KONTRIBUSI SUB SEKTOR KEHUTANAN TERHADAP EKONOMI KABUPATEN SUMEDANG
SOBANDI WIGUNA
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kontribusi Sub Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Sumedang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014 Sobandi Wiguna NIM E24100074
ABSTRAK SOBANDI WIGUNA. Kontribusi Sub Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Sumedang. Dibimbing oleh Ir E.G. TOGU MANURUNG, MS, Ph D. Produk sub sektor kehutanan dapat bersifat ekstraktif dan nonekstraktif. Kabupaten Sumedang dengan luas lahan 152,220 Ha didominasi oleh lahan sektor pertanian sebesar 83.73 % termasuk di dalamnya lahan hutan negara dan hutan rakyat sebesar 36.24 %. Luasnya alokasi lahan kehutanan tersebut menjadi keunggulan bagi sub sektor kehutanan kabupaten Sumedang. Hasil analisis kontribusi menunjukkan bahwa sub sektor kehutanan berkontribusi 0.53 % - 0.73 % terhadap PDRB kabupaten Sumedang. Meskipun kontribusinya kecil, sub sektor kehutanan merupakan sektor basis dengan nilai LQ 3.42 - 5.76. Nilai multiplier effect sub sektor kehutanan pada tahun 2012 sebesar 45.67. Hal ini berarti setiap penambahan pendapatan sebesar Rp Y pada sub sektor kehutanan, mengakibatkan penambahan pendapatan sebesar 45.67 x Rp Y terhadap total PDRB kabupaten Sumedang. Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa alternatif kebijakan yang disarankan adalah memanfaatkan kekuatan yang ada untuk merebut peluang pada sub sektor kehutanan. Prioritas kebijakan menggunakan metode AHP. Adapun kebijakan yang menjadi prioritas adalah Pengembangan Ekowisata (PE) diikuti dengan PHBM, RLK, PI. Kata kunci: AHP, LQ, multiplier effect, strategi kebijakan kehutanan, SWOT
ABSTRACT SOBANDI WIGUNA. Contribution of Forestry Sub Sector to Sumedang District Economics. Supervised by Ir E.G. TOGU MANURUNG, MS, Ph D. Products of forestry sub-sector can be extractive and nonextractive. Sumedang district with a land area of 152,220 hectares is dominated by the agricultural sector amounted to 83.73%, including state forest lands and community forest by 36.24%. The extent of forest land allocation is an advantage for the forestry sub sector in Sumedang district. The results of the contribution analysis indicate that the forestry sub sector contributing 0.53 % - 0.73 % of GDP Sumedang district. Although a small contribution, but the forestry sub sector is a basic sector with value of LQ 3.42 5.76. Multiplier effect value of forestry sub sector in 2012 amounted to 45.67. This means that any additional income of Rp. Y in the forestry sub sector, resulting in additional revenue of 45.67 x Rp. Y to the total regional GDP of Sumedang district. SWOT analysis results indicate that suggested policy alternatives are to utilize the existing power to seize opportunities in the forestry sub-sector. Priority is determined using AHP method. As a result, the policy priority is the Development of Ecotourism (PE), followed by PHBM, RLK, PI. Keywords: AHP, LQ, multiplier effect, strategy of forestry policy, SWOT
KONTRIBUSI SUB SEKTOR KEHUTANAN TERHADAP EKONOMI KABUPATEN SUMEDANG
SOBANDI WIGUNA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Kontribusi Sub Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Sumedang Nama : Sobandi Wiguna NIM : E24100074
Disetujui oleh
Ir E. G. Togu Manurung, MS, Ph D Pembimbing I
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ir E. G. Togu Manurung, MS, Ph D selaku pembimbing yang telah memberikan ilmu dan pengarahan kepada penulis; 2. Seluruh dosen, staf pengajar, staf Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB yang telah memberikan ilmu dan membantu penulis; 3. Para nara sumber dalam penelitian ini dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pendapatan Daerah, Badan Lingkungan Hidup, KPH Sumedang, dan bapak Putra; 4. Ayahanda Marno, Ibunda Wastini, Tami Pratiwi, dan seluruh keluarga atas dukungan dan kasih sayang kepada penulis; 5. Hanifatun Nufusia atas dukungan dan kasih sayang kepada penulis; 6. Teman-teman THH 47 dan Fahutan 47; 7. Para sahabat Wapemala 47 dan UKM Koperasi Mahasiswa IPB. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembangunan kehutanan kabupaten Sumedang dan pembaca.
