KONTRIBUSI SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN KOTA BITUNG PERIODE 2000-2007
OLEH WINANTI APSARI H14094012
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
WINANTI APSARI. Kontribusi Subsektor Perikanan terhadap Perkembangan Perekonomian Kota Bitung Periode 2000-2007. di bawah bimbingan SRI MULATSIH. Kota Bitung sebagai kota satelit dari Kota Manado yang merupakan ibu kota Provinsi Sulawesi Utara, selama ini sering dijuluki Kota Cakalang, Kota Pelabuhan, serta Kota Industri. Julukan-julukan tersebut wajar karena Kota Bitung merupakan kota pelabuhan di Provinsi Sulawesi Utara, yang sekaligus merupakan penghasil ikan terbesar pemasok pemenuhan konsumsi ikan di provinsi Sulawesi Utara, dan sebagian lainnya diekspor dalam bentuk ikan beku, maupun ikan dalam kaleng. Di kota ini banyak dijumpai pabrik industri. Sekitar 70 persen aktivitas industri di Sulawesi Utara terkosentrasi di Kota Bitung, yang sebagian besarnya merupakan industri pengolahan ikan yang berorientasi ekspor. Pelabuhan Bitung bahkan kini dalam pengembangan menjadi pelabuhan bertaraf internasional sebagai CCC (Cargo Consolidation Center) meliputi Pelabuhan Samedera, Pelabuhan Feri, Pelabuhan Perikanan dan Pelabuhan Peti Kemas. Sesuai julukan sebagai Kota Cakalang Bitung merupakan sentra produksi serta industri pengolahan ikan besar terutama Cakalang dan Tuna. Tahun 2000 produksi perikanan laut mencapai 125.815,20 ton dengan nilai produksi Rp 408,56 milyar, dan produksi perikanan darat mencapat 71,4 ton dengan nilai produksi Rp. 775 juta. Pada tahun 2007 volume produksi mencapai 135.272,1 ton dengan nilai total produksi mencapi Rp 843,341 milyar, dan produksi perikanan darat mencapai 56 ton dengan nilai produksi Rp. 778,8 juta. Melihat gambaran di atas, dan dengan melihat share tiap sektor terhadap pembentukan PDRB Kota Bitung, maka subsektor perikanan di Kota Bitung merupakan sektor unggulan di Kota Bitung, dan dengan menggunakan analisis PDRB per subsektor, yang kemudian diolah menurut metode analisis Location Quotient (LQ) untuk mengetahui apakah sektor perikanan merupakan sektor basis di Kota Bitung, melihat kontrbusi subsektor perikanan terhadap PDRB Kota Bitung, terhadap ekspor Kota Bitung, terhadap Pendapatan Daerah Kota Bitung, dan kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja.
KONTRIBUSI SUBSEKTOR PERIKANAN TERHADAP PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN KOTA BITUNG PERIODE 2000-2007
OLEH WINANTI APSARI H14094012
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Skripsi
: Kontribusi Subsektor Perikanan terhadap Peningkatan Perekonomian Kota Bitung Periode 2000-2007
Nama Mahasiswa
: Winanti Apsari
Nomor Register Pokok : H14094012
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Sri Mulatsih,M.Sc NIP. 19640529 198903 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dedi Budiman Hakim,Ph.D NIP. 19641022 198903 2 003
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Oktober 2009
Winanti Apsari H14094012
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Winanti Apsari lahir pada tanggal 1 April 1980 di Tanjung Duren, Jakarta Barat, Provinsi DKI Jakarta. Penulis adalah putri pertama dari enam bersaudara dari pasangan Paulus Ngadinu dan Agustina Ni Ketut Sumarti. Riwayat pendidikan dimulai dari pendidikan TK ST. Kristoforus, Jakarta Barat, kemudian dilanjutkan ke pendidikan SD ST. Kristoforus, Jakarta Barat dan lulus pada tahun 1992. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya ke SMP Bunda Hati Kudus dan lulus pada tahun 1995. Setelah lulus SMP, penulis melanjutkan pendidikannya ke SMU Bunda Hati Kudus dan lulus pada tahun 1998. Setelah menyelesaikan bangku SMU, penulis melanjutkan ke jenjang sekolah tinggi di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) di Jakarta Timur. Penulis lulus dari STIS pada tahun 2002 dan mendapatkan gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST.). STIS adalah sekolah tinggi kedinasan dari Badan Pusat Statistik (BPS). Oleh karena itu setelah lulus, penulis langsung diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) BPS dan ditempatkan di BPS Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara. Penulis bekerja di BPS Kota Bitung selama 6 tahun 6 bulan. Selanjutnya penulis diterima di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur beasiswa kerja sama BPS dan IPB pada tahun 2009.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Bapa di Surga karena dengan Rahmat dan BerkatNya, penyusunan skripsi yang berjudul “Kontribusi Subsektor Perikanan terhadap Perkembangan Perkonomian Kota Bitung” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis pada waktu persiapan, penelitian maupun penyusunan skripsi sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Badan Pusat Statistik yang telah memberikan beasiswa dan menyediakan data pendukung untuk proses penelitian yang dilakukan dalam penyusunan skripsi ini. Begitu juga tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu penulis selama proses penelitian serta kritik dan saran yang diberikan oleh pembahas pada Seminar Hasil Penelitian Skripsi. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh keluarga atas doa, dukungan dan kesabaran yang telah diberikan dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Oktober 2009
Winanti Apsari H14094012
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur yang tiada henti kehadirat Bapa di surga atas segala rahmat, karunia dan berkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi ini. Penulis berkewajiban mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moral-spritual dan material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada: 1. Dr. Rusman Heriawan, M.S, sebagai Kepala BPS beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan kesempatan sangat berharga kepada penulis melanjutkan studi ke IPB. 2. Kepala Pusdiklat BPS beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis guna melanjutkan studi ke IPB. 3. Dedi Budiman Hakim, Ph.D, sebagai Ketua Departemen Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut
Pertanian
Bogor
beserta
staf
dan
jajarannya
atas
semua
keramahtamahannya menerima penulis sebagai peserta didiknya. 4. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc, selaku dosen pembimbing, semoga Tuhan senantiasa memberikan Berkat Melimpah atas kesabaran, ketelatenan dan kesungguhan dalam mendampingi penulis menyusun skripsi ini. 5. Dr. Muhammad Findi Alexandi, selaku dosen penguji dalam sidang skripsi.Terima kasih atas lontaran pertanyaan yang diberikan. Pertanyaan dan kritik yang diberikan menjadi justifikasi ilmiah atas skripsi ini. 6. Bapak Ngadinu tercinta yang dengan cucuran keringat dan sentuhan kasih, serta doa tiada pernah terputus yang bisa membuat penulis berada di sini. Yang senantiasa menyemangati dan mendukung dengan tak pernah bosan-bosannya. Mbak Win Love You Dad... 7. Keluarga keduaku: Mami Liana, Ocha, Opank dan dua bayi yang selalu bikin kangen saat memikirkannya.
8. Adik-adik di rumah Tanjung Duren; Ratri, Ari n Chesia, Luq, dan Mpi. Serasa menjadi bidadari senior saat berada di tengah-tengah kalian. 9. Yang penuh perhatian, kasih dan kesetiaan selalu memberi motivasi dan menyemangatiku, Eko Pujo Santoso, Thank you so much mas... 10. Dosen dan staf pengajar selama matrikulasi; Pak Parulian, Pak Alla, Bu Wid, Firdaus, Pak Toni, Bu Rina, Bu Tantri, Bu Sri, Pak Fahmi, Bu Wiwiek, Bu Fifi, Mbak Dian, mas Ade Kholis, Mbak Dian sekre dan Teh Win, juga Kang Iwan dan pasukannya, membuat IPB nyaman dan berasa di rumah sendiri. 11. Penghuni jalan riau no 10.a; Budhe depe ajah, Bulik Titin, Teh Dini, Deska, dan Lustry; dan d’masiv dengan ’jangan menyerahnya’ yang menemani malam-malam penulisan skripsi ini. 12. Teman-teman seperjuangan bps09_s2ipb, Krismanti, mas Baruddin, Tituk, Dwi, kepala gank Sobari; Canda dan ceria antar kita, menjadikan badai UTS dan UAS yang datang silih berganti semakin menyejukkan dan mempersatukan hati kita. When we hold on together, everything will be allright guys. 13. Rekan, keluarga dan sahabat yang senantiasa meneguhkan hati dan semangatku dengan sapaan-sapaan jarak jauh lewat sms dan telephonenya: Pak anwar, Opa Didi, Mami Ine, Om Indey, Om Usman, Rudi.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ......................................................................................................
v
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ix I. PENDAHULUAN .........................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................................
4
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................
5
1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................................
5
1.5. Batasan Penelitian...................................................................................
6
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................
7
2.1. Perencanaan dan Pembangunan Wilayah ...............................................
7
2.2. Pengertian Sumberdaya Alam ................................................................
8
2.3. Definisi Perikanan dan Keterkaitan Sub Sektor Perikanan ....................
9
2.3.1. Jenis Usaha Perikanan ................................................................ 10 2.3.2. Sumberdaya Manusia Bidang Perikanan dan Produktifitasnya.. 11 2.3.3. Produksi Perikanan Laut............................................................... 11 2.3.4. Perikanan Laut sebagai Sumberdaya.…………..........................
12
2.4. Produk Domestik Regional Bruto.…………….....................…………. 13 2.5. Analisis Linear Quotient (LQ)................................................................ 14 2.6. Teori Ekonomi Basis............................................................................... 16 2.7. Tinjauan Penelitian Terdahulu................................................................ 19 2.8. Alur Kerangka Pemikiran....................................................................... 20 2.9. Definisi Pengukuran Variabel Operasional ........................................
23
III. METODE PENELITIAN .............................................................................. 25 3.1. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 25 3.2. Jenis dan Sumber Data Yang Digunakan ............................................... 26 3.3. Metode Pengumpulan Data .................................................................... 26 3.4. Metode Analisis ...................................................................................... 27
3.4.1. Analisis Sektor Ekonomi Potensial .............................................. 27 3.4.2. Kontribusi Sektor Perikanan terhadap PDRB Kota Bitung ......... 28 3.4.3. Kontribusi terhadap Ekspor .......................................................... 28 3.4.4. Kontribusi terhadap Pendapatan Daerah ...................................... 28 3.4.5. Kemampuan Penyerapan Tenaga Kerja ....................................... 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 29 4.1. Gambaran Umum Kota Bitung ............................................................... 29 4.2. Kondisi Kependudukan Kota Bitung ...................................................... 31 4.3. Kondisi Sosial Ekonomi Kota Bitung .................................................... 32 4.4. Prasarana Perikanan ................................................................................ 37 4.5. Perkembangan Produksi Perikanan ........................................................ 38 4.6. Sektor Basis di Kota Bitung ................................................................... 41 4.7. Kontribusi Subsektor Perikanan Terhadap Peningkatan Perekonomian di Kota Bitung ............................................................................................ 43 4.8. Kontribusi terhadap Ekspor .................................................................... 46 4.9. Kontribusi terhadap Pendapatan Daerah ................................................ 48 4.10.Deskripsi Kemampuan Penyerapan Tenaga Kerja ................................ 50 V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 52 5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 52 5.2. Saran ....................................................................................................... 53 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 56 LAMPIRAN ....................................................................................................... 58
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
4.1.
Kepadatan Penduduk Kota Bitung menurut Kecamatan, Tahun 2007.. 31
4.2.
Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan di Kota Bitung Tahun 2007 ............................................ 33
4.3.
Perkembangan Pendapatan Per Kapita dan PDRB Per Kapita Kota Bitung Tahun 2003-2007 (Rp) ............................................................. 34
4.4.
Banyaknya Produksi Perikanan Laut di Kota Bitung Tahun 20032007 (ton) ............................................................................................ 35
4.5.
Banyaknya Nilai Produksi Perikanan Laut di Kota Bitung Tahun 2003-2007 (000 Rp) ............................................................................ 36
4.6.
Banyaknya Produksi Perikanan Darat di Kota Bitung Tahun 20032007 (ton) ............................................................................................. 37
4.7.
Nilai Produksi Perikanan Darat di Kota Bitung Tahun 2003-2007 (000 Rp) ....................................................................................................... 38
4.8.
LQ Sektor-sektor Ekonomi Kota Bitung Terhadap Propinsi Sulut tahun 2003-2007 ................................................................................... 39
4.9.
LQ Sub Sektor pada sektor pertanian di Kota Bitung Terhadap Propinsi Sulut tahun 2003-2007 ........................................................... 40
4.10.
Kontribusi Perikanan Terhadap PDRB Kota Bitung, 2000-2007 ....... 41
4.11.
Kontribusi Perikanan Terhadap Ekspor Kota Bitung 2000-2007 ....... 42
4.12.
Kontribusi Perikanan Laut Terhadap Pendapatan Daerah Kota Bitung 2000-2008 ............................................................................................ 43
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1
Alur Kerangka Pemikiran ..................................................................... 22
4.1
Peta Wilayah per Kecamatan di Kota Bitung ...................................... 30
4.2
Grafik Perkembangan penduduk Kota Bitung Tahun 2000–2007 ....... 32
4.3
Grafik Perkembangan Kontribusi terhadap PDRB Kota Bitung Tahun 2000 - 2007 ........................................................................................... 45
4.4
Grafik Perkembangan Kontribusi terhadap Ekspor Kota Bitung Tahun 2000 - 2007 ........................................................................................... 48
4.5
Grafik Perkembangan Kontribusi terhadap Pendapatan Pemerintah Daerah Kota Bitung Tahun 2002 - 2007 .............................................. 49
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1
Halaman Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Kota Bitung Tahun 2003 – 2007 (Juta Rupiah) ....... 58
2
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Kota Bitung Tahun 2000 – 2007 (Juta Rupiah) ........ 60
3
Distribusi Persentase PDRB Kota Bitung Tahun 2000-2007 ............... 62
4
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Propinsi Sulawesi Utara Tahun 2000 – 2007 (Juta Rupiah) ................................................................................................. 63
5
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Propinsi Sulawesi Utara Tahun 2000 – 2007 (Juta Rupiah) ................................................................................................. 65
6
LQ Sektor-sektor Ekonomi Kota Bitung terhadap Prop Sulut Tahun 2003-2007 ............................................................................................ 67
7
Banyaknya Produksi, Nilai Perikanan laut Menurut Jenis Ikan di Kota Bitung Tahun 2007 .............................................................................. 68
8
Jumlah Kapal yang Masuk Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Kota Bitung dan Laju Pertumbuhannya, 2000-2007 .................................... 70
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pengembangan ekonomi harus selalu mengarah kepada mantapnya sistem
ekonomi nasional berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang disusun untuk mewujudkan demokrasi ekonomi. Pada hakekatnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, yang kemudian dapat menghapuskan kemiskinan. Pemerintah daerah dan masyarakat perlu mengelola sumberdaya alam dan sumberdaya manusia untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru yang akan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) di daerah itu sendiri. Dalam rangka penanggulangan krisis maupun pemulihan ekonomi pasca krisis, tampaknya telah menjadi kesepakatan nasional untuk melakukan pengembangan sektor ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif
termasuk
dalam
menghadapi
pasar
global,
sehingga
perlu
dikembangkannya sektor ekonomi yang ‘resource based industrialization”, terutama yang berbasiskan sumberdaya alam pertanian.
