ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA (PERIODE 1996-2007)
OLEH DIANA WAHYUNINGSIH H14052515
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
DIANA WAHYUNINGSIH. Analisis Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian di Kabupaten Banjarnegara Periode 1996-2007 (dibimbing oleh MUHAMMAD FINDI ALEXANDI).
Keberhasilan pembangunan nasional sangat tergantung dari pembangunan ekonomi yang ada di daerah. Salah satu tolak ukur pembangunan di bidang ekonomi untuk evaluasi dan perencanaan ekonomi makro dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Nilai PDRB mencakup sektor-sektor perekonomian. Jadi, secara tidak langsung pertumbuhan sektor-sektor perekonomian akan berpengaruh terhadap keberhasilan pembangunan nasonal. Kabupaten Banjarnegara sebagai salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Tengah memiliki sumberdaya alam yang beraneka ragam dan potensial untuk dikembangkan. Ironisnya sejak krisis ekonomi tahun 1998, Kabupaten Banjarnegara memiliki rata-rata laju ekonomi yang relatif kecil yaitu di bawah 5 persen per tahun. Di era otonomi daerah ini, diharapkan Kabupaten Banjarnegara mengalami percepatan pembangunan. Berdasarkan hal tersebut, cukup menarik untuk menganalisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banjarnegara. Disamping itu, informasi mengenai perkembangan setiap sektor perekonomian sangat dibutuhkan investor untuk menanamkan modalnya. Sedangkan Pemda membutuhkannya dalam mengevaluasi dan menyusun kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan dan dayasaing sektor-sektor perekonomian agar dapat memberikan kontribusi yang lebih besar lagi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Banjarnegara (Periode 1996-2007), baik itu laju pertumbuhannya maupun dayasaing sektor tersebut terhadap wilayah lainnya. Selain itu akan diidentifikasi profil pertumbuhan PDRB dan pergeseran bersih, sehingga dapat diketahui sektor-sektor tersebut termasuk dalam kelompok petumbuhan progresif (maju) atau kelompok pertumbuhan lambat serta bagaimana regulasi pemerintah dalam mendukung pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Banjarnegara. Data yang yang digunakan adalah PDRB Kabupaten Banjarnegara dan PDRB Provinsi Jawa Tengah. Metode analisis yang digunakan adalah Shift-Share. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor yang memiliki laju pertumbuhan cepat di Kabupaten Banjarnegara periode 1996-2007 adalah sektor listrik, gas dan air bersih, sektor angkutan dan komunikasi serta sektor pertambangan dan penggalian. Selama periode 1996-2007, sebagian besar sektorsektor perekonomian di Kabupaten Banjarnegara memiliki dayasaing yang kurang baik dibandingkan dengan wilayah lainnya. Sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor angkutan dan komunikasi di Kabupaten Banjarnegara pada periode 1996-
2007 termasuk dalam kelompok pertumbuhan progresif (maju). Sebaliknya, sektor pertanian, sektor industri pengolahan serta sektor pedagangan, hotel dan restoran termasuk dalam kelompok pertumbuhan yang lambat. Regulasi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang diterapkan secara umum bertujuan untuk mendukung pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Banjarnegara. Relatif rendahnya laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banjarnegara sangat erat kaitannya dengan struktur ekonomi Kabupaten Banjarnegara yang masih didominasi oleh sektor primer (pertanian). Pertumbuhan sektor pertanian tersebut lebih lambat dibanding sektor sekunder (sektor pertambangan dan penggalian, sektor bangunan dan konstruksi serta sektor listrik, gas dan air bersih) dan tersier (sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa), padahal sektor pertanian memiliki proporsi paling besar dalam PDRB Kabupaten Banjarnegara. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah lebih memprioritaskan pada pengembangan sektor yang berbasis sumberdaya yang dimiliki Kabupaten Banjarnegara yaitu sektor pertanian. Pengembangan sektor pertanian dapat dilakukan dengan peningkatan SDM, menciptakan nilai tambah produk pertanian serta menerapkan konsep pertanian berwawasan lingkungan agar tidak terjadi degradasi lahan yang nantinya berpengaruh pada hasil pertanian. Peningkatan dayasaing sektor-sektor perekonomian dapat dilakukan dengan peningkatan kelancaran aksesibilitas untuk menekan ekonomi biaya tinggi, dukungan kelembagaan, serta kebijakan ekonomi regional yang menciptakan iklim kondusif bagi investasi.
ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA (PERIODE 1996-2007)
OLEH DIANA WAHYUNINGSIH H14052515
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Diana Wahyuningsih
Nomor Registrasi Pokok
: H14052515
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis
Pertumbuhan
Sektor-Sektor
Perekonomian di Kabupaten Banjarnegara (Periode 1996-2007) Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Muhammad Findi A, M.E. NIP. 19730124 200710 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 19641023 198903 2 002 Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2009
Diana Wahyuningsih H14052515
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Diana Wahyuningsih, lahir pada tanggal 25 Agustus 1987 di Banjarnegara, sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Penulis merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara, dari pasangan Suwarso dan Hartuti. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Muhammadiyah I Banjarnegara kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 2 Banjarnegara dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 1 Banjarnegara dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, Institut Pertanian Bogor menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir sehingga dapat menjadi sumber daya yang berguna bagi pembangunan Kabupaten Banjarnegara tercinta. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis bergabung dalam organisasi KSR PMI Unit 1 IPB dan Staf Pengajar Economics Study Club. Penulis juga ikut serta di berbagai kepanitiaan, salah satunya Forces Expo 2008.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya untuk Allah, Robbul Izzati atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian di Kabupaten Banjarnegara (Periode 1996-2007)”. Kajian tentang pertumbuhan sektor-sektor perekonomian menjadi topik yang menarik karena dapat mengetahui sektor yang memiliki petumbuhan cepat dan berdayasaing sehingga diharapkan dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, khususnya di Kabupaten Banjarnegara. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan skripsi ini, yaitu: 1. Dr. Muhammad Findi Alexandi, M.E. sebagai pembimbing skripsi atas waktu, bimbingan, arahan, berbagai saran dan nasehat dari beliau sehingga proses penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 2. Dr. Sri Mulatsih sebagai penguji utama sidang yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat bermanfaat bagi skripsi ini. 3. Tony Irawan, M. App. Ec. sebagai penguji komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah diberikan sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih baik. 4. Ibu dan ayah penulis, Hartuti dan H.Suwarso atas do’a dan dorongan yang sangat besar dalam proses penyelesaian kuliah dan skripsi, kakak-kakak penulis, Mba Evi, Mas Nurdin, Mas Arif, Mas Heri, Mas Didi dan kakakkakak ipar penulis, Mas Suryadi, Mba Delly, Mba Katri, Mba Ita atas do’a dan motivasinya. 5. Dunung Setyo Pambudi atas motivasi dan bantuannya dalam proses pengambilan data. 6. Teman-teman satu pembimbing skripsi, Dewinta, Eti dan Rininta atas dukungan yang diberikan.
7. Teman-teman di kost White House tercinta, terutama Ulfa, Ida, Evelin, Ana dan Fitri yang sudah memberikan semangat untuk terus maju dan tidak menyerah. 8. Teman-teman penulis, Vivi, Fitri, Ciput, Maryam, Uci, Tias, Lina, Lala, Murti, Wina, Neneh, Icha, Wiji, Mba Nora atas dukungan dan doanya. 9. Rekan-rekan penulis di IE 42 (terima kasih atas kebersamaannya) Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Juli 2009
Diana Wahyuningsih H14052515
i
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL. ........................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vii I.
II.
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
1.1. Latar Belakang .................................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................
3
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................
7
1.4. Manfaat Penelitian ...........................................................................
8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................
8
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 10 2.1. Teori Pembangunan Ekonomi Daerah ............................................. 10 2.2. Otonomi Daerah dan Pembangunan Ekonomi Daerah .................... 12 2.3. Uraian Sektor-Sektor Perekonomian................................................. 16 2.4. Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Analisis Shift Share ................ 24 2.5. Penelitian Terdahulu ......................................................................... 27 2.6. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 30
III.
METODE PENELITIAN ........................................................................ 31 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 31 3.2. Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 31 3.3. Metode Analisis Shift Share .............................................................. 31 3.3.1. Analisis PDRB Kabupaten Banjarnegara dan PDRB Provinsi Jawa Tengah .............................................. 32 3.3.2. Rasio Indikator Kegiatan Ekonomi (Nilai ri, Ri, dan Ra) .. 33 3.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah ....................... 34 3.3.4. Analisis Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian 36 3.4 Definisi Operasional........................................................................... 39
IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN BANJARNEGARA DAN HASIL PEMBAHASAN ............................................................... 41
ii
4.1. Gambaran Umum Kabupaten Banjarnegara .................................... 41 4.1.1. Keadaan Geografi dan Administratif ..................................... 41 4.1.2. Kependudukan...................................................................... 43 4.1.3. Prasarana dan Sarana Daerah ............................................... 45 4.2. Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Periode 1996-2000 .................................. 46 4.2.1. Analisis PDRB Kabupaten Banjarnegara dan PDRB Provinsi Jawa Tengah Periode 1996-2000 .......................... 46 4.2.2. Analisis Rasio PDRB Kabupaten Banjarnegara dan PDRB Provinsi Jawa Tengah (Nilai Ra, Ri, ri) Periode 1996-2000 .......................................................... 51 4.2.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Periode 1996-2000 ............................................................... 53 4.2.4. Profil Pertumbuhan PDRB Kabupaten Banjarnegara dan Pergeseran Bersih Periode 1996-2000 .......................... 57 4.3.Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Banjarnegara dan PDRB Provinsi Jawa Tengah Periode 2001-2007 ........................................................................... 59 4.3.1. Analisis PDRB Kabupaten Banjarnegara dan PDRB Provinsi Jawa Tengah Periode 2001-2007 .......................... 60 4.3.2. Analisis Rasio PDRB Kabupaten Banjarnegara dan PDRB Provinsi Jawa Tengah (Nilai Ra, Ri, ri) Periode 2001-2007 ............................................................................ 64 4.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Periode 2001-2007 ............................................................... 66 4.3.4. Profil Pertumbuhan PDRB Kabupaten Banjarnegara dan Pergeseran Bersih Periode 2001-2007 .......................... 71 4.4. Regulasi Sektor-Sektor Perekonomian di Kabupaten Banjarnegara ............................................................ 76 4.4.1. Regulasi Sektor Pertanian ..................................................... 77 4.4.2. Regulasi Sektor Pertambangan dan Penggalian ................... 82 4.4.3. Regulasi Sektor Industri Pengolahan ................................... 84 4.4.4. Regulasi Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih ........................ 85 4.4.5. Regulasi Sektor Bangunan dan Konstruksi .......................... 86 4.4.6. Regulasi Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ............... 87
iii
4.4.7. Regulasi Sektor Angkutan dan Komunikasi ........................ 87 4.4.8 Regulasi Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan ............................................................. 88 4.4.9 Regulasi Sektor Jasa-Jasa....................................................... 89 V.
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 91 5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 90 5.2 Saran ................................................................................................. 93
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 94 LAMPIRAN ..................................................................................................... 96
iv
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Banjarnegara. .......................... 4
2.
PDRB Kabupaten Banjarnegara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 (Ribuan Rupiah)....................... 5
3.
PDRB Kabupaten Banjarnegara Tahun 2001-2003 Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Ribuan Rupiah) .................................................................. 6
4.
PDRB Kabupaten Banjarnegara Tahun 2004-2007 Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Ribuan Rupiah)........................................................................................ 6
5.
Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Banjarnegara ........... 42
6.
Struktur Penduduk Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Banjarnegara..................................................................... 44
7.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 di Kabupaten Banjarnegara Tahun 1996-2000 (Ribuan Rupiah). ........... 48
8.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 di Jawa Tengah Tahun 1996-2000 (Juta Rupiah) ............................................................. 50
9.
Nilai Ra, Ri dan ri Periode 1996-2000 (Ribuan Rupiah)........................ 52
10.
Nilai Komponen Pertumbuhan Regional (PR) di Kabupaten Banjarnegara Periode 1996-2000 (Ribuan Rupiah) ......... 53
11.
Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) di Kabupaten Banjarnegara Periode 1996-2000 ..................................... 55
12.
Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) di Kabupaten Banjarnegara Periode 1996-2000 (Ribuan Rupiah). ......... 56
13.
Pergeseran Bersih Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Periode 1996-2000 (Ribuan Rupiah) ............. 57
14.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Kabupaten Banjarnegara Tahun 2001-2003 (Ribuan Rupiah) ........... 60
v
15.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Kabupaten Banjarnegara Tahun 2004-2007 (Ribuan Rupiah) ........... 62
16.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Jawa Tengah Tahun 2001-2003 (Juta Rupiah) ................................... 63
17.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Jawa Tengah Tahun 2004-2007 (Juta Rupiah) ................................... 64
18.
Nilai Ra, Ri dan ri Periode 2001-2003 (Ribuan Rupiah)........................ 65
19.
Nilai Ra, Ri dan ri Periode 2004-2007 (Ribuan Rupiah)........................ 66
20.
Nilai Komponen Pertumbuhan Regional (PR) di Kabupaten Banjarnegara Periode 2001-2003 (Ribuan Rupiah) ......... 67
21.
Nilai Komponen Pertumbuhan Regional (PR) di Kabupaten Banjarnegara Periode 2004-2007 (Ribuan Rupiah) ......... 68
22.
Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) di Kabupaten Banjarnegara Periode 2001-2003 ..................................... 69
23.
Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) di Kabupaten Banjarnegara Periode 2004-2007 ..................................... 69
24.
Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) di Kabupaten Banjarnegara Periode 2001-2003 (Ribuan Rupiah). ......... 70
25.
Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) di Kabupaten Banjarnegara Periode 2004-2007 (Ribuan Rupiah). ......... 71
26.
Pergeseran Bersih Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Periode 2001-2003 (Ribuan Rupiah) .............. 72
27.
Pergeseran Bersih Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Periode 2004-2007 (Ribuan Rupiah) ............. 73
28.
Sentra Produksi Kentang di Provinsi Jawa Tengah ................................ 78
29.
Jenis dan Jumlah Bahan Galian Golongan C Kabupaten Banjarnegara . 83
vi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Kronologis Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah ................... 13
2.
Model Analisis Shift Share ..................................................................... 25
3.
Kerangka Pemikiran ................................................................................ 30
4.
Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian .................................. 36
5.
Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Periode 1996-2000 ............................................................ 59
6.
Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Periode 2001-2003 ............................................................ 75
7.
Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Periode 2004-2007 ............................................................ 76
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
PDRB Kabupaten Banjarnegara Tahun 1996-2000 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 (Ribuan Rupiah)......................... 93
2.
PDRB Kabupaten Banjarnegara Tahun 2001-2007 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Ribuan Rupiah) ...................... 94
3.
PDRB Provinsi Jawa Tengah Tahun 1996-2000 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 (Juta Rupiah) ............................ 95
4.
PDRB Provinsi Jawa Tengah Tahun 2001-2007 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah) ............................ 96
5.
Rasio PDRB Kabupatan Banjarnegara dan PDRB Provinsi Jawa Tengah Tahun 1996-2000 ................................................................. 97
6.
Rasio PDRB Kabupatan Banjarnegara dan PDRB Provinsi Jawa Tengah Tahun 2001-2003 Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 (Ra, Ri dan ri).. ..................................................................... 98
7.
Rasio PDRB Kabupatan Banjarnegara dan PDRB Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004-2007 Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 (Ra, Ri dan ri).. ................................................................................... 99
8.
Contoh Perhitungan Rasio PDRB Kabupaten Banjarnegara dan PDRB Provinsi Jawa Tengah (Ra, Ri, dan ri) .......... 100
9.
Contoh Perhitungan Komponen Pertumbuhan Regional (PR) ............ 102
10.
Contoh Perhitungan Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)........ 103
11.
Contoh Perhitungan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW).......................................................................... . 104
12.
Contoh Perhitungan Komponen Pergeseran Bersih (PB) ..................... 105
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Salah satu bagian penting dari pembangunan nasional tersebut adalah pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dimana pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan pembangunan ekonomi daerah yang mencerminkan peningkatan kemampuan produksi riil masyarakat dan dinamika perekonomian suatu daerah. Oleh karena itu, setiap daerah harus memacu pertumbuhan ekonomi dalam rangka meningkatkan atau setidaknya mempertahankan
tingkat
kesejahteraan
masyarakat
sejalan
dengan
laju
pertumbuhan penduduk dan laju inflasi. Pada era Orde Baru kendali pemerintahan dan pembangunan berada di tangan Pemerintah Pusat. Akibat dari penerapan pendekatan terpusat itu, semakin kuatnya ketergantungan daerah kepada Pemerintah Pusat.
Hal ini kemudian
mematikan kemampuan prakarsa dan daya kreatifitas pemerintah dan masyarakat daerah. Beban Pemerintah Pusat yang terus memberat dan semakin kompleksnya masalah yang dihadapi telah menyulitkan dalam membuat kebijakan-kebijakan yang secara tepat dapat merespon dinamika dan tantangan yang dihadapi. Puncaknya adalah kegagalan pemerintah dalam memahami dan mengantisipasi krisis ekonomi dimana nilai Rupiah terjun bebas ke Rp 16.000 per dollar terjadi akhir 1997. Krisis ekonomi tersebut berlanjut dengan krisis politik dan sirnanya
2
kepercayaan kepada pemerintahan Orde Baru, kemudian terbentuklah otonomi dalam pengelolaan daerah. Sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah digantikan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, daerah dituntut untuk bisa lebih mandiri dalam mengelola pembangunan daerahnya. Undang-undang tersebut memberi pemerintah lokal otonomi yang besar atas sebagian besar tugas yang paling langsung memengaruhi kehidupan masyarakat termasuk perencanaan dan pembangunan ekonomi lokal. Oleh karena itu, perlu ditata kembali strategi pengembangan perekonomian daerah yang bertumpu pada potensi sumberdaya lokal. Kabupaten Banjarnegara sebagai salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Tengah memiliki sumber daya alam dengan varian yang beragam dan potensial dikembangkan namun ironisnya Kabupaten Banjarnegara masih tergolong daerah dengan laju ekonomi yang relatif kecil. Di era otonomi daerah ini, diharapkan Kabupaten Banjarnegara mengalami percepatan pembangunan. Berdasarkan hal tersebut, cukup menarik untuk menganalisis pertumbuhan sektorsektor perekonomian dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banjarnegara. Terdapat banyak faktor yang memengaruhi tingkat pertumbuhan di suatu daerah, namun pada penelitian ini hanya fokus pada satu kategori saja yaitu sektor-sektor
perekonomian.
Apakah
pertumbuhan
sektor
perekonomian
sepanjang periode 1996-2007 mengalami peningkatan atau justru melambat. Di samping itu, informasi mengenai perkembangan dari setiap sektor perekonomian
3
sangat dibutuhkan investor untuk menanamkan modalnya dan dibutuhkan Pemerintah Daerah dalam mengevaluasi dan menyusun kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan dan dayasaing sektor-sektor perekonomian agar dapat memberikan kontribusi yang lebih besar lagi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Berangkat dari pemikiran tersebut, penelitian ini akan mencoba mengkaji secara khusus pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Banjarnegara periode 1996-2007 dengan menggunakan analisis shift share.
1.2. Rumusan Masalah Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banjarnegara pada tahun 19951996 mencapai rata-rata 7,23 persen per tahun (Tabel 1). Hasil tersebut merupakan pencapaian yang baik, akan tetapi ternyata tidak mampu bertahan terhadap krisis moneter yang terjadi pada akhir 1997. Dimana laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banjarnegara menurun drastis bahkan mencapai angka minus 4,18 persen pada tahun 1998. Kemudian laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banjarnegara perlahan-lahan mengalami peningkatan sejak tahun 2002. Walaupun pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banjarnegara mengalami peningkatan sejak krisis ekonomi, namun Kabupaten Banjarnegara masih tergolong daerah dengan laju ekonomi kurang berkembang. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata laju pertumbuhan ekonomi yang relatif kecil yakni di bawah 5 persen per tahun.
Keadaan ini membuat Pemerintah Daerah Kabupaten
Banjarnegara memiliki tugas berat dalam membangkitkan perekonomian daerahnya. Hal itu karena selain harus memperbaiki kinerja perekonomian daerah pasca krisis ekonomi, Pemerintah Daerah juga harus beradaptasi dengan
4
pemerintahan transisi dari yang sebelumnya diatur oleh Pemerintah Pusat menjadi diserahkan kepada Pemerintah Daerah yaitu sejak implementasi otonomi daerah tahun 2001. Tabel 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Banjarnegara Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Pertumbuhan Ekonomi (%) 7,15 7,32 0,83 -4,18 0,47 1,10 0,14 1,49 3,43 3,98 4,33 4,32 5,01
Sumber: BPS Kabupaten Banjarnegara, 1995-2007.
