DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN SEKTOR PEREKONOMIAN DI KABUPATEN TAPANULI UTARA
OLEH RUTH ELISABETH SIHOMBING H 14102037
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN RUTH SIHOMBING. Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pertumbuhan Sektor Perekonomian Di Kabupaten Tapanuli Utara (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYANTI) Pada masa sebelum otonomi daerah, peranan pemerintah pusat sangat besar dalam menentukan kebijakan pembangunan daerah, sehingga menimbulkan keidakpuasan dari pemerintah daerah. Menanggapi ketidakpuasan dari pemerintah daerah tersebut, maka pemerintah pusat pada masa reformasi mengeluarkan UU No 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, Kabupaten Tapanuli Utara yang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara ikut serta mengimplementasikan kebijakan otonomi daerah tersebut, sehingga Kabupaten Tapanuli Utara memiliki kemandirian menentukan arah pembangunannya untuk kemajuan daerahnya. Secara ekonomi, Kabupaten Tapanuli Utara merupakan wilayah yang strategis karena merupakan jalur lintas dari beberapa kabupaten di Provinsi Sumatera Utara. Selain itu Kabupaten Tapanuli Utara juga merupakan kawasan yang terkenal di nusantara karena potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimilikinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara sebelum dan pada masa otonomi daerah, mengidentifikasi perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara jika dibandingkan dengan Provinsi Sumatera Utara maupun daya saing sektor-sektor tersebut jika dibandingkan dengan kabupaten lain di Provinsi Sumatera Utara. Selain itu juga untuk mengidentifikasi profil pertumbuhan PDRB dan pergeseran bersih sektor-sektor ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara, sehingga dapat diketahui sektor mana yang termasuk dalam kelompok pertumbuhan progresif dan sektor mana yang termasuk dalam kelompok pertumbuhan yang lambat. Pada penelitian ini, analisis mengenai dampak otonomi daerah terhadap pertumbuhan sektor perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara digunakan analisis shift share. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa nilai PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan nilai PDRB Provinsi Sumatera Utara tahun 1993-2004 berdasarkan harga konstan tahun 1993. Untuk melihat pertumbuhan masing-masing sektor akan dibagi dalam tiga periode waktu, yaitu tahun 1993-1996 periode sebelum otonomi daerah yang menggambarkan kondisi sebelum krisis ekonomi, tahun 1997-2000 periode sebelum otonomi daerah yang menggambarkan kondisi pada saat terjadinya krisis ekonomi, dan tahun 2001-2004 periode pada masa berlakunya otonomi daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kurun waktu 1993-1996, sektor yang pertumbuhannya paling cepat adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor yang pertumbuhannya paling lambat adalah sektor pertambangan. Dilihat dari daya saingnya, sektor pertambangan adalah sektor yang mempunyai daya saing paling baik dibandingkan dengan kabupaten lain, sedangkan sektor yang tidak mampu bersaing dengan kabupaten lain adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Pada kurun waktu 1997 sampai 2000, sektor yang mempunyai laju pertumbuhan paling cepat adalah sektor listrik, gas dan air bersih, sedangkan sektor yang pertumbuhannya paling lambat adalah sektor industri pengolahan. Sektor industri pengolahan mempunyai daya saing yang
baik bila dibandingkan dengan kabupaten lain, sedangkan sektor bangunan merupakan sektor yang memiliki daya saing yang buruk bila dibandingkan dengan kabupaten lain. Pada masa otonomi daerah tahun 2001-2004, sektor pertanian merupakan sektor yang pertumbuhannya paling cepat, sedangkan sektor yang pertumbuhannya paling lambat adalah sektor bangunan. Pada masa otonomi daerah, semua sektor mempunyai daya saing yang baik bila dibandingkan dengan kabupaten lain, sektor bangunan merupakan sektor yang mempunyai daya saing yang paling baik bila dibandingkan dengan sektor yang lainnya. Pada masa otonomi daerah tahun 2001 sampai 2004, perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara termasuk dalam kelompok pertumbuhan progresif. Akan tetapi sebagian besar sektor ekonomi mempunyai laju pertumbuhan yang lambat. Oleh karena itu, pemerintah daerah diharapkan dapat terus mendorong perkembangan tiap sektor, karena semua sektor tersebut memiliki daya saing yang baik bila dibandingkan dengan kabupaten lain. Caranya yaitu dengan meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana pendukung seperti jalur transportasi, jaringan komunikasi, dan lain sebagainya, sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah. Selain itu, untuk mendorong pertumbuhan sektor ekonomi, perlu adanya perhatian yang besar dari pemerintah daerah dan juga adanya kebijakan perpajakan yang mendukung. Kebijakan otonomi daerah berpengaruh baik terhadap perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara. Akan tetapi pemerintah daerah harus bisa memanfatkan potensi daerah yang ada baik itu potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia supaya ke depannya perekonomian semakin maju.
DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN SEKTOR PEREKONOMIAN DI KABUPATEN TAPANULI UTARA
Oleh RUTH ELISABETH SIHOMBING H 14102037
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh. Nama Mahasiswa
: Ruth Elisabeth Sihombing
Nomor Registrasi Pokok
: H14102037
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
:Dampak Otonomi Daerah Terhadap
Pertumbuhan
Sektor Perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Ir. Wiwiek Rindayanti, M.Si NIP 131846870
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP 131846872 Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Juni 2006
Ruth Elisabeth Sihombing H14102037
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Tarutung pada tanggal 16 Februari 1985 sebagai anak kedua dari pasangan Donald Sihombing dan Amida Hutagalung. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SD Negeri I Tarutung pada tahun 1996, kemudian menyelesaikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri II Tarutung pada tahun 1999 dan menyelesaikan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri I Tarutung pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama ini penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) Institut Pertanian Bogor, dan juga dipercaya sebagai sekretaris di Komisi Kesenian PMK IPB. Penulis juga aktif di Kelompok Pra Alumni PMK IPB dan dipercaya sebagai bendahara. Selain itu penulis juga anggota Kelompok Kecil PMK IPB.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Tapanuli Utara”. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana posisi dan kondisi perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara terutama setelah berlakunya otonomi daerah. Selain itu, skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakutas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama
kepada
Ibu Ir. Wiwiek Rindayanti, M.Si, yang telah memberikan bimbingan dan masukan yang begitu berharga dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga ditujukan Bapak Muhammad Firdaus, SP. M.Si selaku dosen penguji yang telah menguji hasil penelitian ini. Terima kasih untuk saran dan kritik yang telah diberikan yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Jaenal Effendi, Ma selaku dosen komisi pendidikan, terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penulisan ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para peserta seminar yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan hasil penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu, memberikan saran dan kritik dan dukungan yang begitu besar dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis, yaitu Donald Sihombing dan Amida Hutagalung Terima kasih untuk cinta kasih yang begitu besar yang diberikan kepada penulis, juga saudarasaudara penulis. Terima kasih untuk dukungan doa dan perhatian yang begitu besar yang diberikan kepada penulis. Semoga karya ini dapat bermanfaat penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Juni 2006
Ruth Elisabeth Sihombing H14102037
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .......................................................................................................
i
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR........................................................................................... iv I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.....................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah.............................................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian................................................................................. 10 1.4. Ruang lingkup Penelitian .................................................................... 10 1.5. Kegunan Penelitian.............................................................................. 11 II.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Konsep Otonomi Daerah ..................................................................... 12 2.2. Konsep Wilayah .................................................................................. 17 2.3. Konsep Pembangunan Wilayah........................................................... 20 2.4. Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah ............................................. 24 2.5. Penelitian Terdahulu............................................................................ 27 2.6. Kerangka Teoritis ................................................................................ 30 2.6.1. Analisis Shift Share ................................................................... 30 2.6.2. Kelebihan Analisis Shift Share .................................................. 33 2.6.3. Kelemahan Analisis Shift Share ................................................ 34 2.7. Kerangka Pemikiran Konseptual ......................................................... 35
III. GAMBARAN UMUM WILAYAH 3.1. Keadaan Umum Wilayah..................................................................... 38 3.2. Keadaan Sosial Budaya ....................................................................... 41 3.3. Produk Unggulan................................................................................. 42 3.4. Keadaan Sarana dan Prasarana ............................................................ 44 3.5. Keadaan Perekonomian ....................................................................... 46 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 50 4.2. Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 50
4.3. Metode Analisis Shift Share ................................................................ 51 4.3.1. Analisis PDRB Kota/Kabupaten dan PDRB Provinsi............... 51 4.3.2. Rasio PDRB Kota/Kabupaten dan PDRB Provinsi (Nilai Ra,Ri,ri)......................................................................... 53 4.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah ............................... 54 4.3.4. Analisis Profil Pertumbuhan Wilayah dan Pergeseran Bersih ... 58 4.4. Defenisi Operasional ........................................................................... 61 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah.............................................. 64 5.1.1. Analisis PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah ........................................................................ 64 5.1.2. Rasio PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan PDRB Provinsi Sumatera Utara (Nilai Ra, Ri, ri ) Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah.................................................. 73 5.2. Analisis Pertumbuhan Sektor Perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah....................... 78 5.3. Analisis Daya Saing Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah...................... 84 5.4. Profil Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Pergeseran Bersih Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah................ 87 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan......................................................................................... 96 6.2. Saran ................................................................................................... 98 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 100 LAMPIRAN .......................................................................................................... 103
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.1. Persentase PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga konstan 1993 Tahun 1993-2004 (%) ..........................
3
1.2. Investasi Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2001-2004 (Juta Rupiah) .................................................................
4
1.3. Perkembangan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Atas Dasar Harga Konstan 1993 (Juta Rupiah) .............................................................. 6 1.4. Penerimaan Kabupaten Tapanuli Utara (Juta Rupiah) ................................. 8 2.1. Peraturan Perundang-Undangan Tentang Pemerintah Daerah Sejak Tahun 1945-1999............................................................................... 12 3.1. Kecamatan, Ibukota Kecamatan, Luas Wilayah dan Jumlah Desa/Kelurahan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2004........................ 40 3.2. PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 1993-2004 (Juta Rupiah) .................................................. 46 5.1. PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Sebelum Otonomi Daerah dan Setelah Otonomi Daerah Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 (Juta Rupiah)......................................... 64 5.2. Nilai Ra, Ri, ri Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah ............................... 74 5.3. Komponen Pertumbuhan Regional Kabupaten Tapanuli Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah (Juta Rupiah) ................................................ 78 5.4. Komponen Pertumbuhan Proporsional Kabupaten Tapanuli Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah (Juta Rupiah) ................................. 81 5.5. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah (Juta Rupiah) ........................ 84 5.6. Pergeseran Bersih Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah (Juta Rupiah) ........................ 93
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
2. 1. Model Analisis Shift Share ........................................................................ 31 2. 2. Kerangka Pemikiran Konseptual ................................................................ 37 4.1. Profil Pertumbuhan PDRB .......................................................................... 58 5.1. Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara (1993-1996).................................................... 88 5.2. Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara (1997-2000).................................................... 90 5.3. Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara (2001-2004).................................................... 91
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga konstan 1993 Tahun 1993-2004 (Juta Rupiah) ....................... 104 2. Persentase PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 1993 Tahun 1993-2004 (%)............................ 105 3. PDRB Provinsi Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 1993 Tahun 1993-2004 (Juta Rupiah)............................... 106 4. Persentase PDRB Provinsi Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 1993 Tahun 1993-2004 (%)............................ 107 5. Analisis PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Sebelum Otonomi Daerah Tahun 1993-1996 Atas Dasar Harga Konstan 1993 (Juta Rupiah) ............................................................. 107 6. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Tahun 1993-1996..................... 108 7. Analisis PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Sebelum Otonomi Daerah Tahun 1997-2000 Atas Dasar Harga Konstan 1993 (Juta Rupiah) .............................................................. 108 8. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Tahun 1997-2000..................... 109 9. Analisis PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Setelah Otonomi Daerah Tahun 2001-2004 Atas Dasar Harga Konstan 1993 (Juta Rupiah) .............................................................. 110 10. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Tahun 2001-2004................... 110
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Setiap daerah di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan ini dapat dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan dan aspek potensi pasar. Kondisi tersebut memungkinkan pertumbuhan suatu wilayah sering kali tidak seimbang dengan wilayah lainnya (Gunawan, 2000). Selain kondisi demografi, ketimpangan pembangunan juga sebagai akibat dari besarnya peran pemerintah pusat dalam pengambilan keputusan dan peran pemerintah daerah yang hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat, sehinggga daerah tidak memiliki kewenangan untuk berkreasi dalam menentukan arah pembangunannya dan menjadi tidak berdaya menghadapi dominasi pemerintah pusat yang sangat dominan. Contoh kasus dominasi pemerintah pusat terlihat di Nangroe Aceh Darussalam, Riau, Kalimantan dan Irian Jaya. Keempat daerah ini sangat tidak proporsional dalam hak eksploitasi sumber daya alam dengan subsidi yang diberikan pada daerah itu (Ilyas, 2001). Terkonsentrasinya pembangunan dan pelayanan publik di pusat terutama di pulau Jawa menimbulkan kesenjangan perekonomian antar daerah di tanah air. Kesenjangan pembangunan antara Pulau Jawa atau antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) merupakan salah satu implikasi negatif dari kebijakan pemerintah yang terpusat. Oleh karena itu, wajar jika pergerakan ekonomi dan perputaran modal relatif lebih besar dan lebih cepat di Pulau Jawa dibandingkan dengan di luar Pulau Jawa.
Pada UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan Undang-Undang. Jadi sistem pemerintahan yang semula sentralistis beralih menjadi desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Artinya, sekarang daerah bebas mengatur kepentingannya baik itu masalah keuangan maupun pengambilan keputusan, selama tidak bertentangan dengan UndangUndang. Sejak dijalankannya Undang-Undang Otonomi Daerah banyak perubahanperubahan yang terjadi, dampak yang nyata adalah daerah yang kaya potensi sumber daya alam menjadi daerah yang kaya. Hal ini menyiratkan bahwa daerah harus dapat memaksimalkan potensi sektor perekonomiannya agar pembangunan ekonomi sejalan dengan cita-cita Undang-Undang Otonomi Daerah. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia Kabupaten Tapanuli Utara yang merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Utara ikut serta mengimplikasikan kebijakan otonomi tersebut, sehingga Kabupaten Tapanuli Utara dengan ibukota Tarutung
memiliki kemandirian dalam melaksanakan
pemerintahan dan menentukan sendiri kemajuan pembangunan. Secara geografis Kabupaten Tapanuli Utara diapit atau berbatasan langsung dengan lima kabupaten. Letak geografis ini sangat menguntungkan karena berada pada jalur lintas dari beberapa kabupaten di Provinsi Sumatera Utara. Selain itu Kabupaten Tapanuli Utara juga merupakan daerah yang cukup terkenal di kawasan nusantara terutama karena potensi
alam dan sumber daya manusianya. Sesuai dengan potensi yang dimiliki maka tulang punggung perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara didomonasi oleh sektor pertanian Sektor pertanian memegang peranan yang penting dan strategis bagi pembangunan perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara. Hal ini ditunjukkan dari kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan dalam hal penyerapan tenaga kerja. Jadi, peranan sektor pertanian masih dominan. Mengingat pentingnya peranan sektor pertanian bagi pembangunan perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara, maka pemerintah menetapkan visi pembangunan, yakni “Mewujudkan Kemakmuran Masyarakat Berbasis Pertanian” Tabel 1.1. Persentase PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga konstan 1993 Tahun 1996-2003 (Persen) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Sektor Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa TOTAL PDRB
1996 56,07 0,10 0,77
1997 56,87 0,11 0,78
1998 61,20 0,10 0,76
1999 61,16 0,09 0,79
2000 60,98 0,10 0,79
2001 60,69 0,11 1,17
2002 60,62 0,11 1,17
2003 60,58 0,11 1,17
0,33
0,34
0,35
0,40
0,41
0,51
0,51
0,51
5,64 13,37
5,00 13,61
3,02 13,88
2,96 13,72
2,95 13,66
3,60 12,93
3,61 12,98
3,62 12,98
4,53
4,62
3,45
3,42
3,49
4,05
4,05
4,06
3,75
3,77
2,51
2,58
2,60
2,84
2,85
2,84
15,44 100,00
14,90 100,00
14,73 100,00
14,89 100,00
15,02 100,00
14,10 100,00
14,12 100,00
14,44 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Tapanuli Utara, 2004
Pada tabel 1.1 terlihat bahwa struktur perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara selalu didominasi oleh sektor pertanian. Hal ini ditandai dengan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB yang besar yaitu 60,57 persen pada tahun 2004. Peranan sektor pertanian ini mengalami peningkatan terus dari tahun ke tahun yaitu sebesar 56,05 persen pada tahun 1993 naik menjadi 56,94 persen pada tahun 1994. Akan tetapi pada tahun 1995 sampai tahun 1996 peranan sektor pertanian menurun yaitu 56,14 persen pada tahun 1995, menurun lagi menjadi 56,07 persen pada tahun 1996. Tahun
1997-1998 meningkat lagi dari 56,87 persen menjadi 61,20 persen. Pada tahun 1999 kembali turun menjadi 61,16 persen. Pada kurun waktu 2000-2003 peranan sektor pertanian mengalami kemerosotan dari tahun ke tahun sampai akhirnya sebesar 60,58 persen. Tingginya kontribusi sektor pertanian ini dan banyaknya masyarakat yang bekerja di sektor pertanian ini menjadikan Kabupaten Tapanuli Utara termasuk dalam pertumbuhan tradisional dan pertumbuhannya jauh tertinggal dengan kabupaten lain yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Tapanuli Utara memiliki infrastruktur yang cukup memadai baik itu dari segi alat transportasi maupun akses jalan yang menghubungkan antar kota. Selain itu Kabupaten Tapanuli Utara memiliki banyak potensi alam yang mempunyai prospek yang sangat bagus untuk dikembangkan dan menguntungkan untuk investasi dan menjadi salah satu sumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tabel 1. 2. Investasi Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2001-2004 (Juta Rupiah) No 1. 2. 3. 4.
Tahun 2001 2002 2003 2004
Nilai Investasi (Juta Rp) 178.414,99 224.462,72 280.184.79 281.586,04
Sumber : Badan Pusat Statistik Tapanuli Utara, 2004
Nilai investasi yang ditanamkan di Kabupaten Tapanuli Utara selama kurun waktu tahun 2001-2004 terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001 nilai investasi yang ditanamkan sebesar Rp. 178.414,99 juta dan meningkat menjadi Rp. 224.462,72 juta pada tahun 2002 dan terus meningkat menjadi Rp. 281.586,04 juta pada tahun 2004 Informasi mengenai perkembangan dari sektor perekonomian sangat dibutuhkan oleh para investor untuk menanamkan modalnya dan dibutuhkan oleh pemerintah daerah untuk menentukan arah kebijakan pembangunan. Oleh karena itu, penelitian ini
akan menganalisis dampak otonomi daerah terhadap pertumbuhan sektor perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara dengan menggunakan analisis Shift Share.