Dengan demikian
pengembangan agrobisnis dan agroindustri harus menjadi leading sector atau core dalam proses pembangunan, terlebih lagi kaitannya dengan pemberdayaan ekonomi rakyat (Damanhuri,2000) Dalam menghadapi era globalisasi Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan arah kebijakan pembangunan ekonomi. Salah satu arah kebijakan
2
tersebut adalah mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai dengan kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komperatif sebagai negara maritim dan agraris sesuai kompetensi dari produk unggulan di setiap daerah, terutama pertanian dalam arti luas, kelautan, kehutanan, pertambangan, pariwisata, serta industri kecil dan kerajinan rakyat (GBHN,2001: 64) Sejalan dengan kebijakan desentralisasi atau otonomi daerah yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan kemudian telah ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonomi yang lebih luas kepada provinsi dan kabupaten/kota dalam melaksanakan pembangunan di daerah masing-masing, termasuk mengelola sumberdaya kelautan di wilayahnya. Dalam pasal 3 UU No. 22 tahun 1999 dinyatakan bahwa wilayah daerah provinsi terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh 12 mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan. Selain itu pada pasal 10 disebutkan bahwa kewenangan daerah kabupaten/kota dalam mengelola laut adalah sejauh sepertiga dari batas laut daerah provinsi, sehingga dengan dasar Undang-undang tersebut, maka masing-masing daerah dapat mengembangkan sumberdaya yang ada seoptimal mungkin.
Setelah
otonomi daerah, masing-masing daerah sudah lebih bebas dalam menetapkan sektor/ komoditi yang diprioritaskan pengembangannya. Kemampuan pemerintah daerah untuk melihat sektor mana yang memiliki keunggulan/kelemahan di wilayahnya menjadi semakin penting.
Sektor yang memiliki keunggulan,
3
memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang (Tarigan, 2005) Produk
Domestik
Regional
Bruto
(PDRB)
merupakan
tolakukur
pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Indikator PDRB berguna untuk menelaah struktur perekonomian, apakah suatu daerah itu merupakan daerah industri, pertanian, atau daerah jasa dengan membandingkan dari waktu ke waktu. Selain itu perekonomian dapat dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari pada apa yang telah dicapai sebelumnya. Menurut Kelompok Lapangan Usaha Indonesia (KLUI), perikanan merupakan subsektor yang masuk dalam sektor pertanian.
Karena Indonesia
merupakan negara yang mempunyai wilayah laut yang luas, perikanan merupakan subsektor yang penting. Namun di Indonesia subsektor ini belum dikelola dengan baik sehingga hasilnya belum maksimal . Kota Bitung dengan segala potensi yang ada, juga berusaha untuk memacu perekonomian dengan memanfaatkan secara optimal potensi yang telah ada. Dengan karakter baharinya aktivitas ekonomi di Kota Bitung didominasi oleh aktivitas yang berhubungan dengan kelautan. Sehingga dapat dikatakan keberadaan laut di Bitung merupakan potensi yang berharga bagi perekonomian Kota Bitung. Sektor industri yang juga dominan pun masih berkaitan dengan sektor perikanan, karena banyak industri di Bitung yang memanfaatkan bahan baku ikan yakni industri pengolahan ikan baik industri skala besar (pabrik-pabrik) maupun
4
kecil (industri rumah tangga). Begitu juga dengan sektor transportasi, juga masih terkait dengan sektor perikanan khususnya pengangkutan produksi hasil perikanan. Perikanan yang tangguh akan sangat menunjang peningkatan ekonomi yang pada gilirannya akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap bahan pangan serta terpenuhinya bahan mentah untuk industri. Disamping itu juga dapat meningkatkan kualitas Sumberdaya Manusia. Karena Kota Bitung diuntungkan dengan posisinya yang berada di lintas jalur migrasi ikan dari samudera pasifik sehingga potensi ikan melimpah. Selain itu secara geografis wilayah daratan Bitung sangat strategis sebagai area pengembangan industri. Apalagi industri yang memanfaatkan bahan baku ikan yang tersedia. Maka aktivitas penangkapan ikan juga akan berkembang. 1.2.
Perumusan Masalah Melihat kondisi alam di Kota Bitung yang dikelilingi oleh laut dengan
potensi sumberdaya perikanan yang sangat besar, subsektor perikanan dapat dijadikan sebagai sektor andalan untuk memacu pertumbuhan ekonomi di Kota Bitung. Pengembangan sektor perikanan dapat menyerap tenaga kerja, sehingga dapat meningkatkan pendapatan penduduk untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Dari latar belakang penelitian ini maka penulis mengemukakan permasalahan “Apakah subsektor perikanan merupakan sektor basis bagi perekonomian kota Bitung dan seberapa besar kontribusi subsektor perikanan terhadap PDRB di Kota
5
Bitung, terhadap ekspor dan pendapatan daerah, serta kemampuan penyerapan tenaga kerja”. 1.3.
Tujuan Penelitian Bedasarkan latar belakang dan perumusan masalah, penelitian ini secara
umum bertujuan untuk: 1) Menganalisis apakah subsektor perikanan merupakan sektor basis bagi perekonomian Kota Bitung dibandingkan dengan provinsi Sulawesi Utara. 2) Menganalisis kontribusi subsektor perikanan terhadap PDRB, terhadap ekspor Kota Bitung, terhadap pendapatan daerah Kota Bitung, dan terhadap kemampuan penyerapan tenaga kerja di Kota Bitung. 1.4.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua
pihak yang terkait antara lain: 1) Instansi terkait, sebagai acuan awal dalam mengambil kebijakan-kebijakan perekonomian kota Bitung terutama yang menyangkut subsektor perikanan. 2) Pengusaha di subsektor perikanan dalam mengembangkan usahanya. 3) Investor yang ingin berinvestasi pada subsektor perikanan di Kota Bitung. 4) Bagi penulis mampu menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama ini. 5) Bagi peneliti dan pemerhati yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai perikanan di Kota Bitung dan hal lain yang masih berhubungan dengan perikanan
6
1.5.
Batasan Penelitian Penelitian ini menganalisis beberapa faktor yang dianggap dominan
berdasarkan landasan teori dan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan dan juga berdasarkan ketersediaan data. Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis LQ, dan analisis deskriftif dengan bantuan perangkat lunak “Microsoft Office Excel 2003”.
II.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Perencanaan dan Pembangunan Wilayah Pengertian pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepada pertumbuhan
ekonomi,
kemudian
pertumbuhan
dan
kesempatan
kerja,
pertumbuhan dan pemerataan, penekanan pada kebutuhan dasar, pertumbuhan dan lingkungan hidup dan yang terakhir pembangunan berkelanjutan. Perubahan evolutif dari pengertian di atas didasarkan oleh banyaknya kekecewaan dan merupakan umpan balik atas pelaksanaan pembangunan yang tidak mencapai sasaran yang diinginkan serta kekurangan informasi dalam memahami persoalanpersoalan yang timbul sebelumnya tidak dapat diramalkan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya (Anwar, 2005 dalam Sinaga, 2009) Secara umum dapat dikemukakan bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang melibatkan berbagai perubahan dalam banyak aspek kehidupan manusia yang bertujuan dan memberi harapan kepada perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih baik dan merata dalam jangka panjang agar dapat berlangsung secara berkelanjutan.
Pada dasarnya dalam pembangunan
tersebut memperhatikan bagaimana pertumbuhan ekonomi dan faktor-faktor yang berkaitan dengannya seperti perubahan tekhnologi, institusi, dan nilai-nilai sosial dapat diakomodasikan ke dalam kebijakan dalam situasi yang terus menerus berubah. Banyak upaya yang dilakukan dalam mencapai tujuan pembangunan yang diinginkan, maka pembangunan harus diarahkan kepada efisiensi dan
8
kemerataan serta keberlanjutan dalam memberi panduan kepada alokasi sumbersumberdaya baik pada tingkatan nasional, regional dan lokal. Sampai saat ini indikator keberhasilan pembangunan yang dilakukan suatu negara, daerah ataupun wilayah adalah besarnya pendapatan perkapita. Berkaitan dengan hal tersebut, maka setiap negara di dunia ini menitikberatkan pembangunan nasionalnya pada bidang ekonomi, walaupun tidak mengabaikan pembangunan lainnya.
Berdasarkan kenyataan inilah maka pembangunan
dikatakan berhasil apabila terdapat kenaikan pendapatan perkapita pada periode tertentu, sebab dengan kenaikan tersebut akan menyebabkan efek berantai pada kegiatan ekonomi lainnya. Makin tinggi pendapatan perkapita maka makin tinggi pula kemampuan ekonomi dan sosial bagi masyarakat. Pembangunan dikatakan berhasil bila telah mengatasi tiga masalah pokok yaitu kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran. 2.2. Pengertian Sumberdaya Alam Sumberdaya alam adalah sumber-sumber yang tersedia oleh alam yang terdiri dari sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources), dan yang terbatas/
tidak
(Akyuwen,2000).
dapat
diperbaharui
(non-renewable/exhaustible
resoures)
Sumberdaya alam berupa daratan, menurut Woworoentoe
(1992) dikatakan bahwa lingkungan daratan menunjukkan suatu keadaan yang relatif diam dan stabil, oleh karena itu batas atau lokasi lebih mudah ditentukan secara eksak. Hal yang sama dikatakan oleh Dahuri, dkk (1996) bahwa karena sumberdaya alam perikanan sangat dipengaruhi oleh kondisi perairan, sehingga kualitas lingkungan perairan menjadi faktor yang sangat penting secara ekologis
9
bagi densitas (kelimpahan maupun persebaran), dan ekonomis bagi kegiatan usaha perikanan tangkap (capture fishery) dan perikanan budidaya (aquaculture). Dari dimensi penguasaan, sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya milik umum (common property), dimana kepemilikannya akan lebih jelas jika sudah ditangkap atau dikuasai seorang atau badan (Suparmoko,1997). Besarnya potensi sumberdaya perikanan memberikan peluang bagi bidang perikanan dan kelautan untuk menjadi sektor andalan nasional, Kota Bitung khususnya. Kekayaan sumberdaya alam hayati, kondisi lingkungan perairan serta iklim tropik Indonesia merupakan keunggulan komparatif yang dapat digunakan sebagai modal dasar bagi pengembangan subsektor perikanan dan kelautan agar sektor tersebut mampu menjadi kontributor utama dalam pertumbuhan ekonomi. 2.3. Definisi Perikanan dan Keterkaitan Subsektor Perikanan. Menurut UU Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan, mulai dari pra produksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan diperairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut,
menyimpan,
mendinginkan,
menangani,
mengolah
dan
mengawetkannya. Dalam penelitian ini, yang dicakup oleh subsektor perikanan adalah mengacu sesuai ruang lingkup acuan penghitungan data PDRB oleh Badan Pusat Statistik, yaitu meliputi kegiatan penangkapan dan pemeliharaan segala
10
jenis ikan dan binatang air (kerang, siput dan udang), baik di air tawar maupun di air asin. Sedangkan nilai tambah pada kegiatan mengolah dan mengawetkannya dihitung pada sektor industri pengolahan. 2.3.1. Jenis Usaha Perikanan Usaha perikanan dibedakan menurut jenisnya sebagai berikut : a. Perikanan Laut a)
Penangkapan Penangkapan ikan yakni pengelolaan sumberdaya laut dengan cara memburu dan menagkap ikan, dengan menggunakan sarana penagkapan yang dilakukan nelayan atau perusahaan penangkapan ikan. Wilayah penangkapan perikanan laut meliputi perairan 12 mil laut, termasuk perairan pantai yang di dominasi oleh perikanan rakyat dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
b)
Budidaya Budidaya yakni pemanfaatan wilayah pesisir pantai yang tenang dan terlindung (seperti daerah teluk) untuk memelihara komoditi perikanan laut yang bernilai ekonomis penting seperti ikan, karang, mutiara, rumput laut dengan menggunakan teknologi budidaya tertentu. Kegiatan ini dilakukan secara perorangan, kelompok atau perusahaan.
11
b. Perikanan Darat a)
Penangkapan di perairan umum Penangkapan di perairan umum yakni pemanfaatan perairan umum seperti sungai, waduk, danau dan rawa dengan cara memburu atau menangkap ikan dengan menggunakan alat penangkapan.
b). Budidaya Proses budidaya dilakukan di tambak atau di kolam. 2.3.2. Sumberdaya Manusia Bidang Perikanan dan Produktifitasnya Kualitas sumberdaya manusia di bidang subsektor perikanan pada umumnya memang masih belum berkembang sesuai dengan tuntutan perkembangan teknologi perikanan. Tingkat pendidikan dan keterampilan para nelayan dan petani ikan masih relatif rendah, kemampuan manajemennya masih lemah dan pola hidup yang masih kurang sehat, sehingga kurang mampu memanfaatkan sumberdaya
yang
tersedia
untuk
meningkatkan
kualitas
hidup
dan
kesejahteraannya. Sebagian besar dari semua perikanan skala kecil (perikanan rakyat) masih menghadapi kenyataan produktifitas rendah dengan penghasilan rata-rata tergolong rendah. Pelaku perikanan rakyat berikut sumberdaya lingkungannya sangat peka terhadap intervensi modal dan teknologi, umumnya mereka mudah tergusur. 2.3.3. Produksi Perikanan Laut Latuconsina, dkk (1992) menyatakan bahwa perikanan dapat dikelola sebagai sumberdaya yang dapat diperbaharui, tetapi dapat terjadi pengurangan
12
serius dalam jumlah stok untuk jenis-jenis tertentu, apabila tingkat penangkapan jauh melebihi tingkat pertumbuhan populasi itu sendiri.
Koesbiono (1978)
mengatakan bahwa produksi di bidang perikanan laut mempunyai sifat-sifat khusus yang tidak terdapat pada usaha tani di darat, karena faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan operasi ikan selain dipengaruhi oleh kecepatan kapal, ukuran kapal yang dignakan, serta jumlah nelayan, juga sangat ditetukan oleh keadaan musim ikan, arus dan suhu. 2.3.4. Perikanan Laut sebagai Sumberdaya Sumberdaya alam kelautan sebagai salah satu komponen sumberdaya alam wilayah memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan sumberdaya alam daratan. Sebagai sumberdaya alam yang bergerak, dan pergerakannya sangat dipengaruhi oleh fisik perairan (arus dan suhu), mengakibatkan keberadaan sumberdaya kelautan ini dalam pengelolaannya sangat tergantung pada waktu dan musim, oleh karena itu tidak dapat diprediksi seperti halnya sumberdaya lainnya. Ikan laut termasuk sumberdaya alam yang dapat diperbaharui tetapi juga berpotensi habis karena setiap sistem lingkungan terdapat ambang batas ukuran populasi. Jika ukuran populasi atau stock turun di bawah batas ini, maka populasi akan menjadi musnah. Untuk membatasi terjadinya eksploitasi tanpa batas perlu adanya pengaturan atau pengendalian melalui pajak. Selain itu perikanan laut itu sendiri merupakan salah satu sumberdaya untuk kegiatan produksi, serta sumberdaya alam yang bermanfaat memberikan protein, menyumbang devisa, dan memberikan kesempatan kerja.