Implementasi otonomi daerah berarti membuka kesempatan yang seluasluasnya bagi daerah untuk mengaktualisasikan segala potensi terbaiknya secara optimal. Namun, hal ini baru kesempatan atau peluang, bukan sesuatu yang otomatis terealisasikan. Potensi tersebut bisa berasal dari aspek lokasi ataupun kepemilikan sumberdaya alam. Dengan demikian, setiap daerah memiliki satu atau beberapa keunggulan tertentu relatif terhadap daerah-daerah lainnya (Basri, 2002). Dengan adanya otonomi daerah, segala persoalan kecuali persoalan perspektif keutuhan negara diserahkan kepada Pemerintah Daerah untuk mengidentifikasi, merumuskan, dan memecahkannya. Oleh sebab itu, Pemerintah Kabupaten Banjarnegara diharapkan mampu berbuat banyak dalam program
5
pembangunan daerahnya. Percepatan pembangunan ekonomi dan peningkatan pertumbuhan ekonomi wilayah di era otonomi daerah diharapkan mampu lebih baik karena Pemerintah Daerah memiliki wewenang yang lebih banyak dalam program pembangunan daerah. Tabel 2. PDRB Kabupaten Banjarnegara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 (Juta Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7
8 9
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
1996 358.689,15
1997 362.569,34
1998 377.112,75
1999 345.426,75
2000 343.473,82
4.531,66
4.215,48
4.432,99
4.532,89
4.556,05
144.270,79
141.689,87
125.537,74
124.769,47
124.966,86
2.842,97
2.767,58
3.039,36
3.331,87
3.815,76
61.624,77
49.870,35
47.575,15
46.937,09
47.630,17
116.537,59
113.537,52
108.013,99
104.359,41
104.588,83
29.330,08
37.752,49
36.220,23
41.103,77
38.758,92
38.562,68
38.956,82
30.390,12
36.999,50
38.823,69
111.032,17 867.421,87
123.713,12 875.072,60
105.668,73 837.991,07
134.217,65 841.678,42
144.289,26 850.903,38
Sumber: BPS Kabupaten Banjarnegara, 2000.
Seperti yang kita ketahui bahwa perkembangan ekonomi suatu wilayah sangat tergantung pada pertumbuhan sektor-sektor perekonomian wilayah tersebut yang tercermin dalam PDRB. Pada Tabel 2, pada tahun 1996-1997 terlihat bahwa total PDRB Kabupaten Banjarnegara mengalami peningkatan. Selanjutnya tahun 1998, total PDRB Kabupaten Banjarnegara mengalami penurunan akibat krisis ekonomi. Pada tahun 1999 sampai tahun 2000 terjadi total peningkatan PDRB namun dengan jumlah yang lebih kecil dari masa sebelum krisis. Selanjutnya,
6
berdasarkan
Tabel 3 dan Tabel 4 pada tahun 2001-2007, sektor-sektor
perekonomian di Kabupaten Banjarnegara secara total mengalami kenaikan. Tabel 3. PDRB Kabupaten Banjarnegara Tahun 2001-2003 Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah) No 1
Sektor 2001 Pertanian 823.344,51 Pertambangan dan 2 10.677,18 Penggalian 3 Industri Pengolahan 302.810,94 Listrik, Gas dan Air 4 7.539,42 Bersih 5 Bangunan dan Konstruksi 135.606,55 Perdagangan, Hotel dan 6 275.467,38 Restoran Angkutan dan 7 71.181,01 Komunikasi Keuangan, Persewaan dan 8 94.265,18 Jasa Perusahaan 9 Jasa-Jasa 299.861,91 Total 2.020.754,08 Sumber: BPS Kabupaten Banjarnegara, 2005.
2002 806.839,58
2003 824.643,43
10.835,18
10.958,50
312.675,70
321.321,93
8.266,60
8.612,06
140.055,82
145.206,77
277.026,24
285.008,97
77.137,23
82.077,25
95.782,87
114.497,48
308.597,97 2.037.217,19
318.406,26 2.110.732,66
Tabel 4. PDRB Kabupaten Banjarnegara Tahun 2004-2007 Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah) No 1
Sektor 2004 2005 Pertanian 852.506,69 879.834,48 Pertambangan dan 2 11.379,25 11.901,45 Penggalian 3 Industri Pengolahan 325.862,76 329.889,54 Listrik, Gas dan Air 4 9.455,92 10.298,20 Bersih Bangunan dan 5 140.454,62 147.036,91 Konstruksi Perdagangan, Hotel 6 291.650,61 298.122,99 dan Restoran Angkutan dan 7 88.599,83 92.376,86 Komunikasi Keuangan, 8 Persewaan dan Jasa 123.417,83 123.093,75 Perusahaan 9 Jasa-Jasa 347.835,33 385.063,67 Total 2.191.162,85 2.277.617,86 Sumber: BPS Kabupaten Banjarnegara, 2007.
2006 904.050,75
2007 941.666,77
12.691,78
13.315,41
338.493,74
353.362,69
10.956,50
11.289,21
158.632,72
172.080,22
306.521,12
318.037,76
100.394,82
105.526,17
130.521,42
142.897,83
414.431,74 2.376.694,58
437.610,20 2.495.785,82
7
Selanjutnya
apakah
pertumbuhan
sektor-sektor
perekonomian
di
Kabupaten Banjarnegara periode 1996-2007 menjadi lebih baik, atau jika ternyata pertumbuhan ekonomi wilayahnya tidak lebih baik maka Pemerintah Daerah harus segera mengevaluasi dan memperbaiki kebijakannya. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah sbb: 1. Bagaimana
pertumbuhan
sektor-sektor
perekonomian
di
Kabupaten
Banjarnegara periode 1996-2007? 2. Bagaimana dayasaing sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Banjarnegara periode 1996-2007? 3. Bagaimana
profil
pertumbuhan
dan
pergeseran
bersih
sektor-sektor
perekonomian di Kabupaten Banjarnegara periode 1996-2007? 4. Regulasi apa yang ditetapkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam mendukung
pertumbuhan
sektor-sektor
perekonomian
di
Kabupaten
Banjarnegara?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Banjarnegara periode 1996-2007. 2. Menganalisis
dayasaing
sektor-sektor
perekonomian
di
Kabupaten
Banjarnegara periode 1996-2007. 3. Mengidentifikasi profil pertumbuhan dan pergeseran bersih sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Banjarnegara periode 1996-2007.
8
4. Menganalisis regulasi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam mendukung
pertumbuhan
sektor-sektor
perekonomian
di
Kabupaten
Banjarnegara.
1.4. Manfaat Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan di atas, maka penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi : 1. Pemerintah Kabupaten Banjarnegara Sebagai bahan pertimbangan dalam rangka perencanaan dan penentuan kebijakan pembangunan wilayah di Kabupaten Banjarnegara. 2. Penulis Memperdalam ilmu pengetahuan dan meningkatkan kemampuan analisis yang terkait dengan ekonomi regional. 3. Pembaca Bahan masukan dan informasi bagi mahasiswa untuk penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah pertumbuhan dan dayasaing sektorsektor perekonomian di Kabupaten Banjarnegara periode 1996-2007. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Shift Share karena dengan metode ini dapat diketahui sektor ekonomi mana yang mengalami pertumbuhan yang cepat dan sektor mana yang pertumbuhannya lambat, serta dapat diketahui sektor mana yang berdayasaing dan kurang berdayasaing di Kabupaten Banjarnegara dibandingkan wilayah lainnya di Provinsi Jawa Tengah selama periode waktu
9
analisis. Data yang digunakan dalam analisis Shift Share adalah adalah data sekunder berupa PDRB Jawa Tengah dan PDRB Kabupaten Banjarnegara menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 1993 untuk periode 19962000 dan atas dasar harga konstan tahun 2000 untuk periode 2001-2007. Dalam penelitian ini, sepanjang periode 1996-2007 di bagi dalam tiga periode yaitu periode 1996-2000, periode 2001-2003 dan periode 2004-2007. Alasan pembagian periode ini karena pada analisis shift share, dalam satu periode tidak disarankan untuk menggunakan periode lebih dari lima tahun agar perhitungan data menjadi akurat. Dalam pembahasan, dikelompokkan lagi berdasarkan periode sebelum otonomi daerah (1996-2000) dan sesudah otonomi daerah (2001-2007).
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana Pemerintah Daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya ekonomi yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara Pemerintah Daerah dengan sektor swasta. Tujuannya adalah untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan dan sumberdaya fisik secara lokal /daerah (Arsyad, 2003). Beberapa teori yang dapat menerangkan adanya perbedaan dalam pembangunan ekonomi antardaerah, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Teori Basis Ekonomi Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan terhadap barang dan jasa di luar daerah. Proses produksi di suatu sektor yang menggunakan sumberdaya produksi lokal termasuk tenaga kerja dan bahan baku serta outputnya diekspor akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan perkapita dan penciptaan peluang kerja di daerah tersebut.
11
b. Teori Lokasi Inti
pemikiran
dari
teori
ini
didasarkan
pada
sifat
rasional
pengusaha/perusahaan yang cenderung mencari keuntungan setinggi mungkin dengan biaya serendah mungkin. Oleh karena itu, pengusaha akan memilih lokasi usaha yang memaksimalkan keuntungannya dan meminimalisasi biaya usaha/produksinya, yakni lokasi di dekat bahan baku dan pasar. c. Teori Daya Tarik Industri Ada sejumlah faktor penentu pembangunan industri di suatu daerah yang terdiri dari faktor-faktor daya tarik industri, antara lain produktivitas, industriindustri kaitan, dayasaing dan spesialisasi industri. Arsyad
(2003),
Strategi
pembangunan
ekonomi
daerah
dapat
dikelompokkan menjadi 4 kelompok besar yaitu: 1. Strategi Pengembangan Fisik/ Lokalitas Melalui pengembangan program perbaikan kondisi fisik/lokalitas daerah yang ditujukan untuk kepentingan pembangunan industri dan perdagangan, Pemerintah Daerah akan berpengaruh positif bagi pengembangan dunia usaha daerah. 2.
Strategi Pengembangan Dunia Usaha Pengembangan dunia usaha merupakan komponen penting dalam perencanaan pembangunan ekonomi daerah karena daya tarik, kreasi atau daya tahan kegiatan
dunia
usaha
merupakan
perekonomian daerah yang sehat.
cara
terbaik
untuk
menciptakan
12
3.
Strategi Pengembangan Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia merupakan aspek paling penting dalam proses pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, peningkatan kualitas dan keterampilan sumberdaya manusia adalah suatu keniscayaan.
4.
Strategi Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kegiatan pengembangan masyarakat merupakan kegiatan yang ditujukan untuk mengembangkan suatu kelompok masyarakat tertentu di suatu daerah. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menciptakan manfaat sosial, misalnya melalui penciptaan proyek-proyek padat karya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka atau memperoleh keuntungan dari usahanya.
2.2. Otonomi Daerah dan Pembangunan Ekonomi Daerah Perencanaan pembangunan pada era Orde Baru sangat sentralistis dan kurang membuka peluang bagi daerah untuk melakukan perencanaan yang penuh dengan inisiatif, kreativitas dan inovatif. Berbeda dengan sekarang, sejak pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 (Revisi atas UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah), maka perencanaan pembangunan ekonomi daerah di era otonomi daerah memerlukan strategi dan inovasi-inovasi agar dayasaing dapat lebih diciptakan. Otonomi Daerah adalah suatu instrumen yang digunakan untuk mengoptimalkan sumber daya lokal.
Instrumen tersebut dapat dimanfaatkan
sebesar-besarnya untuk kemajuan masyarakat di daerah terutama dalam menghadapi
tantangan
global,
mendorong
pemberdayaan
masyarakat,
menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peranserta masyarakat, dan
13
mengembangkan demokrasi. Inti pelaksanaan otonomi daerah adalah terdapatnya keleluasaan Pemerintah Daerah (discretionary power) untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa, kreativitas dan peran serta aktif masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan daerahnya (Kaloh, 2002).
UUD 1945 bab VI pasal 18 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 Panpres Nomor 6 Tahun 1959 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Sumber: Kaloh, 2002 dan Anonim, 2008.
Gambar 1. Kronologis Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah Di bidang ekonomi, otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dan di lain pihak terbukanya peluang bagi Pemerintah Daerah mengembangkan kebijakan regional
14
dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Dalam konteks ini, otonomi daerah akan akan memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa Pemerintah Daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerahnya. Dengan demikian, otonomi daerah akan membawa masyarakat ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu (Salam, 2007). Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 38 Tahun 2007, terdapat pembagian wewenang antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah. Kewenangan Pemerintah Pusat mencakup bidang-bidang berskala nasional di bawah ini: Politik luar negeri Pertahanan Keamanan Yustisi Moneter dan Fiskal Agama Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib meliputi: a. pendidikan b. kesehatan c. lingkungan hidup d. pekerjaan umum
15
e. penataan ruang f. perencanaan pembangunan g. perumahan h. kepemudaan dan olahraga i. penanaman modal j. koperasi dan usaha kecil dan menengah k. kependudukan dan catatan sipil l. ketenagakerjaan m. ketahanan pangan n. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak o. keluarga berencana dan keluarga sejahtera p. perhubungan q. komunikasi dan informatika r. pertanahan s. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri t. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian u. pemberdayaan masyarakat dan desa v. sosial w. kebudayaan x. statistik y. kearsipan z. perpustakaan
16
Urusan pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Urusan pilihan meliputi: a. kelautan dan perikanan b. pertanian c. kehutanan d. energi dan sumber daya mineral e. pariwisata f. industri g. perdagangan h. ketransmigrasian Dengan adanya pembagian wewenang tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada masa otonomi daerah peran Pemerintah Daerah dalam pembangunan sektor ekonomi sangat memegang peranan penting.
2.3. Uraian Sektor-Sektor Perekonomian Sektor ekonomi adalah kesatuan dari unit-unit produksi yang dihasilkan oleh suatu wilayah tertentu. Sektor-sektor ekonomi yang ada di Kabupaten Banjarnegara, antara lain : (1) sektor pertanian, (2) sektor pertambangan dan galian, (3) sektor industri pengolahan (4) sektor listrik, gas dan air bersih, (5) sektor bangunan dan konstruksi, (6) sektor perdagangan, hotel dan restoran, (7) sektor angkutan dan komunikasi, (8) sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, (9) sektor jasa-jasa (BPS Kabupaten Banjarnegara, 2007).
17
Uraian sektoral mencakup ruang lingkup dan definisi dari masing-masing sektor dan subsektor perekonomian. Berikut dijelaskan mengenai cakupan sektor perekonomian di Kabupaten Banjarnegara. A. Pertanian Sektor ini terdiri dari lima subsektor yaitu subsektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan dan hasil-hasil lainnya, kehutanan dan perikanan. 1. Tanaman Bahan Makanan Subsektor ini mencakup komoditi tanaman bahan makanan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kacang kedele, sayursayuran, buah-buahan, kentang, kacang hijau, tanaman pangan lainnya, dan hasil-hasil produk lainnya. 2. Tanaman Perkebunan Komoditi yang dicakup disini adalah hasil tanaman perkebunan yang diusahakan seperti kelapa, kelapa deres, kopi, kapuk, teh, tembakau, cengkeh dan sebagainya termasuk produk ikutannya. 3. Peternakan dan Hasil-Hasil Lainnya Subsektor ini mencakup produksi ternak besar, ternak kecil, unggas maupun hasil-hasil ternak, seperti sapi, kerbau, babi, kuda, kambing, domba, telur dan susu segar. Produksi ternak diperkirakan sama dengan jumlah ternak yang dipotong ditambah perubahan stok populasi ternak dan ekspor ternak neto.
18
4. Kehutanan Subsektor kehutanan mencakup kegiatan seperti penebangan kayu dan pengambilan hasil hutan lainnya. Kegiatan penebangan kayu menghasilkan kayu gelondongan, kayu bakar, arang dan bambu. Sedangkan kegiatan pengambilan hasil hutan lainnya berupa kulit kayu, kopal dan sebagainya. 5. Perikanan Komoditi yang dicakup adalah semua hasil kegiatan perikanan umum, kolam, sawah dan karamba. B. Pertambangan dan Penggalian Sektor ini terdiri dari dua subsektor yaitu subsektor pertambangan yang meliputi pertambangan dan subsektor penggalian. C. Industri Pengolahan Sektor ini terdiri dari dua subsektor yaitu industri nonmigas besar dan sedang serta industri kecil kerajinan rumah tangga. 1. Industri Besar dan Sedang Untuk industri besar memiliki batasan 100 orang ke atas, dan industri sedang antara 20-99 orang. 2. Industri Kecil dan Rumah tangga Untuk industri kecil dan rumah tangga memiliki tenaga kerja di bawah 20 orang. D. Listrik, Gas dan Air Bersih Sektor ini mencakup subsektor listrik dan air bersih.
19
1. Listrik Subsektor listrik ini mencakup kegiatan produksi dan distribusi listrik, baik yang diusahakan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN), maupun non PLN. 2. Air Bersih Subsektor yang dicakup dalam kegiatan ini adalah air bersih yang diusahakan oleh Perusahaan Daerah Air Bersih (PDAM). E. Bangunan dan Konstruksi Sektor bangunan dan konstruksi mencakup semua kegiatan pembangunan fisik konstruksi, baik berupa gedung, jalan, jembatan, terminal, pelabuhan, dam, irigasi, jaringan listrik gas, air, telepon dan sebagainya. Pelaksanaan pembangunan dapat dilaksanakan oleh: a. Pemborong/kontraktor domestik Banjarnegara b. Pemborong/kontraktor asing c. Pemborong/kontraktor luar Banjarnegara d. Instansi Pemerintah baik pusat maupun daerah e. Bukan pemborong dan atau oleh perorangan Tetapi pada dasarnya pelaksanaan pembangunan dan konstruksi dapat dikategorikan dalam dua gologan yaitu kontraktor dan bukan kontraktor. Seperti diuraikan di atas, bahwa pelaku pembangunan di bidang konstruksi adalah menganut konsep domestik, yang artinya bahwa kegiatan tersebut yang benar-benar dilakukan di Kabupaten Banjarnegara, dengan tanpa melihat asal kontraktor. Ada kemungkinan kontraktor Kabupaten Banjarnegara yang
20
melakukan kegiatan di luar Banjarnegara, maka dalam hal ini tidak termasuk produk Kabupaten Banjarnegara. F. Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor ini mencakup kegiatan perdagangan, hotel dan restoran. 1. Perdagangan Besar dan Eceran Subsektor ini mencakup besarnya nilai komoditi pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan serta komoditi impor yang diperdagangkan. 2. Hotel Subsektor ini mencakup semua hotel, serta berbagai jenis penginapan lainnya seperti losmen. 3. Restoran/ Rumah Makan Subsektor ini mencakup semua restoran yang ada di Kabupaten Banjarnegara. G. Angkutan dan Komunikasi Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan umum baik untuk barang dan penumpang, termasuk jasa penunjang komunikasi dan jasa komunikasi. 1. Pengangkutan Kegiatan yang dicakup meliputi angkutan jalan raya dan jasa penunjang angkutan. a. Angkutan Jalan Raya Subsektor ini meliputi kegiatan pengangkutan barang dan penumpang yang dilakukan oleh perusahaan angkutan umum, baik bermotor, seperti bis, truk ataupun tidak bermotor, seperti dokar, becak dan sebagainya.
21
b. Jasa Penunjang Angkutan Meliputi kegiatan pemberian jasa dan penyediaan fasilitas yang sifatnya menunjang dan berkaitan dengan kegiatan pengangkutan, seperti terminal dan parkir, ekspedisi, bongkar muat, serta jasa penunjang lainnya. Untuk terminal dan parkiran mencakup kegiatan pemberian pelayanan dan pengaturan lalu lintas kendaraan/armada yang membongkar atau mengisi muatan, baik barang maupun penumpang. 2. Komunikasi Kegiatan yang dicakup adalah jasa pos dan giro, serta telekomunikasi. a. Pos dan Giro Meliputi kegiatan pemberian jasa pos dan giro seperti pengiriman surat, wesel, paket, jasa giro, jasa tabungan dan sebagainya. b. Telekomunikasi Mencakup kegiatan pemberian jasa dalam hal pemakaian hubungan telepon, telegrap, dan teleks. H. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Lainnya Sektor ini meliputi kegiatan bank, asuransi, pegadaian, koperasi simpan pinjam, lembaga keuangan lainnya, persewaan bagunan tempat tinggal, dan jasa perusahaan. 1. Bank Cakupan subsektor bank selain kegiatan perbankan juga termasuk kegiatan Badan Perkeditan Rakyat (BPR) yang berusaha di wilayah Kabupaten Banjarnegara.