1.2 Perumusan Masalah Undang-Undang otonomi daerah telah dijalankan. Berbagai dampak ditimbulkan dari implementasi tersebut, baik berupa pemekaran wilayah maupun peningkatan PAD. Daerah diharapkan tidak tergantung lagi pada dana anggaran dari pemerintah pusat, sehingga setiap daerah dituntut agar mampu mengoptimalkan peran sektor-sektor perekonomian lokalnya untuk meningkatkan PAD. Setiap daerah memiliki kebijakan masing-masing dalam melaksanakan pembangunan sesuai dengan potensi sumber dayanya. Kabupaten Tapanuli Utara kaya dengan sumber daya alam yang melimpah, akan tetapi daerah Kabupaten Tapanuli Utara sendiri termasuk salah satu wilayah tertinggal di Provinsi Sumatera Utara. Hal ini terjadi karena selama ini pemerintah daerah sendiri kurang bisa memaksimalkan potensi sumber daya yang dimilikinya, sehingga produkproduk yang ada tidak mempunyai nilai tambah yang tinggi terhadap perekonomian. Selain itu, sumber daya manusia yang ada juga kurang perduli terhadap perkembangan Kabupaten Tapanuli Utara sendiri. Selama ini banyak masyarakat yang lulus dari perguruan tinggi, akan tetapi mereka tidak mau membangun daerahnya dan lebih suka membangun karir di Pulau Jawa. Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara. Akan tetapi dengan banyaknya produk pertanian itu tidak meningkatkan perekonomian secara signifikan karena kurangnya pengolahan lebih lanjut dari produk pertanian itu sendiri sehingga nilai tambahnya hanya sedikit. Selain itu pertumbuhan
perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara masih jauh dibanding kabupaten lain yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Provinsi Sumatera Utara dan kabupaten yang lain sendiri telah mulai mengembangkan sektor industri pengolahan dan sektor pertanian sudah mulai berkurang kontribusinya terhadap PDRB. Untuk Kabupaten Tapanuli Utara sendiri belum terlihat adanya perubahan struktur perekonomian ke sektor sekunder dan sektor tersier yang mengakibatkan pertumbuhan perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara termasuk dalam pertumbuhan tradisional. Tabel 1.3. Perkembangan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Atas Dasar Harga Konstan 1993 (Juta Rupiah) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Tahun 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003r) 2004*)
Nilai PDRB 496.551,05 529.522,57 570.193,29 603.282,30 569.262,93 583.076,78 604.173,42 381.846,79 398.193,66 415.474,60 434.068,67
Pertumbuhan (%) 7,47 6,64 7,68 5,80 -0,05 2,43 3,62 -0,58 4,28 4,34 4,48
Catatan : r) PDRB tahun 2003 merupakan angka revisi *)PDRB tahun 2004 merupakan angka sementara Sumber : PDRB Kabupaten Tapanuli Utara, 1993-2004, BPS
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi Tapanuli Utara periode 1993-1996 tergolong relatif tinggi yaitu 7,47 persen pada tahun 1994, tahun 1995 sebesar 6,64 persen dan 7,68 persen pada tahun 1996. Terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada akhir tahun 1997 menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara turun menjadi 5,80 persen dan puncaknya terjadi pada tahun 1998 yang ditandai dengan turunnya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara menjadi -0,05 persen. Akan tetapi pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara ini masih lebih besar daripada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menurun drastis yaitu sebesar -13,00 persen. Tahun 1999 perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara sudah mulai menunjukkan perbaikan ditandai dengan meningkatnya laju pertumbuhan menjadi 2,43 persen. Pada tahun 2000 perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara mengalami peningkatan yaitu 3,62 persen dan menurun menjadi -0,58 persen tahun 2001, 4,28 persen tahun 2002. Tahun 2003 pertumbuhan ekonomi sebesar 4,34 persen dan meningkat kembali sebesar 4,48 persen tahun 2004. Pertumbuhan ekonomi setelah adanya otonomi daerah hanya sedikit peningkatannya dari masa krisis ekonomi. Pertumbuhan ekonomi justru lebih besar sebelum adanya otonomi daerah pada masa sebelum krisis ekonomi periode tahun 19931996. Sehingga terlihat bahwa otonomi daerah belum bisa mendorong pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara. Salah satu indikator pertumbuhan suatu wilayah adalah dilihat dari PDRB. PDRB Kabupaten Tapanuli Utara pada masa sebelum krisis ekonomi yaitu tahun 19931996 mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yaitu Rp.462.029,83 juta pada tahun 1993 meningkat terus sampai Rp.570.193,29 juta pada tahun 1996. Akan tetapi pada saat terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara mengalami keterpurukan. Hal ini membawa dampak terhadap penurunan PDRB yaitu Rp.569.262,93 juta pada tahun 1998. Akan tetapi perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara mulai bangkit lagi terlihat dari meningkatnya nilai PDRB yaitu Rp. 583.076,14 juta pada tahun 1999 meningkat menjadi Rp.604.173,42 juta pada tahun 2000. Pada saat otonomi daerah mulai dijalankan pada tahun 2001 PDRB Tapanuli Utara justru menurun menjadi Rp. 381.846.178 juta. Pada tahun 2002 sampai 2004 perekonomian bangkit lagi dengan naiknya nilai PDRB yaitu Rp.398.193,65 juta pada
tahun 2002 dan meningkat lagi menjadi Rp.434.068,67 juta pada tahun 2004. Nilai PDRB Tapanuli Utara setelah adanya otonomi daerah juga lebih kecil dibanding sebelum adanya otonomi daerah sebelum krisis ekonomi periode tahun 1993-1996. Sehingga terlihat bahwa otonomi daerah belum bisa memberikan perkembangan yang besar terhadap PDRB. Tabel 1.4. Penerimaan Kabupaten Tapanuli Utara (Juta Rupiah)
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Tahun Anggaran 1993/1994 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003
Jumlah Penerimaan (Juta Rupiah) 6.656.018.738,33 9.239.184.559 10.515.698.000 12.885.166.000 13.297.675.000 11.311.026.000 12.610.639.000 112.579.502.600 232.345.951.700 276.606.394.753,68 278.173.565.059
Sumber: Bappeda Tapanuli Utara, 2004
Setelah adanya otonomi daerah jumlah penerimaan Kabupaten Tapanuli Utara mengalami peningkatan yaitu sebesar Rp. 232.345.951,700 juta pada tahun 2001. Penerimaan daerah ini meningkat dengan pesat dibandingkan tahun 1993/1994 yang hanya Rp. 6.656.018.738,33 juta. Pada saat terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 jumlah penerimaan Kabupaten Tapanuli Utara mengalami penurunan yaitu sebesar Rp. 13.297.675.000 juta pada tahun anggaran 1997/1998 menurun manjadi Rp. 11.311.026.000 juta pada tahun anggaran 1998/1999. Perekonomian Tapanuli Utara mulai bangkit lagi mulai tahun 1999. Hal ini terlihat dengan naiknya jumlah penerimaan Tapanuli Utara.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kondisi dan posisi sektor perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara, sektor-sektor mana yang menjadi sektor unggulan dalam kurun waktu 1993 sampai 2004, terutama sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001. Berdasarkan uraian di atas, maka timbul beberapa masalah yang dapat dijelaskan berikut ini. 1. Bagaimana pertumbuhan PDRB sektor-sektor perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara sebelum dan setelah otonomi daerah? 2. Bagaimana pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara jika dibandingkan dengan Provinsi Sumatera Utara sebelum dan setelah otonomi daerah? 3. Bagaimana daya saing sektor-sektor ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara sebelum dan setelah otonomi daerah? 4. Bagaimana profil pertumbuhan PDRB dan pergeseran bersih sektor-sektor ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara sebelum dan setelah otonomi daerah? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk. 1. Mengidentifikasi pertumbuhan PDRB sektor-sektor ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara sebelum dan setelah otonomi daerah. 2. Menganalisis
pertumbuhan
ekonomi
Kabupaten
Tapanuli
Utara
jika
dibandingkan dengan pertumbuhan Provinsi Sumatera Utara sebelum dan setelah otonomi daerah. 3. Menganalisis daya saing sektor-sektor ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara sebelum dan setelah otonomi daerah.
4. Mengidentifikasi profil pertumbuhan PDRB dan pergeseran bersih sektorsektor ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara sebelum dan setelah otonomi daerah.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan di kabupaten Tapanuli Utara dan di Provinsi Sumatera Utara untuk melihat perubahan apa yang terjadi dengan sektor perekonomian sebelum dan setelah diberlakukannya otonomi daerah. Masa sebelum otonomi daerah dalam penelitian ini dibagi menjadi dua periode, yaitu periode sebelum krisis ekonomi tahun 1993-1996 dan masa adanya krisis ekonomi tahun 1997-2000, sedangkan otonomi daerah dianalisis dari tahun 2001-2004. Dalam penelitian ini ada sembilan sektor yang akan dilihat sebagai acuan yaitu (1) sektor pertanian, (2) sektor pertambangan, (3), sektor industri pengolahan, (4) sektor listrik, gas dan air, (5) sektor bangunan, (6) sektor perdagangan, hotel dan restoran, (7) sektor pengangkutan dan komunikasi, (8) sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, (9) sektor jasa-jasa, (BPS Kabupaten Tapanuli Utara, 2004).
1.5. Kegunaan Penelitian Sejalan dengan tujuan di atas, maka penelitian ini diharapkan berguna untuk. 1. Bahan pertimbangan dalam rangka perencanaan dan penentuan kebijakan pembangunan Kabupaten Tapanuli Utara. 2. Sumber informasi bagi para investor dan pihak-pihak lain dalam menanamkan modalnya di sektor-sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara. 3. Bahan masukan dan informasi untuk penelitian lebih lanjut.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Konsep Otonomi Daerah Otonomi daerah merupakan alternatif pemecahan masalah kesenjangan pembangunan, terutama dalam konteks pemberdayaan pemerintah daerah yang selama ini dipandang hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Padahal konsep otonomi daerah sudah muncul pada saat pemerintahan Orde Lama, yaitu melalui UU No 1 tahun 1945 tentang pemerintah daerah (Pemerintah Pusat, 1999) . Tabel 2.1. Peraturan Perundang-Undangan Tentang Pemerintah Daerah Sejak Tahun 1945-1999 Tahun
PerundangUndangan 1945 UU Nomor 1 1948 UU Nomor 22 1950 UU Nomor 44 1956 UU Nomor 32 1957 UU Nomor 1 1959 UU Nomor 6 1960 UU Nomor 5 1965 UU Nomor 18 1974 UU Nomor 5 1999 UU Nomor 22 1999 UU Nomor 25 Sumber : Saragih, 2003.
Subjek Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah Hub. Keuangan Pusat dan Daerah Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
Haris (2005), pada masa orde baru, pemerintah pusat juga tidak serius dalam menjalankan kebijakan otonomi daerah yang telah dikeluarkan, yakni UU No 5 tahun 1974. Undang-Undang tersebut terbukti gagal mendukung pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Daerah-daerah menjadi tidak mandiri karena semua wewenang dan urusan pemerintahan dipegang oleh pemerintah pusat. Sejalan dengan tuntutan reformasi, masyarakat di berbagai daerah menuntut diadakannya otonomi daerah secara lebih sungguh-sungguh oleh pemerintah pusat.
Menanggapi hal tersebut maka pemerintah di bawah pimpinan B J Habibie mengeluarkan UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Saragih (2003), menurut UU No 22 tahun 1999, otonomi daerah adalah kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat di daerah tersebut menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat. Oleh karena itu ada tiga prinsip dalam pelaksanan otonomi daerah yaitu 1. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat di daerah. 3. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada kepala daerah dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannnya kepada yang menugaskan. Otonomi daerah menurut UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, otonomi daerah pada hakikatnya adalah hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom, artinya penetapan kebijakan sendiri, pelaksanan sendiri, serta pembiayaan sendiri dan pertanggungjawaban daerah sendiri (Aser, 2005).
Pada prinsipnya otonomi daerah mengatur penyelenggaraan pemerintah daerah yang lebih mengutamakan asas desentralisasi. Hal-hal yang mendasar pada pelaksanaan otonomi daerah adalah, (1) mendorong untuk memberdayakan masyarakat, (2) membutuhkan prakarsa dan kreatifitas serta kemandirian, (3) meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan, (4) mengembangkan peran dan fungsi DPRD (Ilyas, 2001). Berdasarkan UU No 22 tahun 1999, sasaran pelaksanaaan otonomi daerah adalah daerah kabupaten dan daerah kota yang berkedudukan sebagai daerah otonom memiliki wewenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Kewenangan daerah kabupaten atau kota mencakup semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan pusat dan provinsi. Bidang pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh daerah kabupaten atau kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja. Sebelum dikeluarkannnya Undang-Undang Otonomi Daerah tahun 1999, sumber keuangan daerah menurut UU No 5 tahun 1974 adalah sebagai berikut : 1. Penerimaan Asli Daerah (PAD) 2. Bagi hasil pajak dan non pajak 3. Bantuan pusat (APBN) untuk daerah tingkat I dan tingkat II 4. Pinjaman daerah
5. Sisa lebih anggaran tahun lalu 6. Lain-lain penerimaan yang sah Sedangkan sesuai dengan UU No 22 tahun 1999, sumber pendapatan daerah antara lain : 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari : a. Pajak daerah b. Retribusi daerah c. Bagian Pemda dari hasil keuntungan perusahaan milik daerah (BUMD) d. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. 2. Dana Perimbangan, yang terdiri dari : a. Dana bagi hasil b. Dana alokasi umum c. Dana alokasi khusus 3. Pinjaman daerah 4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Dana perimbangan terdiri dari bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, penerimaan dari sumber daya alam, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Berdasarkan UU No 25 tahun 1999, alokasi DAU ditetapkan berdasarkan dua faktor, yaitu potensi ekonomi dan kebutuhan daerah. Karena tujuan utama pemberian DAU adalah untuk mengurangi ketimpangan antar daerah, maka pada prinsipnya daerah-daerah yang miskin sumber daya alam akan memperoleh porsi yang lebih besar. Masalahnya, keragaman daerah-daerah dalam hal potensi ekonomi dan kebutuhan sangat besar. Jadi,
daerah-daerah harus dapat mengoptimalkan peran sektor-sektor perekonomiannya sehingga dapat meningkatkan pembangunan daerah.. Pada masa sebelum otonomi, semua wewenang pemerintah dipegang oleh pemerintah pusat, daerah hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Adanya otonomi daerah membuat wewenang pemerintah daerah semakin besar. Berdasarkan UU No 22 tahun 1999, kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam bidang pemerintah kecuali dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, kebijakan tentang perencanaan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konversi, dan standarisasi nasional (Elmi, 2002). Kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No 22 tahun 1999 membawa angin baru dan optimisme bagi daerah dalam mengurus dan mengatur kepentingan masyarakatnya serta suasana baru dalam hubungan antar pusat dan daerah. Masyarakat di daerah yang selama ini lebih banyak dalam posisi dimarginalkan maka selanjutnya diberi kesempatan untuk mendapat pengakuan dan penghargaan terhadap hak-hak, aspirasi dan kepentingannya. Dengan kebijakan otonomi daerah, anggapan bahwa pemerintah lebih tahu kebutuhan masyarakat akan bergeser kepada masyarakat yang lebih mengetahui kebutuhan, aspirasi dan kepentingannya (Haris, 2005). Sejak tanggal 1 Januari 2005 secara serentak otonomi daerah berdasarkan UU No 22 tahun 1999 diimplementasikan secara nasional. Daerah menyambut implementasi kebijakan otonomi daerah dengan sangat antusias. Antusiasme masyarakat ini timbul karena besarnya harapan mereka terhadap otonomi daerah untuk menjawab berbagai masalah hubungan pusat dan daerah serta menuntaskan permasalahan berbagai tuntutan
daerah selama ini. Secara bertahap daerah mulai menyesuaikan kelembagaan, struktur organisasi, kepegawaian, keuangan dan perwakilan di daerah dengan ketentuan yang diatur dalam UU No 22 tahun 1999 (Haris, 2005).
2.2. Konsep Wilayah Budiharsono (2001), wilayah diartikan sebagai suatu unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal. Menurut Hanafiah (1988), batas-batas wilayah didasarkan atas kriteria : 1. Konsep Homogenitas Menurut konsep ini wilayah dapat dibatasi atas beberapa persamaan unsur tertentu, seperti persamaan dalam unsur ekonomi, keadaan sosial politik, dan sebagainya. Apabila terjadi perubahan dalam satu wilayah akan berpengaruh terhadap wilayah lainnya. 2. Konsep Nodalitas Konsep ini menekankan pada perbedaan struktur tata ruang di dalam wilayah, dimana terdapat hubungan saling ketergantungan yang bersifat fungsional merupakan dasar dalam penentuan batasan wilayah. Hubungan saling ketergantungan dapat dilihat dari hubungan antara pusat (inti) dengan daerah belakang (hinterland). Batas wilayah nodal dapat dilihat dari pengaruh suatu inti kegiatan ekonomi jika digantikan oleh pengaruh inti kegiatan ekonomi lainnya. Pada wilayah nodal perdagangan secara intern mutlak dilakukan. Daerah hinterland akan menjual bahan baku dan tenaga kerja pada daerah inti untuk proses produksi. Contoh wilayah nodal yaitu DKI Jakarta dengan Botabek (Bogor, Tangerang, Bekasi), Jakarta merupakan daerah inti sedangkan Botabek sebagai daerah hinterland. Contoh lainnya adalah daerah segitiga SIJORI (Singapura, Johor,
Riau), segitiga SIJORI sebagai daerah inti sedangkan Kota Jambi sebagai daerah hinterland. 3. Konsep administrasi atau unit program Batas-batas wilayah didasarkan atas perlakuan kebijakan yang seragam, seperti sistem ekonomi, tingkat pajak yang sama, dan sebagainya. Penetapan wilayah berdasarkan satuan administrasi, yang menyebutkan bahwa negara terbagi atas beberapa provinsi, provinsi terbagi atas beberapa kabupaten atau kota, kabupaten terbagi atas beberapa kecamatan, dan kecamatan terbagi atas beberapa desa dalam tata ruang ekonominya. Klasifikasi wilayah dapat pula dibedakan atas dasar wilayah formal, fungsional, dan perencanaan (Hanafiah, 1988). a. Wilayah formal adalah wilayah yang mempunyai beberapa persamaan dalam beberapa kriteria tertentu. b. Wilayah fungsional adalah wilayah yang memperlihatkan adanya suatu hubungan fungsional yang saling tergantung dalam kriteria tertentu, kadangkadang wilayah fungsional diartikan juga sebagai wilayah nodal atau wilayah polaritas yang secara fungsional saling tergantung. c. Perpaduan antara wilayah formal dan wilayah fungsional menciptakan wilayah perencanaan. Boudeville dalam Budiharsono (2001), mengemukakan bahwa wilayah perencanaan adalah wilayah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan dirancang sedemikian rupa berdasarkan potensi yang dimiliki oleh wilayah tersebut sehingga dapat meningkatkan kondisi perekonomian dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang berada di wilayah tersebut.
Gunawan (2000) mengatakan bahwa pertumbuhan suatu wilayah seringkali tidak seimbang dengan wilayah lainnya. Hal ini disebabkan beberapa faktor, yaitu : perbedaan karakteristik potensi sumber daya manusia, demografi, kemampuan sumber daya manusia, potensi lokal dan aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan serta aspek potensi pasar. Berdasarkan perbedaan ini, wilayah dapat diklasifikasikan menjadi empat wilayah, yaitu : a. Wilayah maju Wilayah maju merupakan wilayah yang telah berkembang dan diidentifikasikan sebagai wilayah pusat pertumbuhan, pemusatan penduduk, industri, pemerintahan, pasar potensial, tingkat pendapatan yang tinggi dan memiliki kekayaan sumber daya manusia yang berkualitas. Perkembangan wilayah maju didukung oleh potensi sumber daya yang ada di wilayah tersebut maupun wilayah belakangnya (hinterland) dan potensi lokal yang strategis. Sarana pendidikan yang memadai serta pembangunan infrastruktur yang lengkap. Seperti jalan, pelabuhan, alat komunikasi, dan sebagainya mengakibatkan adanya aksesibilitas yang tinggi terhadap pasar domestik maupun internasional. b. Wilayah sedang berkembang Wilayah ini memiliki karakteristik pertumbuhan penduduk yang cepat sebagai implikasi dari peranannya sebagai penyangga wilayah maju. Wilayah sedang berkembang juga mempunyai tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi, potensi sumber daya alam yang melimpah, keseimbangan anatara sektor pertanian dan industri serta mulai berkembangnya sektor jasa. c. Wilayah belum berkembang Potensi sumber daya alam yang terdapat di wilayah ini keberadaannya masih belum dikelola dan dimanfaatkan. Tingkat pertumbuhan dan kepadatan penduduk masih
rendah, aksesibilitas yang rendah terhadap wilayah lainnya. Struktur ekonomi wilayah didominasi oleh sektor primer dan belum mampu membiayai pembangunan secara mandiri. d. Wilayah tidak berkembang Karakteristik wilayah ini diidentifikasikan dengan dengan tidak adanya sumber daya alam, sehingga secara alamiah tidak berkembang. Selain itu, tingkat kepadatan penduduk, kualitas sumber daya manusia dan tingkat pendapatan masih tergolong rendah. Pembangunan infrastruktur pun tidak lengkap, sehingga aksesibilitas pada wilayah lainpun sangat rendah.
2.3. Konsep Pembangunan Wilayah Pembangunan wilayah merupakan bagian integral dan penjabaran dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi, aspirasi dan permasalahan di daerah, yang diarahkan untuk lebih mengembangkan dan menyerasikan laju pertumbuhan antar daerah, antar kota, antar desa, dan antar kota dengan desa. Pembangunan daerah bertujuan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat di wilayah atau daerah melalui pembangunan yang serasi antar sektor maupun antara pembangunan sektoral dengan perencanaan pembangunan oleh daerah yang efisien dan efektif menuju tercapainya kemandirian daerah dan kemajuan yang merata di seluruh pelosok tanah air (Soegijoko, 1997). Menurut Friedman dalam Glasson (1978), pembangunan wilayah merupakan hasil dari aktifitas ekonomi pada wilayah tertentu, berupa peningkatan pendapatan perkapita, kesempatan kerja dan pemerataan. Pembangunan wilayah membandingkan permasalahan suatu wilayah dengan wilayah yang lebih maju, yang mana di dalam
pelaksanaan pembangunan wilayah terdapat pihak yang mengatur dan mengambil keputusan untuk mempengaruhi perubahan sosial. Dengan demikian, pembangunan wilayah membutuhkan koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan masyarakatnya dalam mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk pola kemitraan dengan pihak swasta untuk menciptakan kesempatan kerja dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Apabila pembangunan wilayah terus berlangsung secara terus-menerus, dapat meningkatkan pendapatan riil perkapita (Arsyad, 1999). Pelaksanaan suatu pembangunan tentu akan terdapat berbagai kendala-kendala. Soegijoko (1997) mengatakan, untuk mengatasi dan mengantisipasi kendala-kendala pembangunan wilayah, pemerintah telah memprakarsai beberapa kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan wilayah, yaitu : a. Desentralisasi pembiayaan Mengenai desentralisasi pembiayaan, pemerintah telah mengeluarkan UndangUndang no 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Pada Undang-Undang tersebut diatur mengenai dana perimbangan yaitu dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selain itu, dijelaskan juga mengenai sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi yang meliputi PAD, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah. a. Pengadaan pelayanan regional
Pemerintah dalam beberapa sektor telah mulai mengadakan sistem pelayanan dengan sistem desentralisasi pada tingkat wilayah. Contohnya Telkom telah dibagi ke dalam jumlah perusahaan distribusi wilayah dan bertanggung jawab terhadap pelayanan di wilayah tersebut, PDAM dikelola dan dikembangkan oleh pemerintah daerah. b. Perencanaan regional Suatu pendekatan kawasan strategis dalam rangka pengembangan regional telah mulai dilaksanakan dalam bentuk program kawasan andalan yang tersusun dalam rencana tata ruang wilayah nasional (RTRWN).
c. Pengentasan kemiskinan Tujuan utama program ini adalah menangani masalah kemiskinan di KTI, sebagai akibat dari pembangunan yang tidak merata antara KBI dengan KTI, dimana fasilitas-fasilitas umum seperti jalur transportasi, rumah sakit, sekolah, lebih memadai di KBI. d. Inovasi proyek infrastruktur perkotaan Pemerintah telah menetapkan kegiatan-kegiatan operasional dengan penekanan pada pengawasan biaya dan rasionalisasi dan penguatan kelembagaan subnasional dalam bentuk Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT). P3KT pada dasarnya mengubah dan menggeser pendekatan pembangunan prasarana kota dari pendekatan sektoral dan terpusat ke pendekatan yang lebih terpadu dan terdesentralisasi.
Tjokriamidjojo (1979) menambahkan bahwa pada akhirnya pembangunan wilayah menuju pada pembangunan nasional. Berdasarkan anggapan tersebut, pembangunan wilayah memiliki tiga aspek, yaitu : 1. Berkaitan dengan permasalahan wilayah tersebut maupun permasalahan sektor ekonomi di dalamnya. 2. Pada wilayah tertentu, permasalahan wilayah tersebut dapat diatasi dengan adanya pemenuhan kebutuhan secara potensial. 3. Pembangunan wilayah menuju pada pembangunan nasional. Anwar (1996), mengemukakan bahwa pembangunan wilayah diarahkan pada tiga tujuan, yaitu:
1. Pertumbuhan (growth) Tingkat pertumbuhan yang tinggi akan tercapai dengan adanya pengalokasian sumber daya alam dan sumber daya manusia secara maksimal, sehingga dapat meningkatkan kegiatan yang produktif. 2. Pemerataan (equity) Seluruh masyarakat dapat menikmati hasil pembangunan secara adil dan merata. 3. Berkelanjutan (sustainability) Pemanfaatan sumber daya yang diperoleh baik melalui sistem pasar maupun di luar sistem pasar tidak melebihi kapasitas produksi yang ada.
