ESTIMASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR UNGGULAN DAN PEREKONOMIAN DAERAH
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: Marlina Rachmawaty 2010110001
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS EKONOMI PROGRAM SARJANA EKONOMI PEMBANGUNAN Terakreditasi Berdasarkan Keputusan BAN-PT No. 211/SK/BAN-PT/Ak-XVI/S/X/2013
BANDUNG 2017
ESTIMATION OF CLIMATE CHANGE IMPACTS ON LEADING SECTOR AND REGIONAL ECONOMIC
UNDERGRADUATE THESIS
Submitted to Complete part of the requirements for Bachelor’s Degree in Economics
By: Marlina Rachmawaty 2010110001
PARAHYANGAN CATHOLIC UNIVERSITY FACULTY OF ECONOMICS PROGRAM IN DEVELOPMENT ECONOMICS Accredited by BAN-PT No. 211/SK/BAN-PT/Ak-XVI/S/X/2013
BANDUNG 2017
ABSTRAK Perubahan iklim dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi pertanian dan dapat berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Salah satu indikator perubahan iklim yaitu suhu dan curah hujan. Perubahan suhu dan pola hujan dapat mengganggu proses
pertumbuhan
tanaman
sehingga
menyebabkan
produksi
menurun.
Perekonomian Provinsi Riau dan Lampung salah satunya bergantung terhadap sektor unggulan perkebunannya, yaitu kopi dan kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh apa saja yang menjadi penyebab PDRB di Provinsi Riau dan Provinsi Lampung tetap mengalami kenaikan walaupun ada perubahan iklim. Penelitian ini menggunakan teori pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan penelitian menggunakan estimasi Panel Least Square (PLS), variabel luas lahan dan pendidikan berpengaruh positif terhadap perekonomian daerah yang diukur dengan PDRB Riil. Sedangkan, variabel suhu dan curah hujan berpengaruh negatif terhadap perekonomian daerah.
Kata kunci : PDRB, Perubahan iklim, Sektor unggulan perkebunan
v
ABSTRACT Climate change may lead to the decreasing production of agriculture and it could affect the economic growth. Some commonly used of climate change are temperature and rain intensity. Climate change and rain pattern could disturb the growth process of plants which would lead to the decreasing of production. The economy of Riau and Lampung Provinces are dependent on their leading sectors, which are coffee beans and palm oil. This study aims to determine the cause of consistent increase in Gross Domestic Regional Bruto province of Riau and Lampung amidst climate change phenomena. Based on the Panel Least Square (PLS) estimation, variables such as soil space and education are positively affecting the regional economy which is measured with Real GDRB, while temperature and rain intensity variables negatively affects the regional economies. Keywords: Climate Change, GDRP, PLS, Leading Sector of Plantation
vi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Estimasi Dampak Perubahan Iklim Terhadap Sektor Unggulan dan Perekonomian Daerah”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Katolik Parahyangan Bandung. Penulis juga menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan, pengalaman, dan pengetahuan penulis, maka dengan segala kerendahan hati, penulis menerima segala usul dan saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang. Selama penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan berbagai bantuan, bimbingan, dorongan, kritik, dan saran, serta doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Katolik Parahyangan Bandung, hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini, terutama kepada : 1. Kedua orang tua Abdullah Suryanto dan Emillia Baharudin terima kasih untuk doa, perhatian, kasih sayang, nasihat dan semua yang telah diberikan selama ini. 2. Reynaldi Aprilio Chandra, Evan Abilio Chandra dan Abel Aurelio Chandra sebagai adik kandung penulis yang telah membantu, menghibur, dan memberikan doanya selama penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Hilda Leilani Masniaritta Pohan, Ph.D. selaku dosen pembimbing skripsi terima kasih atas waktu, pikiran, tenaga dan segala bentuk dukungan yang tulus dan berharga sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 4. Ibu Dr. Miryam B. L. Wijaya selaku ketua jurusan Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Katolik Parahyangan atas segala bantuan, masukan dan nasihat kepada penulis. 5. Ibu Noknik Karliya Herawati, Dra., M.P. selaku dosen wali yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis untuk menyusun rencana studi.
vii
6. Seluruh Dosen Progam Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Katolik Parahyangan Bandung yang telah memberikan ilmu dan pengalamannya yang sangat bermanfaat bagi penulis. 7. Jason Cornelius sebagai salah satu alasan penulis untuk selalu semangat mengerjakan skripsi ini. Terima kasih selalu memberikan semangat, mendoakan, berbagi suka duka, dan membantu dalam hal apapun. 8. Ibu Aida Maria Picauly sebagai ibu kosan yang selalu memberikan dukungan dan semangat dari awal proses kuliah sampai dengan sekarang. 9. Sahabat tercinta: Chrestella Dharmadi, Habierdy Syarief, Amung, Aji Putra, Nur Hikmat, Raoul Antonio, Kevin Kusnadi, Zahid Johar Awal, Kezia Kanza, Kesha Sandiputera, Benny, Sony Rizky, Rizky Sinaga, Alvin Liem, Sugiri, Vevina, Arini Rahmilia, Riri Sianturi, Shela Selviani A, Y Adita Cintya P, dan Marcella Benedicta. Terima kasih telah memberikan dukungan dalam hal apapun, kalian yang terbaik. 10. Keluarga Kosan Tercinta:.Aurellia Deviane, Monica Dian, Fina Prabowo dan Sarkoji Markoji. Terima kasih atas persahabatan dan dukungannya selama ini. 11. Keluarga SB Mania Ekonomi Pembangunan : Rendhy, Dary, Vito, Benny, Michael, Herman, Jaya, Swenanda, Eric, Widyastuti, Ratih, Adhitya, Alvie, Artanto, Nicholas, Norbertus, Ridwan, Satrio, Sumaryana, Vhil dan Catra. 12. Keluarga besar Prodi Ekonomi Pembangunan lainnya yang selalu memberi dukungan, bantuannya, dan kepercayaan untuk bekerja sama selama ini. 13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terimakasih atas seluruh dukungan serta bantuannya yang sangat berarti bagi penulis. Skripsi ini adalah kunci untuk membuka pintu menuju babak baru dalam kehidupan. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak termasuk pembaca dan penelitian selanjutnya. Bandung, Januari 2017
Marlina Rachmawaty
viii
DAFTAR ISI ABSTRAK………………………………………………………………………...... v ABSTRACT………………………………………………………………………. vi PRAKATA…………………………………………………………………............vii DAFTAR GAMBAR.................................................................................................xi DAFTAR TABEL…………………………………………………………………. xii 1.
PENDAHULUAN……………………………………………………………....1 1.1 Latar Belakang……………………………………………………………….1 1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………...4 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian…………………………………………... 5 1.4 Kerangka Pemikiran ……………………………………………………......6
2.
TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………...7 2.1 Landasan Teoritis………………………………………………………….,..7 2.2 Temuan – temuan Empiris………………………………………………......8
3.
METODE DAN OBYEK PENELITIAN……………………………………..17 3.1 Metode Penelitian………………………………………………………….17 3.2 Deskripsi Objek dan Data Penelitian……………………………………....18
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………….....29 4.1 Hasil Pengolahan Data…………………………………………………......29 4.2 Uji Asumsi Klasik……………………………………………………….....32 4.2.1 Uji Multikoleniaritas……………………………………………...32 4.2.2 Uji Autokorelasi………………………………………………......34 4.2.3 Uji Heteroskedastisitas…………………………………………...35 4.3 Pembahasan…………………………………………………………...........36
5.
PENUTUP…………………………………………………………………….39 ix
5.1 Simpulan…………………………………………………………………...39 5.2 Implikasi Kebijakan…………………………………………………….. ..40 5.3 Saran…………………………………………………………………….....42 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...43 LAMPIRAN…………………………………………………………………….... A-1 RIWAYAT HIDUP…………………………………………………………….. ..A-5
x
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. PDRB Provinsi Riau dan Lampung………………….…………………20 Gambar 2. Kondisi Suhu Provinsi Riau dan Lampung……………………………..22 Gambar 3. Kondisi Curah Hujan Provinsi Riau dan Lampung……………………..23 Gambar 4. Luas Lahan Perkebunan Provinsi Riau dan Lampung …………….…....25 Gambar 5. Pendidikan Provinsi Riau dan Lampung………………………………...26 Gambar 6. Angkatan Kerja Provinsi Riau dan Lampung…………………………...27
xi
DAFTAR TABEL Tabel 1. Variabel - Variabel yang digunakan dalam Penelitian………………….28 Tabel 2. Hasil Estimasi Panel Least Square……………………………………...30 Tabel 3. Hasil Estimasi Multikolinearitas Model Linier…………………………33 Tabel 4. Hasil Estimasi Multikolinearitas Model Double Log……………………..33 Tabel 5. Kriteria Uji Autokorelasi………………………………………………..34 Tabel 6. Hasil Estimasi Autokorelasi…………………………………………….34 Tabel 7. Hasil Estimasi Heteroskedastisitas……………………………………...35
xii
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Perubahan iklim terjadi di berbagai belahan dunia dan menyebabkan beberapa perubahan. Perubahan yang terjadi seperti perubahan pola curah hujan, suhu udara serta peningkatan kejadian cuaca ekstrem berupa hujan dan kekeringan merupakan beberapa dampak serius perubahan iklim. Perubahan iklim juga dicirikan oleh temperatur bumi yang menghangat dan terjadinya pergeseran musim. Dampak lanjutan kenaikan temperatur adalah kenaikan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub (IPCC, 2001).
Menurut UNFCCC (2005), perubahan iklim disebabkan oleh berbagai faktor dan memiliki dampak yang memengaruhi kehidupan manusia. Faktor – faktor yang memengaruh perubahan iklim, seperti: bertambahnya populasi penduduk, pesatnya pertumbuhan teknologi, pemanasan global, efek rumah kaca, dan menipisnya lapisan ozon di atmosfer bumi. Fenomena perubahan iklim mempunyai dampak yang sangat mengkhawatirkan bagi kehidupan manusia. Dampak yang terjadi seperti sarana -prasarana (infrastruktur) menjadi rusak, terjadinya bencana alam dimana-mana, harga pangan yang semakin meningkat (mahal), dan udara menjadi semakin kotor.
Menurut Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), kejadian ekstrem akibat perubahan iklim dapat menyebabkan banjir atau pada gilirannya dapat merusakkan sarana - prasarana (infrastruktur) menjadi rusak. Hal yang dikhawatirkan dari perubahan iklim adalah meningkatnya harga jual pangan. Meningkatnya harga pangan terjadi karena berkurangnya produksi hasil pangan akibat beberapa faktor penghambat seperti kekeringan dan gagal panen.
Indonesia merupakan sebuah negara agraris. Perubahan iklim akan memengaruhi setidaknya tiga unsur iklim dan komponen alam yang saling berkaitan dengan sektor pertanian, ketiga unsur itu adalah : (1) naiknya suhu udara berdampak pada unsur iklim lain terutama kelembapan udara dan dinamika atmosfer (El Nino dan La Nina), (2) berubahnya pola curah hujan dan semakin 1
meningkatnya intensitas curah hujan akan mengganggu proses pertumbuhan tanaman, (3) serta naiknya permukaan air laut akibat pencairan gunung es di kutub utara (Las, 2007). Selain itu perubahan iklim akan berdampak pada pergeseran musim, yakni dengan semakin singkatnya musim hujan namun dengan curah hujan yang lebih besar. Untuk daerah tropis seperti Indonesia, hujan merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan dan produksi tanaman
pertanian.
Setiap
tanaman
memerlukan
air
dalam
siklus
pertumbuhannya, sedangkan hujan merupakan sumber air utama bagi tanaman. Berubahnya pasokan air bagi tanaman yang disebabkan oleh berubahnya kondisi curah hujan akan memengaruhi siklus pertumbuhan tanaman (Garrett et al. 2006).
Menurut Kementerian Pertanian, subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mengalami pertumbuhan paling konsisten, baik ditinjau dari luas area maupun produksi. Ada beberapa komoditas perkebunan yang menonjol di Indonesia salah satunya adalah kelapa sawit dan kopi. Pada tahun 2013 luas areal perkebunan sawit mencapai 10 juta ha. Dengan komposisi 4,9 juta ha perkebunan swasta, 0,68 juta ha BUMN dan 4,4 juta ha perkebunan rakyat. Industri kelapa sawit perannya sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Industri ini menyumbang cukup besar dalam penerimaan negara yang nilainya sebesar US$ 15.800.000.000 atau sekitar 175 triliun rupiah . Kelapa sawit merupakan salah satu andalan dalam sektor non migas Indonesia. Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit adalah salah satu tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia (Saragih, 2001).
Kopi juga merupakan komoditas ekspor penting bagi Indonesia yang mampu menyumbang devisa cukup besar. Pada tahun 2010 luas areal kebun kopi mencapai 1.210.365 ha dengan produksi 686,92 ton dan volume ekspor 433.595 ton atau setara dengan US$ 814.311.000. Komposisi kepemilikan perkebunan kopi di Indonesia didominasi oleh Perkebunan Rakyat (PR) sebesar 96% dari total areal di Indonesia dan 2% sisanya merupakan Perkebunan Besar Negara (PBN) serta 2% merupakan Perkebunan Besar Swasta (PBS), hal ini menunjukkan bahwa peranan petani kopi dalam perekonomian nasional cukup signifikan (Ditjenbun, 2013). 2
Perubahan iklim dan perkebunan kopi memiliki keterkaitan erat. Meningkatnya suhu dan curah hujan akibat perubahan iklim juga dikaitkan dengan meningkatnya kasus penyakit tanaman kopi. Penyakit ini disebut jamur atau karat daun atau La Rolla. Penyakit daun akan memengaruhi hasil panen kopi di seluruh dunia. Ethiopia, India, Kosta Rika, dan Kolombia, termasuk negara penghasil kopi terbesar di dunia, mengalami penurunan produksi kopi akibat penyakit jamur daun. Indonesia merupakan negara penghasil kopi terbesar ketiga di dunia. Menurut Andrea Illy (2016) , CEO perusahaan kopi Italia, pada Forum Ekonomi Dunia, perubahan iklim merupakan ancaman nyata bagi produksi kopi dalam jangka menengah dan panjang. Ancaman yang dimaksud berupa suhu terlalu tinggi, kekeringan, dan hujan yang berlebih di sentral produksi kopi. Pertumbuhan kopi sangat dipengaruhi kondisi lingkungan hidup. Kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup akan menyebabkan kerentanan produksi kopi.