22
2. Lembaga Keuangan Bukan Bank dan Jasa Penunjang Subsektor ini melakukan kegiatan di luar kegiatan bank, yang artinya bahwa hanya terbatas pada mengumpulkan dana dan menyalurkan kembali dalam bentuk pinjaman. Kegiatan yang dicakup meliputi asuransi, koperasi simpan pinjam dan lembaga keuangan lainnya. 3. Sewa Bangunan Mencakup semua kegiatan jasa atas penggunaan rumah/bangunan sebagai tempat tinggal oleh rumah tangga tanpa memperhatikan apakah rumah itu milik sendiri atau rumah yang disewa. 4. Jasa Perusahaan Kegiatan
jasa
perusahaan
yang
dicakup
meliputi
advokat,
notaris,
akuntan/pembukuan, konsultan, periklanan, persewaan alat pesta dan jasa perusahaan lainnya. I.
Sektor Jasa-Jasa Kegiatan sektor jasa meliputi pemerintahan dan hankam dan jasa swasta,
sedangkan jasa swasta meliputi jasa sosial kemasyarakatan, jasa hiburan dan kebudayan serta jasa perorangan dan rumah tangga. 1. Pemerintahan dan Hankam Subsektor jasa pemerintahan dan hakam terhadap PDRB terdiri dari upah dan gaji rutin pegawai Pemerintahan Pusat dan Daerah, sipil dan TNI, serta perkiraan komponen upah dari belanja pembangunan.
23
2. Jasa Swasta Subsektor jasa swasta mencakup seluruh kegiatan ekonomi jasa-jasa yang dikelola oleh swasta, sedangkan yang dikelola pemerintah sudah tercakup di subsektor pemerintahan dan hankam. Adapun kegiatan yang dicakup subsektor jasa swasta adalah jasa sosial kemasyarakatan, hiburan dan rekreasi serta jasa perorangan dan rumah tangga. a. Jasa Sosial Kemasyarakatan Mencakup jasa pendidikan, jasa kesehatan serta jasa kemasyarakatan lainnya seperti jasa palang merah, panti asuhan, panti wreda, yayasan pemeliharaan anak cacat, rumah ibadah dan sebagainya, terbatas yang dikelola oleh pemerintah sudah termasuk dalam subsektor pemerintahan. Jasa Pendidikan Mencakup jumlah murid sekolah swasta menurut jenjang pendidikan, data output per murid dan rasio nilai tambah serta IHK kelompok aneka barang dan jasa. Jasa Kesehatan Mencakup jasa rumah sakit, dokter praktek dan jasa kesehatan lainnya yang dikelola oleh swasta. Jasa Sosial dan Kemasyarakatan Lainnya Dari hasil survey khusus terhadap panti asuhan dan panti wredha, diperoleh rata-rata output per anak yang diasuh dan rata-rata orang tua yang dilayani bersumber pada Dinas Sosial dan Data Penunjang Regional Income yang dihasilkan dari data yang didapat oleh para koordinator
24
statistik kecamatan di tiap-tiap kecamatan sekabupaten Banjarnegara, diperoleh perkiraan output. Jasa Hiburan dan Kebudayaan Subsektor ini mencakup kegiatan studio radio swasta, panggung atau taman hiburan, obyek wisata dan jasa hiburan lainnya. Jasa Perorangan dan Rumah Tangga Subsektor ini mencakup jasa perbengkelan, reparasi, jasa perorangan dan pembantu rumah tangga.
2.4. Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Analisis Shift Share Analisis Shift Share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis
perubahan
struktur
ekonomi
daerah
dibandingkan
dengan
perekonomian nasional. Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkan dengan daerah yang lebih besar (regional atau nasional). Secara umum, analisis ini memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 komponen yaitu (Budiharsono dalam Priyarsono, Sahara, dan Firdaus, 2007): a. Komponen Pertumbuhan Regional (PR), yaitu perubahan produksi/kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi/kesempatan kerja regional, perubahan kebijakan ekonomi regional atau perubahan dalam hal-hal yang memengaruhi perekonomian sektoral dan wilayah. b. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP), yaitu perbedaan sektor dalam hal permintaan produk akhir, ketersediaan bahan mentah, kebijakan industri pengolahan dan struktur serta keseragaman pasar.
25
c. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW), yaitu perubahan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah terhadap wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya ditentukan
oleh
keunggulan
komparatif,
akses
ke
pasar,
dukungan
kelembagaan, prasarana sosial ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut. Hubungan antara ketiga komponen tersebut selengkapnya disajikan pada Gambar 2. Berdasarkan ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut dapat ditentukan dan diidentifikasikan perkembangan suatu sektor ekonomi pada suatu wilayah. Apabila PP + PPW > 0 maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan sektor ke i di wilayah ke j termasuk ke dalam kelompok progesif (maju). Sementara itu, PP + PPW < 0 menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor ke i pada wilayah ke j tergolong pertumbuhannya lambat.
Komponen Kompon Pertumbuhan Pertumbuhan Regional Maju PP+PPW≥0 Wilayah ke-j sektor ke-i
Wilayah kej sektor ke-i Lambat PP+PPW<0
Komponen Pertumbuhan Proporsional
Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah
Sumber: Budiharsono dalam Priyarsono, dkk. (2007)
Gambar 2. Model Analisis Shift Share
26
Terdapat 6 (enam) langkah dalam analisis Shift Share, yaitu: a.
Menentukan wilayah yang akan dianalisis.
b.
Menentukan indikator kegiatan ekonomi.
c.
Menentukan sektor ekonomi yang akan dianalisis.
d.
Menghitung perubahan indikator kegiatan ekonomi.
e.
Menghitung rasio indikator kegiatan ekonomi.
f.
Menghitung komponen pertumbuhan wilayah. Analisis Shift Share memiliki banyak kegunaan, diantaranya adalah untuk melihat hal-hal berikut: a.
Perkembangan sektor perekonomian di suatu wilayah terhadap perkembangan ekonomi wilayah yang lebih luas.
b.
Perkembangan sektor-sektor perekonomian jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya.
c.
Perkembangan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya sehingga dapat membandingkan besarnya aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan pertumbuhan antar wilayah.
d.
Perbandingan laju sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah dengan laju pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya. Kemampuan analisis Shift Share dalam memberikan informasi mengenai
pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah tidaklah terlepas dari kelemahan-kelemahan. Kelemahan-kelemahan dalam analisis Shift Share adalah: a. Persamaan Shift Share hanyalah identy equation dan tidak memiliki implikasiimplikasi keperilakuan.
27
b. Komponen pertumbuhan nasional secara implisit mengemukakan bahwa laju pertumbuhan suatu wilayah hanya disebabkan oleh kebijakan nasional tanpa memperhatikan sebab-sebab laju pertumbuhan yang bersumber dari wilayah tersebut. c. Kedua komponen pertumbuhan wilayah yaitu Pertumbuhan Proporsional (PP) dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) mengasumsikan bahwa perubahan penawaran dan permintaan, teknologi dan lokasi diasumsikan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan wilayah. Di samping itu, analisis Shift Share juga mengasumsikan bahwa semua barang dijual secara nasional, padahal tidak semua demikian.
2.5. Penelitian Terdahulu Restuningsih (2003) menganalisis tentang pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di Provinsi DKI Jakarta sebelum dan masa krisis ekonomi, dengan menggunakan analisis Shift Share. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada krisis ekonomi, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta dan nasional mengalami penurunan.
Jika ditinjau secara sektoral, sektor bangunan dan konstruksi
merupakan sektor ekonomi yang mengalami kontraksi terbesar dan sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor ekonomi yang mengalami kontraksi terkecil baik pada Provinsi DKI Jakarta maupun pada perekonomian nasional.
Krisis ekonomi menyebabkan sebagian besar sektor ekonomi di
Provinsi DKI Jakarta tidak dapat bersaing dengan baik, yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan dan konstruksi dan sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor yang dapat bersaing adalah
28
sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Wahyuni (2007) menggunakan analisis Shift Share dalam menganalisis pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di Kota Tangerang periode 2001-2005. Pada kurun waktu tersebut, terdapat enam sektor yang memiliki pertumbuhan yang progresif yaitu sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sektor angkutan dan komunikasi, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan dan konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa. Sektor-sektor perekonomian Kota Tangerang secara umum di dukung oleh dayasaing wilayah yang baik yaitu sektor-sektor perekonomian tersebut memiliki nilai komponen pertumbuhan pangsa wilayah yang positif. Dengan total nilai pergeseran bersih yang positif, ini berarti bahwa pada tahun 2001-2005, Kota Tangerang termasuk kota yang mengalami laju pertumbuhan yang progresif. Putra
(2004)
menganalisis
tentang
pertumbuhan
sektor-sektor
perekonomian di Kota Jambi periode 1994-2002 dengan menggunakan alat analisis Shift Share. Hasil penelitian menujukkan bahwa pada kurun waktu 19941996, sektor industri pengolahan merupakan sektor yang memiliki laju pertumbuhan paling cepat, sedangkan sektor yang laju pertumbuhannya paling lambat adalah sektor jasa-jasa. Dilihat dari dayasaing, sektor pertambangan merupakan sektor yang memiliki dayasaing paling baik bila dibandingkan dengan kabupaten lain, sedangkan sektor yang tidak mampu bersaing dengan kabupaten lain adalah sektor industri pengolahan. Pada tahun 1997-1999, sektor yang memiliki laju pertumbuhan paling cepat adalah sektor pertambangan. Sedangkan
29
sektor yang memilki laju pertumbuhan paling lambat adalah sektor bangunan dan konstruksi. Pada masa otonomi daerah tahun 2000-2002, seluruh sektor-sektor ekonomi Kota Jambi memiliki pertumbuhan yang lambat dan kalah bersaing dengan kabupaten lain di Provinsi Jambi. Pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang lambat pada masa otonomi daerah bukan berarti kebijakan otonomi daerah tidak efektif, tetapi karena dalam penelitian tersebut kurun waktu yang digunakan hanya dua tahun yaitu 2000 sampai 2002, sehingga belum terlihat dengan jelas perubahan struktur perekonomian yang ada di Kota Jambi. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, analisis Shift Share dapat digunakan untuk menganalisis sektor-sektor perekonomian dari wilayah kabupaten/kota sampai tingkat nasional dengan melakukan perbandingan laju pertumbuhan. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena menggunakan periode 1996-2007 sebagai kurun waktu analisis serta dilakukan di tempat penelitian yang berbeda yaitu Kabupaten Banjarnegara.
30
2.6. Kerangka Pemikiran
Kondisi Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Periode 1996-2007
Sektor-Sektor Perekonomian
Analisis Shift-Share
Pertumbuhan SektorSektor Perekonomian
Cepat
Lambat
Dayasaing SektorSektor Perekonomian
Mampu
Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan Regulasi Pemerintah Pusat dan Daerah Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan
Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran
Tidak Mampu
31
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2009. Kabupaten Banjarnegara dipilih menjadi lokasi penelitian dengan pertimbangan sebagai berikut: (1) Kabupaten Banjarnegara memiliki sumberdaya alam yang beraneka ragam dan potensial untuk dikembangkan.
Namun, ironisnya sejak
krisis ekonomi tahun 1998, Kabupaten Banjarnegara memiliki rata-rata laju ekonomi yang relatif kecil yaitu di bawah 5 persen per tahun. Untuk itu, di era otonomi daerah diharapkan Kabupaten Banjarnegara mengalami percepatan pembangunan melalui pertumbuhan sektor-sektor perekonomian (2) Belum adanya penelitian tentang analisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Banjarnegara periode 1996-2007.
3.2. Jenis dan Sumber Data Pada penelitian ini, data yang digunakan sebagai bahan analisis adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara serta instansi terkait lainnya. Data pendukung diperoleh dari internet. Data yang dibutuhkan yaitu data PDRB Kabupaten Banjarnegara dan data PDRB Provinsi Jawa Tengah tahun 1996-2007 serta data pendukung lainnya.
3.3. Metode Analisis Shift Share Analisis shift share merupakan metode yang dapat diterapkan untuk menganalisis struktur perekonomian di suatu wilayah. Analisis tersebut dapat
32
mengidentifikasi pertumbuhan sektor-sektor perekonomian beserta dayasaing masing-masing sektor perekonomian di suatu daerah pada dua titik waktu yang diinginkan.
Hasil analisis dapat menunjukkan perkembangan suatu sektor di
suatu wilayah jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya, apakah berkembang dengan cepat atau lambat.
3.3.1. Analisis PDRB Kabupaten Banjarnegara dan PDRB Provinsi Jawa Tengah Misalkan
dalam
suatu
wilayah
terdapat
m
wilayah/daerah
kabupaten/kecamatan (j=1,2,3,4…,m) dan n sektor ekonomi (i=1,2,3,4,…,n), maka perubahan dalam PDRB dapat dinyatakan sebagai berikut : ΔYij= PRij+PPij+PPWij...............................................................(1) dimana, ΔYij = perubahan dalam PDRB kota/ kabupaten sektor i pada wilayah ke-j. PRij = persentase perubahan PDRB kota/kabupaten yang disebabkan komponen pertumbuhan regional. PPij = persentase perubahan PDRB kota/kabupaten yang disebabkan komponen pertumbuhan proporsional. PPWij = persentase perubahan PDRB kota/kabupaten yang disebabkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah. Untuk memperoleh nilai PR, PP, PPW ada beberapa rumusan yang harus dipenuhi yang dapat dijelaskan berikut ini. PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis Yi = ∑ Yij
33
dimana, Yi = PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis, Yij = PDRB kota/kabupaten sektor i dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis. PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis Y’i = ∑ Y’ij dimana, Yi = PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis, Yij = PDRB kota/kabupaten sektor i dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis. Sedangkan total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis, dirumuskan berikut ini. Total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis Y..= ∑ ∑Yij dimana, Yi
= Total PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis,
Yij = PDRB kota/kabupaten sektor i dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis. Total PDRB provinsi pada tahun akhir analisis : Y’..= ∑ ∑Y’ij dimana, Yi = Total PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis, Yij = PDRB kota/kabupaten sektor i dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis.
3.3.2. Rasio Indikator Kegiatan Ekonomi (Nilai Ra, Ri dan ri) Nilai Ra, Ri dan ri digunakan untuk mengidentifikasi perubahan PDRB dari sektor i di wilayah ke j pada tahun dasar analisis. Menghitung nilai Ra, Ri
34
dan ri menggunakan nilai PDRB yang terjadi pada dua titik waktu, yaitu tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis. 𝑅𝑎 =
𝑌 ′ …−𝑌… 𝑌…
dimana: Ra = Rasio indikator kegiatan ekonomi (regional) Y’..= Total PDRB provinsi pada tahun akhir analisis. Y.. = Total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis Ri =
𝑌′𝑖 − 𝑌′ 𝑌𝑖
dimana: Ri
= Rasio indikator kegiatan ekonomi (regional) dari sektor i
Y’i.. = PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis. Yi. .= PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis ri =
𝑌′ 𝑖𝑗 − 𝑌′ 𝑖𝑗 𝑌𝑖𝑗
dimana: ri
= Rasio indikator kegiatan ekonomi sektor i pada wilayah j
Y’ij.. = PDRB kota/kabupaten sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis. Yij... = PDRB kota/kabupaten sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis.
3.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Nilai komponen PR, PP, dan PPW didapat dari perhitungan nilai Ra, Ri, dan ri. Dari ketiga komponen tersebut apabila dijumlahkan akan didapat nilai perubahan PDRB.
35
Komponen Pertumbuhan Regional (PR) Komponen pertumbuhan regional dapat dirumuskan sebagai berikut : PRij = (Ra) Yij...................................................................................(2) dimana: PRij = komponen pertumbuhan regional sektor i pada wilayah ke j. Yij
= PDRB kota/kabupaten sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis.
(Ra) = Persentase perubahan PDRB kota/kabupaten yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan regional. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) Komponen pertumbuhan proporsional dapat dirumuskan sebagai berikut : PPij = (Ri-Ra) Yij.........................................................................(3) dimana: PPij
= komponen pertumbuhan proporsional sektor i pada wilayah ke j.
Yij
= PDRB kota/kabupaten sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis.
(Ri-Ra) = Persentase perubahan PDRB kota/kabupaten yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan proporsional. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) Komponen pertumbuhan pangsa wilayah dapat dirumuskan sebagai berikut : PPWij = (ri-Ri) Yij......................................................................(4) dimana: PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada wilayah ke j.
36
Yij
= PDRB kota/kabupaten sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis.
(ri-Ri)
= Persentase perubahan PDRB kota/kabupaten yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan pangsa wilayah.
3.3.4. Analisis Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian disajikan pada gambar berikut:
Gambar 4. Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian a) Kuadran 1 menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan yang cepat dan mampu bersaing dengan sektor perekonomian dari wilayah lain dimana wilayah yang bersangkutan merupakan wilayah yang progresif (maju).
37
b) Kuadran II menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan yang cepat tetapi tidak mampu bersaing dengan sektor perekonomian dari wilayah lain. c) Kuadran III menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan yang lambat dan tidak mampu bersaing dengan sektor perekonomian dari wilayah lain. d) Kuadran IV menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan yang lambat tetapi sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor perekonomian dari wilayah lain. e) Pada kuadran II dan IV terdapat garis diagonal yang memotong kedua kuadran tersebut. Bagian atas garis diagonal mengindikasikan bahwa suatu wilayah merupakan wilayah yang progresif, sedangkan dibawah garis berarti suatu wilayah merupakan wilayah yang pertumbuhannya lambat. Berdasarkan nilai persen PP.j dan PPW.j maka dapat diidentifikasi pertumbuhan suatu sektor atau suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Kedua komponen tersebut (PP.j dan PPW.j) apabila dijumlahkan akan didapat nilai pergeseran bersih (PB.j) yang mengidentifikasikan pertumbuhan suatu wilayah. PB.j dapat dirumuskan sebagai berikut: PB.j = PP.j + PPW.j Adapun, PP.j
= PP1j + PP2j + PP3j + ...+ PPnj
PPW.j = PPW1j + PPW2j + PPW3j+...+ PPWnj PB.j
= pergeseran bersih wilayah ke j
38
PP.j
= komponen pertumbuhan proporsional dari seluruh sektor untuk wilayah ke-j
PPW.j = komponen pertumbuhan pangsa wilayah dari seluruh sektor untuk wilayah ke-j Pergeseran bersih sektor i pada wilayah ke j dapat dirumuskan sebagai berikut : PBij
= PPij + PPWij,
dimana: PBij
= pergeseran bersih sektor i pada wilayah ke j
PPij
= komponen pertumbuhan proporsional sektor i pada wilayah ke j
PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada wilayah ke j Persentase perubahan PDRB, PR.j, PP.j, dan PB.j akan mengidentifikasi pemerataan suatu sektor atau suatu wilayah dalam hal pertumbuhan. Adapun rumusannya adalah sebagai berikut : % ∆ PDRB. j =
(PDRB tahun terakhir − PDRB tahun dasar) ∗ 100% PDRB tahun dasar % PR . j =
PR. j ∗ 100% PDRB tahun dasar
% PP . j =
PP. j ∗ 100% PDRB tahun dasar
% PPW . j = % PB . j =
PPW. j ∗ 100% PDRB tahun dasar PB. j ∗ 100% PDRB tahun dasar
Apabila PBij > 0 maka pertumbuhan sektor i pada wilayah ke j termasuk ke dalam kelompok progresif (maju). Sedangkan apabila PBij < 0, maka pertumbuhan sektor i pada wilayah ke j termasuk dalam pertumbuhan lambat.
39
Analisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dengan analisis Shift Share dapat dipermudah dengan menggunakan software komputer, program Microsoft Excel. Hasil perhitungan tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengidentifikasi atau menganalisa pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Banjarnegara periode 1996-2007. 3.4. Definisi Operasional Definisi operasional dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) serta tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis adalah sebagai berikut: a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB pada tingkat regional (provinsi/kabupaten/kota) menggambarkan kemampuan suatu wilayah untuk menciptakan output (nilai tambah) pada waktu tertentu. PDRB dibentuk melalui berbagai sektor ekonomi yang mencakup sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih; bangunan dan konstruksi; perdagangan, hotel dan restoran; angkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; jasa-jasa. PDRB telah menjadi bagian yang sangat penting dalam ekonomi makro khususnya dalam upaya mengembangkan analisis tentang perekonomian suatu wilayah. Perhitungan PDRB menggunakan dua macam harga yaitu PDRB atas harga berlaku dan PDRB atas harga konstan. Pada penyajian atas dasar harga berlaku, semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga yang berlaku pada masing-masing tahunnya, baik pada saat menilai produksi dan biaya antara maupun pada penilaian komponen nilai tambah dan komponen pengeluaran PDRB. Sedangkan pada penyajian atas dasar harga konstan, semua agregat
40
pendapatan dinilai atas dasar harga tetapi yang terjadi pada tahun dasar (BPS, 2000). PDRB yang akan dianalisis adalah PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 1993 untuk periode 1996-2000 dan PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000 untuk periode 2001-2007. Data-data PDRB yang dibutuhkan adalah PDRB Kabupaten Banjarnegara dan PDRB Provinsi Jawa Tengah periode 1996-2007. b. Tahun Dasar Analisis dan Tahun Akhir Analisis Tahun dasar analisis merupakan tahun dasar yang dijadikan patokan untuk menganalisis atau tahun yang dijadikan sebagai titik awal untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian. Sedangkan tahun akhir analisis merupakan tahun yang dijadikan sebagai akhir waktu analisis.
