KONTRIBUSI SEKTOR KEHUTANAN TERHADAP PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN LEBAK
DEVI SITA PRATIWI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
KONTRIBUSI SEKTOR KEHUTANAN TERHADAP PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN LEBAK
DEVI SITA PRATIWI E14050399
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN DEVI SITA PRATIWI. E14050399. Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Pendapatan Daerah Kabupaten Lebak. Dibimbing oleh IIN ICHWANDI. Sumberdaya hutan sebagai kekayaan alam yang dimiliki Indonesia berpotensi dalam menunjang kegiatan pembangunan nasional, yaitu berupa fungsi dan manfaat yang dihasilkan baik manfaat tangible (langsung/nyata) maupun manfaat intangible (tidak langsung/tidak nyata). Adanya pembangunan daerah sebagai integritas dari pembangunan nasional membutuhkan biaya yang besar (pertumbuhan ekonomi), sehingga perlu dilakukannya penggalian sumber-sumber potensial yang dimiliki masing-masing daerah, termasuk sektor kehutanan dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah. Kontribusi sektor kehutanan terhadap pendapatan daerah diharapkan dapat menjadikan sumberdaya hutan sebagai potensi daerah yang patut dihargai, dilestarikan, dan dibudidayakan secara efisien dan efektif, supaya manfaatnya dapat terus dirasakan. Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi yang diberikan oleh sektor kehutanan terhadap pendapatan daerah di Kabupaten Lebak. Adapun metode yang dilakukan yaitu dengan mengklasifikasi jenis-jenis penerimaan sebagai sumber pendapatan daerah yang terdiri dari PAD, Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pada sektor kehutanan, kontribusi yang diberikan akan masuk ke dalam PAD dan dana perimbangan. Dengan adanya klasifikasi tersebut akan diketahui jenis-jenis penerimaan dari sektor kehutanan yang berkontribusi terhadap pendapatan daerah Kabupaten Lebak. Kontribusi sektor kehutanan terhadap pendapatan daerah Kabupaten Lebak berasal dari empat jenis penerimaan, diantaranya Pajak Pengambilan Sarang Burung Walet, Retribusi Izin Pengusahaan Sarang Burung Walet, Retribusi Izin Tebang, dan Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH). Selama tahun 2004-2008, kontribusi sektor kehutanan terhadap pendapatan daerah Kabupaten Lebak masih tergolong kecil, yaitu rata-ratanya hanya mencapai 0,07% per tahun. Dari empat jenis penerimaan, hanya PSDH yang memberikan kontribusinya untuk dana perimbangan. Akan tetapi, PSDH merupakan sumber penerimaan dari sektor kehutanan yang paling besar yaitu mencapai 0,04%. Pelaksanaan desentralisasi di Kabupaten Lebak belum dapat berjalan dengan sepenuhnya sehingga masih membutuhkan bantuan dari Pemerintah Pusat. Hal ini ditunjukan dengan kecilnya PAD Kabupaten Lebak yang hanya berkontribusi 6,26% dari pendapatan daerah, sedangkan sebagian besar berasal dari dana perimbangan yang mencapai 88,71%. Dengan kecilnya PAD Kabupaten Lebak berdampak juga pada kecilnya PAD sektor kehutanan. Sehingga dapat dikatakan bahwa potensi yang dimiliki daerah, termasuk sumberdaya hutan Kabupaten Lebak belum digali secara optimal.
Kata Kunci: Kontribusi sektor kehutanan, PAD, dana perimbangan, pendapatan daerah
SUMMARY DEVI SITA PRATIWI. E14050399. Forest Contribution towards Regional Revenue in Lebak District. Supervised by IIN ICHWANDI. Forest as natural resource in Indonesia having its potential to support national development, from tangible or intangible benefit. Regional development as integrity of national development require high cost (economic development), so that each potential in a region need to be explored in order to increase regional revenue, including forestry sector. Forest contribution towards regional revenue is expected to ensure forest resources as a valuable potential, and has to be preserved and managed efficiently and effectively. This research intended to discover forest contribution towards regional revenue in Lebak District. Research method that used in this research was classifying incomes as regional revenue which consisted of PAD, Balanced Funds, and other legal incomes. In forestry sector, given contribution was categorized in PAD and balanced funds. The classification simplify the revenue category so that incomes from forestry sector in Lebak District can be pinpointed. Forestry sector contributed in four income sector, such as Swallow Net Collection Tax, Cutting Permit Levy, and Provision of Forest Resources (PSDH). Forest contribution in 2004-2008 was only 0,07% a year, which considered very insignificant. From four kind of income sector, Provision of Forest Resources is the largest porcentage, with 0,04% a year. Decentralization in Lebak District cannot proceed well so that still having dependencies to Central Government. This fact appeared from the amount of PAD which is only 6,26% from regional revenue, and mostly came from balanced fund amounting to 88,71%. The insignificant amount of PAD gives the fact that PAD of forestry sector is small. It concludes that regional potential in Lebak District, including forest resource potential have not optimally explored
Keywords: Forest Contribution, PAD, balanced funds, regional revenue
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Pendapatan Daerah Kabupaten Lebak adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2010
Devi Sita Pratiwi NRP E14050399
Judul
: Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Pendapatan Daerah Kabupaten Lebak
Nama
: Devi Sita Pratiwi
NIM
: E 14050399
Menyetujui Dosen Pembimbing
(Dr. Ir. Iin Ichwandi, MSc. F. Trop) NIP. 19641217 199002 1 001
Mengetahui Ketua Departemen Manajemen Hutan
(Dr. Ir. Didik Suharjito, MS) NIP : 19630401 199403 1 001
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat berhasil menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Pendapatan Daerah Kabupaten Lebak” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Secara khusus, tulisan ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tersayang Bapak dan Mamah, kedua adik dan kakak, serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil serta doa yang tulus kepada penulis selama menempuh pendidikan. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari semua pihak untuk menyempurnakan skripsi ini serta untuk meningkatkan kemampuan penulis dalam penulisan karya ilmiah di kemudian hari. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2010 Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Juli 1987 di Jakarta, sebagai anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Bapak Waryadi dan Ibu Umayah. Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1993 di Sekolah Dasar (SD) Negeri Tugu Utara 19 Jakarta dan lulus pada tahun 1999. Kemudian Penulis melanjutkan sekolah di Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 114 Jakarta dan lulus tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA) Negeri 52 Jakarta dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis mengikuti ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) yang pada akhirnya lulus dan diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB). Tingkat pertama di IPB, penulis menjalani tahap Tingkat Persiapan Bersama (TPB) selama setahun (2005/2006). Kemudian, di semester tiga (2006) penulis terdaftar sebagai mahasiswi Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Aktivitas penulis selama menjadi mahasiswi diantaranya: penulis aktif dalam kegiatan organisasi Himpunan Profesi (HIMPRO) Departemen Manajemen Hutan sebagai staf departemen kewirausahaan ‘FMSC’ (Forest Management Study Club) untuk masa jabatan 2006/2007. Kegiatan lainnya, penulis mengikuti kepanitian ‘Orientasi Departemen’ Manajemen Hutan (Temu Manajer) di tahun 2007. Adapun praktek yang pernah dilaksanakan oleh penulis diantaranya Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) jalur Kamojang-Sancang, Kabupaten Garut, Jawa Barat, tahun 2007. Kemudian pada tahun 2008, penulis mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pada tingkat empat (semester delapan), penulis juga melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) yang berlokasi di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, KPH Kedu Utara selama dua bulan (Maret-Mei 2009). Untuk memperoleh gelar Sarjana Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Pendapatan Daerah Kabupaten Lebak dibawah bimbingan Dr. Ir. Iin Ichwandi, MSc. F. Trop.