Untuk kelapa sawit, pergeseran pola musim yang tidak menentu membuat para petani sulit memprediksi keadaan cuaca, menghambat proses pengangkutan, hasil buah tidak maksimal dan kualitas buah yang buruk. Menurut Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, tanaman kelapa sawit bila tidak terkena hujan dalam tiga bulan berturut-turut akan menyebabkan terhambatnya proses pembungaan sehingga produksi kelapa sawit menurun. Curah hujan yang merata dapat menurunkan penguapan dari tanah dan tanaman kelapa sawit, namun yang terpenting adalah tidak terjadi defisit (kekurangan) air. Bila tanah dalam keadaan kering, akar tanaman sulit menyerap air dari dalam tanah. Oleh karena itu, musim kemarau yang berkepanjangan akan menurunkan produksi kelapa sawit.
Di Indonesia persebaran perkebunan bisa dilihat dari Sumatera hingga Sulawesi. Dari sejumlah daerah penghasil sawit, Provinsi Riau adalah salah satu yang terbesar dan Pemerintah Daerah Riau mengutamakan kelapa sawit sebagai komoditas unggulan daerah. Hampir setiap tahun terjadi kebakaran hutan yang disebabkan untuk pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit. Walaupun sering terjadi kebakaran hutan, hal ini tidak menurunkan produksi dan tetap menjadikan Provinsi Riau menjadi perkebunan kelapa sawit terbesar (Saragih, 2001). Ada beberapa alasan Pemerintah Daerah Riau mengutamakan kelapa sawit sebagai komoditas utama, antara lain: dari segi fisik dan lingkungan daerah Riau 3
memungkinkan bagi pengembangan perkebunan kelapa sawit, kondisi tanah yang memungkinkan untuk ditanami kelapa sawit, dari segi pemasaran hasil produksi Daerah Riau mempunyai keuntungan karena letaknya yang strategis dengan pasar internasional, dan berdasarkan hasil yang telah dicapai menunjukkan bahwa kelapa sawit memberikan pendapatan yang lebih tinggi kepada petani dibandingkan dengan jenis tanaman perkebunan lainnya (Syahza, 2002).
Provinsi yang berkontribusi paling besar penghasil produksi kopi antara lain, Provinsi Lampung. Produksi kopi di Provinsi Lampung mencapai 134.700 ton pada 2013 dan terus meningkat hingga tahun 2014 memberikan kontribusi terhadap total produksi kopi nasional dibandingkan produksi kopi di provinsi lain (Ditjen Perkebunan, 2014). Kopi merupakan salah satu produk pertanian unggulan Provinsi Lampung dengan jangkauan pemasaran mencakup dalam negeri dan luar negeri. Kopi juga merupakan tanaman tahunan yang menjadi sumber pendapatan perkebunan sebagian besar masyarakat petani Lampung. Keunggulan kopi Lampung yang sudah menjadi ciri ialah rasa dan aroma yang menonjol. Sebagian besar perkebunan kopi di Lampung berada di dataran tinggi merupakan perkebunan rakyat. Perkebunan kopi di Provinsi Lampung merupakan contoh bagi perkebunan kopi terbaik karena peningkatan produksi dan mutu kopi, sehingga kopi merupakan komoditas unggulan di Provinsi Lampung (Disbun Lampung, 2014).
1.2
Rumusan Masalah Naiknya suhu di Samudera Pasifik ini mengakibatkan perubahan pola angin dan curah hujan. Pada saat normal hujan banyak turun di Australia dan Indonesia, namun akibat El Nino hujan banyak turun di Samudera Pasifik, sedangkan di Australia dan Indonesia mengalami kekeringan (Las, 2007). Menurut BMKG menyatakan bahwa pada tahun 2015 gejala El Nino terjadi di Indonesia hingga awal tahun 2016. Gejala El Nina akan berpengaruh terhadap total produksi perkebunan kelapa sawit dan kopi. Akan tetapi, menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan pada tahun 2014 sebelum terjadi gejala El Nina produksi kopi di Lampung sebesar 131.515 ton dan pada tahun 2015 setelah terjadi El Nina produksi kopi tetap mengalami peningkatan 131.854 ton. Begitu juga dengan produksi kelapa sawit pada tahun 2014 sebelum terjadi El Nina produksi kelapa 4
sawit sebesar 7.037.636 ton dan pada tahun 2015 setelah terjadi El Nina produksi kelapa sawit sebesar 7.442.557 ton. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik peningkatan produksi kelapa sawit dan kopi juga sejajar dengan PDRB Provinsi Riau dan Lampung. PDRB Riau tahun 2014 sebesar 70.664.664 juta dan pada tahun 2015 menaglami peningkatan sebesar 82.687.187 juta. PDRB Lampung pada tahun 2014 sebesar 61.676.700 juta dan pada tahun 2015 sebesar 63.932.022 juta.
Berdasarkan temuan beberapa penelitian yang telah dilakukan terdapat pengaruh perubahan iklim terhadap hasil produksi pertanian. Sehingga, penelitian ini memunculkan pertanyaan penelitian, yaitu :
Faktor-faktor apa yang menyebabkan produksi kelapa sawit dan kopi di Provinsi Riau dan Lampung tetap mengalami peningkatan serta pengaruhnya terhadap PDRB walaupun terjadi perubahan iklim ?
1.3
Tujuan dan kegunaan penelitian Berdasarkan uraian diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
penyebab PDRB Riau dan Lampung tetap mengalami kenaikan walaupun ada perubahan iklim yang berdampak negatif terhadap produk – produk pertanian unggulannya. Perubahan iklim meliputi suhu dan curah hujan. Maka dengan itu, diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi tentang dampak perubahan iklim terhadap perekonomian dan menempatkannya secara lebih proposional.
5
1.4
Kerangka Pemikiran
Perubahan Iklim : 1. Suhu 2. Curah hujan
Volume Produksi Kelapa Sawit
Volume Produksi Kopi
PDRB sektor pertanian Riau
PDRB sektor pertanian Lampung
Bagan diatas memperlihatkan bagaimana beberapa faktor-faktor yang dianggap relevan dalam mempengaruhi volume produksi (laba dan luas lahan) hasil komoditi pertanian terutama hasil komoditi perkebunan yaitu kelapa sawit dan kopi di Indonesia. Dari bagan diatas terlihat bagaimana perubahan iklim (suhu dan curah hujan) berpengaruh terhadap volume produksi (laba dan luas lahan) komoditi kelapa sawit dan kopi, yang notabene berpengaruh terhadap PDB sektor pertanian di Provinsi Riau dan Provinsi Lampung. Pada akhirnya penelitian ini bertujuan melihat seberapa besar dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian di Indonesia.
6
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Landasan Teoritis
Teori Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting
dalam menilai kinerja suatu perekonomian. Terutama untuk melakukan analisis tentang hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan suatu negara atau suatu daerah. Ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan apabila produksi barang dan jasa meningkat dari tahun sebelumnya. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian dapat menghasilkan tambahan pendapatan atau kesejahteraan masyarakat pada periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi suatu negara atau suatu wilayah yang terus menunjukkan peningkatan, maka itu menggambarkan bahwa perekonomian negara atau wilayah tersebut berkembang dengan baik. Terjadinya pertumbuhan ekonomi akan menggerakan sektor-sektor lainnya sehingga dari sisi produksi akan memerlukan tenaga kerja produksi. Suatu pandangan umum menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi (growth) berkorelasi positif dengan tingkat penyerapan tenaga kerja (employment rate). Tetapi ada juga dugaan bahwa dengan produktivitas yang tinggi bisa berarti akan lebih sedikit tenaga kerja yang dapat diserap. Berpijak dari teori pertumbuhan ekonomi yang dikemukakan oleh Solow tentang fungsi produksi agregat (Dornbusch, Fischer, dan Startz, 2004) menyatakan bahwa ouput nasional sebagai representasi dari pertumbuhan ekonomi disimbolkan dengan (Y), fungsi dari modal (K), tenaga kerja (L) dan kemajuan teknologi yang dicapai (A). Faktor penting yang memengaruhi pengadaan modal fisik adalah investasi, dalam arti bahwa modal dan tenaga kerja yang tinggi akan membawa dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi seperti ditunjukkan oleh model berikut: Y = A.F(K,L) Y akan meningkat ketika input (K atau L, atau keduanya) meningkat. Y juga akan meningkat jika terjadi perkembangan dalam kemajuan teknologi yang terindikasi dari kenaikan A. Oleh karena itu, pertumbuhan perekonomian nasional dapat berasal dari pertumbuhan input dan perkembangan kemajuan teknologi—yang disebut juga sebagai pertumbuhan total faktor produktivitas. 7
Model Solow dapat diperluas sehingga mencakup sumberdaya alam sebagai salah satu inputnya. Dasar pemikirannya yaitu output nasional tidak hanya dipengaruhi oleh K dan L saja tetapi juga dipengaruhi oleh lahan pertanian atau sumberdaya alam lainnya seperti cadangan minyak. Perluasan model Solow lainnya adalah dengan memasukkan sumberdaya manusia sebagai modal (human capital). Dalam literatur, teori pertumbuhan seperti ini terkategori sebagai teori pertumbuhan endogen dengan pionirnya Lucas dan Romer. Lucas menyatakan bahwa akumulasi modal manusia, sebagaimana akumulasi modal fisik, menentukan pertumbuhan ekonomi;
sedangkan
Romer
berpandangan
bahwa
pertumbuhan
ekonomi
dipengaruhi oleh tingkat modal manusia melalui pertumbuhan teknologi. Secara sederhana, dengan demikian, fungsi produksi agregat dapat dimodifikasi menjadi sebagai berikut: Y = A.F(K, H, L) Variabel H adalah sumberdaya manusia yang merupakan akumulasi dari pendidikan dan pelatihan. Kontribusi dari setiap input pada persamaan tersebut terhadap output nasional bersifat proporsional. Suatu negara yang memberikan perhatian lebih kepada pendidikan terhadap masyarakatnya ceteris paribus akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dari pada yang tidak melakukannya. Dengan kata lain, investasi terhadap sumberdaya manusia melalui kemajuan pendidikan akan menghasilkan pendapatan nasional atau pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Apabila investasi tersebut dilaksanakan secara relatif merata, maka tingkat penyerapan tenaga kerja akan semakin meningkat.
2.2
Temuan – temuan Empiris Model – model pertumbuhan Solow dan Lucas seperti juga model –model
lainnya menggunakan asumsi ceteris paribus. Salah satu asumsinya adalah cuaca dan iklim tetap. Variabilitas dan perubahan iklim sebagai akibat pemanasan global (global warming) merupakan salah satu tantangan terpenting pada milenium ketiga. Iklim adalah suatu kondisi rata – rata cuaca dalam jangka panjang. Iklim di sebuah lokasi ditentukan melalui pengamatan selama rentang waktu 10 – 30 tahun. Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sulit untuk dikendalikan (Garreth, 2006; Hadad, 2010). Perubahan iklim berdampak terhadap kenaikan frekuensi maupun intensitas kejadian cuaca ekstrem, perubahan pola hujan, serta peningkatan suhu dan permukaan air laut. Hasil kajian Intergovernmental Panel on 8
Climate Change (IPCC, 2007) menunjukkan bahwa sejak tahun 1850, tercatat ada dua belas tahun terpanas berdasarkan data suhu permukaan global. Kenaikan suhu total dari tahun 1850 – 1899 sampai dengan 2001 – 2005 mencapai 0,760C. Permukaan air laut juga meningkat dengan rata – rata 1,80 mm per tahun dalam kurun waktu tahun 1961 – 2003.
Menurut Richard Wolfson (2002), penyebab perubahan iklim adalah efek rumah kaca, yaitu proses tertahannya radiasi sinar matahari oleh atmosfer yang disebabkan oleh gas rumah kaca (GRK). Gas yang termasuk ke dalam kategori gas rumah kaca (GRK) adalah karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrous oxide (N2O), hydrofluorocarbons (HFCS), perfluorocarbons (PFCS), dan sulphur hexafluoride (SF6). Penyebab utama menumpuknya GRK di atmosfer adalah aktivitas manusia seperti penggunaan bahan bakar fosil, deforestasi, dan penggunaan lahan. Emisi GRK (lepasnya GRK ke atmosfer pada suatu area tertentu dalam jangka waktu tertentu) di Indonesia berasal dari delapan sektor, yaitu LULUCF (land use, land use change and forest), pertanian, lahan gambut, transportasi, tenaga listrik, bahan bakar minyak dan pengolahan, transportasi dan bangunan (UNEP dan IPIECA, 1991). Emisi GRK di Indonesia menyumbang sekitar 4,5 % dari emisi GRK global (DNPL, 2010).
Laporan United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (UNOCHA) mengindikasikan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan terhadap perubahan iklim. Perubahan iklim diyakini akan berdampak buruk terhadap berbagai aspek kehidupan dan sektor pembangunan, terutama sektor pertanian dan dikhawatirkan akan mendatangkan masalah baru bagi keberlanjutan produksi pertanian, terutama tanaman pangan. Iklim di Indonesia dipengaruhi ‘El Nino-Southern Oscillation’ yang setiap beberapa tahun memicu terjadinya cuaca ekstrem. El Nino berkaitan dengan berbagai perubahan arus laut di Samudera Pasifik yang menyebabkan air laut menjadi luar biasa hangat. Kejadian sebaliknya, arus menjadi amat dingin, yang disebut La Nina. Kedua peristiwa ini secara umum dikategorikan ke dalam “Osilasi Selatan‟ (Southern Oscillation) yaitu perubahan tekanan atmosfer di belahan dunia sebelah selatan. Perpaduan seluruh fenomena inilah yang dinamakan El Nino-Southern Oscillation atau disingkat ENSO (UNDP, 2007).