41
IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN BANJARNEGARA DAN HASIL PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Kabupaten Banjarnegara Gambaran umum Kabupaten Banjarnegara meliputi keadaan geografi dan administratif, kependudukan, prasarana dan sarana daerah.
4.1.1. Keadaan Geografi dan Administratif Kabupaten Banjarnegara termasuk wilayah Provinsi Jawa Tengah bagian barat, membujur dari barat ke timur. Kabupaten Banjarnegara terletak diantara 7° 12' - 7° 31' Lintang Selatan dan 109°20'10" -109°45'50" Bujur Timur. Kabupaten Banjarnegara berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan dan Batang di sebelah utara, Kabupaten Wonosobo di sebelah timur, Kabupaten Banyumas dan Purbalingga di sebelah barat dan Kabupaten Kebumen di sebelah selatan. Topografi Kabupaten Banjarnegara sebagian besar (65 persen lebih) berada di ketinggian antara 100 sampai dengan 1000 meter dari permukaan laut. Secara rinci pembagian wilayah berdasarkan topografi, dapat dilihat pada tabel di bawah ini. a. Kurang dari 100 m dari permukaan air laut, meliputi luas 9,82 persen dari seluruh luas wilayah Kabupaten Banjarnegara, meliputi Kecamatan Susukan dan Purwareja Klampok, Mandiraja, Purwanegara dan Bawang. b. Antara 100 - 500 m dari permukaan air laut, meliputi luas 37,04 persen dari seluruh
luas
Wilayah
Kabupaten
Banjarnegara,
meliputi
Kecamatan
42
Punggelan, Wanadadi, Rakit, Madukara, sebagian Susukan, Mandiraja, Purwanegara, Bawang, Pagedongan, Banjarmangu dan Banjarnegara. c. Antara 500 - 1.000 m dari permukaan air laut, meliputi luas 28,74 persen dari seluruh luas wilayah Kabupaten Banjarnegara, meliputi Kecamatan Sigaluh, sebagian Banjarnegara, Pagedongan dan Banjarmangu. d. Lebih dari 1.000 m dari permukaan air laut, meliputi luas 24,40 persen dari seluruh wilayah Kabupaten Banjarnegara meliputi Kecamatan Pejawaran, Batur, Wanayasa, Kalibening, pandanarum, Karangkobar dan Pagentan. Tabel 5. Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Banjarnegara No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kecamatan Susukan Purworejo Klampok Mandiraja Purwonegoro Bawang Banjarnegara Pagedongan Sigaluh Madukara Banjarmangu Wanadadi Rakit Punggelan Karangkobar Pagentan Pejawaran Batur Wanayasa Kalibening Pandanarum
Luas (Ha) 5.265,67 2.186,67 5.261,58 7.386,53 5.520,64 2.624,20 8.055,24 3.955,95 4.820,15 4.535,61 2.827,41 3.244,62 10.284,01 3.906,94 4.618,98 5.224,97 4.717,10 8.201,13 8.377,56 5.856,05
Persentase (%) 4,923 2,044 4,919 6,905 5,161 2,453 7,530 3,698 4,506 4,334 2,643 3,033 9,614 3,652 4,318 4,884 4,410 7,667 7,832 5,474
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara, 2007.
Luas wilayah Kabupaten Banjarnegara adalah 106.970,997 ha atau 3,10 persen dari luas seluruh wilayah Provinsi Jawa Tengah, terdiri dari 20 kecamatan, secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5.
43
Wilayah kabupaten Banjarnegara memiliki iklim tropis, dengan curah hujan rata-rata 3.000 mm/tahun, serta suhu rata-rata 20°-26° C. Lebih dari separuh wilayah kabupaten ini merupakan pegunungan. Secara umum Kabupaten Banjarnegara dapat dibagi menjadi 3 zona, yaitu zona utara, zona tengah dan zona selatan. Zona utara merupakan wilayah pegunungan yang lebih di kenal dengan pegunungan Kendeng Utara, rona alamnya bergunung berbukit, bergelombang dan curam. Potensi utamanya adalah sayur mayur, kentang, kobis, jamur, teh, jagung, kayu, getah pinus, sapi kereman, kambing dan domba. Potensi lainnya adalah pariwisata dan tenaga listrik panas bumi di dataran tinggi Dieng.
Zona tengah merupakan dataran lembah sungai Serayu, rona alamnya relatif datar dan subur. Potensi utamanya adalah padi, palawija, buah-buahan, ikan, home industri pengolahan, PLTA Mrica, keramik dan anyam-anyaman bambu. Sedangkan zona selatan merupakan pegunungan kapur dengan nama pegunungan Serayu Selatan, rona alamnya bergunung, bergelombang dan curam. Potensi utamanya adalah ketela pohon, gula kelapa, bambu, getah pinus, damar dan bahan mineral meliputi marmer, pasir kwarsa, feld spart, asbes, andesit, pasir dan kerikil serta buah-buahan seperti duku, manggis, durian, rambutan, pisang dan jambu.
4.1.2. Kependudukan Rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk di Kabupaten Banjarnegara pada kurun waktu 1996 sampai dengan 2001 adalah sebesar 1,21. Namun, besarnya
44
pertumbuhan penduduk dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2007 secara umum mengalami penurunan yaitu hanya sebesar 0,73. Jumlah penduduk Kabupaten Banjarnegara pada akhir tahun 2007 tercatat sebanyak 910.513 jiwa, yang terdiri atas 454.986 laki-laki dan 455.527 perempuan. Laju pertumbuhan penduduk ratarata 0,8 persen /tahun. Jumlah angkatan kerja tercatat 421.761 orang atau 47,02 persen terhadap jumlah penduduk. Angka ketergantungan pada tahun 2005 adalah 64. Ini berarti setiap 100 jiwa penduduk usia produktif menanggung penduduk tidak produktif sebesar 64 penduduk usia nonproduktif. Tabel 6. Struktur Penduduk Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Banjarnegara Tahun 2005 No
Lapangan Usaha Utama
1
Pertanian
2
Pertambangan dan Penggalian
3
Industri pengolahan
4
Listrik, Gas dan Air bersih
5
Jumlah
Persen (%)
212.579
50,40
2.849
0,67
43.348
10,28
1.348
0,32
Bangunan
38.477
9,12
6
Perdagangan, Hotel dan Restoran
71.188
16,88
7
Angkutan dan Komunikasi
15.440
3,66
8
Keuangan, Persewaan dan Jasa
2.244
0,53
34.288
8,13
421.761
100
Perusahaan 9
Jasa-Jasa Jumlah
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara, 2005.
Angkatan kerja yang ada di Banjarnegara terdistribusi pada berbagai lapangan kerja, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan besarnya tenaga kerja yang bekerja pada tiap sektor lapangan usaha, sektor pertanian menyerap tenaga kerja terbanyak yaitu sebesar 50,40 persen. Hal ini berarti
45
bahwa sebagian besar penduduk di Kabupaten Banjarnegara menggantungkan hidupnya di sektor pertanian.
4.1.3. Prasarana dan Sarana Daerah Prasarana dan sarana daerah Kabupaten Banjarnegara meliputi: prasarana jalan, sarana angkutan dan komunikasi, prasarana pengairan, dan prasarana komunikasi. Prasarana Jalan Berdasarkan status kepemilikan jalan, jalan di Kabupaten Banjarnegara dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Jalan negara , dimana yang berkewajiban membina dan memeliharanya adalah Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum. Di Kabupaten Banjarnegara, panjang jalan negara sebesar 57,673 km dengan kondisi baik sepanjang 12,470 km dan kondisi sedang 45,203 km. b. Jalan provinsi, dimana yang berkewajiban memeliharanya adalah Pemerintah Provinsi. Di Kabupaten Banjarnegara, panjang jalan provinsi sebesar 84,49 km dengan kondisi baik sepanjang 25,200 km, kondisi sedang 59,290 km. c. Jalan kabupaten, dimana yang berkewajiban memeliharanya adalah Pemerintah Kabupaten. Di Kabupaten Banjarnegara, panjang jalan kabupaten sebesar 834,690 km dengan kondisi baik sepanjang 602,740 km, kondisi sedang 48,660 km , kondisi rusak 100,750 km dan kondisi rusak berat 82,540 km.
46
Sarana Angkutan Operasi angkutan yang ada hingga kini telah menjangkau hampir sampai kepelosok desa. Di masa mendatang diharapkan jalur-jalur trayek akan bertambah, sehingga mempercepat pemerataan pembangunan. Prasarana Pengairan Jaringan pengairan yang ada terdiri dari pengairan teknis dan nonteknis dengan kondisi sebagai berikut: a. Jaringan irigasi primer sepanjang 131,142 m b. Jaringan irigasi sekunder sepanjang 311.174 m c. Jaringan irigasi pedesaan, tersebar di seluruh kecamatan Komunikasi
Komunikasi pada saat ini merupakan kebutuhan pokok. Dari data yang ada, tercatat di Kabupaten Banjarnegara telah terlayani telepon manual 6361 SST, sedangkan yang lain menggunakan telepon seluler (nir kabel).
4.2. Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Periode 1996-2000 Pertumbuhan sektor-sektor perekonomian periode 1996-2000 dapat dijelaskan dengan analisis perubahan PDRB dan analisis shift-share. Penjelasan sektoral pada kurun waktu ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
4.2.1. Analisis PDRB Kabupaten Banjarnegara dan PDRB Provinsi Jawa Tengah Periode 1996-2000 Perkembangan perekonomian di suatu daerah dapat dilihat dari indeks perkembangan PDRB di daerah tersebut.
Di Kabupaten Banjarnegara pada
47
periode 1996-2000 rata-rata pertumbuhan ekonomi daerah secara riil hanya sebesar 1,11 persen (Tabel 1). Pertumbuhan ekonomi ini tidak terlepas dari pertumbuhan yang ada pada masing-masing sektor perekonomian. Pada kurun waktu tersebut yaitu pada akhir 1997 terjadi krisis ekonomi yang mengakibatkan terpuruknya perekonomian Indonesia. Dampak krisis tersebut berimbas pula pada perekonomian di daerah-daerah termasuk Kabupaten Banjarnegara. Dalam kurun waktu empat tahun tersebut, beberapa sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Banjarnegara memiliki pertumbuhan yang negatif. Berdasarkan Tabel 7, menunjukkan bahwa pada kurun waktu 1996-2000, sektor yang memiliki tingkat pertumbuhan terbesar adalah sektor listrik, gas dan air bersih, yaitu sebesar 34,22 persen. Walaupun sektor listrik, gas dan air bersih mengalami tingkat pertumbuhan PDRB yang tinggi, namun tidak cukup mendukung pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banjarnegara karena kontribusi terhadap total PDRB sangat kecil. Relatif tingginya pertumbuhan sektor ini disebabkan naiknya pemakaian energi listrik akibat tambahan pemasangan baru yang pertumbuhannya lebih besar dibanding semasa krisis sampai tahun 1999, dimana pada masa itu pemasangan listrik baru mengalami hambatan karena keterbatasan bahan material untuk pemasangan ke konsumen-konsumen. Sedangkan sesudah tahun 1999 pemasangan baru mulai dibuka lagi dengan daya yang lebih besar. Selain itu, meningkatnya jumlah penduduk dan faktor kebutuhan utama pula yang menyebabkan sektor ini masih mengalami pertumbuhan positif. Sektor yang memiliki pertumbuhan terbesar kedua adalah sektor angkutan dan komunikasi. Sektor angkutan dan komunikasi mengalami kenaikan sebesar
48
32,15 persen, hal ini akibat meningkatnya kegiatan angkutan pada tahun 1999 yang sempat terpuruk akibat melonjaknya harga-harga suku cadang kendaraan yang sebagian besar merupakan barang impor. Urutan pertumbuhan terbesar selanjutnya diduduki oleh sektor jasa-jasa yaitu sebesar 29,95 persen. Kenaikan sektor jasa yang cukup berarti terjadi pada tahun 1999, dimana subsektor jasa pemerintahan sebagai salah satu subsektor pada sektor jasa mengalami kenaikan karena adanya pegawai pusat yang struktur gajinya masuk ke anggaran pemerintah daerah sehubungan dengan persiapan otonomi daerah. Disamping itu, kenaikan subsektor jasa perorangan yang mulai meningkat sehubungan mulai pulihnya kegiatan perekonomian. Tabel 7. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 di Kabupaten Banjarnegara (Juta Rupiah) No 1 2
Sektor
PDRB (Juta rupiah) 1996 2000 358.689,15 343.473,82
Pertanian Pertambangan dan 4.531,66 4.556,05 Penggalian 3 Industri Pengolahan 144.270,80 124.966,86 4 Listrik,Gas dan Air 2.842,97 3.815,76 Bersih 5 Bangunan dan 61.624,77 47.630,17 Konstruksi 6 Perdagangan, Hotel dan 116.537,59 104.588,84 Restoran 7 Angkutan dan 29.330,08 38.758,92 Komunikasi 8 Keuangan, Persewaan 38.562,68 38.823,69 dan Jasa Perusahaan 9 Jasa-Jasa 111.032,17 144.289,26 Total 867.421,87 850.903,38 Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara, 2000 (diolah).
Perubahan PDRB (Juta rupiah) -15.215,33
Persen (%) -4,24
24,39
0,54
-19.303,93
-13,38
972,79
34,22
-13.994,60
-22,71
-11.948,76
-10,25
9.428,84
32,15
261,01
0,68
33.257,09 -16.518,49
29,95 -1,91
Sepanjang kurun waktu 1996 sampai 2000, penurunan kontribusi sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan terbesar terjadi pada tahun 1998. Pada
49
saat krisis konomi, suku bunga yang tinggi mengakibatkan kemampuan masyarakat untuk memperoleh kredit turun dan keuntungan bank turun. Walaupun pada tahun 1998, subsektor keuangan mengalami penurunan yang drastis namun mulai tahun 1999 perbaikan di sektor ini menjadi sasaran utama yaitu dengan program rekapitulasi sehingga sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada akhir tahun 2000 dapat mengalami pertumbuhan positif sebesar 0,68 persen. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian sepanjang kurun waktu 1996 sampai 2000 hanya mengalami pertumbuhan sebesar 0,54 persen. Sektor pertanian mengalami pertumbuhan yang negatif karena produksi sektor ini mengalami penurunan, walaupun demikian sektor pertanian sepanjang kurun waktu 1996 sampai 2000 merupakan penyumbang kontribusi terbesar terhadap PDRB Kabupaten Banjarnegara. Tingginya kontribusi sektor pertanian dalam PDRB karena pola perekonomian Kabupaten Banjarnegara yang agraris dimana sebagian besar masyarakatnya menyandarkan hidupnya pada sektor pertanian. Penurunan
pertumbuhan
sektor
pertanian
memengaruhi
sektor
perdagangan hasil pertanian sehingga sektor perdagangan mengalami penurunan sebesar 10,25 persen. Disamping itu, sektor perdagangan dipengaruhi oleh aktivitas sektor pertambangan dan penggalian yang mengalami kenaikan hanya 0,54 persen, termasuk pula aktivitas industri pengolahan yang mengalami penurunan 13,38 persen. Sektor lain yang mengalami pertumbuhan negatif adalah sektor bangunan dan konstruksi sebesar 22,71 persen. Menurunnya sektor ini akibat krisis moneter pada akhir 1997 menyebabkan melemahnya kondisi
50
perekonomian sehingga kegiatan pembangunan fisik konstruksi baik berupa gedung, jalan, jembatan, irigasi dan sebagainya mengalami penurunan. Tabel 8. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 di Jawa Tengah (Juta Rupiah)
No
PDRB (Juta rupiah)
8.487.971,93
8.455.973,17
Perubahan PDRB (Juta rupiah) -31.998,76
527.557,05
589.963,73
62.406,68
11,83
13.327.648,25
12.421.426,24
-906.222,01
-6,80
346.833,47
493.724,43
146.890,96
42,35
2.011.485,33
1.650.463,27
-361.022,06
-17,95
9.034.329,60
9.632.603,63
598.274,03
6,62
1.705.241,76
2.053.018,42
347.776,66
20,40
2.114.567,23
1.605.968,13
-508.599,10
-24,05
4.306.569,10 41.862.203,72
4.038.526,07 40.941.667,09
-268.043,03 -920.536,63
-6,22 -2,20
Sektor 1996
1 2 3 4 5 6
7 8
9
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
2000
Persen (%) -0,38
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2000 (diolah).
Secara umum pada kurun waktu 1996-2000, PDRB Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan, hal ini dilihat dari total perubahan PDRB sebesar negatif 2,2 persen. Dampak krisis ekonomi di bidang moneter sangat memukul perbankan di Provinsi Jawa Tengah, hal ini tercermin melalui penurunan kontribusi PDRB sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yaitu 2.114.567,23 juta rupiah pada tahun 1996 menjadi 1.605.968,13 juta rupiah pada tahun 2000. Penurunan tersebut merupakan penurunan terbesar dibanding sektor lain. Sektor bangunan
51
dan konstruksi, sektor industri pengolahan, sektor jasa-jasa dan sektor pertanian juga mengalami pertumbuhan yang negatif (Tabel 8). Sama halnya di Kabupaten Banjarnegara, sektor listrik, gas dan air bersih merupakan sektor penyumbang kontribusi terkecil dibandingkan sektor lain di Provinsi Jawa Tengah. Namun demikian, peningkatan PDRB dari sektor ini mengalami peningkatan pertumbuhan terbesar di Provinsi jawa Tengah yaitu sebesar 42,35 persen. Sektor lainnya yang juga mengalami peningkatan pertumbuhan adalah sektor angkutan dan komunikasi sebesar 20,4 persen, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 11,83 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 6,62 persen.
4.2.2. Analisis Rasio PDRB Kabupaten Banjarnegara dan PDRB Provinsi Jawa Tengah (Nilai Ra, Ri dan ri) Periode 1996-2000 Dalam kurun waktu 1996 sampai 2000, secara total perubahan PDRB, sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Banjarnegara dan Provinsi Jawa Tengah memiliki pertumbuhan yang negatif. Apabila nilai PDRB Provinsi Jawa Tengah dan PDRB Kabupaten Banjarnegara setiap sektor diperbandingkan antara dua titik waktu yaitu tahun 1996 sebagai tahun dasar analisis dan tahun 2000 sebagai tahun akhir analisis, maka setiap sektor akan memiliki rasio yang berbeda-beda. Rasio tersebut merupakan rasio PDRB Provinsi Jawa Tengah dan PDRB Kabupaten Banjarnegara yang disajikan dalam bentuk nilai Ra, Ri dan ri. Nilai Ra diperoleh dari selisih antara total PDRB Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2000 dengan total PDRB Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1996 dibagi total PDRB Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1996. Karena merupakan
52
pembagian total PDRB, maka nilai Ra tiap sektor untuk setiap daerah di Provinsi Jawa Tengah memiliki besaran yang sama yaitu -0,02 (Tabel 9). Hal ini berarti pada periode 1996-2000, pertumbuhan ekonomi regional turun dengan rasio -0,02. Nilai rasio Ri diperoleh dari perhitungan selisih antara PDRB sektor i pada tahun akhir analisis dengan PDRB sektor i pada tahun dasar analisis di Provinsi Jawa Tengah, dibagi dengan PDRB sektor i pada tahun dasar analisis. Nilai Ri untuk setiap sektor di kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah sebagian besar bernilai negatif (Ri<0) dan yang lain bernilai positif (Ri>0). Ini berarti bahwa sebagian besar sektor-sektor perekonomian mengalami pertumbuhan yang negatif dan yang lain mengalami pertumbuhan positif. Sektor yang mengalami pertumbuhan negatif adalah sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor bangunan dan konstruksi, sektor kuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor yang mengalami pertumbuhan positif yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor angkutan dan komunikasi. Tabel 9. Nilai Ra, Ri dan ri Pada Periode 1996-2000 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
Ra -0,02 -0,02 -0,02 -0,02 -0,02
Ri -0,003 0,12 -0,07 0,42 -0,18
-0,02
0,07
-0,10
-0,02
0,20
0,32
-0,02
-0,24
0,006
-0,02
-0,06
0,30
Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara, 2000 (diolah).
ri -0,04 0,005 -0,13 0,34 -0,23
53
Selanjutnya untuk nilai ri setiap sektor perekonomian di Kabupaten Banjarnegara diperoleh dari selisih antara PDRB Kabupaten Banjarnegara tahun 2000 dengan PDRB Kabupaten Banjarnegara tahun 1996 dibagi PDRB Kabupaten sektor i pada tahun 1996. Karena nilai ri merupakan perbandingan PDRB dari masing-masing kabupaten, maka nilai ri di setiap kabupaten memiliki besaran yang berbeda-beda. Pada Kabupaten Banjarnegara sendiri, nilai ri terbesar dimiliki oleh sektor listrik, gas dan air bersih yaitu sebesar 0,34 sedangkan nilai ri terkecil dimiliki oleh sektor bangunan dan konstruksi yaitu sebesar -0,23.