13
2.4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah total nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai sektor di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Menurut Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) tahun 2005, Sektorsektor tersebut yang dulunya terdapat sebelas sektor yaitu: (1) Pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman bahan makanan, subsektor peternakan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsektor kehutanan dan subsektor perikanan. (2) Pertambangan dan penggalian. (3) Industri pengolahan. (4) Listrik, gas dan air. (5) Konstruksi. (6) Perdagangan, restoran dan perhotelan. (7) Transportasi dan Komunikasi. (8) Bank dan lembaga keuangan lain. (9) Sewa rumah. (10) Pemerintahan Hankam. (11) Jasa-jasa, sekarang telah dikelompokkan menjadi 9 (Sembilan) sektor yaitu : a. Sektor Pertanian : Tanaman Bahan Makanan, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan, b. Sektor Pertambangandan Penggalian, c. Sektor Industri Pengolahan d. Sektor Listrik, Gas dan Air, e. Sektor Konstruksi f. Sektor Perdagangan, Restoran dan Perhotelan, g. Sektor Transportasi dan Komunikasi h. Sektor Keuangan, Persewaan Bangunan dan Jasa Perusahaan
14
i. Sektor Pemerintah dan Jasa Swasta (Jasa Sosial, Hiburan dan Perorangan). Dari sebelas sektor diperkecil menjadi sembilan sektor antara lain sektor yang digabungkan menjadi satu adalah sektor kedelapan dan kesembilan menjadi sektor Keuangan, Persewaan bangunan dan Jasa perusahaan (h). kemudian sektor kesepuluh dan kesebelas menjadi sektor Jasa-jasa (i). dengan demikian dari sebelas sektor telah menjadi sembilan sektor. Semakin tinggi PDRB setiap sektor, berarti pendapatan daerah semakin besar pula. Peningkatan PDRB akan menyebabkan peningkatan perekonomian daerah, sehingga pengembangan di daerah itu tersebut dapat mencapai sasaran yangdiharapkan. Kegunaan dari data PDRB yakni : 1. Sebagai petunjuk awal tingkat kemekmuran ekonomi masyarakat, 2. Dapat digunakan untuk menghitung laju pertumbuhan ekonomi, 3. Dapat digunakan untuk mengetahui struktur ekonomi masyarakat, 4. Untuk mengetahui atau mengkaji pola pengeluaran masyarakat. 2.5. Analisis Location Quotient (LQ) Location Quotient (LQ) didapatkan dengan cara membandingkan masingmasing sektor pada wilayah penelitian dengan sektor yang sama pada wilayah yang lebih luas. Hasil perbandingan ini kembali dibandingkan kembali dengan total PDRB yang lebih besar. Ada tiga kemungkinan nilai LQ :
15
1. LQ > 1 artinya di daerah yang bersangkutan merupakan sektor basis, yaitu mempunyai kecenderungan lebih besar dari daerah yang lebih luas, dan cenderung untuk mengekspor. 2. LQ = 1 artinya di daerah yang bersangkutan dan daerah yang lebih luas adalah sama. 3. LQ < 1 artinya di daerah yang bersangkutan lebih rendah dibandingkan dengan daerah yang lebih luas, cenderung mengimpor. Dalam teknik ini kegiatan ekonomi suatu daerah terbagi menjadi dua golongan yaitu : a. Kegiatan ekonomi atau industri yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang bersangkutan. Industri seperti ini dinamakan industry basic. b. Kegiatan ekonomi atau industri yang melayani pasar di daerah tersebut saja, jenis ini dinamakan industry non basic atau industri lokal. Dasar pemikiran teknik ini adalah teori economic base yang intinya adalah : karena menghasilkan barang-barang dan jasa untuk pasar di daerah maupun di luar daerah yang bersangkutan, maka penjualan ke luar daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut. Terjadinya arus pendapatan dari luar daerah ini menyebabkan kenaikan konsumsi dan investasi di daerah tersebut, dan pada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan menciptakan kesempatan kerja baru. Peningkatan pendapatan tersebut tidak hanya menaikkan permintaan terhadap industri basic, tetapi juga menaikkan permintaan akan industri non basic atau local. Kenaikan permintaan ini akan mendorong kenaikan investasi pada sektor
16
yang bersangkutan sehingga investasi modal dalam produksi lokal merupakan investasi yang didorong sebagai akibat dari industry basic. Oleh Karena itu, industry basiclah yang patut dikembangkan disuatu daerah. 2.6. Teori Ekonomi Basis Sektor basis adalah sektor yang memiliki LQ satu atau lebih. Teori ekonomi memendang bahwa kegiatan ekonomi regional terdiri dari kegiatan basis dan kegiatan nonbasis. Dengan demikian kegiatan basis ditambah dengan kegiatan nonbasis sama dengan seluruh kegiatan ekonomi untuk suatu daerah. Inti dari model ekonomi basis adalah arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut. Ekspor tersebut dapat berupa barangbarang dan jasa, termasuk tenaga kerja. Pendapatan pada sektor basis adalah fungsi dari permintaan dari luar (exogenous), yaitu permintaan dari luar yang mengakibatkan terjadinya ekspor dari wilayah tersebut (Budiharsono,2001). Teori ekonomi basis dikembangkan oleh Tiebout (1962) dan Pfouts (1960) dalam Budiharsono (2001). Berdasarkan teori ini ekonomi perkotaan memiliki dua bagian utama yaitu (1) aktivitas basis yang menghasilkan barang dan jasa untuk diekspor dan (2) aktivitas basis yang menghasilkan barang dan jasa untuk dikonsumsi lokal. Teori ekonomi basis menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berkaitan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Model ekonomi basis dikembangkan oleh Tiebout tahun 1962 dalam Budiharsono(2001). Dalam model ekonomi basis Tiebout ini alat ukur yang digunakan adalah pendapatan dan bukan tenaga kerja. Penggunaan alat ukur
17
tenaga kerja mempunyai banyak kelemahan seperti konversi pekerja paruh waktu, dan pekerja musiman menjadi pekerja penuh tahunan. Sehingga penggunaan tenaga kerja relatif kurang peka untuk mengukur perubahan terutama dalam jangka pendek. Kelebihan pendapatan sebagai alat ukur terutama apabila model digunakan untuk mengukur dampak potensial sebagai pasar dan mengetahui peran suatu perekonomian.
Kelemahan dengan menggunakan pendapatan adalah masalah
ketersediaan dan tingkat kepercayaan data. Sektor ekonomi basis atau nonbasis dapat diketahui dengan menggunakan beberapa metode yaitu pengukuran langsung dan metode pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung dapat dilakukan dengan survei langsung untuk mengidentifikasi sektor mana yang merupakan sektor basis. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan sektor basis dengan tepat, akan tetapi memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Metode kedua adalah metode pengukuran tidak langsung yaitu (1) metode melalui pendekatan asumsi, (2) metode location quotient (LQ), (3) kombinasi metode (1) dan (2), dan (4) metode kebutuhan minimum. Dari keempat metode diatas, Glason dalam Anapaku (2002) menyarankan menggunakan metode Location Quotient (LQ) dalam penentuan sektor basis. Model ekonomi basis akan sangat baik digunakan untuk daerah yang belum berkembang, kecil, dan tertutup. Location Quotient merupakan teknik analisis yang tergolong sederhana dalam menentukan kegiatan ekonomi yang dapat dikembangkan dalam suatu wilayah. Asumsi yang dipakai adalah adanya persamaan permintaan pada wilayah
18
yang kecil dengan wilayah yang lebih luas. Kebutuhan lokal masyarakat akan dipenuhi terlebih dahulu dari hasil daerah namun jika berlebih maka dapat diekspor atau dijual ke daerah lain. (Budiharsono 2001). Penyebab mundurnya sektor basis adalah transportasi dan komunikasi yang terus berkembang, pendapatan dan penerimaan daerah terus meningkat, tekhnologi yang berkembang serta prasarana ekonomi sosial yang memadai. Kemunduran di sektor basis disebabkan oleh permintaan yang berubah di luar daerah, cadangan sumberdaya alam habis, dan kemajuan teknologi yang merubah komposisi input. Salah satu indikator yang digunakan dalam analisis perencanaan pegembangan ekonomi wilayah ialah pendekatan analisis yang didasarkan pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Kegiatan atau sektor basis yakni kegiatan yang mampu mengekspor barang dan jasa ketempat di luar batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atau yang memasarkan barang dan jasa mereka kepada orang-orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan Nonbasis yakni kegiatan yang menyediakan barang barang dan jasa yang dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batasbatas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Implisit di dalam pembagian dua kegiatan tersebut terdapat hubungan sebab akibat yang membentuk teori basis ekonomi. Bertambah banyaknya kegiatan sektor basis di suatu daerah, akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah
19
permintaan terhadap barang dan jasa di dalamnya serta menaikkan volume kegiatan nonbasis. sebaliknya berkuranya kegiatan basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir masuk kedalam daerah tersebut, dan turunnya permintaan terhadap produk dari kegiatan nonbasis. Dengan demikian kegiatan atau sektor basis mempunyai peranan sebagai penggerak utama dimana setiap perubahan mempunyai efek terhadap perekonomian. Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah yakni berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk di ekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan menciptakan peluang kerja. 2.7. Tinjauan Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan topik penelitian ini, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan di Indonesia maupun di luar negeri. Berbagai pendekatan dan alat analisis telah banyak pula digunakan oleh para peneliti dalam rangka penelitian tersebut. Pomeroy dan Trinidad (1996) melakukan penelitian mengenai aspek sosial ekonomi perikanan rakyat di asia.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
perikanan rakyat di berbagai negara di Asia memberikan kontribusi 1-5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Usaha perikanan rakyat di Malaysia
memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 1,8 persen dan 4,4 persen di Philipina. Hasil penelitian yang dilakukan Sinaga (2009) tentang identifikasi sektor
20
unggulan untuk mendukung perencanaan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur menunjukkan bahwa laju pertumbuhan dan struktur ekonomi di Kabupaten Cianjur selama periode 2000-2007 dipengaruhi oleh besarnya nilai tambah dari sektor-sektor ekonomi yang didominasi sektor peternakan. Perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian terdahulu tersebut adalah lokasi penelitian dan periode waktu yang berbeda.
Analisis kajian
didasarkan pada kontribusi kegiatan perikanan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pada penelitian ini akan dianalisis Kontribusi Subsektor Perikanan terhadap Perkembangan Perekonomian Kota Bitung dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2007. Perangkat lunak yang digunakan dalam proses analisis ini adalah “Microsoft Office Excel 2003”. 2.8. Alur Kerangka Pemikiran Kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam melakukan pemekaran wilayah di seluruh Indonesia merupakan salah satu peluang yang sangat baik bagi daerah untuk dapat berkembang.
Daerah dapat terus berusaha untuk meningkatkan
perekonomian dengan memanfaatkan potensi yang ada. Pemerintah Kota Bitung melalui Dinas Perikanan dan Kelautan memiliki program dan kebijakan untuk menjadikan subsektor perikanan sebagai salah satu penggerak ekonomi terutama bagi pertanian, menjadi lumbung penghasil perikanan bagi provinsi Sulawesi Utara dan menyediakan pangan asal perikanan dengan jumlah memadai dan berkualitas serta meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Namun untuk mencapai hal itu terkendala oleh pertumbuhan sektor
21
ekonomi yang rendah dan laju pertumbuhan Pendapatan Daerah Regional Bruto subsektor perikanan yang mengalami penurunan cukup besar. Pembangunan subsektor perikanan dapat menjadi sektor yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik dari penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan. Melihat fenomena ini, diperlukan suatu rencana yang strategis untuk pengembangan subsektor perikanan sehingga dapat memberikan peranan nyata terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian daerah. Peran subsektor perikanan dilakukan dengan menelaah PDRB Kota Bitung dan PDRB Provinsi Sulawesi Utara dan menilai pertumbuhan subsektor Perikanan. Analisis Location Quotient dilakukan untuk menilai apakah subsektor perikanan berperan menjadi sektor basis di suatu wilayah dalam periode tertentu dengan mengukur konsentrasi sektor tersebut di wilayah yang bersangkutan dan membandingkan pada wilayah pembanding yang lebih luas. Analisis Identifikasi sektor basis dan nonbasis akan menggambarkan ekonomi Kota Bitung secara sektoral dan regional yang bermanfaat bagi perencanaan pembangunan selanjutnya. Pengembangan subsektor perikanan tidak hanya ditentukan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan saja, banyak lembaga-lembaga lain yang dapat menunjang atau mendukung percepatan pengembangan subsektor perikanan di Kota Bitung. Kerangka Pemikiran dapat dilihat pada gambar 1 berikut.
22
Pembangunan Kota Bitung
Industri
Pertanian
Perhubungan Laut
Listrik,Gas dan Air Bersih
Perikanan
Deskripsi • • • • • •
Menjadi Penggerak Ekonomi Menjadi Penghasil Perikanan Terbesar di Sulawesi Utara Penyedia pangan asal perikanan dan tenaga kerja Peningkatan Pendapatan dan Investasi Pertumbuhan Ekonomi yang lemah Laju Pertumbuhan perikanan yang rendah
Analisis Potensi Subsektor Perikanan • Geografi • Demografi • Perkembangan perekonomian • Perkembangan Perikanan
Analisis Peran Subsektor Perikanan • Analisis Kontribusi Subsektor Perikanan Terhadap PDRB, ekspor, pendapatan daerah Kota Bitung, dan terhadap kemampuan penyerapan tenaga kerja di Kota Bitung. • Analisis Location Quotien
Rekomendasi Strategi Pengembangan Subsektor Perikanan Kota Bitung
Gambar 1.1 Alur Kerangka Pemikiran
23
2.9 Definisi Pengukuran Variabel Operasional. Menghindari terjadinya penafsiran yang keliru terhadap variabel yang digunakan dalam penelitian ini, perlu diberi batasan definisi operasional sebagai berikut: a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 adalah jumlah produksi dari barang dan jasa yang dihasilkan dari kegiatankegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah Domestik suatu daerah tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya berasal dari atau dimiliki oleh penduduk daerah tersebut. Produk Regional adalah produk domestik ditambah dengan pendapatan yang dibayarkan keluar daerah tersebut. (menurut BPS Kota Bitung) b. Pendapatan Perkapita adalah pendapatan daerah dibagi dengan jumlah penduduk daerah yang tinggal / mendiami daerah tersebut. c. Kontribusi Subsektor perikanan terhadap PDRB adalah besarnya sumbangan subsektor perikanan terhadap pembentukan atau total Produk Domestik Bruto. Nilai Tambah Bruto subsektor perikanan diperoleh dengan jalan mengeluarkan biaya antara dari nilai produksi subsektor perikanan. d. Nilai ekspor Kota Bitung adalah realisasi nilai penjualan seluruh barang yang diekspor ke luar negeri dengan dasar mata uang dollar Amerika Serikat, serta yang terdata oleh Kantor Perdagangan dan Perindustrian Kota Bitung. e. Nilai ekspor ikan adalah realisasi nilai penjualan ikan yang diekspor ke luar negeri dengan dasar mata uang Amerika Serikat, serta yang terdata di Kantor Perdagangan dan Perindustrian Kota Bitung.
24
f. Bagian retribusi TPI untuk Pemerintah Kota Bitung adalah bagian yang diterima oleh Pemerintah Kota Bitung dari hasil pemungutan retribusi pemakaian tempat pelelangan ikan di Kota Bitung beserta sarana dan prasarana yang disediakan oleh pemerintah. Dasar hukum pungutan retribusi pelelangan di TPI dari tahun 2000-2008 menggunakan Peraturan Daerah Provinsi Dati I Sulawesi Utara Nomor 1 Tahun 1984 tentang Tempat Pelelangan Ikan, untuk bagian Pemerintah Kota Bitung sebesar 1 persen. Pada periode Januari 1999-Maret 2000 dengan menggunakan dasar hukum Peraturan Daerah Provinsi Dati I Sulawesi Utara Nomor 3 tahun 1999, adapun kontribusi bagian untuk pemerintah Kota Bitung sebesar 0,40 persen, serta mulai bulan april 2007 bagian untuk pemerintah Kota Bitung adalah terlihat besar 0,95 persen dengan diberlakukannya Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Utara Nomor 3 Tahun 2007. g. Bagian hasil pajak/bukan pajak adalah bagian pendapatan yang diperoleh dari pajak/ bukan pajak daerah atasan yang dikelola/dipungut oleh Pemerintah Kota Bitung. h. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) adalah Pasar grosir ikan laut di mana kapalkapal ikan berlabuh untuk membongkar hasil tangkapannya dan dilelang kepada bakul ikan. i. Penyerapan tenaga kerja adalah jumlah angkatan kerja yang bekerja pada kegiatan usaha subsektor perikanan baik tenaga tetap maupun tenaga harian/borongan.
III.
METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan ruang lingkup lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Bitung, dengan melihat keterbandingannya dalam ruang lingkup Provinsi Sulawesi Utara. Yang menjadi objek penelitian adalah subsektor Perikanan yang merupakan subsektor ekonomi potensial. Disamping itu juga dikaji mengenai pola dan struktur pertumbuhan ekonomi Kota Bitung dibandingkan dengan kondisi di seluruh Provinsi Sulawesi Utara. Objek penelitian diamati selama delapan tahun, yaitu dari tahun 2000 hingga tahun 2007. Kurun waktu selama 8 (delapan) tahun ini dilandasi oleh tersedianya data hasil perhitungan PDRB Kota Bitung dan data PDRB Provinsi Sulawesi Utara dari tahun 2000 hingga tahun 2007. Pada bab ini dijelaskan gambaran tentang fokus penelitian bahan atau materi penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, serta definisi operasional variable-variabel yang diteliti, adapun data dari masing-masing variabel dihimpun dalam rentang waktu selama delapan tahun yaitu mulai dari tahun 2000-2007. Penelitian ini dilakukan pada instansi pemerintah yang berkaitan dengan usaha perikanan di Kota Bitung antara lain: Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pendapatan Daerah, Badan Perencanaan Pembangunan dan Penanaman Modal (BP3M), Bagian Keuangan pada kantor Setda Kota Bitung, Badan Pusat Statistik Kota Bitung, Tempat Pelelangan Ikan serta pihak-pihak lain yang berkaitan dengan usaha perikanan laut. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara pada September 2009, dengan tujuan mengetahui kontribusi
26
subsektor perikanan dalam rangka menunjang perekonomian daerah.
Hasil
penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kinerja perekonomian daerah khususnya kontribusi subsektor perikanan. 3.2. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dalam bentuk runtun waktu (time series) selama 8 tahun mulai tahun 2000-2007, penggunaan data sampai tahun 2007 karena data yang tersedia secara lengkap hanya tersedia sampai tahun tersebut, yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bitung dan BPS Provinsi Sulawesi Utara, Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung dan literatur lainnya tentang Perikanan. Data yang diperoleh antara lain PDRB Provinsi Sulawesi Utara dan PDRB Kota Bitung Atas Dasar Harga Berlaku selama tahun 2000 – 2007, dan atas Dasar Harga Konstan dengan tahun dasar tahun 2000, banyaknya produksi ikan di Kota Bitung, dan data-data dari Bitung Dalam Angka, data realisasi Pendapatan Daerah Kota Bitung, data jumlah tenaga kerja yang dapat diserap oleh usaha perikanan, serta data pendukung lainnya. 3.3. Metode Pengumpulan Data
Untuk
melengkapi
penulisan
hasil
penelitian,
penulis
dalam
pengumpulan data dilakukan melalui : a. Library research adalah suatu metode untuk mendapatkan informasi dari teori / konsep dengan cara mempelajari serta mencatat dari buku literature yang berhubungan dengan materi yang di bahas. b. Field research adalah suatu metode pengumpulan data secara langsung dari objek penelitian, yaitu Kota Bitung.
27
3.4. Metode Analisis Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini maka metode analisis yang dilakukan yaitu analisis sektor dan subsektor ekonomi potensial untuk menjawab permasalahan pertama serta analisis kontribusi subsektor perikanan terhadap PDRB Kota Bitung, ekspor Kota Bitung, Pendapatan Daerah Kota Bitung, dan kemampuan penyerapan tenaga kerja. 3.4.1. Analisis Sektor Ekonomi Potensial Secara garis besar, analisis sektor dan subsektor ekonomi potensial dalam penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi sektor dan subsektor ekonomi potensial dari sisi kontribusi PDRB (aspek keunggulan komparatif) melalui alat analisis location quotient (LQ). LQ dihitung dengan formula sebagai berikut: LQ =
Si / Sj Ni / Nj
Dimana: LQ= Besarnya kuosien lokasi subsektor perikanan di Kota Bitung. Si= Jumlah PDRB subsektor perikanan Kota Bitung. Sj= Jumlah total PDRB Kota Bitung. Ni= Jumlah PDRB subsektor perikanan Provinsi Sulawesi Utara. Nj= Jumlah total PDRB provinsi Sulawesi Utara.
3.4.2. Kontribusi Sub Sektor Perikanan Terhadap PDRB Kota Bitung. Analisis ini didasarkan pada pangsa (share) perikanan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bitung yang dapat dinyatakan dengan rumus:
Nilai Tambah Bruto subsektor perikanan x100% PDRB kota Bitung 3.4.3. Kontribusi Terhadap Ekspor. Analisis ini didasarkan pada pangsa (share) nilai ekspor perikanan laut terhadap nilai ekspor Kota Bitung yang dapat dinyatakan dengan rumus:
Nilai Ekspor Perikanan x100% Nilai Ekspor kota Bitung 3.4.4. Kontribusi Terhadap Pendapatan Daerah (PAD) Kota Bitung. Analisis ini didasarkan pada pangsa (share) penerimaan yang bersumber dari kegiatan perikanan laut (Retribusi Lelang di TPI) terhadap penerimaan daerah pemerintah Kota Bitung yang dapat dinyatakan dengan rumus:
Bagian Retribusi TPI untuk Pemerintah Kota Bitung x100% Bagian Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 3.4.5. Kemampuan Penyerapan Tenaga Kerja. Untuk melihat kemampuan penyerapan tenaga kerja dilihat share (peranannya) dalam menyerap tenaga kerja berdasarkan data susenas tahun 20002007, dan membandingkannya dengan total angkatan kerja yang bekerja di Kota Bitung pada tahun 2000-2007.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Kota Bitung Kota Bitung merupakan daerah otonom yang berbentuk kota yang dikepalai oleh seorang walikota. Berdiri secara definitif pada tanggal 10 Oktober 1990 berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1990 dengan luas wilayah 313,50 km2, dan terletak pada posisi geografis 1023’23” - 1035’39” LU dan 12501’43” - 125018’13” BT. Kota Bitung berbatasan dengan : Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Likupang (Kabupaten Minahasa Utara) dan Laut Maluku, Sebelah Timur : Berbatasan dengan Laut Maluku, Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Laut Maluku, Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan. Kauditan (Kabupaten Minahasa Utara). Kota Bitung yang terbagi dalam 8 (delapan) wilayah kecamatan serta 69 kelurahan. Pembagian wilayah administrasi ke dalam delapan kecamatan yaitu Kecamatan Ranowulu memiliki 12 kelurahan, Kecamatan Matuari memiliki 8 kelutahan, Kecamatan Girian memiliki 7 kelurahan, Kecamatan Madidir memiliki 8 kelurahan, Kecamatan Maesa memiliki 8 kelurahan, Kecamatan Aertembaga memiliki 10 kelurahan, Kecamatan Lembeh Utara memiliki 10 kelurahan dan Kecamatan Lembeh Selatan memiliki 8 kelurahan. Seperti kebanyakan iklim di Indonesia, iklim Kota Bitung terdiri atas iklim tropis dan basah. Pada Bulan Juni sampai September, arus anginnya lebih banyak berasal dari Australia yang tidak
30
banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau di Kota Bitung. Sebaliknya pada Bulan Desember sampai dengan Maret, angin pada umumnya bertiup dari Asia dan Samudera Pasifik, yang melewati beberapa lautan, sehingga banyak mengandung uap air, dan mengakibatkan terjadinya musim penghujan. Sepanjang tahun 2007, suhu udara rata-rata pada siang hari di Kota Bitung berkisar antara 220 C - 310 C. LAUT MALUKU
LAUT MALUKU
Gambar 4.1 : Peta Wilayah per Kecamatan di Kota Bitung Keterangan :
011 012 010 021 022 030 031 040
Kec. Matuari Kec. Girian Kec. Madidir Kec. Lembeh Selatan Kec. Lembeh Utara Kec. Aertembaga Kec. Maesa Kec. Ranowulu
Seperti yang kita lihat pada gambar 2, wilayah Kota Bitung dikelilingi oleh lautan yang sangat luas. Hal tersebut menjadi alasan terkuat sehingga
31
cukup banyak masyarakat di Kota Bitung yang menggantungkan hidupnya dari subsektor perikanan, khususnya perikanan laut. Sebagian besar diantaranya merupakan nelayan tradisional yang mencari ikan dengan perahu kecil dan peralatan seadanya, dan sebagian lainnya bekerja pada kapal-kapal besar penangkap ikan milik perusahaan penangkapan lokal maupun asing. 4.2. Kondisi Kependudukan Kota Bitung Penduduk Kota Bitung berkembang pesat dari 140.270 jiwa pada tahun 2000 menjadi 174.003 pada tahun 2007. Dengan kata lain pertumbuhan ratarata penduduk pada periode tahun 2000-2007 tersebut 3,08 persen per tahun. Tabel 4.1 Kepadatan Penduduk Kota Bitung Menurut Kecamatan Tahun 2007 Kecamatan (1) 1. Matuari 2. Girian 3. Ranowulu 4. Madidir 5. Maesa 6. Aertembaga 7. Lembeh Utara 8. Lembeh Selatan Jumlah
Penduduk (2) 22.649 24.914 15.416 32.456 35.450 25.123 8.720
Luas Kepadatan Penduduk Area (Per Km2) 2 ( Km ) (3) (4) 666,93 33,96 4.823,15 5,17 97,84 157,57 1.558,14 20,83 3.654,64 9,70 759,16 33,09 315,26 27,66
9.275
25,53
363,30
174.003
313,50
555
Sunber : Badan Pusat Statistik Kota Bitung, 2007.
32
161.421 140.270 144.000
2000
2001
167.625
169.776 169.562
2004
2005
174.003
149.385
2002
2003
2006
2007
Gambar 4.2. Grafik Perkembangan penduduk Kota Bitung Tahun 2000 - 2007 Kepadatan penduduk tahun 2007 mencapai 555 jiwa /km2,dimana Kecamatan Girian merupakan kecamatan dengan kepadatan tertinggi yakni mencapai 4.823 jiwa /km2, sedangkan kecamatan ranowulu merupakan kecamatan dengan kepadatan terendah yakni hanya 98 jiwa /km2. Peningkatan jumlah penduduk yang ditunjang dengan peningkatan pendapatan perkapita merupakan peluang dalam usaha perikanan. Semakin meningkatnya jumlah penduduk, maka akan semakin meningkatkan jumlah konsumsi terhadap hasil-hasil perikanan. 4.3. Kondisi Sosial Ekonomi Kota Bitung Sebagai kota multi dimensi, penduduk Kota Bitung dapat dikatakan memiliki kualitas latar belakang pendidikan yang cukup memadai, yang menjadikan Kota Bitung memiliki potensi Sumberdaya Manusia yang merupakan asset cukup besar yang dapat mendukung perkembangan dan pembangunan
33
ekonomi di Kota Bitung bila dapat diberdayakan secara maksimal dan dapat ditingkatkan. Tabel 4.2. Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Di Kota Bitung Tahun 2007 Pendidikan Terakhir
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
Persentase (%)
(1)
(2)
( 3)
(4)
(5)
Blm/Tdk Tamat Sklh SD/Sederajat SLTP/Sederajat SMU/Aliyah SM Kejuruan DI/II DIII / Akademi S1 / Sarjana atau lebih
Sumber
13.629 14.399 15.484 16.310 3.283 231 763 2.905
Jumlah 67.004 : BPS Kota Bitung, 2007.
12.957 15.792 15.792 14.490 3.129 826 462 3.353
26.586 30.191 31.276 30.800 6.412 1.057 1.225 6.258
19,87 22,56 23,37 23,02 4,79 0,79 0,92 4,68
66.801
133.805
100
Dari tabel 4.2 terlihat penduduk yang tamat pendidikan SLTP ke atas mencapai 57,57 persen sedangkan sisanya 42,43 persen tamat SD dan tidak/belum sekolah dan tamat SD. Penduduk Kota Bitung memiliki pendapatan per kapita tertinggi di Sulawesi Utara dibandingkan dengan 14 kabupaten/kota lainnya di Provinsi Sulawesi Utara, yakni mencapai Rp. 12.439.108 (tabel 4.3). Meskipun pendapatan per kapita yang tinggi belum menggambarkan tingkat daya beli masyarakat yang tinggi pula, namun setidaknya sudah dapat menggambarkan tingginya dinamika aktivitas ekonomi makro di Kota Bitung.
34
Tabel 4.3. Perkembangan Pendapatan Per Kapita Kota Bitung Tahun 2000 – 2007 dan pertumbuhannya Pendapatan Perkapita (Rp)
Pertumbuhan (%)
(1)
(2)
( 3)
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata
8.636.941 9.276.323 9.851.821 9.856.889 10.454.702 10.971.627 11.985.053 12.439.108 10.434.058
Tahun
7,40 6,20 0,05 6,06 4,94 9,24 3,79 7,40 5,38
Sumber: BPS Kota Bitung, 2000-2007. Dari tabel 4.3 dapat kita lihat bahwa pendapatan perkapita di Kota Bitung terus naik secara riil dari tahun ke tahun, atau dapat dikatakan selalu mengalami pertumbuhan yang positif, meskipun pertumbuhannya masih berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pertumbuhan pendapatan perkapita tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebesar 9,24 persen, dan yang terendah terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 0,05 persen. Setelah sempat mengalami pertumbuhan yang melambat yaitu 3,79 persen pada tahun 2006, pada tahun 2007 pertumbuhannya meningkat menjadi 7,40 persen pada tahun 2007. Pertumbuhan ekonomi di Kota Bitung pada tahun 2006-2007 berada di bawah pertumbuhan Provinsi Sulawesi Utara. Padahal pada periode tahun 20032005 pertumbuhan ekonomi Kota Bitung berada jauh di atas pertumbuhan Provinsi Sulawesi Utara. Hal ini perlu dikritisi oleh pemerintah daerah Kota Bitung dengan segera, dengan memperhatikan sektor-sektor dan subsektor-
35
subsektor ekonomi yang potensial untuk dikembangkan, yang salah satunya adalah subsektor perikanan yang merupakan adalah satu penggerak ekonomi terutama bagi pertanian, menjadi lumbung penghasil perikanan bagi provinsi Sulawesi Utara dan menyediakan pangan asal perikanan dengan jumlah memadai dan berkualitas serta meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Tabel 4.4 Pertumbuhan Ekonomi Kota Bitung Dan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2000 – 2007 (%) Tahun
Provinsi Sulawesi Utara
Kota Bitung
(1)
(2)
( 3)
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
2,13 3,33 3,19 4,26 4,90 6,18 6,47
-1,10 2,93 3,88 6,19 7,22 2,92 4,72
Sumber: BPS Kota Bitung, 2000-2007. Pada tahun 2001, pertumbuhan perekonomian di Kota Bitung mencapai titik terendah yaitu
-1,10 persen (tabel 4.4).
Pada periode tahun 2000-2005
pertumbuhan ekonomi Kota Bitung terus mengalami peningkatan hingga mencapai 7,22 persen pada tahun 2005, jauh di atas pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Utara yang hanya 4,90 persen.
Namun pada tahun 2006
pertumbuhan ekonomi Kota Bitung sempat melambat menjadi 2,92 persen, dan jauh tertinggal di bawah pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Utara yang mencapai 6,18 persen. Pada tahun 2007 pertumbuhan ekonomi Kota Bitung kembali mengalami perbaikan menjadi 4,72 persen bertumbuh dari tahun
36
sebelumnya, walaupun masih di bawah pertumbuhan perekonomian Provinsi Sulawesi Utara yang mencapai 6,47 persen. Tabel 4.5. Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi Kota Bitung berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000, Tahun 2000-2007 (%) Lapangan Usaha
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
(1) 1 Pertanian 2. Pertambangan & Penggalian 3. Industri 4. Listrik. Gas & Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan. Rest & Hotel 7. Angkutan & Kom 8. Bank, Lemkeu & Jasa Per Usahaan 9. Jasa-Jasa
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
-6,89
4,51
4,74
8,22
6,20
-6,39
0,39
10,04
5,86
7,21
7,27
4,02
5,44
3,74
3,97
3,01
3,40
3,21
10,75
6,68
5,40
5,58
3,47
2,81
2,73
2,33
4,62
1,87
7,26
6,04
7,43
8,07
-2,18
5,09
7,41
5,40
5,16
6,12
6,81
9,91
6,68
10,07
9,00
-1,56
0,41
6,59
11,40
4,29
4,86
43,75
3,77
4,11
5,54
6,63
9,24
5,58
2,58
3,30
3,97
3,40
8,09
6,74
5,32
Jumlah
-1,10
2,93
3,88
6,19
7,22
2,92
4,72
Sumber: BPS Kota Bitung, 2000-2007. Dengan memerhatikan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Kota Bitung pada tabel 4.5, jelas terlihat peranan sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Bitung. Dan dengan melihat pertumbuhan subsektor pada tabel 4.6, semakin jelas peranan subsektor perikanan yang sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Kota Bitung. Pertumbuhan Ekonomi akan melambat saat pertumbuhan subsektor perikanan melemah, dan sebaliknya pertumbuhan ekonomi akan meningkat saat pertumbuhan subsektor perikanan menguat.