2.4. Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah
Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Perencanaan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan usaha-usaha baru. Jhingan (2002), menjelaskan syarat utama bagi pembangunan ekonomi adalah bahwa proses bertumbuhnya harus bertumpu pada kemampuan perekonomian di dalam negeri. Hasrat untuk memperbaiki nasib dan prakarsa untuk menciptakan kemajuan material harus muncul dari warga masyarakatya sendiri dan tidak dapat dipengaruhi atau diintimidasi oleh daerah luar. Ada sejumlah teori yang menerangkan mengapa ada perbedaan dalam tingkat pembangunan ekonomi antar daerah. Teori yang umum yang digunakan adalah teori basis, teori lokasi, dan teori daya tarik industri (Tambunan, 2001) a. Teori Basis Ekonomi Teori ini menjelaskan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Proses produksi sektor industri di suatu daerah yang menggunakan sumber daya produksi lokal, temasuk tenaga kerja dan bahan baku, dan outputnya
yang
diekspor
akan
menghasilkan
pertumbuhan
ekonomi,
peningkatan pendapatan per kapita, dan penciptaan lapangan kerja di daerah tersebut. b. Teori Lokasi Teori ini sering digunakan untuk penentuan atau pengembangan kawasan industri di suatu daerah. Lokasi usaha ditentukan berdasarkan tujuan perusahaan, untuk mendekati bahan baku atau mendekati pasar. Inti dari pemikiran ini didasarkan sifat rasional manusia yang cenderung mencari keuntungan yang setinggi-tingginya dengan biaya serendah mungkin. Oleh karena itu, pengusaha akan
memilih
lokasi
usaha
yang
memaksimumkan
keuntungan
dan
meminimalkan biaya produksinya. c. Teori Daya Tarik Industri Upaya pengembangan ekonomi daerah di Indonesia sering dipertanyakan industri-industri apa yang tepat untuk dikembangkan, ini adalah masalah membangun portofolio industri di suatu daerah. Faktor-faktor daya tarik lainnya adalah produktifitas, industri-industri kaitan, daya saing di masa depan, spesialisasi industri, potensi ekspor, dan prospek bagi permintaan domestik. Haeruman dalam Soegijoko (1997), menyatakan bahwa pembangunan ekonomi biasanya miliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kelestarian fungsi ekologis alam untuk menghasilkan jasa lingkungan. Intinya bahwa tujuan pembangunan ekonomi selain menghasilkan output juga memperhatikan keberlangsungan sumber daya alam untuk pemanfaatan pada waktu mendatang atau lebih dikenal dengan istilah pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah suatu tujuan yang dilatarbelakangi dengan suatu visi dimana terdapat keseimbangan dalam keterkaitan
antara ekonomi, sosial, dan lingkungan guna membangun suatu masyarakat yang stabil, makmur dan berkualitas. Pengembangan metode untuk menganalisis perekonomian suatu daerah sangat penting guna memperoleh informasi tentang perkembangan dan pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan. Informasi yang diperoleh sangat berguna untuk menentukan arah kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Namun demikian, menurut Arsyad (1999), dalam menganalisis perekonomian suatu daerah akan ditemukan beberapa kesulitan, antara lain : a. Data tentang daerah terbatas terutama kalau daerah dibedakan berdasarkan pengertian daerah nodal (daerah-daerah yang memiliki perbedaan dalam struktur tata ruang dalam wilayah, tetapi masing-masing daerah satu sama lain terdapat saling ketergantungan secara fungsional). Dengan data yang sangat terbatas sangat sukar untuk menggunakan data yang telah dikembangkan dalam memberikan gambaran mengenai perekonomian suatu daerah. b. Data yang tersedia umumnya tidak sesuai dengan data yang dibutuhkan untuk analisis daerah, karena data yang terkumpul biasanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan analisis perekonomian secara nasional. c. Data tentang perekonomian daerah sangat sukar untuk dikumpulkan, sebab perekonomian daerah lebih terbuka dibandingkan perekonomian nasional. Hal tersebut menyebabkan data tentang aliran-aliran yang masuk dan keluar dari suatu daerah sukar diperoleh. d. Bagi negara sedang berkembang, di samping kekurangan data sebagai kenyataan yang umum, data tersebut banyak yang sulit untuk dipercaya,
sehingga menimbulkan kesulitan untuk melakukan analisis yang memadai tentang keadaan perekonomian suatu daerah.
2.5. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai pertumbuhan sektor-sektor perekonomian pada suatu wilayah dengan menggunakan analisis Shift Share pernah dilakukan di Indonesia. Irawan (1994), menggunakan analisis shift share untuk menganalisis pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan antar wilayah di provinsi Jawa Barat tahun 1986-1990. Berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa sektor pertanian memegang peranan penting dalam pertumbuhan di beberapa wilayah Dati II Jawa Barat, yaitu Pandeglang, Lebak, Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Kuningan, Majalengka, Cirebon, Sumedang, Subang, Purwakarta, dan Karawang. Sektor industri dan jasa memegang peranan penting di daerah Bogor, Bekasi, Bandung, Tangerang, Serang, Kodya Bandung, dan Kodya Cirebon. Kodya Sukabumi dan Kodya Bogor bertumpu pada sektor perdagangan dan jasa, sedangkan Kabupaten Indramayu perekonomiannya didukung oleh sektor pertambangan dan penggalian. Azman (2001), juga menggunakan analisis Shift Share untuk menganalisis struktur perekonomian Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat tahun 1995-1999. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa telah terjadi perubahan struktur perekonomian dari sektor primer (pertanian, pertambangan dan penggalian) ke sektor sekunder (industri) dan sektor tersier (jasa-jasa, perdagangan, hotel dan restoran). Akan tetapi sektor pertanian masih mendominasi dalam penyediaan lapangan kerja maupun dalam kontribusinya terhadap PDRB.
Budiharsono (2001) menggunakan analisis Shift Share sebagai alat analisisnya di dalam penelitiannya mengenai pertumbuhan ekonomi antar daerah di Indonesia tahun 1983-1987. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa selama 4 tahun tersebut pertumbuhan tidak merata untuk seluruh provinsi. Provinsi-provinsi yang tingkat pertumbuhannya melebihi pertumbuhan PDB Indonesia adalah Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bengkulu. Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Timor Timur. Sedangkan provinsi-provinsi yang pertumbuhannya lebih kecil dari pertumbuhan PDB adalah Sumatera Barat, Riau, Jambi, DI Jogjakarta, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Irian Jaya. Budiharsono kembali mengadakan penelitian tentang analisis pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat pada tahun 1983-1987. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sektor industri, utilitas, dan jasa mempunyai nilai pergeseran bersih positif, sedangkan sector pertanian mempunyai nilai pergeseran bersih yang negatif. Doni (2004) menggunakan analisis Shift Share dalam penelitiannya untuk menganalisis pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara periode 1993-2002. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pada kurun waktu 19931997 perekonomian meningkat. Daerah yang paling besar pertumbuhannya adalah Kota Sibolga. Wilayah yang pertumbuhannya maju adalah Kabupaten Asahan, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Labuhan Batu, Dairi, Karo, Deli Serdang, Sibolga, Tanjung Balai, Tebing Tinggi. Pada tahun 1998-2002 juga ada pertumbuhan tapi tidak sebesar tahun 1993-1997. Pada kurun waktu ini wilayah yang tumbuh maju adalah Kabupaten Nias, Karo, Dairi, Deli Serdang, Tanjung Balai, Pematang Siantar, Medan, Binjai.
Ardiansyah (2004) dalam penelitiannya tentang pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kota Jambi sebelum dan pada masa otonomi menyimpulkan bahwa pada masa sebelum otonomi daerah seluruh sektor ekonomi di Kota Jambi pertumbuhannya meningkat. Akan tetapi setelah adanya otonomi daerah seluruh sektor ekonomi mengalami pertumbuhan yang lambat. Jambi kalah bersaing dengan kabupaten yang lain. Selain itu dampak krisis ekonomi juga secara tidak langsung masih berpengaruh terhadap perekonomian Jambi. Restuningsih
(2004)
dalam penelitiannya
tentang
pertumbuhan
sektor
perekonomian di Provinsi Jakarta pada masa krisis ekonomi daerah menyimpulkan bahwa krisis ekonomi yang melanda DKI Jakarta menyebabkan sebagian besar sektor ekonomi tidak dapat bersaing dengan baik, yaitu sektor pertanian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan dan jasa. Sedangkan sektor yang dapat bersaing adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa. Berdasarkan penelitian terdahulu, ada yang menganalisis pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan wilayah pada satu kurun waktu tertentu dan ada juga yang menganalisis pertumbuhan wilayah pada dua kurun waktu. Pada penelitian ini menggunakan dua kurun waktu yaitu sebelum otonomi dan setelah otonomi daerah, tetapi dengan waktu yang berbeda dan juga kurun waktu yang dipakai juga berbeda dengan penelitian sebelumnya dan terbagi dalam tiga periode, yaitu periode pada masa sebelum krisis ekonomi tahun 1993-1996. periode pada masa krisis ekonomi tahun 1997-2000, dan periode pada masa otonomi daerah tahun 2001-2004.
2.6. Kerangka Teoritis
2.6.1. Analisis Shift Share Budiharsono (2001), analisis Shift Share merupakan teknik analisis mengenai perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja. Teknik ini melihat perkembangan produksi ataupun kesempatan kerja di suatu wilayah pada dua titik waktu. Berdasarkan analisis Shift Share dapat diketahui perkembangan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah, baik terhadap perkembangan ekonomi wilayah yang lebih luas maupun terhadap sektor ekonomi lainnya beserta penyimpangan yang terjadi pada satu wilayah dibandingkan dengan wilayah yang lainnya. Dengan demikian, dapat ditunjukkkan adanya pergeseran hasil pembangunan perekonomian daerah bila daerah itu memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian nasional. Tujuan analisis Shift Share adalah untuk menentukan produktifitas kerja perekonomian daerah yang lebih besar (regional atau nasional). Secara skematik model analisis Shift Share disajikan disajikan pada gambar 2.1 sebagai berikut.
Komponen Pertumbuhan Nasional (PN) atau Pertumbuhan Regional (PR)
Maju PP + PPW ≥ 0
Wilayah ke j (sektor ke i )
Wilayah ke j (sektor ke i )
Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)
Komponen Pertumbuhan Pengsa Wilayah (PPW)
Lamban PP + PPW ≤ 0
Gambar 2.1. Model Analisis Shift Share Sumber : Budiharsono, 2001
Berdasarkan Gambar 2.1, dapat dipahami bahwa pertumbuhan sektor perekonomian pada suatu wilayah dipengaruhi oleh beberapa komponen, yaitu komponen pertumbuhan nasional (national growth component) disingkat PN atau komponen pertumbuhan regional (regional growth component) disingkat PR, komponen pertumbuhan proporsional (proportional or industrial mix growth component) disingkat PP dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (regional share growth component ) disingkat PPW. Dari ketiga komponen tersebut dapat diidentifikasikan pertumbuhan suatu sektor perekonomian, apakah pertumbuhannnya cepat atau lambat ?. Apabila PP + PPW ≥ 0, maka pertumbuhan sektor perekonomian termasuk ke dalam kelompok progresif (maju), tetapi apabila PP + PPW ≤ 0, berarti sektor perekonomian tersebut memiliki pertumbuhan yang lambat. 1. Komponen Pertumbuhan Nasional/Pertumbuhan Regional
Komponen pertumbuhan nasional/regional adalah perubahan produksi suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi nasional secara umum, perubahan kebijakan ekonomi nasional, atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian suatu wilayah dan sektor. Bila diasumsikan bahwa tidak ada perbedaan karakteristik ekonomi antar sektor dan antar wilayah, maka adanya perubahan akan membawa dampak yang sama pada semua sektor dan wilayah. Akan tetapi pada kenyataannya beberapa sektor dan wilayah tumbuh lebih cepat daripada sektor dan wilayah lainnya.
2. Komponen Pertumbuhan Proporsional Komponen pertumbuhan proporsional tumbuh karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. 3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial dan ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut.
2.6.2. Kelebihan-Kelebihan Analisis Shift Share Menurut Soepono (1993), kelebihan-kelebihan dari analisis Shift Share adalah :
1. Analisis Shift Share dapat melihat perkembangan produksi atau kesempatan kerja suatu wilayah hanya pada dua titik waktu tertentu, yang mana satu titik waktu dijadikan sebagai dasar analisis, sedangkan satu titik waktu lainnya dijadikan sebagai akhir analisis. 2. Perubahan PDRB di suatu wilayah antara tahun dasar analisis dapat dilihat melalui tiga komponen pertumbuhan wilayah, yakni komponen pertumbuhan nasional (PN), komponen pertumbuhan proporsional (PP), dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). 3. Berdasarkan komponen PN, dapat diketahui laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dibandingkan laju pertumbuhan nasional. 4. Komponen PP dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah. Hal ini berarti bahwa suatu wilayah dapat mengadakan spesialisasi di sektor-sektor yang berkembang secara nasional dan bahwa sektor-sektor dari perekonomian wilayah telah berkembang lebih cepat daripada rata-rata nasional untuk sektor-sektor itu. 5. Komponen PPW dapat digunakan untuk melihat daya saing sektor-sektor ekonomi dibandingkan dengan sektor ekonomi pada wilayah lainnya. 6. Jika persentase PP dan PPW dijumlahkan, maka dapat ditunjukkan adanya shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah.
2.6.3. Kelemahan-Kelemahan Analisis Shift Share Kemampuan teknik analisis Shift Share untuk memberikan dua indikator positif yang berarti bahwa suatu wilayah mengadakan spesialisasi di sektor-sektor yang berkembang secara nasional dan bahwa sektor-sektor dari perekonomian wilayah telah
berkembang lebih cepat dari rata-rata nasional untuk sektor-sektor itu tidaklah lepas dari kelemahan-kelemahan. Menurut Soepono (1993), kelemahan dari analisis Shift Share adalah : a. Analisis Shift Share tidak lebih dari pada suatu teknik pengukuran atau prosedur baku untuk mengurangi pertumbuhan suatu variabel wilayah menjadi komponen-komponen. Persamaan Shift Share hanyalah identity equation dan tidak mempunyai implikasi keperilakuan. Metode Shift Share tidak untuk menjelaskan mengapa, misalnya pengaruh keunggulan kompetitif adalah positif di beberapa wilayah, tetapi negatif di daerah-daerah lain. Metode Shift Share merupakan teknik pengukuran yang mencerminkan suatu sistem perhitungan semata dan tidak analitik. b. Komponen pertumbuhan nasional secara implisit mengemukakan bahwa laju pertumbuhan suatu wilayah hendaknya tumbuh pada laju nasional tanpa memperhatikan sebab-sebab laju pertumbuhan wilayah. c. Kedua komponen pertumbuhan wilayah (PP dan PPW) berkaitan dengan hal-hal yang sama seperti perubahan permintaan dan panawaran, perubahan teknologi, perubahan lokasi, sehingga tidak dapat berkembang dengan baik. d. Teknik analisis Shift Share secara implisit mengambil asumsi bahwa semua barang dijual secara nasional, padahal tidak semua demikian. Bila pasar suatu wilayah bersifat lokal maka barang itu tidak dapat bersaing dengan wilayahwilayah lain yang menghasilkan barang yang sama, sehingga tidak mempengaruhi permintaan agregat.
2.7. Kerangka Pemikiran Konseptual
Kondisi perekonomian suatu wilayah dipengaruhi kondisi demografi potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, aksesibilitas, juga dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Salah satu kebijakan pemerintah yang berpengaruh kepada kondisi perekonomian daerah adalah kebijakan otonomi daerah. Pada masa sebelum otonomi, kewenangan pemerintah pusat sangat dominan dalam menentukan arah pembangunan suatu daerah, sehingga daerah tidak mampu berkreasi menentukan arah pembangunannya. Adanya kebijakan otonomi daerah menuntut daerah-daerah untuk mampu mengoptimalkan potensi sektor-sektor perekonomiannya. Potensi sektor perekonomian berpengaruh terhadap perkembangan suatu wilayah. Apabila sektor perekonomian memiliki pertumbuhan yang cepat, maka suatu wilayah berkembang dengan cepat pula, begitu pula sebaliknya. Laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dapat dianalisis dengan analisis Shift Share. Pada penelitian ini analisis Shift Share digunakan untuk menganalisis dampak otonomi daerah terhadap pertumbuhan sektor perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara, sehinggga dapat diketahui sektor-sektor yang memiliki pertumbuhan yang cepat dan sektor-sektor yang memiliki pertumbuhan yang lambat. Selain itu, dapat pula dianalisis daya saing sektor, yaitu sektor mana yang mampu bersaing dan sektor mana yang tidak mampu bersaing. Informasi
mengenai
pertumbuhan
sektor-sektor
perekonomian
dapat
menjadi
rekomendasi bagi pemerintah daerah untuk menentukan kebijakan pembangunan dan perencanaannya, dan bagi para investor untuk menanamkan modalnya pada sektorsektor yang menguntungkan. Secara sistematis kerangka pemikiran dapat dijelaskan pada gambar 2.2, sebagai berikut.
Kondisi Perekonomian kabupaten Tapanuli Utara
Sebelum Otonomi yaitu sebelum krisis ekonomi (19931996) dan masa krisis ekonomi (1997-2000)
Pada Masa Otonomi (2001-2004)
Sektor-Sektor Perekonomian
Tingkat Pertumbuhan PDRB dan Kontribusi masing-masing sektor ekonomi
Analisis PDRB Shift Share
Rekomendasi
Ket :
Analisis yang digunakan Hal-hal yang dianalisis
Laju Pertumbuhan, daya saing, dan profil pertumbuhan dari masing-masing sektor perekonomian
Gambar 2. 2. Kerangka Pemikiran Konseptual
III. GAMBARAN UMUM WILAYAH
3.1. Keadaan Umum Wilayah a. Kondisi Geografis Secara geografis Kabupaten Tapanuli Utara berada di pegunungan Bukit Barisan, bagian tengah Provinsi Sumatera Utara, terletak pada 1020’-2041’ Lintang Utara dan 98005’-99016’ Bujur Timur. Adapun batas-batas Kabupaten Tapanuli Utara adalah sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Toba Samosir. b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu. c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Humbang Hasundutan. b. Topografi Topografi
Kabupaten
Tapanuli
Utara
pada
umumnya
berbukit
dan
bergelombang, yang diselingi oleh dataran pada bagian tenggara dan selatan Danau Toba serta dataran Humbang. Daerah dataran yang terdapat di Kabupaten Tapanuli Utara memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai lahan tanaman pangan dan tanaman holtikultura sedangkan daerah dengan topografi bergelombang memiliki potensi untuk pengembangan komoditi perkebunan dan kehutanan. Berdasarkan ketinggian dari permukaan laut Kabupaten Tapanuli Utara dibagi atas empat bagian yakni (i) 300-500m; (ii) 500-1000m; (iii) 1000-1500m; (iv)1500m ke atas. Keadaan kemiringan lereng Kabupaten Tapanuli Utara pada umumnya bervariasi mulai dari datar, landai, miring sampai terjal.
c. Luas Wilayah Pada tahun 2003 Kabupaten Tapanuli Utara telah dimekarkan kembali berdasarkan UU No 9 Tahun 2003 menjadi dua kabupaten yaitu Kabupaten Tapanuli Utara sebagai induk Kabupaten dan Kabupaten Humbang Hasundutan sebagai Kabupaten pemekaran. Luas wilayah kabupaten Tapanuli Utara pasca pemekaran termasuk di dalamnya luas perairan Danau Toba adalah 380.013 Ha, yang terdiri dari 379.371 Ha luas daratan dan 660 Ha luas perairan Danau Toba. d. Administrasi Pemerintahan Pada tahun 1998 Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan menjadi dua kabupaten yaitu Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Toba Samosir sesuai dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 1998 tentang pembentukan Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing. Kemudian pada tahun 2003 Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan kembali menjadi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Humbang Hasundutan . Setelah adanya pemekaran Kabupaten Tapanuli Utara secara wilayah administratif terdiri dari 15 kecamatan. Kelima belas kecamatan ini terbagi dalam 214 desa dan 11 kelurahan.
Tabel 3.1 Kecamatan, Ibukota Kecamatan, Luas Wilayah dan Jumlah Desa/Kelurahan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2004. No
Kecamatan
Ibukota Kecamatan
Luas (Km)
Jumlah
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Parmonanangan Adian Koting Sipoholon Tarutung Siatas Barita Pahae Julu Pahae Jae Purbatua Simangumban Pangaribuan Garoga Sipahutar Siborongborong Pagaran Muara Jumlah
Parmonangan Adian Koting Sipoholon Tarutung Simorangkir Onan Hasang Sarulla Angkola Simangumban Pangaribuan Garoga Sipahutar Siborongborong Sipultak Muara
257.35 502.90 189.20 144.32 56.28 165.90 203.20 191.80 150.00 459.25 567.58 408.22 279.91 138.05 79.75 3.793.71
Desa 8 14 11 23 12 18 12 11 7 19 12 22 18 12 15 214
Kel 1 7 1 1 1 11
Sumber : BPS Tapanuli Utara, 2004
e. Jenis Tanah Kabupaten Tapanuli Utara terdiri dari berbagai jenis tanah yang dapat dimanfaatkan secara optimal baik untuk tanaman pangan, palawija dan holtikultura. Berdasarkan jenisnya terdapat sembilan jenis tanah di Kabupaten Tapanuli Utara yaitu : Alluvial, Hidromorfik Kelabu, Podsolik Coklat, Podsolik Coklat Kelabu, Asosiasi Podsolik Coklat Kelabu dan Coklat, Latasol Coklat, Podsolik Coklat Kekuningan, Latasol Regosol, Asosiasi Litosol Podsolik Regosol. f. Keadaan Klimatologi Keadaan klimatologi di Kabupaten Tapanuli Utara berdasarkan curah hujan dan hari hujan tahun 2000-2004 adalah sebagai berikut : curah hujan rata-rata setiap bulannya berkisar 100,8-264,8 mm; hari hujan rata-rata 8-19 hari perbulan. Musim hujan terbesar pada umumnya jatuhnya pada bulan September sampai Desember dan musim kemarau hampir tidak dijumpai.