4.2.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Periode 1996-2000 Pada analisis shift-share terdapat tiga komponen pertumbuhan wilayah yaitu
komponen
Pertumbuhan
Regional
(PR),
komponen
Pertumbuhan
Proporsional (PP), dan komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW). Tabel 10. Nilai Komponen Pertumbuhan Regional (PR) di Kabupaten Banjarnegara Periode 1996- 2000 (Juta Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
Pertumbuhan Regional (Rp) (%) -7.887,46 -99,65 -3.172,47 -62,51 -1.355,11 -2.562,62 -644,96
-2,2 -2,2 -2,2 -2,2 -2,2 -2,2 -2,2
-847,98
-2,2
-2.441,56
-2,2
Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara, 2000 (diolah).
Pada Tabel 10, semua sektor yang ada di Kabupaten Banjarnegara memberikan kontribusi yang negatif. Hal ini disebabkan krisis ekonomi
54
berpengaruh negatif terhadap perekonomian Kabupaten Banjarnegara. Sektor ekonomi dengan penurunan kontribusi Pertumbuhan Regional (PR) terbesar adalah
sektor
pertanian
yaitu
sebesar
7.887,46
juta
rupiah.
Hal
ini
mengindikasikan bahwa sektor pertanian sangat berpengaruh terhadap perubahan kebijakan ekonomi regional. Artinya, apabila terjadi perubahan kebijakan ekonomi regional maka kontribusi sektor pertanian beserta subsektornya akan mengalami perubahan. Sedangkan sektor ekonomi dengan penurunan kontribusi PR terkecil adalah sektor listrik, gas dan air bersih yakni sebesar 62,51 juta rupiah. Hal ini berarti bahwa sektor listrik, gas dan air bersih tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap perubahan kebijakan ekonomi regional. Persentase total perubahan PDRB sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Banjarnegara pada periode 1996 sampai 2000 sebesar -1,91 (Tabel 7). Sedangkan persentase komponen pertumbuhan regional sebesar -2,2 persen. Karena nilai pesentase total perubahan PDRB sektor-sektor perekonomian Kabupaten Banjarnegara lebih besar daripada persentase komponen pertumbuhan regional, maka tingkat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Banjarnegara
lebih
besar
daripada
tingkat
pertumbuhan
sektor-sektor
perekonomian di Provinsi Jawa Tengah. Komponen PP menjelaskan mengenai perubahan relatif PDRB sektorsektor perekonomian di Kabupaten Banjarnegara dengan perubahan PDRB sektorsektor perekonomian di Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan komponen Pertumbuhan Proporsional (PP), sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Banjarnegara ada yang memberikan kontribusi positif dan ada yang memberikan
55
kontribusi negatif. Jika nilai PP>0 berarti suatu sektor perekonomian memiliki laju pertumbuhan yang cepat. Sebaliknya jika nilai PP<0 maka dapat diartikan bahwa sektor-sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang lambat. Tabel 11. Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) di Kabupaten Banjarnegara Periode 1996- 2000 (Juta Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
Pertumbuhan Proporsional (Rp) (%) 6.535,24 1,82 635,72 14,03 -6.637,32 -4,60 1.266,57 44,55 -9.705,32 -15,75 10.280,01 8,82 6.626,70 22,59 -8.427,17
-21,85
-4.469,13
-4,02
Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara, 2000 (diolah).
Ada empat sektor perekonomian yang memiliki nilai Pertumbuhan Proporsional (PP) < 0 pada periode 1996 sampai 2000 (Tabel 11). Empat sektor tersebut antara lain sektor bangunan dan konstruksi dengan nilai PP sebesar -9.705,32 juta rupiah atau turun sebesar 15,75 persen serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan turun sebesar 21,85 persen. Turunnya laju pertumbuhan sektor tersebut sudah dijelaskan di awal pembahasan yaitu karena sektor tersebut sangat terpengaruh dampak krisis ekonomi. Kemudian sektorsektor yang mengalami pertumbuhan cepat adalah sektor pertanian sebesar 1,82 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 8,82 persen, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 14,03 persen serta sektor angkutan dan komunikasi sebesar 22,59 persen. Sementara itu, sektor dengan laju pertumbuhan tercepat adalah sektor listik, gas dan air bersih sebesar 44,55 persen.
56
Komponen pertumbuhan selanjutnya adalah komponen pertumbuhan pangsa wilayah. Bedasarkan Tabel 12, dapat diketahui sektor-sektor mana yang mampu berdayasaing dan yang tidak mampu berdayasaing dengan wilayah lain di Provinsi Jawa Tengah.
Pada kurun waktu 1996 sampai 2000, di Kabupaten
Banjarnegara terdapat tiga sektor perekonomian yang mampu berdayasaing dengan wilayah lainnya.
Ketiga sektor tersebut yakni sektor angkutan dan
komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan serta sektor jasajasa. Hal ini dikarenakan ketiga sektor perekonomian tersebut memiliki nilai persentase PPW yang bernilai positif (PPW>0). Dari ketiga sektor tersebut, sektor jasa-jasa merupakan sektor yang berdayasaing paling baik dibandingkan sektor lainnya karena sektor ini memiliki nilai persentase PPW yang terbesar. Sedangkan sektor yang paling kurang berdayasaing dibandingkan sektor lainnya adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran karena sektor ini memiliki nilai persentase PPW paling kecil. Tabel 12. Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) di Kabupaten Banjarnegara Periode 1996-2000 (Juta Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
Pertumbuhan Pangsa Wilayah (Rp) (%) -13.863,11 -3,86 -511,67 -11,3 -9.494,15 -6,58 -231,26 -8,13 -2.934,17 -4,76 -19.666,14 -16,87 3.447,09 11,75
Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara, 2000 (diolah).
9.536,17
24,73
40.167,79
36,18
57
4.2.4. Profil Pertumbuhan PDRB Kabupaten Banjarnegara dan Pergeseran Bersih Periode 1996-2000 Tabel
13.
Pergeseran Bersih Sektor-sektor Perekonomian Banjarnegara Periode 1996-2000 (Juta Rupiah)
No
Sektor
1 2 3 4 5 6 7 8
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
9
Kabupaten
Pergeseran Bersih (Rp) (%) -7.327,87 -2,04 124,04 2,74 -16.131,46 -11,18 1.035,31 36,42 -12.639,49 -20,51 -9.386,13 -8,05 10.073,79 34,35 1.108,99
2,87
35.698,65
32,15
Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara, 2000 (diolah).
Kelompok sektor ekonomi ditentukan berdasarkan pergeseran bersih. Nilai pergeseran bersih diperoleh dari penjumlahan nilai pertumbuhan proporsional suatu sektor dengan nilai pertumbuhan pangsa wilayah sektor tersebut. Pada periode 1996 sampai 2000 di Kabupaten Banjarnegara terdapat lima sektor yang memiliki nilai PB positif (PB >0). Sektor yang paling progresif periode 19962000 adalah sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 1.035,31 juta rupiah atau 36,42 persen, sektor angkutan dan komunikasi sebesar 34,35 persen, kemudian sektor jasa-jasa sebesar 32,15 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 2,87 persen, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 2,74 persen. Hal ini berarti bahwa kelima sektor tersebut termasuk dalam kelompok pertumbuhan yang progresif (maju). Namun, terdapat juga sektor yang memiliki nilai PB negatif (PB<0) yaitu sektor pertanian sebesar -2,04 persen, sektor industri pengolahan sebesar -11,18 persen, sektor bangunan dan konstruksi sebesar -20,51
58
persen serta sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar -8,05 persen. Artinya, keempat sektor ini termasuk dalam kategori sektor pertumbuhan lambat. Hal ini disebabkan sektor-sektor tersebut memiliki nilai PP atau PPW yang kecil (Tabel 13). Selanjutnya, profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Banjarnegara dilakukan melalui bantuan 4 kuadran yang terdapat pada garis bilangan. Nilai-nilai yang terdapat pada 4 kuadran tersebut diperoleh dari nilai persentase Pertumbuhan Proporsional (PP) dan nilai persentase Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW). PP diletakkan pada sumbu horizontal sebagai absis dan PPW diletakkan pada sumbu vertikal sebagai ordinat. Pada periode 1996 sampai 2000, kuadaran I hanya ditempati oleh sektor angkutan dan komunikasi. Artinya, sektor angkutan dan komunikasi memiliki pertumbuhan cepat (dilihat dari nilai PP yang positif) dan memiliki dayasaing yang lebih baik apabila dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya (dilihat dari nilai PPW yang positif). Pada kuadran II ditempati oleh empat sektor yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor listrik, gas dan air bersih. Hal ini berarti bahwa keempat sektor ini memiliki laju pertumbuhan yang cepat (PP-nya bernilai positif), tetapi dayasaing wilayah untuk sektor-sektor tersebut dibandingkan dengan wilayah lainnya kurang baik (PPW yang bernilai negatif). Selanjutnya, kuadran III ditempati oleh sektor bangunan dan konstruksi serta sektor industri pengolahan. Kedua sektor ini memiliki laju pertumbuhan yang lambat dan memiliki dayasaing yang kurang baik dibandingkan dengan
59
wilayah lain, hal ini ditandai dengan nilai PP dan PPW yang negatif. Kemudian kuadran IV ditempati oleh sektor jasa serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Kedua sektor ini memiliki pertumbuhan yang lambat (dilihat dari PP yang bernilai negatif), tetapi dayasaing wilayah untuk sektor tersebut baik jika dibandingkan dengan wilayah lainnya (dilihat dari PPW yang bernilai positif). Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Periode 1996-2000 40
Pertanian Pertambangan dan Penggalian
30
Industri Pengolahan 20 Listrik, Gas dan Air Bersih 10
PP
Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran
0 -40
-20
0
20
-10
-20
40
60
Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
PPW
Gambar 5. Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian di Kabupaten Banjarnegara Periode 1996-2000 4.3. Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Periode 2001-2007 Pertumbuhan sektor-sektor perekonomian periode 2001-2007 dapat dijelaskan dengan analisis perubahan PDRB dan analisis shift-share. Penjelasan sektoral pada kurun waktu ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
60
4.3.1. Analisis PDRB Kabupaten Banjarnegara dan PDRB Provinsi Jawa Tengah Periode 2001-2007 Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan pertumbuhan PDRB di Kabupaten Banjarnegara periode 2001-2007 menjadi lebih baik daripada periode 1996-2000. Hal ini terlihat dari Nilai Persentase Perubahan (NPP) total PDRB Kabupaten Banjarnegara mengalami peningkatan sebesar 4,45 persen pada periode 2001-2003. Selanjutnya, pada periode 2004-2007, NPP total PDRB Kabupaten Banjarnegara meningkat lagi sebesar 13,9 persen. Tabel 14. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Kabupaten Banjarnegara (Juta Rupiah)
No
Sektor
PDRB ( Juta rupiah)
823.344,51
824.643,43
Perubahan PDRB ( Juta rupiah) 1.298,92
10.677,18
10.958,50
281,32
2,63
302.810,94
321.321,93
18.510,99
6,11
7.539,42
8.612,06
1.072,64
14,23
135.606,55
145.206,77
9.600,22
7,08
275.467,38
285.008,97
9.541,58
3,46
71.181,01
82.077,25
10.896,24
15,31
94.265,18
114.497,48
20.232,30
21,46
299.861,91 2.020.754,08
318.406,27 2.110.732,66
18.544,35 89.978,57
6,18 4,45
2001 1 2 3 4 5 6
7 8
9
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
2003
Persen (%) 0,16
Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara, 2005 (diolah).
Laju pertumbuhan PDRB sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Banjarnegara sudah lebih baik periode 2001-2007. Pada Tabel 14 dan Tabel 15,
61
terlihat semua sektor ekonomi di Kabupaten Banjarnegara mengalami pertumbuhan yang positif, tidak ada lagi yang pertumbuhannya negatif. Bahkan pada periode 2004 sampai 2007 mayoritas sektor perekonomian Kabupaten Banjarnegara tumbuh cukup baik dan rata-rata pertumbuhannya diatas 10 persen. Sektor yang tingkat pertumbuhannya di bawah 10 persen adalah sektor industri pengolahan yang tumbuh sebesar 8,44 persen serta sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh sebesar 9,05 persen. Pada periode 2001 sampai 2003, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan merupakan sektor yang memiliki nilai peningkatan PDRB terbesar di Kabupaten Banjarnegara yaitu sebesar 21,46 persen. Kenaikan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan disebabkan tingginya kenaikan dari Bank Perkreditan Rakyat pada tahun 2001. Kenaikan sektor ini juga disebabkan adanya kenaikan pendapatan sewa rumah akibat penambahan bangunan dan konstruksi rumah dan nilai sewanya pada tahun 2003, seperti diketahui subsektor sewa rumah merupakan kontributor terbesar dalam sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan di Kabupaten Banjarnegara. Sedangkan pada periode 2001 sampai 2003, sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki tingkat pertumbuhan terkecil sebesar 0,16 persen. Turunnya sektor pertanian disebabkan oleh turunnya produksi dari tanaman bahan makanan sebagai salah satu dari subsektor pertanian (Tabel 14). Pada periode 2004 sampai 2007, sektor dengan peningkatan PDRB terbesar di Kabupaten Banjarnegara dimiliki oleh sektor jasa-jasa yaitu sebesar 25,81 persen. Salah satu penyebab tingginya pertumbuhan sektor jasa adalah
62
naiknya subsektor pemerintahan umum karena pada tahun 2005 terjadi penambahan jumlah pegawai yang cukup signifikan. Sedangkan pada kurun waktu tersebut sektor dengan peningkatan PDRB terkecil dimiliki sektor industri pengolahan sebesar 8,44 persen (Tabel 15). Tabel 15. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Kabupaten Banjarnegara (Juta Rupiah)
No
Sektor
PDRB ( Juta rupiah)
852.506,69
941.666,77
Perubahan PDRB ( Juta rupiah) 89.160,07
11.379,25
13.315,41
1.936,17
17,01
325.862,77
353.362,70
27.499,93
8,44
9.455,92
11.289,21
1.833,29
19,39
140.454,62
172.080,22
31.625,60
22,52
291.650,61
318.037,76
26.387,15
9,05
88.599,83
105.526,17
16.926,34
19,10
123.417,83
142.897,83
19.480,01
15,78
347.835,33 2.191.162,85
437.610,20 2.495.785,82
89.774,87 304.622,97
25,81 13,90
2004 1 2 3 4 5 6
7 8
9
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
2007
Persen (%) 10,46
Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara, 2007 (diolah).
Berdasarkan Tabel 16 dan Tabel 17, pada periode 2001-2007 terjadi peningkatan Nilai Persentase Perubahan (NPP) total PDRB di Provinsi Jawa Tengah. Peningkatan NPP di Provinsi Jawa Tengah lebih tinggi daripada peningkatan NPP di Kabupaten Banjarnegara. Sepanjang periode 2001 sampai
63
2003, total perubahan PDRB di Provinsi Jawa Tengah meningkat sebesar 8,71 persen lalu meningkat lagi sebesar 17,17 persen pada periode 2004 sampai 2007. Tabel 16. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Jawa Tengah (Juta Rupiah)
No
PDRB (Juta rupiah)
Sektor 2001
2003
1 2
Pertanian 26.417.424,36 27.157.595,62 Pertambangan dan 1.190.371,57 1.295.356,44 Penggalian 3 Industri 37.164.561,05 41.347.172,12 Pengolahan 4 Listrik, Gas dan 872.603,67 980.306,54 Air Bersih 5 Bangunan dan 5.532.343,12 6.907.250,46 Konstruksi 6 Perdagangan, Hotel dan 25.813.343,84 27.666.472,01 Restoran 7 Angkutan dan 5.577.204,52 6.219.922,79 Komunikasi 8 Keuangan, Persewaan dan 4.420.388,39 4.650.861,80 Jasa Perusahaan 9 Jasa-Jasa 11.828.159,77 12.941.524,67 Total 118.816.400,29 129.166.462,45 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2005 (diolah).
Perubahan PDRB (Juta rupiah)
Persen (%)
740.171,26
2,80
104.984,87
8,82
4.182.611,07
11,25
107.702,87
12,34
1.374.907,34
24,85
1.853.128,17
7,18
642.718,27
11,52
230.473,41
5,21
1.113.364,90 10.350.062,16
9,41 8,71
Pada periode 2001 sampai 2003, sektor bangunan dan konstruksi memiliki peningkatan perubahan PDRB terbesar di Jawa Tengah yaitu sebesar 24,85 persen. Sedangkan peningkatan perubahan PDRB terkecil dimiliki sektor pertanian sebesar 2,80 persen. Kemudian pada periode 2004 sampai 2007, sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor dengan peningkatan perubahan PDRB tertinggi sebesar 33,98 persen. Sedangkan peningkatan perubahan PDRB terkecil tetap dimiliki sektor pertanian, namun dengan besaran nilai yang lebih tinggi dari periode sebelumnya yaitu sebesar 11,38 persen.
64
Tabel 17. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Jawa Tengah (Juta Rupiah)
No 1 2
Sektor
PDRB (Juta rupiah) 2004 28.606.237,28
2007 31.862.697,60
Pertanian Pertambangan dan 1.330.759,58 1.782.886,65 Penggalian 3 Industri 43.995.611,83 50.870.785,69 Pengolahan 4 Listrik, Gas dan 1.065.114,58 1.340.845,17 Air Bersih 5 Bangunan dan 7.448.715,40 9.055.728,78 Konstruksi 6 Perdagangan, Hotel dan 28.343.045,24 33.898.013,93 Restoran 7 Angkutan dan 6.510.447,43 8.052.597,04 Komunikasi 8 Keuangan, Persewaan dan 4.826.541,38 5.767.341,21 Jasa Perusahaan 9 Jasa-Jasa 13.663.399,59 16.479.357,72 Total 135.789.872,31 159.110.253,77 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2007 (diolah).
Perubahan PDRB (Juta rupiah) 3.256.460,32
Persen (%) 11,38
452.127,07
33,98
6.875.173,86
15,63
275.730,59
25,89
1.607.013,38
21,57
5.554.968,69
19,60
1.542.149,61
23,69
940.799,83
19,49
2.815.958,13 23.320.381,46
20,61 17,17
4.3.2. Analisis Rasio PDRB Kabupaten Banjarnegara dan PDRB Provinsi Jawa Tengah (Nilai Ra, Ri dan ri) Periode 2001-2007 Pada periode 2001-2007 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banjarnegara mulai membaik. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan nilai Ra pada kurun waktu tersebut tidak lagi bernilai negatif. Pada periode 2001-2003, nilai Ra adalah sebesar 0,09 sedangkan pada periode 2004 sampai 2007 meningkat lagi sebesar 0,17. Nilai tersebut memiliki besaran yang sama untuk semua sektor di seluruh kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Nilai Ra>0 mengindikasikan bahwa perekonomian Provinsi Jawa Tengah mengalami pertumbuhan yang positif. Nilai Ri untuk setiap sektor di kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah pada periode 2001-2007 bernilai positif (Ri>0). Ini berarti bahwa semua
65
sektor perekonomian di Provinsi Jawa Tengah mengalami pertumbuhan yang positif. Berdasarkan Tabel 18, pada periode 2001 sampai 2003, sektor bangunan dan konstruksi memiliki nilai Ri terbesar di Provinsi Jawa Tengah yaitu sebesar 0,25 dan sektor pertanian memiliki nilai Ri terkecil yaitu sebesar 0,03. Sedangkan berdasarkan Tabel 19, pada periode 2004 sampai 2007 nilai Ri terbesar dimiliki oleh sektor pertambangan dan penggalian sebesar 0,34. Selanjutnya nilai ri terkecil tetap dimiliki sektor pertanian namun dengan besaran nilai yang lebih tinggi dari periode sebelumnya yaitu sebesar 0,10. Tabel 18. Nilai Ra, Ri dan ri Periode 2001-2003 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
Ra 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09
Ri 0,03 0,09 0,11 0,12 0,25
ri 0,002 0,03 0,06 0,14 0,07
0,09
0,07
0,03
0,09
0,12
0,15
0,09
0,05
0,21
0,09
0,09
0,06
Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara, 2005 (diolah).
