ri ………………………………………………..(12)
Atau: %PRij
= (PRij) / Yij * 100%
%PPij
= (PPij) / Yij * 100%
%PPWij
= (PPWij) / Yij * 100%
Sumber : Budiharsono dalam Priyarsono dan Sahara, 2006
5. Aplikasi Analisis Shift Share Untuk mengevaluasi profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan 4 kuadran yang terdapat pada garis bilangan. Sumbu horizontal menggambarkan persentase perubahan komponen pertumbuhan proporsional (PPij), sedangkan sumbu vertikal merupakan persentase pertumbuhan pangsa wilayah (PPWij). Dengan demikian pada sumbu horizontal terdapat PP sebagai absis, sedangkan PPW sebagai ordinat. Penjelasan masing-masing kuadran yang terdapat pada gambar 4 adalah sebagai berikut:
29
a. Kuadran I merupakan kuadran dimana PP dan PPW sama-sama bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor di wilayah yang bersangkutan memiliki pertumbuhan yang cepat (dilihat dari nilai PP nya) dan memiliki daya saing yang lebih baik apabila dibandingkan dengan wilayahwilayah lainnya (dilihat dari nilai PPW nya). b. Kuadran II menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah yang bersangkutan pertumbuhannya cepat (PP-nya bernilai positif), tetapi daya saing wilayah untuk sektor-sektor tersebut dibandingkan dengan wilayah lainnya kurang baik (PPW-nya bernilai negatif). c. Kuadran III merupakan kuadran dimana PP dan PPW nya bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah yang bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lambat dengan daya saing yang kurang baik jika dibandingkan dengan wilayah lain. d. Kuadran IV menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi pada wilayah yeng bersangkutan memiliki pertumbuhan lambat (dilihat dari nilai PP-nya yang negatif), tetapi daya saing wilayah untuk sektor-sektor tersebut baik jika dibandingkan dengan wilayah lainnya (dilihat dari nilai PPW-nya yang positif).
30
Kuadran IV
Kuadran I
PPij
Kuadran III
PPWij
Kuadran II
Sumber: Budiharsono dalam Priyarsono dan Sahara (2006) Gambar 4. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian Pada Gambar 4 terdapat garis yang memotong Kuadran II dan Kuadran IV yang membentuk sudut 45 . Garis tersebut merupakan garis yang menunjukkan nilai pergeseran bersih bernilai nol (PBj=0). Bagian atas garis tersebut menunjukkan PBj > 0
yang mengindikasikan bahwa sektor-sektor tersebut
pertumbuhannya progresif (maju). Sebaliknya, di bawah garis 45 berarti PBj < 0 menunjukkan sektor-sektor yang lamban. Secara matematis nilai pergeseran bersih (PB) sektor i pada wilayah Cirebon dapat dirumuskan sebagai berikut: PBij = PPij + PPWij
………………………………………… (13)
Dimana: PBij
=
pergeseran bersih sektor i pada wilayah Cirebon
PPij
=
komponen pertumbuhan proporsional sektor i pada wilayah Cirebon
PPWij =
komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada wilayah Cirebon
31
Apabila: PBj > 0, maka pertumbuhan sektor i pada wilayah Cirebon termasuk ke dalam kelompok progresif (maju) PBj < 0, maka pertumbuhan sektor i pada wilayah Cirebon termasuk lamban.
3.2.2
Metode Location Quotient (LQ) Pada metode LQ, terdapat teori ekonomi basis, perekonomian di suatu
daerah dibagi menjadi dua sektor utama yaitu sektor basis dan non basis. Sektor basis adalah sektor yang mengekspor barang dan jasa ataupun tenaga kerja ke tempat-tempat di luar batas perekonomian daerah yang bersangkutan. Sedangkan, sektor non basis adalah sektor yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di dalam batas-batas daerah itu sendiri. Sektor ini mengekspor barang, jasa, maupun tenaga kerja, sehingga luas lingkup produksi dan daerah pasar sektor non basis hanya bersifat lokal. Pada metode ini, penentuan sektor basis dan non basis yang dilakukan dengan cara menghitung perbandingan antara pendapatan (tenaga kerja) di sektor i pada daerah bawah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total semua sektor di daerah bawah dengan pendapatan (tenaga kerja) di sektor i daerah atas terhadap pendapatan (tenaga kerja) semua sektor di daerah atasnya. Secara matematis nilai LQ dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: LQ = Dimana: Sib
= PDRB sektor i pada daerah Cirebon (Juta Rupiah).
Sb
= PDRB total semua sektor daerah Cirebon (Juta Rupiah).
32
Sia
= PDRB sektor i pada Provinsi Jawa Barat (Juta Rupiah).
Sa
= PDRB total semua sektot di Provinsi Jawa Barat (Juta Rupiah). Jika hasil perhitungan dengan menggunakan rumus diatas menghasilkan
nilai LQ > 1, maka sektor i dikategorikan sebagai sektor basis. Nilai LQ yang lebih dari satu tersebut menunjukkan bahwa pangsa PDRB pada sektor i di daerah Cirebon lebih besar dibandingkan Provinsi Jawa Barat dan output pada sektor i tersebut lebih berorientasi ekspor. Sebaliknya, jika nilai LQ < 1 sektor i diklasifikasikan sebagai sektor non basis dan output pada sektor i tersebut cenderung untuk diimpor.
3.3. Konsep dan Definisi Data PDRB dapat diartikan ke dalam tiga pengertian, yaitu : a. Pendekatan Produksi PDRB adalah jumlah nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi dalam satu wilayah atau region tertentu, pada suatu waktu tertentu, dimana umumnya dalam jangka satu Tahun. b. Pendekatan Pendapatan PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut langsung di dalam produksi di suatu wilayah atau region pada jangka waktu tertentu (umumnya satu Tahun). Balas jasa faktor produksi itu adalah terdiri dari upah/gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan usaha. Dalam pengertian, PDRB termasuk pula penyusutan barang modal tetap dan pajak tidak langsung netto.
33
Jumlah semua komponen pendapatan ini tiap sektor disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. PDRB merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh sektor atau seluruh lapangan usaha. c. Pendapatan Pengeluaran PDRB adalah semua pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik regional bruto, perubahan stock serta ekspor netto di suatu wilayah atau region pada suatu kurun waktu tertentu. Ekspor netto disini pengertiannya adalah nilai ekspor dikurangi dengan nilai impor dari daerah tertentu dalam kurun waktu tertentu pula.
3. 4. Uraian Sektoral Uraian sektoral yang mencakup ruang lingkup dari masing-masing sektor kegiatan ekonomi dan cara-cara penghitungan Nilai Tambah Bruto (NTB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar konstan 2000 serta sumber data yang digunakan. 1. Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Sektor ini terdiri dari Subsektor Tanaman Bahan Makanan, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan. 1.1. Tanaman Bahan Makanan Sub sektor ini mencakup komoditi tanaman bahan makanan misalnya padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kacang kedelai, sayur-sayuran, buah-buahan, kentang dan hasil produksi ikutannya. Termasuk pula di sini hasilhasil pengolahan yang dilakukan secara sederhana misalnya beras tumbuk, gaplek dan sagu.
34
Data produksi diperoleh dari Kantor Dinas Pertanian dan Kelautan, sedangkan data harga bersumber dari data harga yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik. Nilai Tambah Bruto (NTB) atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara pendekatan produksi, yaitu dengan mengalikan terlebih dahulu setiap jenis kuantum produksi dengan masing-masing harganya, kemudian hasilnya dikurangi dengan biaya antara. Biaya antara diperoleh dengan menggunakan rasio biaya antara terhadap output yang merupakan hasil Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR) yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik. Nilai Tambah Bruto (NTB) atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan cara revaluasi. 1.2. Tanaman Perkebunan Sub sektor ini mencakup komoditi tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat dan perkebunan yang diusahakan oleh perusahaan besar misalnya komoditi karet, kopra, kopi, kapuk, teh, tebu, tembakau, cengkeh dan lain sebagainya termasuk pula hasil produksi ikutannya dan hasil-hasil pengolahan sederhana seperti minyak kelapa, tembakau olahan, kopi kering dan teh olahan. Data produksi diperoleh dari Dinas Pertanian, Peternakan dan Kelautan, sedangkan data harga berupa data perdagangan besar dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi yaitu dengan mengalikan terlebih dahulu setiap jenis kuantum produksi dengan masing-masing harganya, kemudian hasilnya dikurangi dengan biaya antara. Biaya antara diperoleh dengan menggunakan rasio biaya antara terhadap output yang merupakan hasil dari Survei Khusus Pendapatan
35
Regional (SKPR). Nilai Tambah Bruto (NTB) atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan revaluasi. 1.3. Peternakan dan Hasil-hasilnya Sub sektor ini mencakup produksi ternak besar dan ternak kecil misalnya sapi, kerbau, babi, kuda, kambing, domba serta unggas. Dalam sub sektor ini termasuk pula hasil-hasil ternak misalnya susu, kulit dan telur. Yang dimaksud dengan produksi peternakan adalah banyaknya ternak yang lahir dan penambahan berat ternak. Produksi peternakan dihitung berdasarkan perkiraan
dengan
menggunakan rumus : Produksi
=
Jumlah pemotongan + (Populasi ( akhir Tahun - awal Tahun) + Jumlah (Ternak keluar - ternak masuk).
Data jumlah ternak yang dipotong, populasi ternak keluar dan ternak yang masuk diperoleh dari Dinas Peternakan dan Kelautan sedangkan data harga dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara pendekatan produk yaitu dengan mengalikan kuantum setiap jenis produksi dengan masing-masing harganya, kemudian dikurangi dengan biaya antara. Biaya antara diperoleh dengan menggunakan rasio biaya antara terhadap output yang merupakan hasil Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR). Nilai Tambah Bruto atas dasar harga Konstan 2000 dihitung dengan cara revaluasi. 1.4.