9
Kejadian El Nino dan La Nina dinyatakan dengan nilai Southern Oscilation Index (SOI) dan perubahan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik. Ketika terjadi El Nino, nilai SOI turun dibawah kisaran normal (negatif) dan curah hujan berada di bawah normal, sebaliknya pada kejadian La Nina nilai SOI berada di atas kisaran normal (positif) sehingga mengakibatkan peningkatan curah hujan (Yoshino et al., 2000). Secara umum jika nilai SOI mencapai -10 atau kurang maka akan terjadi penurunan curah hujan dibawah normal, sebaliknya jika nilai SOI mencapai 10 atau lebih maka akan terjadi peningkatan curah hujan diatas normal (Hamada, 2002). Boer (2011) melaporkan bahwa pada periode tahun 1844 – 2009 masing – masing telah terjadi 47 kejadian El Nino dan 38 kali kejadian La Nina yang menimbulkan kekeringan dan banjir. Perubahan iklim juga menimbulkan perubahan terhadap permukaan air laut. Akibat dari perubahan iklim permukaan air laut di Indonesia periode 1993 – 2008 mengalami kenaikan berkisar 0,2 sampai 0,6 cm per tahun .
Perubahan iklim diukur berdasarkan perubahan komponen utama iklim, yaitu suhu atau temperatur, musim (hujan dan kemarau), kelembaban dan angin. Dari variabel-variabel tersebut variabel yang paling banyak dikemukakan adalah suhu dan curah hujan. Hasil penelitian IPCC (2007) menunjukkan bahwa kenaikan suhu udara dunia pada periode 2000 – 2100 diprediksi sebesar 2,1 – 3,9 0C. dan telah terjadi peningkatan suhu udara global selama 100 tahun terakhir, rata – rata 0,57 0C. Para ahli memperingatkan bahwa suhu akan naik hingga 5,8 0C di daerah tropis pada akhir abad ke – 21 (IPCC, 2007).
Terjadinya perubahan iklim menyebabkan musim dan pola hujan mengalami perubahan dan menyebabkan suhu udara mengalami peningkatan. Dibagian Barat Indonesia, terutama di Bagian Utara Sumatera dan Kalimantan, intensitas curah hujan cenderung lebih rendah, tetapi dengan periode yang lebih panjang. Sebaliknya, di Wilayah Selatan Jawa dan Bali intensitas curah hujan cenderung meningkat tetapi dengan periode yang lebih singkat (Naylor et al., 2007). Kondisi ENSO baik El Nino atau La Nina menyebabkan penurunan atau peningkatan curah hujan di sebagian Indonesia berdampak terhadap makin panjangnya musim kemarau atau pendeknya musim kemarau (Hendon, 2003; Hamada et al., 2002).
Pertanian, terutama subsektor tanaman pangan paling rentan terhadap perubahan iklim. Hal ini terjadi karena tiga sebab utama, yaitu biofisik, genetik dan 10
manajemen. Tanaman pangan pada umumnya merupakan tanaman semusim yang relatif sensitif terhadap kelebihan dan kekurangan air. Secara teknis, kerentanan sangat berhubungan dengan sistem penggunaan lahan dan sifat tanam, pola tanam, teknologi pengelolaan tanah, air dan tanaman, serta varietas tanaman (Las et al., 2008). Tiga faktor utama terkait dengan perubahan iklim yang berdampak terhadap sektor pertanian adalah: (1) perubahan pola hujan, (2) meningkatnya kejadian iklim ekstrem (banjir dan kekeringan), dan (3) peningkatan suhu udara dan permukaan air laut (Las, 2007). Studi pertanian yang didasarkan oleh pengalaman di Zimbabwe telah menunjukkan bahwa perubahan iklim memiliki efek negatif terhadap hasil pertanian. Contohnya menurut penelitian Nhemachena (2014) menunjukkan bahwa kenaikan suhu sebesar 20C dan kenaikan suhu rata-rata 40C akan menurunkan hasil panen secara signifikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Suriadi (2010) menyatakan bahwa perubahan iklim secara signifikan cenderung memberikan dampak negatif terhadap produksi pertanian dan dapat mengurangi volume output. Pilihan – pilihan seperti mitigasi dan adaptasi memiliki kemampuan untuk mengimbangi penurunan produksi pertanian di berbagai daerah. Pada sektor pertanian, adaptasi dilakukan dengan cara menyesuaikan waktu dan pola tanam, serta diversifikasi pertanian. Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan dengan mengefisiensikan pemakaian energi, menggunakan sumber daya energi terbarukan, mengurangi deforestasi dan meningkatkan reboisasi (UNEP, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Quiggin (2008) menjelaskan bahwa pertanian merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang bergantung pada manusia dan merupakan sektor yang terkena dampak langsung perubahan iklim. Seperti bencana alam yang terjadi akibat perubahan iklim dapat melumpuhkan kegiatan perekonomian manusia. Bencana yang merusak bangunan fisik, melumpuhkan sumber
daya
manusia
dikarenakan
tidak
mempunyai
kemampuan
untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim serta dapat memengaruhi iklim investasi. Turunnya hasil panen dan bencana alam merupakan contoh dampak langsung dari perubahan iklim. Hal tersebut dapat menggangu kondisi ekonomi manusia (Stern, 2008).
11
Menurut penelitian Supriadi (2014) dampak ekstrem perubahan iklim terhadap tanaman kopi adalah penurunan produksi akibat perubahan pola curah hujan dan peningkatan suhu udara. Periode kemarau pendek yang berlangsung 2 – 4 bulan, penting untuk merangsang pembungaan. Periode musim hujan yang terjadi sepanjang tahun sering mengakibatkan panen tidak merata dan produksi menurun. Menurut Sumirat (2008) kekeringan yang berkepanjangan (diatas tiga bulan berturut-turut) pada tanaman kopi mengakibatkan daun menguning dan berguguran sehingga ranting mengering, sedangkan pada tanaman kopi yang mendapatkan air yang cukup daunnya berwarna hijau cerah dan ranting dipenuhi dengan daun. Selain dapat menurunkan produksi, kemarau panjang diatas tiga bulan menyebabkan kualitas biji kopi menurun yaitu meningkatnya jumlah biji kosong.
Menurut penelitian Kanisius (1994) jika tanah kekurangan air (kekeringan) maka akar tanaman akan sulit menyerap mineral dalam tanah sebab dengan adanya air unsur – unsur hara dapat larut dan tersedia bagi tanaman. Faktor – faktor kelembaban juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kelapa sawit. Faktor – faktor yang memengaruhi kelembaban antara lain curah hujan, suhu dan lamanya penyinran matahari. Kelembaban optimum bagi kelapa sawit berkisar 80% - 90%. Dampak musim hujan ekstrem terhadap kelapa sawit diantaranya terbentuk bunga betina lebih banyak sehingga berakibat positif terhadap produksi tanaman kelapa sawit. Namun bila musim curah hujan yang tinggi terjadi pada siang hari maka akan mengurangi penyinaran matahari yang efektif, sehingga berakibat negatif terhadap produksi karena fotosintesis terganggu. Curah hujan ekstrem yang terlalu tinggi (>3000 mm/th, >450 mm/bulan, ataupun >150 mm/10 hari) akan cukup memenuhi kebutuhan air tanaman kelapa sawit ( Kementerian Pertanian, 2011).
Air hujan merupakan sumber utama dalam pertumbuhan perkebunan kelapa sawit. Pengaruh musim kering dan defisit air (water deficit) sangat besar pengaruhnya terhadap produktivitas kelapa sawit. Defisit air merupakan suatu kondisi dimana suplai air tersedia tidak mampu memenuhi kebutuhan air tanaman. Defisit air pada tanaman kelapa sawit akan memengaruhi proses kematangan tandan bunga sehingga akan mengurangi jumlah tandan buah segar yang akan dihasilkan (Risza, 2009). Pemupukan juga merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas produksi yang dihasilkan. Pemupukan dapat meningkatkan daya tahan tanaman terhadap pengaruh perubahan iklim yang tidak 12
menentu. Pemupukan pada tanaman kelapa sawit bertujuan untuk menyediakan kebutuhan hara bagi tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik dan mampu berproduksi maksimal dan menghasilkan minyak yang berkualitas (Lesmana et al., 2011).
Menurut penelitian Hadero (2014), yang meneliti dampak perubahan iklim terhadap pertumbuhan ekonomi di Ethiopia dengan menggunakan data GDP riil dari tahun 1980 sampai dengan 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suhu memiliki dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Disisi lain Ethiopia memiliki
ketergantungan
terhadap
tanaman
tadah
hujan
(tanaman
yang
membutuhkan curah hujan) yang dimana tanaman tadah hujan memberikan kontribusi sebesar 43% dari GDP, tetapi dikarenakan penurunan curah hujan mengurangi pertumbuhan ekonomi. Jika perubahan iklim tidak dapat diatasi akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi yang semakin menurun dalam jangka panjang. Menurut penelitian Dell (2008), dengan menggunakan variabel suhu dan curah hujan selama 50 tahun terakhir untuk menguji dampak perubahan iklim terhadap kegiatan ekonomi di seluruh dunia. Ditemukan tiga hasil utama yaitu : (1) suhu yang lebih tinggi secara substansial mengurangi pertumbuhan ekonomi di negara – negara miskin, (2) Suhu yang tinggi akan mengurangi pertumbuhan ekonomi di negara – negara miskin tidak hanya tingkat output, (3) suhu yang tinggi akan mengurangi hasil pertanian, hasil industri dan investasi.
Akibat adanya perubahan iklim produksi kopi Bali mengalami penurunan antara 40 hingga 50%. Berdasarkan data Dinas Perkebunan Bali, penurunan produksi kopi Arabika di Bali mencapai 55%, sementara kopi Robusta mencapai 45%. Sebelumnya tingkat produksi kopi di Bali mencapai 3.200 ton hingga 13.000 ton per tahunnya. Menurut Kepala Dinas Perkebunan Bali, Made Sudharta, menyatakan dampak perubahan iklim telah menyebabkan gugur bunga pada pohon kopi. Dampak perubahan iklim menyebabkan pembentukan bunga tidak terjadi, bahkan bunga yang terbentuk tidak mengalami pembuahan sehingga gugur. Akibat penurunan produksi harga kopi di Bali saat ini mengalami kenaikan yang signifikan. Harga kopi yang biasanya dijual dengan harga Rp 13.000 – Rp 31.000, kini dengan adanya penurunan produksi dijual Rp 22.000 – 57.000 per kilogramnya. Menurut laporan Australian Bureau of Meteorology, pada tahun 1991 – 1992 terjadi El Nino dengan durasi 9 bulan. Kondisi ini menyebabkan terjadinya bulan kering (curah hujan kurang dari 60 13
mm per bulan) selama lima bulan berturut-turut di Kebun Jollang, Pati (Jawa Tengah) pada tahun 1991, yang mengakibatkan produktivitas kopi pada tahun 1992 menurun sebesar 56,35%.
Kekeringan dan genangan merupakan kondisi yang tidak ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, khususnya kelapa sawit. Kekeringan menyebabkan pertumbuhan dan hasil kelapa sawit menurun. Defisit air sebesar 200 – 300 mm/tahun menyebabkan penurunan 21 – 32% tandan buah sawit dan defisit air sebesar 500 mm per tahun menyebabkan penurunan produksi tandan buah sawit hingga 60% (Hadi, 2004; Nurhakim, 2014). Menurut Kementerian Pertanian (2011) melaporkan bahwa dampak kekeringan di Indonesia dan Malaysia telah menurunkan produksi kelapa sawit sebesar 26,30%.
Jelas bahwa perubahan iklim membawa dampak bagi kehidupan manusia secara menyeluruh dan juga memberi dampak terhadap perekonomian global. Selama beberapa tahun terakhir perusahaan – perusahaan besar di dunia, mulai menyadari bahwa perubahan iklim adalah ancaman nyata dan manusia turut andil di dalamnya. Berbagai perusahaan sadar bahwa perubahan iklim mengancam rantai produksi barang dan jasa mereka, serta meningkatkan resiko dan ketidakpastian. Contohnya, 95% produk dari Levi Strauss & Co terbuat dari kapas yang sangat sensitif terhadap cuaca panas yang ekstrem dan kelebihan maupun kekurangan air. Aspen Skiing Co. juga merasakan efek langsung dari perubahan iklim, kurangnya salju (hilangnya salju akibat pemanasan global) membuat penghasilan bisnis U$D 66 Miliar per tahunnya terancam. Ini dikarenakan penghasilan Aspen Skiing Co. bergantung kepada para peselancar ski dan penikmat olahraga musim dingin lainnya untuk bertahan (UNEP, 2010).
Wacana perubahan iklim sebagai bagian dari masalah ekonomi semakin menguat dengan kehadiran laporan Sir Nicholas Herbert Stern (2007). Laporan Stern memperkirakan bahwa dalam situasi business as usual (dimana negara maju tidak menurunkan emisi GRK dan negara yang terkena dampak tidak melakukan upaya adaptasi) maka kerugian akibat perubahan iklim akan mencapai 14% PDB global pada pertengahan abad ke-21. PDB global menurut laporan tahun 2009 adalah sebesar USD 58,9 Triliun. Laporan Stern juga mengajukan hipotesis bahwa jumlah biaya bagi pencegahan kerusakan dengan menurunkan emisi GRK (upaya mitigasi) 14
berkisar antara -2% (surplus) hingga 5% dari PDB global, serta jumlah biaya bagi pengurangan dampak dan penyesuaian terhadap perubahan iklim (upaya adaptasi) berkisar 0,5% dari PDB negara-negara maju (Stern, 2007).
Asia Tenggara (termasuk Indonesia) diperkirakan akan terkena dampak perubahan iklim lebih besar dari pada rata – rata global. Biaya rata – rata untuk mengatasi perubahan iklim, jika dunia tidak berubah (bussines as usual) di Indonesia, Vietnam, Thailand an Filipina akan kehilangan 6,7% PDB setiap tahunnya. Dengan kata lain biaya yang harus dikeluarkan untuk mengatasi (adaptasi dan mitigasi) perubahan iklim, jauh lebih rendah dari biaya yang harus dikeluarkan untuk menanggung kerugian ekonomi akibat perubahan iklim (ADB, 2009).