Bogor, Juni 2014 Sobandi Wiguna
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat Penelitian
2
Jenis dan Sumber Data
2
Alat Analisis
2
HASIL DAN PEMBAHASAN
4
Kontribusi Sub Sektor Kehutanan Terhadap PDRB kabupaten Sumedang
4
Faktor Internal dan Eksternal Sub Sektor Kehutanan Kabupaten Sumedang
6
Strategi Peningkatan Kontribusi Sub Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Sumedang
7
SIMPULAN DAN SARAN
9
Simpulan
9
Saran
9
DAFTAR PUSTAKA
10
LAMPIRAN
11
RIWAYAT HIDUP
18
DAFTAR TABEL 1
Rata-rata geometri prioritas kebijakan
8
DAFTAR GAMBAR 1 2 3
Nilai kontribusi per sub sektor pada sektor pertanian kabupaten Sumedang periode 2003-2012 Nilai LQ per sub sektor pada sektor pertanian kabupaten Sumedang periode 2003-2012 Nilai multiplier effect sub sektor kehutanan kabupaten Sumedang periode 2003-2013
5 6 6
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
PDRB kabupaten Sumedang dan provinsi Jawa Barat menurut lapangan usaha 2003-2012 atas dasar harga konstan tahun 2000 Kontribusi PDRB kabupaten Sumedang menurut lapangan usaha 20032012 atas dasar harga konstan tahun 2000 (persen) Nilai LQ dan multiplier effect sub sektor pertanian kabupaten Sumedang 2003-2012 atas dasar harga konstan tahun 2000 Kuisioner Analisis SWOT (Faktor internal dan eksternal sub sektor kehutanan kabupaten Sumedang) Matriks SWOT Matriks perkalian SWOT Contoh perhitungan AHP
11 12 13 14 15 15 16
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah yang tertuang dalam Undang-Undang no 32 tahun 2004 menuntut setiap daerah agar dapat mengatur dan mengembangkan potensi daerahnya. Tujuan dari pengembangan daerah adalah mengembangkan struktur perekonomian yang baik dengan mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) setiap daerah dapat digunakan sebagai tolak ukur tingkat pertumbuhan ekonomi daerah. Kegiatan ekonomi setiap daerah yang ada pada PDRB diklasifikasikan menjadi 9 (sembilan) sektor lapangan usaha (BPS 2009). Salah satunya adalah sektor pertanian. Kehutanan merupakan salah satu sub sektor yang termasuk dalam sektor pertanian. Produk sub sektor kehutanan dapat bersifat ekstraktif dan non ekstraktif. Produk ekstraktif seperti kayu, rotan, daun, buah, getah dan lain-lain, sedangkan produk non ekstraktif seperti rekreasi alam dan ekowisata. Kabupaten Sumedang memilki luas lahan 152,220 Ha dan didominasi oleh lahan sektor pertanian sebesar 83.73 %, dengan lahan hutan negara dan hutan rakyat sebesar 36.24 %. Luasnya alokasi lahan kehutanan tersebut menjadi salah satu keunggulan bagi sub sektor kehutanan kabupaten Sumedang. Produk hasil hasil hutan kayu di kabupaten Sumedang dihasilkan oleh Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Sumedang dan hutan rakyat. Komoditas kayu yang dihasilkan oleh KPH Sumedang adalah jati, pinus, mahoni, rimba campuran, dan sonobrit, sedangkan komoditas kayu yang dihasilkan hutan rakyat adalah jati, pinus, mahoni, dan rimba campuran. Berdasarkan data produksi kayu bulat dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) kabupaten Sumedang, sejak tahun 2010 hingga 2012 produksi kayu bulat paling besar di kabupaten Sumedang berasal dari hutan rakyat. Produk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang dihasilkan oleh KPH Sumedang meliputi getah pinus dan kayu putih, sedangkan HHBK yang dihasilkan oleh hutan rakyat adalah jamur kayu, madu, dan bambu (Dishutbun 2013). Getah pinus yang dihasilkan oleh KPH Sumedang pada tahun 2012 cukup tinggi di Jawa Barat, yaitu 1,739.90 ton dari total hasil sadapan 14 KPH di Perum Perhutani unit 3 Jawa Barat sebesar 16,150.00 ton. Pemerintah kabupaten Sumedang dalam rancangan akhir Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2014 menyebutkan permasalahan utama sub sektor kehutanan meliputi gangguan hutan dan perambahan hutan, pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) tentang kawasan lindung yang belum optimal, konservasi hutan belum optimal, dan masih rendahnya pendapatan masyarakat sekitar hutan. Sub sektor kehutanan diharapkan mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan ekonomi kabupaten Sumedang. Oleh karena itu pemerintah perlu membuat suatu kebijakan yang dapat meningkatkan produktivitas hutan, mengembangan aneka usaha kehutanan, serta memberdayaan masyarakat sekitar hutan.
2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menghitung kontribusi sub sektor kehutanan terhadap PDRB kabupaten Sumedang dan menentukan prioritas kebijakan pembangunan kehutanan dalam upaya meningkatkan kontribusi sub sektor kehutanan terhadap ekonomi kabupaten Sumedang.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Pemerintah Daerah (Pemda) kabupaten Sumedang, khususnya Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) serta Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan dan pembuatan kebijakan pembangunan sub sektor kehutanan di kabupaten Sumedang.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada April hingga Mei 2014 di kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah nilai preferensi hasil wawancara langsung mengenai tujuan dan alternatif kebijakan. Data tersebut diperoleh dari 10 orang ahli terkait, yaitu 2 orang dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun), 1 orang dari Perum Perhutani KPH Sumedang, 3 orang dari Bappeda, 1 orang dari Badan Lingkungan Hidup (BLH), 1 orang dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), 1 orang dari Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda), dan 1 orang pelaku industri hasil hutan. Data sekunder adalah data PDRB kabupaten Sumedang menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000 sepuluh tahun terakhir dari tahun 2003-2012 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Alat Analisis Analisis Kontribusi Analisis ini dilakukan untuk mengetahui distribusi masing-masing sektor lapangan usaha kabupaten Sumedang. BPS (2007) menjelaskan bahwa distribusi persentase digunakan untuk mengamati struktur perekonomian yang dikenal dengan kontribusi sektor ekonomi. Besarnya persentase masing-masing sektor/sub sektor dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:
3 Keterangan: : besarnya kontribusi pada tahun j (%) : PDRB sektor i pada tahun j (Rp) : total PDRB tahun j (Rp) Analisis Location Quotient (LQ) Richardson (1985) menjelaskan bahwa analisis LQ dilakukan untuk mengklasifikasikan sektor kehutanan menjadi sektor basis atau nonbasis dengan rumus: ⁄ ⁄ Keterangan: : PDRB sub sektor kehutanan di kabupaten Sumedang : PDRB sub sektor kehutanan di propinsi Jawa Barat : total PDRB di kabupaten Sumedang : total PDRB di propinsi Jawa Barat Analisis Multiplier Effect Multiplier effect adalah suatu perkiraan tentang kenaikan pendapatan dari suatu kegiatan ekonomi yang menimbulkan suatu permintaan baru dan menyebabkan timbulnya efek permulaan (Glasson 1974). Nilai multiplier effect dapat diperoleh dengan rumus:
Keterangan: : nilai multiplier effect tahun j j : PDRB sektor pertanian di kabupaten Sumedang tahun j : PDRB sub sektor kehutanan di kabupaten Sumedang tahun j Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threat) Analisis SWOT dilakukan untuk mengidentifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) sub sektor kehutanan sehingga dapat dilakukan perumusan alternatif kebijakan. Peluang (O) dan ancaman (T) kemudian dihadapkan pada kekuatan (S) dan kelemahan (W) untuk menentukan posisi sub sektor kehutanan dalam suatu matriks. Berdasarkan posisinya, strategi yang dipilih dapat ditentukan. Ada empat pilihan stategi yaitu SO (menggunakan kekuatan untuk memperoleh peluang sebesar-besarnya), WO (memanfaatkan peluang yang ada dengan meminimalkan kelemahan), ST (menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman), dan WT (berusaha meminimalkan kelemahan yang ada dengan menghindari ancaman) (Rangkuti 1997). Analitycal Hierarchy Process (AHP) AHP dilakukan untuk menentukan prioritas dari alternatif kebijakan yang telah dirumuskan. Langkah selanjutnya adalah membuat sebuah hirarki kebijakan mulai dari tingkat paling tinggi yaitu fokus kebijakan, kriteria atau tujuan kebijakan, sampai dengan alternatif kebijakan. Prioritas alternatif kebijakan ditentukan dengan memberi penilaian pada setiap hirarki kebijakan oleh 10 responden, untuk memudahkan penilaian maka dibuat matriks perbandingan (Pairwise comparisson matrix). Nilai preferensi 10 orang responden diuji konsistensinya. Konsistensi dari suatu penilaian adalah penting,
4 sehingga pengambilan keputusan tidak nampak seperti pertimbangan yang acak. Saaty (1993) menjelaskan bahwa tingkat konsistensi pendapat responden dianalisis dengan rumus:
Keterangan: CI : Consistency Index : akar ciri n : Total jumlah responden yang konsisten Setelah menentukan CI, langkah berikutnya adalah menentukan Consistency Ratio (CR) dengan rumus:
Keterangan: CR : Consistency Ratio RI : Random Index Hasil penilaian dapat diterima apabila nilai rasio konsistensi (CR) ≤ 0.1. Jika CR ≥ 0.1 maka penilaian yang telah dilakukan adalah tidak konsisten. Penentuan priorias utama dari beberapa prioritas pilihan responden digunakan rata-rata geometri. (∏
)
√
Keterangan: RG : Rata-rata geometri : Total jumlah responden yang konsisten n : Nilai/skor prioritas responden ke-i : Nilai/skor prioritas responden ke-n
HASIL DAN PEMBAHASAN Kontribusi Sub Sektor Kehutanan Besarnya kontribusi sub sektor kehutanan di Kabupaten Sumedang dapat diketahui dengan menghitung distribusi PDRB, nilai location quotient (LQ), nilai multiplier effect. Data yang digunakan adalah data PDRB kabupaten Sumedang menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000. Data PDRB kabupaten Sumedang terdapat pada Lampiran 1. Gambar 1 menunjukkan besarnya kontribusi 5 sub sektor yang ada pada sektor pertanian terhadap PDRB kabupaten Sumedang. Data kontribusi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2. Kontribusi paling tinggi adalah pada sub sektor tanaman bahan makanan. Sub sektor kehutanan kontribusinya kecil yaitu berkisar antara 0.53 % hingga 0.73 %. Hal ini disebabkan oleh perhitungan kontribusi sub sektor kehutanan dalam PDRB hanya memperhitungkan manfaat tangible hutan meliputi komoditi kayu, bambu,
5
Gambar 1 nilai kontribusi per sub sektor pada sektor pertanian kabupaten Sumedang tahun 2003-2012 rotan, industri penggergajian kayu, dan produk lainnya tanpa menghitung fungsi ekologis hutan. Kontribusi sub sektor kehutanan akan lebih besar apabila menambahkan perhitungan nilai tambah hutan seperti jasa hutan untuk pencegahan banjir, penyerapan karbon, penyediaan air, perlindungan dari erosi dan sedimentasi (Nurrochmat, 2008). Namun, saat ini perhitungan PDRB tersebut masih belum digunakan oleh pemerintah daerah karena belum ada metode yang baku untuk perhitungannya. Selain itu, nilai tambah kehutanan dari industri lanjutan produk hasil hutan (barang kayu dan hasil hutan lainnya) juga tidak dimasukkan ke dalam sub sektor kehutanan, tetapi masuk ke dalam sub sektor industri pengolahan tanpa migas. Penelitian Nasir (2013) menjelaskan bahwa nilai kontribusi sub sektor kehutanan di kabupaten Sukabumi lebih besar apabila nilai tambah industri barang kayu dan hasil hutan lainnya digabungkan ke dalam sub sektor kehutanan. Gambar 2 merupakan nilai LQ sub sektor pada sektor pertanian. Nilai kontribusi sub sektor kehutanan kecil, tetapi memiliki nilai LQ terbesar dibandingkan keempat sub sektor lainnya pada sektor pertanian. Nilai LQ per sub sektor terdapat pada Lampiran 3. Nilai LQ sub sektor kehutanan berkisar antara 3.42 - 5.76. Glasson (1974) menjelaskan bahwa jika nilai LQ>1, sektor tersebut termasuk ke dalam sektor basis. Oleh karena itu, sub sektor kehutanan termasuk ke dalam sektor basis. Hal ini berarti sub sektor kehutanan dapat memenuhi kebutuhan daerah kabupaten Sumedang dan mampu untuk memenuhi permintaan daerah lain. Nilai multiplier effect merupakan perkiraan potensi kenaikan pendapatan dari suatu kegiatan ekonomi yang baru di dalam suatu wilayah. Nilai multiplier effect per sub sektor dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan Gambar 3, dapat dilihat bahwa nilai multiplier effect sub sektor kehutanan pada tahun 2012 adalah 45.67 yang berarti setiap penambahan pendapatan sebesar Rp Y pada sub sektor kehutanan mengakibatkan penambahan sebesar 45.67 x Rp Y pada total PDRB kabupaten Sumedang.