Nilai ri yang diperoleh dari masing-masing sektor di Kabupaten Banjarnegara semuanya bernilai positif (ri>0). Pada periode 2001 sampai 2003, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor angkutan dan komunikasi memiliki nilai ri yang cukup tinggi dibandingkan sektor lainnya. Namun, pada periode 2004 sampai 2007, posisi tersebut diduduki oleh sektor jasa serta sektor bangunan dan konstruksi. Sedangkan nilai ri terkecil pada periode
66
2001 sampai 2003 dimiliki sektor pertanian, lalu pada periode 2004 sampai 2007 dimiliki sektor industri pengolahan. Tabel 19. Nilai Ra, Ri dan ri Pada Periode 2004-2007 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
Ra 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17
Ri 0,11 0,34 0,16 0,26 0,22 0,20 0,24
ri
0,17
0,19
0,16
0,17
0,21
0,26
0,10 0,17 0,08 0,19 0,23 0,09 0,19
Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara, 2007 (diolah).
4.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Periode 2001-2007 Persentase total perubahan PDRB sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Banjarnegara pada periode 2001 sampai 2003 sebesar 4,45 persen (Tabel 14) lalu pada periode 2004 sampai 2007 sebesar 13,9 persen (Tabel 15). Sedangkan persentase komponen pertumbuhan regional mengalami peningkatan yaitu sebesar 8,71 persen pada periode 2001 sampai 2003 (Tabel 20) dan sebesar 17,17 persen pada periode 2004 sampai 2007 (Tabel 21). Selama periode 20012007 nilai pesentase total perubahan PDRB sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Banjarnegara lebih kecil dari pada persentase komponen pertumbuhan regional. Artinya, tingkat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Banjarnegara
lebih
kecil
dari
pada
perekonomian di Provinsi Jawa Tengah.
tingkat
pertumbuhan
sektor-sektor
67
Tabel 20. Nilai Komponen Pertumbuhan Regional (PR) di Kabupaten Banjarnegara Periode 2001- 2003 (Juta Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
Pertumbuhan Regional (Rp) (%) 71.721,30 930,09 26.377,77 656,76 11.812,65
8,71 8,71 8,71 8,71 8,71
23.995,88
8,71
6.200,56
8,71
8.211,41
8,71
26.120,88
8,71
Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara, 2005 (diolah).
Sektor ekonomi dengan peningkatan kontribusi terbesar selama periode 2001-2007 adalah sektor pertanian. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian sangat berpengaruh terhadap perubahan kebijakan ekonomi regional, yang berarti bahwa apabila terjadi perubahan kebijakan ekonomi regional maka kontribusi sektor pertanian beserta subsektornya akan mengalami perubahan. Sedangkan sektor ekonomi dengan peningkatan kontribusi terkecil adalah sektor listrik, gas dan air bersih. Hal ini berarti bahwa sektor listrik, gas dan air bersih tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap perubahan kebijakan ekonomi regional.
68
Tabel 21. Nilai Komponen Pertumbuhan Regional (PR) di Kabupaten Banjarnegara Periode 2004-2007 (Juta Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pertumbuhan Regional (Rp) (%) 146.408,42 1.954,26 55.963,26 1.623,95 24.121,50
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
17,17 17,17 17,17 17,17 17,17
50.087,71
17,17
15.216,02
17,17
21.195,62
17,17
59.736,80
17,17
Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara, 2007 (diolah).
Sepanjang
periode
analisis,
sektor
pertanian
merupakan
sektor
penyumbang terbesar pada PDRB Kabupaten Banjarnegara, namun pada pada periode 2001-2007 sektor ini memiliki laju pertumbuhan yang lambat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai PP yang negatif (Tabel 22 dan 23). Salah satu penyebab menurunnya sektor pertanian adalah kentang sebagai varietas unggul yang banyak dikembangkan di kawasan Dieng Kabupaten Banjarnegara, produktivitasnya berangsur-angsur merosot, seiring dengan makin terdegradasi tingkat kesuburan tanah,
kerusakan
lingkungan,
dan
turunnya
harga
komoditi
pertanian.
Selanjutnya, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada periode 2001 sampai 2003 juga memiliki laju pertumbuhan yang lambat, namun pada periode 2004 sampai 2007 berhasil mencapai pertumbuhan yang cepat. Sebaliknya, sektor industri pengolahan pada periode 2001 sampai 2003 memiliki laju pertumbuhan yang cepat namun pada periode 2004 sampai 2007 justru memiliki laju pertumbuhan yang lambat.
69
Tabel 22. Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsionl (PP) di Kabupaten Banjarnegara Periode 2001-2003 (Juta Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
Pertumbuhan Proporsional (Rp) (%) -48.652,59 -5,91 11,59 0,11 7.701,48 2,54 273,81 3,63 21.888,52 16,14 -4.220,21
-1,53
2.002,36
2,81
-3.296,55
-3,50
2.104,62
0,70
Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara, 2005 (diolah).
Berdasarkan Tabel 22 dan Tabel 23, sektor yang memiliki laju pertumbuhan cepat di Kabupaten Banjarnegara selama periode 2001-2007 yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan dan konstruksi, sektor angkutan dan komunikasi serta sektor jasa. Laju pertumbuhan yang cepat kelima sektor ini terlihat dengan nilai PP yang bernilai positif (PP >0). Tabel 23. Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsionl (PP) di Kabupaten Banjarnegara Periode 2004- 2007 (Juta Rupiah) No
Sektor
1 2 3 4 5 6 7
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
8 9
Pertumbuhan Proporsional (Rp) (%) -49.361,26 -5,79 1.911,85 16,80 -5.040,84 -1,55 823,95 8,71 6.180,70 4,40 7.073,05 2,43 5.770,89 6,51
Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara, 2007 (diolah).
2.861,25
2,32
11.950,32
3,44
70
Selanjutnya berdasarkan komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW), pada periode 2001-2007 sebagian besar sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Banjarnegara memiliki dayasaing yang kurang baik dibandingkan dengan wilayah lain. Hal ini terlihat dengan nilai PPW yang negatif (PPW<0), diantaranya sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran (Tabel 24 dan Tabel 25). Tabel 24. Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) di Kabupaten Banjarnegara Periode 2001- 2003 (Juta Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
Pertumbuhan Pangsa Wilayah (Rp) (%) -21.769,79 -2,64 -660,36 -6,18 -15.568,26 -5,14 142,07 1,88 -24.100,95 -17,77 -10.234,09
-3,72
2.693,33
3,78
15.317,43
16,25
-9.681,14
-3,23
Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara, 2005 (diolah).
Berdasarkan Tabel 24 dan Tabel 25, dapat diketahui bahwa pada periode 2001 sampai 2003, sektor listrik gas dan air bersih, sektor angkutan dan komunikasi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan di Kabupaten Banjarnegara memiliki dayasaing yang cukup baik di bandingkan wilayah lain. Hal ini terlihat dengan nilai PPW yang positif. Namun, pada periode 2004 sampai 2007, ketiga sektor tersebut justru memiliki dayasaing yang kurang baik di bandingkan wilayah lain, terlihat dengan nilai PPW yang negatif. Sebaliknya sektor bangunan dan konstruksi serta sektor jasa memiliki dayasaing yang kurang
71
baik pada periode 2001 sampai 2003 menjadi memiliki dayasaing yang baik pada periode 2004 sampai 2007. Hal ini ditandai dengan nilai PPW sektor tersebut yang bernilai negatif pada periode 2001 sampai 2003 menjadi bernilai positif pada periode 2004 sampai 2007. Tabel 25. Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) di Kabupaten Banjarnegara Periode 2004- 2007 (Juta Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
Pertumbuhan Pangsa Wilayah (Rp) (%) -7.887,09 -0,93 -1.929,95 -16,96 -23.422,49 -7,19 -614,61 -6,50 1.323,40 0,94 -30.773,61
-10,55
-4.060,57
-4,58
-4.576,86
-3,71
18.087,75
5,20
Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara, 2007 (diolah).
4.3.4. Profil Pertumbuhan PDRB Kabupaten Banjarnegara dan Pergeseran Bersih Periode 2001-2007 Sepanjang periode 2001 sampai 2007, sektor ekonomi yang memiliki nilai Pergeseran Bersih (PB) positif adalah sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor angkutan dan komunikasi. Kemudian periode 2004 sampai 2007 diikuti sektor bangunan dan konstruksi serta sektor jasa yang juga berhasil memiliki nilai PB positif. Hal ini berarti bahwa pada periode 2001-2007 sektor-sektor tersebut termasuk dalam kategori pertumbuhan progresif. Sektor yang paling progresif di Kabupaten Banjarnegara pada periode 2004-2007 adalah sektor jasa dengan nilai PB sebesar 8,64 persen. Hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi investor
72
untuk beraktivitas di sektor jasa dan bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Banjarnegara untuk menarik banyak investor di sektor ini. Misalnya untuk meningkatkan pertumbuhan bidang pariwisata, Pemerintah Daerah melakukan kerja sama dengan pihak swasta dalam pengembangannya, mengingat banyaknya objek wisata potensial di Banjarnegara seperti arung jeram sungai serayu dan dataran tinggi Dieng. Tabel
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
26.
Pergeseran Bersih Sektor-Sektor Perekonomian Banjarnegara Periode 2001-2003 (Juta Rupiah) Sektor
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
Kabupaten
Pergeseran Bersih (Rp) (%) -70.422,38 -648,77 -7.866,78 415,87 -2.212,42
-8,55 -6,08 -2,60 5,52 -1,63
-14.454,29
-5,25
4.695,68
6,60
12.020,89
12,75
-7.576,53
-2,53
Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara, 2005 (diolah).
Sementara itu, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada periode 2001 sampai 2003 termasuk dalam kategori pertumbuhan yang maju (progresif) tetapi pada periode 2004 sampai 2007 termasuk kategori sektor dengan pertumbuhan lambat. Hal ini ditunjukkan dengan perubahan nilai PB dari 12,75 persen menjadi negatif 1,39 persen. Sedangkan sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran selama periode 2001-2007 memiliki nilai PB yang negatif, sehingga termasuk dalam kategori pertumbuhan yang lambat (Tabel
73
26 dan Tabel 27). Hal ini bisa menjadi masukan penting bagi Pemerintah Daerah untuk lebih memanfaatkan peluang otonomi daerah dengan melakukan terobosan dalam mengembangkan sektor-sektor ini. Tabel
27.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pergeseran Bersih Sektor-sektor Perekonomian Banjarnegara Periode 2004-2007 (Juta Rupiah)
Kabupaten
Pergeseran Bersih (Rp) (%) -57.248,35 -6,72 -18,09 -0,16 -28.463,33 -8,73 209,34 2,21 7.504,10 5,34 -23.700,56 -8,13 1.710,31 1,93
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
-1.715,62
-1,39
30.038,07
8,64
Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara, 2007 (diolah).
Profil
pertumbuhan
sektor-sektor
perekonomian
di
Kabupaten
Banjarnegara pada periode 2001 sampai 2003 pada kuadran I diduduki oleh sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor angkutan dan komunikasi. Pertumbuhan sektor ini memang cukup stabil mengingat kebutuhan masyarakat akan listrik, air bersih dan komunikasi. Pada periode 2004-2007, kedua sektor tersebut mengalami shift ke kuadran II, yang berarti bahwa sektor tersebut tetap memiliki laju pertumbuhan yang cepat namun dayasaing wilayah untuk sektorsektor tersebut menurun. Sedangkan pada periode 2004 sampai 2007 pada kuadran I diduduki oleh sektor jasa serta sektor bangunan dan konstruksi. Meningkatnya sektor bangunan dan konstruksi terkait dengan adanya proyek besar yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Banjarnegara berupa pembangunan pasar sayur, terminal dan stadion. Sebelumnya proyek-proyek
74
pembangunan dan konstruksi sempat tertunda akibat krisis ekonomi. Sektor yang berada pada kuadran I tersebut berarti memiliki laju pertumbuhan yang cepat dan memiliki dayasaing yang lebih baik apabila dibandingkan dengan wilayahwilayah lainnya. Selanjutnya selama periode 2001-2007, sektor pertambangan dan penggalian menempati kuadran II. Artinya, pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian relatif cepat namun daya saingnya rendah. Pertumbuhan yang cepat di sektor pertambangan dan penggalian bisa menjadi bahan masukan bagi investor untuk menanamkan modalnya di sektor ini. Hal tersebut karena Kabupaten Banjarnegara kaya akan bahan tambang galian golongan C. Pada periode 2001 sampai 2003 sektor industri pengolahan juga berada di kuadran II. Namun pada periode 2004 sampai 2007 sektor industri pengolahan mengalami shift ke kuadaran III, yang artinya pertumbuhan dan dayasaing sektor industri pengolahan
menurun.
Sebagai
bahan
masukan,
Pemerintah
Kabupaten
Banjarnegara bisa memajukan sektor ini dalam hal teknologi dan pemodalan karena industri pengolahan di Kabupaten Banjarnegara banyak yang tergolong UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah).
75
Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Periode 2001-2003 20 Pertanian 15 Pertambangan dan Penggalian 10 Industri Pengolahan 5 0
PP -10
Listrik, Gas dan Air Bersih
-5
Bangunan dan Konstruksi 0
5
10
15
20 Perdagangan, Hotel dan Restoran
-5 -10
Angkutan dan Komunikasi
-15
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
-20
PPW
Gambar 6. Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian di Kabupaten Banjarnegara Periode 2001-2003 Sepanjang periode 2001-2007, sektor pertanian berada di kuadran III. Pada periode 2001 sampai 2003, kuadran III juga ditempati oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor yang berada di kuadran III berarti bahwa sektor ini memiliki laju pertumbuhan yang lambat dan memiliki dayasaing yang kurang baik dibandingkan dengan wilayah lain. Namun, pada periode 2004-2007, pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran dapat meningkat cepat, hal ini karena sektor perdagangan, hotel dan restoran berada di kuadran II. Kemudian sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada periode 2001 sampai 2003 berada di kuadran IV namun pada periode 2004-2007 mengalami shift ke kuadran
76
II.
Hal ini berarti bahwa sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan,
dayasaingnya menurun tetapi laju pertumbuhannya bertambah cepat.
Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Periode 2004-2007 10
Pertanian Pertambangan dan Penggalian
5
Industri Pengolahan 0 -10 PP
-5
0
5
-5
10
15
20
Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran
-10
Angkutan dan Komunikasi -15
-20
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PPW
Gambar 7. Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian di Kabupaten Banjarnegara Periode 2004-2007
4.4. Regulasi Sektor-Sektor Perekonomian di Kabupaten Banjarnegara Untuk mendukung pertumbuhan suatu sektor perekonomian, diperlukan regulasi sebagai acuan dalam melaksanakan kebijakan. Regulasi sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Banjarnegara beserta permasalahannya akan dijelaskan sebagai berikut. 4.4.1. Regulasi Sektor Pertanian Kebijakan ekonomi pada sektor pertanian terdapat dalam Perda Nomor 7 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah
77
Kabupaten Banjarnegara 2006-2011. Perda tersebut mengandung programprogram yang harus dijalankan dalam kurun waktu lima tahun.
Sedangkan
pelaksanaan setiap tahunnya terdapat dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Kebijakan sektor pertanian dalam RKPD tahun 2009 di Kabupaten Banjarnegara akan difokuskan pada peningkatan produktifitas pertanian termasuk di dalamnya tanaman pangan, perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan yang berorientasi pada sistem agribisnis dan agro industri guna mempertahankan swasembada pangan dan ketahanan pangan daerah. Selanjutnya dalam Perda Nomor 7 Tahun 2007, kebijakan Pemerintah Kabupaten
Banjarnegara
akan difokuskan
untuk
meningkatkan
struktur
perekonomian daerah melalui pengembangan potensi dan produk unggulan daerah yaitu
dengan
cara
pengembangan
ekspor
dan
peningkatan
dayasaing.
Berdasarkan keputusan Bupati No. 500/392 Tahun 1999, potensi unggulan Kabupaten Banjarnegara di bidang pertanian diantaranya teh, kentang dan salak. Dalam mengembangkan sektor ini terdapat isu pokok pembangunan yang harus segera diatasi, yaitu terjadinya degradasi lingkungan yang disebabkan sistem pola tanam yang tidak memperhatikan aspek konsevasi dan struktur batuan yang kurang mendukung. Kabupaten Banjarnegara merupakan penghasil tanaman kentang terbesar kedua di Provinsi Jawa Tengah (Tabel 28), pengembangan tanaman kentang di Kabupaten Banjarnegara terutama terdapat di dataran tinggi Dieng, khususnya di Kecamatan Batur, Pejawaran, Pagentan, Wanayasa, dan Karangkobar. Namun, terdapat persoalan lingkungan dalam pengembangan tanaman ini.
78
Tabel 28. Sentra Produksi Kentang di Provinsi Jawa Tengah Kabupaten Wonosobo Banjarnegara Brebes Batang Magelang Purbalingga Tegal Pekalongan Karanganyar Temanggung Semarang Pemalang
Luas panen (hektare) 2.242 2.474 1.607 824 355 161 82 71 37 64 10 14
Produktivitas (kwintal/ha) 269,77 150,98 146,57 185,17 127,68 180,99 158,06 179,44 140,30 81,03 233,00 130,14
Produksi (ton) 604.832 373.530 235.531 152.582 45.326 29.140 12.961 12.740 5.191 5.186 2.330 1.822
Sumber: Dinas Petanian Jawa Tengah, 2005.
Lahan kritis di Kabupaten Banjarnegara muncul setelah hutan produksi, hutan konservasi, serta hutan lindung dijarah besar-besaran tahun 1998-1999 (Burhanudin, Rukmorini dan Herusansono, 2008). Ketika krisis 1998-1999, hampir 90 persen kawasan hutan di Sindoro-Sumbing termasuk Dieng habis dibabat, tidak terkecuali hutan lindung. Dari periode kasus penjarahan ini, pola penjarahan hutan akibat krisis politik justru lebih tinggi. Setiap menjelang dan sesudah pemilihan umum, aksi penjarahan dan pembalakan liar hutan paling tinggi terjadi.
Pada tahun 2002 penjarahan hutan mencapai 3.112 pohon
kemudian menjadi 3.988 pohon pada tahun 2003. Jumlah tersebut meningkat saat tahun 2004 bersamaan pemilu mencapai 9.131 pohon, kemudian menurun tahun 2005 hanya 660 pohon. Lahan hutan yang gundul itu, digunakan untuk perluasan lahan tanaman kentang. Alih fungsi lahan besar-besaran di kawasan lindung Dieng menjadi ladang kentang selama tiga dekade terakhir telah menimbulkan problematika lingkungan, sosial, dan ekonomi yang saling tumpang tindih.
79
Kondisi itu telah mengubah Dieng menjadi lahan yang terdegradasi dan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan dalam skala yang besar. Salah satu sistem pola tanam yang tidak memperhatikan aspek lingkungan adalah penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang berlebihan. Kondisi ini terjadi di tanah Dieng Kabupaten Banjarnegara yang sudah berkurang tingkat kesuburannya, karena tanaman kentang yang ditanam terlampau banyak terkontaminasi pestisida dan pupuk kimia. Kesalahan pemakaian pupuk kimia yang berlebihan guna mendongkrak hasil panen kentang justru membalikkan kesuburan tanah. Dilatarbelakangi dengan kondisi semacam itu, Pemerintah Daerah perlu menggalakkan pertanian organik secara insentif agar produksi pertanian bisa meningkat. Diantaranya dengan menyelenggarakan pelatihan kepada kelompok tani tentang bioteknologi pembuatan pupuk organik, pemanfaatan pupuk organik untuk peningkatan produksi, mekanisasi pupuk organik dan perawatannya serta praktek pembuatan pupuk organik. Persoalan lain di bidang pertanian yang kini tengah di hadapi Kabupaten Banjarnegara adalah hampir 50 persen petani di Banjarnegara lebih memilih menanam padi IR 64. Padahal, jenis itu saat ini sudah tak begitu tahan terhadap wereng.
Jika terjadi ledakan serangan wereng, bisa dibayangkan 50 persen
tanaman padi petani Banjarnegara akan habis. Untuk itulah, sudah tiba saatnya petani
mencoba
mengembangkan
varietas
lain.