37
Tabel 4.6. Pertumbuhan Subsektor-subsektor pada Sektor Pertanian PDRB Kota Bitung Tahun 2000-2007 (%)
Lapangan Usaha
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
1. Pertanian
-6,89
4,51
4,74
8,22
6,20
-6,39
0,39
a. Tanaman Bahan Makanan b. Perkebunan Rakyat
4,81
4,47
4,21
4,55
0,11
11,32
5,00
3,39
5,45
-4,16
3,86
5,44
5,85
6,01
c. Peternakan & Hasilnya d. Kehutanan
2,96
1,79
1,78
8,36
1,50
1,10
3,75
0,32
-0,89
-0,08
0,43
0,67
3,16
0,76
e. P e r i k a n a n
-8,35
4,52
5,50
8,71
8,69
-8,20
-0,38
4.4. Prasarana Subsektor perikanan Sarana
dan
prasarana
subsektor
perikanan
dimaksudkan
untuk
meningkatkan produksi perikanan secara optimal dan meningkatkan pendapatan nelayan/petani ikan serta membuka isolasi masyarakat nelayan. Sarana dan prasarana penangkapan di Bitung meliputi tempat pelelangan ikan (TPI) yang berkedudukan di kelurahan Aertembaga, LPMHP (Laboratorium Pengujian Mutu Hasil Perikanan). Pelabuhan perikanan selain pelabuhan yang terintegrasi dengan pelabuhan samudera juga terdapat pelabuhan khusus perikanan yang dermaganya dimiliki dan dikelola langsung oleh perusahaanperusahaan perikanan. Keberadaan beberapa fasilitas dok/galangan kapal melengkapi aktivitas subsektor perikanan di Bitung dan sangat mendukung usaha perikanan skala besar maupun perikanan rakyat yang umumnya masih tradisional. Semua ini menjadi pelengkap Bitung sebagai kota pelabuhan dengan sarana perhubungan laut yang memadai.
38
4.5. Perkembangan Produksi Subsektor perikanan Usaha subsektor perikanan meliputi usaha perikanan laut dan usaha perikanan darat. Dari sisi jenis kegiatannya usaha perikanan laut sendiri mencakup perikanan tangkap dan budidaya. Namun begitu kegiatan budidaya perikanan laut sampai saat ini belum memberikan kontribusi yang berarti bagi subsektor perikanan di Kota Bitung. Sebaliknya kegiatan penangkapan ikan laut sangat dominan sebagai konsekuensi dari banyaknya perusahaan penangkapan dan pengelolaan ikan laut. Ciri khas dari usaha perikanan laut di Kota Bitung yakni kebanyakan diolah di daerah ini juga selain ada beberapa yang ekspor langsung sebagai ikan segar. Sehingga kegiatan penangkapan ikan di Kota Bitung mempunyai dampak pengganda pada sektor lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan perikanan laut yakni kegiatan industri pengolahan ikan, industri pembuatan es dan aktivitas kepelabuhan terutama pelabuhan ikan serta perdagangan ekspor. Tabel 4.7. Banyaknya Produksi Perikanan Laut Di Kota Bitung Tahun 2000-2007 ( Ton ) Tahun
Ikan
Binatang Berkulit Keras
Binatang Berkulit Lunak
Binatang Air Lainnya
Jumlah ( Ton )
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
125.178,9 125.691,9 114.815,7 116.652,7 132.198,1 133.042,4 131.838,8 134.355
354,7 662 405,3 4,2 3,8 5,4 355,1 303,5
281,6 176,8 268,5 411,1 501,2 520,5 511,6 613,6
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bitung, 2000-2007.
366 340,5 356,5 1,4 -
125.815,20 126.530,70 115.489,50 117.434,00 133.043,60 133.924,80 132.706,90 135.272,10
39
Selama kurun waktu 2000-2007 produksi dan nilai produksi perikanan laut di Kota Bitung mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Kalau pada tahun 2000 volume produksi perikanan laut sebesar 125.815,20 ton (tabel 4.7) dengan nilai mencapai Rp. 408,56 milyar (tabel 4.8), maka pada tahun 2007 volume produksi mencapai Rp. 135.272,10 ton, dengan nilai produksi mencapai Rp. 843,34 milyar. Tabel 4.8 Banyaknya Nilai Produksi Perikanan Laut Di Kota Bitung Tahun 2000–2007
Tahun
Produksi ( Ton )
Nilai Produksi ( 000 Rp )
(1)
(2)
(3)
2000 125.815,20 2001 126.530,70 2002 115.489,50 2003 117.434,00 2004 133.043,60 2005 133.924,80 2006 132.706,90 2007 135.272,10 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung.
408.563.575 467.884.180 864.726.682 550.321.848 685.723.608 706.107.470 498.940.681 843.341.828
Ikan-ikan laut yang dihasilkan di Kota Bitung terutama yakni dari jenis ikan Cakalang, Layang dan Tongkol abu-abu seperti ditunjukan pada lampiran 5, produksi ke tiga jenis ikan tersebut pada tahun 2007 mencapai 94.601,4 ton dari 135.272,10 ton produksi seluruh ikan laut di Kota Bitung. Jenis ikan tersebut merupakan jenis ikan yang mudah diperoleh dan mudah di olah menjadi ikan olahan. Kebalikan dari perikanan laut, usaha perikanan darat sangat kurang di Kota Bitung baik untuk budi daya dalam bentuk tambak, kolam, perairan umum, sawah maupun karamba. Hal ini di karenakan terbatasnya lahan sebagai mana
40
karakteristik daerah perkotaan, juga kondisi geografis dimana tanahnya yang berpasir dan sebagian lain bergunung. Tabel 4.9 Banyaknya Produksi Perikanan Darat Di Kota Bitung Tahun 2000-2007
( Ton ) Tahun
Perairan Umum
Tambak
Kolam
Karamba
Sawah Padi
Jumlah ( Ton )
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
-
4.9
55,9 56,5 52,3 21,7 22,5 32,5 36,5 32.9
-
15,5 15,2 19,9 17,9 12,7 18,6 22,3 18.2
71,4 71,7 72,2 39,6 35,2 51,1 58,8 56.0
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bitung, 2000-2007. Namun demikian, bukan berarti tidak ada usaha perikanan darat sama sekali, hal ini terlihat dari adanya produksi perikanan darat yang pada tahun 2000 berjumlah 71,4 ton, namun menurun hingga di tahun 2003 hanya mencapai 39,6 ton (tabel 4.9) dengan nilai produksi mencapai Rp 349,150 juta (tabel 4.10), dan mencapai titik terendah pada tahun 2004 dengan produksi 35,2 ton dengan nilai produksi 267,5 milyar. Dan mengalami peningkatan yang tidak begitu besar pada tahun 2007 mencapai 56,0 ton dengan nilai produksi mencapai 778,800 juta. Usaha perikanan darat di Kota Bitung dilakukan di kolam dan di sawah, dan mulai tahun 2007 mulai dirintis usaha perikanan darat di tambak. Pemerintah Kota Bitung melalui Dinas Perikanan dan Kelautan mulai memberikan perhatian dalam peningkatan produksi perikanan darat dengan mengadakan Pelatihan
41
Budidaya dan Perbenihan di Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan (BPPP) Kota Bitung di Aertembaga. Tabel 4.10. Nilai Produksi Perikanan Darat di Kota Bitung Tahun 2000–2007 ( 000 Rp ) Tahun (1)
Perairan Umum
Tambak
Kolam
Karambah
(2)
(3)
(4)
(5)
2000 579.950 2001 629.600 2002 618.500 2003 190.200 2004 191.250 2005 390.000 2006 450.000 2007 67.200 460.400 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bitung, 2000-2007.
Sawah
Jumlah
(6)
(7)
197.950 212.500 275.500 158.950 76.250 165.900 105.900 251.200
775.450 842.100 894.000 349.150 267.500 555.900 555.900 778.800
4.6. Sektor Basis Di Kota Bitung Guna menentukan apakah suatu sektor tergolong basis, salah satu metode yang
digunakan
yakni
metode
Location
Quotient
(LQ).
Metode
LQ
menggambarkan tingkat kemampuan sektor tersebut untuk menyumbang terhadap kebutuhan ekonomi regional. Diformulasikan dengan perbandingan antara share sektor di daerah penelitian terhadap share sektor tersebut pada cakupan wilayah yang lebih luas. Dengan kata lain LQ diperoleh dari perbandingan share suatu sektor di Kota Bitung terhadap share sektor tersebut terhadap perekonomian Provinsi Sulawesi Utara. Jika perbandingan menunjukkan angka satu atau lebih berarti sektor tersebut mampu memenuhi kebutuhan akan sektor itu sendiri. Berarti share
42
tersebut di Kota Bitung lebih berarti dibandingkan dengan share sektor tersebut dari daerah lain. Dari tabel 4.11 ditunjukkan bahwa sektor yang menjadi sektor basis di Kota Bitung selama periode 2000 - 2007 adalah sektor dengan nilai LQ > 1 yakni sektor Pertanian, Industri Pengolahan, Angkutan dan Komunikasi. Tabel 4.11. LQ Sektor-sektor Ekonomi Kota Bitung Terhadap Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2000-2007 Lapangan Usaha
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
(1) 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri 4. Listrik. Gas dan Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan. Rest dan Hotel 7. Angkutan dan Komunikasi 8. Bank, Lemkeu dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-Jasa
(2) 1,15
(3) 1,07
(4) 1,07
(5) 1,10
(6) 1,10
(7) 1,09
(8) 1,01
(9) 1,00
0,07
0,07
0,08
0,10
0,10
0,11
0,11
0,11
2,37
2,41
2,42
2,38
2,51
2,60
2,68
2,71
0,89
1,01
1,03
1,02
0,98
0,66
0,68
0,63
0,94
0,97
0,98
0,97
0,97
0,88
0,90
0,91
0,43
0,44
0,45
0,45
0,44
0,45
0,46
0,47
2,00
2,12
2,04
1,94
1,90
1,92
1,93
1,94
1,01
0,77
0,77
0,76
0,75
0,74
0,75
0,77
0,34
0,35
0,36
0,36
0,35
0,36
0,38
0,40
Dari perhitungan nilai LQ per subsektor pada sektor pertanian menunjukan pola nilai LQ seperti terlihat pada tabel 4.12. Sangat jelas terlihat, subsektor perikanan menunjukkan nilai LQ yang paling tinggi dibandingkan subsektor- subsektor lainnya pada sektor pertanian. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa subsektor perikanan merupakan merupakan subsektor basis selama periode 2000-2007 yang berarti sudah mampu mencukupi bagi kebutuhan perekonomian Kota Bitung, bahkan
43
sudah mampu mengekspor ke luar Kota Bitung dimana nilai LQ dalam periode penelitian tersebut selalu bernilai >1. Tabel 4.12. LQ (Location Quotient) Subsektor pada Sektor Pertanian di Kota Bitung Terhadap Provinsi Sulawesi Utara tahun 2000-2007 Lapangan Usaha
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
1,15
1,07
1,07
1,10
1,10
1,09
1,01
1,00
0,17
0,17
0,17
0,17
0,17
0,16
0,17
0,17
0,18
0,17
0,17
0,17
0,16
0,16
0,17
0,16
0,26
0,27
0,27
0,27
0,27
0,24
0,24
0,24
0,07 4,38
0,07 4,49
0,07 4,50
0,07 4,47
0,07 4,39
0,07 4,30
0,08 4,07
0,08 3,95
1. Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Perkebunan Rakyat c. Peternakan & Hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan
4.7. Kontribusi Subsektor Perikanan Terhadap Peningkatan PDRB Kota Bitung Kinerja ekonomi suatu sektor dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor tersebut pada suatu periode waktu tertentu. Nilai PDRB di dapat dari akumulasi output atau produksi selama satu tahun, sehingga merupakan nilai tambah yang diperoleh sektor tersebut selama satu tahun. Untuk melihat peranan subsektor perikanan terhadap perekonomian Kota Bitung, maka digunakan indikator nilai PDRB Kota Bitung menurut subsektor. Seperti yang terlihat pada tabel 4.13, PDRB subsektor perikanan Kota Bitung tahun 2007 mencapai
Rp. 509,877 milyar. Angka ini berarti memberikan
kontribusi sebesar 86,56 persen terhadap total PDRB Sektor Pertanian dan 17,76 persen terhadap total PDRB Kota Bitung pada tahun tersebut, dan dengan
44
demikian menjadi salah satu dari empat sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan total PDRB Kota Bitung. Tabel 4.13. Kontribusi NTB Subsektor perikanan Terhadap PDRB Kota Bitung atas Dasar Harga Berlaku,2000-2007
Tahun
Nilai Tambah Bruto Subsektor perikanan (000 Rp)
PDRB (000 Rp)
Kontribusi (%)
(1)
(2)
(3)
(4)
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
297.149 313.692 375.143 392.955 448.799 478.870 502.017 509.877
1.394.167 1.569.447 1.756.777 1.938.334 2.171.575 2.364.699 2.629.595 2.871.623
21,31 19,99 21,35 20,27 20,67 20,25 19,09 17,76
Rata-rata
414.813
2.087.027
20,09
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bitung, 2000-2007. Selama periode 2000-2007 perkembangan kontribusi subsektor perikanan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat dilihat di table 4.13. Dari
perhitungan menunjukkan bahwa selama periode tersebut rata-rata
kontribusi subsektor perikanan adalah sebesar 20,09 persen, kontribusi tertinggi terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 21,35 persen, dan terendah pada tahun 2007 yaitu sebesar 17,76 persen. Sumbangan
subsektor
perikanan
tersebut
mempunyai
arti
bagi
perekonomian daerah karena dapat mempengaruhi besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bitung, selain itu perikanan merupakan komoditas
45
yang dapat menggerakkan sektor industri pengolahan, perdagangan dan pengangkutan karena merupakan bahan input bagi sektor-sektor tersebut. 25
21,35
21,31
20,67 20 Kontribusi (%)
20,25
20,27
19,99
19,09 17,76
15
10 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 4.3.
Grafik Perkembangan Kontribusi terhadap PDRB Kota Bitung, 2000-2007.
Secara umum kontribusi pada periode tersebut mengalami penurunan, penurunan tersebut disebabkan karena Nilai Tambah Bruto subsektor perikanan periode tersebut cenderung turun, sebagai akibat dari penurunan produksi perikanan laut. Penurunan produksi itu sendiri dipengaruhi oleh jumlah kapal yang masuk ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) selama periode 2000-2007 cenderung menurun lampiran 6, banyak ditemui aktivitas penjualan ikan secara besar-besaran dari para nelayan di tengah laut, baik oleh perusahaan lokal maupun oleh kapal-kapal penampung asing. Walaupun data menunjukkan PDRB Kota Bitung cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, namun pengaruh kenaikan BBM dan pencurian ikan besar-besaran dari kapal-kapal asing
46
berdampak juga pada usaha subsektor perikanan.