6
Gambar 2 nilai LQ per sub sektor pada sektor pertanian kabupaten Sumedang tahun 2003-2012
Gambar 3 nilai multiplier effect sub sektor kehutanan kabupaten Sumedang tahun 2003-2012 Faktor Internal dan Eksternal Sub Sektor Kehutanan Kabupaten Sumedang Faktor internal dan eksternal sub sektor kehutanan kabupaten Sumedang disajikan pada lampiran 4. Faktor internal terdiri dari kelebihan dan kekurangan sub sektor kehutanan, sedangkan faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman terhadap sub sektor kehutanan kabupaten Sumedang. Faktor-faktor tersebut diperoleh dari hasil studi literatur dan wawancara dengan ahli kehutanan di Dishutbun kabupaten Sumedang. Lampiran 5 dan lampiran 6 menyajikan matriks SWOT dan perkalian SWOT. Posisi sub sektor kehutanan kabupaten Sumedang dapat diketahui dengan memasukan hasil perkalian faktor internal dan eksternal ke dalam tabel matriks SWOT. Nilai tertinggi diperoleh dari total perkalian faktor kekuatan dan peluang, yaitu 9.25. Hal ini
7 menunjukkan bahwa sub sektor kehutanan berada pada posisi yang kuat dan berpeluang, sehingga strategi yang direkomendasikan adalah strategi SO (Strength and Opportunities), yaitu dengan memanfaatkan kekuatan untuk mengoptimalkan peluang yang dimiliki oleh sub sektor kehutanan kabupaten Sumedang. Strategi Peningkatan Kontribusi Sub Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Sumedang Menjaga kelestarian hutan perlu dilakukan oleh semua pihak dan semua elemen bangsa. Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan akan lebih menjaga kelestarian hutan apabila mereka menyadari pentingnya hutan bagi kehidupannya. Selain fungsi ekologis, hutan juga memiliki fungsi ekonomis. Hasil hutan dan jasa hutan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan sebagai mata pencaharian. Oleh karena itu pemerintah daerah perlu membuat suatu kebijakan untuk mengoptimalkan fungsi hutan untuk kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan hasil analisis SWOT didapatkan alternatif kebijakan untuk meningkatkan kontribusi sub sektor kehutanan terhadap ekonomi kabupaten Sumedang, yaitu Penguatan Industri (PI), Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), Rehabilitasi Lahan Kritis (RLK), dan Pengembangan Ekowisata. Adapun tujuan dari alternatif kebijakan tersebut adalah Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (MPAD), Meningkatkan Pendapatan Masyarakat (MPM), dan Melestarikan Sumber Daya Hutan (MSDH). Penguatan industri (PI) dilakukan dengan meningkatkan teknologi dan inovasi dalam produksi. Masyarakat pelaku industri diberikan pelatihan tentang teknologi terkini sehingga dapat meningkatkan produktivitas industri kehutanan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dishutbun kabupaten Sumedang, jumlah industri yang memiliki Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) sebanyak 7 (tujuh) unit. Jumlah tersebut diperkirakan hanya sekitar 15 % dari jumlah seluruh industri yang aktif. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) bertujuan untuk meningkatkan peran dan tanggung jawab masyarakat terhadap kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dengan memadukan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial. Pelaku PHBM adalah masyarakat sekitar hutan yang tergabung menjadi sebuah Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Kegiatan PHBM di kabupaten Sumedang terdiri dari berbagai kegiatan, diantaranya adalah agroforestry, pembinaan usaha ekonomi kreatif, dan pelestarian kawasan resapan air. PHBM menjadi prioritas kedua dalam peningkatan kontribusi sub sektor kehutanan terhadap ekonomi kabupaten Sumedang. PHBM dinilai sangat baik dan efektif dalam pengelolaan hutan, karena masyarakat sekitar hutan dapat berpartisipasi secara langsung. Selain itu, masyarakat juga dapat merasakan manfaat hutan secara ekonomis dan ekologis. Luas total lahan di kritis kabupaten Sumedang menurut Dishutbun kabupaten Sumedang adalah seluas 14,276.11 Ha. Selain itu, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya fungsi ekologis hutan juga masih kurang. Rehabilitasi Lahan Kritis (RLK) perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana alam, dimulai dari kegiatan penanaman pohon hingga pembinaan kepada masyarakat mengenai pentingnya kelestarian hutan. Kebijakan RLK yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) kabupaten Sumedang tidak akan efektif apabila tidak disertai dukungan dari masyarakat. Pemda perlu melibatkan masyarakat dalam RLK sehingga masyarakat dapat menjadi agen penjaga kelestarian hutan.
8 Tabel 1 rata-rata geometri prioritas kebijakan No
Nama
Instansi
Keterangan
1 2
Jenal Mukarom Sajidin, S.Hut, MT
Perhutani Bappeda
3
Agus Turaz, ST
4 5 6
Alternatif Kebijakan PI
RLK
PHBM
PE
tidak konsisten konsisten
0.38 0.08
0.21 0.22
0.22 0.28
0.18 0.42
Bappeda
konsisten
0.06
0.22
0.38
0.34
Andi Agustiana
Bappeda
konsisten
0.07
0.22
0.26
0.44
Riyono, ST
BLH
tidak konsisten
0.17
0.35
0.18
0.32
Dishutbun
konsisten
0.08
0.29
0.32
0.31
Dishutbun
konsisten
0.27
0.24
0.24
0.25
8
Roy Ruswita, SP MP Iwan Hermansyah, S.Hut, M.Si Ate Hadan A.G.