Dukungan
atas
usaha
pengembangan berbagai varietas padi di Kabupaten Banjarnegara sangat penting sebab upaya penganekaragaman itu akan memperluas pengetahuan petani dan
80
berdampak pada kemajuan bidang pertanian. Untuk itu, program peningkatan penyuluhan kepada para petani untuk saat ini sangat penting untuk dilaksanakan. Produksi padi per hektar di Banjarnegara sebenarnya cukup tinggi. Terlebih setelah digunakannya benih padi varietas unggulan yang sudah diujicobakan di beberapa desa di Kecamatan Purwonegoro. Produksi padi yang tinggi itu belum bisa mencukupi kebutuhan pangan warga Banjarnegara karena lahan pertanian (sawah) yang menggunakan varietas unggul ini masih relatif sempit. Hal ini bukan berarti warga Banjarnegara kekurangan pangan, karena sebagian besar penduduk di beberapa daerah, terutama di Banjarnegara bagian utara dan selatan, secara alamiah sudah terbiasa melakukan diversifikasi pangan. Di beberapa tempat, penduduk terbiasa mengonsumsi jagung, singkong, dan ubi. Kebutuhan pangan warga juga dipenuhi dari kacang-kacangan atau kentang sehingga tidak ada penduduk Banjarnegara yang kekurangan pangan. Meskipun tidak memiliki tambak atau laut, warga Banjarnegara turut serta mengembangkan perikanan. Pengembangan dilakukan dengan menggunakan sistem karamba (jala apung) dan mina padi (perikanan di sawah). Karamba memanfaatkan waduk Mrica di Kecamatan Wanadadi dan Bawang. Di lokasi tersebut tersebar ratusan karamba berisi ikan gurame, tawes, nila gift atau lele. Komoditas unggulan subsektor perikanan di Kabupaten Banjarnegara adalah ikan gurame. Hasil panen ikan dikirim ke kota besar di Jawa untuk keperluan restoran/rumah makan. Sentra budidaya ikan di Kabupaten Banjarnegara terdapat di Kecamatan Kota, Sigaluh, Klampok, Purwonegoro, Bawang, Wanadadi, Madukara, Banjarmangu dan Rakit.
81
Pengoptimalan sumberdaya lokal perlu dipertajam lagi dengan kebijakan yang berpihak pada pertanian. Dengan begitu, pemulihan ekonomi pasca krisis serta kendala pada sektor pertanian seperti rendahnya tingkat efisiensi dan produktifitas juga semakin berkurangnya luasan dan produktifitas lahan pertanian dapat diatasi. Pembangunan sektor pertanian di Kabupaten Banjarnegara sangat memegang peranan penting. Oleh karena itu, harus mendapat prioritas utama dalam pembangunan daerah mengingat sektor ini merupakan kontributor terbesar dalam PDRB Kabupaten Banjarnegara. Strategi yang dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian adalah peningkatan produktivitas pertanian (agrobisnis) melalui optimalisasi
pemanfaatan
SDA,
peningkatan
SDM,
kelembagaan,
serta
memperbaiki akses terhadap permodalan, teknologi, pemasaran, dan fasilitas penunjang lainnya. Konsep pertanian berwawasan lingkungan juga harus dilakukan agar tidak terjadi degradasi lahan yang nantinya berpengaruh pada hasil pertanian. Selain itu, perlu dilakukan pengembangan penanganan pascapanen dan agroindustri. Peran agroindustri penting dalam menyerap produksi pertanian dan menciptakan nilai tambah komoditi pertanian. Untuk itu, perlu peran serta Pemerintah Daerah dalam mengundang investor di bidang pertanian. Salah satunya dengan mempromosikan kepada investor tentang kekayaan bahan baku pertanian yang dimiliki Kabupaten Banjarnegara seperti kentang, sayur mayur, teh dan sebagainya. Harapannya, dengan meningkatnya produksi dan produktifitas hasil pertanian maka akan mendorong tumbuh dan berkembangnya sektor lain seperti industri pengolahan dan jasa.
82
4.4.2. Regulasi Sektor Pertambangan dan Penggalian Pemberlakuan Perda Provinsi Jawa Tengah No. 6 tahun 1994 tentang Usaha Pertambangan Bahan Galian golongan C, menurut beberapa pihak perlu dikaji ulang. Hal ini disebabkan sulitnya persyaratan mengurus perijinan dan juga biaya retribusi yang menurut masyarakat masih terlalu tinggi. Selain itu dalam Perda tersebut, kewenangan daerah hanya dibatasi pada pertambangan dibawah luasan 10 hektar. Sedangkan luasan diatas 10 hektar, kewenangan penerbitan surat ijinnya masih menjadi wewenang provinsi. Hal itu dianggap membatasi daerah kabupaten dalam pengelolan sektor pertambangan. Tabel 29. Jenis dan Jumlah Bahan Galian Golongan C di Kabupaten Banjarnegara No
Jenis Bahan Galian
Jumlah Cadangan Deposit (M3)
A Bahan Galian Industri 1 Asbes 3.085.250 2 Batu Gamping 12.372.000 3 Feldspar 55.943.846 4 Pasir Kwarsa 260.000 5 Lempung 199.249.450 6 Trass 139.945.000 7 Oker 1.250.000 8 Batu Tulis/Slate 150.000 9 Zeolit 1.112.500 B Bahan Galian Bangunan 1 Andesit 42.797.506 2 Diorit 289.195.000 3 Marmer 18.688.000 4 Pasir dan Batu 5.100.300 Sumber: Pemerintah Kabupaten Banjarnegara, 2001.
Jumlah Cadangan (%)
Perkiraan Berat (Ton)
0,7 3 13,5 0,1 48,2 33,8 0,3 0,1 0,3
54.870.025 1.777.762.000 145.454.000 689.000 194.095.459 36.231.500 554.038.331 384.000 2.892.500
12,1 81,4 5,3 1,5
768.003.831 773.861.000 48.588.800 12.386.780
Kabupaten Banjarnegara memiliki berbagai kekayaan alam galian golongan C, tetapi masih berupa cadangan dan belum dieksploitasi. Cadangan deposit/bahan galian C yang dimiliki Kabupaten Banjarnegara ditunjukkan pada Tabel 29. Pemanfaatan bahan galian tersebut masih didominasi warga desa
83
setempat dengan hasil yang kurang optimal. Dengan keterbatasan peralatan, hasil yang diperoleh pun tidak banyak. Dalam hal kualitas juga tidak sebaik jika diproses dengan teknologi canggih. Selain itu, hasil tambang hanya dijual dalam bentuk crude/galian yang hanya memberikan nilai tambah rendah. Sebagai contoh, kisah nyata para penambang batu lempeng di Bukit Sitedeng, Desa Sarwodadi, Pejawaran, Kabupaten Banjarnegara. Beberapa warga berusaha mengolah batu lempeng di bukit berketinggian 1.500 m dpl hanya dengan berbekal palu dan tatah. Kedua piranti itu digunakan untuk memotong batu agar ketebalannya hanya 1,5-2 cm. Fakta ini menyiratkan bahwa investasi di bidang pertambangan sangat diperlukan Kabupaten Banjarnegara agar dayasaing dapat diciptakan. Selain itu, dengan pembangunan pusat-pusat pengolahan hasil tambang, potensi tambang yang dimiliki Kabupaten Banjarnegara akan berdampak riil terhadap kesejahteraan masyarakat yaitu tertampungnya ribuan tenaga kerja lokal.
4.4.3. Regulasi Sektor Industri Pengolahan Berdasarkan Perda No. 7 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Banjarnegara 2006-2011, salah satu arah kebijakan ekonomi Kabupaten Banjarnegara tahun 2009 adalah meningkatkan peran UMKM dalam pemenuhan kebutuhan pasar domestik dan orientasi ekspor serta pengembangan kewirausahaan untuk mendorong dayasaing. Selain itu, kebijakan diarahkan untuk meningkatkan kualitas sektor industri melalui pemanfaatan teknologi, kelembagaan dan sarana prasarana pendukung.
84
Di Kabupaten Banjarnegara terdapat beberapa industri kerajinan rakyat, antara lain keramik, mebel bambu, anyaman bambu, sangkar burung dan batu bata. Kecamatan Klampok terkenal sebagai sentra industri kerajinan keramik. Kerajinan berbahan baku baku tanah liat dengan sistem glasseur berkembang sejak zaman penjajahan Belanda. Saat ini, para perajin setempat mulai mengembangkan motif tradisionil dan Asmat (Papua) dari bentuk bangku, tempat payung sampai sovenir pesta pernikahan. Lokasi sentra industri ini mudah dicapai, karena berada pada jalur Banjarnegara-Banyumas. Di sepanjang jalan ini perajin menjadikan rumahnya sekaligus sebagai show room. Untuk mengembangkan sektor industri, Pemerintah Daerah
perlu
mendorong intervensi perbankan untuk membiayai jenis-jenis industri pengolahan yang berbasis padat karya, sehingga akan sangat membantu pemerintah dalam mengurangi pengangguran, sekaligus mendorong tumbuhnya kegiatan di sektor riil. Sebagai contoh adalah penyaluran kredit modal kerja bagi industri pengolahan kecil dan menengah. Strategi lain yang dapat dilakukan adalah dengan perbaikan mutu, desain, dan teknologi olahan.
4.4.4. Regulasi Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Terdapat pro dan kontra dalam penetapan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Usaha Ketenagalistrikan Daerah Kabupaten Banjarnegara. Pajak pembangkit listrik sungai alam ditetapkan sebesar 3 persen selama tujuh tahun pengoperasian. Kemudian pajaknya menjadi 21 persen setelah beroperasi lebih dari tujuh tahun. Penetapan pajak tersebut dianggap memberatkan para investor. Pihak Pemerintah Kabupaten Banjarnegara mengklaim bahwa pajak itu
85
realistis dan digunakan untuk perbaikan irigasi serta menjaga hutan di sepanjang aliran sungai. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, menyebutkan untuk meningkatkan penggunaan produksi listrik di wilayah pedesaan dengan menggunakan energi terbarukan setempat. Dengan adanya Undang-Undang ini beberapa investor tertarik untuk menanamkan modalnya pada subsektor listrik. Hal ini dilatarbelakangi karena terjadinya krisis listrik di Indonesia, sehingga perlu menggali sumber-sumber listik baru untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Dalam rangka mendukung UU No. 25 Tahun 2004, pada tahun 2008, di Kabupaten Banjarnegara dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM). Terdapat enam titik yang akan dijadikan sumber PLTM itu yaitu di Desa Pagerpelah, Kecamatan Karangkobar berdaya 2.900 Kw, Sijeruk Banjarmangu berdaya 3.580 Kw, Kalibening berdaya 3.000 Kw, Jlegong, Karangkobar berdaya 2.700 Kw,
Jenggung,
Banjarmangu
berdaya 2.200 Kw, dan
Paweden,
Karangkobar berdaya 3.160 Kw. Enam titik tersebut berada di tiga sungai yakni sungai Urang ada empat titik, sedangkan sungai Bombong dan Brukah masingmasing satu titik. Selanjutnya, PT Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan atau IP UBP Pusat Listrik Tenaga Air Mrica, Banjarnegara membangun dua unit PLTA mini dengan kapasitas terpasang 8,5 megawatt. Energi listrik ini akan masuk ke jaringan interkoneksi Jawa-Bali. Dua PLTA Mini akan dibangun di Desa Siteki Kecamatan
Rakit
dan
Plumbungan
Kecamatan
Pagentan,
Kabupaten
86
Banjarnegara. PLTA Siteki didesain untuk menghasilkan listrik 1,3 megawatt (MW) dan PLTA Plumbungan 1,6 megawatt. PLTA mini ini akan memanfaatkan aliran air dari jaringan irigasi Serayu Banjarcahyana yang selama ini hanya dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian.
4.4.5. Regulasi Sektor Bangunan dan Konstruksi UU No.
18 Tahun 1999, memberikan arah pertumbuhan dan
perkembangan konstruksi untuk mewujudkan sektor usaha yang kokoh, andal dan berdayasaing. Pada saat krisis ekonomi tahun 1998, banyak proyek-proyek pembangunan di Kabupaten Banjarnegara tertunda pelaksanaanya. Seiring dengan mulai membaiknya kondisi perekonomian, maka proyek-proyek pembangunan yang sempat tertunda dapat dilaksanakan. Proyek besar yang sedang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Banjarnegara adalah pembangunan terminal dan stadion.
4.4.6. Regulasi Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Regional management merupakan suatu konsepsi pengembangan wilayah yang menitikberatkan pada kerjasama strategis antardaerah dalam lingkup kawasan. Kabupaten Banjarnegara bersama empat kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Purbalingga, Banyumas, Cilacap dan Kebumen menjalin kerjasama dalam bentuk regional management Barlingmascakeb. Kerjasama ini diharapkan membantu dalam percepatan pembangunan melalui pengembangan jaringan pasar dan perdagangan. Dasar pembentukan kerjasama tersebut adalah Keputusan
87
Bersama Bupati Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap dan Kebumen No. 130 A Tahun 2003, No. 36 Tahun 2003 dan No. 16 Tahun 2003.
4.4.7. Regulasi Sektor Angkutan dan Komunikasi UU No. 25 Tahun 2004, menyebutkan bahwa tiap daerah harus meningkatkan aksesbilitas pelayanan transportasi. Sebagai upaya membedah jalur transportasi di Jawa Tengah bagian selatan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah meningkatkan status jalan raya Kajen (Pekalongan)-Banjarnegara. Pembedahan jalur transportasi bagian selatan diharapkan bisa mengurangi volume kendaraan di jalur pantura yang selama ini dikenal padat. Jalan tersebut akan digunakan untuk jalur utama transportasi darat. Sebagai tahap awal, jalan itu akan dilalui angkutan transportasi Solo-Yogyakarta-Kebumen-Banjarnegara-Kajen-Jakarta. Bila jalur ini dapat dibuka, dampaknya adalah membuka isolasi daerah dengan harapan terjadinya pertumbuhan ekonomi masyarakat. 4.4.8. Regulasi Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, salah satu prioritas pembangunan nasional adalah peningkatan pelayanan dasar dan pembangunan pedesaan melalui perumahan dan pemukiman. Kebijakan tersebut diarahkan untuk meningkatkan penyediaan hunian yang layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah melalui pembangunan rumah sederhana sewa beserta sarana dan sarana dasarnya serta peningkatan kualitas lingkungan perumahan. Dalam rangka mendukung gerakan nasional pengembangan sejuta rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah yaitu penghasilan setiap bulannya di bawah Rp. 2,5 juta, Pemerintah
88
Kabupaten Banjarnegara bekerjasama dengan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) mewujudkan gerakan tersebut mulai bulan Februari 2008. Untuk menunjang keberhasilan gerakan tersebut, pemerintah menyediakan tanah sejumlah 3,5 hektar untuk membangun 300 unit rumah. Pada subsektor perbankan, untuk mewujudkan bank yang kuat, sehat dan mampu bersaing, BPR/BKK di Banjarnegara melakukan merger. Kebijakan ini diambil merujuk pada ketentuan Bank Indonesia (BI) mengenai pemenuhan modal disetor, yakni peraturan BI No. 6/22/PBI/2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat. Tujuan dari dilakukannya merger adalah efisiensi anggaran dan mewujudkan bank dengan struktur permodalan yang kuat, sehingga mampu memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat. Sesuai ketentuan merger, BPR/BKK di Banjarnegara sepakat bernaung dalam satu bank yang disepakati bernama BPR/BKK Mandiraja. Ada 14 BPR/BKK yang dimerger dari 18 BPR/BKK yang ada di Banjarnegara. Selebihnya statusnya masih BKK, sehingga kemungkinan besar akan diakuisisi.
4.4.9. Regulasi Sektor Jasa-Jasa UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, menyebutkan bahwa pemerintah mendorong penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing di bidang kepariwisataan sesuai dengan rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Pengembangan pariwisata yang kini sedang diupayakan oleh Pemerintah Kabupaten Banjarnegara adalah mempromosikan kepada investor untuk menanamkan modalnya pada kawasan wisata yang potensial namun belum dimanfaatkan. Salah satunya adalah “Sibira
89
Resort”, daerah tujuan wisata di dataran tinggi Dieng yang selama ini belum pernah dibuka untuk wisatawan. Potensi yang ada di lokasi Sibira Resort yaitu kawah Sileri, air panas Bitingan dan curug Si Rawe. Sileri merupakan kawah terluas di kawasan wisata Dieng, Bitingan merupakan sumber air panas debit tinggi, sedangkan Si Rawe merupakan air terjun eksotis yang didalamnya terdapat sumber air panas dan air dingin. Ditambah lagi, pemandangan alam yang masih asli menjadikan Sibira sebagai alternatif resort wisata yang eksotik di Jawa Tengah. Hal ini menunjukkan bahwa tidak menutup kemungkinan jika Sibira dijadikan resort akan mewujudkan keinginan wisatawan untuk menginap di kesejukan udara Dieng. Berbagai insentif telah ditawarkan Pemerintah Kabupaten kepada investor yang berminat menanamkan modalnya di “Sibira Resort”. Insentif tersebut antara lain berupa penundaan pembayaran retribusi sampai dengan usaha operasional satu tahun; Pemkab menjamin keamanan dan kenyamanan berusaha bagi investor; Pemkab memberi bantuan dalam penanganan permasalahan sosial, hukum dan kemasyarakatan; Pemkab bertanggung jawab terhadap keamanan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Banjarnegara; Pemkab memberikan dukungan infrastruktur menuju lokasi usaha; Pemkab menyediakan tenaga kerja dan memberikan kemudahan–kemudahan. Sistem pola kerjasama yang ditawarkan Pemkab adalah joint venture. Dimana investasi antara investor dengan pemerintah Kabupaten akan digunakan dalam hal perbaikan dan pembangunan sarana dan prasarana atau infrastruktur. Selanjutnya, pembagian keuntungan berdasarkan penilaian kontribusi modal/aset.
90
Pengembangan pariwisata juga harus dilakukan pada tempat wisata yang sudah dikelola. Di Kabupaten Banjarnegara terdapat dataran tinggi Dieng, arung jeram sungai Serayu, argowisata Tambi, telaga Menjer, taman rekreasi Margastwa Serulingmas dan pusat kerajinan keramik Klampok. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan peningkatan promosi ke luar daerah, dan memperlancar infrastruktur menuju lokasi wisata. Pengelolaan kepariwisataan yang baik dan berkelanjutan berpotensi memberikan kesempatan bagi tumbuhnya ekonomi di suatu daerah.
91
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 1.
Sektor yang memiliki laju pertumbuhan cepat di Kabupaten Banjarnegara adalah sektor yang memiliki nilai pertumbuhan proporsional positif sepanjang periode 1996-2007 yaitu sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 44,5 persen pada 1996-2000 dan 3,63 persen pada 2001-2003 selanjutnya 8,7 persen pada 2004-2007, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 14,03 persen pada 1996-2000 dan 0,12 persen pada 2001-2003 selanjutnya 16,8 persen pada 2004-2007, sektor angkutan dan komunikasi sebesar 22,6 persen pada 1996-2000 dan 2,81 persen pada 2001-2003 selanjutnya 6,5 persen pada 2004-2007. Sepanjang periode 1996-2007, sektor yang memiliki perubahan dalam laju pertumbuhan proporsional adalah sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor bangunan dan konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Perubahan laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian tersebut disebabkan adanya perubahan ketersediaan bahan mentah, perubahan
permintaan produk
akhir serta perubahan dalam struktur dan keragaman pasar. 2.
Pada periode 1996-2007, sebagian besar sektor-sektor perekonomian di Kabupaten
Banjarnegara
memiliki
dayasaing
yang
kurang
baik
dibandingkan Provinsi Jawa Tengah. Beberapa faktor yang menyebabkan sektor-sektor
perekonomian
di
Kabupaten
Banjarnegara
kurang
92
berdayasaing adalah masalah kurangnya investasi, infrasruktur dan prasarana sosial ekonomi yang belum memadai, sulitnyanya akses ke pasar serta keunggulan komparatif yang dimiliki Kabupaten Banjarnegara belum dimanfaatkan secara optimal. 3.
Sektor yang termasuk dalam kelompok pertumbuhan progresif (maju) di Kabupaten Banjarnegara sepanjang periode 1996-2007 adalah sektor yang memiliki nilai pergeseran bersih positif yaitu sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 36,42 persen pada 1996-2000 dan 5,52 persen pada 20012003 selanjutnya 2,21 persen pada 2004-2007, sektor angkutan dan komunikasi sebesar 34,35 persen pada 1996-2000 dan 6,6 persen pada 2001-2003 selanjutnya 1,93 persen pada 2004-2007. Sebaliknya, sektor yang termasuk dalam kelompok pertumbuhan lambat adalah sektor yang memiliki nilai pergeseran bersih negatif yaitu sektor pertanian sebesar 2,04 persen pada 1996-2000 dan -8,55 persen pada 2001-2003 selanjutnya -6,72 persen pada 2004-2007, sektor industri pengolahan sebesar -11,18 persen pada 1996-2000 dan -2,6 persen pada 2001-2003 selanjutnya -8,73 persen pada 2004-2007, sektor pedagangan, hotel dan restoran sebesar 8,05 persen pada 1996-2000 dan -5,25 persen pada 2001-2003 selanjutnya -8,13 persen pada 2004-2007. Sektor yang kelompok pertumbuhannya mengalami perubahan sepanjang periode 1996-2007 adalah sektor pertambangan dan penggalian, sektor bangunan dan konstruksi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Perubahan kelompok pertumbuhan tersebut disebabkan perubahan dalam laju
93
pertumbuhan
serta
perubahan
dalam
dayasaing
sektor-sektor
perekonomian. 4.