UCAPAN TERIMAKASIH Penyusunan skripsi oleh penulis dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Sehingga, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Iin Ichwandi, MSc. F. Trop selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan waktu dan pikiran serta memberikan nasehat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 2. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak, Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Lebak, Kepala Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata Daerah Kabupaten Lebak, Kepala BPS Kabupaten Lebak, Kepala Perhutani KPH Banten, Kepala Sekretariat Daerah Kabupaten Lebak, dan Kepala Kesbang Linmas Kabupaten Lebak atas izin yang diberikan dalam menunjang kelancaran kegiatan penelitian. 3. Seluruh staf Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak, terutama kepada Bapak Fahrudi Efendi, Bapak Yanrila Rully, dan Bapak Iwan Karmana atas segala bentuk bantuan yang diberikan dan kelancaran dalam memperoleh data dan informasi yang terkait dalam penelitian. 4. Seluruh staf pada instansi yang terkait perihal penelitian, terutama kepada Bapak Aad (Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Lebak); Ibu Sri (Dinas Pariwisata Olah Raga dan Budaya Daerah Kabupaten Lebak); Bapak Helmi (Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten Lebak); serta Bapak Edi, Bapak Asep dan Bapak Ocim (Perhutani KPH Banten). 5. Seluruh penghuni SQ, terutama Indut, Linut, Asep, Unajh, Siti, Puty, serta Mumpun yang tak akan terlupakan bagi penulis karena telah menjadi temanteman terbaik selama di Bogor (IPB). 6. Dua sahabat penulis yaitu Tri Handayani (Jentring) dan Hayatun Alaika Dewi (Ikey) yang sangat berjasa terutama dalam memberikan spirit dan motivasi bagi penulis. Begitu juga untuk Alfian Nugroho (Gareng) yang telah menjadi teman seperjuangan skripsi.
7. Teman-teman tercinta di Manajemen Hutan 42 (Irme, Epot, Eno, Tantri dan seluruh keluarga besar MNH 42) atas kebersamaan dan keceriaannya. 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
Bogor, Agustus 2010 Penulis
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .........................................................................................i UCAPAN TERIMAKASIH ................................................................................ii DAFTAR ISI........................................................................................................iii DAFTAR TABEL................................................................................................v DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................vii DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................viii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................................1 1.2 Perumusan Masalah.................................................................................3 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................3 1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan dan Karakteristik Hutan ...............................................................5 2.2 Peran Hutan dalam Pembangunan Nasional...........................................6 2.3 Pengurusan Hutan dan Otonomi Daerah ................................................7 2.4 Peraturan Daerah.....................................................................................9 2.5 Anggaran dan Pendapatan Daerah..........................................................10 2.5.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) ...................................................11 2.5.2 Dana Perimbangan.......................................................................12 2.5.3 Pendapatan Daerah Lainnya yang Sah.........................................13 2.6 Kebijakan Sumber Pendapatan Daerah...................................................13 2.7 Penerimaan Sektor Kehutanan................................................................14 2.7.1 Iuran Hak Pengusahaah Hutan (IHPH) ........................................14 2.7.2 Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) ...........................................15 2.7.3 Dana Reboisasi .............................................................................15 III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................16 3.2 Jenis dan Sumber Data............................................................................16 3.3 Metode Pengolahan Data ........................................................................18 3.3.1 Pendapatan Daerah Kabupaten Lebak dari Sektor Kehutanan .................................................................18 3.3.2 PAD Kabupaten Lebak dari Sektor Kehutanan ...........................18 3.3.3 Dana Perimbangan Kabupaten Lebak dari Sektor Kehutanan .................................................................19 3.3.4 Kontribusi Sektor Kehutanan.......................................................19 a. Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap PAD .........................19 b. Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Pendapatan Daerah ................................................................19 3.3.5 Analisis Isi (Content Analysis) ....................................................20
iv
IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Luas dan Letak Geografis Wilayah .........................................................21 4.3 Topografi .................................................................................................21 4.4 Suhu dan Udara........................................................................................22 4.5 Kondisi Tanah..........................................................................................22 4.6 Tata Guna Lahan......................................................................................22 4.7 Kependudukan .........................................................................................23 4.8 Perekonomian ..........................................................................................24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Potensi Sumberdaya Hutan di Kabupaten Lebak ....................................26 5.1.1 Kawasan Hutan di Kabupaten Lebak............................................26 a. Hutan Produksi .......................................................................26 b. Hutan Konservasi....................................................................28 c. Hutan Lindung ........................................................................29 5.1.2 Hutan Rakyat di Kabupaten Lebak ...............................................29 5.1.3 Potensi Sumberdaya Hutan Non Kayu di Kabupaten Lebak ........31 a. Bambu .....................................................................................31 b. Sarang Burung Walet..............................................................31 c. Hutan Wisata...........................................................................32 d. Sumberdaya Air ......................................................................33 5.1.4 Industri Kehutanan........................................................................34 5.1.5 Program Kehutanan ......................................................................35 5.2 Sumberdaya Manusia..............................................................................37 5.3 Pendapatan Daerah Kabupaten Lebak ....................................................38 5.3.1 Sumber-Sumber Pendapatan Daerah dan Jenisnya di Kabupaten Lebak .....................................................................39 5.3.2 Pendapatan Sektor Kehutanan di Kabupaten Lebak....................41 a. Pajak Pengambilan Sarang Burung Walet ..............................41 b. Retribusi Izin Pengusahaan Sarang Burung Walet .................43 c. Retribusi Izin Tebang Hutan Rakyat.......................................44 d. Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) .......................................46 5.3.3 Kontribusi Sektor Kehutanan Kabupaten Lebak .........................47 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ................................................................................................50 6.2 Saran ..........................................................................................................50 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Luas kawasan hutan di Provinsi Banten .......................................................2 2. Peraturan perundang-undangan tentang kehutanan dan otonomi Daerah.............................................................................................16 3. Jenis data yang dibutuhkan beserta instansi penyedia data ..........................17 4. Kecamatan dan batas wilayah Kabupaten Lebak..........................................21 5. Penggunaan lahan di Kabupaten Lebak........................................................23 6. Jumlah penduduk Kabupaten Lebak menurut jenis kelamin dan sex ratio tahun 2004-2008 .................................................................................23 7. PDRB berbagai sektor di Kabupaten Lebak .................................................24 8. Luas hutan berdasarkan kelas perusahaan di Kabupaten Lebak ...................27 9. Produksi kayu bulat di Kabupaten Lebak tahun 2004-2008.........................27 10. Persentase produksi kayu bulat di Kabupaten Lebak terhadap kayu bulat di Provinsi Banten tahun 2004-2008 ...................................................28 11. Potensi hutan rakyat di Kabupaten Lebak ....................................................29 12. Rata-rata produksi kayu hutan rakyat per tahun di Kabupaten Lebak..........30 13. Potensi bambu di Kabupaten Lebak .............................................................31 14. Potensi kepemilikan bangunan sarang burung walet di Kabupaten Lebak...32 15. Jumlah pengunjung hutan wisata di Kabupaten Lebak ................................33 16. Potensi kepemilikan chainsaw dan sawmill di Kabupaten Lebak ................35 17. Program kehutanan tahun 2009-2014 di Kabupaten Lebak..........................36 18. Sumber dan jenis pendapatan daerah di Kabupaten Lebak ..........................39 19. Komposisi pendapatan daerah Kabupaten Lebak tahun 2004-2008.............40 20. Besarnya pajak pengambilan sarang burung walet dan kontribusinya terhadap PAD dan pendapatan daerah Kabupaten Lebak.............................42 21. Besarnya retribusi izin pengusahaan sarang burung walet dan kontribusinya terhadap PAD dan pendapatan daerah Kabupaten Lebak.............................44 22. Besarnya retribusi izin tebang kayu dan kontribusinya terhadap PAD dan pendapatan daerah Kabupaten Lebak.............................45 23. Besarnya tarif retribusi berdasarkan jenis kayu ............................................46
vi
24. Besarnya PSDH dan kontribusinya terhadap dana perimbangan dan pendapatan daerah Kabupaten Lebak ...........................................................46 25. Realisasi PSDH dari hutan produksi Kabupaten Lebak ...............................47 26. Kontribusi sektor kehutanan terhadap pendapatan daerah di Kabupaten Lebak tahun 2004-2008 (Rpx1.000.000)....................................48
vii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Luas hutan di Kabupaten Lebak berdasarkan fungsinya ..............................26 2. Struktur kepegawaian Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak ..........................................................................................38
viii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Peraturan Perundang-undangan ...................................................................55 2. Struktur kelas hutan di KPH Banten wilayah Kabupaten Lebak..................60 3. Potensi mata air di Kabupaten Lebak ..........................................................61 4. Potensi situ di Kabupaten Lebak..................................................................62 5. Produksi hasil hutan bambu di Kabupaten Lebak .......................................63 6. Poduktivitas dan pemasaran kayu bulat dan kayu olahan hutan rakyat di Kabupaten Lebak..........................................................................................64 7. Jenis-jenis sumber penerimaan PAD Kabupaten Lebak.............................65 8. Jenis-jenis sumber penerimaan bagi dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah .........................................................................67 9. Rincian pendapatan Kabupaten Lebak tahun anggaran 2004-2008.............68 10. Kepemilikan chainsaw dan sawmill di Kabupaten Lebak ...........................69 11. Potensi sarang burung walet di Kabupaten Lebak.......................................70 12. Dasar pengenaan tarif bangunan sarang burung walet Kabupaten Lebak ...71 13. Peta wilayah Kabupaten Lebak....................................................................72
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi sumberdaya
hutan yang cukup besar dan tersebar di seluruh dataran tanah air pada masingmasing daerah. Dataran yang ditutupi oleh hutan memiliki nilai ekonomi sebagai dasar pembangunan nasional. Dilihat dari berbagai fungsi dan manfaat yang dihasilkan oleh hutan baik manfaat tangible (langsung/nyata) maupun manfaat intangible (tidak langsung/tidak nyata), hutan dapat dimasukan kedalam sektor penting bagi pembangunan nasional. Manfaat tangible antara lain kayu, hasil hutan ikutan dan lain-lain. Sedangkan manfaat intangible antara lain pengaturan tata air, rekreasi, pendidikan, kenyamanan lingkungan dan lain-lain (Affandi dan Patana 2004). Adanya pembangunan daerah sebagai landasan dari pembangunan nasional turut memberikan dampak terhadap pola pembangunan sektor kehutanan. Hal ini dikarenakan dalam era otonomi daerah, masing-masing daerah dituntut untuk dapat mengoptimalkan sumberdaya alam yang dimiliki supaya sumber-sumber penerimaan daerah dapat digali guna meningkatkan pembangunan daerah. Karena, dalam pelaksanaan pembangunan daerah membutuhkan biaya yang besar sehingga pembangunan ekonomi mutlak diperlukan. Pembangunan ekonomi ini didukung dengan kekayaan sumberdaya hutan, dimana luas hutan di Indonesia mencapai 138 juta ha (www.mediaindonesia.com). Hutan tersebut menyebar hampir di seluruh Provinsi di Indonesia, salah satunya Provinsi Banten dengan luas hutan 208.149,26 ha. Lebak merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Banten yang memiliki wilayah terluas diantara kabupaten-kabupaten lainnya, yaitu 304.472 ha (BPS Kabupaten Lebak 2008). Kabupaten Lebak juga memiliki luas hutan terbesar (38,34%) setelah kabupaten Pandegelang (55,78%). Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten tahun 2009, luas kawasan hutan di
2
Kabupaten Lebak mencapai 79.814,32 ha yang terdiri dari hutan lindung, hutan produksi dan hutan konservasi. Tabel 1 Luas kawasan hutan di Provinsi Banten Luas Hutan
Kabupaten
Kota Jumlah Cilegon ha 9.299,17 116.111,62 79.802,31 1.591,85 1.414,31 208.149,26 % 4,43 55,78 38,34 0,76 0,68 100,00 Sumber: Data dan informasi kehutanan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten (2009) Serang
Pandeglang
Lebak
Tanggerang
Luas hutan di Kabupaten Lebak mencapai 38,34% dari total luas hutan di Provinsi Banten. Dilihat dari potensi hutan yang dimiliki serta manfaat hutan sebagai salah satu sumberdaya alam yang sangat potensial dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah, hutan dapat menjadi sektor penting dalam pembangunan perekonomian daerah. Potensi yang dimiliki dalam menopang pembangunan daerah turut dipengaruhi oleh ketahanan fisik wilayah/kestabilan wilayah. Kenyataan yang terjadi bahwa telah banyak lahan kritis yang disebabkan oleh beberapa faktor baik dari faktor alam maupun manusia. Illegal logging dan banyaknya HGU (Hak Guna Usaha) yang terlantar merupakan faktor utama terjadinya lahan kritis. Perubahan kondisi luas hutan dan lahan kritis di Kabupaten Lebak terjadi hampir di setiap tahunnya, dimana sekarang ini lahan kritis di Kabupaten Lebak mencapai 35.002 ha (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak 2008). Berbagai tindakan melalui program-program kehutanan yang telah maupun yang akan dilaksanakan adalah bentuk kepedulian Pemerintah Daerah terhadap kondisi hutan. Apabila dikaitkan dengan pembangunan daerah, maka hutan memberikan peran yang cukup besar, sehingga sudah seharusnya hutan dijaga dan dilestarikan. Peran hutan dalam memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah Kabupaten Lebak yaitu berasal dari potensi sumberdaya hutan yang dimiliki. Dengan kegiatan memanfaatkan sumberdaya hutan secara optimal, sumbersumber potensi dari sektor kehutanan dapat dijadikan sebagai sumber penerimaan daerah, dimana PAD Kabupaten Lebak dapat ditingkatkan. Peningkatan PAD sangat penting karena selama ini kendala utama yang dihadapi Pemerintah Daerah
3
dalam melaksanakan desentralisasi daerah adalah minimnya pendapatan yang bersumber dari PAD. Untuk mengetahui kontribusi hutan yang dimiliki Kabupaten Lebak, perlu dilakukan penelitian dalam rangka mengetahui potensi sektor kehutanan yang ada. 1.2
Perumusan Masalah Pembangunan daerah merupakan suatu bentuk implikasi dari era otonomi
daerah, dimana telah terjadi pelimpahan kewenangan pada sektor keuangan untuk membiayai penyelenggaraan urusan rumah tangga (otonomi) pada Pemerintah Daerah tersebut. Pemerintah Daerah dituntut untuk dapat menggali sumbersumber yang potensial bagi keuangan daerahnya. Oleh karena itu keuangan daerah merupakan hal yang mutlak diperlukan demi tercapainya pembangunan ekonomi, sebagai indikator dari pembangunan daerah. Perbedaan karakteristik yang dimiliki oleh setiap daerah seperti kekayaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, pranata sosial dan unsur-unsur lainnya, akan memberikan pengaruh terhadap perbedaan pendapatan pada masing-masing daerah.