Berdasarkan penelitian Ariyanto (2010), mengenai dampak perubahan iklim terhadap produktivitas kacang hijau di lahan kering. Penelitian dilakukan di wilayah Kabupaten Pati yang difokuskan pada daerah sentra produksi kacang hijau yang tersebar di lima wilayah kecamatan mulai dari bulan April sampai dengan bulan juli 2010. Metode data yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif maupun kualitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data iklim (curah hujan), luas lahan dan produktivitas tanaman kacang hijau. Untuk mengetahui hubungan antara perubahan iklim (curah hujan sebagai variabel independent) dengan produktivitas (sebagai variabel dependent) dianalisis denga menggunakan regresi. Y = f (x) dimana Y = produktivitas (variabel dependen) dan X = curah hujan (variabel independent).
Berdasarkan analisis regresi pengaruh volume curah hujan bulan Mei terhadap produktivitas kacang hijau menunjukkan bahwa R Square (R2) sebesar 0,385 artinya 38,5% produksi kacang hijau dipengaruhi oleh volume curah hujan, sisanya 61,5% oleh faktor lain. Nilai F sebesar 14,407; p 0,001 artinya curah hujan bulan Mei berpengaruh terhadap produktivitas kacang hijau. Hasil regresi produktivitas kacang hijau adalah Y = 8,222 + 0,703x dengan tingkat signifikan sebesar 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa volume curah hujan berpengaruh positif dengan peningkatan produktivitas kacang hijau (Ariyanto, 2010).
Sektor pertanian masih menjadi sektor utama untuk perekonomian di Negara Zimbabwe. Penelitian di Zimbabwe menggunakan metode – metode empiris untuk 15
memeriksa pengaruh perubahan iklim terhadap perekonomian. Penelitian ini menggunakan pendekatan Richardian yang mengukur kinerja petani, rumah tangga dan perusahaan pada skala dan iklim yang berbeda. Penelitian ini menggunakan pendekatan Ricardian untuk mengukur dampak perubahan iklim terhadap pendapatan bersih petani di Zimbabwe. Penelitian ini menggunakan data dan analisis Richardian untuk memperkirakan dampak variabel iklim (suhu dan curah hujan), tanah, dan pendapatan petani. ( ) Dimana : R
= Pendapatan bersih diasumsikan sebagai refleksi dari nilai dimasa kini untuk produktivitas bersih di masa depan.
F
= Suhu
F2
= Curah Hujan
Z
= Variabel tanah
G
= Variabel Ekonomi
U
= Term Eror Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan petani tidak dipengaruhi
oleh peningkatan suhu tetapi di pengaruhi oleh curah hujan (Nhemachena, 2009; Kurukulasuriya & Mendelsohn, 2008).
16
3. Metode Dan Objek Penelitian
3.1
Metode Penelitian Penelitian ini ingin mengetahui penyebab PDRB Riau dan Lampung tetap
mengalami kenaikan walaupun ada pengaruh perubahan iklim yang berdampak negatif terhadap produk – produk pertanian unggulannya yaitu kelapa sawit dan kopi. Guna mencapai tujuan tersebut metode yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS). Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data panel yang merupakan gabungan antara data runtut waktu (time series) dan data silang (cross section). Kemudian dalam penelitian ini juga akan menggunakan logaritma natural atau double log untuk setiap variabel. Double log digunakan untuk mengubah variabel linier menjadi non linier. Estimasi data menggunakan Panel Least Square (PLS). Data panel adalah data yang merupakan penggabungan antara data time series dan cross section. Menurut Baltagi (2005), data panel memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan data time series dan cross section. Keunggulan tersebut diantaranya sebagai berikut :
Bila data panel berhubungan dengan individu, perusahaan, negara, daerah, dan lain – lain pada waktu tertentu, maka data tersebut adalah heterogen teknik penaksiran data panel yang heterogen secara eksplisit dapat dipertimbangkan dalam perhitungan.
Kombinasi data time series dan cross section akan memberikan informasi yang lebih lengkap, lebih beragam, dan lebih efisien.
Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan dinamis dibandingkan dengan studi berulang dari cross section.
Data panel lebih baik dalam mendeteksi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diukur oleh data time series dan cross section.
Data panel membantu studi untuk menganalisi perilaku yang lebih kompleks.
Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu atau perusahaan karena unit data lebih banyak.
17
Berdasarkan keunggulan-keunggulan tersebut maka digunakan penelitian menggunakan data panel. Metode digunakan karena dapat menganalisis pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dan dapat mengestimasi nilai koefisien regresi. Hasil dari regresi dapat diketahui berapa besar koefisien regresi yang dimiliki setiap variabel independen dalam memengaruhi secara langsung variabel dependen. Koefisien regresi mencerminkan apakah masing – masing variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya. Untuk penelitian ini model regresi yang digunakan adalah sebagai berikut :
Dimana :
Yit
= PDRB di daerah i pada tahun t (juta rupiah)
X1it
= Suhu rata-rata per tahun di daerah i pada tahun t (oC)
X2it
= Curah hujan rata-rata per tahun di daerah i pada tahun t (mm)
X3it
= Luas lahan perkebunan kelapa sawit dan kopi di daerah i pada tahun t (ha)
X4it
= Angka Partisipasi Sekolah untuk tingkat SMA di daerah i pada tahun t (%)
X5it
= Jumlah Tenaga Kerja di daerah i pada tahun t (jiwa)
β0
= Konstanta
β 1, β 2, β3, β4, β5
= Koefisien Regresi
uit
= Error term
i
= daerah penelitian (Provinsi Riau dan Lampung)
t
= tahun penelitian ( 2000 – 2015)
3.2
Deskripsi Objek dan Data Penelitian Unit of analysis dalam penelitian ini merupakan 2 daerah yaitu Provinsi Riau
dan Provinsi Lampung. Provinsi Riau dan Lampung dipilih karena ketersediaan data dan merupakan daerah dengan hasil perkebunan komoditi unggulan yaitu kopi dan kelapa sawit. Provinsi Riau dan Lampung merupakan salah satu provinsi dengan hasil perkebunan kopi dan kelapa sawit terbesar. Provinsi Lampung memiliki tujuh komoditas unggulan perkebunan yaitu kopi, lada, kakao, karet, tebu, kelapa dan kelapa sawit. Kopi merupakan salah satu hasil sektor perkebunan unggulan di Provinsi Lampung. Selama lima tahun terakhir (2009 -2013) sebesar 21,46% 18
produksi kopi berasal dari Provinsi Lampung. Pada periode tersebut rata – rata produksi kopi Provinsi Lampung mencapai 142.111 ton. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi kopi di Indonesia yang memiliki potensi untuk memajukan pembangunan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas kopi. Kabupaten Lampung Barat merupakan sentra produksi kopi di Provinsi Lampung dengan jumlah produksi kopi 61.215 ton (Dinas Perkebunan, 2013). Di Indonesia persebaran perkebunan bisa dilihat dari Sumatera hingga Sulawesi. Dari sejumlah daerah penghasil sawit, Provinsi Riau adalah salah satu yang terbesar dan Pemerintah Daerah Riau mengutamakan kelapa sawit sebagai komoditas unggulan daerah. Hampir setiap tahun terjadi kebakaran hutan yang disebabkan untuk pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit. Walaupun sering terjadi kebakaran hutan, hal ini tidak menurunkan produksi dan tetap menjadikan Provinsi Riau menjadi perkebunan kelapa sawit terbesar (Saragih, 2001). Pada tahun 2014 luas areal perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau sebesar 2,3 juta ha dengan total produksi sebesar 7 juta ton. Untuk mengetahui faktor yang memengaruhi PDRB Riau dan Lampung tetap meningkat walaupun adanya perubahan iklim maka variabel – variabel yang digunakan adalah variabel – variabel yang dapat memengaruhi PDRB. Pada variabel perubahan iklim digunakan variabel suhu dan curah hujan. Untuk variabel yang memengaruhi PDRB selain perubahan iklim adalah variabel luas lahan, pendidikan dan tenaga kerja. Variabel luas lahan, pendidikan dan tenaga kerja digunakan sebagai salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Berpijak dari teori pertumbuhan ekonomi
yang dikemukakan oleh Solow tentang fungsi produksi
agregat (Dornbusch, Fischer, dan Startz, 2004) menyatakan bahwa output nasional (sebagai representasi dari pertumbuhan ekonomi) . Fungsi dari kapital (luas lahan), fungsi dari labor (tenaga kerja) dan fungsi dari human capital (pendidikan). Objek penelitian tersebut diuraikan sebagai berikut: a.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator makro yang digunakan untuk mengukur keberhasilan
pembangunan suatu daerah yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Perekonomian Riau berdasarkan PDRB tanpa migas dalam tiga tahun terakhir (2005 – 2007) mengalami pertumbuhan rata – rata 8,48% per tahun. Sektor pertanian yang terdiri dari sub-sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan 19
perikanan merupakan sektor yang mempunyai pangsa terbesar. Pada tahun 2007 pangsa pasar sektor pertanian mencapai 37,25%. Pangsa terbesar dari sub-sektor pertanian berada pada sub-sektor perkebunan dan kehutanan yaitu masing – masing sebesar 19,02% dan 11,88%, sedangkan peranan terbesar dari sub-sektor perkebunan adalah kelapa sawit.
Pada tahun 2007 luas perkebunan kelapa sawit di Riau
mencapai 1,61 juta ha atau sekitar 27% dari total luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung pada triwulan I 2015 meningkat menjadi 4,91% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 4,70%. Struktur perekonomian Provinsi Lampung pada triwulan 1 2015 didominasi oleh 3 sektor utama yaitu sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 35,13%. Sektor pertanian mampu menjadi andalan sebagai penghasil devisa bagi provinsi Lampung melalui kegiatan ekspor. Kontribusi hasil ekspor pertanian tersebut sebagian berasal dari komoditas perkebunan. Sebagai salah satu sub-sektor penting dalam sektor pertanian, sub-sektor perkebunan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian provinsi Lampung. Kopi, teh dan rempah – rempah merupakan salah satu komoditas utama yang mempunyai nilai ekspor yang tinggi sebesar 15%. Kopi merupakan tanaman tahunan yang menjadi sumber pendapatan perkebunan sebagian besar masyarakat petani Lampung. Pembangunan komoditas kopi tidak hanya sebagai penopang perekonomian daerah tetapi juga untuk membangun perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Berdasarkan gambar di bawah (gambar 1), menggambarkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau dan Lampung menunjukkan trend yang positif setiap tahunnya.
Gambar 1. PDRB Provinsi Riau dan Lampung Data PDRB Provinsi Lampung dan Riau tahun 2000-2015 (juta) 800000000 600000000 400000000 200000000 0
Riau
Lampung
Sumber: Badan Pusat Statistik
20
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu, bai atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada suatu daerah. Semakin kecil PDRB di daerah asal maka kesejahteraan penduduk di daerah tersebut rendah sebaliknya semakin besar PDRB di daerah asal maka penduduk daerah tersebut sejahtera. Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah PDRB riil suatu daerah yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2000 – 2015 untuk dua provinsi yaitu Provinsi Riau dan Provinsi Lampung. Berdasarkan gambar 1, menggambarkan b.
Kondisi Iklim (Suhu dan Curah Hujan) Menurut laporan kinerja instansi pemerintah Provinsi Riau , Provinsi Riau
merupakan wilayah tropis dengan suhu udara maksimum berkisar antara 34,0oC – 35,4oC dan suhu minimum berkisar antara 19,2oC – 20,2oC. Dengan suhu rata – rata sebesar 27oC. Suhu rata – rata tahunan untuk pertumbuhan kelapa sawit berkisar antara 24oC – 29oC, dengan produksi terbaik antara 25oC – 27oC. Provinsi Riau memiliki rata – rata suhu udara sebesar 27oC, sehingga cocok untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Sinar matahari dapat mendorong pembentukan bunga, pertumbuhan vegetative dan produksi buah kelapa sawit. Berkurangnya lama sinar matahari akan mengurangi proses asimilasi untuk memproduksi karbohidrat dan membentuk bunga. Lamanya penyinaran optimum bagi tanaman kelapa sawit yaitu 5 – 7 jam per hari. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang terdapat di Pulau Sumatera. Rata – rata suhu minimum di Provinsi Lampung adalah 21,8oC – 23oC, sedangkan rata – rata suhu maksimum berkisar antara 30,9oC – 33,8oC. Syarat tumbuh tanaman kopi yaitu pada suhu rata – rata 19oC – 32oC (Djaenudin, 2003). Berdasarkan syarat tumbuh tanaman kopi, Provinsi Lampung merupakan provinsi yang cocok untuk pertumbuhan tanaman kopi. Tanaman kopi memerlukan sinar matahari yang teratur. Umumnya tanaman kopi tidak bisa terkena penyinaran matarhari langsung karena dapat memengaruhi proses fotosintesis jika dalam jumlah banyak. Disamping itu, sinar matahari memengaruhi terbentuknya kuncup bunga. Berdasarkan grafik dibawah ini menunjukkan bahwa kondisi suhu di Provinsi Riau dan Lampung berubah-ubah setiap tahunnya. 21
Gambar 2. Kondisi Suhu di Provinsi Riau dan Lampung
Data Suhu Provinsi Lampung dan Riau tahun 2000-2015 (°C) 31 30 29 28 27 26 25 24 2000200120022003200420052006200720082009201020112012201320142015 Riau
Lampung
Sumber: Badan Pusat Statistik
Secara geografis Provinsi Riau dilewati oleh garis khatulistuwa dan mempunyai dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Berdasarkan curah hujan, Provinsi Riau dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu wilayah dengan curah hujan sedang dan rendah. Gambar 3, menunjukkan bahwa kondisi curah hujan selalu berubah-ubah sama dengan halnya kondisi suhu. Daerah dengan curah hujan sedang (2000 – 4000 mm) mencakup sebagian besar Provinsi Riau. Dengan kondisi curah hujan sedang (2000 – 4000) di Provinsi Riau sangat mendukung untuk penanaman kelapa sawit. Curah hujan yang ideal bagi tanaman kelapa sawit berkisar 2.000 – 3.500 mm per tahun yang merata sepanjang tahun. Di lokasi dengan curah hujan kurang dari 1.450 mm per tahun dan lebih dari 5.000 mm per tahun sudah tidak sesuai untuk tanaman kelapa sawit. Provinsi Lampung merupakan provinsi penghasil komoditas kopi, hal ini disebabkan oleh topologi wilayahnya yang sesuai dengan kesuburan tanaman kopi. Kondisi curah hujan di Provinsi Lampung berkisar antara 2500 – 3000 mm per tahun. Curah hujan yang dibutuhkan tanaman kopi minimal dalam 1 tahun sekitar 1000 – 2000 mm, optimal 2000 – 3000 mm per tahun. Tanaman kopi umumnya dapat tumbuh optimum di daerah dengan curah hujan 2000 – 3000 mm per tahun dan dengan curah hujan kurang dari 60 mm per bulan.