Kehutanan Sub sektor ini mencakup komoditi kayu pertukangan, kayu bakar, arang,
bambu, rotan dan lain sebagainya. Data produksi dan data harga diperoleh dari PT. Perhutani. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan
36
mengalikan terlebih dahulu masing-masing jenis kuantum produksi kehutanan dengan masing-masing harganya, kemudian dikurangi dengan biaya antara. Biaya antara diperoleh dengan menggunakan rasio biaya antara terhadap output yang merupakan hasil Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR). Nilai tambah bruto atas dasar harga konstan dihitung dengan mempergunakan cara revaluasi. Untuk sub sektor kehutanan di Kota Cirebon sudah sudah tidak dilakukan penghitungan lagi karena komoditi untuk sub sektor kehutanan di Kota Cirebon sudah tidak tersedia. 1.5. Perikanan. Sub sektor ini mencakup kegiatan perikanan laut, perikanan darat (air tawar dan tambak) dengan pengolahan sederhana (pengeringan dan penggaraman ikan). Data produksi dan harga komoditi perikanan diperoleh dari Kantor Dinas Pertanian, Peternakan dan Kelautan. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi yaitu dengan mengalikan dahulu masingmasing kuantum produksi perikanan dengan harganya, dengan menggunakan rasio biaya antara terhadap output yang satu yang merupakan hasil Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR). Nilai Tambahan Bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan cara revaluasi. 2. Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor ini diklasifikasikan dalam 3 (tiga) sub sektor, yaitu Sub Sektor Minyak dan Gas Bumi (Migas), pertambangan tanpa Migas dan Penggalian. Sektor ini mencakup kegiatan-kegiatan penggalian, pemboran dan pengambilan segala macam pemanfaatan misalnya benda non biologis, barang-barang tambang, mineral dan barang galian yang tersedia di dalam, baik yang berupa benda padat
37
maupun benda cair misalnya minyak mentah maupun benda gas misalnya gas bumi. 2.1. Pertambangan Sub sektor ini mencakup komoditi minyak mentah, gas bumi, batubara, biji emas dan perak. Di wilayah kota Cirebon tidak terdapat kegiatan sub sektor ini, oleh karena itu datanya tidak disajikan. 2.2. Penggalian Sub sektor ini mencakup kegiatan penggalian dan pengambilan segala macam jenis barang galian seperti batu kapur, pasir, batu-batuan, tanah liat, tanah timbun dan barang galian sejenisnya. Sama dengan sub sektor Pertambangan sub sektor ini pun tidak ada kegiatannya di Kota Cirebon, oleh sebab itu datanya tidak disajikan. 3. Sektor Industri Pengolahan Sektor Industri Pengolahan mencakup dua Sub sektor yaitu Industri Minyak dan Gas, dan Industri Tanpa Minyak dan Gas. 3.1. Industri Minyak dan Gas Bumi ( Migas ) Sub sektor ini mencakup kegiatan pengolahan, pengilangan minyak bumi dan gas alam cair misalnya premium, minyak tanah, minyak disel, aftur, avigas dan lain sebagainya. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku diperoleh dengan mempergunakan pendekatan produksi yaitu output dikurangi biaya antara. Data mengenai jumlah output dan biaya antara diperoleh dari
Badan Pusat
Statistik melalui survei. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga
konstan 2000
dihitung dengan metode deflasi dengan mempergunakan deflator Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) hasil penggalian minyak bumi.
38
3.2. Industri Tanpa Migas Sub sektor ini mencakup industri besar dan sedang, industri kecil dan kerajinan rumah tangga. Industri besar dan sedang mencakup perusahaan industri yang mempunyai jumlah tenaga kerja 20 orang atau lebih. Sedangkan industri kecil mempunyai tenaga kerja antara 5 sampai dengan 19 orang dan industri kerajinan rumah tangga dengan tenaga kerja 1 sampai dengan 4 orang. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku untuk industri besar dan sedang dihitung dengan menggunakan pendekatan produksi, yaitu nilai output dikurangi dengan biaya antara. Nilai output dan biaya antara diperoleh dari Survei Industri Besar dan Sedang yang rutin setiap Tahun dilakukan oleh Badan Pusat Statistik. Sedangkan untuk industri kecil dan kerajinan rumah tangga dilakukan estimasi berdasarkan indikator jumlah tenaga kerja dan rata-rata output per tenaga kerja, hasil suatu Survei Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode deflasi dengan deflatornya adalah Indeks Harga Perdagangan Besar untuk barang-barang industri. 4. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Sektor ini mencakup kegiatan Subsektor Listrik, Gas dan Air Bersih. 4.1. Listrik Sub sektor ini mencakup kegiatan pembangkitan dan penyaluran tenaga listrik yang diselenggarakan oleh Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) dan non PLN. Nilai Tambah Bruto atas harga berlaku dihitung dengan menggunakan metode pendekatan produksi, yaitu output dikurangi dengan biaya antara. Nilai output diperoleh dari perkalian produksi listrik dengan tarif listrik yang datanya
39
diperoleh dari PLN, sedangkan biaya antara diperoleh dari perkalian rasio biaya antara dengan nilai outputnya. Rasio ini didapat dari survei yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik. Nilai Tambah Burto atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan menggunakan metode ekstrapolasi dengan ekstrapolatornya adalah Indeks Produksi Listrik. 4.2. Gas Kota Sub sektor Gas Kota mencakup kegiatan penyediaan gas kota yang biasanya diusahakan oleh Perusahan Gas Negara. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga Tahun berlaku dihitung dengan berdasarkan pendekatan produksi yaitu output dikurangi dengan biaya antara Nilai output dan biaya antara diperoleh dari Survei Gas yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik setiap Tahun. Nilai Tambah Bruto atas dasar konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode ekstrapolasi dengan ekstrapolatornya adalah Indeks Produksi Gas. 4.3. Air Bersih Sub sektor Air Bersih mencakup kegiatan proses pembersihan, pemurnian dan proses kimiawi lainnya untuk menghasilkan air minum, serta pendistribusian dan penyaluran baik yang dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) maupun bukan PDAM. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan pendekatan yaitu output dikurangi dengan biaya antara. Nilai output dan biaya antara diperoleh dari Survei Air Minum yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik setiap Tahun. Nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode ekstrapolasi dengan ekstrapolatornya adalah Indeks Produksi Air Bersih.
40
5. Sektor Bangunan Sektor ini mencakup kegiatan pembangunan fisik (konstruksi), baik yang digunakan sebagai tempat tinggal atau pun sarana lainnya yang dilakukan oleh perusahaan kontruksi maupun perorangan. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi, yaitu mengurangi nilai output dengan nilai biaya antara. Data nilai output dan biaya antara diperoleh dari Survei Perusahaan Kontruksi AKI dan Non AKI ditambah dengan kegiataan kontruksi yang dilakukan oleh perorangan atau individu. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode deflasi dengan deflatornya indeks harga perdagangan besar untuk barang bangunan. 6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 6.1. Perdagangan Besar dan Eceran Perdagangan besar mencakup kegiatan pengumpulan dan penjualan kembali barang baru atau bekas oleh pedagang dari produsen atau importir kepada pedagang besar atau pedagang eceran. Perdagangan eceran mencakup kegiatan pedagang yang umumnya melayani konsumen perorangan atau rumah tangga tanpa merubah sifat, baik barang baru maupun barang bekas. Nilai Tambah Bruto baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan metode arus barang (commodity flow), yaitu output dihitung berdasarkan margin perdagangan yang timbul akibat perdagangan barang-barang dari sektor Pertanian, Pertambangan dan Penggalian, Industri serta barang dari impor dikurangi biaya antara.
41
6.2. Hotel Sub sektor Hotel mencakup kegiatan penyedian akomodasi yang menggunakan sebagian atau seluruh bangunan sebagai tempat penginapan, yang dimaksud akomodasi di sini adalah baik hotel berbintang maupun hotel tidak berbintang serta tempat tinggal lainnya yang digunakan untuk menginap seperti losmen dan motel. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi, yaitu nilai output dikurangi biaya antara. Nilai output diperoleh dariperkalian kamar yang terjual dengan rata-rata tarif per kamar. Biaya antara diperoleh dari perkalian rasio
biaya antara hasil Survei Khusus Pendapatan
Regional (SKPR) dengan nilai outputnya. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode ekstrapolasi dengan ekstrapolatornya adalah Indeks Jumlah Kamar yang terjual. 6.3. Restoran Sub sektor Restoran mencakup kegiatan usaha penyediaan makanan dan minuman jadi yang pada umumnya dikonsumsi di tempat penjualan. Kegiatan yang termasuk dalam sektor ini seperti bar, kantin, warung kopi, rumah makan, warung nasi, warung sate, katering dan kegiatan sejenis lainnya. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi, yaitu output dikurangi dengan biaya antara. Nilai output diperoleh dengan cara mengalikan pengeluaran makanan dan minuman per kapita selama satu Tahun dengan jumlah penduduk pertengahan Tahun. Biaya antara diperoleh dari perkalian rasio biaya antara yang diperoleh dari pelaksanaan Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR). Nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000
42
dihitung dengan menggunakan metode deflasi, dimana Indeks Harga Konsumen (IHK) Makanan dijadikan deflatornya. 7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 7.1. Angkutan Rel Angkutan ini mencakup kegiatan pengangkutan barang dan penumpang dengan menggunakan alat angkut kereta api yang sepenuhnya dikelola oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI) Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi, yaitu output dikurangi dengan biaya antara. Nilai output dan biaya antara diperoleh dari Laporan Keuangan PT KAI. Nilai Tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode ekstrapolasi yang memakai Indeks Barang dan Penumpang untuk Angkutan Rel sebagai ekstrapolatornya. Nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode revaluasi. 7.2. Angkutan Jalan Raya Sub sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan barang dan penumpang dengan menggunakan alat angkut jalan raya, baik kendaraan bermotor maupun tidak bermotor. Termasuk disini adalah kegiatan lainnya seperti sewa kendaraan (rent car), baik dengan atau tanpa pengemudi. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi, yaitu output dikurangi biaya antara. Nilai output diperoleh dengan cara jumlah kendaraan umum dikalikan dengan rata-rata output per kendaran. Biaya antara diperoleh dari perkalian rasio biaya antara dengan nilai outputnya. Nilai Tambah Bruto atas dasar konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode revaluasi.
harga
43
7.3. Angkutan Laut Sub sektor Angkutan Laut mencakup kegiatan pengangkutan barang dan penumpang dengan menggunakan kapal yang beroperasi di dalam dan di luar daerah domestik oleh perusahaan angkutan laut. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi, yaitu output dikurangi dengan biaya antara. Output dan biaya antara diperoleh dari Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR). Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode ekstrapolasi dengan ekstrapolatornya baik bermotor maupun tidak bermotor serta kegiatan penyeberangan dengan menggunakan kapal ferri. Nilai Tambah Bruto atas harga berlaku dihitung dengan menggunakan pendekatan produksi, yaitu output dikurangi dengan biaya antara. Nilai output dan biaya antara diperoleh dari Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR). Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode ekstrapolasi, dengan memakai Indeks Jumlah Penumpang dan Barang sebagai ekstrapolatornya. 7.4. Angkutan Udara Sub sektor Angkutan Udara mencakup kegiatan pengangkutan penumpang dan barang dengan menggunakan pesawat udara yang diusahakan oleh perusahaan penerbangan yang beroperasi di wilayah tersebut. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi, yaitu output dikurangi dengan biaya antara. Nilai output dan biaya antara diperoleh dari Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR). Metode ekstrapolasi digunakan untuk menghitung nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dengan menggunakan Indeks Jumlah Penumpang dan Barang sebagai ekstrapolatornya.