Selain itu juga masalah
keamanan di laut makin memprihatinkan dengan adanya oknum yang menginginkan pengkaplingan wilayah laut, sehingga nelayan/kapal dari Kota Bitung sulit mencari ikan di daerah-daerah lain yang potensial, bahkan terjadi penangkapan maupun pembakaran kapal milik masyarakat Kota Bitung. Fakta sebagaimana
tersebut
diatas,
menunjukkan
bahwa
subsektor
perikanan
memainkan peranan yang cukup signifikan bagi perekonomian Kota Bitung. Sehingga apabila sektor ini mengalami penurunan, maka akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian Kota Bitung secara keseluruhan. oleh karena itu maka patutlah kiranya sektor ini mendapatkan perhatian yang lebih serius baik oleh pemerintah, investor, dan masyarakat, dalam rangka memaksimalkan potensi subsektor perikanan yang ada untuk kesejahteraan masyarakat Kota Bitung khususnya dan Sulawesi Utara pada umumnya. 4.8. Kontribusi terhadap Ekspor Analisis kontribusi perikanan laut terhadap ekspor dihitung dengan membandingkan nilai ekspor ikan Kota Bitung dengan nilai total ekspor Kota Bitung, adapun hasil perhitungan dan perkembangan kontribusi subsektor perikanan terhadap ekspor Kota Bitung selama periode 2000-2007 dapat dilihat pada tabel 4.14. Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa selama periode tersebut ratarata kontribusinya adalah sebesar 34,26 persen, hal ini menunjukkan bahwa subsektor perikanan cukup besar peranannya terhadap perekonomian daerah di
47
Kota Bitung, karena ikan merupakan komoditas yang dapat diekspor, sehingga dapat menambah devisa. Tabel 4.14. Kontribusi Subsektor perikanan Terhadap Ekspor Kota Bitung, 20002007 Tahun
Nilai Ekspor Subsektor perikanan (US$)
Nilai Ekspor Total (US$)
Kontribusi (%)
(1)
(2)
(3)
(4)
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
2.178.834,85 3.327.485,00 2.828.925,83 2.561.687,36 2.239.922,50 657.262 22.478,77 509.615,02
3.497.445,72 4.519.115,00 5.948.425,64 6.439.482,98 7.407.011,69 6.543.472,73 4.718.377,73 5.071.019,42
62,30 73,63 47,56 39,78 30,24 10,04 0,48 10,05
Rata-rata
1.790.776,42
5.518.043,86
34,26
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bitung, 2000-2007. Pada periode pengamatan tahun 2000-2007 kontribusi subsektor perikanan terhadap ekspor Kota Bitung terjadi penurunan, penurunan kontribusi yang paling parah berturut-turut terjadi pada tahun 2006 turun menjadi sebesar 0,48 persen. Penurunan tersebut disebabkan oleh kenaikan harga BBM, sehingga banyak nelayan kecil yang tidak mampu untuk pergi melaut, dan sangat berkurangnya hasil laut karena pencurian ikan oleh kapal-kapal asing yang bertekhnologi jauh di atas nelayan lokal di Kota Bitung, sehingga mengakibatkan banyak nelayan kecil yang merugi karena hasil produksinya tidak mampu menutupi biaya produksi. Akhirnya produksi ikan yang hanya dijual di dalam negeri sebagai dampak meningkatnya permintaan, serta pengaruh harga barang untuk proses ekspor yang meningkat maupun standar yang ditetapkan oleh pihak luar negeri yang makin
48
ketat, sedangkan sebelum kenaikan BBM dan maraknya pencurian ikan oleh kapal asing, kontribusi ekspor subsektor perikanan cukup besar antara 30,24 persen73,63 persen, sehingga dapat menambah devisa. 80 73,63 70 62,3
Kontribusi (%)
60
47,56
50
39,78 40 30,24 30 20 10,05
10,04 10 0,48 0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 4.4. Grafik Perkembangan Kontribusi terhadap Ekspor Kota Bitung, 2000-2007 4.9. Kontribusi Terhadap Pendapatan Pemerintah Daerah Kontribusi yang dimaksud adalah dihitung dengan membandingkan antara hasil bagian retribusi TPI untuk Pemerintah Kota Bitung dengan bagian bagi hasil pajak/bukan pajak yang diperoleh Pemerintah Kota Bitung. Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa kontribusi pendapatan retribusi TPI untuk Pemerintah Kota Bitung selama periode tersebut rata-rata adalah sebesar 18,44 persen dari total pendapatan bagian bagi hasil pajak/bukan pajak (tabel 4.15), sehingga kontribusi tersebut cukup berarti untuk mendukung keuangan Pemerintah Kota Bitung.
49
40 35,59 35
Kontribusi (%)
30 25
21,37 19,97
20
21,3
21,59 15,63
15 10,89 10 10,23
9,41
5
20 07 /2 00 8
20 06 /2 00 7
20 05 /2 00 6
20 04 /2 00 5
20 03 /2 00 4
20 02 /2 00 3
20 01 /2 00 2
20 00 /2 00 1
19 99 /2 00 0
0
Tahun Anggaran
Gambar 4.5. Grafik Perkembangan Kontribusi terhadap Pendapatan Pemerintah Daerah Kota Bitung, 2000-2007
Kontribusi tertinggi terjadi pada tahun 1999/2000 sebesar 35,59 persen, sedang pada periode 2003/2004 sampai 2006/2007 kontribusi TPI mengalami penurunan. Hal ini disebabkan adanya penurunan bagian untuk Pemerintah Kota Bitung dari retribusi TPI yang semula 1 persen menjadi 0,40 persen, bahkan pada tahun 2006/2007 menunjukkan kontribusi retribusi TPI paling rendah yaitu sebesar 9,41 persen, akibat dari pemberlakuan Peraturan Daerah Provinsi Dati I Sulawesi Utara Nomor 3 tahun 1999 tentang pajak dan retribusi daerah termasuk retribusi TPI, sehingga penerimaan dari retribusi TPI mengalami penurunan yang drastis. Untuk nilai absolut tertinggi terjadi pada tahun 2007/2008, yaitu sebesar 788.887.620 meski kontribusinya hanya 15,63 persen.
Hal ini dikarenakan
50
adanya perubahan peraturan daerah Provinsi Sulawesi Utara yang memberikan kenaikan bagian untuk Pemerintah Kota Bitung dari 0,40 persen menjadi 0,95 persen. Tabel 4.15. Kontribusi Subsektor perikanan Laut Terhadap Pendapatan Daerah Kota Bitung, Tahun Anggaran 1999/2000- 2007/2008
Tahun
Bagian Retribusi TPI untuk Pemerintah Kota Bitung (Rp)
Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak (Rp)
Kontribusi (%)
(1)
(2)
(3)
(4)
1999/2000 2000/2001 2001/2002 2002/2003 2003/2004 2004/2005 2005/2006 2006/2007 2007/2008
547.345.246 543.865.375 546.387.236 697.525.510 715.709.930 296.636.280 389.817.960 418.740.330 788.887.620
1.537.999.771 2.552.985.580 2.557.241.377 3.230.995.060 3.584.498.920 2.725.137.125 3.810.537.240 4.450.039.530 5.046.501.595
35,59 21,30 21,37 21,59 19,97 10,89 10,23 9,41 15,63
Rata-rata
569.387.191
3.210.675.370
18,44
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Bitung, Tahun Anggaran 1999/20002007/2008. 4.10. Deskripsi kemampuan penyerapan tenaga kerja Usaha subsektor perikanan merupakan kegiatan yang produktif. Selain menyerap tenaga kerja pada kegiatan utama penangkapan ikan itu sendiri, juga mampu menumbuhkan kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat menciptakan lapangan kerja baru. Pada tahun 2007, total penyerapan tenaga kerja dari usaha subsektor perikanan di Kota Bitung adalah sebanyak 26.584 orang. Apabila dibandingkan dengan hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional Sulawesi Utara tahun 2007 di mana
51
disebutkan bahwa jumlah angkatan kerja yang bekerja di Kota Bitung tahun 2007 adalah sebanyak 169.562 orang.
Ini berarti bahwa di Kota Bitung yang
merupakan basis usaha perikanan laut mampu memberikan kontribusi sekitar 15,68 persen dari total angkatan kerja yang bekerja di Kota Bitung, sehingga dengan adanya kegiatan usaha subsektor perikanan dapat mengurangi angka pengangguran di Kota Bitung. Tabel 4.16. Kontribusi Penyerapan Tenaga Kerja pada Subsektor Perikanan Terhadap Tenaga Kerja Kota Bitung, 2000-2007
Tahun
Tenaga Kerja di Subsektor Perikanan
Angkatan Kerja di Kota Bitung
Kontribusi (%)
(1)
(2)
(3)
(4)
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
11.458 12.354 14.245 16.120 16.710 19.564 19.892 26.584
62.899 68.123 95.689 98.764 105.300 116.325 118.959 169.562
18,22 18,13 14,89 16,32 15,87 16,82 16,72 15,68
Rata-rata
17.116
104.453
16,58
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bitung, 2000-2007. Dari tabel 4.16 terlihat bahwa tenaga kerja di subsektor perikanan menyerap rata-rata 16,58 persen dari total angkatan kerja di Kota Bitung. Penyerapan paling rendah pada tahun 2002, yaitu sebesar 14,89 persen, namun meskipun demikian jumlah penyerapan tenaga kerja terus meningkat dari tahun ke tahun.
52
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis serta pembahasan pada bab-bab sebelumnya, dalam penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1)
Berdasar pada hasil perhitungan LQ yang menunjukkan bahwa subsektor perikanan adalah salah satu sektor yang menjadi sektor basis. Artinya subsektor perikanan di Kota Bitung mampu memenuhi kebutuhan perikanan lokal baik sebagai bahan konsumsi, maupun sebagai bahan baku industri, bahkan mampu mengekspor ke daerah lain.
2)
Selama periode 2000-2007 peranan subsektor perikanan
Kota Bitung
terhadap perekonomian daerah cukup berarti, dilihat dari besarnya kontribusinya terhadap Produk Domestik Regional Bruto adalah sebesar 20,09 persen.
Kontribusi terhadap ekspor rata-rata 34,26 persen, serta
kontribusi terhadap pendapatan pemerintah daerah sebesar 18,44 persen, sehingga peranan kegiatan usaha perikanan dapat meningkatkan besarnya PDRB, menambah devisa, serta mendukung keuangan Pemerintah Kota Bitung. 3)
Ekspor hasil-hasil perikanan di Kota Bitung juga memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap ekspor Kota Bitung. Rata-rata kontribusinya dalam periode 2000-2007 adalah sebesar 34,26 persen, hal ini menunjukkan bahwa subsektor perikanan cukup besar peranannya terhadap perekonomian daerah
53
di Kota Bitung, karena ikan merupakan komoditas yang dapat diekspor, sehingga dapat menambah devisa. 4)
Kontribusi Subsektor Perikanan juga cukup besar bagi pendapatan pemerintah daerah Kota Bitung. Pada kurun waktu 2000-2007, kontribusi pendapatan retribusi TPI untuk Pemerintah Kota Bitung rata-rata adalah sebesar 18,44 persen dari total pendapatan bagian bagi hasil pajak/bukan pajak (tabel 4.15), sehingga kontribusi tersebut cukup berarti untuk mendukung keuangan Pemerintah Kota Bitung.
5)
Dalam hal penyerapan tenaga kerja, kegiatan usaha perikanan di Kota Bitung pada tahun 2007 dapat memberikan kontribusi lapangan kerja bagi 26.584 orang atau sebesar 15,68 persen dari total angkatan kerja yang bekerja di Kota Bitung. Sehingga dengan adanya kegiatan usaha subsektor perikanan dapat mengurangi angka pengangguran di Kota Bitung.
5.2. Saran Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian ini, maka dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut: 1)
Melihat begitu besarnya potensi subsektor perikanan di Kota Bitung, maka menjadi sesuatu yang sangat penting bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan subsektor perikanan, yakni dengan memberikan kebijakankebijakan yang dapat memberikan berbagai kemudahan bagi para pengusaha perikanan serta membantu dalam penyelesaian permasalahan yang dihadapi seperti masalah perijinan dan masalah pencurian ikan yang sering terjadi.
2)
54
Sebagai sektor basis, maka subsektor perikanan tentunya mempunyai multiplier effect terhadap terhadap sektor-sektor lainnya yang terkait dengan usaha perikanan, seperti sektor industri pengolahan, angkutan, perdagangan, dan jasa-jasa. Karena itu diharapkan agar kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat diarahkan untuk menciptakan sinergi yang baik antara subsektor perikanan dan sektor-sektor terkait lainnya.
3)
Upaya mempertahankan bahkan meningkatkan kontribusi perikanan laut terhadap perekonomian di Kota Bitung, maka disarankan memperluas TPI (Tempat Pelelangan Ikan) sehingga dapat mempercepat proses pelelangan.
4)
Sebagai komoditas ekspor dan bahan baku bagi perusahaan industri ikan kaleng dan ikan beku yang berorientasi ekspor, subsektor perikanan perlu dipacu dengan memberikan kemudahan perijinan bagi investor yang ingin menanamkan modalnya dalam bidang perikanan laut serta untuk lebih intensif dalam mempromosikan komoditas ikan laut pada pihak konsumen di luar negri dengan jalan mengikutsertakan pengusaha dalam pameran atau studi banding di dalam maupun luar negri.
5)
Memberikan kemudahan perijinan serta mendorong pemilik kapal maupun pengusaha pengolahan ikan agar dapat mengelola usahanya lebih maju sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang lebih banyak, misalnya dengan menambah kapal atau memperluas usahanya.
6)
Peningkatan kualitas sumberdaya manusia di bidang kelautan dan perikanan perlu
dilakukan
dengan
memperbanyak
lembaga
pendidikan
atau
55
mengadakan latihan kerja khusus di bidang kelautan atau perikanan sehingga dapat terjangkau oleh nelayan kecil dan masyarakat secara luas. 7)
Ikan laut termasuk sumberdaya alam yang dapat diperbaharui tetapi juga berpotensi habis bila terjadi eksploitasi tanpa batas.
Dalam rangka
membatasi terjadinya eksploitasi tanpa batas, perlu adanya pengaturan atau pengendalian melalui pajak.
DAFTAR PUSTAKA
Akyuwen, R. 2000, Optimalisasi Pengelolaan Sumberdaya Alam Menuju Pembangunan Berkelanjutan di Daerah, Tugas Independent Study, Program Doktor Fakultas Ekonomi, Universitas Gajah mada, Yogyakarta. Anapaku, A. 2002 Identifikasi Unggulan Sub Sektor Pertanian dan Produktifitas Tanaman Pangan di Kabupaten Sumba Timur[Thesis]. Magister manajemen, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Anwar, E. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan, Tinjauan Kritis. P4Wpress, Bogor. Arsyad, Lincolin, 1999, Ekonomi Pembangunan, Edisi keempat, Bagian Penerbitan STIE YKPN, Yogyakarta. Badan Pusat Statistik Kota Bitung. 2000 – 2007. Pendapatan Regional Kota Bitung, beberapa tahun, Bitung. Badan Pusat Statistik Kota Bitung. 2000 – 2007. Tinjauan Ekonomi Kota Bitung, beberapa tahun, Bitung. Badan Pusat Statistik Kota Bitung. 2000 – 2007. Bitung Dalam Angka,beberapa tahun, BPS, Bitung. Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Utara. 2000 – 2007. Pendapatan Regional Propinsi Sulawesi Utara. BPS, Sulawesi utara. Badan Pusat Statistik. 2006. KBLI 2005 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia. BPS, Jakarta. Budiharsono. S. 2001. Teknik Pengembangan Wilayah Pesisir dan Lautan, Pradnya Paramita, Jakarta. Dahuri, R., J. Rais. SP. Ginting dan J Sitepu, 1996, Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta. Damanhuri.D. S. 2000, “Dimensi Ekonomi Politik Pemberdayaan Ekonomi Rakyat”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia (JEBI) Volume 15, No 1, 41-45. Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bitung. 2000-2007, Perikanan Kota Bitung dalam Angka, beberapa tahun, Bitung GBHN [Garis-garis Besar Halauan Negara]. 2001, Garis-garis Besar Halauan Negara 1999-2004, Cetakan III, Pustaka Setia, Bandung.
57
Koesbiono. 1978, Pengantar Ilmu Perikanan. Fakultas Perikanan Bogor, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Latuconsina, Asmaria, Jacob, FR, Syantu, Simon. P, dan Telanusa, Fahrudin. 1992, ”Efisiensi Ekonomi Pengelolaan Perikanan Tradisional di Maluku”, Agro Ekonomi nomor 2 Tahun XXII, 83-92. Pomery. R dan Trinidad. A. C. 1996, Sosioeconomic Aspects of Artisanal Fisheries in Asia ICLRAM (International Center for Living Aquatic Resources Management), Perspective in Asia Fisheries, Asia Fisheries Society, Manila. Sinaga, W. 2009. Analisis Peran dan Strategi Pengembangan Subsektor Peternakan dalam Pembangunan kabupaten Cianjur [Skripsi]. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suparmoko, M. 1997. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Pendekatan Teoritis, Edisi Ketiga, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta.