Dispenda
tidak konsisten
0.24
0.21
0.23
0.31
9
Ir. Sahadi
Disperindag
konsisten
0.08
0.30
0.38
0.25
konsisten
0.22
0.30
0.10
0.26
7
10
Putra
Pelaku industri Jumlah
0.18 0.28
0.30 0.32
Pengembangan Ekowisata (PE) dilakukan dengan meningkatkan sarana dan prasarana penunjang. Selain itu, perlu dilakukan promosi yang intensif melalui media cetak maupun media sosial sehingga mampu meningkatkan jumlah pengunjung di kawasan ekowisata kabupaten Sumedang. Urutan prioritas alternatif kebijakan diperoleh dari hasil perhitungan rata-rata geometri masing-masing alternatif kebijakan dari semua responden yang konsisten. Total responden adalah 10 orang, responden yang memiliki jawaban konsisten sebanyak 7 orang dan yang tidak konsisten 3 orang. Tabel 1 menunjukkan hasil perhitungan ratarata geometri dari prioritas kebijakan. Hasilnya, alternatif kebijakan yang menjadi prioritas utama adalah Pengembangan Ekowisata (PE) dengan nilai tertinggi, diikuti oleh PHBM, RLK, dan PI. Pengembangan ekowisata dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan kawasan hutan sebagai tempat wisata. Seluruh responden menilai bahwa pengembangan ekowisata kabupaten Sumedang dapat merangsang pertumbuhan ekonomi dan melestarikan hutan. Ekowisata dapat merangsang munculnya industriindustri kreatif penunjang kegiatan wisata seperti souvenir, makanan khas daerah, dan sebagainya. Menurut Peraturan Daerah (Perda) Jawa Barat no 1 tahun 2013 tentang Pedoman Pelestarian dan Pengendalian Kawasan Lindung, kegiatan ekowisata termasuk ke dalam pemanfaatan nonekstraktif atau pemanfaatan jasa lingkungan kawasan lindung. Pemanfaatan kawasan lindung dilakukan di kawasan hutan lindung (hutan negara) dan di lahan masyarakat (hutan rakyat, perkebunan, peternakan, pertanian, peternakan, dan perikanan). Pengelolaan kawasan lindung di lahan hutan negara dilakukan dengan kemitraan antara masyarakat sekitar kawasan hutan dengan pemegang izin usaha pemanfaatan kawasan lindung. Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan ekowisata berdampak kepada pemeliharaan hutan dan peningkatan nilai ekonomis dari keberadaan hutan yang berfungsi ekologis. Berdasarkan penelitian Abdullah (2011) tentang potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTA) kabupaten Sumedang, terdapat 21 ODTA di kabupaten
9 Sumedang yang terdiri dari 5 obyek wisata air terjun, 2 areal perkemahan, 5 sumber air panas, dan 9 fenomena alam. Pemegang izin pemanfaatan kawasan lindung di kabupaten Sumedang yaitu Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora), Dishutbun, Perum Perhutani (KPH Sumedang), dan swasta. Pengelolaan dilakukan secara langsung oleh pemegang izin pemanfaatan kawasan lindung datau kerjasama dengan pihak swasta dan masyarakat sekitar hutan (karang taruna desa). tiket masuk kawasan ekowisata di kabupaten Sumedang berkisar antara Rp. 1,000.00 – Rp. 15,000.00. Harga tiket masuk tersebut tergolong sangat murah, hal ini dapat disebabkan oleh fasilitas dan sarana penunjang kegiatan ekowisata kurang. Selain itu manajemen kawasan ekowisata di kabupaten Sumedang masih belum baik, terutama kawasan ekowisata yang dikelola oleh masyarakat (karang taruna desa). Pemda kabupaten Sumedang dan dinas terkait perlu merumuskan kebijakan yang dapat meningkatkan potensi ekowisata di kabupaten Sumedang karena pengembangan ekowisata dapat meningkatkan kontribusi hutan sebagai fungsi ekologis sekaligus ekonomis. Pengembangan ekowisata membutuhkan sebuah perencanaan yang matang dan pembentukan organisasi yang kuat dengan pengurus yang memiliki keahlian terkait ekowisata (Mcgahey 2012).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kontribusi sub sektor kehutanan terhadap ekonomi kabupaten Sumedang selama periode 2003-2012 berkisar antara 0.53 % hingga 0.73 %. Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa sub sektor kehutanan merupakan sektor basis dengan nilai LQ sebesar 5.35-5.76 dan nilai multiplier effect sebesar 39.25-46.45 sehingga sub sektor kehutanan merupakan penggerak ekonomi kabupaten Sumedang. Alternatif kebijakan yang menjadi prioritas untuk meningkatkan kontribusi sub sektor kehutanan terhadap ekonomi kabupaten Sumedang adalah pengembangan ekowisata diikuti dengan pengelolaan hutan bersama masyarakat, rehabilitasi lahan kritis, dan penguatan industri. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai stategi pemasaran ekowisata kabupaten Sumedang sehingga potensi ekowisata di kabupaten Sumedang dapat lebih dikenal oleh masyarakat luas.
10
DAFTAR PUSTAKA Abdullah E. 2011. Pengembangan Wisata Alam di Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. [Bappeda] Badan Perencana Pembangunan Daerah. 2014. Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sumedang 2014-2018. Sumedang (ID): Bappeda Kabupaten Sumedang. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Produk Domestik Regional Brutto Kabupaten Sumedang Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003-2007. Sumedang (ID): BPS Kabupaten Sumedang. _________________. 2012. Kabupaten Sumedang dalam Angka 2012. Sumedang (ID): BPS Kabupaten Sumedang. _________________. 2013. Kabupaten Sumedang dalam Angka 2013. Sumedang (ID): BPS Kabupaten Sumedang. _________________. 2012. Jawa Barat dalam angka 2012. Bandung (ID): BPS Jawa Barat. Cahyani FD. 2011. Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Magelang [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. [Dishutbun] Dinas Kehutanan dan Perkebunan. 2013. Rencana Kerja Seksi PHH 2013. Sumedang (ID): Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Glasson J. 1990. Pengantar Perencanaan Regional. Sitohang P, penerjemah. Jakarta (ID): Fakultas Ekonomi UI. Terjemahan dari: An Introduction to Regional Planning. Mcgahey S. 2012. The ethics, Obligation, and Stakeholders of Ecotourism Marketting. Intellectual Ekonomic. 6(2):75-88. Nasir M. 2013. Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Nurrochmat DR. Kontribusi Kehutanan terhadap Produk Domestik Bruto. Di dalam: Nurrochmat DR. Rakor Mitra Praja Utama Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat Tahun 2008: “PDRB Hijau dan Bisnis Kehutanan”; 2008 Juli 23; Bandung, Indonesia. Bandung (ID): Dinas Kehutanan Jawa Barat; [diunduh 2014 April 14]. Tersedia pada: http://dishut.jabarprov.go.id/images/artikel/rakor%20mpu%20pdrb%20hijau.pdf. Pemerintah Provinsi Jawa Barat. 2013. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat nomor 1 Tahun 2013 tentang pedoman Pelestarian dan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Lindung. Bandung (ID): Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Rangkuti F. 1997. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Richardson HW. 1985. Dasar-dasar Ilmu Ekonomi Regional. Jakarta (ID): Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. Setono L, Penerjemah; Peniawati K, editor. Jakarta (ID): PT Gramedia. Terjemahan dari: Decision Making for Leaders: Analytival Hierarchy Process for Decission in Complex World.