3.2. Keadaan Sosial Budaya
a. Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2004 adalah 260.471 jiwa, yang terdiri dari 129.351 jiwa laki-laki dan 131.120 jiwa perempuan, dengan kepadatan rata-rata 68.66 jiwa/km2 yang tersebar pada 15 kecamatan dengan laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2000-2003 rata-rata sebesar 0,14 persen per tahunnya. Tingkat kepadatan penduduk rata-rata jarang, dimana rata-rata setiap kilometer persegi wilayah Kabupaten Tapanuli Utara didiami 68 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Tarutung, yaitu sebesar 351.19 jiwa per km2 sedangkan tingkat kepadatan penduduk terendah terdapat di Kecamatan Adian Koting yaitu sebesar 25.77 jiwa per km2. b. Angkatan Kerja Pada tahun 2004 di Kabupaten Tapanuli Utara penduduk berumur 15 tahun ke atas yang termasuk angkatan kerja berjumlah 159.715 jiwa dimana 130.337 jiwa penduduk yang telah bekerja dan 12.441 jiwa penduduk yang sedang mencari pekerjaan. c. Pengangguran Secara nasional tingkat pengangguran sejak terjadinya krisis moneter tahun 1997 mengalami lonjakan yang sangat tinggi karena banyaknya tenaga kerja yang mengalami PHK dan semakin langkanya lapangan pekerjaan. Kondisi seperti ini juga berdampak pada fluktuasi tingkat pengangguran di Kabupaten Tapanuli Utara. Berdasarkan analisis data statistik tahun 2000-2004, fluktuasi tingkat pengangguran yang dialami Kabupaten Tapanuli Utara tercatat pada tahun 2000 sebesar 4,97 persen, tahun 2001 sebesar 4,88 persen, tahun 2002 sebesar 4,68 persen, tahun 2003 sebesar 4,80 persen, dan tahun 2004
sebesar 4,66 persen. Dari data terlihat bahwa rata-rata tingkat pengangguran yang terjadi berkisar 4,80 persen. d. Pendidikan Pendidikan merupakan sarana utama untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan sumber daya manusia (SDM). Dengan demikian kualitas sumber daya manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan. Keberhasilan sektor pendidikan salah satunya dilihat dari indikator meningkatnya Angka Partisipasi Sekolah (APS). Peningkatan angka partisipasi sekolah haruslah diikuti dengan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Di tingkat Sekolah Dasar (SD) jumlah sekolah pada tahun ajaran 2004/2005 sebanyak 397 unit. Pada tingkat SMP/MTS jumlah sekolah sebanyak 60 unit. Di tingkat Sekolah Menengah Umum (SMU) jumlah sekolah sebanyak 22 unit dan Madrasah Aliyah sebanyak 1 unit.
3.3. Produk Unggulan Pengembangan produk unggulan merupakan salah satu terobosan strategis dalam pembangunan perekonomian daerah. Di dalam era yang semakin mengglobal dewasa ini, tingkat persaingan ekonomi semakin tinggi, sehingga setiap daerah semakin memprioritaskan pengembangan unit usaha yang memproduksi komoditias unggulan daerah. Kabupaten Tapanuli Utara kaya akan potensi pertanian dan kehutanan serta sangat memungkinkan di daerah ini dikembangkan berbagai komoditi unggulan sebagai berikut : a. Kemenyan
Kemenyan merupakan salah satu komoditi perkebunan yang paling luas di Kabupaten Tapanuli Utara dan tersebar di seluruh kecamatan yakni seluas 16.217 Ha dengan produksi 3.490 ton pada tahun 2003. Kemenyan ini merupakan keunggulan komparatif bagi Kabupaten Tapanuli Utara sebab habitat ini hanya terdapat di sekitar Bukit Barisan Sumatera Utara. Kemenyan yang diproduksi dari Kabupaten Tapanuli Utara ini telah dipasarkan baik di dalam negeri maupun luar negeri. Negara Singapura merupakan negara tujuan ekspor terbesar dari komoditi ini. b. Kopi Tanaman kopi saat ini merupakan salah satu produk unggulan perkebunan rakyat yang telah lama dikembangkan masyarakat secara turun-temurun di hampir semua kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara. Species tanaman kopi yang dikembangkan di Tapanuli Utara diantaranya kopi Arabika, kopi Liberika dan kopi Robuska. Tanaman kopi Lintong dari species Arabika telah dikenal di mancanegara yang memiliki keunggulan komparatif dibanding kopi lain di Indonesia. Kopi Lintong telah diakui sebagai Specialty Coffee Asociation Of America (SCAA) sejajar dengan kopi Gayo Takengon, Toraja Coffee dan Java Coffee.
c. Nenas Nenas merupakan tanaman holtikultura buah-buahan yang telah dikembangkan masyarakat secara turun-temurun di Kabupaten Tapanuli Utara dan merupakan komoditi andalan masyarakat, dimana pertanamannya tersebar di beberapa kecamatan seperti : Kecamatan Sipahutar, Pangaribuan, Siborongborong dan Tarutung. d. Kacang Tanah
Pernanaman kacang tanah dilaksanakan hampir di setiap kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara karena komoditi ini merupakan komoditi unggulan masyarakat petani dalam upaya peningkatan pendapatan. Hal ini disebabkan di Kabupaten Tapanuli Utara telah dikembangkan industri yang mengolah kacang tanah menjadi kacang garing yakni kacang Sihobuk yang terkenal gurih, enak, sehingga telah berhasil dipasarkan sampai ke Pulau Jawa. e. Sayur-mayur Daerah Tapanuli yang tergolong beriklim sejuk dengan temperatur udara berkisar 17-29 0C serta curah hujan yang relatif tinggi membawa berkah untuk berbagai jenis sayur-mayur yang dibudidayakan di daerah ini, seperti : bawang merah, kentang, petsai/sawi, cabe, tomat, buncis, terong, bayam dan lain-lain.
3.4. Keadaan Sarana dan Prasarana 1. Perhubungan Darat Guna menunjang kelancaran perhubungan darat di Kabupaten Tapanuli Utara telah berhasil dibangun jalan negara dan jalan provinsi serta jalan kabupaten yang cukup baik dan layak dilalui kendaraan roda empat, bus maupun truk. Disamping prasarana jalan juga telah berhasil dibangun prasarana jembatan didalam meningkatkan dan mendorong kegiatan perekonomian masyarakat di daerah ini. Panjang jembatan di Kabupaten Tapanuli Utara mencapai 1.400,70 m terdiri dari jembatan negara 49,70 m, jembatan provinsi 136,50 m, dan jembatan kabupaten 1.214,50 m. 2. Perhubungan Danau
Dermaga pelabuhan danau terdapat di Kecamatan Muara yang sampai saat ini belum mempunyai fasilitas dermaga yang memadai sebagai salah satu prasarana perhubungan danau di sekitar Pantai Danau Toba. 3. Pelabuhan Udara Di Kabupaten Tapanuli Utara terdapat lapangan terbang perintis yang terletak di Silangit Kecamatan Siborongborong. Lapangan terbang ini telah diresmikan pengoperasiannya pada tanggal 9 Mei 2004 oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. 4. Pasar Pasar di Kabupaten Tapanuli Utara diklasifikasikan dalam tiga kelas yaitu: a. Pasar kelas I sebanyak dua buah yaitu pasar Tarutung dan pasar Siborongborong. b. Pasar II terdiri dari enam yaitu pasar Onan Hasang, Sarulla, Sipahutar, Pangaribuan, Garoga dan Muara. c. Pasar kelas III terdiri dari dua buah pasar yaitu pasar Simangumban dan Aek Raja.
5. Pos dan Telekomunikasi Pelayanan sarana jasa pos dan giro oleh PT Pos Indonesia telah dapat menjangkau ke seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara yang didukung oleh pelayanan sarana kantor pos cabang di Kota Tarutung dan 10 unit kantor pos cabang pembantu yang terdapat di beberapa kecamatan.
3.5. Keadaan Perekonomian Salah satu indikator untuk melihat perkembangan suatu wilayah adalah pertumbuhan ekonomi. Tabel 3.2. PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2003-2004 (Juta Rupiah) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri listrik,Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewan, dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa TOTAL PDRB
2003 (juta Rp) 904.387,55 1.430,35 19.611,71 10.870,71 90.223,36 179.965,28 56.690,66 45.017,98
(%) 60.19 0.10 1.32 0.72 6.00 11.98 3.77 3.00
2004 (juta Rp) 1.048.863,75 1.688,24 22.943,84 12.832,25 103.949,15 206.344,19 66.843,76 52.418,94
(%) 60.36 0.10 1.32 0.74 5.98 11.88 3.85 3.02
194.270,31 1.502.467,61
12.93 100,00
221.729,35 1.737.613,47
12.76 100,00
Sumber : Tapanuli Utara Dalam Angka, 2004
Secara keseluruhan nilai nominal PDRB atas harga berlaku mengalami peningkatan dari Rp. 1.254.675,29 juta pada tahun 2002 menjadi Rp. 1.502.467,61 juta pada tahun 2003 atau mengalami peningkatan sebesar 19,7 persen pada tahun 2003, dimana peranaan sektor usaha terhadap pertumbuhan Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2003 atas dasar harga berlaku adalah pertanian 60,19 persen, pertambangan 0,10 persen, industri pengolahan 1,31 persen, listrik, gas dan air bersih 0,72 persen, bangunan 6,01 persen perdagangan hotel dan restoran 11,98 persen, pengangkutan dan komunikasi 3,77 persen, keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan dan tanah serta jasa perusahaan 3 persen, jasa-jasa sebesar 12,93 persen. Tahun 2004, peranan sektor usaha terhadap pertumbuhan Kabupaten Tapanuli Utara yaitu sektor pertanian mengalami peningkatan menjadi 60,36 persen, sektor pertambangan dan penggalian 0,10 persen, sektor industri juga mengalami kenaikan menjadi 1,32 persen, sektor listrik, gas dan air bersih 0,74 persen, sektor bangunan
mengalami penurunan menjadi 5,98 persen, sektor perdagangan hotel dan restoran 11,88 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi 3,85 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mengalami peningkatan menjadi 3.,02 persen, sektor jasa-jasa mengalami penurunan menjadi 12,76 persen. Kegiatan perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara tunbuh dan berkembang terutama didukung adanya kegiatan pertanian tanaman pangan, perkebunan rakyat dan kepariwisataan. Disamping itu juga berkembang kegiatan industri pengolahan hasil pertanian, perikanan dan peternakan. a. Pertanian Sektor pertanian merupakan tulang punggung perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara, baik sebagai penghasil nilai tambah maupun sumber penghasilan rakyat. Hal ini terlihat dari kontribusi sektor pertanian yang besar terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli Utara. b. Perkebunan Pada umumnya perkebunan di Kabupaten Tapanuli Utara adalah perkebunan rakyat, belum terdapat usaha perkebunan yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan. Jenis komoditi unggulan yang dibudidayakan masyarakat adalah tanaman kemenyan. c. Perikanan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara selain memiliki Danau Toba juga terdapat kolam, rawa dan beberapa aliran sungai yang cukup panjang yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan perikanan. d. Peternakan Usaha peternakan di Kabupaten Tapanuli Utara umumnya adalah usaha peternakan rakyat. Dalam mendukung pengembangan usaha peternakan di daerah ini
terdapat potensi lahan penggembalaan yang tersebar di seluruh kecamatan dengan luas 10.290 Ha. e. Kepariwisataan Kondisi iklim dan topografi wilayah kabupaten yang tidak monoton, menjadi suatu potensi bagi kegiatan wisata. Hingga saat ini potensi wisata yang terdapat di Kabupaten Tapanuli Utara berskala regional, antara lain Kawasan Wisata Rohani Salib Kasih Kecamatan Siatas Barita, Kawasan Wisata Danau Toba di Kecamatan Muara, Obyek Wisata Pemandian Air Panas di Kecamatan Sipoholon dan Obyek Wisata Pemandian Air Soda. f. Industri Jenis industri yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara pada umumnya masih merupakan industri skala kecil/kerajinan menengah. Selain itu terdapat juga industri sedang/menengah yang potensial untuk dikembangkan seperti : industri Pabrik Cat di Siborongborong dan industri Pengrajin pandai Besi di Kecamatan Siborongborong dan Tarutung. Dalam mendukung pembangunan sektor pertanian di Kabupaten Tapanuli Utara, beberapa investor telah mengucurkan investasi untuk pengembangan agroindustri di Tapanuli Utara, yaitu : industri Pengolahan Kopi Terpadu (PT. Tapanuli Investasi Agro), industri Pengolahan Nenas Terpadu (PT.Alami Agro Industry). g. Pertambangan Bahan tambang yang ditemukan di Kabupaten Tapanuli Utara bervariasi jenisnya dan beberapa diantaranya mempunyai prospek yang cukup cerah untuk dikembangkan. Beberapa bahan tambang tersebut yaitu : batu gamping, batu apung, belerang, feldspar, kaolin, oker dan mika telah dianalisa kandungan kimianya atas kerjasama Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara dengan Direktorat Sumber Daya
Mineral, Direktorat Jenderal Geologi, Bandung dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jakarta. h. Energi dan Ketenagalistrikan Kabupaten Tapanuli Utara memiliki potensi sumber daya alam dengan potensi sumber energi terbaru dan dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan listrik sebagai sumber energi, dimana pelaksanaan pembangunan sebelumnya dilakukan atas kerjasama
antara Pertamina dan PT Perusahaan Lisrik Negara-UNOCAL NORTH
SUMATERA GEOTHERMAL. Sampai saat ini telah sembilan sumur bor eksplorasi yang terdapat di Kecamatan Pahae julu. Salah satu sumur eksplorasi yang terdapat di silakitang dapat memproduksi sekitar 50 MW yang merupakan sumur terbesar di dunia saat ini.
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2006. Kabupaten Tapanuli Utara dipilih menjadi lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa : 1. Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu Kabupaten di Sumatera Utara yang memberikan kontribusi besar terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara. 2. Kabupaten Tapanuli Utara mengalami perkembangan dari tahun ke tahun karena didukung oleh berbagai sektor perekonomian, seperti sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran. 3. Tersedianya data PDRB dan data pendukung lainnya yang relatif lengkap. 4. Belum adanya penelitian tentang dampak otonomi daerah terhadap pertumbuhan sektor perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara.
4.2. Jenis dan Sumber Data Pada penelitian ini, data yang digunakan sebagai bahan analisis adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik kabupaten Tapanuli Utara, Kantor Bappeda kabupaten Tapanuli Utara, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara dan instansi terkait lainnya. Data yang dibutuhkan yaitu data PDRB kabupaten Tapanuli Utara dan PDRB Provinsi Sumatera Utara tahun 1993 sampai tahun 2004.
4.3. Metode Analisis Shift Share
Soepono (1993), analisis Shift Share menganalisis berbagai perubahan indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja, pada dua titik waktu di suatu wilayah. Hasil analisis dapat menunjukkan berbagai perkembangan suatu sektor di suatu wilayah jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya, apakah berkembang dengan cepat atau lambat. Hasil analisis ini juga dapat menunjukkan bagaimana perkembangan suatu wilayah jika dibandingkan dengan wilayah lainnya. Perubahan indikator kegiatan ekonomi dilihat dari dua titik waktu, yaitu tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis. Analisis Shift Share menggunakan data PDRB yang terjadi pada dua titik waktu, yaitu tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis. Ada tiga komponen pertumbuhan yang terdapat dalam analisis Shift Share, yaitu : komponen pertumbuhan nasional, komponen pertumbuhan proporsional, komponen pertumbuhan pangsa wilayah. Penjumlahan dari ketiga komponen tersebut dapat mengetahui perubahan PDRB suatu wilayah. 4.3.1. Analisis PDRB Kota/Kabupaten dan PDRB Provinsi Andaikan
di
Provinsi
Sumatera
Utara
terdapat
m
wilayah/daerah/kabupaten/kecamatan (j=1,2,3,4.......,m) dan n sektor ekonomi (i= 1,2,3,4,....,n), maka perubahan dalam PDRB dapat dinyatakan sebagai berikut :
Δ Yij= PRij + PPij + PPWij...................................................................(1) Dimana : Yij PRij
= perubahan dalam PDRB kabupaten sektor i pada wilayah j = persentase perubahan PDRB kabupaten yang disebabkan komponen pertumbuhan regional
PPij
= persentase perubahan PDRB kabupaten yang disebabkan komponen pertumbuhan proporsional
PPWij = persentase perubahan PDRB kabupaten yang disebabkan pertumbuhan pangsa wilayah Untuk memperoleh nilai PR, PP, PPW ada beberapa rumusan yang harus dipenuhi yang dapat dijelaskan berikut ini : 1. PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis Yi =
m
∑ Yij j =1
Dimana : Yi = PDRB provinsi sektor i pada tahun dasar analisis, Yij= PDRB kabupaten sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis 2. PDRB Provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis Y’i =
m
∑ Y ' ij j =1
Dimana : Y’i = PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis Y’ij = PDRB kabupaten sektor i pada wilayah j pada tahun akhir analisis Sedangkan Total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis dirumuskan berikut ini. 3. Total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis Y.. =
n
m
i =1
j =1
∑∑
Yij
Dimana : Y.. = Total PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis Yij = PDRB kabupaten sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis 4. Total PDRB Provinsi pada tahun akhir analisis
n
Y’.. = ∑ i =1
m
∑ Y ' ij i =1
Dimana : Y’.. = Total PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis Y’ij = PDRB kota/kabupaten sektor i pada wilayah j pada tahun akhir analisis 4.3.2. Rasio PDRB Kota/Kabupaten dan PDRB Provinsi ( Nilai Ra, Ri, ri )
Nilai Ra, Ri, ri digunakan untuk mengidentifikasi perubahan PDRB dari sektor i diwilayah j pada tahun dasar analisis maupun tahun akhir analisis. Menghitung nilai Ra, Ri, ri menggunakan nilai PDRB yang terjadi di dua titik waktu, yaitu tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis. 1. Nilai Ra
Ra merupakan selisih antara total PDRB provinsi di akhir tahun analisis dengan total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis dibagi total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis. Rumusannya adalah sebagai berikut : Ra= Y’..-Y.. Y.. Dimana : Y’.. = total PDRB provinsi pada tahun akhir analisis Y.. = total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis 2. Nilai Ri
Ri merupakan selisih antara PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis dengan PDRB provinsi sektor i pada tahun dasar analisis dibagi PDRB provinsi sektor i pada tahun dasar analisis. Rumusannya adalah sebagai berikut : Ri= Y’i.-Yi. Yi.
Dimana : Y’i. = PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis Yi. = PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis 3. Nilai ri
Ri merupakan selisih antara PDRB kota/kabupaten dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis dengan PDRB kota/kabupaten dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis dibagi PDRB kota/kabupaten dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis. Rumusannya adalah sebagai berikut : ri = Y’ij-Yij Yij Dimana : Y’ij = PDRB kabupaten sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis Yij = PDRB kabupaten sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis 4.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah
Nilai komponen PR, PP, PPW didapat dari perhitungan nilai Ra, ri, Ri. Dari ketiga komponen tersebut apabila dijumlahkan akan didapat nilai perubahan PDRB. 1. Komponen Pertumbuhan Regional (PR) Komponen PR adalah perubahan produksi suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi regional secara umum, perubahan kebijakan ekonomi regional, atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian suatu wilayah dan sektor. Bila diasumsikan bahwa tidak ada perubahan karakteristik ekonomi antar sektor dan antar wilayah, maka adanya perubahan akan membawa dampak yang sama pada semua sektor dan wilayah. Akan tetapi pada kenyataannya beberapa sektor dan wilayah
tumbuh lebih cepat daripada sektor dan wilayah lainnya. Komponen pertumbuhan regional dapat dirumuskan sebagai berikut PRij = Yij (Ra)...............................................................................(2) Dimana : PRij
= komponen pertumbuhan regional sektor i pada wilayah ke j
Yij
= PDRB kota/kabupaten dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis
(Ra)
= persentase perubahan PDRB kabupaten yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan regional. Apabila persentase total perubahan PDRB suatu wilayah lebih besar daripada
persentase komponen pertumbuhan regional, maka pertumbuhan sektor-sektor ekonomi wilayah tersebut (kota) lebih besar daripada pertumbuhan sektor-sektor ekonomi wilayah di atasnya (provinsi). Apabila persentase total perubahan PDRB lebih kecil dibandingkan dengan nilai komponen pertumbuhan regional, maka pertumbuhan sektorsektor ekonomi suatu wilayah (kota) lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi wilayah di atasnya (provinsi). 2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) Komponen PP terjadi karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir. Perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. Komponen pertumbuhan proporsional dapat dirumuskan sebagai berikut. PPij = Yij (RiRa).......................................................................(3)
Dimana : PPij
= komponen pertumbuhan proporsional sektor i pada wilayah ke j
Yij
= PDRB kota/kabupaten dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis
(Ri-Ra)= persentase perubahan PDRB kota/kabupaten yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan proporsional Apabila PPij <0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah ke j laju pertumbuhannya lambat. Sedangkan bila PPij >0 menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah ke j laju pertumbuhannya cepat. 3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) Timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial dan ekonomi serta kebijakan regional pada wilayah tersebut. Komponen pertumbuhan pangsa wilayah dirumuskan sebagai berikut. PPWij = Yij (riRi)............................................................................(4) Dimana : PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada wilayah ke j Yij
= PDRB kota/kabupaten dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis
(ri-Ri)=
persentase
perubahan
PDRB
kota/kabupaten
yang
disebabkan
oleh
pertumbuhan pangsa wilayah Apabila PPWij < 0 maka sektor i pada wilayah ke j tidak dapat bersaing bila dibandingkan dengan wilayah yang lainnya, sedangkan apabila PPWij > 0 maka
wilayah ke j mempunyai daya saing yang baik untuk perkembangan sektor ke i bila dibandingkan dengan wilayah lainnya. Berdasarkan nilai PP, PR, PPW, maka akan didapat nilai perubahan PDRB, seperti yang dirumuskan dalam persamaan (1). Selain itu perubahan PDRB juga dapat dirumuskan sebagai berikut : ΔYij = Y’ij-
Yij....................................................................................(5) apabila persamaan (2), (3), (4), dan (5) disubtitusi ke persamaan (1), maka didapat
ΔYij = PRij + PPij + PPWij Y’ij-Yij = (Ra)Yij + (Ri-Ra) Yij + (ri-Ri)Yij Dimana :
Δ Yij = perubahan PDRB sektor i pada wilayah ke j Yij
= PDRB kabupaten sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis
Y’ij
= PDRB kabupaten sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis
(Ra)
= persentase perubahan PDRB kabupaten yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan regional
(Ri-Ra)= persentase perubahan PDRB kabupaten yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan proporsional (ri-Ri)= persentase perubahan PDRB kabupaten yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan pangsa wilayah 4.3.4. Analisis Profil Pertumbuhan PDRB dan Pergeseran Bersih
Analisis
profil
pertumbuhan PDRB
pertumbuhan
PDRB
bertujuan
untuk
mengidentifikasi
sektor ekonomi di suatu wilayah pada kurun waktu yang
ditentukan dengan cara mengekspresikan persentase perubahan komponen pertumbuhan
proporsional (PPij) dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPWij). Data-data yang telah dianalisis akan diinterpretasikan dengan cara memplot persentase perubahan komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) ke dalam sumbu vertikal dan horizontal. Komponen pertumbuhan proporsional (PP) diletakkan pada sumbu horizontal sebagai absis, sedangkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) pada sumbu vertikal sebagai ordinat. Profil pertumbuhan PDRB disajikan dalam gambar sebagai berikut. PPW Kuadran IV
Kuadran I
PP
Kuadran III
Kuadran II
Gambar 4.1. Profil Pertumbuhan PDRB a. Kuadran I menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan yang cepat. Selain itu, sektor itu juga mampu bersaing dengan sektor perekonomian dari wilayah lain. Karena pertumbuhan sektor perekonomiannya tergolong dalam pertumbuhan yang cepat, maka wilayah yang bersangkutan juga merupakan wilayah yang progresif (maju) b. Kuadran II menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan yang cepat, tetapi sektor tersebut tidak mampu bersaing dengan sektor perekonomian wilayah lain.