44
7.5. Angkutan Sungai dan Penyeberangan Sub sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan barang dan penumpang dengan menggunakan kapal atau angkutan sungai, baik bermotor maupun tidak bermotor, serta kegiatan penyeberangan dengan alat angkut kapal ferri. NTB atas dasar harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi yaitu output dikurangi biaya antaranya. Nilai Output dan biaya antara diperoleh dari SKPR. Metode Ekstrapolasi digunakan untuk menghitung NTB atas dasar harga konstan 2000 dengan ekstrapolatornya Indeks Jumlah Penumpang dan Barang. 7.6. Jasa Penunjang Angkutan Sub sektor ini mencakup kegiatan yang bersifat menunjang dan memperlancar kegiatan pengangkutan, yaitu jasa pelabuhan udara, laut, darat (terminal dan parkir), sungai, bongkar muat laut dan udara, keagenan penumpang, ekspedisi laut, jalan tol dan kegiatan lain sebagainya yang sejenis. Nilai Tambah Bruto atas harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi, yaitu output dikurangi dengan biaya antara. Nilai output dan biaya antara
diperoleh dari
Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR). Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan menggunakan metode ekstrapolasi dengan memakai Indeks Penumpang dan Barang sebagai ekstrapolatornya. 7.7. Komunikasi Sub sektor Komunikasi mencakup kegiatan pos dan giro, telekomunikasi dan jasa penunjang komunikasi. Pos dan Giro mencakup kegiatan pemberian jasa kepada pihak
lain
dalam
hal
pengiriman
surat, wesel dan paket yang
diusahakan oleh PT. (Persero) Pos Indonesia serta perusahaan swasta lainnya. Telekomunikasi meliputi pemberian jasa kepada pihak lain dalam hal pengiriman
45
berita melalui telegram, telepon dan teleks yang diusahakan oleh PT. Telkom dan PT. Indosat. Jasa penunjang telekomunikasi meliputi kegiatan yang menunjang kegiatan komunikasi seperti warung telekomunikasi (wartel, radio panggil dan telepon seluler). Nilai Tambah Bruto atas
dasar harga berlaku dihitung dengan
menggunakan pendekatan produksi, yaitu output dikurangi dengan biaya antara. Nilai output dan biaya antara dari kegiatan pos dan giro serta telekomunikasi diperoleh dari laporan keuangan PT (Persero) Pos Indonesia dan PT. Telkom Wilayah Kota Cirebon. Nilai Tambah Bruto atas dasar
harga konstan 2000
dihitung dengan menggunakan metode ekstrapolasi dengan menggunakan ekstrapolatornya jumlah surat yang dikirim untuk kegiatan pos dan giro dan jumlah pulsa untuk kegiatan telekomunikasi. 8. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 8.1. Bank Sub sektor Bank mencakup kegiatan bank sentral dan bank komersial yang memberikan jasa keuangan kepada pihak lain misalnya menerima simpanan dalam bentuk giro dan deposito, memberikan kredit atau pinjaman baik jangka pendek, menengah dan panjang, mengirim uang, membeli dan menjual surat-surat berharga, mendiskonto surat wesel/surat dagang/ surat hutang dan sejenisnya. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan menggunakan pendekatan produksi yaitu output dikurangi dengan biaya antara. Nilai output dan biaya antara diperoleh dari laporan Bank Indonesia sebagai bank sentral. Nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan
46
metode deflasi memakai Indeks Harga Konsumen (IHK) Umum sebagai deflatornya. 8.2. Lembaga Keuangan Lainnya Sub sektor Lembaga Keuangan lainnya mencakup kegiatan asuransi, dana pensiun, pegadaian, koperasi simpan pinjam dan lembaga pembiayaan. Dalam sub sektor ini juga mencakup kegiatan valuta asing, pasar modal dan jasa penunjangnya seperti pialang, penjamin emisi dan lain sebagainya. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi, yaitu output dikurangi dengan biaya antara. Data output dan biaya antara sub sektor ini diperoleh dari Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR). Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode deflasi memakai Indeks Harga Konsumen (IHK) Umum sebagai deflatornya. 8.3. Sewa Bangunan Sub sektor Bangunan mencakup kegiatan usaha persewaan bangunan dan tanah, baik yang menyangkut bangunan tempat tinggal maupun bukan tempat tinggal seperti perkantoran, pertokoan, apartemen, serta usaha persewaan tanah persil. Nilai Tambah Bruto atas harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi, yaitu output dikurangi dengan biaya antara Niali output diperoleh dari perkalian antara pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita untuk sewa rumah, kontrak rumah, sewa beli rumah dinas, perkiraan sewa rumah, pajak dan pemeliharaan rumah dengan jumlah penduduk pertengahan Tahun. Nilai biaya antara diperoleh dari perkalian pengeluaran pemeliharaan rumah per kapita dengan jumlah penduduk pertengahan Tahun. Nilai Tambah Bruto atas dasar
47
harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode deflasi yang memakai Indeks
Harga
Konsumen (IHK) perumahan sebagai deflatornya.
8.4. Jasa Perusahaan Sub sektor Jasa Perusahaan mencakup kegiatan pemberian jasa hukum (Advokat dan Notaris), jasa akutansi dan pembukuan, jasa pengolahan dan penyajian data, jasa pembangunan/ arsitek dan tehnik, jasa periklanan dan riset pemasaran serta jasa persewaan mesin dan peralatan. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan menggunakan pendekatan produksi, yaitu output dikurangi dengan biaya antara. Nilai output diperoleh dari perkalian jumlah perusahaan dengan rata-rata output per perusahaan hasil Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR). Biaya antara diperoleh dari hasil perkalian antara rasio biaya antara dengan nilai outputnya. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode revaluasi. 9. Sektor Jasa-Jasa 9.1. Jasa Pemerintahan Umum Sub sektor ini mencakup kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk kepentingan rumah tangga serta masyarakat umum. Sebagai contoh Jasa Pemerintahan Umum, Pertahanan dan Keamanan dan lain sebagainya. 9.2. Jasa Swasta Sub sektor ini mencakup kegiatan jasa yang dilakukan pihak swasta, misalnya jasa sosial dan kemasyarakatan, jasa hiburan dan rekreasi serta perorangan dan rumah tangga.
48
9.2.1.
Jasa Kemasyarakatan Sub sektor ini mencakup kegiatan jasa pendidikan, kesehatan, riset/
penelitian, palang merah, panti wreda, yayasan pemelihara anak cacat (YPAC), rumah ibadat dan sejenisnya, baik yang dikelola swasta maupun pemerintah. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi, yaitu output dikurangi dengan biaya antara. Nilai output diperoleh dari hasil perkalian jumlah indikator produksi misalnya jumlah murid, jumlah tempat tidur rumah sakit, jumlah dokter, jumlah panti asuhan dan lain sebagainya dengan ratarata output per masing-masing indikator dari hasil Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR). Biaya antara diperoleh dari perkalian antara rasio biaya antara dengan nilai outputnya. Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan menggunakan metode revaluasi. 9.2.2. Jasa Hiburan dan Rekreasi Sub sektor ini mencakup kegiatan jasa bioskop, kebun binatang, taman hiburan, pub, bar, karaoke, diskotik, kolam renang dan kegiatan hiburan lainnya. Nilai tambah bruto atas
dasar harga berlaku dihitung dengan pendekatan
produksi, yaitu output dikurangi dengan biaya antara. Nilai output diperoleh dari hasil perkalian jumlah pengunjung/
penonton dengan rata-rata
tarif per
pengunjung/ penonton hasil Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR). Biaya antara diperoleh dari perkalian antara rasio biaya antara dengan nilai outputnya. Nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan metode revaluasi.
49
9.2.3. Jasa Perorangan dan Rumah Tangga Sub sektor ini mencakup kegiatan yang pada umumnya melayani perorangan dan rumah tangga misalnya jasa reparasi, pembantu rumah tangga, tukang cukur, tukang jahit, semir sepatu dan kegiatan lainnya. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan pendekatan produksi, yaitu output dikurangi dengan biaya antara. Nilai output diperoleh dari hasil perkalian jumlah masing-masing jenis kegiatan usaha jasa perorangan dan rumah tangga dengan rata-rata output per masing-masing jenis kegiatan tersebut. Biaya antara diperoleh dari hasil perkalian antara rasio biaya antara dengan nilai outputnya. Nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan menggunakan metode revaluasi.
50
IV.
GAMBARAN UMUM
4.1 Wilayah Administratif Wilayah geografi Kota Cirebon berbentuk dataran rendah dengan topografinya datar (Flat), menurut data Potensi Desa 2003, beberapa kecamatan memiliki letak geografis berupa pesisir pantai (Coast), yaitu Kecamatan Lemahwungkuk dan Kejaksan. Sedangkan untuk tiga kecamatan lainnya, letak geografisnya berupa daerah dataran (Plain). Kota Cirebon ini merupakan bagian dari wilayah administrasi Propinsi Jawa Barat, dengan luas wilayah adiministrasi sebesar 37,36 km2, yang terbagi menjadi 5 kecamatan dan 22 kelurahan. Wilayah kecamatan yang memiliki luas wilayah terbesar adalah Kecamatan Harjamukti sebesar 47,15% dari luas wilayah Kota Cirebon. Lalu terluas kedua adalah Kecamatan Kesambi, yang luasnya sekitar 21,57%. Selanjutnya berturut-turut Kecamatan Lemahwungkuk (17,42%), Kejaksan (9,68%) dan Pekalipan (4,18%).
4.2 Laju Pertumbuhan Penduduk Eksistensi penduduk sebagai sumber daya manusia memiliki peranan yang berarti dalam berbagai aktivitas sosial ekonomi. Akan lebih berarti lagi apabila mutu penduduk ini pun dapat dihandalkan. Dalam kaitannya dengan analisis penduduk, maka dalam penyajiannya dapat disusun dalam suatu komposisi penduduk. Komposisi penduduk menggambarkan susunan penduduk yang dibuat berdasarkan pengelompokkan penduduk menurut karakteristik-karakteristik yang sama (Rusli, 1983).
51
Misalnya komposisi penduduk dapat disajikan menurut umur dan jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan, bahasa dan agama. Penduduk Kota Cirebon pada tahun 2008 berjumlah 298.995 jiwa (Hasil Suseda Jawa Barat), yang terdiri dari 145.545 laki-laki dan 153.450 perempuan, sehingga menghasilkan seks rasio sebesar 94,85. Artinya, dari 100 orang penduduk perempuan terdapat 95 orang penduduk laki-laki. Ini mengindikasikan bahwa penduduk Kota Cirebon memiliki kecenderungan seimbang antara jumlah laki-laki dan perempuan. Pada tahun 2009, penduduk Kota Cirebon meningkat sebesar 1,98% dari tahun 2008, sehingga menjadi 304.904 jiwa yang terdiri dari 147.639 laki-laki dan 157.265 perempuan. Pertumbuhan penduduk pada tahun 2008 relatif lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya dan tahun sesudahnya. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya jumlah kelahiran hidup yang mencapai peningkatan sebesar 3,87% dari 5.372 tahun 2007 menjadi 5.580 tahun 2008 dan diperkirakan mengalami penurunan sebesar 5,77% pada tahun 2009. Kemudian apabila kita perhatikan piramida penduduk Kota Cirebon pada tahun 2008 dan 2009 (Gambar 5), menunjukkan bahwa karakteristik penduduk Kota Cirebon termasuk kategori ekspansif, yaitu sebagian besar penduduk berada dalam kelompok umur muda. Hal ini ditunjukkan oleh persentase kelompok penduduk umur di bawah 15 tahun yang mencapai 27,79% (2008) dan 27,23% (2009), serta persentase kelompok penduduk umur 65 tahun ke atas yang mencapai 5,29% (2008) dan 5,34% (2009). Tipe ini biasanya dijumpai pada negara-negara berkembang, yang ditandai dengan angka kelahiran dan angka kematian yang cenderung tinggi, atau ditandai dengan tingkat pertumbuhan
52
penduduk yang relatif cepat akibat dari masih tingginya angka kelahiran dan sudah mulai menurunnya angka kematian. Tahun 2008
Tahun 2009
Gambar 5. Piramida Penduduk Kota Cirebon Tahun 2008-2009 Struktur umur penduduk Kota Cirebon pada tahun 2008 sebagian besar terkonsentrasi pada kelompok umur 0-4 tahun hingga mencapai 9,80% dari penduduk keseluruhan (298.995 jiwa), bahkan pada tahun 2009 diperkirakan distribusi kelompok umur 0-4 tahun
mencapai 10,65% dari penduduk
keseluruhan (304.904 jiwa), atau diperkirakan meningkat sebesar 10,83% dari tahun 2008. Fenomena ini diharapkan menjadi pemicu untuk mengeintensifkan program keluarga berencana (KB) dan
keluarga yang berkualitas, sehingga
53
tingkat kelahiran dapat dikendalikan yang pada akhirnya akan menekan atau memperlambat pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun.