Regulasi pemerintah pusat maupun daerah secara umun bertujuan mendukung pertumbuhan sektor-sektor perekonomian.
5.2. Saran 1.
Relatif rendahnya laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banjarnegara sangat erat kaitannya dengan struktur ekonomi Kabupaten Banjarnegara yang masih didominasi oleh sektor primer (pertanian). Pertumbuhan sektor pertanian tersebut lebih lambat dibanding sektor sekunder (sektor pertambangan dan penggalian, sektor bangunan dan konstruksi serta sektor listrik, gas dan air bersih) dan tersier (sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa), padahal sektor pertanian memiliki proporsi paling besar dalam PDRB Kabupaten Banjarnegara. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah dapat terus mengembangkan produk pertanian agar memiliki nilai tambah yang berorientasi pada sistem agrobisnis dan industri dengan prinsip pertanian berwawasan lingkungan.
2.
Pemerintah Kabupaten Banjarnegara dapat meningkatkan dayasaing sektor-sektor perekonomian dengan meningkatkan kelancaran aksesbilitas untuk menekan ekonomi biaya tinggi, kebijakan ekonomi regional yang menciptakan iklim kondusif bagi investasi, serta dukungan kelembagaan seperti kemudahan kredit perbankan bagi UMKM.
94
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. “Harga Rendah Jadi Ancaman” [Suara Merdeka Online]. http://www.suaramerdeka.com/harian/0508/30/nas21.htm [18 Juni 2009] Anonim. 2008. Undang-Undang Republik Indonesia No 12 Tahun 2008. Fajar Pustaka Mandiri, Jakarta. Arsyad, L. 2003. Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE, Yogyakarta. Basri, F. 2002. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta. BPS. 2007. Banjarnegara dalam Angka. Badan Pusat Statistik, Banjarnegara. ------. 2000. Pendapatan Regional Kabupaten Banjarnegara. Badan Pusat Statistik, Banjarnegara. ------. 2000. Pendapatan Regional Provinsi Jawa Tengah. Badan Pusat Statistik, Semarang. ------. 2005. Pendapatan Regional Kabupaten Banjarnegara. Badan Pusat Statistik, Banjarnegara. ------. 2007. Pendapatan Regional Provinsi Jawa Tengah. Badan Pusat Statistik, Semarang . ------. 2007. Pendapatan Regional Kabupaten Banjarnegara. Badan Pusat Statistik, Banjarnegara. ------. 2007. Pendapatan Regional Provinsi Jawa Tengah. Badan Pusat Statistik, Semarang. Burhanudin, Rukmorini dan Herusansono. 2008. “Persemayaman Dewa yang Merana” [Kompas Online]. http://m.kompas.com/index.php/news/read/data/2008.12.24.04025286 [13 Juni 2009] Kaloh, J. 2002. Mencari Bentuk Otonomi Daerah. Rineka Cipta, Jakarta.
95
Pemerintah Kabupaten Banjarnegara. 2001. Sekilas Potensi Sumber Daya Mineral di Kabupaten Banjarnegara. Bagian Perekonomian Setda Kabupaten Banjarnegara, Banjarnegara. ------------------------------------------------. 2008. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Banjarnegara Tahun 2009. Pemda, Banjarnegara. Priyarsono, Sahara dan M. Firdaus. 2007. Ekonomi Regional. Universitas Terbuka, Jakarta. Putra, A. 2003. Analisis Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian di DKI Jakarta Sebelum dan Masa Krisis Ekonomi [Skripsi]. Fakultas ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Restuningsih. 2003. Analisis Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian di DKI Jakarta Sebelum dan Masa Krisis Ekonomi [Skripsi]. Fakultas ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Salam, D. S. 2007. Otonomi Daerah dalam Perspektif Lingkungan, Nilai, dan Sumber Daya. Djambatan, Jakarta. Wahyuni, N. 2007. Analisis Pertumbuhan Sektor-Sektor Ekonomi Kota Tangerang Pada Masa Otonomi Daerah (2001-2005) [ Skripsi]. Fakultas ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Warseno. 2002. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Badan Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah, Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. PDRB Kabupaten Banjarnegara Tahun 1996-2000 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 (Juta Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
1996 358.689,15
1997 362.569,34
1998 377.112,75
1999 345.426,75
2000 343.473,82
4.531,66
4.215,48
4.432,99
4.532,89
4.556,05
144.270,79 2.842,97 61.624,77
141.689,87 2.767,58 49.870,35
125.537,74 3.039,36 47.575,15
124.769,47 3.331,87 46.937,09
124.966,86 3.815,76 47.630,17
116.537,59
113.537,52
108.013,99
104.359,41
104.588,83
29.330,08
37.752,49
36.220,23
41.103,77
38.758,92
38.562,68
38.956,82
30.390,12
36.999,50
38.823,69
111.032,17 867.421,87
123.713,12 875.072,60
105.668,73 837.991,07
134.217,65 841.678,42
144.289,26 850.903,38
Sumber: BPS Kabupaten Banjarnegara, 2000.
97
Lampiran 2. PDRB Kabupaten Banjarnegara Tahun 2001-2007 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor 2001 2002 Pertanian 823.344,51 806.839,58 Pertambangan dan 10.677,18 10.835,18 Penggalian Industri Pengolahan 302.810,94 312.675,70 Listrik, Gas dan Air 7.539,42 8.266,60 Bersih Bangunan dan 135.606,55 140.055,82 Konstruksi Perdagangan, Hotel dan 275.467,38 277.026,24 Restoran Angkutan dan 71.181,01 77.137,23 Komunikasi Keuangan, Persewaan 94.265,18 95.782,87 dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa 299.861,91 308.597,97 Total 2.020.754,08 2.037.217,19 Sumber: BPS Kabupaten Banjarnegara, 2005-2007.
2003
2004
2005
2006
2007
824.643,43
852.506,69
879.834,48
904.050,75
941.666,77
10.958,50
11.379,25
11.901,45
12.691,78
13.315,41
321.321,93
325.862,76
329.889,54
338.493,74
353.362,69
8.612,06
9.455,92
10.298,20
10.956,50
11.289,21
145.206,77
140.454,62
147.036,91
158.632,72
172.080,22
285.008,97
291.650,61
298.122,99
306.521,12
318.037,76
82.077,25
88.599,83
92.376,86
100.394,82
105.526,17
114.497,48
123.417,83
123.093,75
130.521,42
142.897,83
318.406,26 2.110.732,66
347.835,33 2.191.162,85
385.063,67 2.277.617,86
414.431,74 2.376.694,58
437.610,20 2.495.785,82
98
Lampiran 3. PDRB Provinsi Jawa Tengah Tahun 1996-2000 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 (Juta Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
1996 8.487.971,93
1997 8.216.026,20
1998 7.940.632,03
1999 8.184.670,67
2000 8.455.973,17
527.557,05
587.426,67
545.662,76
575.612,99
589.963,73
13.327.648,25 13.709.758,32 11.707.062,06 346.833,47 393.556,61 407.879,93 2.011.485,33 2.139.684,09 1.452.845,56
12.036.861,68 12.421.426,24 450.221,11 493.724,43 1.626.238,40 1.650.463,27
9.034.329,60
9.612.930,14
8.747.296,31
9.026.900,22
9.632.603,63
1.705.241,76
1.766.846,11
1.765.265,71
1.946.926,99
2.053.018,42
2.114.567,23
2.283.522,22
1.502.666,55
1.559.305,07
1.605.968,13
4.306.569,10 4.420.088,54 3.995.962,44 41.862.203,72 43.129.838,90 38.065.273,35
3.987.776,61 4.038.526,07 39.394.513,74 40.941.667,09
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2000.
99
Lampiran 4. PDRB Provinsi Jawa Tengah Tahun 2001-2007 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor 2001 2002 Pertanian 26.417.424,36 27.725.086,08 Pertambangan dan 1.190.371,57 1.227.651,53 Penggalian Industri Pengolahan 37.164.561,05 39.193.652,64 Listrik, Gas dan Air 872.603,67 975.868,80 Bersih Bangunan dan 5.532.343,12 6.116.817,45 Konstruksi Perdagangan, Hotel 25.813.343,84 26.289.742,59 dan Restoran Angkutan dan 5.577.204,52 5.872.915,88 Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa 4.420.388,39 4.524.128,37 Perusahaan Jasa-Jasa 11.828.159,77 11.112.677,79 Total 118.816.400,29 123.038.541,13 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2005-2007.
2003 27.157.595,62
2004 28.606.237,28
2005 29.924.642,25
2006 31.002.199,11
2007 31.862.697,60
1.295.356,44
1.330.759,58
1.454.230,59
1.678.299,61
1.782.886,65
41.347.172,12
43.995.611,83
46.105.706,52
48.189.134,86
50.870.785,69
980.306,54
1.065.114,58
1.179.891,98
1.256.430,34
1.340.845,17
6.907.250,46
7.448.715,40
7.960.948,49
8.446.566,35
9.055.728,78
27.666.472,01
28.343.045,24
30.056.962,75
31.816.441,85
33.898.013,93
6.219.922,79
6.510.447,43
6.988.425,75
7.451.506,22
8.052.597,04
4.650.861,80
4.826.541,38
5.067.665,70
5.399.608,70
5.767.341,21
12.941.524,67 129.166.462,45
13.663.399,59 135.789.872,31
14.312.739,86 143.051.213,88
15.442.467,70 150.682.654,74
16.479.357,72 159.110.253,77
100
Lampiran 5. Rasio PDRB Kabupatan Banjarnegara dan PDRB Provinsi Jawa Tengah Periode 1996-2000 Berdasarkan Harga Konstan Tahun 1993 (Ra, Ri dan ri)
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
PDRB Kabupaten Banjarnegara (Juta rupiah)
PDRB Provinsi Jawa Tengah (Juta rupiah) 1996
2000
Perubahan PDRB Kabupaten Banjarnegara Juta Rupiah
Ra
Ri
ri
Persen (%)
1996
2000
358.689,15
343.473,82
8.487.971,93
8.455.973,17
-15.215,33
-4,24
-0,02
-0,003
-0,04
4.531,66
4.556,05
527.557,05
589.963,73
24,39
0,54
-0,02
0,12
0,005
144.270,79
124.966,86
13.327.648,25
12.421.426,24
-19.303,93
-13,38
-0,02
-0,07
-0,13
2.842,97
3.815,76
346.833,47
493.724,43
972,79
34,22
-0,02
0,42
0,34
61.624,77
47.630,17
2.011.485,33
1.650.463,27
-13.994,60
-22,71
-0,02
-0,18
-0,23
116.537,59
104.588,83
9.034.329,60
9.632.603,63
-11.948,76
-10,25
-0,02
0,07
-0,10
29.330,08
38.758,92
1.705.241,76
2.053.018,42
9.428,84
32,15
-0,02
0,20
0,32
38.562,68
38.823,69
2.114.567,23
1.605.968,13
261,01
0,68
-0,02
-0,24
0,006
111.032,17 867.421,87
144.289,26 850.903,38
4.306.569,10 41.862.203,72
4.038.526,07 40.941.667,09
33.257,09 -16.518,49
29,95 -1,91
-0,02 -0,02
-0,06
0,30
101
Lampiran 6. Rasio PDRB Kabupatan Banjarnegara dan PDRB Provinsi Jawa Tengah Periode 2001-2003 Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 (Ra, Ri dan ri)
No
Sektor
PDRB Kabupaten Banjarnegara (Juta rupiah)
2 3 4 5 6 7 8 9
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
Perubahan PDRB Kabupaten Banjarnegara
Ra
Ri
ri
0,09
0,03
0,002
823.344,51
824.643,43
26.417.424,36
27.157.595,62
1.298,92
Persen (%) 0,16
10.677,18
10.958,50
1.190.371,57
1.295.356,44
281,32
2,63
0,09
0,09
0,03
302.810,94
321.321,93
37.164.561,05
41.347.172,12
18.510,99
6,11
0,09
0,11
0,06
7.539,42
8.612,06
872.603,67
980.306,54
1.072,64
14,23
0,09
0,12
0,14
135.606,55
145.206,77
5.532.343,12
6.907.250,46
9.600,22
7,08
0,09
0,25
0,07
275.467,38
285.008,97
25.813.343,84
27.666.472,01
9.541,58
3,46
0,09
0,07
0,03
71.181,01
82.077,25
5.577.204,52
6.219.922,79
10.896,24
15,31
0,09
0,12
0,15
94.265,18
114.497,48
4.420.388,39
4.650.861,80
20.232,30
21,46
0,09
0,05
0,21
299.861,91 2.020.754,08
318.406,27 2.110.732,66
11.828.159,77 118.816.400,29
12.941.524,67 129.166.462,45
18.544,35 89.978,57
6,18 4,45
0,09 0,09
0,09
0,06
2001 1
PDRB Provinsi Jawa Tengah (Juta rupiah)
2003
2001
2003
Juta Rupiah
102
Lampiran 7. Rasio PDRB Kabupatan Banjarnegara dan PDRB Provinsi Jawa Tengah Periode 2004-2007 Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 (Ra, Ri dan ri)
No
Sektor
PDRB Kabupaten Banjarnegara (Juta rupiah)
2 3 4 5 6 7 8 9
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
Ra
Ri
ri
0,17
0,11
0,10
852.506,69
941.666,77
28.606.237,28
31.862.697,60
89.160,07
Persen (%) 10,46
11.379,25
13.315,41
1.330.759,58
1.782.886,65
1.936,17
17,01
0,17
0,34
0,17
325.862,77
353.362,70
43.995.611,83
50.870.785,69
27.499,93
8,44
0,17
0,16
0,08
9.455,92
11.289,21
1.065.114,58
1.340.845,17
1.833,29
19,39
0,17
0,26
0,19
140.454,62
172.080,22
7.448.715,40
9.055.728,78
31.625,60
22,52
0,17
0,22
0,23
291.650,61
318.037,76
28.343.045,24
33.898.013,93
26.387,15
9,05
0,17
0,20
0,09
88.599,83
105.526,17
6.510.447,43
8.052.597,04
16.926,34
19,10
0,17
0,24
0,19
123.417,83
142.897,83
4.826.541,38
5.767.341,21
19.480,01
15,78
0,17
0,19
0,16
347.835,33 2.191.162,85
437.610,20 2.495.785,82
13.663.399,59 135.789.872,31
16.479.357,72 159.110.253,77
89.774,87 304.622,97
25,81 13,90
0,17 0,17
0,21
0,26
2004 1
PDRB Provinsi Jawa Tengah (Juta rupiah)
Perubahan PDRB Kabupaten Banjarnegara
2007
2004
2007
Juta Rupiah
103
Lampiran 8. Contoh Perhitungan Rasio PDRB Kabupaten Banjarnegara dan PDRB Provinsi Jawa Tengah (Ra, Ri, dan ri) PDRB Provinsi Jawa Tengah (Juta rupiah) No
1
PDRB Kabupaten Banjarnegara (Juta rupiah)
Perubahan PDRB Kabupaten Banjarnegara
Sektor
Pertanian Total
2004 (1)
2007 (2)
28.606.237,28 135.789.872,31
31.862.697,60 159.110.253,77
2004 (3)
2007 (4)
852.506,69 2.191.162,85
941.666,77 2.495.785,82
Juta Rupiah (5) 89.160,07 304.622,97
Persen (%) (6) 10,46 13,90
Ra (7)
Ri (8)
ri (9)
0,17 0,17
0,11
0,10
a. Perubahan PDRB Kabupaten Banjarnegara Dalam contoh perhitungan ini, sektor ke-i adalah sektor pertanian dan wilayah ke-j adalah Kabupaten Banjarnegara. Dengan demikian perubahan PDRB adalah sebagai berikut: Δ Yij = (4) - (3) Δ Yij = 941.666,77 - 852.506,69 Δ Yij = 89.160,07 b. Persentase Perubahan PDRB % Δ PDRBij = ((5) / (3) *100 % Δ PDRBij = (89.160,07 / 852.506,69) * 100 = 10,46 %
104
c. Ra Ra = (Total (2) – Total (1)) / Total (1) = (159.110.253,77- 135.789.872,31) / 135.789.872,31 = 0,17 d. Ri. Ri = ((2) – (1)) / (1) = (31.862.697,60 - 28.606.237,28) / 28.606.237,28 = 0,11 e. ri ri = ((4) – (3) / (3) = (941.666,77 - 852.506,69) / 852.506,69 = 0,10
105
Lampiran 9. Contoh Perhitungan Komponen Pertumbuhan Regional (PR)
No
Sektor Perekonomian
PR 2004-2007
146.408,42 1.954,26 55.963,26 1.623,95 24.121,50 50.087,71 15.216,02
(2) Persen (%) 17,17 17,17 17,17 17,17 17,17 17,17 17,17
21.195,62
17,17
123.417,83
59.736,80
17,17
347.835,33
(1 ) Juta Rupiah 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
PDRB Kabupaten Banjarnegara (Juta rupiah) (3) Tahun 2004
852.506,69 11.379,25 325.862,76 9.455,92 140.454,62 291.650,61 88.599,83
Contoh Perhitungan Maka bila kita akan menghitung PR untuk sektor pertanian adalah sebagai berikut: PR = (Ra) Yij = (0,17) x (3) = (0,17) x Rp 852.506,69 = 146.408,42 juta rupiah Sedangkan untuk menghitung persentasenya adalah sebagai berikut: PR = (1 / 3) *100 = (146.408,42 / 852.506,69) * 100 = 17,17 %
106
Lampiran 10. Contoh Perhitungan Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)
No
Sektor Perekonomian
PP 2004-2007
-49.361,26 1.911,85 -5.040,84 823,95 6.180,70
-5,79 16,80 -1,55 8,71 4,40
PDRB Kabupaten Banjarnegara (Juta rupiah) (3) Tahun 2004 852.506,69 11.379,25 325.862,76 9.455,92 140.454,62
7.073,05
2,43
291.650,61
5.770,89
6,51
88.599,83
2.861,25
2,32
123.417,83
11.950,32
3,44
347.835,33
(1 ) Juta Rupiah 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
(2) Persen (%)
Contoh Perhitungan Maka bila kita akan menghitung PP untuk sektor pertanian adalah sebagai berikut: PP = (Ri - Ra) Yij = (0,11 – 0,17) x (3) = (- 0,06) x Rp 852.506,69 = - 49.361,26 juta rupiah Sedangkan untuk menghitung persentasenya adalah sebagai berikut: PP = (1 / 3) *100 = (-49.361,26/ 852.506,69) * 100 = -5,79 % 107
Lampiran 11. Contoh Perhitungan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)
No
Sektor Perekonomian
PPW 2004-2007
-7.887,09 -1.929,95 -23.422,49 -614,61 1.323,40 -30.773,61 -4.060,57
-0,93 -16,96 -7,19 -6,50 0,94 -10,55 -4,58
PDRB Kabupaten Banjarnegara (juta rupiah) (3) Tahun 2004 852.506,69 11.379,25 325.862,76 9.455,92 140.454,62 291.650,61 88.599,83
-4.576,86
-3,71
123.417,83
18.087,75
5,20
347.835,33
(1 )Juta Rupiah 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
(2) Persen (%)
Contoh Perhitungan Maka bila kita akan menghitung PPW untuk sektor pertanian adalah sebagai berikut: PPW = (ri - Ri) Yij = (0,10 – 0,11) x (3) = ( - 0,01) x Rp 852.506,69 = -7.887,09 juta rupiah Sedangkan untuk menghitung persentasenya adalah sebagai berikut: PPW = (1 / 3) *100 = (-7.887,09/ 852.506,69) * 100 = -0,93 %
108
Lampiran 12. Contoh Perhitungan Komponen Pergeseran Bersih (PB)
No
Sektor Perekonomian
PB 2004-2007
-57.248,35 -18,09 -28.463,33 209,34 7.504,10
(2) Persen (%) -6,72 -0,16 -8,73 2,21 5,34
PDRB Kabupaten Banjarnegara (Juta rupiah) (3) Tahun 2004 852.506,69 11.379,25 325.862,76 9.455,92 140.454,62
-23.700,56
-8,13
291.650,61
1.710,31
1,93
88.599,83
-1.715,62
-1,39
123.417,83
30.038,07
8,64
347.835,33
(1 ) Juta Rupiah 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
Contoh Perhitungan: Maka bila kita akan menghitung PB untuk sektor pertanian adalah sebagai berikut: PB = PPij + PPWij = -49.361,26 + (-7.887,09) = -57.248,35 juta rupiah Sedangkan untuk menghitung persentasenya adalah sebagai berikut: PB = (1 / 3) *100 = (-57.248,35 / 852.506,69) * 100 = -6,72 % 109