Sedangkan
sebelumnya
telah
dijelaskan
bahwa
sumber-sumber
pendapatan daerah dapat berasal dari beberapa sektor, salah satunya sektor kehutanan. Oleh karena itu, perbedaan potensi yang dimiliki oleh suatu daerah, termasuk sektor kehutanannya, akan mempengaruhi besarnya pendapatan daerah yang satu dengan daerah yang lain. Undang-Undang No. 34 tahun 2004 menyatakan bahwa pendapatan daerah terdiri dari PAD, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Sedangkan sektor kehutananan memberikan kontribusinya dalam bentuk PAD dan dana perimbangan. Besarnya kontribusi sektor kehutanan dapat dilihat dari manfaat sumberdaya hutan yang memiliki nilai ekonomi untuk dijadikan sumber pendapatan suatu daerah. Untuk itu perlu digali sumber-sumber pendapatan yang berasal dari sektor kehutanan. 1.3
Tujuan Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan berdasarkan beberapa tujuan yang
ingin dicapai, antara lain sebagai berikut:
4
1. Mengetahui besarnya pendapatan daerah Kabupaten Lebak.. 2. Mengetahui jenis-jenis pendapatan daerah Kabupaten Lebak yang berasal dari sektor kehutanan; 3. Mengetahui kontribusi sektor Kehutanan terhadap pendapatan daerah; 1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi
yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan bagi Dinas Kehutanan dan Pekebunan Kabupaten Lebak yang terkait dengan program kehutanan, serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lebak yang dapat dikaitkan dengan perencanaan pembangunan kawasan hutan di Kabupaten Lebak.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan dan Karakteristik Hutan Hutan merupakan suatu ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (UU No. 41 tahun 1999 pasal 1 dan 2). Berdasarkan status kepemilikan, hutan dibagi menjadi dua, yaitu hutan negara dan hutan hak. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah (pasal1 ayat 4), sedangkan hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah (pasal 1 ayat 5). Yang termasuk kedalam hutan hak adalah hutan rakyat. Hutan Rakyat adalah hutan yang tumbuh atau dikembangkan pada lahan milik rakyat, hak adat dan hak ulayat atau lahan-lahan lainnya yang berada di luar kawasan hutan (Perda Kabupaten Lebak Nomor 12 tahun 2002). Menurut UU No. 41 tahun 1999 bahwa Hutan menurut fungsinya dapat dibedakan menjadi: a. Hutan lindung; adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. b. Hutan produksi; adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. c. Hutan konservasi; adalah kawasan hutan dengan ciri-ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kartodihardjo (2002) memandang bahwa hutan sebagai penghimpun dayadaya alam (stock resource), dimana terdapat hubungan secara alami antar wujud sumberdaya alam di dalam hutan. Selain itu hutan memiliki sifat biaya eksklusif tinggi (high exclusion cost), yaitu dalam hal ini adalah manfaat hutan yang
6
dikelola oleh pihak tertentu di lokasi tertentu, terutama fungsi lingkungannya, dapat berjalan ke luar lokasi dan dimanfaatkan di luar lokasi hutan tersebut. 2.2 Peran Hutan dalam Pembangunan Nasional Hutan mempunyai banyak manfaat (multiple use) yang merupakan karakteristik sumberdaya alam yang berbeda dengan sumberdaya alam lainnya. Sebab selain sebagai produksi kayu, juga mempunyai berbagai fungsi penting lainnya (Suparmoko 1989). Hutan beserta hasilnya merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan
untuk
memenuhi
kebutuhan
manusia.
Berdasarkan
bentuk/wujudnya, manfaat hutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu: manfaat tangible (langsung/nyata) dan manfaat intangible (tidak langsung/tidak nyata). Manfaat tangible antara lain: kayu, hasil hutan ikutan dan lain-lain. Sedangkan manfaat intangible antara lain: pengaturan tata air, rekreasi, pendidikan, kenyamanan
lingkungan
dan
lain-lain.
Berdasarkan
kemampuan
untuk
dipasarkan, manfaat hutan juga dapat dibedakan menjadi dua yaitu : manfaat marketable dan manfaat non-marketable. Manfaat hutan non-marketable adalah barang dan jasa hasil hutan yang belum dikenal nilainya atau belum ada pasarnya seperti beberapa jenis kayu lokal, kayu energi, binatang dan seluruh manfaat intangible (Bergen dan Lowenstein (1991) dalam Affandi dan Patana (2004)). Gardner dan Engelman (1999) dalam Suhendang menjelaskan bahwa hutan menghasilkan berbagai barang yang berbasis kayu seperti kayu, bahan bakar dari kayu dan bubur kayu untuk kertas serta kemasan, sama halnya juga dapat menghasilkan obat-obatan, makanan, rempah-rempah, getah-getahan, berbagai jenis resin atau damar dan minyak-minyakan. Sekali pohon dalam hutan ditebang, maka lahan berhutan tersebut dapat dipergunakan untuk berbagai tanaman pertanian, peternakan dan pemukiman manusia. Dari penjelasan terlihat pentingnya hutan dalam memberikan berbagai manfaat dan fungsi. Dengan pengelolaan yang seefisien mungkin, akan turut memberikan manfaat yang optimal, serta dapat turut memberikan masukan/kontribusi terhadap kemajuan daerah melalui icon product yang dihasilkan hutan.
7
Suhendang (2002) menyatakan bahwa peran hutan antara lain: a. Menyediakan lahan untuk bercocok tanam atau berbagai usaha lain bagi masyarakat disekitar hutan tanpa harus merubah fungsi utama hutannya. b. Menyediakan berbagai hasil hutan bukan kayu untuk bahan baku industri dan keperluan masyarakat setempat. Hasil ini dapat diperoleh dari hutan tanaman maupun hutan alam dengan tujuan menghasilkan hasil hutan bukan kayu. c. Menyediakan hasil hutan berupa kayu untuk bahan baku industri dan keperluan masyarakat lainnya. Hasil ini terutama diharapkan dari hutan tanaman yang diusahakan secara lestari. d. Menyediakan berbagai manfaat selain kayu berupa hasil hutan bukan kayu, lahan untuk kegiatan budidaya tanam-tanaman yang memiliki nilai ekonomis tinggi (jamur, tumbuhan obat-obatan dan lain-lain) tanpa merusak tegakan hutannya, jasa keindahan untuk obyek turisme, jasa untuk menghasilkan air segar yang bersih dan kaya mineral, serta jasa untuk menyerap dan menyimpan karbon. Keseluruhan kegiatan ini seharusnya dilakukan dalam bentuk kegiatan bisnis (usaha) dengan pola kegiatan yang cocok. Peran ini dapat diperoleh dari hutan lindung dan hutan konservasi. e. Berbagai upaya konservasi dalam rangka memelihara dan meningkatkan nilai ekologis, sosial-budaya dan ilmu pengetahuan sebagai bentuk kontribusi hutan Indonesia terhadap pemeliharaan kualitas lingkungan dunia. 2.3 Pengurusan Hutan dan Otonomi Daerah Dalam era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuannya antara lain untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan mendorong timbulnya inovasi (Sutedi 2009). Oleh karena itu, daerah menggali seefisien mungkin terhadap sumber-sumber potensial bagi keuangan daerah, yaitu berupa kekayaan alam yang dimiliki, salah satunya adalah sumberdaya hutan.