c. Kuadran III menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan yang lambat dan tidak mampu bersaing dengan wilayah lain. Jadi, wilayah tersebut tergolong pada wilayah yang memiliki pertumbuhan yang lambat. d. Kuadran IV menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian pada suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan yang lambat, tetapi sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor perekonomian dari wilayah yang lain. e. Pada wilayah II dan III terdapat garis diagonal yang memotong kedua kuadran tersebut. Bagian atas garis diagonal mengindikasikan bahwa suatu wilayah merupakan wilayah yang progresif. Sedangkan di bawah garis berarti suatu wilayah merupakan wilayah yang pertumbuhannya lambat. Berdasarkan nilai persen PPj dan PPWj, maka dapat diidentifikasikan pertumbuhan suatu sektor atau wilayah pada kurun waktu tertentu. Kedua komponen tersebut (PPj dan PPWj) apabila dijumlahkan akan didapat nilai pergeseran bersih (PBj) yang mengidentifikasikan pertumbuhan suatu wilayah. PBj dapat dirumuskan sebagai berikut : PBj = PPj + PPWj Adapun, PP.j = PP1j + PP2j + PP3j + ....+ PPnj PPW.j = PPW1j + PPW2j +PPW3j +.....+ PPnj Dimana : PB.j
= pergeseran bersih wilayah ke j
PP.j = komponen pertumbuhan proporsional dari seluruh sektor untuk wilayah ke j PPW.j = komponen pertumbuhan pangsa wilayah dari seluruh sektor untuk wilayah ke j
Pergeseran bersih sektor pada wilayah ke j dapat dirumuskan sebagai berikut : PBij = PPij + PPWij Dimana : PBij
= pergeseran bersih sektor i pada wilayah ke j
PPij
= komponen pertumbuhan proporsional sektor i pada wilayah ke j
PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada wilayah ke j Persentase perubahan PDRB, PN.j, PP.j, PPW.j, dan PB.j akan mengidentifikasi pemerataan suatu sektor atau suatu wilayah dalam hal pertumbuhan. Adapun rumusannya adalah sebagai berikut ; % Δ PDRB.j = (PDRB tahun akhir-PDRB tahun dasar) *100% PDRB tahun dasar % PN.j
=
PN.j
*100%
PDRB tahun dasar
%PP.j
=
PP.j
*100%
PDRB tahun dasar % PPW.j =
PPW.j
*100%
PDRB tahun dasar %PB.j
= PP.j + PPW.j *100% PDRB tahun dasar
Apabila Pbij > 0, maka pertumbuhan sektor i pada wilayah ke j termasuk dalam kelompok progresif (maju). Sedangkan apabila Pbij < 0, maka pertumbuhan sektor ke i pada wilayah ke j termasuk dalam pertumbuhan lambat. Begitu pula apabila PB.j ≥ 0, maka pertumbuhan wilayah tersebut termasuk dalam pertumbuhan progresif, sedangkan
apabila PB.j ≤ 0, maka pertumbuhan wilayah tersebut termasuk dalam pertumbuhan yang lambat.
4.4. Defenisi Operasional
Analisis pertumbuhan sektor ekonomi dengan menggunakan analisis Shift Share dapat dipermudah dengan menggunakan software komputer, program Microsoft Exel. Hasil perhitungan tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengidentifikasi atau menganalisa pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu adalah data PDRB. Pada dasarnya PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB yang akan dianalisis adalah PDRB atas dasar harga konstan tahun 1993 menurut lapangan usaha. Data-data PDRB yang dibutuhkan adalah PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan PDRB provinsi Sumatera Utara tahun 1993 sampai 2004. Dalam kurun waktu duabelas tahun itu akan dibagi dalam tiga periode. Tahun 1993 sampai 1996 periode dimana perekonomian berada dalam kondisi sebelum krisis ekonomi. Pada periode tersebut tahun 1993 merupakan tahun dasar analisis dan tahun 1996 sebagai tahun akhir analisis. Tahun 1997 sampai 2000 periode dimana krisis melanda perekonomian Indonesia. Pada periode tersebut tahun 1997 sebagai tahun dasar analisis dan tahun 2000 sebagai tahun akhir analisis. Selanjutnya periode yang ketiga yaitu tahun 2001 sampai 2004, dimana pada masa itu Undang-Undang Otonomi Daerah
dijalankan. Pada periode tersebut tahun 2001 sebagai tahun dasar analisis dan tahun 2004 sebagai tahun akhir analisis. Jadi untuk melihat kodisi sebelum otonomi daerah dibutuhkan data PDRB tahun 1993 sampai 2000 yang dibagi dalam dua periode, sedangkan untuk melihat kondisi pada masa otonomi daerah dibutuhkan data PDRB tahun 2001 sampai 2004. 2. Sektor-Sektor Ekonomi Sektor ekonomi adalah kesatuan dari unit-unit produksi yang dihasilkan oleh suatu wilayah tertentu. Sektor-sektor ekonomi yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara, antara lain : (1) sektor pertanian (padi sawah, kedelai, kacang tanah, bawang merah), (2) sektor pertambangan (kaolin, belerang, batu apung, feldspar), (3), sektor industri pengolahan (industri pengolahan kopi terpadu, industri pengolahan nenas terpadu), (4) sektor listrik, gas dan air, (5) sektor bangunan, (6) sektor perdagangan, hotel dan restoran (7) sektor pengangkutan dan komunikasi, (8) sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, (9) sektor jasa-jasa, (BPS Kabupaten Tapanuli Utara, 2004).
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah. 5.1.1. Analisis PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah.
Pada kurun waktu 1993-1996, perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara. Sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara memiliki pertumbuhan yang positif dengan tingkat pertumbuhan sebesar 7,68 persen pada tahun 1996. Tabel 5.1. PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Sebelum Otonomi Daerah Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 (Juta Rupiah) Sebelum Otonomi Daerah
No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
9.
Sektor
Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa TOTAL PDRB
Perubahan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara(19931996) 60747.63 125.44
Persen 23.46 27.39
Perubahan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara(19972000) 25329.64 -51.01
Setelah Otonomi Daerah
7.38 -8.00
Perubahan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara(20012004) 31185.23 61.34
0.75
593.77
13.29
Persen
Persen 13.46 14.60
1137.50
35.00
35.52
441.78 3816.36
30.72 13.46
468.85 -12318.86
23.09 -40.831
251.02 2085.38
12.97 15.17
12681.09
19.95
392.09
0.48
6922.64
14.02
4990.9
23.95
-6804.49
-24.42
2176.35
14.08
3888.8 20330.96
22.25 30.03
-7003.21 842.59
-30.81 0.94
1427.29 7518.87
13.14 13.96
108163.46
23.41
891.12
0.15
52221.89
13.68
Berdasarkan Tabel 5.1, sektor yang memiliki pertumbuhan terbesar adalah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 35,00 persen. Pada tahun 1993 kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB Tapanuli Utara adalah sebesar 0,70 persen meningkat menjadi 0,77 persen pada tahun 1996. Besarnya laju pertumbuhan sektor industri pengolahan ini adalah karena besarnya perhatian pemerintah daerah terhadap perkembangan industri pengolahan. Selain itu, banyak investor yang menanamkan modalnya untuk pengembangan agroindustri di Kabupaten Tapanuli Utara. Jenis industri yang terdapat di Tapanuli Utara adalah industri kecil dan menengah. Selain itu ada industri pengolahan kopi terpadu dan industri pengolahan nenas terpadu dimana hasilnya sudah di ekspor ke luar negeri seperti Taiwan, Perancis dan Jepang. Tingkat pertumbuhan kedua ditempati oleh sektor listrik, gas dan air bersih yakni sebesar 30,72 persen. Pada tahun 1993 kontribusi sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 0,31 persen meningkat menjadi 0,33 persen pada tahun 1996. Besarnya peranan sektor listrik, gas dan air bersih ini karena Kabupaten Tapanuli Utara memiliki potensi energi terbaru yang dapat berproduksi dalam jumlah yang besar dan salah satu sumur eksplorasi yang terdapat di Silakitang merupakan sumur terbesar di dunia. Urutan ketiga ditempati oleh sektor jasa dengan tingkat pertumbuhan sebesar 30,03 persen. Besarnya tingkat pertumbuhan sektor jasa hampir sama dengan tingkat pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih. Meskipun tingkat pertumbuhan sektor jasa menempati urutan ketiga akan tetapi sektor ini merupakan penyumbang terbesar kedua terhadap PDRB Tapanuli Utara yaitu sebesar 14,65 persen tahun 1993 meningkat menjadi 15,44 persen pada tahun 1996. Urutan selanjutnya ditempati oleh sektor pertambangan yaitu sebesar 27,39 persen. Walaupun menempati urutan keempat, sektor pertambangan ini merupakan
penyumbang terkecil terhadap PDRB Tapanuli Utara yaitu sebesar 0,10 persen pada tahun 1996. Hal ini terjadi karena pengolahan bahan tambang yang ditemukan di Kabupaten Tapanuli Utara masih bersifat tradisional, sehingga belum memberikan nilai tambah yang optimal terhadap perekonomian karena secara umum usaha pertambangan yang ada masih merupakan pertambangan rakyat. Urutan selanjutnya ditempati oleh sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 23,95 persen dengan kontribusi terhadap PDRB yaitu sebesar 4,51 persen pada tahun 1993 meningkat menjadi 4,53 persen pada tahun 1996. Sektor ini merupakan penyumbang terbesar keempat terhadap PDRB Tapanuli Utara. Begitu pula halnya dengan sektor pertanian. Walaupun tingkat pertumbuhannya hanya sebesar 23,46 persen, tetapi sektor ini merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB yaitu sebesar 56,07 persen pada tahun 1996. Urutan berikutnya ditempati oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yaitu sebesar 22,25 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 19,95 persen. Sektor yang memiliki tingkat pertumbuhan
terendah adalah
sektor
bangunan sebesar 13,46 persen. Walaupun sektor bangunan ini memiliki tingkat pertumbuhan terkecil, akan tetapi sektor ini merupakan penyumbang terbesar keempat terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli Utara yaitu sebesar 5,64 persen pada tahun 1996. Peningkatan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara diikuti pula oleh peningkatan PDRB Provinsi Sumatera Utara. Pada PDRB Sumatera Utara sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB yaitu sebesar 26,88 persen pada tahun 1993 menurun menjadi 26,14 persen pada tahun 1996 yang diikuti oleh sektor industri pengolahan sebesar 24,61 persen pada tahun 1993.
Awal tahun 1997, kondisi perekonomian Indonesia mulai menunjukkan ketidakstabilan, tepatnya pada tahun 1998 perekonomian Indonesia diterpa krisis yang ditandai dengan terpuruknya nilai tukar rupiah terhadap dollar sampai pada tingkat Rp. 16.000,00, sehingga harga barang-barang khususnya barang impor menjadi sangat mahal dan selama itu keadaan politik Indonesia juga tidak stabil sehingga para investor menarik modalnya dari Indonesia dan lari ke luar negeri karena lebih aman dan lebih menguntungkan. Kondisi krisis tersebut juga berpengaruh terhadap perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara. Pada saat itu perekonomian Tapanuli Utara mengalami pertumbuhan yang negatif yaitu sebesar -5,64 persen. Sebagian sektor perekonomian Tapanuli Utara memberikan kontribusi yang negatif terhadap PDRB Tapanuli Utara. Pada kurun waktu 1997 sampai 2000 krisis ekonomi berpengaruh terhadap perkembangan sektor perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara. Terdapat lima sektor yang memberikan kontribusi yang positif terhadap PDRB Tapanuli Utara. Berdasarkan tabel 5.1 terlihat bahwa sektor yang tingkat pertumbuhannya paling besar adalah sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 23,09 persen. Pada tahun 1997 kontribusi sektor listrik, gas, dan air bersih terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 0,34 persen meningkat menjadi 0,41 persen pada tahun 2000. Berkembangnya sektor ini karena Kabupaten Tapanuli Utara kaya dengan sumber energi alami yaitu air terjun Batang Toru, dimana pendayagunaan potensi ini dapat memasok listrik industri-industri, mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar. Selain itu adanya kerjasama pembangunan listrik antara Pertamina dan PT (Persero) Perusahaan Listrik Negara-UNOCAL NORTH SUMATERA GEOTHERMAL. Tingkat pertumbuhan terbesar kedua ditempati oleh sektor pertanian sebesar 7,38 persen. Sektor pertanian ini adalah penyumbang terbesar terhadap PDRB Tapanuli
Utara yaitu sebesar 56,87 persen pada tahun 1997 meningkat menjadi 60,98 persen pada tahun 2000. Pertanian tanaman pangan dan holtikultura di Kabupaten Tapanuli Utara sangat menjanjikan untuk dikembangkan di masa mendatang dengan potensi lahan kering untuk pengembangannya seluas 66.683 Ha. Urutan ketiga ditempati oleh sektor jasa-jasa dengan tingkat pertumbuhan sebesar 0,94 persen. Walaupun kontribusi sektor jasa ini kecil terhadap PDRB yaitu hanya sebesar 0,94 persen, akan tetapi sektor ini merupakan penyumbang terbesar kedua terhadap PDRB Tapanuli Utara yaitu sebesar 14,90 persen pada tahun 1997 meningkat menjadi 15,02 persen pada tahun 2000. Urutan selanjutnya ditempati oleh sektor industri pengolahan dengan tingkat pertumbuhan sebesar 0,75 persen. Kontribusi yang diberikan oleh sektor ini adalah sebesar 0,78 persen pada tahun 1997 meningkat menjadi 0,79 persen pada tahun 2000. Urutan yang berikutnya ditempati oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan tingkat pertumbuhan sebesar 0,48 persen dengan kontribusi terhadap PDRB sebesar 13,61 persen pada tahun 1997 meningkat menjadi 13,66 persen pada tahun 2000. Kelima sektor ini memiliki tingkat pertumbuhan yang positif karena proses produksinya tidak terlalu dipengaruhi oleh krisis ekonomi sebab input yang dibutuhkan untuk proses produksinya tidak bergantung pada barang-barang impor yang harganya sangat mahal sehingga masih bisa bertahan. Adapun sektor yang memiliki pertumbuhan yang negatif adalah sektor pertambangan, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sektor yang paling terpuruk dengan adanya krisis ekonomi adalah sektor bangunan dengan tingkat pertumbuhan sebesar -40,83 persen. Kontribusinya terhadap PDRB juga mengalami penurunan yaitu sebesar 5,00 persen pada tahun 1997 menurun menjadi 2,95 persen pada tahun 2000. Penurunan ini
disebabkan pada masa krisis ekonomi banyak proyek-proyek bangunan yang tidak berjalan dengan lancar akibat mahalnya bahan baku, sehingga pada masa krisis ekonomi sektor ini sangat terpuruk. Sektor lainnya yang juga mengalami penurunan adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan sebesar -30,81 persen. Kontribusinya terhadap PDRB juga mengalami penurunan sebesar Rp. -700,21 juta. Pada tahun 1997 kontribusi sektor ini terhadap PDRB adalah sebesar 3,77 persen menurun menjadi 2,60 persen pada tahun 2000. Urutan berikutnya ditempati oleh sektor pengangkutan dan komunikasi dengan tingkat pertumbuhan sebesar -24,42 persen. Kontribusinya terhadap PDRB juga menurun sebesar Rp. -6.804,49 juta. Pada tahun 1997 kontribusi sektor ini terhadap PDRB adalah sebesar 4,62 persen menurun menjadi 3,49 persen pada tahun 2000. Urutan yang terakhir ditempati oleh sektor pertambangan dengan tingkat pertumbuhan sebesar -8,01 persen. Kontribusi sektor ini terhadap PDRB adalah sebesar 0,11 persen pada tahun 1997 menurun menjadi 0,10 persen pada tahun 2000. Sektor-sektor yang memiliki pertumbuhan yang negatif ini adalah sektor yang di dalam proses produksinya sangat bergantung pada barang-barang impor, sehingga pada saat terjadinya krisis ekonomi sektor ini tidak dapat bertahan karena mahalnya harga bahan baku untuk proses produksi mereka. Krisis ekonomi juga berpengaruh terhadap perekonomian Provinsi Sumatera Utara. Pada kurun waktu 1997 sampai 2000 ini sektor yang tingkat pertumbuhannya paling kecil adalah sektor industri pengolahan dengan penurunan sebesar Rp. 819.551,81 juta atau sebesar -13,70 persen. Sektor ini mengalami penurunan yang paling besar dari semua sektor yang ada. Pada perekonomian Sumatera Utara sektor yang memberikan kontribusi yang paling besar terhadap PDRB adalah sektor pertanian
dengan kontribusi sebesar 26,95 persen pada tahun 1997 meningkat menjadi 31,15 persen pada tahun 2000 dengan tingkat pertumbuhan sebesar 10,74 persen. Secara total PDRB Provinsi Sumatera Utara mengalami penurunan sebesar Rp. -1.039.809,68 juta atau sebesar -4,15 persen. Tahun 1997 PDRB Sumatera Utara sebesar Rp. 25.056.405 juta menurun menjadi Rp. 24.016.595,32 juta pada tahun 2000. Pada masa sebelum otonomi daerah, peranan pemerintah pusat sangat besar dalam menentukan kebijakan pembangunan di daerah. Hal ini mengakibatkan daerah tidak memiliki kewenangan untuk menentukan arah pembangunannya. Adanya reformasi tahun 1998, memaksa pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan otonomi daerah, sehingga
daerah bebas menentukan arah pembangunannya sesuai dengan
aspirasi masyarakat daerah. Implementasi dari kebijakan otonomi daerah juga berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara. Ini terlihat dari peningkatan total PDRB Kabupaten Tapanuli Utara berdasarkan harga konstan 1993, yaitu sebesar Rp. 381.846,78 juta pada tahun 2001 meningkat menjadi Rp. 434.068,67 pada tahun 2004. Pada tahun 2004, semua sektor perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara mengalami peningkatan. Berdasarkan Tabel 5.1, sektor yang memiliki tingkat pertumbuhan terbesar adalah sektor bangunan, yaitu sebesar 15,17 persen. Pada tahun 2001 kontribusi sektor bangunan terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 3,60 persen meningkat menjadi 3,65 persen pada tahun 2004. Tingginya pertumbuhan sektor bangunan karena sektor ini merupakan sektor yang paling besar dalam menyerap investasi, dimana investasi yang ditanamkan di sektor bangunan sebesar 23,31 persen dari rata-rata investasi total yang ada. Hal ini disebabkan adanya pemekaran wilayah sehingga terbentuk beberapa kecamatan baru selama periode 2001-2004, sehingga pembangunan
meningkat. Selain itu juga anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk membiayai pembangunan besar. Tingkat pertumbuhan terbesar kedua diduduki oleh sektor pertambangan, yaitu sebesar 14,60 persen. Bahan tambang yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan dan telah ada kerjasama dengan pihak-pihak yang tertarik untuk mananamkan modalnya di pertambangan. Walaupun sektor pertambangan mempunyai tingkat pertumbuhan yang besar, akan tetapi sektor ini merupakan penyumbang terkecil terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli Utara, yaitu sebesar 0,11 persen pada tahun 2004. Urutan ketiga ditempati oleh sektor pengangkutan dan komunikasi dengan tingkat pertumbuhan sebesar 14,08 persen. Sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan penyumbang terbesar keempat terhadap PDRB Kabupatan Tapanuli Utara yaitu sebesar 4,05 persen pada tahun 2001 meningkat menjadi 4,06 persen pada tahun 2004. Investasi yang ditanamkan di sektor ini juga besar, yaitu dengan dibangunnya lapangan udara di Silangit, selain itu adanya kecamatan-kecamatan yang baru dengan adanya pemekaran wilayah membuat sektor pengangkutan dan komunikasi ini berkembang dengan cepat Urutan selanjutnya ditempati oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan tingkat pertumbuhan yang hampir sama dengan sektor pengangkutan dan komunikasi yaitu sebesar 14,02 persen. Walaupun menempati urutan keempat, tetapi sektor ini merupakan penyumbang terbesar ketiga terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli Utara yaitu sebesar 12,93 persen pada tahun 2001 meningkat menjadi 12,97 persen pada tahun 2004. Berikutnya diduduki oleh sektor jasa-jasa dengan tingkat pertumbuhan sebesar 13,96 persen. Sektor jasa-jasa merupakan penyumbang terbesar kedua terhadap PDRB Tapanuli Utara yaitu sebesar 14,10 persen pada tahun 2001 meningkat menjadi 14,14 persen pada tahun 2004. Sektor pertanian memiliki tingkat pertumbuhan yang
hampir sama yaitu sebesar 13,46 persen. Sektor ini merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli Utara yaitu sebesar 60,69 persen pada tahun 2001 menurun menjadi 60,57 persen pada tahun 2004. Urutan selanjutnya ditempati oleh sektor industri pengolahan dengan tingkat pertumbuhan sebesar 13,29 persen. Kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 1,17 persen pada tahun 2004. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang hampir sama yaitu sebesar 13,14 persen dengan kontribusinya terhadap PDRB sebesar 2,84 persen pada tahun 2001 menurun menjadi 2,83 persen pada tahun 2004. Terakhir, yaitu sektor listrik, gas dan air bersih merupakan sektor yang memiliki tingkat pertumbuhan terkecil yaitu sebesar 12,97 persen. Kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 0,51 persen pada tahun 2001 menurun menjadi 0,50 persen pada tahun 2004. Kebijakan otonomi daerah tidak terlalu berpengaruh terhadap perekonomian Provinsi Sumatera Utara. Hal ini terlihat dari penurunan PDRB Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp. -2.882.447,16 juta. Pada tahun 2001 PDRB Provinsi sumatera Utara sebesar Rp. 2.911.045,77 juta menurun menjadi Rp. 28.598,61 juta pada tahun 2004. Pada kurun waktu 2001 sampai 2004, semua sektor ekonomi memberikan kontribusi yang negatif terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara. Sektor yang memberikan kontribusi terkecil adalah sektor pertambangan sebesar -99,90 persen. Kontribusi sektor ini menurun sebesar Rp. -309.446. Pada tahun 2004 kontribusi sektor pertambangan terhadap PDRB Provinsi sumatera Utara sebesar 1,49 persen. Rendahnya kontibusi sektor ini karena kurangnya penguasaan yang memadai termasuk interpretasi data informasi sumber daya mineral yang lengkap dan menyeluruh. Selain itu juga karena
penyediaan sarana dan prasarana pertambangan yang masih kurang sehingga mempengaruhi kegiatan operasional.