4.3 Stuktur Perekonomian Sistem perekonomian biasanya sangat dipengaruhi oleh potensi sumber daya alam (SDA) yang ada dan berbeda-beda di tiap wilayah. Potensi SDA tidak lepas dari pengelolaan oleh manusia sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) menjadikan sangat beragam kegiatan perekonomian yang pada akhirnya memberikan warna tersendiri pada sistem ekonomi di suatu wilayah. Sistem ekonomi yang terbentuk pada suatu wilayah dapat memberikan gambaran bagaimana struktur perekonomian di wilayah tersebut. Salah satu indikator yang sering digunakan untuk menggambarkan struktur ekonomi suatu wilayah adalah distribusi persentase sektoral PDRB. Distribusi persentase PDRB sektoral menunjukkan peranan masingmasing sektor dalam sumbangannya terhadap PDRB secara keseluruhan. Semakin besar persentase suatu sektor, semakin besar pula pengaruh sektor tersebut di dalam perkembangan ekonomi suatu daerah. Distribusi persentase juga dapat memperlihatkan kontribusi nilai tambah setiap sektor dalam pembentukan PDRB, sehingga akan tampak sektor-sektor yang menjadi pemicu pertumbuhan (sektor andalan) di wilayah yang bersangkutan. Semakin besar peranan suatu sektor dalam perekonomian, dapat dikatakan bahwa sektor tersebut sebagai engine growth atau mesin pertumbuhan ekonomi daerah. Pada Gambar 6, diperlihatkan struktur ekonomi Kota Cirebon pada Tahun 2005-2008 menurut kelompok sektor primer, sekunder dan tersier. Dalam kurun waktu tersebut nampak sekali bahwa kelompok
sektor primer dan sekunder
54
mengalami penurunan kontribusi yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan kinerja sektor pertanian dan industri yang semakin tertinggal perkembangannya dari sektor-sektor lainnya. Pada kelompok sektor primer kontribusinya menurun dari 0,34 persen menjadi 0,30 persen dan dari kelompok sektor sekunder menurun dari 38,82 persen menjadi 36,75 persen. 4000 3500 3000 2500
3148,03 2714,51 2161,25
3357,21
2920,12 2255,11
2347,05
2447,77 PRIMER
2000
SENKUNDER
1500
TERSIER
1000 500 17,09
17,12
17,78
18,55
0 2005
2006
2007
2008
Gambar 6 Produk Domestik Regional Bruto Kota Cirebon Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2005 – 2008 (Milyar Rupiah) Sementara itu kelompok sektor tersier
terlihat semakin memberikan
kontribusi yang besar bagi perekonomian Kota Cirebon, kontribusinya meningkat dari 60,84% menjadi 62,95%. Kelompok sektor tersier ini sangat didukung oleh sektor perdagangan. Di Kota Cirebon peranan sektor pertanian merupakan sektor yang memberi kontribusi paling kecil dibandingkan dengan sektor lainnya, dan mempunyai kecenderungan relatif stabil dari Tahun ke Tahun. Pada Tahun 2008 distribusi sektor pertanian atas dasar harga berlaku sebesar 0,30% mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan Tahun 2007 yang sebesar 0,3%.
55
Kelompok sektor sekunder yang didukung oleh sektor industri, sektor listrik, gas dan air (LGA) serta sektor bangunan kontribusinya terhadap pembentukan PDRB Kota Cirebon sejak Tahun 2005 selalu mengalami penurunan. Penurunan kontribusi pada kelompok ini disebabkan karena menurunnya kontribusi sektor industri terhadap PDRB. Sedangkan besaran kontribusi masing-masing sektornya adalah sebagai berikut; sektor industri sebesar 30,34%, sektor LGA sebesar 1,83% dan sektor bangunan sebesar 4,58%. Kelompok
sektor
tersier
selalu
memberikan
kontribusi
tertinggi
dibandingkan kelompok sektor yang lainnya dan sejak Tahun 2005 senantiasa mengalami peningkatan. Jika pada Tahun 2007 kontribusi sektor tersier sebesar 61,66% maka pada Tahun 2008 sebesar 62,95%. Kelompok sektor tersier ini didukung oleh sektor perdagangan sebesar 35,50% yang memberikan kontribusi tertinggi bagi PDRB Kota Cirebon, sektor pengangkutan dan komunikasi dengan kontribusi sebesar 14,28%, sektor lembaga keuangan dengan kontribusi sebesar 6,72%, dan sektor jasa dengan kontribusi sebesar 6,44%. Tabel 4.1. Peranan NTB Atas Dasar Harga Berlaku Setiap Sektor dalam Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005-2008 (persen) Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 PRIMER 0,34 0,33 0,31 0,30 Pertanian 0,34 0,33 0,31 0,30 Pertambangan SEKUNDER 38,82 38,35 38,03 36,75 Industri 33,27 32,37 31,92 30,34 Listrik, Gas dan Air 1,74 1,83 1,82 1,83 Bangunan 3,81 4,15 4,49 4,58 TERSIER 60,84 61,33 61,66 62,95 Perdagangan 31,97 33,05 33,16 35,50 Pengangkutan 17,06 16,54 15,88 14,28 Lembaga Keuangan 6,00 5,82 6,33 6,72 Jasa 5,82 5,92 6,10 6,44 JUMLAH 100,00 100,00 100,00 100,00
56
Dari uraian kontribusi diatas dengan melihat pada pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa struktur perekonomian Kota Cirebon sejak beberapa Tahun ke belakang sangat didukung oleh sektor perdagangan dan sektor industri dengan kontribusi masing-masing merupakan penyumbang terbesar bagi pembentukan PDRB Kota Cirebon. Bila pada sektor industri kegiatan usaha didominasi pada tiga jenis usaha besar yaitu industri rokok, industri makanan ternak dan jaring dimana sebagian besar produknya dipasarkan di luar Kota Cirebon. Pada sektor perdagangan kegiatan usaha cukup beragam yaitu mulai dari pedagang kecil sampai ke pedagang besar. Tingginya kontribusi di sektor ini dapat dimengerti karena Kota Cirebon merupakan kota niaga. Tingginya kontribusi sektor sekunder dan sektor tersier berarti pula bahwa roda ekonomi Kota Cirebon separuhnya masih digerakkan oleh usaha bidang perdagangan dan jasa serta industri sebagai penggerak utama perputaran ekonomi di Kota Cirebon. Secara fisik kegiatan ekonomi di sektor perdagangan dan jasa dapat dilihat hampir di setiap wilayah Kota Cirebon. Besarnya rentang PDRB sektor primer dan tersier merupakan gambaran yang cukup kuat bahwa basis kegiatan ekonomi Kota Cirebon tidak bersumber dari
kekayaan alam yang
terdapat di Kota Cirebon. Sedangkan sektor-sektor yang memberikan kontribusi terendah bagi pembentukan PDRB selama Tahun 2008 adalah sektor pertanian dan sektor bangunan.
57
4.4 Visi dan Misi Kepala Daerah Adapun visi Walikota Cirebon tahun 2008-2013 adalah sebagai berikut : 1. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia memiliki makna bahwa dalam upaya mencapai kesejahteraan masyarakat kota cirebon dilakukan melalui upaya peningkatan komponen-komponen indeks pembangunan manusia (ipm) dengan fokus utama indeks daya beli, indeks pendidikan dan indeks kesehatan. 2. Sejahtera memiliki makna bahwa kesejahteraan masyarakat yang harus menjadi landasan sekaligus tujuan utama dari pelaksanaan pembangunan di kota cirebon. hal ini bermakna bahwa setiap kegiatan dan produk yang dihasilkan dari pelaksanaan pembangunan harus bisa menciptakan masyarakat kota cirebon sejahtera, yaitu suatu masyarakat yang secara materiil terpenuhi melalui pertumbuhan (ekonomi) yang terus meningkat yang diikuti peningkatan pendapatan, kesehatan, pendidikan, rasa aman masyarakat, dan diimbangi pemerataan pendapatan, kesehatan dan pendidikan yang lebih baik; 3. Berkelanjutan memiliki makna bahwa kegiatan pembangunan dilaksanakan secara terus menerus
dengan
memperhatikan pembangunan periode
sebelumnya. Selanjutnya berdasarkan visi tersebut dirumuskan misi Walikota Cirebon yaitu : 1. Meningkatkan sumber daya manusia, dengan tujuan yang akan dicapai, yaitu : a. Meningkatkan daya beli masyarakat b. Meningkatkan kualitas tenaga kerja
58
c. Mewujudkan pengentasan kemiskinan di masyarakat, dengan sasaran menurunnya keluarga miskin. Diharapkan pada akhir tahun 2013 persentase keluarga miskin berkurang hingga menjadi 20 % dari KK Kota. d. Meningkatkan kualitas pendidikan dan memperkecil anak putus sekolah e. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat f. Meningkatkan profesionalisme pelayanan rehabilitasi dan bantuan sosial 2. Mengoptimalkan pemanfaatan ruang kota dan pelestarian keseimbangan lingkungan, dengan sasaran yang akan dicapai, yaitu : a. Mewujudkan pembangunan di wilayah Harjamukti b. Mewujudkan tata ruang kota yang selaras serasi dan seimbang sesuai dengan daya dukung lingkungan 3. Meningkatkan
profesionalisme
aparatur
dan
revitalisasi
kelembagaan
pemerintah kota yang efektif dan efisien menuju pemerintahan yang baik, bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. 4. Meningkatkan keamanan dan ketertiban umum 5. Meningkatnya kualitas dan kuantitas pelayanan sarana dan prasarana ekonomi, serta produktifitas ekonomi yang berdaya saing tinggi, yaitu dengan tujuan yang ingin dicapai, antara lain : a. Menciptakan laju pertumbuhan ekonomi b. Menciptakan peningkatan pelayanan sarana dan prasarana bagi masyarakat 6. Melestarikan dan mengembangkan budaya dan pariwisata yang bertumpu pada nilai-nilai dan budaya cirebonan, dengan tujuan melestarikan dan mengembangkan budaya khas Cirebon dengan sasaran meningkatnya pelestarian budaya melalui kepariwisataan khas Cirebon dengan indikator
59
sasaran meningkatnya persentase benda cagar budaya, meningkatnya persentase sanggar seni yang aktif, dan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan. 7. Meningkatkan kemitraan dan optimalisasi kerjasama pemerintah dengan lembaga lainnya, dengan tujuan meningkatkan jumlah investasi antara pemerintah dan swasta serta lembaga pemerintah dan pemerintah daerah.