8
Sektor kehutanan merupakan salah satu akses dalam membangun daerah, yaitu dengan kontribusinya terhadap pendapatan daerah. Akan tetapi terdapat berbagai masalah, dimana perlu adanya penanganan lebih lanjut dalam upaya menjaga hutan. Permasalahan yang dihadapi sektor kehutanan saat ini adalah kondisi hutan yang mengalami degradasi cukup tajam. Kondisi ini mengakibatkan hutan tidak mampu lagi menjadi penyanggah bagi kelestarian alam. Berbagai bencana alam yang terjadi menunjukkan keseimbangan dan kelestarian alam yang semakin terganggu (APKASI 2006). Pengelolaan hutan yang bersifat sentralistik selama ini telah membawa dampak yang sangat merugikan bagi kelestarian alam dan lingkungan serta sistem sosial di tengah masyarakat daerah. Sejalan dengan otonomi daerah yang telah mulai dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan saat ini maka diperlukan
juga
adanya
desentralisasi
pengelolaan
kehutanan.
Dengan
desentralisasi kehutanan dapat ditingkatkan pemanfaatan sumberdaya alam hutan secara optimal. Hal ini dapat dilakukan karena melibatkan secara langsung unsur daerah (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) dalam perencanaan dan pengelolaan hutan. Karena pada umumnya, Pemerintah Daerah dan masyarakat lebih mengetahui dan memahami karakterisktik sumberdaya alam yang dimiliki daerahnya. Keterlibatan dan keikutsertaan daerah dalam pengelolaan hutan dalam kerangka desentralisasi kehutanan diharapkan dapat meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan. Karena Pemerintah Daerah bertanggung jawab kepada masyarakat melalui institusi perwakilan rakyat, maka setiap kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Daerah dalam pengelolaan hutan akan diawasi oleh masyarakat. Sehingga kemungkinan adanya kebijakan pengelolaan hutan yang mengganggu kelestarian dan keseimbangan alam dapat dihindari. Untuk dapat mewujudkan desentralisasi pengelolaan kehutanan dengan pelaksanaan otonomi daerah maka perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap kebijakan dan regulasi tentang kehutanan yang ada selama ini. Berlakunya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, dimana Kabupaten/Kota diberikan wewenang untuk mengurusi dirinya sendiri dengan memanfaatkan segala sumberdaya yang
9
dimiliki. Dengan demikian sektor-sektor yang memberikan peran besar dalam rangka mensukseskan pembangunan daerah harus didukung untuk terus berusaha mengambil
peran yang lebih besar sehingga Pemerintah Daerah mampu
menjalankan pembangunan tanpa harus bergantung pada pemerintah pusat, walaupun beberapa hal masih menjadi kewenangan pusat. Adapun sektor yang dapat memberikan peran besar dalam membangun daerah adalah sektor kehutanan. Menurut salah satu hasil penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa hutan merupakan potensi alam yang termasuk kategori sumber kekayaan alam yang tidak dapat diperbaharui (non-reneweable resources). Hal ini terlihat dari kecenderungan atau trend yang menurun dari tahun ke tahun. Untuk itulah diperlukan kebijakan yang terencana untuk dapat mewujudkan pembangunan sektor kehutanan yang berkelanjutan (sustainable forest development), sehingga masih dapat terus diandalkan sebagai sumber penghasilan bagi keuangan daerah. Keberadaan wewenang di daerah hendaknya dapat dimanfaatkan secara optimal bagi pembangunan di daerah, dengan asumsi bahwa Pemerintah Daerah lebih mengetahui kondisi riil yang ada di daerahnya (Anonim 2009) . Salah satu ukuran kuantitatif untuk melihat perkembangan ekonomi suatu daerah yaitu struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (yang selanjutnya disingkat APBD), yang kemudian ditekankan kepada pos pendapatan yang salah satunya berupa Dana Perimbangan, berupa Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak; Dana Alokasi Umum (yang selanjutnya disingkat DAU) dan Dana Alokasi Khusus (yang selanjutnya disingkat DAK). 2.4 Peraturan Daerah Peraturah Daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masingmasing daerah yang tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan daerah ini berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah (UU No. 32 tahun 2004).
10
Masing-masing sektor memiliki peraturan daerah setempat dalam mengelola dan memanfaatkan hasil tiap-tiap sektornya secara optimal dengan tetap memperhatikan kelestariannya (Riswati 2009). Pada Perda Kabupaten Lebak Nomor 8 tahun 2001 pasal 15 menyatakan bahwa bidang perekonomian dan pembangunan dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Badan serta mempunyai tugas dan melakukan pemeriksaan terhadap kegiatan-kegiatan di bidang pertanian, kelautan, perikanan, kehutanan, perkebunan, industri, perdagangan, penanaman modal, perhubungan, pariwisata, pemukiman dan prasarana wilayah, pertambangan, energi dan lingkungan hidup serta tugas-tugas pembantuan yang telah menjadi tanggung jawab Bupati. 2.5 Anggaran dan Pendapatan Daerah Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 menyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban APBD. Pelaksanaan keuangan daerah diarahkan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menopang kegiatan ekonomi masyarakat serta meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan sebagaimana arah tujuan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Lebak. Pendapatan daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. Sumber pendapatan daerah terdiri dari: a.
Pendapatan Asli Daerah (PAD);
b.
Dana Perimbangan; dan
c.
Lain-lain pendapatan daerah yang sah. APBD merupakan suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan
berdasarkan peraturan. Selain itu, APBD merupakan salah satu alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Keterkaitan keuangan daerah yang melekat dengan APBD merupakan pernyataan bahwa adanya hubungan antara dana daerah dan dana pusat atau dikenal dengan istilah
11
perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dana tersebut terdiri dari Dana Dekonsentrasi (PP No. 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan) dan Dana Desentralisasi. Dana dekonsentrasi berupa dana bagi hasil, DAU dan DAK, sedangkan yang dana desentralisasi adalah dana yang bersumber dari PAD (RJMPD Kabupaten Lebak tahun 2009-2014). 2.5.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh suatu daerah yang berasal dari sumber-sumber kekayaan di dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan Peraturan perundangundangan yang berlaku. Adapun sumber PAD adalah sebagai berikut : a.
Pajak Daerah;
b.
Retribusi Daerah;
c.
Bagian Laba Usaha Milik Daerah; dan
d.
Lain-lain dari PAD yang sah meliputi pendapatan dari penjualan kendaraan bermotor, pendapatan aset dari penjualan aset yang berlebih, pendapatan hasil penjualan barang milik daerah; pendapatan dari jasa giro dan lain-lain. Pajak daerah merupakan suatu bentuk iuran wajib yang dibebankan kepada
perorangan dan atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah (UU No. 34 tahun 2000). Pajak daerah dapat berupa Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan dan Pengolahan bahan galian Gol C, Pajak Sarang Burung Walet dan lain-lain. Sedangkan Retribusi Daerah merupakan pungutan yang dilakukan sebagai pembayaran atas jasa untuk kepentingan pribadi. Berdasarkan UU No. 34 tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No. 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta PP No. 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, maka jenis retribusi daerah yang dapat dimanfaatkan dan dikelola oleh Pemerintah Daerah
12
antara lain Retribusi Pelayanan Persampahan/kebersihan, Parkir di tepi jalan umum; Pelayanan Pasar, Tempat Penginapan/Pesanggrahan Villa dan lain-lain. 2.5.2 Dana Perimbangan Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri atas: (1) Dana Bagi Hasil, yang bersumber dari pajak dan sumberdaya alam. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas: a)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
b)
Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTP),
c)
Pajak Penghasilan (PPh). Dana Bagi Hasil Kabupaten Lebak yang bersumber dari sumberdaya alam berasal dari pertambangan minyak dan gas alam.