22
Gambar 3. Kondisi Curah Hujan di Provinsi Riau dan Lampung
Data Curah Hujan Provinsi Lampung dan Riau tahun 20002015 (mm) 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
Riau
Lampung
Sumber: Badan Pusat Statistik
Perubahan iklim secara harfiah adalah iklim yang berubah akibat suhu global rata – rata meningkat. Perubahan iklim global disebabkan antara lain oleh peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) akibat berbagai aktivitas yang mendorong peningkatan suhu bumi. Mengingat iklim adalah salah satu unsur utama dalam sistem metabolisme dan fisiologi tanaman, maka perubahan iklim global mempunyai dampak yang buruk terhadap keberlanjutan pembangunan pertanian. Perubahan iklim global akan mempengaruhi setidaknya tiga unsur iklim dan komponen alam yang sangat erat kaitannya dengan pertanian, yaitu naiknya suhu udara yang juga berdampak terhadap unsur iklim lain, terutama kelembapan dan dinamika atmosfer, berubahnya pola curah hujan dan makin meningkatnya intensitas kejadian iklim ekstrim (anomali iklim) seperti El-Nino dan La-Nina, dan naiknya permukaan air laut akibat pencairan gunung es di kutub utara (Las, 2007). Akibat perubahan iklim suhu bumi dan curah hujan sangat berfluktuasi dalam jangka waktu satu tahun, artinya variabilitas suhu dan curah hujan di suatu tempat untuk bulan yang satu akan sangat berbeda dengan bulan yang lain meskipun berada dalam satu tahun yang sama. Akan tetapi, dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data suhu dan curah hujan per tahun, karena keterbatasan data yang tersedia. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik tahun 2000 – 2015 untuk dua provinsi yaitu Provinsi Riau dan Lampung.
23
c.
Luas Lahan Perkebunan Pembangunan perkebunan kelapa sawit mempunyai dampak positif terhadap
perekonomian Riau terutama untuk menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, serta mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah. Tumbuhnya perkebunan dan industri kelapa sawit menyebabkan munculnya sumber – sumber pendapatan yang lebih bervariasi bagi masyarakat. Luas perkebunan kelapa sawit di Riau pada periode 2004 – 2007 meningkat sebesar 20,41% dari 1,34 juta ha menjadi 1,61 juta ha. Luas perkebunan kelapa sawit pada periode tersebut terbesar masih dimiliki oleh perkebunan rakyat, kemudian diikuti oleh perkebunan swasta dan perkebunan negara. Salah satu yang menjadi komoditas unggulan dalam sub-sektor perkebunan adalah kopi. Sebagian besar produksi kopi Indonesia merupakan komoditas perkebunan yang diekspor kepasar dunia. Menurut data statistik International Coffee Organization (ICO) tahun 2013, Indonesia merupakan negara eksportir kopi ketiga di dunia. Perkebunan kopi yang umumnya di dominasi oleh perkebunan rakyat. Menurut BPS (2012), kopi tetap menjadi komoditas unggulan pertanian di Provinsi Lampung. Luas perkebunan kopi di Provinsi Lampung menempati posisi pertama dengan luas sebesar 163.123 ribu ha pada tahun 2010. Sebagian besar perkebunan di Lampung merupakan area penghasil kopi, terutama di daerah Lampung Barat. Menurut data yang diperoleh, luas lahan tanaman kopi di daerah Lampung Barat mencapai lebih dari 60.347 ribu ha.
Lahan mempunyai peranan sangat penting bagi kehidupan manusia. Segala macam bentuk intervensi manusia secara siklis dan permanen untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat material maupun non material. Berbagai tipe pemanfaatan lahan dijumpai di permukaan bumi, masing – masing tipe mempunyai karakteristik tersendiri. Setiap penggunaan lahan (pertanian dan non pertanian) memiliki nilai land rent yang berbeda. Jenis penggunaan lahan dengan keuntungan komparatif tertinggi akan mempunyai kapasitas penggunaan lahan terbesar. Sehingga penggunaan lahan tertentu akan dialokasikan untuk kegiatan yang memberikan nilai land rent tertinggi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data luas lahan perkebunan total yang di peroleh dari Badan Pusat Statistik tahun 2000 – 2015 untuk dua provinsi yaitu Provinsi Riau dan Lampung.
24
Gambar 4. Luas Lahan Perkebunan Provinsi Riau dan Lampung
Luas Perkebunan Provinsi Lampung dan Riau 20002015 (ha) 4000000 3500000 3000000 2500000 2000000 1500000 1000000 500000 0
Riau
Lampung
Sumber: Badan Pusat Statistik
d.
Pendidikan Aspek pendidikan dianggap memiliki peranan penting dalam menentukan
kualitas manusia. Karena melalui pendidikan, manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan, dan dengan pengetahuannya manusia diharapkan dapat membangun keberadaan hidupnya. Pendidikan merupakan sarana dalam menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Dalam lingkup ekonomi makro atau dengan perekonomian secara umum (nasional), semakin tinggi kualitas hidup suatu bangsa, semakin
tinggi
tingkat
pertumbuhan
dan
kesejahteraan
bangsa
tersebut.
Pembangunan sektor pendidikan di Provinsi Riau memiliki peran penting dan strategis. Rata – rata penduduk Provinsi Riau pernah mengenyam pendidikan formal sampai kelas 3 SLTP. Rata – rata Angka Partisipasi Kasar (APS) Provinsi Riau pada tahun 2013 sebesar 98,59% untuk usia 7 – 12 tahun dan 90,1% untuk usia 13 – 15 tahun. Rata – rata APS Provinsi Lampung tahun 2013 sebesar 99,03% untuk usia 7 – 12 tahun dan 90,99% untuk usia 13 – 15 tahun. Tingkat pendidikan yang ditempuh petani memengaruhi pengetahuan dan pola pikir petani. Sebaran petani kopi menurut tingkat pendidikan yang beragam dari tingkat SD sampai jenjang diploma atau sarjana. Berdasarkan penelitian sebelumnya banyak petani yang sudah menamatkan pendidikan sampai dengan jenjang SMA di Provinsi Lampung, khususnya di Lampung Barat. 25
Pendidikan merupakan hal yang mendasar bagi pembangunan ekonomi suatu negara karena peningkatan SDM yang berpendidikan akan produktif dibandingkan dengan negara yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Keterkaitan antara teori human capital dengan pendidikan adalah bahwa sesorang dapat meningkatkan penghasilannya melalui peningkatan pendidikan. Tingkat pendidikan yang ditempuh petani memengaruhi pengetahuan petani. Tingkat pendidikan yang ditempuh juga berhubungan dengan kemampuan petani dalam menerima teknologi dan inovasi dalam usaha tani. Indikator yang digunakan adalah dengan melihat Angka Partisipasi Sekolah (APS). Angka partisipasi sekolah merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah. Angka tersebut memperhitungkan perubahan penduduk terutama usia muda. Data yang digunakan adalah Angka Partisipasi Sekolah jenjang SMA yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik tahun 2000 – 2015 untuk dua provinsi yaitu Provinsi Riau dan Provinsi Lampung. Gambar 5. Pendidikan di Provinsi Riau dan Lampung Data Pendidikan Provinsi Lampung dan Riau tahun 20002015 (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 2000200120022003200420052006200720082009201020112012201320142015 Riau
Lampung
Sumber: Badan Pusat Statistik
e.
Tenaga Kerja Terdapat empat faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi menurut
Boediono (1982), yaitu (1) akumulasi modal, termasuk semua investasi yang berwujud tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusi, (2) pertumbuhan penduduk, (3) kemajuan teknologi, dan (4) sumber daya institusi (sistem kelembagaan). Pertumbuhan penduduk berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja (labor force) yang dianggap sebagai faktor positif dalam merangsang pertumbuhan 26
ekonomi. Provinsi Riau masih menghadapi masalah besarnya angka pengangguran. Menurut data BPS tahun 2002 angka pengangguran tercatat sebesar 11,3%. Besarnya tenaga kerja yang bekerja di sektor informal sebesar 53,9% merupakan masalah tersendiri di Provinsi Riau. Dengan melihat permasalahan yang ada pemerintah Provinsi Riau membangun sektor perkebunan terutama perkebunan kelapa sawit. Selain peranannya dalam meningkatkan pendapatan masyarakat, perkebunan kelapa sawit juga memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan output dan penyerapan tenaga kerja. Gambar 6. Angkatan Kerja di Provinsi Riau dan Lampung
Data Angkatan Kerja Provinsi Riau dan Lampung tahun 2000-2015 (juta jiwa) 4000000 3500000 3000000 2500000 2000000 1500000 1000000 500000 0
Riau
Lampung
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sektor perkebunan khususnya tanaman kopi merupakan sektor yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat di Provinsi Lampung. Sebagian besar dari masyarakat Provinsi Lampung, khususnya Lampung Barat bekerja sebagai petani kopi. Pada tahun 2011 lebih dari 20% dari total penduduk di Lampung Barat bekerja sebagai petani kopi. Pilihan hidup sebagai petani perkebunan merupakan pekerjaan di sektor pertanian yang paling dominan dikerjakan. Sebanyak 61,20% petani atau 28,88% dari total penduduk bekerja sebagai pekebun dimana hampir semuanya merupakan petani kopi. Sektor perkebunan kopi merupakan salah satu potensi yang apabila terus diperkuat dapat bermanfaat dalam penyerapan tenaga kerja dan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah khususnya yang berbasis keunggulan lokal.
27
Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi. Menurut BPS penduduk usia kerja adalah penduduk berusia 10 tahun ke atas. Sedangkan menurut Mulyadi (2006), tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja berusia 15 – 64 tahun atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa. Tenaga kerja merupakan faktor penting yang digunakan dalam melaksanakan proses produksi. Dalam proses produksi tenaga kerja memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari usaha yang telah dilakukannya yakni upah. Tenaga kerja yang memperoleh pekerjaan dan bekerja secara produktif akan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Kesempatan kerja meliputi lapangan pekerjaan yang sudah ditempati dan belum ditempati. Sebagai negara agraris sektor pertanian mempunyai kontribusi yang besar dalam hal penyerapan tenaga kerja. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angkatan tenaga kerja yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik tahun 2000 – 2015 untuk dua provinsi yaitu Provinsi Riau dan Lampung. Berikut tabel variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian ini untuk memberikan informasi secara singkat. Tabel 1. Variabel – Variabel yang digunakan dalam Penelitian
Indikator
Variabel
Perekonomian Daerah Perubahan Iklim
PDRB
Suhu Curah hujan
Satuan
Juta Rupiah
Sumber
Periode
BPS
2000 - 2015
BPS
2000 - 2015
o
C mm
Ketersediaan Lahan
Luas Lahan Perkebunan
ha
BPS
2000 - 2015
Pendidikan
APS
%
BPS
2000 - 2015
Tenaga Kerja
Jumlah Angkatan Kerja
Juta Jiwa
BPS
2000 - 2015
28
4. Hasil dan Pembahasan
4.1
Hasil Pengolahan Data Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak perubahan iklim
terhadap perekonomian Provinsi Riau dan Lampung. Secara spesifik penelitian ini ingin mengetahui PDRB Riau dan Lampung tetap meningkat walaupun terjadi perubahan iklim. Perubahan iklim secara empiri merupakan salah satu faktor yang berdampak negatif terhadap produk-produk unggulan pertanian. Berdasarkan tujuan tersebut penulis menggunakan model penelitian sebagai berikut :
Dimana :
Yit
= PDRB di daerah i pada tahun t (juta rupiah)
X1it
= Suhu rata-rata per tahun di daerah i pada tahun t (oC)
X2it
= Curah hujan rata-rata per tahun di daerah i pada tahun t (mm)
X3it
= Luas lahan perkebunan kelapa sawit dan kopi di daerah i pada tahun t (ha)
X4it
= Angka Partisipasi Sekolah untuk tingkat SMA di daerah i pada tahun t (%)
X5it
= Jumlah Tenaga Kerja di daerah i pada tahun t (jiwa)
β0
= Konstanta
β 1, β 2, β3, β4, β5
= Koefisien Regresi
uit
= Error term
i
= daerah penelitian (Provinsi Riau dan Lampung)
t
= tahun penelitian ( 2000 – 2015)
Kemudian dalam penelitian ini juga menghitung hasil estimasi Panel Least Square dengan menggunakan double log untuk setiap variabel. Double log digunakan untuk mengubah model non linier menjadi model linier. Dalam penelitian ini transformasi dibutuhkan untuk mengestimasi elastisitas antar variabel independen dengan variabel dependennya. Hal yang perlu diperhatikan dalam model double log, koefisien β
1
– β5 diintrepretasikan sebagai persen yaitu persentase perubahan
variabel Y sebagai akibat variabel X.