4.5 Sektor Perekonomian 4.5.1
PDRB Menurut Sektor Perekonomian Tujuan kegiatan ekonomi antara lain adalah untuk menghasilkan barang
atau jasa. Kegiatan ekonomi yang dimaksud beraneka ragam sifatnya, sehingga perlu dikelompokkan
sesuai dengan pembagian lapangan usaha. Pada
penghitungan PDRB Tahun 2000 – 2008 telah menggunakan Tahun dasar yang baru Tahun 2000 sedangkan Tahun dasar sebelumnya adalah Tahun dasar 1993. Perubahan sektor ekonomi atau lapangan usaha ini yang berdasarkan Tahun dasar 2000 mempunyai dua alasan yaitu : a. Cakupan sektor ekonomi dengan menggunakan Tahun dasar 2000 lebih mengacu pada klasifikasi yang direkomendasikan yaitu “System of National Accounts (SNA)” Tahun 2000. Sektor ekonomi ini lebih lengkap dan lebih luas serta bermanfaat bagi para perencana. b. Sektor ekonomi dengan menggunakan Tahun dasar 2000 umumnya lebih rinci dengan maksud agar lebih berorientasi pada pengguna data. Adapun pembagian sekor ekonomi yang tersebut adalah:
60
4.2. Sektor-sektor Perekonomian Kota Cirebon Sektor Perekonomian 1. Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
2. Sektor Pertambangan dan Penggalian
3. Sektor Industri Pengolahan
4. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih
5. Sektor Bangunan/Konstruksi 6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
8. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
9. Sektor Jasa-jasa
Sub Sektor Prekonomian 1.1. Tanaman Bahan Makanan 1.2. Tanaman Perkebunan 1.3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 1.4. Kehutanan 1.5. Perikanan 2.1. Minyak dan Gas Bumi (Migas) 2.2. Pertambangan Tanpa Migas 2.3. Penggalian 3.1. Industri Minyak dan Gas a. Penggalian Minyak Bumi b. Gas Alam Cair 3.2. Industri Tanpa Migas a. Industri Besar dan Sedang b. Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga 4.1. Listrik 4.2. Gas 4.3. Air Bersih 6.1. Perdagangan Besar dan Eceran 6.2. Hotel 6.3. Restoran 7.1. Angkutan Rel 7.2. Angkutan Jalan Raya 7.3. Angkutan Laut 7.4. Angkutan Sungai dan Penyebrangan 7.5. Angkutan Udara 7.6. Jasa Penunjang Angkutan 7.7. Komunikasi 8.1. Bank 8.2. Lembaga Keuangan Lainnya 8.3. Sewa Bangunan 8.4. Jasa Perusahaan 9.1. Jasa Pemerintahan Umum 9.2. Jasa Swasta a. Jasa Sosial Kemasyarakatan b. Jasa Hiburan c. Jasa Peorangan dan Rumah Tangga
61
4.5.2
Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat dinilai dengan berbagai ukuran
agregat. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator makro yang sering digunakan sebagai salah satu alat strategi kebijakan bidang ekonomi. Laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto adalah salah satu indikator untuk melihat perkembangan ekonomi yang dicapai oleh suatu daerah. Indikator ini menunjukkan naik tidaknya produk yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan ekonomi yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Secara umum, pada Tahun 2008 perekonomian Kota Cirebon mengalami pertumbuhan positif sebesar 5,64%. Pertumbuhan tersebut didukung oleh pertumbuhan positif semua sektor kecuali sektor pengangkutan dan komunikasi yang tumbuh negatif sebesar 5,13%. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang pertumbuhannya mencapai 12,89%. Selanjutnya diikuti oleh sektor jasa-jasa serta sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 11,63% dan 10,40%. Apabila laju pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon dipakai sebagai dasar (Base Line), maka kinerja sektoral dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Kelompok Pertama
: adalah sektor yang berhasil mencapai pertumbuhan di atas rata-rata (5,64 persen);
Kelompok Kedua
: adalah sektor yang berhasil mencapai pertumbuhan positif walaupun masih dibawah LPE rata-rata;
Kelompok Ketiga
: adalah sektor yang mengalami pertumbuhan negatif.
Dari tabel 4.3 terlihat bahwa pertumbuhan sektor yang termasuk pada kelompok pertama yaitu sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor
62
perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan merupakan sektor dengan pertumbuhannya yang tertinggi di Tahun 2008 yaitu sebesar 12, 89%. Pertumbuhan sektor ini sangat didukung oleh sub sektor lembaga keuangan bukan bank seperti lembaga pembiayaan (leasing), jasa penukaran uang (Money Changer), dan koperasi mengalami peningkatan pertumbuhan yang cukup tinggi, yaitu 13,76% pada Tahun 2008 sedangkan pada Tahun 2007 pertumbuhannya sebesar 10,98%. Semakin banyaknya lembaga yang memberikan kredit dengan uang muka rendah dan persyaratan yang mudah mendorong meningkatnya pertumbuhan sub sektor ini. Sedangkan sub sektor bank mengalami sedikit perlambatan pertumbuhan yaitu dari 13,57% pada Tahun 2007 menjadi 13,06% pada Tahun 2008. Sementara itu dengan banyaknya usaha-usaha baru yang tumbuh di Kota Cirebon telah mendorong peningkatan nilai tambah pada kegiatan usaha sub sektor persewaan bangunan dan jasa perusahaan. Untuk dua jenis kegiatan ini telah terjadi pertumbuhan pada Tahun 2008 sebesar 11,95% dan 11,88%. Pertumbuhan sektor jasa-jasa yang mencapai 11,63% pada Tahun ini sangat didukung oleh sub sektor pemerintahan umum yang tumbuh sebesar 14,17%. Sedangkan sub sektor jasa swasta yang terdiri dari jasa sosial kemasyarakatan, jasa hiburan dan rekreasi serta jasa perorangan dan rumah tangga hanya tumbuh sebesar 6,31%. Sub sektor ini merupakan salah satu lapangan kegiatan ekonomi masyarakat yang cukup dominan di Kota Cirebon.
63
Sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor dengan pertumbuhan tertinggi ketiga selama Tahun 2008. Sektor ini mampu tumbuh sebesar 10,40% yang pada Tahun sebelumnya tumbuh sebesar 9,24%. Pertumbuhan sektor ini sangat didukung oleh sub sektor hotel yang tumbuh mencapai 15,29%, sub sektor restoran sebesar 12,15% dan sub sektor perdagangan sebesar 10,18%. Sektor ini merupakan salah satu motor penggerak ekonomi Kota Cirebon. Meningkatnya kegiatan usaha di sektor perdagangan, hotel dan restoran dikarenakan Kota Cirebon merupakan basis kegiatan ekonomi di wilayah III Cirebon. Dengan didukung jumlah hotel bintang dan non bintang yang cukup banyak serta letak yang strategis Kota Cirebon menjadi pilihan bagi para pelaku ekonomi, untuk memilih sarana akomodasi. Begitu pula untuk kegiatan usaha restoran, Kota Cirebon dengan banyak makanan khas seperti nasi jamblang, empal gentong dan sea food serta makanan khas lain menjadikan usaha di bidang restoran dapat berkembang dengan pesat. Tabel 4.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Cirebon Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2005-2008 Lapangan Usaha 2005 2006 2007*) 2008*)) 1. Pertanian 5,15 0,15 3,88 4,29 2. Pertambangan 3. Industri 0,81 3,83 3,45 3,55 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 7,18 4,11 8,52 9,62 5. Bangunan 7,24 9,84 8,3 8,92 6. Perdagangan 9,5 6,97 8,15 10,4 7. Pengangkutan 6,05 4,72 5,01 -5,13 8. Keuangan 5,55 7,96 12,39 12,89 9. jasa 5,43 7,81 9,31 11,63 TOTAL 4,89 5,54 6,17 5,64 Keterangan: *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara
64
Sektor selanjutnya yang pertumbuhannya cukup besar adalah sektor listrik, gas dan air bersih yang mencapai 9,62% pada Tahun 2008. Semakin meningkatnya jumlah perumahan dan pusat perbelanjaan di Kota Cirebon mengakibatkan semakin tingginya kebutuhan listrik, air dan gas. Meningkatnya sektor LGA ini didukung meningkatnya kinerja sub sektor listrik dan sub sektor gas yang masing-masing tumbuh sebesar 15,73% dan 7,20%, sementara sub sektor air bersih pertumbuhannya mengalami perlambatan yaitu tumbuh sebesar 2,34%. Hal ini disebabkan karena adanya permasalahan antara PDAM Kota Cirebon dengan Kabupaten Kuningan sebagai penyedia air yang mengakibatkan terhambatnya distribusi air di Kota Cirebon. Urutan berikutnya dicapai oleh sektor bangunan yang pertumbuhannya mencapai 8,92% selama Tahun 2008. Rupanya kondisi yang sama dengan kinerja perbankan mampu menarik investor untuk menanamkan investasinya di sektor bangunan baik tempat tinggal berupa perumahan maupun sarana dan prasarana umum lainnya. Pertumbuhan sektor yang termasuk pada kelompok kedua yaitu sektor pertanian dan sektor industri pengolahan. Kinerja sektor pertanian pada Tahun ini relatif
lebih
baik
dibandingkan
dengan
Tahun
sebelumnya
dengan
pertumbuhannya sebesar 4,29%. Penyumbang terbesar pertumbuhan di sektor ini adalah sub sektor perikanan yang mencapai 7,69%, karena letak Kota Cirebon di pinggir laut yang memiliki potensi perikanan laut. Sementara itu, untuk sub sektor pertanian tanaman bahan makanan dan peternakan mengalami perlambatan pertumbuhan bahkan untuk tanaman perkebunan pertumbuhannya negatif. Hal ini disebabkan semakin berkurangnya
65
lahan-lahan pertanian yang masih tersisa di Kota Cirebon. Lahan-lahan pertanian tersebut semakin banyak yang telah berubah menjadi perumahan-perumahan yang dikembangkan oleh para developer. Sektor industri mengalami pertumbuhan sebesar 3,55%, untuk lapangan usaha industri Kota Cirebon yang di dominasi oleh industri rokok, industri makanan ternak dan industri jaring masih menunjukkan pertumbuhan. Pertumbuhan PDRB sektor industri pada Tahun 2008 sebesar 3,55% lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada Tahun 2007 yaitu sebesar 3,45%. Sedangkan yang termasuk pada kelompok ketiga adalah sektor pengangkutan dan komunikasi dengan angka pertumbuhan sebesar -5,13%. Hal ini disebabkan karena kinerja pelabuhan di Kota Cirebon yang melayani angkutan bongkar muat barang dari dan ke luar Cirebon menurun. Menurunnya jumlah barang yang dimuat dari pelabuhan Kota Cirebon menyebabkan pertumbuhan di usaha angkutan laut mencapai -40,37%. Adapun Kegiatan usaha yang dilakukan di Pelabuhan Cirebon meliputi angkutan batu bara, angkutan kayu, angkutan semen, angkutan pupuk dan bahan-bahan baku industri. Sedangkan untuk usaha angkutan lainnya seperti angkutan rel, angkutan jalan raya, angkutan udara, dan jasa penunjang angkutan mengalami pertumbuhan positif yang besarnya masing-masing adalah 14,89%, 9,37%, 9,35% dan 12,76%. Sementara itu kinerja di sub sektor komunikasi semakin maju. Kemajuan dibidang komunikasi ini diwarnai oleh makin beragamnya teknologi informasi. Semula komunikasi hanya bisa dilakukan komunikasi
melalui telepon kabel, tetapi saat ini
dapat dilakukan dengan telepon seluler. Pada saat ini
alat
66
komunikasi ini lebih kompetitif dengan berbagai fasilitas yang tersedia serta harga relatif murah. Dengan kondisi yang demikian jumlah pengguna alat komunikasi ini makin bertambah dari waktu ke waktu. Alat komunikasi yang lainnya juga mengalami kemajuan yang cukup pesat adalah komunikasi melalui dunia maya atau internet. Saat ini usaha yang menekuni jasa internet makin banyak jumlahnya. Sebaliknya usaha komunikasi berupa warung telekomunikasi saat ini dalam kondisi yang kurang berkembang bahkan sejumlah warung telekomunikasi tidak beroperasional lagi. Meningkatnya jumlah pengguna komunikasi ini telah menjadikan nilai tambah di sub sektor komunikasi naik dengan pertumbuhan sebesar 21,84%.
67
V.