(2) Dana Alokasi Umum (DAU), yang dialokasikan berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan dalam negeri netto yang ditetapkan dalam APBN; (3) Dana Alokasi Khusus (DAK), yang dialokasikan dari APBN kepada daerah dalam rangka pendanaan pelaksanaan desentralisasi, untuk: a)
Mendanai kegiatan khsusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional;
b)
Mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah. Dana Perimbangan ini adalah kelompok sumber pembiayaan pelaksanaan
desentralisasi yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, dimana tujuan masing-masing jenis penerimaan tersebut saling mengisi dan melengkapi (Suparmoko 2002). PP No. 104 tahun 2000 pasal 8 menyatakan bahwa penerimaan daerah dari sumberdaya alam sektor kehutanan, sektor pertambangan umum dan sektor perikanan, dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk Pemerintah Daerah. Penerimaan Negara dari sumberdaya alam sektor kehutanan terdiri dari penerimaan iuran hak pengusahaan hutan dan penerimaan provisi sumberdaya hutan. Bagian daerah sendiri mendapatkan penerimaan iuran hak
13
setelah dibagi dengan perincian 16% untuk Daerah Provinsi yang bersangkutan dan 64% untuk Daerah Kabupaten atau kota penghasil. Bagian daerah dari penerimaan negara Provisi Sumberdaya Hutan dibagi sengan 16% untuk Daerah Provinsi yang bersangkutan dan 32% untuk daerah Kabupaten/Kota penghasil dan juga 32% lagi untuk Daerah Kabupaten/Kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. 2.5.3 Pendapatan Daerah Lainya yang Sah Lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana perimbangan yang meliputi hibah dana darurat dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan Pemerintah. 2.6 Kebijakan Sumber Pendapatan Daerah Menurut susunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabaupaten Lebak tahun 2009-2014 menyatakan bahwa peranan pemerintah pusat cukup besar dalam realisasi penerimaan Kabupaten Lebak, yaitu dalam bentuk dana perimbangan (DAU dan DAK). Untuk mengurangi ketergantungan pada pengalihan keuangan dari pemerintah, Kabupaten Lebak menelusuri upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas finansialnya dengan mengembangkan basis pajak, meningkatkan pengumpulan pajak dan retribusi. Lapangan usaha yang memberikan sumbangan cukup signifikan terhadap pendapatan daerah di Kabupaten Lebak yaitu: (1) pertanian dan kehutanan, (2) perdagangan, hotel dan restoran dan (3) industri pengolahan, yang didukung oleh sektor-sektor lainnya seperti pertambangan dan galian, listrik, gas dan air bersih, bangunan, angkutan dan komunikasi, keuangan persewaan dan jasa-jasa. Kesembilan lapangan usaha tersebut menjadi target PAD dalam bentuk pajak dan retribusi daerah (BPS Kabupaten Lebak 2008). Pemberian pungutan retribusi terhadap pengusahaan hutan rakyat dan hutan milik merupakan salah satu faktor dalam menaikan PAD. SK Menteri Kehutanan tahun 1999 memberikan kewenangan kepada Kepala Daerah untuk mengeluarkan ijin pengusahaan kayu skala kecil, yaitu mengatur tentang pemberian izin
14
pemungutan hasil hutan kayu pada hutan milik, hutan rakyat dan hutan adat (Samsu dkk 2005). Samsu (2005) melanjutkan bahwa peraturan daerah dalam mengatur penarikan retribusi menunjukkan prioritas pertimbangan aspek ekonomi yang lebih diutamakan. Kebijakan yang dikeluarkan daerah kabupaten ditujukan dalam meningkatkan peluang masyarakat mendapat manfaat dari sumberdaya hutan, disamping tujuan pokoknya dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). 2.7 Penerimaan Sektor Kehutanan Pertumbuhan ekonomi daerah dapat ditunjang dalam bentuk peranan sumberdaya hutan yang dapat dijadikan sebagai modal pembangunan, dimana pemberian konsesi hutan kepada pihak swasta atau BUMN untuk dikelola, dikenakan penarikan pungutan (Rente Ekonomi) yang kemudian pungutan tersebut dialokasikan ke pos-pos pendapatan pemerintah tertentu berdasarkan ketentuan yang ada. Adapun jenis pungutan yang dilakukan berupa Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH), Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) (PP No 104 tahun 2000). Akan tetapi, menurut UU No. 41 Tahun 1999 terdapat dua jenis pungutan lainnya seperti Dana Jaminan Kinerja dan Dana Investasi Pelestarian Hutan. Dana jaminan kinerja adalah dana milik pemegang izin usaha pemanfaatan hutan sebagai jaminan atas pelaksanaan izin usahanya, yang dapat dicairkan kembali oleh pemegang izin apabila kegiatan usahanya dinilai memenuhi ketentuan usaha pemanfaatan hutan secara lestari. Sedangkan Dana investasi pelestarian hutan adalah dana yang diarahkan untuk membiayai segala jenis kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka menjamin kelestarian hutan, antara lain biaya konservasi, biaya perlindungan hutan, dan biaya penanganan kebakaran hutan. 2.7.1 Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) Iuran hak pengusahaan hutan (IHPH) atau yang disebut Licence fee adalah iuran yang harus dibayar oleh pemegang hak pengusahaan hutan. Iuran ini merupakan pungutan yang dikenakan hanya sekali, dimana pungutan ini merupakan salah satu syarat pokok dikeluarkannya keputusan perizinan/konsensi
15
untuk melakukan kegiatan pada areal yang ditunjuk. Maksud dan tujuan pungutan ini yaitu untuk meningkatkan pendapataan negara serta untuk biaya pembangunan nasional maupun pembangunan di bidang hutan dan kehutanan (Pawitno 2003). 2.7.2 Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) Provisi sumberdaya hutan pada dasarnya sama dengan iuran hasil hutan (IHH), yaitu iuran yang dikenakan pada hasil hutan yang dikeluarkan dari dalam hutan yang merupakan pengganti dari sebagian nilai intrinsik hasil hutan negara (Pawitno 2003). Tarif PSDH ditetapkan oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan setelah mendapat pertimbangan Menteri Keuangan. Tarif PSDH diatur dalam PP No. 74 tahun 1999, yaitu untuk semua jenis kayu bulat sebesar 10% per m3. Sedangkan dasar perhitungan dan besarnya PSDH ditetapkan oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan berdasarkan harga pasar dan biaya produksi.
2.7.3 Dana Reboisasi Dana Reboisasi adalah dana untuk reboisasi dan rehabilitasi hutan serta kegiatan pendukungnya yang dipungut dari pemegang izin pemanfaatan hasil hutan dari hutan alam yang berupa kayu (Permenhut No. 18 tahun 2007). Adapun pengenaan besarnya dana reboisasi ini dihitung sebagai berikut: tarif dikalikan volume hasil hutan kayu dari LHP. Tarif Dana Reboisasi diatur dalam PP No. 92 tahun 1999, yaitu sebagai berikut: - Wilayah Kalimantan dan Maluku: a) Kelompok Meranti sebesar US$16/m3, b) Kelompok Rimba Campur sebesar US$13/m3. - Wilayah Sumatera dan Sulawesi: a) Kelompok Meranti sebesar US$14/m3, b) Kelompok Rimba Campur sebesar US$12/m3. - Wilayah Irian Jaya dan Nusa Tenggara: a) Kelompok Meranti sebesar US$13/m3, b) Kelompok Rimba Campur sebesar US$10,5/m3. - Seluruh Wilayah Indonesia: a) Ebony US$20/ton, b) Jati Alam US$16/m3, c) Kayu Indah US$18/m3, d) Kayu Cendana US$18/ton, e) Bahan baku serpih/partikel US$2/ton, f) Limbah Pembalakan dan Sortimen lain US$2/m3.