TOTAL PDRB
212,178,650.26
17,426,171.39
7,067,352.62
8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
9. Jasa-jasa
9,323,751.20
7. Pengangkutan
5,984,953.41
39,198,353.11
5. Bangunan
6. Perdagangan
4,447,323.69
91,336,589.53
8,232,371.91
29,161,783.40
4. Listrik
3. Industri Pengolahan
2. Pertambangan dan Penggalian
1. Pertanian
4,133,002.92
326,093.44
9. Jasa-jasa
Vt
160,937.37
8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
TOTAL PDRB
135,914.11
7. Pengangkutan
93,451.55
1,081,030.60
5. Bangunan
6. Perdagangan
92,135.43
1,059,932.72
4,272.92
1,179,234.78
2003
4. Listrik
3. Industri Pengolahan
2. Pertambangan dan Penggalian
1. Pertanian
Vi
Lapangan Usaha
233,057,690.95
19,344,963.10
7,247,001.69
10,274,962.93
44,604,769.96
6,602,399.92
5,337,897.17
97,902,362.10
7,705,213.45
34,038,120.63
4,311,330.90
339,107.46
171,905.25
145,017.92
1,124,419.53
99,175.94
100,695.75
1,107,760.98
4,632.79
1,218,615.28
2004
242,935,199.01
16,821,141.16
7,623,682.08
10,329,164.21
47,259,969.72
7,780,823.72
5,649,829.62
105,334,047.15
7,194,525.89
34,942,015.46
4,506,200.56
351,889.55
183,641.99
154,028.09
1,177,524.09
105,761.14
106,658.33
1,154,662.17
5,059.51
1,266,975.69
2005
257,499,445.76
18,200,096.05
7,672,322.47
11,143,253.97
50,719,350.06
8,232,950.09
5,427,579.55
114,299,625.74
6,982,246.74
34,822,021.09
4,694,276.200
368,408.87
192,314.34
164,060.22
1,248,422.93
112,709.58
113,484.41
1,211,476.15
5,572.44
1,277,827.26
2006
Tahun 2008
5,136,819.72
395,505.65
212,860.83
186,259.70
1,375,922.13
130,214.98
131,785.92
1,320,213.71
6,210.65
1,377,846.15
274,180,328.00
18,728,218.00
8,645,553.00
12,271,025.00
54,789,912.00
8,928,178.00
5,750,579.00
122,702,691.00
6,676,682.00
35,687,490.00
290,171,129.00
19,063,682.00
9,075,520.00
12,233,940.00
56,937,923.00
9,730,820.00
6,025,769.00
133,756,556.00
6,841,541.00
36,505,378.00
PDRB Jawa Barat (Juta Rupiah)
4,911,882.74
382,071.11
201,740.97
175,007.80
1,310,179.65
120,635.75
124,808.45
1,264,936.58
5,925.79
1,326,576.64
PDRB Kabupaten Sumedang (Juta Rupiah)
2007
303,405,251.50
20,157,657.55
9,618,612.27
13,209,253.91
62,701,714.12
10,299,411.23
6,839,237.39
131,432,864.64
7,424,424.87
41,722,075.52
5,381,581.99
409,363.20
224,765.50
198,109.35
1,444,602.42
141,367.64
138,127.44
1,374,013.29
5,965.83
1,445,267.32
2009
322,223,816.77
21,899,921.95
10,564,690.710
15,352,857.65
70,083,413.45
11,810,047.06
7,315,959.65
135,594,749.04
7,464,690.84
42,137,486.42
5,608,738.56
425,201.05
238,172.95
210,662.64
1,534,824.05
157,483.55
146,045.95
1,435,569.09
6,157.33
1,454,621.95
2010
343,111,244.00
23,605,740.00
11,985,429.00
17,645,145.00
75,770,236.00
13,482,716.00
7,426,138.00
144,010,048.00
7,084,737.00
42,101,055.00
5,879,092.62
443,071.94
252,949.80
224,684.38
1,647,358.99
171,045.38
154,664.21
1,506,155.51
6,330.82
1,472,831.59
2011
364,405,405.00
25,527,155.00
13,209,862.00
19,763,392.00
84,523,738.00
15,317,835.00
8,008,797.00
149,677,170.00
6,575,728.00
41,801,728.00
6,149,587.87
464,295.25
271,910.23
240,936.00
1,762,499.49
183,084.19
164,628.56
1,571,607.28
6,507.43
1,484,119.44
2012
Lampiran 1 PDRB kabupaten Sumedang dan provinsi Jawa Barat menurut lapangan usaha 2003-2012 atas dasar harga konstan tahun 2000
11
1. Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik 5. Bangunan 6. Perdagangan 7. Pengangkutan 8.Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa
Lapangan Usaha 0.56 21.35 1.85 4.06 0.73 0.54 0.10 25.65 2.23 2.26 26.16 3.29 3.89 7.89
2003 0.52 20.89 1.89 4.18 0.72 0.58 0.11 25.69 2.34 2.30 26.08 3.36 3.99 7.87
2004 0.52 20.96 1.79 4.17 0.64 0.56 0.11 25.62 2.37 2.35 26.13 3.42 4.07 7.81
2005 0.50 20.02 1.81 4.20 0.65 0.54 0.12 25.81 2.42 2.40 26.60 3.50 4.10 7.85
2006 0.48 19.82 1.83 4.17 0.67 0.52 0.12 25.75 2.54 2.46 26.67 3.56 4.11 7.78
2007 0.47 19.71 1.79 4.14 0.66 0.51 0.12 25.70 2.57 2.53 26.79 3.63 4.14 7.70
2008
Tahun 0.48 19.88 1.75 4.15 0.58 0.51 0.11 25.53 2.57 2.63 26.84 3.68 4.18 7.61
2009 0.45 19.03 1.67 4.15 0.57 0.52 0.11 25.59 2.60 2.81 27.37 3.76 4.25 7.58
2010
0.43 18.25 1.57 4.15 0.55 0.53 0.11 25.62 2.63 2.91 28.02 3.82 4.30 7.54
2011
0.41 17.51 1.49 4.15 0.53 0.54 0.11 25.56 2.68 2.98 28.66 3.92 4.42 7.55
2012
Lampiran 2 kontribusi PDRB kabupaten Sumedang menurut lapangan usaha 2003-2012 atas dasar harga konstan tahun 2000 (persen)
12
e. Perikanan