29
Berikut model estimasi dengan menggunakan logaritma :
Dimana :
logYit
= Log PDRB daerah i pada tahun t (juta rupiah)
logX1it
= Log suhu rata-rata per tahun daerah i pada tahun t (oC)
logX2it = Log curah hujan rata-rata per tahun daerah i pada tahun t (mm) logX3it = Log luas lahan perkebunan kelapa sawit dan kopi di daerah i pada tahun t (ha) logX4it = Log angka partisipasi sekolah untuk tingkat SMA di daerah i pada tahun t (%) logX5it = Log jumlah tenaga kerja di daerah i pada tahun t (jiwa) β0
= Konstanta
β 1, β 2, β3, β4, β5
= Koefisien Regresi
uit
= Error term
i
= daerah penelitian (Provinsi Riau dan Lampung)
t
= tahun penelitian ( 2000 – 2015)
Berdasarkan model regresi diatas, berikut ini adalah hasil uji regresi dari model tersebut : Tabel 2. Hasil Estimasi Panel Least Squares
Linier
Double - log
Variabel Koefisien
t-Stat
p-Value
Koefisien
t-Stat
p-Value
C
1.08E+09
-3,465971
0,0018
-1.937.507
-3,307902
0,0028
Suhu
1.200.327
0,128521
0,8987
-1.270.030
0,758058
0,4552
Curahhujan
-5.508.409
-0,462762
0,6474
-0,009129
-0,070861
0,9441
Luaslahan
2.626.645
12,11857
0,0000
5,546839
0,0000
1.340.236
30
Pendidikan
2.613.219
2,009234
0,0050
2.663.598
4,896437
0,0000
Tenagakerja
2.581.001
9,630632
0,0000
2.566.153
4,800205
0,0001
R-squared
0,960683
0,942635
F-statistik
127,0571
85,44769
N
32
32
Sumber : Hasil Pengolahan Data oleh Penulis
Berdasarkan hasil estimasi Panel Least Square biasa, variabel suhu memiliki pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap PDRB pada taraf signifikansi 5%. Artinya jika variabel suhu meningkat 1oC, maka PDRB Riau dan Lampung akan meningkat sebesar 1.200.327 miliar rupiah. Variabel curah hujan memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap PDRB Riau dan Lampung pada taraf signifikansi 5%. Variabel luas lahan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB Riau dan Lampung pada taraf signifikansi 5%. Artinya jika variabel luas lahan meningkat sebesar 1 ha, maka PDRB Riau dan Lampung juga ikut bertambah sebesar 2.626.645 miliar rupiah. Variabel pendidikan memiliki pengaruh positif dan signifikan pada taraf signifikansi 5%. Artinya jika variabel pendidikan (angka partisipasi sekolah SMA) meningkat sebesar 1%, maka PDRB Riau dan Lampung akan meningkat sebesar 2.613.219 miliar rupiah. Variabel tenaga kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan pada taraf signifikansi 5%. Artinya jika variabel tenaga kerja meningkat 1 jiwa maka PDRB Riau dan Lampung akan meningkat sebesar 2.581.007. Kemudian hasil estimasi Panel Least Square dengan menggunakan double log terdapat variabel dengan hasil yang berbeda dengan hasil estimasi Panel Least Square biasa. Sebagai contoh, variabel suhu dan curah hujan memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap PDRB pada taraf signifikansi 5%. Artinya jika variabel suhu dan curah hujan meningkat 1%, maka PDRB Riau dan Lampung menurun sebesar 19,3%. Variabel luas lahan memiliki pengaruh positif dan 31
signifikan terhadap PDRB Riau dan Lampung pada taraf signifikansi 5%. Artinya jika variabel luas lahan bertambah 1%, maka PDRB Riau dan Lampung juga ikut meningkat sebesar 2,4%. Variabel pendidikan memiliki pengaruh positif dan signifikan pada taraf signifikansi 5%. Artinya jika pendidikan meningkat 1% maka PDRB juga akan ikut meningkat sebesar 5,4%. Variabel tenaga kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan pada taraf signifikansi 5%. Artinya jika tenaga kerja meningkat 1% maka PDRB juga akan ikut meningkat sebesar 5,3%. Koefisien determinasi atau R2 digunakan untuk mengetahui berapa persen perubahan variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen yang dilibatkan dalam persamaan. Hasil estimasi Panel Least Square biasa dengan hasil estimasi Panel Least Square menggunakan double log berbeda. Koefisien determinasi atau R2 menggunakan estimasi biasa lebih besar. Koefisien determinasi atau R2 biasa angka koefisien determinasi yang didapat adalah sebesar 0.960683 yang berarti variabel PDRB diterangkan oleh variabel suhu, curah hujan, luas lahan, pendidikan dan tenaga kerja sebesar 96%, sedangkan dalam hasil estimasi menggunakan log memiliki determinasi yang didapat adalah sebesar 0.942635 yang berarti variabel PDRB diterangkan oleh variabel suhu, curah hujan, luas lahan, pendidikan dan tenaga kerja sebesar 94%.
4.2
Uji Asumsi Klasik Untuk melakukan uji regresi linear berganda, perlu dilakukan uji asumsi
klasik agar metode estimasi tersebut dikatakan best linear unbiased estimator (BLUE) (Gujarati, 2011). Uji asumsi klasik yang dilakukan terdiri atas uji multikolinearitas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas dan uji normalitas. 4.2.1
Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah adanya hubungan linear atau korelasi yang tinggi
antar beberapa atau semua variabel bebas. Ada atau tidaknya multikolinearitas dapat terlihat dari koefisien korelasi antar variabel bebas. Jika koefisien korelasi antar masing-masing variabel independen lebih dari 0,8 maka terjadi multikolinearitas. Berikut ini adalah hasil koefisien korelasi antar variabel bebas :
32
Tabel 3. Hasil Estimasi Multikolinearitas Model Linier
Suhu
Curahhujan
Luaslahan
Pendidikan
Tenagakerja
Suhu
1.000
0.278
0.001
-0.231
-0.393
Curahhujan
0.278
1.000
0.536
0.334
-0.524
Luaslahan
0.001
0.536
1.000
0.729
-0.780
Pendidikan
-0.231
0.334
0.729
1.000
-0.336
Tenagakerja
-0.393
-0,524
0.780
-0.336
1.000
Sumber : Hasil Pengolahan Data oleh Penulis Tabel 4. Hasil Estimasi Multikolinearitas Model Double Log
logsuhu
logcurahhujan
logluaslahan
logpendidikan
logtenagake rja
Logsuhu
1.000
0.234
0.058
-0.216
-0.398
Logcurahhujan
0.234
1.000
0.454
0.312
-0.326
Logluaslahan
0.058
0.454
1.000
0.734
-0.821
Logpendidikan
-0.216
0.312
0.734
1.000
-0.357
logtenagakerja
-0.398
-0.326
-0.821
-0.357
1.000
Sumber : Hasil Pengolahan Data oleh Penulis
Pada hasil uji multikolinearitas terlihat bahwa tidak ada variabel yang memiliki hubungan atau korelasi yang tinggi yaitu diatas 0,8. Hal tersebut 33
mengindikasikan tidak terjadi korelasi antar variabel independen yang digunakan dalam
model
penelitian.
Sehingga
dapat
dinyatakan
bahwa
tidak
ada
multikolinearitas.
4.2.2 Uji Autokorelasi Uji autokorelasi merupakan salah satu uji asumsi klasik yang dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan antar observasi yang dilakukan. Kriteria lolos uji autokorelasi adalah dengan cara mengetahui nilai Durbin-Watson stat. Jika nilai Durbin-Watson stat berada diantara du dan 4du, maka dapat dikatakan lolos autokorelasi (Gujarati, 2003). Penjelasan lebih lanjut mengenai kriteria uji autokorelasi dapat dilihat melalui tabel berikut :
Tabel 5. Kriteria Uji Autokorelasi Jika
Keterangan
0 < d < dL
Autokorelasi positif
d L ≤ d ≤ dU
Tidak dapat disimpulkan
4 – dL < d < 4
Autokorelasi negatif
4 – dU ≤ d ≤ 4 - dL
Tidak dapat disimpulkan
dU < d < 4 - dU
Tidak
terdapat
Autokorelasi
positif
maupun negatif Berikut hasil pengolahan data untuk melakukan uji autokorelasi : Tabel 6. Hasil Estimasi Autokorelasi
N
DurbinWatson stat
Linier
32
Double-log
32
dL (α=5%)
dU (α=5%)
4 - dU
4 - dL
2.165941
1.1092
1.8187
2.1813
2.8908
1.871505
1.1092
1.8187
2.1813
2.8908
Sumber: Hasil Pengolahan Data oleh Penulis
34
Berdasarkan kriteria uji autokorelasi jika dU < d < 4 - dU tidak terdapat autokorelasi positif maupun negatif . Model regresi pada penelitian ini, menunjukkan bahwa tidak terdapat autokorelasi positif maupun negatif karena nilai berada diantara dU dan 4 – dU. Jika dilihat dari hasil estimasi uji autokorelasi biasa (tabel 6) nilai Durbin - Watson stat adalah 2.165941, menggunakan tabel Durbin – Watson stat dengan α= 5%, variabel independent (k) = 5, dan n = 32. Kemudian didapat nila d L sebesar 1.1092 dan nilai dU, 1.8187. Hasil estimasi berada diantara dU dan 4 – dU (2.1813) sehingga dapat dikatakan tidak terdapat autokorelasi. Selain itu, jika dilihat dari hasil estimasi uji autokorelasi dengan double log (tabel 7) nilai Durbin - Watson stat adalah 1.871505 setelah ditambahkan variabel AR(1), menggunakan tabel Durbin – Watson stat dengan α= 5%, variabel independent (k) = 5, dan n = 32. Kemudian didapat nila d L sebesar 1.1092 dan nilai dU, 1.8187. Hasil estimasi berada diantara dU dan 4 – dU (2.1813) sehingga dapat dikatakan hasil estimasi dengan menggunakan double log juga tidak terdapat autokorelasi.
4.2.3 Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Uji
heteroskedastisitas
dilakukan dengan cara meregresikan variabel independen dengan dependennya. Untuk melihat ada atau tidaknya heteroskedastisitas dilihat dari probabilitas obs*Rsquared, jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan tidak terjadi masalah heteroskedatisitas. Tabel 7. Hasil Estimasi Heteroskedastisitas
F-statistik
Prob. Chi-Square
Linier
Double-log
9.765329
0.990241
0,0652
0,4228
35
R-squared
N
0.946681
0,610574
32
32
Sumber : Hasil Pengolahan Data oleh Penulis
Berdasarkan hasil estimasi pengujian dengan uji asumsi klasik menggunakan uji heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas biasa dengan uji heteroskedastisitas menggunakan double log tidak terdapat heteroskedastisitas. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji heteroskedastisitas biasa memiliki probabilitas Chi-Square sebesar 0,0652 > dari α= 5% (tabel 8), sehingga dapat dikatakan tidak terdapat heteroskedastisitas. \Sebaliknya juga, uji heteroskedastisitas dengan menggunakan double log memiliki probabilitas Chi-Square sebesar 0,4228 > α= 5% (tabel 9) juga tidak memiliki heteroskedastisitas.
4.3
Pembahasan Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel suhu, curah
hujan, luas lahan, pendidikan dan tenaga kerja. Variabel tersebut digunakan untuk mengetahui penyebab PDRB Riau dan Lampung tetap mengalami peningkatan walaupun ada perubahan iklim. Hasil estimasi regresi Panel Least Square dan double log menunjukkan hasil yang sama bahwa dari lima variabel yang diuji, terdapat tiga variabel yang memengaruhi variabel dependen. Variabel yang memengaruhi yaitu variabel luas lahan, pendidikan dan tenaga kerja. Variabel pertama yaitu variabel luas lahan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB. Artinya jika variabel luas lahan meningkat 1 ha, maka PDRB Riau dan Lampung akan naik 2.626.645 triliun rupiah. Hal ini terjadi karena semakin luas lahan pertanian maka akan semakin banyak lahan yang digunakan untuk menanam bibit tanaman. Sehingga hasil produksi juga akan ikut meningkat. Sektor perkebunan dalam proses produksinya membutuhkan faktor produksi utama yaitu lahan. Semakin besar luas lahan yang digunakan maka akan semakin tinggi juga produksi yang dihasilkan. Luas lahan juga merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan PDRB Riau dan Lampung walaupun ada perubahan iklim. Perkebunan kelapa sawit saat ini merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai peranan penting bagi sub-sektor perkebunan. Pemerintah telah 36
mencadangkan 24,4 juta ha lahan yang digunakan untuk perluasan perkebunan kelapa sawit 5 juta ha, revitalisasi perkebunan kelapa sawit 2 juta ha dan rehabilitasi lahan 9 juta ha. Pengembangan kelapa sawit akan memberikan manfaat antara lain meningkatkan pendapatan petani, produksi yang dihasilkan menjadi bahan baku industri pengolahan yang memberikan nilai tambah dan ekspor CPO yang menghasilkan devisa. Di Indonesia persebaran perkebunan bisa di lihat dari Pulau Sumatera hingga ke Pulau Sulawesi. Perkebunan di kelola untuk terus dapat menghasilkan produksi. Provinsi Riau adalah salah satu provinsi penghasil kelapa sawit terbesar dan dikenal dengan industri pengolahan CPO. Hampir setiap tahun terjadi kasus kebakaran hutan yang salah satunya disebabkan oleh pembukaan lahan perkebunan untuk kelapa sawit. Selain itu di Provinsi Bengkulu terjadi alih fungsi lahan sawah menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Terjadinya alih fungsi lahan sawah ke tanaman kelapa sawit disebabkan oleh beberapa hal yaitu pendapatan petani lebih tinggi dan nilai jual kebun lebih tinggi. Bagi masyarakat di daerah pedesaan, sampai saat ini usaha perkebunan merupakan alternatif untuk merubah perekonomian. Dampak perkebunan kelapa sawit dapat meningkatkan pendapatan petani dan memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah. Kemudian variabel kedua yaitu variabel pendidikan juga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB. Artinya jika variabel pendidikan meningkat 1% maka PDRB Riau dan Lampung akan naik sebesar 4,9%. Teori modal manusia menjelaskan proses dimana pendidikan memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Argumen yang mendukung teori ini adalah manusia yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi yang diukur juga dengan waktu lamanya sekolah, akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik dibanding yang pendidikannya lebih rendah. Pendidikan dalam penelitian ini menggunakan Angka Partisipasi Sekolah (APS) tingkat SMA sebagai tolak ukur. Pendidikan merupakan bagian dari investasi yang akan dapat memberikan keuntungan. Sebagian besar penduduk di Indonesia berada di daerah pedesaan dan sebagian besar dari mereka bermata pencaharian sebagai petani. Pendapatan petani saat ini baik secara nominal maupun riil relatif masih rendah jika dibandingkan dengan sektor-sektor lain. Hal ini disebabkan sebagian besar petani di Indonesia adalah petani kecil yang tingkat pendidikannya rendah. Pendidikan yang rendah menyebabkan rendahnya penerapan teknologi, sehingga produktivitas sumber daya dan pendapatan petani juga rendah. 37
Faktor penting dalam pengembangan sumber daya manusia adalah dengan sistem pendidikan dan latihan. Oleh karena itu pemerintah memberikan program penyuluhan pertanian sebagai suatu sistem pemberdayaan petani yang merupakan suatu sistem pendidikan non formal bagi keluarga petani. Penyuluhan pertanian bertujuan untuk membantu petani dalam meningkatkan keterampilan teknis, pengetahuan, mengembangkan perubahan sikap yang lebih positif dan membangun kemandirian dalam mengelola lahan pertaniannya (Badan SDM Pertanian, 2003). Hal ini menyatakan bahwa apabila penduduk di suatu daerah memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maka akan semakin tinggi pendapatan domestik regional brutonya. Karena semakin tinggi kualitas sumber daya manusia yang ditunjukkan dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi, maka perekonomian di daerah tersebut akan mampu tumbuh dengan baik. Variabel ketiga yaitu variabel tenaga kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB Riau dan Lampung. Artinya jika variabel tenaga kerja naik sebesar 1% maka PDRB Riau dan Lampung akan naik sebesar 4,8%. Hal ini dikarenakan tenaga kerja merupakan faktor produksi. Jika tenaga kerja disuatu daerah dapat menghasilkan barang dan jasa yang optimal maka akan berdampak terhadap perekonomian daerahnya juga. Variabel suhu dan curah hujan tidak termasuk variabel yang memiliki pengaruh terhadap PDRB Riau dan Lampung. Hal ini disebabkan karena perubahan iklim, suhu bumi dan curah hujan sangat berfluktuasi dalam jangka waktu satu tahun yang artinya variabilitas suhu di suatu tempat untuk satu akan sangat berbeda dengan bulan yang lain meski berada dalam tahun yang sama. Oleh karena itu variabel suhu dan curah hujan tidak berpengaruh terhadap PDRB Riau dan Lampung.