16
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Lebak dengan pengambilan data di beberapa instansi Pemerintahan Daerah Kabupaten Lebak, antara lain Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Lebak, Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan Daerah (DPPKD) Kabupaten Lebak, Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Lebak, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lebak, Badan Perencanaan dan Pengelolaan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lebak, Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Lebak, serta Instansi Kehutanan yaitu Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Banten Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November sampai dengan Desember 2009. 3.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan melalui penelusuran informasi atau pustaka berupa hasil atau laporan penelitian dan buku-buku teks. Tabel 2 Peraturan perundang-undangan tentang kehutanan dan otonomi daerah No.
Perundang-undangan
1 2
UU No. 41 Tahun 1999 UU No. 34 Tahun 2000
3 4
UU No. 32 Tahun 2004 UU No. 33 Tahun 2004
5 6 7
PP No. 104 Tahun 2000 PP No. 105 Tahun 2000 Perda No. 6 Tahun 2005
8
Perda No. 7 Tahun 2000
9
Perda No. 7 Tahun 2005
10 11
Perda No. 12 Tahun 2002 Keputusan Bupati Lebak No. 14 Tahun 2000
Keterangan Tentang Kehutanan Tentang Perubahan atas UU RI No. 18 Tahun 1997 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah Tentang Pemerintah Daerah Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Tentang Dana Perimbangan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Tentang Pajak Pengambilan Sarang Burung Walet dan Sejenisnya Tentang Retribusi Izin Pengusahaan Sarang Burung Walet Tentang Izin Pengusahaan dan Penangkaran Sarang Burung Walet dan Sejenisnya Tentang Retribusi Izin Penebangan Kayu Tentang Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Izin Pengusahaan Sarang Burung Walet beserta Penetapan Tarifnya
17
Peraturan perundang-undangan sebagai pedoman Pemerintah Daerah dalam mengambil kebijakan adalah informasi yang sangat penting untuk diketahui dan dianalisis (Content analysis) dalam penelitian ini. Selain itu juga terdapat berbagai data lainnya yang bersumber dari berbagai instansi terkait, secara lengkap yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Jenis data yang dibutuhkan beserta instansi penyedia data No
Instansi Penyedia Data
Sumber Data
Jenis Data
1
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lebak
2
Sekretariat Daerah
3
Dinas Kehutanan dan Perkabunan (Dishutbun) Kabupaten Lebak
Laporan data rekap total Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak
4
Dinas Pendapatan dan Keuangan Daerah (DPPKB) Kabupaten Lebak
Laporan Keuangan Dinas Pendapatan dan Keuangan Daerah Kabupaten Lebak/ APBD Kabupaten Lebak
5
Kantor KPH Banten
RPKH PDE 2, KPH Banten wilayah Kabupten Lebak
6
Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Lebak Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lebak
Laporan Data Potensi Kawasan dan Data Pengunjung Wisata Alam Kabupaten Lebak Bagian RTRW (Rencana 1. Peta tata guna lahan Kabupaten Tata Ruang Wilayah) Lebak beserta luasnya Kabupaten Lebak 2. Peta Kawasan Hutan Kabupaten Lebak
7
Kabupaten Lebak dalam 1. Kondisi geografis Angka Kabupaten Lebak. 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Lebak Buku Peraturan dan Peraturan daerah Kabupaten Lebak Perundang-undangan yang terkait terhadap Sektor Kehutanan 1. Potensi kawasan hutan: - Hutan Negara - Hutan Rakyat 2. Potensi situ di Kabupaten Lebak 3. Potensi mata air di Kabupaten Lebak Pendapatan Daerah: - Besarnya Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) yang diterima Kabupaten Lebak - Struktur dan komposisi pendapatan daerah Kabupaten Lebak - Besarnya Pajak Sarang Burung Walet yang diterima pemerintah Kabupaten Lebak - Realisasi kontribusi sektor kehutanan terhadap pendapatan daerah - Realisasi pendapatan riil Kabupaten Lebak menurut masing-masing sektor pendapatan 1. Potensi Hutan: Struktur kelas hutan KPH Banten untuk wilayah Kabupaten Lebak 2. Perkembangan produksi kayu bulat menurut jenisnya di wilayah Kabupaten Lebak 1. Potensi hutan wisata/ wisata alam 2. Jumlah pengunjung wisata alam Kabupaten Lebak
18
3.3 Metode Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan menyeleksi jenis-jenis pendapatan daerah Kabupaten Lebak yang termasuk kedalam sektor kehutanan, kemudian dilakukan klasifikasi yang temasuk PAD dan dana perimbangan, serta menghitung kontribusi dari masing-masing komponen di dalam sektor kehutanan tersebut terhadap pendapatan daerah Kabupaten Lebak. 3.3.1 Pendapatan Daerah Kabupaten Lebak dari Sektor Kehutanan Pendapatan daerah merupakan pendapatan yang diperoleh dari pendapatan PAD, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Sedangkan pendapatan daerah yang berasal dari sektor kehutanan merupakan bagian dari pendapatan daerah yang bersumber dari kegiatan kehutanan yang terdapat di suatu daerah. Berdasarkan yaitu berasal dari PAD dan dana perimbangan terhadap sektor kehutanannya. Adapun perhitungannya dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan: PDh
: Pendapatan daerah dari sektor kehutanan
PADh : Pendapatan asli daerah dari sektor kehutanan DPh
: Penerimaan dana perimbangan dari sektor kehutanan
3.3.2 PAD Kabupaten Lebak dari Sektor Kehutanan PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha milik daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. PAD yang berasal dari sektor kehutanan biasanya terdiri dari pajak daerah dan retribusi daerah yang berasal dari kegiatan kehutannya. Berdasarkan struktur dan komposisi pendapatan daerah Kabupaten Lebak, pendapatan sektor kehutanan berasal dari jenis PAD dan Dana Perimbangan. Adapun besarnya PAD dari sektor kehutanan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan: PADh
: Pendapatan asli daerah dari sektor kehutanan
19
PjDh
: Penerimaan pajak daerah dari sektor kehutanan
RDh
: Penerimaan retribusi daerah dari sektor kehutanan
3.3.3 Dana Perimbangan dari Sektor Kehutanan Dana Perimbangan merupakan bagian dari pendapatan daerah yang berasal dari dana bagi hasil, dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK). Dilihat dari segi sektor kehutanannya, yang termasuk dana perimbangan pada tahun anggaran 2004-2005 adalah Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH).