PEMBAHASAN
5.1 Analisis Laju pertumbuhan PDRB sektor-sektor perekonomian Kota Cirebon dan Provinsi Jawa Barat pada periode 2001-2008 Pertumbuhan ekonomi di Kota Cirebon dipengaruhi oleh laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang semakin meningkat dari Tahun ke Tahun. Laju pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon selama Tahun 2001-2008 bernilai positif di sektor perekonomiannya kecuali sektor Pertambangan karena sama sekali tidak ada kontribusi sektor
Pertambangan terhadap PDRB Kota
Cirebon. Nilai dari laju pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon tersebut sebesar 43, 09%. Tabel 5.1. Perubahan PDRB Kota Cirebon Menurut Sektor Perekonomian Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2001 dan Tahun 2008 Perubahan PDRB (juta rupiah) Persen Sektor Prekonomian PDRB (juta (%) 2001 2008 rupiah) 1. Pertanian 14057,38 18546,39 4489,01 31,93 2. Pertambangan 0 0 0 3. Industri 1674944,18 2109737,6 434793,42 25,96 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 65962,32 104856,44 38894,12 58,96 5. Bangunan 141987,1 233172,71 91185,61 64,22 6. Perdagangan 1128604,89 1820040,29 691435,4 61,26 7. Pengangkutan 647091,78 796245,59 149153,81 23,05 8. Lembaga Keuangan 153181,83 346647,68 193465,85 126,30 9. Jasa-jasa 243934,25 394281,39 150347,14 61,63 Total 4069763,73 5823528,09 1753764,36 43,09
Berdasarkan Tabel 5.1, dapat diketahui bahwa sumbangan sektor ekonomi terhadap PDRB bernilai positif sehingga laju pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon juga bernilai positif. Hal ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Cirebon. Pada Tahun 2001, sektor ekonomi yang paling besar kontribusinya terhadap PDRB Kota Cirebon adalah sektor industri yaitu sebesar Rp. 1674944,18
68
juta dan meningkat menjadi Rp. 2109737,6 juta pada Tahun 2008 atau meningkat 25,96%. Sektor ekonomi yang paling rendah kontribusinya terhadap PDRB Kota Cirebon adalah sektor pertanian , yaitu sebesar Rp. 14057,38 juta dan meningkat menjadi Rp. 18546,39 juta pada Tahun 2008 atau meningkat 31,93%. Laju pertumbuhan ekonomi terbesar adalah sektor lembaga keuangan sebesar 126,30% dimana nilai PDRB pada Tahun 2001 sebesar Rp. 153181,83 juta dan meningkat menjadi Rp. 346647,68 juta pada Tahun 2008. Sedangkan laju pertumbuhan ekonomi terendah adalah sektor pengangkutan yaitu sebesar 23,05% dengan perbedaan PDRB pada Tahun 2001 sebesar Rp. 647091,78 juta dan sedikit mengalami peningkatan menjadi Rp. 796245,59 juta. Laju pertumbuhan ekonomi terendah di Kota Cirebon adalah sektor pengangkutan karena pada sub sektor angkutan laut terjadi penurunan jumlah barang yang dimuat dari pelabuhan Kota Cirebon. Perubahan PDRB paling besar terjadi di sektor indusutri sebesar Rp. 434793,42 juta, hal ini diperoleh dari selisih nilai PDRB sektor industri pada Tahun 2008 sebesar Rp. 2109737,6 juta dan Rp. 1674944,18 juta di Tahun 2001. Perubahan PDRB terendah yaitu disektor pertanian sebesar Rp. 4489,01 juta yang didapat dari hasil selisih PDRB sektor pertanian di Tahun 2008 sebesar Rp. 18546,39 juta dan Rp. 14057,38 juta di Tahun 2001. Jika dilihat dari pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat, PDRB Jawa Barat juga meningkat dalam periode Tahun 2001-2008. Hal ini dapat diindikasikan dengan adanya laju pertumbuhan PDRB yang bernilai positif
69
hampir di semua sektor kecuali di sektor pertambangan yang laju pertumbuhannya negatif, dengan nilai laju sebesar 42,68%. (Tabel 5.2) Berdasarkan Tabel 5.2, sektor perekonomian yang menyumbangkan PDRB terendah adalah sektor bangunan sebesar RP. 5143936.7 juta pada Tahun 2001 dan mengalami peningkatan di Tahun 2008 yaitu menjadi Rp. 9731000 juta atau 89,17%. Sedangkan sektor perekonomian yang berkontribusi paling tinggi yaitu sektor industri sebesar RP. 82993409,8 juta pada Tahun 2001 dan mengalami peningkatan menjadi Rp. 133757000 juta pada Tahun 2008 atau sebesar 61, 17%. Perubahan PDRB paling besar terjadi di sektor industri yaitu sebesar Rp. 50763590,16 juta yang diperoleh dari selisih nilai PDRB sektor industri sebesar RP. 82993409,8 juta pada Tahun 2001 dan mengalami peningkatan menjadi Rp. 133757000 juta pada Tahun 2008. Perubahan PDRB paling rendah terjadi disektor listrik, gas dan air bersih yaitu sebesar Rp. 1856842,74 juta yang diperoleh dari selisih PDRB pada Tahun 2008 sebesar Rp. 6026000 juta dan Rp. 4169157,26 juta pada Tahun 2001. Laju pertumbuhan ekonomi terbesar adalah sektor bangunan sebesar 89, 17% yang diperoleh dari nilai PDRB sektor bangunan Tahun 2001 sebesar Rp. 5143936,70 juta dan Rp. 9731000,00 juta pada Tahun 2008.
Sedangkan
laju
pertumbuhan
ekonomi
terendah
adalah
sektor
pertambangan yang benilai negatif yaitu sebesar -59,18% yang dapat dilihat dari nilai PDRB Tahun 2001 sebesar Rp. 16761111,20 juta dan terjadi penurunan menjadi Rp. 6842000 juta pada Tahun 2008.
70
Tabel 5.2. Perubahan PDRB Provinsi Jawa Barat Menurut Sektor Perekonomian Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2001 dan Tahun 2008 Perubahan PDRB (juta rupiah) Sektor PDRB (juta Persen (%) Prekonomian 2001 2008 rupiah) 1. Pertanian 2. Pertambangan 3. Industri 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan 7. Pengangkutan 8. Lembaga Keuangan 9. Jasa-jasa Total
29554466,80 16761111,20 82993409,80
36505000 6842000 133757000
6950533,17 -9919111,22 50763590,16
23,52 -59,18 61,17
4169157,26 5143936,70 36403261,70 7925724,28
6026000 9731000 56938000 12234000
1856842,74 4587063,30 20534738,32 4308275,72
44,54 89,17 56,41 54,36
5885016,62 14532915,6 203369000
9076000 19064000 290173000
3190983,38 4531084,44 86804000,01
54,22 31,18 42,68
Sumbangan sektor industri terhadap PDRB Provinsi jawa Barat tetap jadi yang terbesar baik pada Tahun 2001 maupun Tahun 2008. Pada Tahun 2001 sektor industri berkontribusi sebesar Rp. 82993409,80 juta dan pada Tahun 2008 sebesar Rp. 133757000 juta hal ini dapat menjelaskan bahwa industri di Provinsi Jawa Barat terus berkembang sehingga tetap memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB.
5.2 Rasio PDRB Kota Cirebon dan Provinsi Jawa Barat Tahun 2001-2008 Kontribusi sektor perekonomian di Kota Cirebon maupun di Provinsi Jawa Barat hampir seluruhnya mengalami peningkatan pada periode Tahun 2001-2008 kecuali untuk sektor pertambangan dimana tidak memberikan kontribusi terhadap PDRB Kota Cirebon dan terjadi penurunan kontribusi terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat. Tiap sektor ekonomi, baik itu pada PDRB Kota Cirebon maupun Provinsi Jawa Barat memiliki rasio yang berbeda-beda. Rasio sektor
71
perekonomian Kota Cirebon dan Provinsi Jawa Barat diperlihatkan dalam bentuk Ra, Ri, ri. Tabel 5.3. Rasio PDRB Kota Cirebon dan PDRB Provinsi Jawa Barat (Nilai Ra, Rid an ri) Sektor Perekonomian Ra Ri ri 1. Pertanian 0,43 0,24 0,32 2. Pertambangan 0,43 -0,59 3. Industri 0,43 0,61 0,26 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,43 0,45 0,59 5. Bangunan 0,43 0,89 0,64 6. Perdagangan 0,43 0,56 0,61 7. Pengangkutan 0,43 0,54 0,23 8. Lembaga Keuangan 0,43 0,54 1,26 9. Jasa-jasa 0,43 0,31 0,62
Nilai Ra didasarkan pada perhitungan selisih antara jumlah PDRB Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 dengan jumlah PDRB provinsi Jawa Barat Tahun 2001. Antara Tahun 2001-2008, nilai Ra sebesar 0,43 (Tabel 5.3). Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat meningkat sebesar 0,43. Nilai Ri dihitung berdasarkan selisih antara PDRB Provinsi Jawa Barat sektor i pada Tahun 2008 dengan PDRB Provinsi Jawa Barat sektor i pada Tahun 2001. Nilai Ri di seluruh sektor perekonomian Provinsi Jawa Barat hampir seluruhnya bernilai positif terkecuali sektor pertambangan karena terjadi penurunan kontribusi di sektor tersebut. Nilai Ri terbesar terdapat pada sektor bangunan sebesar 0,89. Sedangkan, nilai Ri terkecil terdapat pada sektor pertambangan yang bernilai negatif yaitu sebesar -0,59 karena terjadinya penurunan kontribusi dari sektor pertambangan pada Tahun 2008 terhadap PDRB Jawa Barat. Nilai ri dihitung berdasarkan selisih antara PDRB sektor i di Kota Cirebon Tahun 2008 dengan PDRB Kota Cirebon Tahun 2001. Seluruh sektor ekonomi
72
mengalami peningkatan kontribusi terhadap PDRB Kota Cirebon, hal ini dapat dilihat dari nilai ri yang diperoleh bernilai positif. Nilai ri terbesar terdapat pada sektor lembaga keuangan sebesar 1,26 sedangkan nilai ri terkecil terdapat pada sektor pengangkutan sebesar 0,23.
5.3 Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kota Cirebon Tahun 20012008 Dalam pembangunan daerah Cirebon, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sektor-sektor perekonomiannya adalah komponen pertumbuhan wilayah. Ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut yaitu pertumbuhan regional (PR), pertumbuhan proporsional (PP) dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Jika ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut bernilai positif, maka laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Cirebon semakin meningkat dari Tahun ke Tahun. Komponen
pertumbuhan
proporsional
sebagai
pengaruh
pertama
menjelaskan hasil kali rasio PDRB Provinsi Jawa Barat dengan PDRB Kota Cirebon sektor i pada Tahun 2001. Pengaruh pertumbuhan regional menjelaskan perubahan kebijakan ekonomi regional yang mempengaruhi perekonomian semua sektor di laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat, yaitu sebesar 42,68%. Hal ini jika ditinjau secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat Tahun 2001-2008 telah mempengaruhi peningkatan PDRB Kota Cirebon sebesar Rp. 1737097,45 juta (42,68%).