5.1.2. Rasio PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan PDRB Provinsi Sumatera Utara (Nilai Ra, Ri, ri ) Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah.
PDRB sektor-sektor perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara dan PDRB Provinsi Sumatera Utara pada kurun waktu 1993 sampai 1996 memiliki pertumbuhan yang positif. Jika nilai PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara tiap sektor dibandingkan antara dua titik waktu, yaitu tahun 1996 sebagai tahun akhir analisis dan tahun 1993 sebagai tahun dasar analisis. Maka tiap-tiap sektor akan memiliki rasio yang berbeda-beda. Rasio PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan PDRB Provinsi Sumatera Utara diekspresikan dalam bentuk nilai Ra, Ri, ri. Nilai Ra diperolah dari selisih antara total PDRB Provinsi Sumatera Utara pada tahun 1996 dengan total PDRB Provinsi Sumatera Utara tahun 1993 dibagi dengan total PDRB Provinsi Sumatera Utara tahun 1993. Karena merupakan pembagian total PDRB, maka nilai Ra tiap sektor untuk setiap daerah di provinsi Sumatera Utara memiliki besaran yang sama yaitu sebesar 0,30. Tabel 5.2. Nilai Ra, Ri, ri Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah. Sebelum Otonomi Daerah No
Sektor
1. 2. 3.
Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran
4. 5. 6.
Ra 0.30 0.30 0.30
Ri 0.27 -0.01 0.29
ri 0.23 0.27 0.35
0.30
0.41
0.31
0.30 0.30
0.25 0.43
0.13 0.20
Ra -0.04 -0.04
Ri 0.11 -0.11
ri 0.07 -0.08
Setelah Otonomi Daerah Ra Ri ri -0.99 -0.89 0.13 -0.99 -0.10 0.15
-0.04
-0.14
0.01
-0.99
-0.99
0.13
-0.04 -0.04
0.15 -0.09
0.23 -0.41
-0.99 -0.99
-0.99 -0.99
0.12 0.15
-0.04
-0.12
0.01
-0.99
-0.97
0.14
7. 8.
9.
Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
0.30
0.26
0.24
0.30
0.42
0.22
0.30
0.29
0.30
-0.04
-0.08
-0.24
-0.99
-0.99
0.14
-0.04 -0.04
-0.08 0.02
-0.31 0.01
-0.99 -0.99
-0.98 -0.99
0.13 0.14
Nilai Ri untuk setiap sektor di kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Utara sebagian besar bernilai positif (Ri >0), akan tetapi ada juga yang bernilai negatif (Ri<0). Ini berarti hampir semua sektor perekonomian mengalami pertumbuhan yang positif. Nilai Ri ini diperoleh dari selisih antara nilai PDRB Provinsi Sumatera Utara sektor i pada tahun 1996 dengan PDRB Provinsi sumatera Utara sektor i pada tahun 1993 dibagi dengan PDRB Provinsi Sumatera Utara sektor i pada tahun 1993. Dari Tabel 5.2, diketahui bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki nilai Ri terbesar yaitu sebesar 0,43. Ini dikarenakan tingkat pertumbuhan sektor ini merupakan yang terbesar di Provinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 17,11 persen pada tahun 1993 meningkat menjadi 18,78 persen pada tahun 1996. Nilai Ri terkecil dimiliki oleh sektor pertambangan, yakni sebesar -0,01. Sektor ini mempunyai tingkat pertumbuhan terkecil di Provinsi Sumatera Utara yakni sebesar 3,30 persen pada tahun 1993 menurun menjadi 2,53 persen pada tahun 1996. Nilai ri setiap sektor perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara diperoleh dari selisih antara PRDB Kabupaten Tapanuli Utara sektor i pada tahun 1996 dengan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara sektor i pada tahun 1993 dibagi dengan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara sektor i pada tahun 1993. Karena nilai ri merupakan perbandingan PDRB dari masing-masing daerah, maka nilai ri di setiap daerah memiliki besaran yang berbeda-beda. Di Kabupaten Tapanuli Utara, nilai ri masing-masing sektor bernilai positif (ri>0). Ini dikarenakan tiap-tiap sektor yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara
mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Berdasarkan Tabel 5.2. terlihat bahwa sektor industri pengolahan memiliki nilai ri terbesar yakni sebesar 0,35. Hal ini dikarenakan sektor industri pengolahan memiliki tingkat pertumbuhan terbesar dibandingkan sektor yang lain. Sedangkan nilai ri terkecil dimiliki oleh sektor bangunan yakni sebesar 0,13. Pada masa krisis ekonomi, nilai Ra untuk semua sektor ekonomi yang ada di Provinsi Sumatera Utara sebesar -0,04. Nilai Ra yang negatif menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 1997 sampai 2000 kondisi perekonomian Sumatera Utara mengalami penurunan. Nilai Ra diperoleh dari selisih antara total PDRB Provinsi Sumatera Utara tahun 2000 dengan total PDRB Provinsi Sumatera Utara tahun 1997 dibagi dengan total PDRB Provinsi Sumatera Utara tahun 1997. Nilai Ri diperoleh dari selisih antara PDRB Provinsi Sumatera Utara sektor i pada tahun 2000 dengan PDRB Provinsi Sumatera Utara sektor i pada tahun 1997 dibagi dengan PDRB Provinsi Sumatera Utara sektor i pada tahun 1997. Berdasarkan Tabel 5.2. dapat diketahui bahwa sebagian besar sektor perekonomian memiliki nilai Ri yang negatif, antara lain sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Hal ini berarti bahwa keenam sektor tersebut memiliki penurunan kontribusi terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara. Nilai Ri terkecil dimiliki oleh sektor industri pengolahan sebesar -0,14. Sektor yang memiliki nilai Ri yang positif yaitu sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air bersih, dan sektor jasa-jasa. Hal ini berarti bahwa ketiga sektor ini memiliki kontribusi yang meningkat terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara. Nilai Ri terbesar dimiliki oleh sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 0,15.
Nilai ri diperoleh dari selisih antara PDRB Kabupaten Tapanuli Utara sektor i pada tahun 2000 dengan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara sektor i pada tahun 1997 dibagi dengan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara sektor i pada tahun 1997. Pada kurun waktu 1997 sampai 2000 sektor yang mempunyai nilai ri yang positif antara lain sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor jasa-jasa. Nilai ri terbesar dimiliki oleh sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 0,15 dan sektor yang memiliki nilai ri yang terkecil adalah sektor bangunan sebesar -0,41. Pada masa otonomi daerah tahun 2001 sampai 2004, nilai Ra untuk semua sektor di seluruh kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara sebesar -0,99. Nilai Ra yang negatif menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2001 sampai 2004, kondisi perekonomian Provinsi Sumatera Utara mengalami penurunan. Nilai Ra diperoleh dari selisih antara total PDRB Provinsi Sumatera Utara tahun 2004 dengan total PDRB Provinsi Sumatera Utara tahun 2001 dibagi dengan total PDRB Provinsi Sumatera Utara tahun 2001. `
Berdasarkan Tabel 5.2, terlihat bahwa nilai Ri terbesar dimiliki oleh sektor
pertambangan walaupun tingkat pertumbuhannya negatif, yaitu sebesar -0,10, sedangkan sektor yang memiliki nilai Ri terkecil dimilimki beberapa sektor antara lain sektor industri pengolahan sebesar -0,99. Nilai Ri didasarkan pada selisih antara PDRB Provinsi Sumatera Utara sektor i tahun 2004 dengan PDRB Provinsi Sumatera Utara sektor i tahun 2001 dibagi dengan PDRB Provinsi Sumatera Utara sektor i pada tahun 2001. Nilai Ri untuk setiap sektor di kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara bernilai negatif (Ri<0). Hal ini berarti bahwa setiap sektor perekonomian yang ada di kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara mengalami pertumbuhan yang negatif
Nilai ri diperoleh dari selisih antara PDRB Kabupaten Tapanuli Utara sektor i pada tahun 2004 dengan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara sektor i pada tahun 2001 dibagi dengan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2001. Semua sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara memiliki nilai ri yang lebih besar dari nol (ri>0). Hal ini berarti semua sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara memberikan kontribusi yang positif terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli Utara. Sektor yang memiliki nilai ri paling besar adalah sektor bangunan, yaitu sebesar 0,15, sedangkan sektor listrik, gas dan air bersih memiliki nilai ri terkecil, yaitu sebesar 0,12.
5.2. Analisis Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah.
Analisis Shift Share terdiri dari tiga komponen. Komponen yang pertama adalah komponen pertumbuhan regional (PR). Tabel 5.3. Komponen Pertumbuhan Regional Kabupaten Tapanuli Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah (Juta Rupiah). No
Sektor
1. 2. 3.
Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
4. 5. 6. 7. 8.
Sebelum Otonomi Daerah Tahun 1993-1996 Tahun 1997-2000 Pertumbuhan Pertumbuhan Regional regional (Rp) (%) (Rp) (%) 78185.29 30.19 -14237.49 -4.15 138.26 30.19 -26.43 -4.15 981.12 30.19 -196.26 -4.15 434.23 30.19 -84.27 -4.15 8557.94 30.19 -1251.94 -4.15 19187.12 30.19 6290.07
30.19
5276.11
30.19
Setelah Otonomi Daerah Tahun 2001-2004 Pertumbuhan regional (Rp) -229456.17 -416.05
(%) -99.02 -99.02
-4422.83
-99.02
-1915.72 -13614.55
-99.02 -99.02
-3408.49
-4.15
-48888.95
-99.02
-1156.35
-4.15
-15303.71
-99.02
-943.43
-4.15
-10751.97
-99.02
9.
Jasa-Jasa
20438.35
30.19
-3730.83
Berdasarkan komponen pertumbuhan regional,
-4.15
-53325.49
-99.02
pada masa sebelum otonomi
daerah tahun 1993-1996 sektor pertanian memberikan sumbangan terbesar yakni sebesar Rp. 78.185,29 juta. Hal ini berarti bahwa sektor pertanian sangat berpengaruh terhadap kebijakan ekonomi yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara, artinya jika terjadi perubahan kebijakan maka sektor pertanian akan mengalami perubahan. Selain itu, sektor jasa-jasa dan sektor perdagangan, hotel dan restoran juga memberikan sumbangan yang besar yaitu sebesar Rp 20.438,36 juta untuk sektor jasa dan Rp. 19.187,12 juta untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini berarti kedua sektor tersebut juga berpengaruh terhadap perubahan kebijakan ekonomi regional. Sumbangan terkecil terhadap PDRB pada komponen pertumbuhan regional disumbangkan oleh sektor pertambangan sebesar Rp 138,26 juta. Hal ini berarti sektor pertambangan tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan kebijakan ekonomi yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, sektor listrik, gas dan air bersih memiliki sumbangan yang kecil yaitu sebesar Rp. 434,23 juta, sehingga jika terjadi perubahan kebijakan ekonomi Provinsi Sumatera Utara, maka tidak terlalu berpengaruh pada sektor listrik, gas dan air bersih. Persentase total perubahan PDRB sektor-sektor perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 23,41 persen (Tabel 5.1), sedangkan persentase komponen pertumbuhan regional sebesar 30,19 persen. Hal ini berarti bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tapanuli Utara lebih kecil daripada tingkat pertumbuhan sektor ekonomi Provinsi Sumatera Utara, karena nilai persentase total perubahan PDRB sektor-sektor ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara lebih kecil daripada persentase komponen pertumbuhan regional.
Berdasarkan Tabel 5.3, terlihat bahwa pada kurun waktu 1997-2000 semua sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara memberikan kontibusi yang negatif terhadap perekonomian Tapanuli Utara. Sektor yang memberikan kontibusi terkecil terhadap PDRB adalah sektor pertanian sebesar Rp. -14.237,49 juta. Rendahnya kontribusi sektor pertanian ini karena pada umumnya usaha tani semua komoditas belum menerapkan teknologi yang baik, sehingga hasil yang diharapkan masih jauh dari potensi genetik masing-masing komoditas. Selain itu, usaha tani yang dikembangkan penduduk masih kurang produktif. Sedangkan sektor yang memberikan kontibusi yang terbesar adalah sektor pertambangan, meskipun nilainya masih negatif yaitu sebesar Rp. -26,43 juta. Bahan tambang yang ditemukan di Kabupaten Tapanuli Utara bervariasi jenisnya dan beberapa diantaranya mempunyai prospek yang bagus untuk dikembangkan, dimana bahan tambang tersebut merupakan komoditi mineral sebagai bahan baku industri dan juga komoditi ekspor. Persentase total perubahan PDRB sektor-sektor perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 1997 sampai 2000 sebesar 0,15 persen (Tabel 5.1), sedangkan persentase komponen pertumbuhan regional (PR) sebesar -4,15 persen. Karena nilai persentase total perubahan PDRB sektor-sektor perekonomian Tapanuli Utara lebih besar daripada persentase komponen pertumbuhan wilayah, maka tingkat pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Tapanuli Utara lebih besar daripada tingkat pertumbuhan sector-sektor ekonomi Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan Tabel 5.3, pada kurun waktu setelah otonomi daerah tahun 20012004, semua sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara memiliki kontribusi yang negatif. Ini ditandai dengan persentase nilai komponen pertumbuhan regional (PR) yang lebih kecil dari nol (PR<0), yaitu sebesar -99,02 persen. Kontribusi
terbesar disumbangkan oleh sektor pertambangan, meskipun nilainya masih negatif yaitu sebesar Rp. -416,05 juta, sedangkan kontribusi terkecil dimiliki oleh sektor pertanian, yaitu sebesar Rp. -229.456,17 juta. Persentase total perubahan PDRB sektor perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara pada kurun waktu 2001 sampai 2004 sebesar 13,68 persen (Tabel 5.1), sedangkan persentase total pertumbuhan regional sebesar -99,02 persen. Nilai persentase total perubahan PDRB sektor-sektor perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara lebih besar daripada persentase komponen pertumbuhan regional, maka tingkat pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Tapanuli Utara lebih besar daripada tingkat pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Provinsi Sumatera Utara. Komponen pertumbuhan wilayah yang selanjutnya adalah pertumbuhan proporsional. Tabel 5.4. Komponen Pertumbuhan Proporsional Kabupaten Tapanuli Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah Tahun (Juta Rupiah) Sebelum Otonomi daerah
No
Sektor
1. 2. 3.
Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
4. 5. 6. 7. 8. 9.
Tahun 1993-1996 Pertumbuhan Proporsional (Rp) (%) -9299.39 -3.59 -139.83 -30.53 -52.65 -1.62 149.276 10.38 -1540.60 -5.43 8070.50
Tahun 1997-2000 Pertumbuhan Proporsional (Rp) (%) 51096.98 14.89 -42.89 -6.74
Setelah Otonomi Daerah Tahun 2001-2004 Pertumbuhan Proporsional (Rp) (%) 23078.79 9.96 -3.69 -0.88
-451.87
-9.55
-38.789
-0.87
390.61 -1638.95
19.246 -5.43
-16.659 -117.85
-0.86 -0.86
12.70
-6621.79
-8.06
-428.89
-0.87
-4.44
-1121.38
-4.02
-132.45
-0.86
12.40 -0.92
-872.17 5832.33
-3.84 6.49
-93.62 -465.32
-0.86 -0.86
-924.74 2167.81 -623.26
Berdasarkan Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa beberapa sektor perekonomian memberi kontribusi yang positif terhadap PDRB. Sektor-sektor tersebut adalah sektor listrik, gas dan air bersih sebesar Rp. 149,27 juta (10,38 persen), sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp. 8.070,50 juta (12,70 persen), sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar Rp. 2.167,89 juta (12,40 persen). Ketiga sektor ini memberikan kontribusi yang positif dengan persentase yang lebih besar dari nol (PP>0). Hal ini berarti bahwa ketiga sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang cepat. Ketiga sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang cepat karena berkembangnya kegiatan ekonomi di Provinsi Sumatera Utara. Sektor yang pertumbuhannya paling cepat adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Pesatnya pertumbuhan sektor ini karena berkembangnya sektor pariwisata yang memeberikan kostribusi yang besar terhadap PDRB. Kondisi dan topografi wilayah yang tidak monoton menjadi suatu potensi bagi pengembangan kegiatan wisata. Sektor lainnya memberikan kontribusi yang kecil terhadap PDRB, yaitu sektor pertanian sebesar Rp. -9.299,39 juta (-3,59 persen), sektor pertambangan sebesar Rp. 139,83 juta (-30,53 persen), sektor industri pengolahan sebesar Rp. -52,64 (-1,62 persen), sektor bangunan sebesar Rp. -1.540,60 juta (-5,43 persen), sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp. -924,74 juta (-4,44 persen), sektor jasa-jasa sebesar Rp. 623,26 juta (-0,92 persen). Karena sektor-sektor tersebut memberikan kontribusi yang negatif dengan persentase yang kurang dari nol (PP<0), maka sektor-sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang lambat. Sektor pertambangan memiliki laju pertumbuhan yang paling lambat karena pada masa sebelum otonomi sektor ini kurang berkembang karena pengolahannya masih secara tradisional.
Berdasarkan komponen pertumbuhan proporsional (PP), ada sektor yang memberikan kontribusi yang negatif dan ada juga sektor yang memberikan kontribusi yang positif. Dari Tabel 5.4 terlihat bahwa sebelum otonomi daerah kurun waktu 1997 sampai 2000 sebagian besar sektor ekonomi memberikan kontribusi yang negatif (PP<0). Sektor-sektor tersebut adalah sektor pertambangan sebesar Rp. -42,81 juta (6,74 persen), sekor industri pengolahan sebesar Rp. -451.87 juta (-9.55 persen), sektor bangunan sebesar Rp. -1.638,95 juta (-5,43 persen), sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp. -6621,79 juta (-8,06 persen), sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp. -1.121,38 juta (-4,02 persen), sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar Rp. -872,17 juta (3,84 persen). Karena keenam sektor ini mempunyai kontribusi yang negatif (PP<0), maka sektor-sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang lambat. Sektor-sektor yang memberikan kontribusi yang positif terhadap perekonomian berdasarkan komponen pertumbuhan proporsional antara lain sektor pertanian sebesar Rp. 51.096,98 juta (14,89 persen), sektor listrik, gas dan air bersih sebesar Rp. 390,61 juta (19,24 persen), sektor jasa-jasa sebesar Rp. 5.832,33 juta (6,49 persen). Karena ketiga sektor ini mempunyai nilai PP yang positif (PP>0), maka sektor-sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang cepat. Pada masa setelah otonomi daerah tahun 2001-2004, kontribusi sektor-sektor ekonomi
berdasarkan
komponen
pertumbuhan
proporsional,
sebagian
besar
memberikan kontribusi negatif. Berdasarkan Tabel 5.4, sektor yang memberikan kontribusi yang negatif antara lain sektor pertambangan sebesar Rp. -3,69 juta (-0,88 persen), sektor industri pengolahan sebesar Rp. -38,78 juta (-0,87 persen), sektor listrik, gas dan air bersih sebesar Rp. -16,65 juta (-0,86 persen), sektor bangunan sebesar Rp. -
117,85 juta (-0,86 persen), sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp. -428,89 juta (-0,87 persen), sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp. -132,45 juta (-0,86 persen), sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar Rp. -93,62 juta (-0,86 persen), sektor jasa-jasa sebesar Rp. -465,32 (-0,86 persen). Karena sektor-sektor tersebut mempunyai persentase nilai pertumbuhan proporsional yang negatif (PP<0), maka kedelapan sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang lambat. Sektor yang memberikan kontribusi yang positif hanya satu sektor, yaitu sektor pertanian sebesar Rp. 23.078,79 juta (9,96 persen). Karena kontribusi PP bernilai positif (PP>0), maka sektor pertanian memiliki laju pertumbuhan yang progresif. Tingginya pertumbuhan sektor pertanian ini karena besarnya perhatian pemerintah terhadap sektor pertanian dengan memberikan subsidi 50 persen dalam pengelolaan lahan tidur, selain itu sektor pertanian juga merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Kabupaten Tapanuli Utara.
5.3. Analisis Daya Saing Sektor-sektor Ekonomi
Kabupaten Tapanuli Utara
Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah
Analisis Shift Share selanjutnya adalah komponen pertumbuhan pangsa wilayah. Tabel 5.5. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah (Juta Rupiah) Sebelum Otonomi daerah
No
Sektor
1. 2. 3.
Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan
4. 5.
Tahun 1993-1996 Pertumbuhan Pangsa Wilayah (Rp) (%) -8138.27 -3.14 127.01 27.73
Tahun 1997-2000 Pertumbuhan Pangsa Wilayah (Rp) (%) -11529.85 -3.36 18.31 2.88
Setelah Otonomi daerah Tahun 2001-2004 Pertumbuhan Pangsa Wilayah (Rp) (%) 237562.61 102.52 481.08 114.50
209.01
6.43
683.64
14.46
5055.38
113.18
-141.737 -3200.99
-9.85 -11.29
162.51 -9427.98
8.00 -31.25
2183.40 15817.78
112.85 115.04
6. 7. 8. 9.
Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
-14576.54
-22.94
10422.36
12.69
56240.48
113.91
-374.44
-1.80
-4526.77
-16.25
17612.51
113.96
-3555.13 515.86
-20.34 0.76
-5187.61 -1258.91
-22.82 -1.40
12272.88 61309.68
113.02 113.84
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui sektor yang mampu bersaing atau sektor yang tidak dapat bersaing dengan wilayah lain di Provinsi Sumatera Utara. Pada masa sebelum otonomi daerah tahun 1993-1996, di Kabupaten Tapanuli Utara terdapat enam sektor yang tidak dapat bersaing baik bila dibandingkan dengan wilayah lainnya, yaitu sektor pertanian sebesar Rp. -8.138,27 juta (-3,14 persen), sektor listrik, gas dan air bersih sebesar Rp. -141,72 juta (-9,85 persen), sektor bangunan sebesar Rp. -3.200,99 juta (-11,29 persen), sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp.-14,576 juta (22,94 persen), sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp. -374,44 juta (-1,80 persen), sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar Rp. -3.555,12 juta (20,34 persen). Ini dikarenakan persentase nilai komponen pertumbuhan pangsa wilayah dari masing-masing sektor kurang dari nol (PPW<0). Dari keenam sektor ini, sektor yang paling tidak dapat bersaing dengan wilayah lainnya adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini dikarenakan belum efektifnya kelembangaan pengelolaan pemasaran dan promosi wisata terutama ke masyarakat internasional, selain itu juga masyarakat di sekitar objek wisata belum siap mendukung parawisata. Hal ini menyebabkan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang ada di kabupaten lain lebih berkembang. Tiga sektor lainnya, yaitu sektor pertambangan, sektor industri pengolahan dan sektor jasa-jasa merupakan sektor yang mempunyai daya saing yang baik dibandingkan
dengan wilayah lain . Hal ini dikarenakan persentase nilai PPW dari masing-masing sektor lebih besar dari nol (PPW>0). Untuk sektor pertambangan sebesar Rp. 127,01 juta (27,73 persen), sektor industri pengolahan sebesar Rp. 209,01 juta (6,43 persen), sektor jasa sebesar Rp. 515,86 juta (0,76 persen). Dari ketiga sektor itu, yang mempunyai daya saing yang paling baik adalah sektor pertambangan. Laju pertumbuhan sektor-sektor dalam suatu wilayah dipengaruhi oleh wilayah lainnya. Dalam hal ini laju pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Tapanuli Utara juga dipengaruhi oleh laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dari kabupaten lain yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Hal ini mengakibatkan suatu sektor bisa memiliki laju pertumbuhan yang baik tapi tidak dapat bersaing dengan wilayah lain dan ada juga sektor yang memiliki pertumbuhan yang lambat tapi mempunyai daya saing yang baik bila dibandingkan dengan wilayah lain. Pada kurun waktu 1997 sampai 2000, terdapat empat sektor yang mampu bersaing dengan kabupaten lain di Provinsi Sumatera Utara antara lain, sektor pertambangan sebesar Rp. 18,31 juta (2,88 persen), sektor industri pengolahan sebesar Rp. 683,64 juta (14,46 persen), sektor listrik, gas dan air bersih sebesar Rp. 162,51 juta (8,00 persen), sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp. 10.422,36 juta (12,69 persen). Karena kontribusi keempat sektor tersebut terhadap komponen pertumbuhan pangsa wilayah bernilai positif (PPW>0), maka sektor-sektor tersebut mempunyai daya saing yang baik bila dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Sektor yang mempunyai daya saing yang paling baik dimiliki oleh sektor industri pengolahan. Sektor yang lainnya yaitu sektor pertanian, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa, dan sektor jasajasa merupakan sektor yang tidak dapat bersaing dengan kabupaten lainnya. Hal ini
dikarenakan persentase nilai PPW dari masing-masing sektor bernilai negatif atau kurang dari nol (PPW<0) yakni, sektor pertanian sebesar Rp. 11.529,85 juta (-3,36 persen), sektor bangunan sebesar Rp. -9.427,98 juta (31,25 persen), sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp. -4.526,77 juta (-16,25 persen),sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar Rp. -5.187,61 juta (22,82 persen), sektor jasa-jasa sebesar Rp. -1.258,91 juta (-1,40 persen). Sektor yang mempunyai daya saing paling rendah dimiliki oleh sektor bangunan. Berdasarkan Tabel 5.5, pada masa setelah otonomi daerah tahun 2001-2004 semua sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara mempunyai daya saing yang baik bila dibandingkan dengan kabupaten lain. Sektor-sektor tersebut mempunyai persentase nilai PPW yang positif (PPW>0). Sektor-sektor yang mempunyai daya saing yang baik antara lain sektor pertanian sebesar Rp. 237.562,61 juta (102,52 persen), sektor pertambangan sebesar Rp. 481,08 juta (114,50 persen), sektor industri pengolahan sebesar Rp. 5.055,38 juta (113,18 persen), sektor listrik, gas dan air bersih sebesar Rp. 2.183,40 juta (112,85 persen), sektor bangunan sebesar Rp. 15.817,78 juta (115,04 persen), sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp. 56.240,48 juta (113,91 persen), sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp. 17.612,51 juta (113,96 persen), sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar Rp. 12.272,88 juta (113,02 persen), dan sektor jasa-jasa sebesar Rp. 61.309,68 juta (113,84 persen).
5.4. Profil Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Pergeseran Bersih Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah.
Berdasarkan persentase nilai komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW), dapat diperoleh profil pertumbuhan PDRB dengan cara mengekspresikan persentase nilai PP dan PPW ke dalam sumbu vertikal dan horizontal. PP diletakkan pada sumbu horizontal sebagai absis, sedangkan PPW diletakkan pada sumbu vertikal sebagai ordinat. Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi 40 30
2
20
PP
10
3 -35
-30
-25
-20
-15
-10
7
0 -5
1
ppw
9 0
5
10
-10
5
15
8
-20 -30
4
6
PPW
Gambar 5.1. Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara (1993-1996) Keterangan : (1) pertanian, (2) pertambangan, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan air bersih, (5) bangunan, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, (9) jasa-jasa.
Pada kondisi sebelum otonomi daerah, yaitu pada kurun waktu 1993 sampai 1996, tidak ada satupun dari sektor-sektor ekonomi berada pada kuadran I. Hal ini berarti tidak ada satupun dari sektor-sektor ekonomi tersebut yang memiliki laju pertumbuhan yang cepat dan juga tidak ada satupun dari sektor ekonomi tersebut yang dapat bersaing dengan kabupaten lain.
Pada kuadran II ditempati oleh listrik, gas dan air bersih, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini berarti ketiga sektor tersebut mempunyai pertumbuhan yang cepat, akan tetapi tidak dapat bersaing dengan baik bila dibandingkan dengan kabupaten lain. Besarnya presentase PP dan PPW dari masing-masing sektor tersebut berturut-turut ádalah 10,38 persen dan -9,85 persen untuk sektor listrik, gas dan air bersih, 12,40 persen dan -20,34 persen untuk sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan 12,70 persen dan 22,94 persen untuk sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Kuadran selanjutnya, yaitu kuadran III ditempati oleh sektor pertanian, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor bangunan. Ini ditandai dengan persentase PP dan PPW yang bernilai negatif, yaitu -3,59 persen dan -3,14 persen untuk sektor pertanian, -4,44 persen dan -1,80 persen untuk sektor pangangkutan dan komunikasi, dan -5,43 persen dan -11,29 persen untuk sektor bangunan. Hal ini berarti ketiga sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang lambat dan tidak dapat bersaing dengan baik bila dibandingkan dengan kabupaten yang lain. Terakhir, yaitu kuadran IV ditempati oleh sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, dan sektor jasa-jasa. Hal ini menginterpretasikan ketiga sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang lambat, tetapi mampu bersaing dengan baik apabila dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Persentase PP dan PPW dari masing-masing sektor tersebut berturut-turut ádalah -30,53 persen dan 27,73 persen untuk sektor pertambangan, -1,62 persen dan 6,43 persen untuk sektor industri pengolahan, dan -0,92 persen dan 0,76 persen untuk sektor jasa-jasa. Pada kurun waktu 1997 sampai 2000, sektor listrik, gas dan air bersih berada pada kuadran I, karena nilai PP dan PPW yang bernilai positif, yakni sebesar 19,24
persen dan 8,00 persen . Hal ini berarti sektor listrik, gas dan air bersih memiliki laju pertumbuhan yang cepat dan mampu bersaing dengan baik bila dibandingkan dengan kabupaten yang lainnya. Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi 20
3
6
10
2
4 0
-10
-5
PP
-15
0
5
9
10
-10
7
15
1
20
25 PPW
-20
8 -30
5 -40 PPW
Gambar 5.2. Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara (1997-2000) Keterangan : (1) pertanian, (2) pertambangan, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan air bersih, (5) bangunan, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, (9) jasa-jasa.
Kuadran II ditempati oleh sektor jasa-jasa, sektor pertanian. Hal ini berarti kedua sektor tersebut mempunyai laju pertumbuhan yang cepat, akan tetapi tidak dapat bersaing dengan kabupaten lain. Persentase PP dan PPW untuk kedua sektor tersebut ádalah 14,89 persen dan -3,36 untuk sektor pertanian, 6,49 persen dan -1,40 persen untuk sektor jasa-ja sa. Kuadran selanjutnya, yaitu kuadran III diduduki oleh sektor bangunan dengan persentase PP sebesar -5,43 persen dan persentase PPW sebesar -31,25 persen, sektor
pengangkutan dan komunikasi dengan persentase PP sebesar -4,02 persen dan persentase PPW sebesar -16,25 persen, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan persentase PP sebesar -3,84 persen dan persentase PPW sebesar 22,82 persen. Hal ini berarti sektor-sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang lambat dan tidak dapat bersaing dengan kabupaten yang lain. Kuadran terakhir, yaitu kuadran IV ditempati oleh sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini berarti ketiga sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang lambat, tetapi mampu bersaing dengan kabupaten yang lainnya. Persentase PP dan PPW untuk ketiga sektor tersebut berturutturut adalah -6,74 persen dan 2,88 persen untuk sektor pertambangan, -9,55 persen dan 14,46 persen untuk sektor industri pengolahan, -8,06 persen dan 12,69 persen untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran. Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi
PP
116 114 112 110 108 106 104 102 100 -2
PPW
1 0
2
4
6
8
10
12
PPW
Gambar 5.3. Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara (2001-2004) Keterangan : (1) pertanian, (2) pertambangan, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan air bersih, (5) bangunan, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, (9) jasa-jasa
Pada masa otonomi daerah tahun 2001 sampai 2004, di Kabupaten Tapanuli Utara hanya terdapat satu sektor yang memiliki laju pertumbuhan cepat dan memiliki daya saing yang baik bila dibandingkan dengan kabupaten lain (kuadran I). Pada kuadran I ditempati oleh sektor pertanian. Ini dikarenakan sektor pertanian memiliki persentase PP dan PPW yang positif. Persentase PP dan PPW untuk sektor pertanian adalah 9,96 persen dan 102,52 persen. Kuadran II tidak terdapat sektor yang mempunyai laju pertumbuhan yang cepat dan tidak memiliki daya saing yang baik bila dibandingkan dengan kabupaten yang lain. Kuadran III juga tidak ditempati oleh satu sektor ekonomipun. Kuadran IV ditempati oleh sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Hal ini berarti sektor-sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang lambat, tetapi memiliki daya saing yang baik bila dibandingkan dengan kabupaten yang lain. Persentase PP dan PPW untuk masing-masing sektor berturut-turut adalah -0,88 persen dan 114,49 untuk sektor pertambangan, -0,87 persen dan 113,18 persen untuk sektor industri pengolahan, -0,87 persen dan 112,85 persen untuk sektor listrik, gas dan air bersih, -0,86 persen dan 115,04 persen untuk sektor bangunan, -0,87 persen dan 113,91 persen untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran, -0,86 persen dan 113,96 persen untuk sektor pengangkutan dan komunikasi, -0,86 persen dan 113,02 persen untuk sektor keuangan, hotel dan restoran, dan -0,86 persen dan 113,84 persen untuk sektor jasa-jasa. Sektor-sektor tersebut berada pada kuadran IV karena nilai PP yang negatif dan nilai PPW yang positif.
Nilai pergeseran bersih (PB) diperolah dari penjumlahan nilai PP dan PPW. Tabel 5.6. Pergeseran Bersih Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah (Juta Rupiah). Sebelum Otonomi daerah No
Sektor
1. 2. 3.
Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
4. 5. 6. 7. 8. 9.
Tahun 1993-1996 Pergeseran Bersih (Rp) (%) -9302.98 -3.59 -170.36 -37.20
Tahun 1997-2000 Pergeseran Bersih (Rp) (%) 39567.13 11.53 -24.58 -3.86
Setelah Otonomi Daerah Tahun 2001-2004 Pergeseran bersih (Rp) (%) 23088.74 9.96 -4.57 -1.09
-54.26
-1.67
231.78
4.90
-39.65
-0.89
159.65 -1546.03
11.10 -5.45
553.12 -11066.92
27.24 -36.68
-17.51 -118.71
-0.91 -0.86
8083.20
12.72
3800.58
4.63
-429.76
-0.87
-929.18
-4.46
-5648.14
-20.27
-133.30
-0.86
2180.21 -624.18 -2203.91
12.48 -0.922 -17.02
-6059.78 4573.42
-26.66 5.09
-94.48 -466.18
-0.87 -0.87
-25926.60
-34.08
21784.57
2.75
Berdasarkan Tabel 5.6 terlihat pada masa sebelum otonomi daerah tahun 19931996 terdapat tiga sektor yang memiliki nilai PB yang positif (PB>0), yaitu sektor listrik, gas dan air bersih (11,10 persen), sektor perdagangan, hotel dan restoran (12,72 persen), sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (12,48 persen). Hal ini berarti bahwa ketiga sektor itu termasuk dalam kelompok pertumbuhan yang progresif. Sektor yang lainnya mempunyai nilai PB yang negatif (PB<0), yaitu sektor pertanian (3,59 persen), sektor pertambangan (-37,20 persen), sektor industri pengolahan (-1,70 persen), sektor bangunan (-5,45 persen), sektor pengangkutan dan komunikasi (-4,46 persen), dan sektor jasa-jasa (-0,92 persen). Hal ini berarti pertumbuhan sektor tersebut termasuk dalam kelompok pertumbuhan yang lambat. Jadi dalam kurun waktu 1993 sampai1996, sektor yang paling maju adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dan
sektor yang pertumbuhannya paling lambat adalah sektor pertambangan. Apabila nilai PB dari setiap sektor (PBij) dijumlahkan, maka akan diperoleh nilai total PB Kabupaten Tapanuli Utara (PB.j) yaitu sebesar -17,02 persen. Hal ini berarti bahwa perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara termasuk dalam kelompok pertumbuhan yang lambat. Pada masa terjadinya krisis ekonomi tahun 1997-2000, terlihat bahwa ada sektor yang mempunyai nilai PB yang positif dan ada sektor yang mempunyai nilai PB yang negatif. Sektor yang mempunyai nilai PB yang positif antara lain, sektor pertanian sebesar 11,53 persen, sektor industri pengolahan sebesar 4,90 persen, sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 27,24 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 4,63 persen dan sektor jasa-jasa sebesar 5,09 persen. Hal ini berarti sektor-sektor tersebut tergolong dalam pertumbuhan progresif karena memiliki nilai PB yang positif (PB>0). Sektor lainnya yang memiliki nilai PB yang negatif antara lain, sektor pertambangan sebesar -3,86 persen, sektor bangunan sebesar -36,68 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar -20,27 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar -26,66 persen. Karena sektor-sektor tersebut memiliki nilai PB yang negatif (PB<0), maka keempat sektor tersebut termasuk dalam kelompok pertumbuhan yang lambat. Apabila nilai PB dari setiap sektor (PBij) dijumlahkan, maka akan diperoleh total nilai PB Kabupaten Tapanuli Utara (PB.j) yaitu sebesar -34,08 persen. Walaupun banyak sektor-sekor ekonomi yang termasuk dalam kelompok pertumbuhan yang progresif, tetapi karena terpuruknya sektor bangunan, sehingga berdampak pada perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara. Kabupaten Tapanuli Utara termasuk dalam kelompok pertumbuhan yang lambat. Pada masa setelah otonomi daerah, yaitu periode tahun 2001-2004 terlihat bahwa sebagian besar sektor-sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Tapanuli
Utara memiliki nilai PB yang negatif. Sektor-sektor tersebut adalah sektor pertambangan sebesar -1,09 persen, sektor industri pengolahan sebesar -0,89 persen, sektor listrik, gas dan air bersih sebesar –0,91 persen, sektor bangunan sebesar -0,86 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar -0,87 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar -0,86 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar -0,87 persen, sektor jasa-jasa sebesar -0,87 persen. Karena sektor-sektor tersebut memiliki nilai PB yang negatif (PB<0), maka sektor-sektor tersebut termasuk dalam kelompok pertumbuhan lambat. Sektor yang memiliki nilai PB yang positif hanya satu sektor saja, yaitu sektor pertanian dengan persentase sebesar 9,96 persen. Karena sektor pertanian memiliki nilai PB yang positif (PB>0), maka sektor tersebut termasuk dalam kelompok pertumbuhan progresif. Apabila nilai PB dari setiap sektor (PBij) dijumlahkan, maka akan diperoleh
total nilai PB Kabupaten Tapanuli Utara (PB.j), yaitu sebesar 2,75 persen. Walaupun sebagian besar sektor perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara termasuk dalam kelompok pertumbuhan lambat, tetapi karena berkembangnya sektor pertanian,sehingga membawa dampak yang baik terhadap perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara. Akibatnya secara keseluruhan perekonomian Tapanuli Utara termasuk dalam kelompok pertumbuhan progresif.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dampak otonomi daerah terhadap pertumbuhan sektor perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara, dapat disimpulkan beberapa hal, sebagai berikut : a. Pada saat sebelum otonomi daerah tahun 1993 sampai 1996, sektor industri pengolahan merupakan sektor yang memiliki tingkat pertumbuhan terbesar, sedangkan sektor yang memiliki tingkat pertumbuhan terendah adalah sektor bangunan. Pada kurun waktu 1997 sampai 2000,terjadi perubahan dimana sektor listrik, gas dan air bersih merupakan sektor yang mempunyai tingkat pertumbuhan terbesar, sedangkan sektor yang mempunyai tingkat pertumbuhan terkecil adalah sektor bangunan. Pada masa otonomi daerah tahun 2001 sampai 2004, sektor bangunan memiliki tingkat pertumbuhan terbesar, sedangkan sektor yang mempunyai tingkat pertumbuhan terkecil adalah sektor listrik, gas dan air bersih. b. Sebelum otonomi daerah tahun 1993 sampai 1996, pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara (23,41 persen) lebih kecil daripada pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Provinsi Sumatera Utara (30,19 persen). Pada masa krisis ekonomi tahun 1997 sampai 2000 persentase total perubahan PDRB sektor-sektor ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara (0,14 persen) lebih besar daripada persentase komponen PR (-4,15). Hal ini berarti bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi sektor-sektor ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara lebih besar daripada tingkat pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Provinsi Sumatera
Utara. Pada masa otonomi daerah tahun 2000 sampai 2004, persentase total perubahan PDRB sektor-sektor ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara (13,68 persen) lebih besar bila dibandingkan dengan persentase komponen PR (-99,01 persen), sehingga pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara lebih besar daripada pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Provinsi Sumatera Utara. Sebelum otonomi daerah tahun 1993 sampai 1996, sektor yang pertumbuhannya paling cepat adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor yang pertumbuhannya paling lambat adalah sektor pertambangan. Pada kurun waktu 1997 sampai 2000, sektor yang mempunyai laju pertumbuhan paling cepat adalah sektor listrik, gas dan air bersih, sedangkan sektor yang pertumbuhannya paling lambat adalah sektor industri pengolahan. Pada masa otonomi daerah tahun 2001 sampai 2004, sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai pertumbuhan yang paling cepat, sedangkan sektor yang tingkat pertumbuhannya paling lambat adalah sektor pertambangan. c. Pada masa sebelum otonomi daerah tahun 1993 sampai 1996, sektor pertambangan adalah sektor yang mempunyai daya saing paling baik dibandingkan dengan kabupaten lain, sedangkan sektor yang tidak mampu bersaing dengan kabupaten lain adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Pada kurun waktu 1997 sampai 2000, sektor industri pengolahan mempunyai daya saing yang baik bila dibandingkan dengan kabupaten lain, sedangkan sektor bangunan merupakan sektor yang memiliki daya saing yang buruk bila dibandingkan dengan kabupaten lain. Pada masa otonomi daerah tahun 2001 sampai 2004, semua sektor mempunyai daya saing yang baik bila dibandingkan
dengan kabupaten lain, sektor bangunan merupakan sektor yang mempunyai daya saing yang paling baik bila dibandingkan dengan sektor yang lainnya. d. Berdasarkan nilai PB, total PB Kabupaten Tapanuli utara sebesar -17,02 persen.
Hal ini berarti bahwa perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara tergolong dalam kelompok pertumbuhan yang lambat. Pada kurun waktu 1997 sampai 2000, total nilai PB Kabupaten Tapanuli Utara sebesar -34,09 persen. Hal ini berarti bahwa pada kurun waktu 1997 sampai 2000, perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara tergolong dalam kelompok pertumbuhan lambat. Pada masa otonomi daerah tahun 2001 sampai 2004, total PB Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 2,75 persen. Hal ini berarti bahwa pada kurun waktu 2001 sampai 2004, perekonomian
Kabupaten
Tapanuli
Utara
termasuk
dalam
kelompok
pertumbuhan progresif.