Suatu
Tarigan, R. 2005. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi, Bumi Aksara, Jakarta. Todaro, M. P dan Smith, S. C. 2006. Pembangunan Ekonomi Jilid 1. Edisi Kesembilan. Drs. Haris Munandar, MA dan Puji A.L., SE [penerjemah], Penerbit Erlangga, Jakarta.
Lampiran 1. Produk Domestik Regional Bruto Kota Bitung Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha, Tahun 2003–2007 (000.000 Rp) Lapangan Usaha
2003
2004
2005
2005
2007
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
1. Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Perkebunan Rakyat c. Peternakan & Hasilnya d. Kehutanan e. P e r i k a n a n 2. Pertambangan dan Penggalian a. Minyak dan Gas b. Pertambangan Tanpa Migas c. Penggalian 3. Industri Pengolahan a. Industri migas b. Industri tanpa migas 4. Listrik, Gas dan Air Minum a. L i s t r i k b. Gas Kota c. Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restauran. a. P e r d a g a n g a n b. H o t e l c. R e s t a u r a n 7. Angkutan dan Komunikasi A. Pengangkutan a. Angkutan Rel b.
Angkutan jalan
c. Angkutan Laut d. Angkutan Penyeberangan e. Angkutan Udara f. Jasa pernunjang B. Komunikasi a. Pos dan Telkom b. Jasa Penunjang Komunikasi
438.996,61 500.223,81 531.865,18 563.747,38 589.191,60 16.892,68
17.755,14
17.776,29
23.030,04
31.918,51
18.052,79
21.046,43
22.389,18
25.161,41
31.247,17
10.617,27
12.128,83
12.330,58
12.962,67
15.561,83
478,48
494,79
499,36
576,73
587,05
392.955,40 448.798,61 478.869,77 502.016,54 509.877,05 11.215,92
12.281,96
12.742,66
14.166,16
15.642,63
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
11.215,92
12.281,96
12.742,66
14.166,16
15.642,63
428.488,49 488.142,89 491.400,35 588.833,82 627.496,20
0
0
0
0
0
428.488,49 488.142,89 491.400,35 588.833,82 627.496,20 44.912,99
47.313,95
48.915,96
52.557,44
55.495,01
32.908,22
35.443,18
36.985,15
40.022,82
42.763,23
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
12.004,77
11.870,76
11.930,80
12.534,62
12.731,79
285.900,40 315.115,83 310.477,87 342.136,90
420.168,65
112.639,54 132.242,64 148.536,88 168.670,13
191.034,69
87.366,46 103.181,00 114.189,00 128.317,55
148.548,28
9.239,33
10.411,61
11.432,03
12.732,61
16.033,75
18.650,02
22.915,85
13.083,60
27.619,97
29.402,81
400.901,68 432.309,14 560.164,90 583.537,22
616.119,87
391.475,24 420.793,77 546.668,13 567.906,05
597.394,92
0,00
0,00
124.712,33 137.414,63 243.944,24 258.497,53
0,00
0,00
0,00
267.912,61
245.296,40 262.598,84 281.500,66 286.099,95
304.808,38
6.501,32
4.637,38
4.875,73
5.218,58
5.545,87
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
14.965,20
16.142,93
16.347,49
18.089,99
19.128,06
9.426,44
11.515,36
13.496,78
15.631,18
18.724,95
9.426,44
11.515,36
13.496,78
15.631,18
18.724,95
0
0
0
0
0
59
Lampiran 1. Lanjutan Lapangan Usaha
2003
2004
2005
2005
2007
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
8. Bank, Lembaga Keuangan dan Jasa Perusahaan a. B a n k b. Lemkeu tanpa bank c. Penunjang keu
111.055,62 121.588,69 129.024,55
160.523,23
183.248,26
78.466,64
86.591,42
89.435,98
117.432,12
134.238,64
5.353,94
5.933,26
7.972,41
9.182,23
10.087,10
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
d. Sewa bangunan
26.657,60
28.428,68
30.922,95
33.095,04
37.946,83
e. Jasa perusahaan
577,44
635,33
693,22
813,84
975,69
104.223,00 122.356,33 131.570,22
9. Jasa-jasa
155.423,05
173.225,77
A. Pemerintahan Umum
53.828,23
62.416,71
65.217,63
82.296,55
90.828,44
a.Adm. Pemerintahan
53.828,23
62.416,71
65.217,63
82.296,55
90.828,44
b. Jasa pemerintahan B. Swasta a. Jasa Sosial b. Jasa Hiburan c. Jasa Perseorangan Jumlah
Sumber
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
50.394,77
59.939,61
66.352,58
73.126,50
82.397,33
26.169,52
33.267,40
33.559,38
36.248,38
41.058,49
2.972,20
3.429,24
4.103,96
4.452,51
4.604,67
21.253,06
23.242,97
28.689,24
32.425,60
36.734,16
1.938.334,2 2.171.575,2 2.364.698,5 2.629.595,33 2.871.622,68
: Badan Pusat Statistik Kota Bitung.
60
Lampiran 2. Produk Domestik Regional Bruto Kota Bitung Atas Dasar Harga Konstan menurut Lapangan Usaha, Tahun 2003–2007 (000.000 Rp) Lapangan Usaha
2003
2004
2005
2005
2007
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
1. Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Perkebunan Rakyat c. Peternakan & Hasilnya d. Kehutanan e. P e r i k a n a n 2. Pertambangan dan Penggalian a. Minyak dan Gas b. Pertambangan Tanpa Migas c. Penggalian 3. Industri Pengolahan a. Industri migas b. Industri tanpa migas 4. Listrik, Gas dan Air Minum a. L i s t r i k b. Gas Kota c. Air Minum 5.
Bangunan
6.
Perdagangan, Hotel dan Restauran. a.
Perdagangan
b.
H o t e l
c.
Restauran
7.
Angkutan dan Komunikasi A. Pengangkutan a.
Angkutan Rel
b.
Angkutan jalan
c.
Angkutan Laut
d.
Angkutan Penyeberangan
e.
Angkutan Udara
f.
Jasa pernunjang
B. Komunikasi a.
Pos dan Telkom
b.
Jasa Penunjang Komunikasi
344.324,47 372.634,94 395.745,59 370.449,22 371.875,93 16.107,91
16.840,95
16.859,73
18.767,76
19.706,70
19.760,91
20.524,40
21.640,27
22.906,36
24.283,59
7.731,75
8.378,38
8.504,19
8.597,48
8.919,95
431,03
432,86
435,76
449,54
452,96
300.292,87 326.458,35 348.305,64 319.728,08 318.512,73 8.458,94
9.073,71
9.438,89
9.952,20
10.324,10
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
8.458,94
9.073,71
9.438,89
9.952,20
10.324,10
301.691,84 311.387,18 344.867,08 367.890,81 387.762,36
0
0
0
0
0
301.691,84 311.387,18 344.867,08 367.890,81 387.762,36 31.976,48
32.848,47
33.613,87
35.168,27
35.827,06
23.232,12
23.894,46
24.653,76
26.021,66
26.658,52
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
8.744,36
8.954,00
8.960,11
9.146,60
9.168,53
219.776,60 237.519,95 232.334,42 244.151,01 262.243,63 93.251,15
99.601,95 109.469,45 116.782,34 128.538,25
71.087,58
75.156,28
79.658,83
85.184,07
95.919,33
8.186,18
9.102,16
10.809,65
11.294,57
11.273,91
13.977,39
15.343,51
19.000,97
20.303,70
21.345,02
314.427,68 335.151,27 373.368,89 389.397,18 408.308,60 306.412,26 325.883,61 362.499,70 376.964,29 395.475,23 0,00 82.176,66
0,00
0,00
0,00
0,00
87.249,95 103.912,91 110.268,31 113.658,12
207.349,20 221.035,18 240.690,51 247.805,08 261.997,55 3.388,52
3.138,40
3.254,08
3.439,55
3.610,83
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
13.497,88
14.460,08
14.642,21
15.451,34
16.208,73
8.015,43
9.267,67
10.869,19
12.432,90
12.833,37
8.015,43
9.267,67
10.869,19
12.432,90
12.833,37
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
61
Lampiran 2. Lanjutan Lapangan Usaha
2003
2004
2005
2005
2007
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
8. Bank, Lembaga Keuangan dan Jasa Perusahaan a. Bank
70.626,75
74.536,44
79.476,12
86.823,41
91.669,04
42.303,06
44.589,39
45.989,45
51.389,66
55.000,87
4.457,79
4.738,87
6.067,03
6.515,15
6.787,72
b.
Lembaga keuangan tanpa bank
c.
Penunjang keuangan
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
d.
Sewa bangunan
23.357,01
24.664,56
26.826,52
28.271,41
29.212,12
e.
Jasa perusahaan
508,89
543,62
593,11
647,18
668,34
9. Jasa-jasa
89.721,21
92.775,73 100.277,82 107.040,50 112.732,98
A. Pemerintahan Umum
46.442,58
47.275,36
49.393,06
52.600,29
55.843,91
46.442,58
47.275,36
49.393,06
52.600,29
55.843,91
a.
Adm. Pemerintahan
b.
Jasa pemerintahan
B. Swasta a.
Jasa Sosial
b.
Jasa Hiburan
c.
Jasa Perseorangan
Jumlah Sumber
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
43.278,62
45.500,37
50.884,76
54.440,22
56.889,07
22.147,13
22.905,86
23.105,14
24.898,10
26.139,79
2.515,21
2.757,04
3.295,71
3.494,65
3.564,38
18.616,28
19.837,47
24.483,91
26.047,48
27.184,90
1.474.255,1 1.565.529,6 1.678.592,1 1.727.654,9 1.809.281,9
: Badan Pusat Statistik Kota Bitung.
62
Lampiran 3. Distribusi Persentase PDRB Kota Bitung Tahun 2000-2007 (%) Lapangan Usaha
2000
2001
2003
2003
2004
2005
2006
2007
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
1. Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Perkebunan Rakyat c. Peternakan & Hasilnya d.Kehutanan e. P e r i k a n a n 2. Pertambangan dan Penggalian a. Minyak dan Gas b. Pert Tanpa Migas c. Penggalian 3. Industri a. Industri migas b. Industri tanpa migas 4. Listrik. Gas & air minum a. L i s t r i k b. Gas kota c. Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel, dan Restaurant a. P e r d a g a n g a n b. H o t e l c. R e s t a u r a n 7. Angkutan dan Komunikasi. A.Pengangkutan a. Angkutan Rel b. Angkutan jalan c. Angkutan Laut d.Ang. Penyeberangan e. Angkutan Udara f. Jasa pernunjang B.Komunikasi a. Pos dan Telkom b. Jasa Penunjang 8. Bank, Lembaga Keuangan dan Jasa Perusahaan. a. B a n k b. Lemkeu tanpa bank c. penunjang keuangan d.Sewa bangunan e. Jasa perusahaan 9. Jasa-jasa. A.Pemerintahan Umum a. Adm. Pemerintahan b. Jasa pemerintahan B.Swasta a. Jasa Sosial b.Jasa Hiburan c. Jasa Perseorangan
24,23 1,01 1,36 0,52 0,03 21,31 0,49 0,00 0,00 0,49 19,54 0,00 19,54 2,04 1,48 0,00 0,57 12,90
22,85 0,98 1,28 0,57 0,03 19,99 0,57 0,00 0,00 0,57 19,62 0,00 19,62 2,08 1,54 0,00 0,54 13,28
24,17 0,97 1,26 0,56 0,03 21,35 0,56 0,00 0,00 0,56 20,45 0,00 20,45 2,19 1,62 0,00 0,57 13,31
22,65 0,87 0,93 0,55 0,02 20,27 0,58 0,00 0,00 0,58 22,11 0,00 22,11 2,32 1,70 0,00 0,62 14,75
23,04 0,82 0,97 0,56 0,02 20,67 0,57 0,00 0,00 0,57 22,48 0,00 22,48 2,18 1,63 0,00 0,55 14,51
22,49 0,75 0,95 0,52 0,02 20,25 0,54 0,00 0,00 0,54 20,78 0,00 20,78 2,07 1,56 0,00 0,50 13,13
21,44 0,88 0,96 0,49 0,02 19,09 0,54 0,00 0,00 0,54 22,39 0,00 22,39 2,00 1,52 0,00 0,48 13,01
20,52 1,11 1,09 0,54 0,02 17,76 0,54 0,00 0,00 0,54 21,85 0,00 21,85 1,93 1,49 0,00 0,44 14,63
5,69 4,35 0,53 0,81 20,93 20,50 0,00 5,03 14,43 0,23 0,00 0,80 0,44 0,44 0,00
5,64 4,38 0,46 0,80 24,71 24,29 0,00 5,53 17,64 0,33 0,00 0,79 0,42 0,42 0,00
5,61 4,39 0,43 0,79 22,55 22,11 0,00 6,72 14,28 0,35 0,00 0,76 0,44 0,44 0,00
5,81 4,51 0,48 0,83 20,68 20,20 0,00 6,43 12,66 0,34 0,00 0,77 0,49 0,49 0,00
6,09 4,75 0,48 0,86 19,91 19,38 0,00 6,33 12,09 0,21 0,00 0,74 0,53 0,53 0,00
6,28 4,83 0,48 0,97 23,69 23,12 0,00 10,32 11,90 0,21 0,00 0,69 0,57 0,57 0,00
6,41 4,88 0,48 1,05 22,19 21,60 0,00 9,83 10,88 0,20 0,00 0,69 0,59 0,59 0,00
6,65 5,17 0,46 1,02 21,46 20,80 0,00 9,33 10,61 0,19 0,00 0,67 0,65 0,65 0,00
8,34 6,53 0,27 0,00 1,51 0,03 5,84 3,13 3,13 0,00 2,71 1,45 0,16 1,09
5,63 3,90 0,27 0,00 1,43 0,03 5,60 2,98 2,98 0,00 2,63 1,38 0,15 1,09
5,69 4,02 0,27 0,00 1,36 0,03 5,47 2,86 2,86 0,00 2,61 1,36 0,15 1,09
5,73 4,05 0,28 0,00 1,38 0,03 5,38 2,78 2,78 0,00 2,60 1,35 0,15 1,10
5,60 3,99 0,27 0,00 1,31 0,03 5,63 2,87 2,87 0,00 2,76 1,53 0,16 1,07
5,46 3,78 0,34 0,00 1,31 0,03 5,56 2,76 2,76 0,00 2,81 1,42 0,17 1,21
6,10 4,47 0,35 0,00 1,26 0,03 5,91 3,13 3,13 0,00 2,78 1,38 0,17 1,23
6,38 4,67 0,35 0,00 1,32 0,03 6,03 3,16 3,16 0,00 2,87 1,43 0,16 1,28
100
100
100
100
100
100
100
100
63
Lampiran 4. Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Sulawesi Utara Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha, Tahun 2000–2007 (000.000 Rp)
Lapangan Usaha (1) 1. Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Perkebunan Rakyat c. Peternakan & Hasilnya d. Kehutanan e. P e r i k a n a n 2. Pertambangan dan Penggalian a. Minyak dan Gas b. Pertambangan Tanpa Migas c. Penggalian 3. Industri Pengolahan a. Industri migas b. Industri tanpa migas 4. Listrik, Gas dan Air Minum a. L i s t r i k b. Gas Kota c. Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restauran. a. P e r d a g a n g a n b. H o t e l c. R e s t a u r a n 7. Angkutan dan Komunikasi A. Pengangkutan a. Angkutan Rel b. Angkutan jalan c. Angkutan Laut d. Angkutan Penyeberangan e. Angkutan Udara f. Jasa pernunjang B. Komunikasi a. Pos dan Telkom b. Jasa Penunjang Komunikasi
2003
2004
(2)
2005
(3)
2005
(4)
2007
(5)
(6)
2.972.826
3.250.568
3.847.891
4.328.030
4.774.117
892.651
951.650
1.177.995
1.526.071
1.700.696
1.005.527
1.075.881
1.117.511
1.251.529
1.452.584
305.691
348.563
391.481
409.720
461.958
54.537
56.249
60.873
69.212
70.687
714.421
818.226
1.100.029
1.071.499
1.088.192
2.972.826
3.250.568
3.847.891
4.328.030
4.774.117
892.651
951.650
1.177.995
1.526.071
1.700.696
1.005.527
1.075.881
1.117.511
1.251.529
1.452.584
305.691
348.563
391.481
409.720
461.958
1.325.427
1.466.543
1.725.785
1.858.008
2.062.800
0
0
0
0
0
1.325.427
1.466.543
1.725.785
1.858.008
2.062.800
110.917
115.287
166.679
189.007
200.874
83.289
88.099
134.757
153.814
162.914
0
0
0
0
0
27.628
27.188
31.922
35.194
37.959
2.211.189
2.370.900
3.036.467
3.271.590
4.179.547
1.985.932
2.332.091
2.771.901
3.181.923
3.746.998
1.640.484
1.932.897
2.296.317
2.609.001
3.114.750
152.051
171.965
219.226
277.424
309.027
193.397
227.229
256.359
295.498
323.222
1.962.256
2.162.724
2.325.747
2.615.682
2.820.075
1.790.095
1.956.667
2.132.328
2.333.061
2.516.033
0
0
0
0
0
1.107.700
1.212.686
1.524.504
1.598.868
1.728.280
398.760
431.748
357.873
424.881
455.156
8.195
8.146
5.186
8.460
8.301
184.592
206.796
163.735
197.915
212.497
90.849
97.293
81.029
102.937
111.799
172.161
206.057
193.419
282.621
304.042
158.506
190.073
177.831
261.126
281.399
13.655
15.984
15.589
21.494
22.643
64
Lampiran 4. Lanjutan Lapangan Usaha
2003
2004
2005
2005
2007
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
892.278
966.993
1.047.651
1.263.436
1.388.949
474.003
515.559
542.114
704.324
761.544
44.271
49.062
57.506
65.108
70.604
0
0
0
0
0
269.931
287.864
309.042
347.205
384.829
8. Bank, Lembaga Keuangan dan jasa Perusahaan a. Bank b. Lembaga keuangan tanpa bank c. Penunjang keuangan d. Sewa bangunan e. Jasa perusahaan
104.073
114.509
138.988
146.800
171.971
9. Jasa-Jasa
2.286.854
2.663.217
3.016.301
3.569.389
3.850.038
A. Pemerintahan Umum
1.664.783
1.930.399
2.193.947
2.649.841
2.854.038
a. Adm. Pemerintahan
1.664.783
1.930.399
2.193.947
2.649.841
2.854.038
0
0
0
0
0
622.071
732.818
822.353
919.548
995.999
277.261
352.460
388.840
419.797
441.586
b. Jasa pemerintahan B. Swasta a. Jasa Sosial b. Jasa Hiburan c. Jasa Perseorangan Jumlah
Sumber
55.645
64.119
69.291
84.608
92.698
289.166
316.239
364.222
415.143
461.716
14.556.415 16.120.128 18.719.681
21.190.040
24.052.136
: Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Utara, 2003-2007.