73
Tabel 5.4. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Kota Cirebon Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional, Tahun 2001-2008 PRij Sektor Prekonomian (juta rupiah) Persen (%) 42,68 1. Pertanian 6000,11 42,68 2. Pertambangan 0 42,68 3. Industri 714916,50 42,68 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 28154,70 42,68 5. Bangunan 60604,36 42,68 6. Perdagangan 481722,48 42,68 7. Pengangkutan 276198,22 42,68 8. Lembaga Keuangan 65382,61 42,68 9. Jasa-jasa 104118,47 Total 1737097,45 42,68
Pada Tabel 5.4, secara sektoral dapat dilihat bahwa peningkatan sektoral terbesar terdapat pada sektor industri sebesar Rp.714916,50 juta. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor industri sangat dipengaruhi oleh perubahan kebijakan pemerintah Provinsi Jawa Barat, yang berarti bahwa jika terjadi perubahan kebijakan di tingkat Provinsi Jawa Barat, maka kontribusi sektor industri beserta subsektornya akan mengalami perubahan. Hal ini menjelaskan bahwa kebijakan ekonomi Pemerintah Provinsi Jawa Barat sangat mempengaruhi besar kecilnya kontribusi terhadap sektor industri Kota Cirebon. Komponen PR terkecil yaitu sektor pertanian yaitu sebesar Rp. 6000,11 juta. Komponen
pertumbuhan
proporsional
sebagai
pengaruh
kedua
menjelaskan selisih antara Ri dan Ra, hasil selisih itu akan dikalikan dengan PDRB Kota Cirebon sektor i Tahun 2001. Hasil dari perhitungan komponen pertumbuhan proporsional dijelaskan pada Tabel 5.5.
74
Tabel 5.5. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Kota Cirebon Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional, Tahun 2001-2008 PPij Sektor Prekonomian (juta rupiah) Persen (%) 1. Pertanian -2694,14 -19,17 2. Pertambangan 0 -101,86 3. Industri 309576,65 18,48 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 1223,34 1,85 5. Bangunan 66011,47 46,49 6. Perdagangan 154912,95 13,73 7. Pengangkutan 75548,79 11,68 8. Lembaga Keuangan 17675,9 11,54 9. Jasa-jasa -28064,45 -11,5 Total -1737097 -42,68
Sektor yang mengalami penurunan kontribusi terhadap PDRB Kota Cirebon adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa. Sektor pertanian pertumbuhannya lambat karena banyak lahan pertanian yang diganakan untuk pemukiman, sedangkan untuk sektor jasa-jasa sendiri pertumbuhannya lambat karena kurang baiknya pengelolaan pemerintah yang mengelola tempat-tempat rekreasi seperti Taman Ade Irma Suryani dan Gua Sunyaragi sehingga kurang dapat menarik masyarakat Kota Cirebon maupun luar Kota Cirebon untuk datang berkunjung. Sektor yang memiliki nilai PP terbesar (PPij > 0) adalah sektor industri sebesar Rp. 309576,65 juta, sektor ini sangat baik dikembangkan di Kota Cirebon karena sektor ini mengalami pertumbuhan yang cepat. Laju pertumbuhan proporsional terbesar terjadi
pada sektor bangunan sebesar 46,49%. Hal ini
menunjukkan bahwa pembangunan di sektor bangunan tumbuh sangat cepat. Jika PPWij > 0, maka sektor i di Kota Cirebon tergolong memiliki daya saing baik, sedangkan jika PPWij < 0, maka sektor i tersebut digolongkan yang mempunyai daya saing yang kurang baik. Sektor yang berdaya saing rendah adalah sektor industri, sektor bangunan dan sektor pengangkutan. Sektor-sektor
75
tersebut yang memiliki daya saing rendah jika dibandingkan dengan sektor yang sama di kota atau kabupaten lainnya. Untuk sektor industri sendiri di Kota Cirebon lebih didominasi oleh industri rumah tangga, sedangkan untuk sektor bangunan dan sektor pengangkutan sendiri kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung sektor-sektor tersebut. Tabel 5.6 Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Kota Cierebon Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah, Tahun 20012008 PPWij Sektor Prekonomian (juta rupiah) Persen (%) 1. Pertanian 1183,04 8,42 2. Pertambangan 3. Industri -589699,73 -35,21 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 9516,08 14,43 5. Bangunan -35430,22 -24,95 6. Perdagangan 54799,97 4,86 7. Pengangkutan -202593,2 -31,31 8. Lembaga Keuangan 11407,35 72,08 9. Jasa-jasa 74293,12 30,46 Total 1753764,36 43,09
Sektor yang memiliki PPWij terendah adalah sektor industri yaitu -35,21%. Sedangkan sektor yang mempunyai PPWij terbesar adalah sektor lembaga keuangan yaitu 72,08%. Sektor yang memiliki nilai PPW yang positif yaitu sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, dan sektor jasa-jasa. Untuk sektor pertanian berarti hasil produksi dari sektor ini memiliki daya saing yang baik dibandingkan dengan wilayah lainnya di Jawa Barat. Sektor listrik, gas dan air bersih memiliki daya saing yang tinggi dibandingkan dengan di daerah lainnya di Jawa Barat karena Kota Cirebon sebagai kota penyalur listrik untuk wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan
76
Kuningan. Kemudian di Kota Cirebon ini sedang dilaksanakan City Gas (gas kota) dimana setiap penduduknya menggunakan gas dan 95% penduduk Kota Cirebon menggunakan air dari PDAM. Sesuai dengan visi dan misi Kota Cirebon yang ingin menjadikan Kota Cirebon menjadi kota perdagangan dan jasa-jasa. Untuk sektor perdagangan sendiri Kota Cirebon ini merupakan pengumpul bernagai macam barang hasil produksi dari luar kota, yang nantinya akan didistribusikan ke kota-kota lain di Jawa Barat. Kota Cirebon juga memiliki banyak hotel dan restoran hal ini dikarenankan letak Kota Cirebon yang strategis sehingga banyak sekali para wisatawan dan juga orang yang sedang dalam perjalanan jauh yang melalui jalur pantura untuk singgah sekedar untuk wisata kuliner maupun beristirahat dan menginap. Selain itu Kota Cirebon juga memiliki Rumah Sakit (RS) tipe B (tingkat propinsi) seperti RSUD. Gunung Jati dan RSUD. Ciremai dimana penggunanya tidak hanya penduduk Kota Cirebon saja tetapi berasal dari wilayah III Jawa Barat, Brebes, dan Tegal.
5.4 Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian Kota Cirebon Pergeseran bersih adalah hasil penjumlahan dari nilai pertumbuhan proporsional dan pertumbuhan pangsa wilayah. Berdasarkan Tabel 5.7, terdapat tiga sektor yang memiliki nilai PB yang negatif yaitu sektor pertanian, sektor industri, sektor pengangkutan dan lima sektor yang memiliki nilai PB positif yaitu sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor lembaga keuangan dan sektor jasa-jasa.
77
Pada Gambar 7, terdapat garis yang memotong Kuadran II dan Kuadran IV yang membentuk sudut 45 . Garis tersebut merupakan garis yang menunjukkan nilai pergeseran bersih bernilai nol (PBj=0). Bagian atas garis tersebut menunjukkan PBj > 0
yang mengindikasikan bahwa sektor-sektor
tersebut pertumbuhannya progresif (maju). Sebaliknya, di bawah garis 45 berarti PBj < 0 menunjukkan sektor-sektor yang lamban. Tabel 5.7. Pergeseran Bersih Kota Cirebon, Tahun 2001 dan 2008 PBij Sektor Prekonomian (juta rupiah) Persen (%) 1. Pertanian -1511,1 -10,75 2. Pertambangan -101,86 3. Industri -280123,08 -16,73 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 10739,42 16,28 5. Bangunan 30581,25 24,54 6. Perdagangan 209712,92 18,59 7. Pengangkutan -127044,41 -19,63 8. Lembaga Keuangan 128083,24 83,62 9. Jasa-jasa 46228,67 18,96 Total 16666,91 0,41
Bagian atas garis menunjukkan PB > 0 yang mengindikasikan bahwa terdapat lima sektor yang memiliki PB yang positif yaitu sektor sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor lembaga keuangan dan sektor jasa-jasa dan termasuk kedalam kelompok sektor progresif. Sedangkan PB < 0 mengindikasikan bahwa terdapat tiga sektor yang memiliki PB negatif dan termasuk kelompok sektor lamban. Ketiga sektor itu adalah sektor pertanian, sektor industri, sektor pengangkutan. Profil pertumbuhan sektor perekonomian digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan sektor perekonomian di wilayah Kota Cirebon pada kurun waktu yang telah ditentukan. Pada sumbu horizontal terdapat PP sebagai absis
78
sedangkan sumbu vertikal terdapat PPW sebagai ordinat yang dapat dilihat pada Gambar 7.
Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian 1. Pertanian 80
2. Pertambangan
60
3. Industri 40 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih
20
5. Bangunan PPij
0 -150
-100
-50
0
50
100
6. Perdagangan
-20
7. Pengangkutan
-40
8. Lembaga Keuangan
-60
9. Jasa-jasa
PPWij
Gambar 7 Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian Kota Cirebon Kuadran I merupakan kuadran dimana PP dan PPW sama-sama bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor di wilayah yang bersangkutan memiliki pertumbuhan yang cepat (PP > 0) dan memiliki daya saing yang lebih baik apabila dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya (PPW > 0). Sektor perekonomian Kota Cirebon yang ada di kuadran I adalah sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, dan sektor keuangan. Kuadran II menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah yang bersangkutan pertumbuhannya cepat (PP > 0), tetapi daya saing wilayah untuk sektor-sektor tersebut dibandingkan dengan wilayah lainnya kurang baik (PPW <
79
0). Sektor yang ada di kuadran II adalah sektor industri, sektor bangunan dan sektor pengangkutan. Kuadran III merupakan kuadran dimana PP dan PPW nya bernilai negative. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah yang bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lambat dengan daya saing yang kurang baik jika dibandingkan dengan wilayah lain. Tidak ada sektor yang ada pada kuadran III pada profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kota Cirebon. Kuadran IV menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi pada wilayah yeng bersangkutan memiliki pertumbuhan lambat (PP < 0), tetapi daya saing wilayah untuk sektor-sektor tersebut baik jika dibandingkan dengan wilayah lainnya (PPW > 0). Sektor yang ada di kuadran IV adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa
5.5 Analisis Sektor Unggulan Kota Cirebon
Pada metode LQ, terdapat teori ekonomi basis, perekonomian di suatu daerah dibagi menjadi dua sektor utama yaitu sektor basis dan non basis. Sektor basis adalah sektor yang mengekspor barang dan jasa ataupun tenaga kerja ke tempat-tempat di luar batas perekonomian daerah yang bersangkutan. Sedangkan, sektor non basis adalah sektor yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang bertempat tinggal didalam batas-batas daerah itu sendiri. Sektor ini mengekspor barang, jasa, maupun tenaga kerja, sehingga luas lingkup produksi dan daerah pasar sektor non basis hanya bersifat lokal.
80
Tabel 5.8 Nilai Location Quotient (LQ) Sektor-sektor Perekonomian Kota Cirebon Atas Dasar Harga Konstan, Tahun 2001-2008 Sektor Perekonomian 1. Pertanian 2. Pertambangan 3. Industri 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan 7. Pengangkutan 8. Lembaga Keuangan 9. Jasa-jasa
2001 0.02 0 1.01
2002 1.01 0 0.42
2003 0.03 0 0.99
Tahun 2004 2005 0.02 0.02 0 0 0.95 0.89
0.79 1.38 1.55 4.08
31.95 54.48 62.74 159.96
0.83 1.31 1.56 3.73
0.73 1.25 1.39 3.49
0.74 1.14 1.47 3.72
0.81 1.19 1.48 3.63
0.83 1.19 1.50 3.40
0.87 1.19 1.59 3.24
1.30 0.84
51.00 33.96
1.20 0.78
1.62 0.88
1.64 0.88
1.77 0.88
1.77 0.94
1.90 1.03
2006 0.02 0 0.85
2007 0.02 0 0.83
2008 0.03 0 0.79
Dapat dilihat dari Tabel 5.8 untuk sektor yang memiliki nilai LQ > 1 maka sektor tersebut adalah sektor unggulan Kota Cirebon. Dari tabel 5.8 yang termasuk kedalam sektor unggulan Kota Cirebon pada Tahun 2001-2008 ada empat sektor yaitu sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor pengangkutan, dan sektor lembaga keuangan. Sedangkan sektor ekonomi dengan nilai LQ < 1 merupakan sektor non unggulan. Ada lima sektor non unggulan Kota Cirebon yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor industri, sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor jasa-jasa. Sektor yang memiliki nilai LQ terbesar adalah sektor pengangkutan dengan nilai LQ sebesar 3,24 pada Tahun 2008.