6.2. Saran
a. Berdasarkan penelitian, pada masa otonomi daerah secara keseluruhan perekonomian
Kabupaten
Tapanuli
Utara
termasuk
dalam
kelompok
pertumbuhan progresif. Oleh karena itu, pemerintah daerah diharapkan dapat terus mendorong perkembangan tiap sektor, dengan cara meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana pendukung seperti jalur transportasi, jaringan komunikasi, dan lain sebagainya, sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah. Selain itu, untuk mendorong pertumbuhan sektor ekonomi, perlu adanya perhatian yang besar dari pemerintah daerah dan juga adanya kebijakan perpajakan yang mendukung.
b. Pemerintah daerah diharapkan dapat mengembangkan industri pengolahan agar nilai tambah produk pertanian semakin tinggi dengan cara meningkatkan dan mengembangkan industri menengah dan kecil melalui pemberian kredit, memberikan
penyuluhan
kepada
masyarakat,
meningkatkan
dan
mengembangkan produk unggulan sehingga memberikan hasil yang lebih optimal lagi terhadap perekonomian, mengembangkan promosi produk unggulan ke berbagai daerah baik domestik maupun mancanegara, menarik lebih banyak lagi investor untuk menanamkan modalnya di Kabupaten Tapanuli Utara. c. Kebijakan otonomi daerah berpengaruh baik terhadap perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara, karena itu pemerintah daerah harus bisa memanfatkan potensi daerah yang ada baik itu potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia supaya ke depannya perekonomian makin maju. Selain itu semua aspek harus dapat bekerjasama dengan baik, yaitu pemerintah daerah, pihak swasta dan juga masyarakat. d. Pertumbuhan ekonomi yang cepat pada kurun waktu 2001 sampai 2004, harus lebih ditingkatkan lagi. Dalam penelitian ini kurun waktu yang digunakan hanya tiga tahun, sehingga belum terlihat jelas perubahan struktur perekonomian yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya diharapkan kurun waktu pada masa otonomi lebih diperpanjang, sehingga dapat terlihat dengan jelas perubahan struktur perekonomian sebagai dampak dari kebijakan otonomi daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, L.1999. Ekonomi Pembangunan. STIE. Yayasan Keluarga Pahlawan. Yogyakarta. Aser, F. 2005. ”Tujuan Otonomi Daerah Dalam UU No 32 Tahun 2004”. Jurnal Otonomi Daerah. 1 : 45-48. Azman, S. 2001. Analisis Kebijakan Pengembangan Parawisata Bahari dalam Rangka Meningkatkan Keragaman Perekonomian Wilayah Kabupaten Padang Pariaman [Tesis]. Institut Pertanian Bogor, Program Pasca Sarjana. Bogor. Bappeda Kabupaten Tapanuli Utara. 2005. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Tapanuli Utara (2005-2009). Bappeda Kabupaten Tapanuli Utara. Tapanuli Utara. Badan Pusat Statistik. 2004. Tapanuli Utara Dalam Angka 2004. Badan Pusat Statistik. Tapanuli Utara. ---------------------------. 2001. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 1993-2001. Badan Pusat Statistik. Tapanuli Utara. ---------------------------. 2003. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2001-2003. Badan Pusat Statistik. Tapanuli Utara. -------------------------. 1995. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera Utara Tahun 1993-1995. Badan Pusat Statistik. Sumatera Utara. --------------------------. 2003. Produk domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera Utara Tahun 1998-2003. Badan Pusat Statistik. Sumatera Utara. --------------------------. 2004. Sumatera Utara Dalam Angka 2004. Badan Pusat Statistik. Sumatera Utara. Budiharsono, S. 2001. Teknik analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Praduya Paramita. Jakarta.
T
Elmi, B. 2002. Keuangan Pemerintah Daerah Otonomi di Indonesia. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Gunawan, G. 2000. Analisis Pembangunan Ekonomi Lokal [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian. Bogor. Hanafiah, T. 1987. Pendekatan Wilayah dan Pembangunan Pedesaan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Haris, S. 2005. Desentralisasi dan Otonomi Daerah. LIPI Press. Jakarta. Irawan dan Soeparmoko. 1999. Ekonomi Pembangunan. BPEE. Yogyakarta. Ilyas, M. 2001. Analisis Kesiapan Potensi Ekonomi Wilayah Di Sulawesi Tenggara Terhadap Kemandirian Pembangunan dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah [Tesis]. Institut Pertanian Bogor, Program Pasca Sarjana. Bogor. Jhingan, M. L. 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan.Terjemahan (cetakan ke sembilan) dari judul asli “The Economics of Development and Planning “. Rajagrasindo Persada. Jakarta. Pemerintah Pusat.1999. Undang-undang Otonomi Daerah 1999. Sinar Grafika. Jakarta. Pemda Kabupaten Tapanuli Utara. 2005. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupeten Tapanuli Utara Tahun 2005-2025. Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara. Tapanuli Utara. Putra, A. 2004. Analisis Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Di Kota Jambi Sebelum dan Pada Masa Otonomi Daerah [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Bogor. Restuningsih. 2004. Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Di Provinsi Jakarta Pada Masa Krisis Ekonomi Tahun 1997-2002 [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Bogor. Saragih, J. P. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Graha Indonesia. Jakarta. Soegijoko, B. T. S. dan Kusbiantoro, B, S. 1997a. Ruang Lingkup dan Peranan Regional planning Di dalam Sugijanto Soegijoko (editor). Perencanaan Pembangunan Indonesia (Bunga Rampai). P. T Rasindo Gramedia. Jakarta. hlm 17-26. -----------------------------------------------------. 1997b. Pengembangan Wilaayh dalam Repelita VI dan PJP II. Di Dalam Sugijanto Soegijoko (editor). Perencanaan Pembangunan Indonesia (Bunga Rampai). P. T Rasindo-Gramedia. Jakarta. Hlm 116-135. -----------------------------------------------------. 1997c. Strategi Pengembangan Wilayah dalam Pengentasan Kemiskinan. Di Dalam Sugijanto Soegijoko (editor). Perencanaan Pembangunan Indonesia (Bunga Rampai). P. T RasindoGramedia. Jakarta. hlm 136-152. ------------------------------------------------------. 1997d. Perencanaan Regional dan Pengembangan Kawasan Terpadu. Di Dalam Sugijanto Soegijoko (editor). Perencanaan Pembangunan Indonesia (Bunga Rampai). P. T RasindoGramedia. Jakarta. hlm 391-406. -------------------------------------------------------. 1997e. Strategi Pengembangan KTI dalam Repelita VI dan PJP II. Di Dalam Sugijanto Soegijoko (editor).
Perencanaan Pembangunan Indonesia (Bunga Rampai). P. T RasindoGramedia. Jakarta. hlm 391-406.
Soepono, P.1993. ”Analisis Shift Share : Perkembangan dan Penerapannya”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia BNEE. FE-UGM.Yogyakarta Setiawan, D. 2004. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota Di Provinsi Sumatera Utara Periode Tahun 1993-2002 [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Bogor. Tambunan, T. 2001. Perekonomian Indonesia. Ghalia Indonesia. Jakarta. Triwibowo, E. 2000. Analisis Potensi Sektor-Sektor Perekonomian dan Perencanaan Pembangunan Wilayah Kabupaten Sidoarjo dalam rangka Otonomi Daerah [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian. Bogor. Warsono, E dan Soedarsono, M. S. 2000. Otonomi Daerah Meningkatkan Harga Diri Daerah. Yayasan Jurnalis Kita. Semarang.
LAMPIRAN
Lampiran 1. PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 1993 Tahun 1993-2004 (Juta Rupiah) N o 1.
Sektor Pertanian
7. 8. 9.
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
258.975,94
282.742,66
297.264,58
319.723,57
343.082,31
348.381,58
356.605,22
368.411,95
231.732,75
241.384,94
251.704,96
457,97
465,31
525,01
583,41
636,84
540,02
533,23
585,83
420,18
434,89
457,98
3.619,96
4 .056,17
4.387,31
4.729,23
4.339,61
4.593,89
4.764,75
4.466,71
4.645,82
4.845,81
5060.48
1.438,31
1.680,55
1.802,44
1.880,09
2.030,58
1.980.06
2 .320,68
2.499,43
1.934,73
2.019,48
2.098,64
2185.75
28.346,78
28.870,66
30.168,48
32.163,14
30.168,02
17.180,02
17.236,65
17.849,16
13.749,63
14.369,74
15.050,86
15835.01
Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
63.554,20
65.807,43
71.412,18
76.235,29
82.134,70
78.990,99
80.070,34
82.526,79
49.374,01
51.674,91
53.909,83
56296.65
20.834,84
21.949,96
23.677,32
25.825,74
27.864,58
19.648,85
19.939,45
21.060,09
15.455,55
16.113,28
16.846,29
17631.90
17.476,28
18.713,35
19.988,91
21.365,08
22.733,85
14.310,10
14.976,36
15.730,64
10.858,65
11.333,44
11.799,03
12285.94
67.698,70
7 2.701,17
80.627,48
88.029,66
89.902,19
83.879,70
86.800,32
90.744,78
53.854,57
56.217,16
58.743,19
61373.44
TOTAL PDRB
462.029,83
496.551,05
529.522,57
570.193,29
603.282,30
569.262,93
583.076,14
604.173,42
381.846,78
398.193,65
415.474,61
434068.6 7
Industri pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan
6.
1995
3.249,81
Pertambangan
3.
5.
1994
262917.9 8 481.52
2.
4.
1993
Lampiran 2. Persentase PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga konstan 1993 Tahun 1993-2004 (Persen) No 1.
Sektor Pertanian
1993 56,05
1994 56,94
1995 56,14
1996 56,07
1997 56,87
1998 61,20
1999 61,16
2000 60,98
2001 60,69
2002 60,62
2003 60,58
2004 60,57
2.
Pertambangan
0,10
0,09
0,10
0,10
0,11
0,10
0,09
0,10
0,11
0,11
0,11
0,11
Industri
0,70
0,73
0,77
0,77
0,78
0,76
0,79
0,79
1,17
1,17
1,17
1,17
0,31
0,34
0,34
0,33
0,34
0,35
0,40
0,41
0,51
0,51
0,51
0,50
3.
pengolahan 4.
Listrik, Gas, dan Air Bersih
5.
Bangunan
6,14
5,81
5,70
5,64
5,00
3,02
2,96
2,95
3,60
3,61
3,62
3,65
6.
Perdagangan,
13,76
13,25
13,49
13,37
13,61
13,88
13,72
13,66
12,93
12,98
12,98
12,97
4,51
4,42
4,47
4,53
4,62
3,45
3,42
3,49
4,05
4,05
4,06
4,06
3,78
3,77
3,77
3,75
3,77
2,51
2,58
2,60
2,84
2,85
2,84
2,83
Jasa-Jasa
14,65
14,64
15,23
15,44
14,90
14,73
14,89
15,02
14,10
14,12
14,44
14,14
TOTAL PDRB
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Hotel
dan
Restoran 7.
Pengangkutan dan Komunikasi
8.
Keuangan, Persewaan
dan
Jasa Perusahaan 9.
Lampiran 3. PDRB Provinsi Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 1993 Tahun 1993-2004 (Juta Rupiah) N o 1. 2. 3.
Sektor Pertanian Pertambangan Industri
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
4.895.742,52
5.249.345,49
5.701.575,
6.197.977,
6.754.526,
6.631.274,
7.153.613,
7.480.207,
7.749.604,76
7.924.480,11
8.211.364,32
847934
59
91
07
06
72
23
594.720,2
598.990,7
371.664,7
305.818,1
297.371,8
331.209,2
309.769,60
332.983,35
361.344,52
323.6
0
2
6
8
4
9
5.274.706,
5.762.747,
5.980.102,
5.153.985,
4.985.862,
5.160.550,
5.391.969,95
5.665.953,01
5.904.130,99
6154.76
13
13
72
84
82
91
209.100,3
237.524,4
329.032,8
343.063,4
356.731,9
378.672,3
411.761,41
447.090,15
462.428,18
500.79
4
0
2
0
4
5
926.164,9
1.043.358,
1.134.565,
763.998,9
964.610,6
1.025.844,
1.067.020,26
1.112.464,80
1.184.494,26
1337.05
9
36
11
9
6
15
4.094.268,
4.453.034,
4.699.081,
4.123.116,
3.991.367,
4.125.230,
4.257.106,33
4.465.330,76
4.632.712,03
4842.81
62
81
51
75
61
53
1.888.951,
2.049.148,
2.200.184,
1.749.600,
1.868.580,
2.020.335,
2.155.883,37
2.299.189,14
2.491.031,81
2704.94
15
29
46
96
84
84
1.542.376,
1.704.547,
1.799.388,
1.595.005,
1.509.564,
1.655.683,
1.687.488,09
1.737.116,19
1.799.277,16
2029.04
85
08
35
00
56
49
1.521.941,
1.667.409,
1.796.859,
1.452.769,
1.782.382,
1.838.861,
1.880.442,00
1.940.753,99
2.024.468,35
2226.18
81
25
20
00
45
53
601.046,59 4.482.168,58
547.163,55 4.828.989,00
pengolahan 4.
Listrik, Gas,
168.973,98
182.412,00
dan Air Bersih 5. 6.
Bangunan Perdagangan,
836.323,50 3.116.433,95
873.555,75 3.744.437,63
Hotel dan Restoran 7.
Pengangkutan
1.629.518,70
1.738.162,53
dan Komunikasi 8.
Keuangan,
1.195.381,00
1.367.384,28
Persewaan dan Jasa Perusahaan 9.
Jasa-Jasa
TOTAL PDRB
1.289.870,18
1.409.880,49
18.215.459,0
19.941.330,7
21.753.80
23.714.73
25.056.40
22.118.63
22.910.08
24.016.59
24.911.045,7
25.925.361,4
27.071.251,6
0
2
5,68
7,95
5,00
2,18
6,44
5,32
7
9
1
28598.61
Lampiran 4. Persentase PDRB Provinsi Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan harga Konstan 1993 Tahun 1993-2004 (%) No 1.
Sektor
1993 26,88
Pertanian
1994 26,32
1995 26,21
1996 26,14
1997 26,95
1998 30,28
1999 31,22
2000 31,15
2001 31,11
2002 30,57
2003 30,33
2004 27,71
2.
Pertambangan
3,30
2,74
2,73
2,53
1,48
1,37
1,30
1,38
1,24
1,28
1,33
1,49
3.
Industri pengolahan
24,61
24,22
24,25
24,30
23,86
22,34
21,76
21,49
21,64
21,85
21,81
27,50
4.
Listrik, Gas, dan Air Bersih
0,93
0,91
0,96
1,00
1,31
1,54
1,56
1,58
1,65
1,72
1,71
1,42
5.
Bangunan
4,59
4,38
4,26
4,40
4,53
4,26
4,21
4,27
4,28
4,29
4,38
4,61
6.
Perdagangan, Hotel dan Restoran
17,11
18,78
18,82
18,78
18,75
17,28
17,42
17,88
17,09
17,22
17,11
18,91
7.
Pengangkutan dan Komunikasi
8.
Keuangan,
Persewaan
dan
Jasa
8,95
8,72
8,68
8,64
8,78
8,11
8,16
8,11
8,65
8,87
9,20
5,95
6,56
6,86
7,09
7,19
7,18
6,88
6,59
6,88
6,77
6,70
6,65
4,53
Perusahaan 9.
Jasa-Jasa TOTAL PDRB
7,08
7,07
7,00
7,03
7,17
7,94
7,78
7,94
7,55
7,49
7,48
7,88
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Lampiran 5. Analisis PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Sebelum Otonomi Daerah Tahun 1993-1996 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 (Juta Rupiah)
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
PDRBKabupaten Tapanuli Utara 1993 1996
Sektor Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Perusahaan Jasa-Jasa TOTAl PDRB
Jasa
PDRB Provinsi Sumatera Utara 1993 1996
258975.94 457.97 3249.81 1438.31 28346.78 63554.2 20834.84 17476.28
319723.57 583.41 4387.31 1880.09 32163.14 76235.29 25825.74 21365.08
4895742.52 601046.59 4482168.58 168973.98 836323.5 3116433.95 1629518.7 1195381
6197977.91 598990.72 5762747.13 237524.4 1043358.36 4453034.81 2049148.29 1704547.08
67698.7 462029.83
88029.66 570193.29
1289870.18 18215459
1667409.25 23714737.95
Perubahan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara(1993-1996) 60747.63 125.44 1137.50 441.78 3816.36 12681.09 4990.9 3888.8 20330.96 108163.46
Persen
Ra
Ri
ri
23.46 27.39 35.00 30.71 13.46 19.95 23.95
0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30
0.27 -0.01 0.29 0.41 0.25 0.43 0.26 0.43
0.23 0.27 0.35 0.31 0.13 0.20 0.24 0.22
0.30
0.29
0.30
22.25 30.03 23.41
Lampiran 6. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Tahun 1993-1996. No
Sektor
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
7. 8. 9.
Pertumbuhan Regional (Rp) (%) 78185.29 30.19 138.26 30.19 981.12 30.19 434.23 30.19 8557.94 30.19 19187.12 30.19 6290.07
30.19
5276.11
30.19
20438.35
30.19
Pertumbuhan Proporsional (Rp) (%) -9299.39 -3.59 -139.83 -30.53 -52.65 -1.62 149.276 10.38 -1540.60 -5.43 8070.50 12.70 -924.74 -4.44 2167.81 12.40 -623.26 -0.92
Pertumbuhan Pangsa Wilayah (Rp) (%) -8138.27 -3.14 127.01 27.73 209.01 6.43 -141.73 -9.85 -3200.99 -11.29
Pergeseran Bersih (Rp) (%) -9302.98 -3.59 -170.36 -37.20 -54.26 -1.67 159.6527314 11.10 -1546.03 -5.45
-14576.54
-22.94
8083.20
12.72
-374.44
-1.80
-929.18
-4.46
-3555.13 515.86
-20.34 0.76
2180.21 -624.18
12.48 -0.922
Lampiran 7. Analisis PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan PDRB Provinsi Sumatera Utara Sebelum Otonomi Daerah Tahun 1997-2000 Atas Dasar Harga Konstan 1993 (Juta Rupiah)
No
Sektor
PDRBKabupaten Tapanuli Utara 1997
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa TOTAL PDRB
2000
PDRB Provinsi Sumatera Utara 1997
2000
343082.31 636.84 4 29.23 2030.58
343082.31 636.84 4729.23 2030.58
6754526.07 371664.76 5980102.72 329032.82
7480207.23 331209.29 5160550.91 378672.35
30168.02 82134.7
30168.02 82134.7
1134565.11 4699081.51
1025844.15 4125230.53
27864.58
27864.58
2200184.46
2020335.84
22733.85
22733.85
1799388.35
1655683.49
89902.19 603282.3
89902.19 603282.3
1796859.2 25056405
1838861.53 24016595.32
Perubahan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara(19962000) 25329.64 -51.01 35.52
Persen
Ra
Ri
ri
7.38 -8.00 0.75
-0.04 -0.04 -0.04
0.11 -0.11 -0.14
0.07 -0.08 0.01
468.85 -12318.86
23.09 -40.831
-0.04 -0.04
0.15 -0.09
0.23 -0.41
392.09
0.48
-0.04
-0.12
0.01
-6804.49
-24.42
-0.04
-0.08
-0.24
-7003.21 842.59 891.12
-30.81 0.94 0.15
-0.04 -0.04
-0.08 0.02
-0.31 0.01
Lampiran 8. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Tahun 1997-2000 No 1.
Sektor Pertanian
2.
Pertambangan
3.
Industri pengolahan
4.
Listrik, Gas, dan Air Bersih
5.
Bangunan
6.
Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
7. 8. 9.
TOTAL PDRB
Pertumbuhan Regional (Rp) (%)
Pertumbuhan Proporsional (Rp) (%)
Pertumbuhan Pangsa Wilayah (Rp) (%)
Pergeseran Bersih (Rp) (%)
-14237.49 -26.43 -196.26 -84.27 -1251.94
-4.15 -4.15 -4.15 -4.15 -4.15
51096.98 -42.89 -451.87 390.61 -1638.95
14.89 -6.74 -9.55 19.246 -5.43
-11529.85 18.31 683.64 162.51 -9427.98
-3.36 2.88 14.46 8.00 -31.25
39567.13 -24.58 231.78 553.12 -11066.92
11.53 -3.86 4.90 27.24 -36.68
-3408.49
-4.15
-6621.79
-8.06
10422.36
12.69
3800.58
4.63
-1156.35
-4.15
-1121.38
-4.02
-4526.77
-16.25
-5648.14
-20.27
-943.438 -3730.83
-4.15 -4.15
-872.17 5832.33
-3.84 6.49
-5187.61 -1258.91
-22.82 -1.40
-6059.78 4573.42 -25926.60
-26.66 5.09 -34.08
Lampiran 9. Analisis PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan PDRB Provinsi Sumatera Utara Setelah Otonomi Daerah Tahun 2001-2004 Atas Dasar Harga Konstan 1993 (Juta Rupiah) PDRB Kabupaten Tapanuli Utara
PDRB Provinsi Sumatera Utara
Persen
Ra
Ri
ri
13.46 14.60 13.29 12.97 15.17
-0.99 -0.99 -0.99 -0.99 -0.99
-0.89 -0.10 -0.99 -0.99 -0.99
0.13 0.15 0.13 0.12 0.15
6922.64
14.02
-0.99
-0.97
0.14
2176.35
14.08
-0.99
-0.99
0.14
2226.18
1427.29 7518.87
13.14 13.96
-0.99 -0.99
-0.98 -0.99
0.13 0.14
28598.61
52221.89
13.68
No
Sektor
2001
2004
2001
2004
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa TOTAL PDRB
231732.75 420.18 4466.71 1934.73 13749.63 49374.01
262917.98 481.52 5060.48 2185.75 15835.01 56296.65
7749604.76 309769.6 5391969.95 411761.41 1067020.26 4257106.33
847934 323.6 6154.76 500.79 1337.05 4842.81
15455.55
17631.9
2155883.37
2704.94
10858.65
12285.94
1687488.09
2029.04
53854.57 381846.78
61373.44 434068.67
1880442 2911045.77
7. 8. 9.
Perubahan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara (20012004) 31185.23 61.34 593.77 251.02 2085.38
Lampiran 10. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Tahun 2001-2004 No
Sektor
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
7. 8. 9.
Pertumbuhan Regional (Rp) (%) -229456.17 -99.02 -416.05 -99.02 -4422.83 -99.02 -1915.722 -99.02 -13614.55 -99.02
Pertumbuhan Proporsional (Rp) (%) 23078.79 9.96 -3.69 -0.88 -38.789 -0.87 -16.659 -0.86 -117.85 -0.86
Pertumbuhan Pangsa Wilayah (Rp) (%) 237562.61 102.52 481.08 114.50 5055.38 113.18 2183.40 112.85 15817.78 115.04
Pergeseran bersih (Rp) (%) 23088.74 9.96 -4.57 -1.09 -39.65 -0.89 -17.51 -0.91 -118.71 -0.86
-48888.95 -15303.71
-99.02 -99.02
-428.89 -132.45
-0.87 -0.86
56240.48 17612.51
113.91 113.96
-429.76 -133.30
-0.87 -0.86
-10751.97 -53325.49
-99.02 -99.02
-93.62 -465.32
-0.86 -0.86
12272.88 61309.68
113.02 113.84
-94.48 -466.18 21784.57
-0.87 -0.87 2.75