1.92
5.76
0.65
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya
d. Kehutanan
e. Perikanan
39.25
2.13
b. Tanaman Perkebunan
Kehutanan
2.18
a. Tanaman Bahan Makanan
1,778,776.87
e. Perikanan
4,491,718.56
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya
267,604.63
1,845,692.58
b. Tanaman Perkebunan
d. Kehutanan
20,777,990.76
a. Tanaman Bahan Makanan
29,161,783.40
22,447.30
d. Kehutanan
Pertanian
30,047.15
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya
Vt
76,489.97
167,819.78
b. Tanaman Perkebunan
882,430.58
1,179,234.78
2003
a. Tanaman Bahan Makanan
Pertanian
Vi
Lapangan Usaha
39.03
0.76
4.87
1.90
2.26
1.96
1,769,748.69
346,754.57
5,120,743.46
1,949,906.04
24,850,967.87
34,038,120.63
24,885.04
31,224.59
180,079.11
81,634.85
900,791.70
1,218,615.28
2004
43.67
0.75
3.41
1.92
2.29
2.00
1,820,486.55
458,017.02
5,275,525.07
1,898,280.64
25,489,706.18
3,492,015.46
25,179.82
29,013.23
187,706.15
80,746.95
944,329.55
1,266,975.69
2005
0.83
4.06
2.14
2.63
2.07
1,715,891.00
449,415.00
5,355,850.00
1,902,034.00
26,264,301.00
35,687,490.00
41.60
40.58
nilai multiplier effect
0.81
3.49
2.00
2.42
2008
26,212.71
34,055.56
212,857.33
92,137.56
1,012,582.99
1,377,846.15
40.46
0.82
4.52
2.26
2.50
2.13
1,797,396.00
425,915.00
5,326,503.00
2,081,761.00
26,873,804.00
36,505,378.00
PDRB Jawa Barat (Juta Rupiah)
25,583.41
32,689.79
205,033.58
89,791.16
973,479.71
1,326,576.64
Nilai LQ per sektor
1,717,629.37
482,982.49
5,411,347.99
1,927,436.59
25,282,624.65
34,822,021.09
25,234.27
30,718.40
197,027.42
85,073.86
939,773.31
2.04
2007 PDRB Kabupaten Sumedang (Juta Rupiah)
1,277,827.26
2006
Tahun
46.45
0.75
4.88
2.31
2.34
1.91
2,038,104.10
359,747.49
5,457,797.47
2,258,606.04
31,607,820.42
41,722,075.52
27,252.06
31,118.01
223,298.40
93,962.08
1,069,636.76
1,445,267.32
2009
45.78
0.80
4.83
2.41
2.49
1.92
2,093,610.24
377,534.65
5,555,840.89
2,163,253.17
31,947,247.48
42,137,486.42
29,066.41
31,771.49
232,699.26
93,802.34
1,067,282.44
1,454,621.95
2010
45.71
0.83
5.16
2.57
2.39
1.97
2,184,199.00
364,606.00
5,532,920.00
2,255,301.00
31,764,028.00
42,101,055.00
31,082.54
32,221.43
244,037.22
92,430.99
1,073,059.42
1,472,831.59
2011
45.67
0.86
5.35
2.69
2.30
2.05
2,297,836.00
360,231.00
5,607,607.00
2,360,133.00
31,175,920.00
41,801,728.00
33,474.94
32,498.78
254,958.24
91,648.21
1,076,539.27
1,484,119.44
2012
Lampiran 3 nilai LQ dan multiplier effect per sub sektor pada sektor pertanian kabupaten Sumedang 2003-2012 atas dasar harga konstan tahun 2000
13
14
Lampiran 4 kuisioner analisis SWOT (faktor internal dan eksternal sub sektor kehutanan kabupaten Sumedang) Kekuatan/Strength
Bo
R
S
Bo
R
S
1. lahan kehutanan yang luas 2. terdapat potensi kawasan ekowisata Sumedang yang tinggi 3. Penyerapan lapangan kerja sektor kehutanan tinggi 4. industri meubel merupakan kompetensi inti industri di Kabupaten Sumedang 5. lahan yang luas untuk hutan pinus 6. produktivitas sadapan getah pinus tinggi Total Kelemahan/Weakness 1. pengelolaan kawasan ekowisata belum optimal 2. ketersediaan SDH belum mampu memenuhi kebutuhan bahan baku industri 3. pelaksanaan konservasi belum optimal 4. daya saing industri hasil hutan kabupaten Sumedang masih rendah 5. rendahnya pendapatan masyarakat sekitar hutan Total
Faktor Eksternal Peluang/Opportunity 1. permintaan terhadap hasil hutan kayu untuk bahan baku industri tinggi 2. keberadaan mitra untuk mendukung pelestarian hutan 3. permintaan pasar terhadap hasil hutan bukan kayu (gondorukem, terpentin) tinggi 4. ekowisata sedang populer dan digemari oleh masyarakat perkotaan 5. Investor mulai melirik potensi SDH kabupaten Sumedang Total Ancaman/Threat 1. alih fungsi lahan 2. pencurian kayu Total
pencurian kayu
2.
T
Lampiran 6 perkalian matriks SWOT Strength (3.23) Opportunities (2.86) 9.25 Threat (2.71) 8.78
alih fungsi lahan
O permintaan terhadap hasil hutan kayu untuk bahan baku industri tinggi keberadaan mitra untuk mendukung pelestarian hutan permintaan pasar terhadap hasil hutan bukan kayu (gondorukem, terpentin) tinggi ekowisata sedang populer dan digemari oleh masyarakat perkotaan Investor mulai melirik potensi SDH kabupaten Sumedang
1.
5.
4.
3.
2.
1.
Penyerapan lapangan kerja sub sektor kehutanan tinggi industri meubel merupakan kompetensi inti industri di Kabupaten Sumedang lahan yang luas untuk hutan pinus
3. 4. 5.