5.6 Penyerapan Tenaga Kerja di Sektor Perekonomian Kota Cirebon. Dalam analisis ini akan dilihat bagaimana peranan sektor-sektor perekonomian Kota Cirebon dalam penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan hasil analisis sebelumnya bahwa yang termasuk kedalam sektor unggulan dan sektor progressif yaitu sektor tersier.
81
Tabel 5.9. Penduduk 10 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama Tahun 2004-2007 (Jutaan Rupiah) Tahun Lapangan Pekerjaan 2004 2005 2006 2007 4608 6206 2340 5652 1. Pertanian (4,35) (5,81) (2,27) (4,85) 1296 642 702 785 2. Pertambangan (1,22) (0,60) (0,68) (0,67) 10080 8436 9477 6594 3. Industri (9,51) (7,89) (9,19) (5,66) 4. Listrik, Gas, dan Air 288 428 819 1727 Bersih (0,27) (0,40) (0,79) (1,48) 8496 9202 6084 6908 5. Bangunan (8,02) (8,61) (5,90) (5,93) 44640 44084 41418 48984 6. Perdagangan (42, 12) (41,25) (40,18) (42,05) 10080 8132 10413 10519 7. Pengangkutan (9,51) (7,61) (10, 10) (9,03) 3456 3852 5733 4239 8. Lembaga Keuangan (3,26) (3,60) (5,56) (3,64) 23040 25894 26091 31086 9. Jasa-jasa (21,74) (24,23) (25,31) (26,68) Jumlah 105984 106876 103077 116494 Sumber: SUSEDA Jawa Barat 2007 (diolah) Keterangan: ( ) Persentase Dapat dilihat dari Tabel 5.9 bahwa pangsa penyerapan tenaga kerja terbesar disektor perdagangan, hal ini juga sesuai dengan hasil analisis sektor unggulan dan sektor progresif Kota Cirebon sebelumnya yang menunjukkan bahwa sektor perdagangan yang mampu mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan juga mampu menyerap tenaga kerja. Sedangkan sektor jasa-jasa merupakan sektor kedua terbesar terhadap penyerapan tenaga kerja dimana sektor ini pun merupakan sektor yang progresif. Sesuai dengan hasil analisis LQ dan Shift Share yang menunjukkan sektorsektor unggulan
dan sektor-sektor yang progresif seperti sektor bangunan
(5,93%), sektor perdagangan (42,05%), sektor pengangkutan (9,03%) dan sektor
82
jasa-jasa (26,68%) pada Tahun 2007 merupakan empat sektor yang pangsa penyerapan tenaga kerjanya tinggi.
83
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisis dengan metode Shift Share dan metode Location Quotient (LQ) yaitu: 1) Pertumbuhan perekonomian Kota Cirebon periode 2001-2008 meningkat sebesar 0,43. Kontribusi sektor-sektor perekonomian terhadap PDRB Jawa Barat Tahun 2001-2008 mengalami peningkatan kecuali pada sektor pertambangan sedangkan kontribusi sektor perekonomian Kota Cirebon mengalami peningkatan selama Tahun 2001-2008. 2) Sektor-sektor yang progresif di Kota Cirebon yaitu sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor lembaga keuangan dan sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor yang non-progresif di Kota Cirebon yaitu sektor
pertanian,
sektor
pertambangan,
sektor
industri
dan
sektor
pengangkutan. 3) Sektor unggulan (basis) Kota Cirebon adalah sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor pengangkutan dan sektor lembaga keuangan. 4) Sektor yang mampu menyerap tenaga kerja adalah sektor tersier yaitu sektor perdagangan, sektor pengangkutan, sektor lembaga keuangan dan sektor jasajasa. Dimana sektor tersebut merupakan sektor yang unggulan dan juga sektor yang progresif di Kota Cirebon.
6.2 Saran 1) Pemerintah Kota Cirebon dapat memprioritas pembangunan yang diarahkan kepada pengembangan sektor tersier yaitu sektor perdagangan, sektor pengangkutan, sektor lembaga keuangan dan sektor pengangkutan. Hal ini
84
akan sangat berperan dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian Kota Cirebon dan pengurangan jumlah pengangguran terbukanya. 2) Pemerintah Kota Cirebon khususnya jika ingin memaksimalkan pembangunan di sektor industri dengan memberikan bantuan modal untuk industri rumah tangga yang memiliki prospek yang tinggi agar dapat meningkatkan daya saing disektor industri agar bisa lebih baik dalam bersaing dengan sektor industri di Kota atau Kabupaten lain di Jawa Barat. 3) Sektor pengangkutan merupakan salah satu peluang untuk meningkatkan perekonomian Kota Cirebon. Maka kepada pemerintah Kota Cirebon harapannya dapat memperbaiki sarana dan prasarananya agar kontribusi sektor pengangkutan terhadap PDRB Kota Cirebon bisa lebih besar lagi. Hal ini terkait dengan letak wilayah Kota Cirebon yang sangat strategis. 4) Penelitian selajutnya disarankan untuk meneliti sektor basis nya berdasarkan tenaga kerja yang bekerja di sektor perekonomian agar hasil yang didapatkan lebih spesifik.
DAFTAR PUSTAKA
Anjani, A. 2007. Analisis Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Pasca Otonomi Daerah (Studi Kasus: Kota Depok) [skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistik. 2004. PDRB Propisi-propinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 2000-2004. Badan Pusat Statistik, Jakarta. . 2008. PDRB Propisi-propinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 2004-2008. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Badan Pusat Statistik Kota Cirebon. 2005. PDRB Kota Cirebon Tahun 2005. BPS Kota Cirebon, Cirebon. . 2006. PDRB Kota Cirebon Tahun 2006. BPS Kota Cirebon, Cirebon. . 2007. PDRB Kota Cirebon Tahun 2007. BPS Kota Cirebon, Cirebon. . 2008. Cirebon Dalam Angka 2008. BPS Kota Cirebon, Cirebon. . 2008. PDRB Kota Cirebon Tahun 2008. BPS Kota Cirebon, Cirebon. . 2009. Indikator Makro Kota Cirebon 2005-2009. BPS Kota Cirebon, Cirebon. Esteban, J. 2000. “Regional convergence in Europe and the industry mix: a shiftshare analysis”. Regional Science and Urban Economics Volume 30. Knudsen, D C. 2000. Shift-share analysis: further examination of models for the description of economic change. www.ideas.repec.org/a/eee/soceps/v34y2000i3p177-198.html [12 April 2011] Mahila, 2007. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Kabupaten Karawang Periode 1993-2005 Penerapan Analisis Shift Share [skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Marquez, M A, Julian Ramajo dan Geoffrey J D Hewwings. 2009. “Incorporating Sectoral Structure into Shift–Share Analysis”. Growth and Change Journal Volume 40 Nomor 4.
86
Mayor, M dan Ana Jesus Lopez. 2008. “Spatial shift-share analysis versus spatial filtering: an application to Spanish employment data”. Empical Economics Journal Volume 34. Mukhyi, M A. 2007. Analisis Peranan Subsektor Pertanian dan Sektor Unggulan Terhadap Pembangunan Kawasan Ekonomi Propinsi Jawa Barat: Pendekatan Analisis IRIO. mukhyi.staff.gunadarma.ac.id [21 Desember 2009] Priyarsono, D. S., Sahara, M. Firdaus. 2007. Ekonomi Regional. Universitas Terbuka, Jakarta. Restiviana, P R. 2008. Analisis Perekonomian Wilayah Kabupaten Banyuwangi 2003-2006 [skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Soepono, P. 1993. Analisis Shift-Share: Perkembangan dan Penerapan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia (JEBI), No. 1, Tahun III, Yogyakarta. Tarigan, R. 2007. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. Bumi Aksara, Jakarta. Todaro, M P. Dan Smith, Stephen C. 2003. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga. Haris Munandar dan Puji [penerjemah]. Edisi ke-8. Erlangga, Jakarta. Winarto, H. 2005. Analisis Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Banyumas Tahun 1970-2001 [tesis]. Program Studi Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro Semarang. Zaccommer, G P. 2006. “Shift-Share Analysis with Spatial Structure: an Applicationto Italian Industrial Districts”. Transition Studies Review Journal Volume 13 Nomor 1.
Lampiran 1. Produk Domestik Regonal Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Cirebon Tahun 2001-2008 Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertambangan 3. Industri 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan 7. Pengangkutan 8. Lembaga Keuangan 9. Jasa-jasa Total
2001 2002 14057,38 14380,27 0 0 1674944,2 1754497,5 65962,32 141987,1 1128604,9 647091,78 153181,83 243934,25 4069763,7
68304,76 147739,2 1178353,9 659070,35 160864,52 258484,6 4241695,1
2003 15503,8 0 1818594 74258,44 156928,25 1220709,7 696866,26 169364,26 270410,07 4422634,7
2004 2005 2006 16251,29 17088,01 17118,92 0 0 0 1881356 1896634,5 1969304,3 78990,45 167805,81 1288370,2 733615,4 239776,79 284252,31 4690418,2
84658,13 179954,95 1410756,3 777987,81 253082,7 299696,38 4919858,8
88140,82 197668,88 1509106,2 814698,4 273216,9 323099,33 5192353,8
( Juta Rupiah) 2007 2008 17782,98 18546,39 0 0 2037319,9 2109737,6 95652,07 214081,5 1648518 839266,18 307060,56 353188,18 5512869,4
104856,44 233172,71 1820040,3 796245,59 346647,68 394281,39 5823528,1
87
Lampiran 2. Produk Domestik Regonal Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Jawa Barat Tahun 2001-2008 ( Juta Rupiah) Lapangan Usaha 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 1. Pertanian 29554467 29186914 29161783 34458000 34942000 34822000 35687000 36505000 2. Pertambangan 16761111 16918714 17019035 7705000 7143000 6982000 6677000 6842000 3. Industri 82993410 8,603E+09 91336590 96978000 105334000 114300000 122703000 133757000 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 4169157,3 4398612,3 4447323,7 5338000 5650000 5428000 5751000 6026000 5. Bangunan 5143936,7 5580463,4 5984953,4 6602000 7781000 8233000 8928000 9731000 6. Perdagangan 36403262 38647465 39198353 45529000 47260000 50719000 54790000 56938000 7. Pengangkutan 7925724,3 8478452,1 9323751,2 10309000 10329000 11143000 12271000 12234000 8. Lembaga Keuangan 5885016,6 6490645,3 7067352,6 7247000 7624000 7672000 8646000 9076000 9. Jasa-jasa 14532916 15661103 17426171 15837000 16821000 18200000 18728000 19064000 Total 203369000 8,728E+09 220965314 2,3E+08 242884000 257499000 274181000 290173000
88