65
Lampiran 5. Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Sulawesi Utara Atas Dasar Harga Konstan menurut Lapangan Usaha, Tahun 2003–2007 (000.000 Rp) Lapangan Usaha (1)
1. Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Perkebunan Rakyat c. Peternakan & Hasilnya d. Kehutanan e. P e r i k a n a n
2. Pertambangan dan Penggalian a. Minyak dan Gas b. Pertambangan Tanpa Migas c. Penggalian
3. Industri Pengolahan a. Industri migas b. Industri tanpa migas
4. Listrik, Gas dan Air Minum a.
Listrik
b.
Gas Kota
c.
Air Minum
2004
2005
2005
2007
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
2.452.815,4 2.616.084,1 2.744.211,9 2.849.440,9 3.065.102,7 735.953,37 771.340,10 815.564,56 855.204,28 907.496,44 915.317,27 978.199,56 1.005.529,5 1.061.722,9 1.176.101,6 224.656,87 243.460,65 267.047,71 274.817,54 296.535,98 49.573,04
49.787,13
44.379,41
45.908,37
46.643,50
527.314,87 573.296,73 611.690,76 611.787,84 638.325,20 692.939,33 668.090,70 643.122,15 695.168,06 755.846,21 21.404,45
22.038,63
21.179,00
23.568,21
25.148,54
264.417,68 209.319,72 157.565,64 172.339,47 185.315,72 407.117,19 436.732,35 464.377,51 499.260,38 545.381,94 994.555,07 955.399,75 999.728,27 1.067.044,1 1.134.494,5 0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
994.555,07 955.399,75 999.728,27 1.067.044,1 1.134.494,5 83.131,35
85.118,03
95.377,66 102.097,36 107.870,03
62.627,99
64.121,82
73.894,13
80.253,88
85.077,34
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
20.503,36
20.996,21
21.483,53
21.843,48
22.792,69
5. Bangunan
1.779.366,7
6. Perdagangan, Hotel dan Restauran.
1.626.194,5 1.729.764,8 1.848.895,2 1.989.021,1 2.145.417,81
a. Perdagangan b. Hotel c. Restauran
7. Angkutan dan Komunikasi A. Pengangkutan
a.
Angkutan Rel
b.
Angkutan jalan
c.
Angkutan Laut
d.
Angkutan Penyeberangan
e.
Angkutan Udara
f.
Jasa pernunjang
B. Komunikasi a. Pos dan Telkom b. Jasa Penunjang Komunikasi
2003
1.887.518 1.992.326,4 2.123.139,3 2.284.240,60
1.334.586,1 1.407.758,2 1.508.919,7 1.607.480,2 1.747.368,08 132.612,32 147.459,98 154.998,42 187.732,44
195.300,63
158.996,08 174.546,67 184.977,10 193.808,53
202.749,10
1.273.780,5 1.360.321,6 1.470.983,3 1.572.641,1 1.666.570,87 1.151.582,1 1.220.177,8 1.314.465,2 1.392.658,7 1.475.322,17 0,00
0,00
628.350,10 666.683,46 726.301,62 785.572,98
0,00
835.112,57
273.612,44 291.471,56 315.094,06 329.159,90
350.971,93
4.268,12
0,00
4.562,44
4.782,91
173.412,76 180.946,29 185.046,19 184.042,27
189.149,51
71.938,76
4.062,53
0,00
89.321,17
95.305,25
122.198,32 140.143,83 156.518,05 179.982,34
191.248,71
112.715,32 130.332,73 145.850,89 168.588,47
179.448,03
9.483,00
77.013,97
4.371,28
9.811,10
83.652,15
10.667,17
11.393,87
11.800,67
66
Lampiran 5. Lanjutan Lapangan Usaha
2003
2004
2005
2005
2007
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
8. Bank, Lembaga keuangan dan jasa Perusahaan a. Bank b. Lembaga keuangan tanpa bank c. Penunjang keuangan
729.253,30
768.589,96
811.961,76
896.557,68
947.855,34
364.226,19
381.719,04
402.789,93
460.077,53
483.587,49
36.854,91
39.181,13
41.915,97
44.653,09
48.030,05
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
d. Sewa bangunan
236.468,50
249.721,57
262.410,28
277.219,66
292.734,71
e. Jasa perusahaan
104.845,58
114.607,40
123.503,09
91.703,70
97.968,21
9. Jasa-Jasa
1.971.334,1
2.026.414,1
2.082.862,9 2.178.004,48 2.236.903,95
A. Pemerintahan Umum
1.436.114,5
1.461.955,8
1.485.581,2 1.538.496,83 1.562.141,44
1.436.114,5
1.461.955,8
1.485.581,2 1.538.496,83 1.562.141,44
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
535.219,56
564.458,32
597.281,65
639.507,65
674.762,51
234.603,88
242.655,93
255.104,18
274.813,52
289.100,18
47.368,96
51.926,55
54.891,56
59.757,61
63.554,04
253.246,73
269.875,83
287.285,91
304.936,52
322.108,29
a. Adm. Pemerintahan b. Jasa pemerintahan B. Swasta a. Jasa Sosial b. Jasa Hiburan c. Jasa Perseorangan Jumlah
Sumber
11.581.965,92 12.075.262,64 12.668.290,77 13.449.546,06 14.319.153,53
: Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Utara.
67
Lampiran 6. LQ Sektor-sektor Ekonomi Kota Bitung Terhadap Prop Sulut Tahun 2000-2007 Lapangan Usaha
2000
2001
2003
2003
2004
2005
2006
2007
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
1,15 0,17 0,18 0,26 0,07 4,38 0,07 0,00 0,00 0,07 2,37 0 2,37 0,89 0,77
1,07 0,17 0,17 0,27 0,07 4,49 0,07 0,00 0,00 0,07 2,41 0 2,41 1,01 0,90
1,07 0,17 0,17 0,27 0,07 4,50 0,08 0,00 0,00 0,08 2,42 0 2,42 1,03 0,92
1,10 0,17 0,17 0,27 0,07 4,47 0,10 0,00 0,00 0,10 2,38 0 2,38 1,02 0,91
1,10 0,17 0,16 0,27 0,07 4,39 0,10 0,00 0,00 0,10 2,51 0 2,51 0,98 0,87
1,09 0,16 0,16 0,24 0,07 4,30 0,11 0,00 0,00 0,11 2,60 0 2,60 0,66 0,52
1,01 0,17 0,17 0,24 0,08 4,07 0,11 0,00 0,00 0,11 2,68 0 2,68 0,68 0,52
1,00 0,17 0,16 0,24 0,08 3,95 0,11 0,00 0,00 0,11 2,71 0 2,71 0,63 0,48
0,26 0,94
0,86 0,97
0,73 0,98
0,5 0,97
0,9 0,97
0,51 0,88
0,62 0,90
0,78 0,91
0,43 0,40 0,47 0,67 2,00 2,14
0,44 0,41 0,49 0,69 2,12 2,26
0,45 0,42 0,49 0,70 2,04 2,18
0,45 0,42 0,48 0,69 1,94 2,09
0,44 0,41 0,48 0,68 1,90 2,06
0,45 0,40 0,53 0,78 1,92 2,08
0,46 0,41 0,47 0,82 1,93 2,11
0,47 0,43 0,46 0,83 1,94 2,12
1,00 5,69 1,12 0,00 1,44 0,49 0,54 0,00
1,03 5,94 1,30 0,00 1,47 0,51 0,56 0,00
1,04 6,00 1,36 0,00 1,49 0,51 0,56 0,00
1,03 5,95 1,24 0,00 1,47 0,52 0,56 0,00
1,01 5,85 1,96 0,00 1,45 0,51 0,55 0,00
1,08 5,76 1,62 0,00 1,32 0,52 0,56 0,00
1,09 5,86 1,87 0,00 1,35 0,54 0,57 0,00
1,08 5,91 1,97 0,00 1,35 0,53 0,57 0,00
1,01 1,26 0,92
0,77 0,91 0,95
0,77 0,92 0,96
0,76 0,91 0,95
0,75 0,90 0,93
0,74 0,86 1,09
0,75 0,87 1,14
0,77 0,90 1,12
0,75 0,04 0,34 0,25 0,25
0,78 0,04 0,35 0,26 0,26
0,78 0,04 0,36 0,26 0,26
0,78 0,04 0,36 0,25 0,25
0,76 0,04 0,35 0,25 0,25
0,77 0,04 0,36 0,25 0,25
0,79 0,04 0,38 0,27 0,27
0,79 0,04 0,40 0,28 0,28
0,62 0,72 0,41 0,56
0,64 0,74 0,42 0,58
0,64 0,75 0,42 0,58
0,64 0,74 0,42 0,58
0,62 0,73 0,41 0,57
0,64 0,68 0,45 0,64
0,66 0,71 0,46 0,66
0,67 0,72 0,44 0,67
1. Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Perkebunan Rakyat c. Peternakan & Hasilnya d.Kehutanan e. P e r i k a n a n 2. Pertambangan dan Penggalian a. Minyak dan Gas b. Pert Tanpa Migas c. Penggalian 3. Industri a. Industri migas b. Industri tanpa migas 4. Listrik. Gas & air minum a. L i s t r i k b. Gas kota c. Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel, dan Restaurant a. P e r d a g a n g a n b. H o t e l c. R e s t a u r a n 7. Angkutan dan Komunikasi. A.Pengangkutan a. Angkutan Rel b. Angkutan jalan c. Angkutan Laut d.Ang. Penyeberangan e. Angkutan Udara f. Jasa pernunjang B.Komunikasi a. Pos dan Telkom b. Jasa Penunjang 8. Bank, Lembaga Keuangan dan Jasa Perusahaan. a. B a n k b. Lemkeu tanpa bank c. penunjang keuangan d.Sewa bangunan e. Jasa perusahaan 9. Jasa-jasa. A.Pemerintahan Umum a. Adm. Pemerintahan b. Jasa pemerintahan B.Swasta a. Jasa Sosial b.Jasa Hiburan c. Jasa Perseorangan
68
Lampiran 7. Banyaknya Produksi, Nilai Perikanan Laut Menurut Jenis Ikan di Kota Bitung tahun 2007. Jenis Ikan (1) Manyung
Produksi (Ton) (2)
Nilai (000 Rp) (3)
27,7
72.900
Cendro
1,6
37.890
Ikan Sebelah
4,4
11.870
Ekor Kuning
55,7
99.480
Lolosi Biru
12,9
41.650
Selar
166,1
828.820
Kuwe
65,2
313.940
Layang
26.003,5
116.043.730
Sunglir
160,7
805.360
Tetengkek
48,9
142.960
Bawal Hitam
14,8
50.660
Talang-talang
1,1
4.740
Kakap Putih
28,9
152.320
Golok-golog
38,3
187.800
Tembang
128,1
612.680
Lomuru
231,9
814.860
Terubuk
22,9
92.750.
Lomadang
50,2
226.400
239,7
814.130
Ikan Terbang
72,8
250.940
Julung-julung
16,2
55.080
1,0
2.640
24,3
121.340
Setuhuk Hitam
6,2
22.400
Ikan Napoleon
-
-
Peperek
34,2
123.720
Lenceng
37,0
204.620
8,4
44.650
17,0
71.110
9,9
54.370
Kurisi
35,2
146.670
Swanggi
14,0
46.700
Teri
Gerot-gerot Ikan Layaran
Kakap Merah/Bambangan Belanak Biji Nangka
69
Lampiran 7. Lanjutan
Jenis Ikan (1)
Produksi (Ton) (2)
Nilai (000 Rp) (3)
Cakalang
54.245,7
371.477.930
Kembung
72,2
339.650
Tenggiri
13,8
71.100
Albakora
12.657,8
138.521.670
Madidihang
12.785,8
80.157.550
Mata Besar
12.480,0
77.260.817
Tongkol Abu-abu
14.352,2
46.749.251
28,4
180.660
3,9
19.840
Kerong-kerong
15,6
42.700
Layur
14,1
75.760
Cucut
98,2
420.530
7,9
41.760
Udang Kerosok
27,0
143.680
Udang Barong
258,1
1.413.930
7,2
39.580
Cumi-cumi
326,5
2.199.235
Gurita
129,3
718.535
Sotong
157,8
853.950
0,1
800
135.272,1
843.341.828
Kerapu Karang Baronag
Pari
Kepiting
Ikan Lainnya
Jumlah
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung.
70
Lampiran 8. Jumlah Kapal Yang Masuk Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Kota Bitung dan Laju Pertumbuhannya, 2000-2007 Tahun
Jumlah Kapal Masuk
Laju Pertumbuhan (%)
(1)
(2)
(3)
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
6.758 6.326 5.995 5.461 5.032 4.314 4.070 4.137
-6,39 -5,23 -8,91 -786 -14,27 -5,66 1,65
Rata-rata
5.262
-6,67
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung, 2000-2007.