38
5. PENUTUP 5.1
Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab PDRB Riau dan
Lampung tetap mengalami kenaikan walaupun ada perubahan iklim yang berdampak negatif terhadap produk – produk unggulannya. Data yang digunakan ada enam, yaitu PDRB, suhu, curah hujan, luas lahan, pendidikan dan tenaga kerja. PDRB digunakan sebagai variabel dependen kemudian suhu, curah hujan, luas lahan, pendidikan dan tenaga kerja sebagai variabel independen. Variabel independen
digunakan
untuk
melihat
pengaruhnya
terhadap
variabel
dependennya. Pertama ingin melihat pengaruh perubahan iklim yaitu suhu dan curah hujan terhadap PDRB Riau dan Lampung. Kedua melihat pengaruh luas lahan terhadap PDRB Riau dan Lampung. Ketiga melihat pengaruh pendidikan terhadap PDRB Riau dan Lampung dan yang terakhir ingin melihat pengaruh tenaga kerja terhadap PDRB Riau dan Lampung. Jenis data yang digunakan ialah data panel dari tahun 2000 – 2015 untuk Provinsi Riau dan Lampung. Penelitian ini juga menggunakan dua hasil estimasi yaitu hasil estimasi linier dan double log. Double log digunakan untuk mengubah model non linier menjadi model linier. Berdasarkan hasil penelitian linier dan double log ada empat variabel yang memengaruhi PDRB Riau dan Lampung. Variabel yang memengaruhi adalah variabel luas lahan, pendidikan, dan tenaga kerja. Variabel curah hujan dan variabel suhu tidak memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap PDRB. Data suhu dan curah hujan yang digunakan untuk mengetahui dampak perubahan iklim ternyata tidak tepat. Untuk melihat dampak perubahan iklim melalui indikator suhu dan curah hujan ternyata tidak dapat dilihat menggunakan data rata-rata suhu dan curah hujan dalam satu tahun. Adanya faktor teknologi adaptasi dan mitigasi dalam menghadapi perubahan iklim. Teknologi adaptasi dan mitigasi merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengurangi dampak negatif perubahan iklim dan produksi pertanian tetap meningkat. Hal ini juga membuat sektor perkebunan di Provinsi Riau dan 39
Lampung lebih resisten terhadap perubahan iklim sehingga tetap dapat mendorong PDRB. Kemudian variabel luas lahan dan variabel pendidikan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB. Pendidikan merupakan sarana dalam menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Sehingga pemerintah memberikan program penyuluhan pertanian sebagai suatu sistem pemberdayaan petani. Pemerintah memberikan sistem pendidikan non formal bagi keluarga petani. Apabila penduduk di suatu daerah memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maka akan semakin tinggi pendapatan domestik regional brutonya. Pendidikan di Provinsi Riau dan Lampung terbilang tinggi, jika dilihat dari Angka Partisipasi Sekolah (APS). Rata – rata APS Provinsi Riau pada tahun 20013 sebesar 98,59% untuk usia 7 – 12 tahun dan 90,1% untuk usia 13 – 15 tahun. Kemudian untuk rata – rata APS Provinsi Lampung pada tahun 2013 sebesar 99,03% untuk usia 7 – 12 tahun dan 90,99% untuk usia 13 – 15 tahun. Sehingga variabel pendidikan memberikan pengaruh terhadap PDRB Riau dan Lampung. Variabel luas lahan juga memberikan pengaruh terhadap PDRB Riau dan Lampung. Hal ini bisa disebabkan karena kelapa sawit dan kopi merupakan komditas unggulan Provinsi Riau dan Lampung. Semakin luas lahan pertanian yang digunakan maka akan semakin tinggi juga produksi yang dihasilkan. Perkebunan kelapa sawit memberikan pengaruh terhadap PDRB Riau karena dapat menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat serta mendorong pemerataan dan pertumbuhan ekonomi daerah. Kemudian kopi, Indonesia merupakan eksportir terbesar ketiga didunia. Provinsi Lampung merupakan daerah pengahasil kopi, terutama Lampung Barat, sehingga perkebunan kopi merupakan sektor yang dapat meningkatkan perekonomian daerah.
5.2
Implikasi Kebijakan Dampak perubahan iklim yang begitu besar merupakan tantangan bagi
sektor pertanian. Peran aktif berbagai pihak diperlukan untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim melalui upaya mitigasi dan adaptasi. Diperlukan kebijakan untuk mengatasi perubahan iklim terhadap sektor pertanian. Berdasarkan peran strateginya terhadap ketahanan nasional, kerentanan dan dampaknya, maka kebijakan dalam menghadapi perubahan iklim adalah: 40
1. Kegiatan dan aksi adaptasi sebagai upaya penyelamatan dan pengamanan kelestarian dan kemantapan ketahanan pangan nasional merupakan prioritas utama dalam strategi mengahadapi perubahan iklim. 2. Kegiatan dan aksi mitigasi merupakan manivestasi dan tanggung jawab serta kewajiban bersama harus diimplementasikan melalui pengembangan pertanian berkelanjutan atau pertanian ramah lingkungan. 3. Aksi adaptasi harus diupayakan bersinergi dan sekaligus berperan sebagai aksi mitigasi, atau sebaliknya dan setiap aksi mitigasi harus dikaitkan dengan usaha adaptasi dan selalu mengacu kepada pencapaian sasaran pembangunan pertanian. 4. Pembangunan pertanian melalui sistem agribisnis dan agroindustri agar dapat meningkatkan produktivitas. Dalam hal ini juga pendidikan untuk petani sangat penting khususnya pendidikan mengenai teknologi. Teknologi dalam pertanian dapat berperan dalam produktivitas pangan, meningkatkan diversifikasi dalam jenis dan kualitas pangan, meningkatkan nilai tambah, kesempatan kerja, dan menjaga kelestarian sumber daya alam serta lingkungan hidup. Petni sebagai pelaku utama dalam usahatani tentunya memerlukan teknologi pertanian untuk meningkatkan usaha taninya. Teknologi pertanian tersebut meliput teknologi budidaya, teknologi pemupukan, teknologi pengendalian hama dan penyakit, teknologi panen dan pasca panen, serta teknologi dalam memasarkan hasil pertaniannya. Untuk itu diperlukan pendidikan
sebagai
pendukung teknologi
pertanian.
Melalui
pendidikan non formal yang berbasis pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kapasitas petani sebagai warga masyarakat yang perlu mendapatkan pendidikan dan pendampingan dalam berusahatani. Dukungan dan implikasi kebijakan : a) Kebijakan terkait dengan pengembangan
pertanian
secara
ekstenfikasi
terkait
dengan
kebijakan
pemanfaatan sumber daya air terkait dengan pemberian ijin pembukaan hutan dan lahan gambut, lahan terdegradasi dan terlantar, b) Kebijakan dalam aspek kelembagaan dalam aspek koordinasi dan komunikasi termasuk sistem perencanaan pusat dan daerah, c) Kebijakan dalam upaya peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi nasional dan daerah.
41
5.3
Saran Dalam penelitian ini peneliti mengakui masih banyak kekurangan
sehingga masih perlu untuk diperbaiki. Salah satu kekurangan penelitian ini adalah keterbatasan variabel yang digunakan penulis. Hanya ada enam variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini mungkin akan lebih baik jika variabel yang digunakan ditambah atau diganti dengan variabel yang lebih mendukung. Seperti pengaruh perubahan iklim, indikator yang digunakan hanya suhu dan curah hujan. Data suhu dan curah hujan yang digunakan tidak dapat dilihat dengan suhu rata-rata dan curah hujan rata-rata. Sehingga untuk penelitiaan selanjutnya diharapkan dapat menggunakan data yang cocok untuk mengukur perubahan iklim yang lebih relevan. Kemudian dalam penelitian ini hanya menggunakan dua provinsi saja. Selain perubahan iklim untuk melihat pengaruh perubahan iklim terhadap perekonomian daerah, penelitian ini hanya menggunakan variabel luas lahan, pendidikan dan tenaga kerja. Penelitian selanjutnya diharapkan tidak hanya menggunakan dua provinsi saja dan variabel yang digunakan juga berbeda. Masih banyak variabel lain yang dapat memengaruhi perekonomian suatu daerah. Sehingga akan dapat ditemukan kebijakan yang tepat untuk menghadapi perubahan iklim. Dengan kebijakan yang tepat tentunya akan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dan meningkatkan perekonomian daerah.
42
DAFTAR PUSTAKA Asian Development Bank. (2009). The economics of climate change in Southeast Asia: A regional review. Jakarta: Asian Development Bank. Agung, B. S. (2016). Pengaruh perubahan iklim terhadap produksi tanaman pangan di Provinsi Maluku. Maluku: Badan Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku. Andrea, I. (2016). Perubahan iklim dan kopi, bagaimana keterkaitannya? Diunduh dari: http://www.lingkunganhidup.co/perubahan-iklim-dan-kopi-terkaitkah/ Batalgi, B. H. (2005). Econometric analysis of panel data. England: John Wiley & Sons Ltd. Boer, R., Faqih. A., Ariani. R. (2011). Relationship between Pacific and Indian Ocean sea surface temperature variability and rice production, harvesting area and yield in Indonesia. Dipresentasikan pada the 1st International Conference: Climate Services. New York, 17-19 November. Badan Pusat Statistik. (2000). Statistik Indonesia: PDRB Provinsi Riau dan Lampung 2000-2015. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik. (2000). Statistik Indonesia: Luas lahan perkebunan Provinsi Riau dan Lampung 2000-2015. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik. (2015). Suhu minimum, rata-rata, dan maksimum di stasiun pengamatan BMKG (oC), 2000-2013. Diunduh dari: https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1347 Badan Pusat Statistik. (2015). Jumlah curah hujan (mm) dan jumlah hari hujan di stasiun pengamatan BMKG, 2000-2013. Diunduh dari: https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1349 Badan Pusat Statistik. (2015). Angka partisipasi sekolah (APS) menurut Provinsi, 2003-2015. Diunduh dari: https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1347 Badan Pusat Statistik. (2015). Pencari kerja terdaftar, lowongan kerja terdaftar, dan penempatan/pemenuhan tenaga kerja menurut Provinsi dan jenis kelamin, 2000-2015. Diunduh dari: https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/984 Dell, M., Jones, F. B., Olken, A. B. (2008). Climate change and economic growth: Evidance from the last half century. Cambridge: National Bureau Of Economic Research. Dinas Perkebunan Bali. (2011). Akibat perubahan iklim, produksi kopi bali menurun. Diunduh dari: http://www.lingkunganhidup.co/perubahan-iklim-dan-kopiterkaitkah/
43
Direktorat Jenderal Perkebunan. (2013). Statistik perkebunan Indonesia komoditas kopi 2012-2014. Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan. Direktorat Jenderal Perkebunan. (2014). Statistik perkebunan Indonesia komoditas kelapa sawit 2013-2015. Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan. Direktorat Jenderal Perkebunan. (2014). Statistik perkebunan Indonesia komoditas kopi 2013-2015. Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan. Djaenudin, D., Marwan, H., & Hidayat, A. (2003). Petunjuk teknis untuk komoditas pertanian. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Dewan Nasional Perubahan Iklim Indonesia. (2010). Kurva biaya (cost curve) pengurangan gas rumah kaca Indonesia. Jakarta: Dewan Nasional Perubahan Iklim Indonesia. Dornbusch, R., Fischer, S., & Startz, R. (2004). Macroeconomics (9th ed.). Singapore: McGraw-Hill. Garrett, K. A., Dendy, S. P., & Travers, S. R. (2006). Climate change effects on plant disease: genomes to ecosystems. Annual Review of Phytopathology, 44, 489509. Gujarati, D. (2003). Basic econometrics (3rd ed.). Singapore: McGraw-Hill. Hadad, I. (2010). Perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan. Jurnal Prisma, 29(2), 25-32. Hadero, T. (2014). The impact of climate change on economic growth: Time series evidence from Ethiopia. Ethiopia: Jimma University Hadi, M. (2004). Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Hamada, J., Yamanaka, M. D., Matsumoto, J., Fukao, S., & Winarso, P. A. (2002). Spatial and temporal variations of the rainy season over Indonesia and their link to ENSO. Journal of the Meteorological Society of Japan, 80, 285-310. Hendon, H. H. (2003). Indonesian rainfall variability: Impacts of ENSO and local airsea interaction. Journal of Climate, 16, 1775-1790. Intergovernmental Panel on Climate Change. (2001). Climate change 2001: Impacts, adaptation, and vulnerability. Contribution of working group II to the third assessment report of the intergovernmental panel on climate change. Cambridge: Cambridge University Press. Intergovernmental Panel on Climate Change. (2007). Climate change 2007: the physical science basis. Contribution of working group I to the fourth assessment report of the intergovernmental panel on climate change. Cambridge: Cambridge University Press.