Weakness (2.71) 7.77 7.37
b.Meningkatkan bantuan bibit dari program CSR perusahaan c.Perluasan informasi ekowisata melalui media cetak dan digital
Alternatif kebijakan WT
Meningkatkan peran LMDH dalam pengelolan hutan
Membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar hutan
a. Peningkatan sarana pendukung perlindungan hutan
b.
a.
Alternatif kebijakan ST
pelaksanaan konservasi belum optimal
pengelolaan kawasan ekowisata belum optimal ketersediaan Sumber Daya Hutan (SDH) belum mampu memenuhi kebutuhan bahan baku industri
c. Penguatan inovasi teknologi industri
Alternatif kebijakan WO
Pengembangan ekowisata
Rehabilitasi lahan kritis
Pengelolaan hutan bersama masyarakat
Penguatan industri
3.
1. 2.
W
a. Evaluasi dan perbaikan tata kelola ruang b. Meningkatkan peran Dishutbun sebagai Dinas pelaksana teknis kehutanan
d.
c.
b.
a.
terdapat potensi kawasan ekowisata Sumedang yang tinggi
2.
Alternatif kebijakan SO
Alokasi lahan kehutanan yang luas
1.
S
Lampiran 5 matriks SWOT sub sektor kehutanan kabupaten Sumedang
15
16 Lampiran 7 contoh perhitungan AHP Responden Andi Agustiana perbandingan antar tujuan kebijakan MPAD
MPM
MLK
MSDH
normalisasi
weights
products
rasio
MPAD
1
1
1
0.33
0.17
0.17
0.17
MPM
1
1
1
0.33
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.67
4
0.17
0.17
0.67
4
MLK
1
1
1
0.33
0.17
0.17
MSDH
3
3
3
1
0.50
0.50
0.17
0.17
0.17
0.67
4
0.50
0.50
0.50
2
4
t=4
CI=0
CI/Rin=0
weights
products
rasio
perbandingan alternatif kebijakan dalam meningkatkan PAD (MPAD) PI
PHBM
RLK
PE
normalisasi
PI
1
1
0.33
0.20
0.10
0.17
0.06
0.11
0.11
0.44
4.05
PHBM
1
1
1
0.33
0.10
0.17
0.19
0.18
0.16
0.65
4.11
RLK
3
1
1
0.33
0.30
0.17
0.19
0.18
0.21
0.87
4.17
PE
5
3
3
1
0.50
0.50
0.56
0.54
0.52
2.17
4.13
t=4.116
CI=0.039
CI/Rin=0.043
weights
products
Rasio
perbandingan alternatif kebijakan dalam meningkatkan pendapatan masarakat (MPM) PI
PHBM
RLK
PE
normalisasi
PI
1
0.33
0.33
0.33
0.10
0.10
0.06
0.13
0.10
0.40
4.11
PHBM
3
1
1
1
0.30
0.30
0.19
0.37
0.29
1.19
4.11
RLK
3
1
1
0.33
0.30
0.30
0.19
0.13
0.23
0.94
4.11
PE
3
1
3
1
0.30
0.30
0.56
0.37
0.38
1.65
4.29
t=4.154
CI=0.051
CI/Rin=0.057
weights
products
Rasio
perbandingan alternatif kebijakan dalam memperluas lapangan kerja (MLK) PI
PHBM
RLK
PE
normalisasi
PI
1
0.33
0.33
0.20
0.08
0.06
0.06
0.11
0.08
0.32
4.01
PHBM
3
1
1
0.33
0.25
0.19
0.19
0.18
0.20
0.81
4.04
RLK
3
1
1
0.33
0.25
0.19
0.19
0.18
0.20
0.81
4.04
PE
5
3
3
1
0.42
0.56
0.56
0.54
0.52
2.12
4.08
t=4.044
CI=0.015
CI/Rin=0.016
weights
products
Rasio
perbandingan alternatif kebijakan dalam melestsarikan SDH (MSDH) PI
PHBM
RLK
PE
PI
1
0.20
0.14
0.14
0.05
0.04
0.05
0.06
0.05
0.20
4.11
PHBM
5
1
1
0.33
0.25
0.19
0.32
0.13
0.22
0.92
4.10
RLK
7
1
1
1
0.35
0.19
0.32
0.40
0.32
1.29
4.07
PE
7
3
1
1
0.35
0.58
0.32
0.40
0.41
1.73
4.21
t=4.121
CI=0.04
CI/Rin=0.045
Matrix of scores
normalisasi
Overall scores
MPAD
MPM
MLK
MSDH
PI
0.11
0.10
0.08
0.05
0.07
RLK
0.16
0.29
0.20
0.22
0.22
PHBM
0.21
0.23
0.20
0.32
0.26
PE
0.53
0.38
0.52
0.41
0.44
17
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Indramayu pada tanggal 27 Mei 1992, sebagai anak pertama dari pasangan bapak Marno dan ibu Wastini. Penulis menempuh pendidikan formal di SDN Ciluluk 1 tahun 1998-2004, SMPN 2 Tanjungsari tahun 2004-2007, dan SMAN Tanjungsari tahun 2007-2010. Penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan program studi Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. Selama kuliah di IPB penulis aktif di kegiatan-kegiatan kemahasiswaan. Penulis menjadi pengurus Koperasi Mahasiswa IPB sebagai Kepala Departemen Usaha periode tahun 2012-2014, ketua Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) kabupaten Sumedang periode tahun 2012-2013, dan sebagai anggota di Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (Himasiltan). Penulis mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP) pada tahun 2013 dengan judul “Pengujian Kandungan Zat Antasida pada Batang Tanaman Hanjuang (Cordyline spp) Sebagai Obat Maag Berdasarkan Kearifan Lokal Masyarakat Sumedang”. Selain itu penulis menjadi juara 2 MTQ cabang tilawatil Qur’an IPB tahun 2011. Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Papandayan-Sancang Timur, kabupaten Garut, Jawa Barat pada tahun 2012. Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2013. Praktik Kerja Lapang (PKL) di PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills, Karawang. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Kontribusi Sub Sektor Kehutanan Terhadap Ekonomi Kabupaten Sumedang” yang dibimbing oleh Ir E. G. Togu Manurung, MS, Ph D.