44
Joni, A. D. (2014). Analisis faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan petani padi di Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen. Economics Development Analysis Journal, 3(1), 218 – 222. Kanisius. (1994). Upaya peningkatan produktivitas kelapa sawit. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Kementerian Pertanian. (2011). Pedoman umum adaptasi perubahan iklim sektor pertanian. Jakarta: Kementerian Pertanian. Kurukulasuriya, P., & Mendelshon, R. (2008). A Ricardian analysis of the impact of climate change on African cropland. The African Journal of Agriculture and Resource Economics, 2(1), 1-23. Las, I. (2007). Dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian, serta strategi antisipasi dan teknologi adaptasi. Pengembangan Inovasi Pertanian, 1(2), 138-140 Las, L., Runtunuwu, E., & Surmaini, E. (2008). Iklim dan tanaman padi: inovasi teknologi dan ketahanan pangan. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Lesmana, D., Ratina, R., & Jumriani. (2011). Hubungan persepsi dan faktor-faktor sosial ekonomi terhadap keputusan petani mengembangkan pola kemitraan petani plasma mandiri kelapa sawit di Kelurahan Bantuas, Kecamatan Palaran. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Pembangunan, 8(2), 8-17. Mc Bride, J., Haylock, M. R., & Nicholls, N. (2003). Relationship between the maritime continent heat source and the el nino-southern oscillation phenomenon. Journal of Climate, 16, 2905-2914. Naylor, R. L., Battisti, S. D., Vimont, J. D., Falcon, P. W., & Burke, B. M. (2007). Assessing risks of climate change variability and climate change for Indonesia rice agriculture. National Academic of Science, 104(19), 77527757. Nhemachena, C. (2014). Economic impact of climate change on agriculture and implications for food security in Zimbabwe. African Journal of Agriculture Research, 9(11), 1001-1007. Nurhakim, Y. I. (2014). Perkebunan kelapa sawit cepat panen. Jakarta: Infra Group Quiggin, J. (2008). Uncertainty and climate change policy. Economic Analysis and Policy, 38(2), 203-210. Richard, W. (2002). Climate change policy: A survey (H. S. Stephen, Ed). Washington, DC: Island Press. Risza, S. (2009). Kelapa sawit upaya peningkatan produktivitas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
45
Saragih, B. (2001). Pembangunan sistem agribisnis di Indonesia dan peranan publik relasi. Dipresentasikan pada Seminar Peranan Publik Relasi. Bogor, 19 April.
Solow, R. (1956). A contribution to the theory of economic growth. Quarterly Journal of Economics, 70, 64-94. Sumirat, U. (2008). Dampak kemarau panjang terhadap perubahan sifat biji kopi robusta. Pelita Perkebunan, 24(2), 80-94. Supriadi, H. (2014). Budidaya tanaman kopi untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Perspektif Puslitbang Perkebunan, 13(1), 35-32. Suriadi, A. B. (2010). Perubahan iklim dan ketahanan pangan di Jawa Barat. Bogor: Penelitian Madya Balai Penelitian Geomatika. Stern, N. (2007). The economics of climate change: The stern review. Diunduh dari: http://www.wwf.se/source.php/1169157/Stern%20Report_Exec%20Summa ry.pdf Syahza, A. (2002). Potensi pembangunan industri hilir kelapa sawit di daerah Riau. Jakarta: Lembaga Manajemen FE-UI. Todaro, M. P. (2000). Pengembangan ekonomi di dunia 3: Kajian migrasi internal di negara sedang berkembang. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan UGM. United Nations Development Programme Indonesia. (2007). Sisi lain perubahan iklim: Mengapa Indonesia harus beradaptasi untuk melindungi rakyat miskinnya? Jakarta: UNDP Indonesian Country Office. United Nations Enivorenment Programme. (2010). Green economy report: A preview. Diunduh dari http://www.bappenas.go.id/files/9714/1213/9896/syntesa_dan_memulainya. pdf?&kid=1435127683 United Nations Enivorenment Programme & International Petroleum Industry Environmental Conservation Association. (1991). Climate change and energy efficiency in industry. London: International Petroleum Industry Environmental Conservation Association. United Nations Framework Convention on Climate Change. (2005). Report on the seminar on the development and transfer of technologies for adaptation to climate change. Diunduh dari http://unfccc.int/resource/docs/2005/sbsta/eng/08.pdf Yoshino, M., Yoshino, U., & Suratman, W. (2000). Agriculture production and climate change in Indonesia. Global Environmental Research, 3, 187-197.
46
LAMPIRAN Hasil Estimasi Panel Least Square Linier Dependent Variable: PDRB Method: Panel Least Squares Date: 01/19/17 Time: 12:45 Sample: 2000 2015 Periods included: 16 Cross-sections included: 2 Total panel (balanced) observations: 32 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
SUHU CURAHHUJAN LUASLAHAN PENDIDIKAN TENAGAKERJA C
1200327. -5508.409 262.6645 2613219. 258.1007 -1.08E+09
9339575. 11903.34 21.67454 1300605. 26.79997 3.12E+08
0.128521 -0.462762 12.11857 2.009234 9.630632 -3.465971
0.8987 0.6474 0.0000 0.0550 0.0000 0.0018
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.960683 0.953122 41948126 4.58E+16 -603.7460 127.0571 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
2.09E+08 1.94E+08 38.10913 38.38395 38.20022 1.442822
Hasil Estimasi Panel Least Square Double Log Dependent Variable: LOGPDRB Method: Panel Least Squares Date: 01/19/17 Time: 12:51 Sample: 2000 2015 Periods included: 16 Cross-sections included: 2 Total panel (balanced) observations: 32 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LOGSUHU LOGCURAHHUJAN LOGLUASLAHAN LOGPENDIDIKAN LOGTENAGAKERJA C
-1.270030 -0.009129 1.340236 2.663598 2.566153 -19.37507
1.675373 0.128824 0.241622 0.543987 0.534592 5.857207
-0.758058 -0.070861 5.546839 4.896437 4.800205 -3.307902
0.4552 0.9441 0.0000 0.0000 0.0001 0.0028
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.942635 0.931603 0.113866 0.337102 27.44364 85.44769 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
8.129459 0.435388 -1.340227 -1.065402 -1.249130 1.141541
A-1
Hasil Estimasi Uji Autokorelasi Linier Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
1.903861 2.264491
Prob. F(1,25) Prob. Chi-Square(1)
0.1799 0.1324
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 01/19/17 Time: 12:58 Sample: 1 32 Included observations: 32 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
SUHU CURAHHUJAN LUASLAHAN PENDIDIKAN TENAGAKERJA C RESID(-1)
-2892462. 3146.096 -9.318649 45479.78 -11.88983 1.16E+08 0.290706
9417621. 11921.75 22.35205 1278995. 27.71935 3.18E+08 0.210687
-0.307133 0.263895 -0.416904 0.035559 -0.428936 0.365783 1.379805
0.7613 0.7940 0.6803 0.9719 0.6716 0.7176 0.1799
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.070765 -0.152251 41237462 4.25E+16 -602.5717 0.317310 0.921792
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-7.05E-08 38416552 38.09823 38.41886 38.20451 2.165941
Hasil Uji Autokorelasi Double Log Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.002127 0.002867
Prob. F(1,23) Prob. Chi-Square(1)
0.9636 0.9573
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 01/19/17 Time: 13:07 Sample: 2 32 Included observations: 31 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LOGSUHU LOGCURAHHUJAN LOGLUASLAHAN LOGPENDIDIKAN LOGTENAGAKERJA C AR(1)
-0.009072 0.000156 -0.001424 -0.002399 -0.004754 0.047991 -0.000644
1.010553 0.060829 0.166122 0.372685 0.752219 5.506940 0.057521
-0.008978 0.002563 -0.008571 -0.006438 -0.006320 0.008715 -0.011200
0.9929 0.9980 0.9932 0.9949 0.9950 0.9931 0.9912
A-2
RESID(-1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.010728 0.000092 -0.304227 0.080669 0.149673 38.67885 0.000304 1.000000
0.232598
0.046123
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.9636 5.17E-11 0.070637 -1.979281 -1.609220 -1.858650 1.871505
Hasil Uji Heteroskedastisitas Linier Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
9.765329 30.29380 15.32887
Prob. F(20,11) Prob. Chi-Square(20) Prob. Chi-Square(20)
0.0002 0.0652 0.7573
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 01/19/17 Time: 13:00 Sample: 1 32 Included observations: 32 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C SUHU SUHU^2 SUHU*CURAHHUJAN SUHU*LUASLAHAN SUHU*PENDIDIKAN SUHU*TENAGAKERJA CURAHHUJAN CURAHHUJAN^2 CURAHHUJAN*LUASLAHAN CURAHHUJAN*PENDIDIKAN CURAHHUJAN*TENAGAKERJA LUASLAHAN LUASLAHAN^2 LUASLAHAN*PENDIDIKAN LUASLAHAN*TENAGAKERJA PENDIDIKAN PENDIDIKAN^2 PENDIDIKAN*TENAGAKERJA TENAGAKERJA TENAGAKERJA^2
1.27E+17 -1.35E+16 2.65E+14 -1.30E+12 5.00E+09 -1.97E+14 2.48E+09 3.82E+13 1.11E+09 453474.6 -1.46E+11 163006.9 -1.54E+11 9279.192 -8.69E+08 15098.38 7.19E+15 1.95E+13 -9.59E+08 -6.74E+10 6427.917
2.42E+17 1.38E+16 2.05E+14 7.22E+11 1.13E+09 8.57E+13 1.11E+09 2.29E+13 5.57E+08 1457564. 7.75E+10 1816988. 3.75E+10 3209.299 3.15E+08 5282.311 2.80E+15 7.90E+12 2.99E+08 3.80E+10 2518.851
0.525890 -0.982494 1.292175 -1.801187 4.406546 -2.298112 2.237881 1.665632 1.994766 0.311118 -1.884045 0.089713 -4.101367 2.891346 -2.756849 2.858291 2.569782 2.472141 -3.204147 -1.775687 2.551924
0.6094 0.3470 0.2228 0.0991 0.0011 0.0422 0.0469 0.1240 0.0714 0.7615 0.0862 0.9301 0.0018 0.0147 0.0187 0.0156 0.0261 0.0310 0.0084 0.1034 0.0269
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.946681 0.849738 6.97E+14 5.35E+30 -1122.018 9.765329 0.000211
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
1.43E+15 1.80E+15 71.43863 72.40052 71.75747 1.973937
A-3
Hasil Uji Heteroskedastisitas Double Log Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
0.990241 19.53837 10.28872
Prob. F(19,12) Prob. Chi-Square(19) Prob. Chi-Square(19)
0.5232 0.4228 0.9455
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 01/19/17 Time: 13:08 Sample: 1 32 Included observations: 32 Collinear test regressors dropped from specification Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LOGSUHU LOGSUHU^2 LOGSUHU*LOGCURAHHUJAN LOGSUHU*LOGLUASLAHAN LOGSUHU*LOGPENDIDIKAN LOGSUHU*LOGTENAGAKERJA LOGCURAHHUJAN LOGCURAHHUJAN^2 LOGCURAHHUJAN*LOGLUASLAHAN LOGCURAHHUJAN*LOGPENDIDIKAN LOGCURAHHUJAN*LOGTENAGAKERJ A LOGLUASLAHAN LOGLUASLAHAN^2 LOGLUASLAHAN*LOGPENDIDIKAN LOGLUASLAHAN*LOGTENAGAKERJA LOGPENDIDIKAN LOGPENDIDIKAN^2 LOGPENDIDIKAN*LOGTENAGAKERJA LOGTENAGAKERJA^2
-27.35606 21.31772 -4.984810 -4.443604 6.334284 -23.91120 1.716354 7.817225 0.174460 0.280320 -1.826133
59.80487 75.75770 16.22098 5.030282 3.548038 12.84745 4.967811 16.78426 0.271860 0.606207 1.084797
-0.457422 0.281394 -0.307306 -0.883371 1.785292 -1.861164 0.345495 0.465747 0.641725 0.462416 -1.683387
0.6555 0.7832 0.7639 0.3944 0.0995 0.0874 0.7357 0.6497 0.5331 0.6521 0.1181
-0.161014 -13.75596 -0.146284 0.972644 0.580924 46.91090 -0.804938 -1.468729 -0.228442
1.541629 12.08870 0.524042 2.474330 1.465169 39.74814 2.840499 4.181256 0.572111
-0.104444 -1.137919 -0.279146 0.393094 0.396490 1.180204 -0.283379 -0.351265 -0.399296
0.9185 0.2774 0.7849 0.7011 0.6987 0.2608 0.7817 0.7315 0.6967
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.610574 -0.006017 0.013559 0.002206 107.9091 0.990241 0.523171
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.010534 0.013519 -5.494318 -4.578233 -5.190662 1.705880
A-4
RIWAYAT HIDUP PENULIS Nama
: Marlina Rachmawaty
Tempat, Tanggal Lahir : Tarakan, 4 Maret 1993 Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Perumahan Bumi Asri blog H.77.A, Bandar Lampung
Agama
: Islam
Pendidikan Formal
:
1996-1998
: TK HANG THUA, Tarakan
1998 -2000
: SD PERTAMINA, Tarakan
2000 -2004
: SD IMMANUEL, Bandar Lampung
2004-2007
: SMP IMMANUEL, Bandar Lampung
2007-2010
: SMA IMMANUEL, Bandar Lampung
2010-2016
: Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
A-5