Keterangan: DPh
: Penerimaan dana perimbangan dari sektor kehutanan
PSDH
: Penerimaan provisi sumberdaya hutan sebelum masuk kas daerah
3.3.4 Kontribusi Sektor Kehutanan Kontribusi sektor kehutanan memberikan penerimaan terhadap pendapatan asli daerah dalam lingkup pendapatan daerah. a. Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap PAD Besarnya nilai kontribusi Sektor Kehutanan terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Lebak dapat dihitung dengan menggunakan formulasi sebagai berikut:
Keterangan: % Kh : Kontribusi sektor kehutanan PADh : Pendapatan asli daerah dari Sektor Kehutanan PAD : Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lebak b. Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Pendapatan Daerah Besarnya nilai kontribusi Sektor Kehutanan terhadap pendapatan daerah Kabupaten Lebak dapat dihitung dengan menggunakan formulasi sebagai berikut:
20
Keterangan: % Kh: Kontribusi Sektor Kehutanan PDh : Pendapatan Daerah dari Sektor Kehutanan PD
: Pendapatan Daerah Kabupaten Lebak
3.3.5 Analisis Isi (Content Analysis) Analisis isi (content analysis) yaitu menganalisis peraturan-peraturan yang terkait dengan masalah penelitian untuk mengetahui keterkaitan substansi antara peraturan yang satu dengan peraturan lainnya. Kegitan analisis ini dengan melakukan
penyederhanaan
terhadap
isi
dari
diantaranya berupa objek, subjek dan mekanismenya.
masing-masing
peraturan,
21
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Luas dan Letak Geografis Wilayah Kabupaten Lebak terletak antara 6º18'-7º00' LS dan 105º25'-106º30' BT, dengan luas wilayah 304.472 ha (3.044,72 Km²) yang terdiri dari 28 Kecamatan dengan 340 desa dan lima kelurahan yang tersebar di seluruh wilayah. Secara administratif, Kabupaten Lebak berbatasan dengan kabupaten-kabupaten lain dan Samudera Indonesia. Tabel 4 Kecamatan dan batas wilayah Kabupaten Lebak No. Wilayah Kecamatan 1 Utara Rangkasbitung, Cimarga, Maja, Curugbitung, Kalanganyar, Cikulur, Cibadak, dan Warunggunung
Batas Wilayah Kabupaten Serang
2
Selatan
Malingping, Wanasalam, Cijaku, Panggarangan, Cilograng, Cibeber, Bayah, Cigemblong, dan Cihara
Samudera Indonesia
3
Barat
4
Timur
Kabupaten Pandeglang Banjarsari, Gunung Kencana, dan Cileles Cipanas, Muncang, Sobang, Sajira, Kabupaten Tanggerang, Leuwidamar, Bojongmanik, Lebakgedong, Bogor dan Sukabumi Cirinten
4.3 Topografi Kabupaten Lebak secara topografi memiliki tiga karakteristik ketinggian dari permukaan laut, yaitu: a. 0 - 200 Meter, untuk wilayah sepanjang Pantai Selatan b. 201 - 500 Meter, untuk wilayah Lebak Tengah c. 501 - >1000 Meter, untuk wilayah Lebak Timur dengan puncaknya yaitu Gunung Sanggabuana dan Gunung Halimun Ketinggian dari permukaan laut setiap Ibu Kota kecamatan di Kabupaten Lebak sangat beragam, yang tertinggi adalah Kecamatan Muncang dan Sobang (260 meter), yang terendah adalah Kecamatan Bayah dan Cihara (3 meter).
22
4.4 Suhu dan Udara Kabupaten Lebak terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi, dimana suhu udara rata-rata di dataran rendah 27,90 C dan suhu udara rata-rata di dataran tinggi 250 C. Suhu udara mimimum Kabupaten Lebak mencapai 24,50 C dan suhu udara maksimum mencapai 29,90 C. 4.5 Kondisi Tanah Kabupaten Lebak memiliki keragaman jenis tanah. Umumnya di tiap kecamatan/desa memiliki kondisi tanah yang berbeda. Jenis tanah yang tersebar di Kabupaten Lebak diantaranya: Aluvial, Latosol, Podzolik, PMK, Gramosol dan Andosol. Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak (2008), tanah di Kabupaten Lebak didominasi oleh jenis PMK (Podzolik Merah Kuning), kemudian Podzolik. PMK merupakan jenis tanah yang kurang subur yang dicirikan oleh kemasaman tanah yang tinggi. Sedangkan Podzolik merupakan jenis tanah subur yang umumnya berada di pegunungan dengan curah hujan yang tinggi dan bersuhu rendah/dingin. 4.6 Tata Guna Lahan Penggunaan lahan di Kabupaten Lebak terdiri dari kawasan budidaya pertanian, kawasan budidaya non pertanian dan kawasan non budidaya. Menurut Tabel 4, kawasan budidaya pertanian memiliki luas terbesar yaitu mencapai 178.860 ha atau 51,11%. Penggunaan lahan pada kawasan budidaya pertanian terdiri atas pertanian lahan basah, pertanian lahan kering dan waduk/DAM, dengan penggunaan lahan terbesar yaitu untuk pertanian lahan kering (76,08% dari kawasan budidaya pertanian). Pertanian lahan kering diantaranya mencakup perkebunan, peternakan dan kehutanan. Penggunaan lahan di Kabupaten Lebak sebagian besar untuk budidaya pertanian. Luasnya kawasan budidaya pertanian yang mendominasi Kabupaten Lebak menggambarkan bahwa mata pencaharian utama masyarakat Kabupaten Lebak adalah pertanian. Adapun kegiatan pertanian masyarakat di bidang
23
kehutanan salah satunya dengan melakukan kegiatan usaha pengembangan hutan rakyat. Tabel 5 Penggunaan lahan di Kabupaten Lebak No. Kategori Kawasan 1 Budidaya Pertanian a. Pertanian lahan basah b. Pertanian lahan kering dan peternakan c. Waduk/DAM 2 Budidaya non Pertanian 3 Non Budidaya Total
Luas (ha) 178.860 17.400 136.085 25.375 76.938 94.132 528.790
Persentase (%) 51,11 9,73 76,08 14.19 21,99 26,90 100
Sumber: Bappeda Kabupaten Lebak (2008)
Pertanian lahan kering yang termasuk bidang kehutanan yaitu terdiri dari hutan produksi (32.451,57 ha) dan hutan rakyat (29.876,10 ha). Total lahan kehutanan di Kabupaten Lebak mencapai 62.327,67 ha atau mencapai 34,85% dari total kawasan pertanian lahan kering. 4.7 Kependudukan Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lebak tahun 2008 menunjukkan jumlah penduduk Kabupaten Lebak mencapai 1.233.905 jiwa. Berdasarkan data BPS Kabupaten Lebak tahun 2008 (Tabel 5), menunjukan bahwa penduduk berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan yaitu dengan rasio 107,29 %. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Lebak mencapai 1,72% setiap tahunnya. Tabel 6 Jumlah penduduk Kabupaten Lebak menurut jenis kelamin dan sex ratio tahun 2004-2008 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008
Laki-laki 598.597 608.900 622.648 620.637 638.669
Perempuan 557.836 567.450 580.261 598.396 595.236
Jumlah 1.156.433 1.176.350 1.202.909 1.219.033 1.233.905
Sex Ratio 107,31 107,30 107,30 103,72 107,29
Sumber: Kabupaten Lebak dalam angka (2008)
Kenaikan jumlah penduduk terus terjadi selama tahun 2004-2008. Hal ini mengindikasikan bahwa kebutuhan hidup masyarakat Lebak mengalami
24
peningkatan.
Masyarakat
yang
hidup
di
sekitar
hutan/alam
memiliki
ketergantungan akan alamnya. Oleh karena itu dengan pengelolaan yang baik, tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi ini dapat dijadikan motivasi bagi kemajuan perekonomian Kabupaten Lebak. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan pendayagunaan sumberdaya alam yang optimal sehingga memiliki manfaat yang bernilai ekonomi tinggi. 4.8 Perekonomian Masyarakat Kabupaten Lebak memiliki mata pencaharian diantaranya sebagai petani, buruh tani, nelayan, buruh nelayan, pegawai negeri sipil, karyawan industri, pedagang dan lain-lain. Menurut data statistik dari BPS tahun 2008, jumlah tenaga kerja terbanyak adalah petani yang mencapai 186.634 jiwa atau 41,64% dari keseluruhan jumlah penduduk. Petani umumnya melakukan kegiatan pengolahan atau pembudidayaan lahan untuk ditanami sejumlah jenis tanaman, termasuk juga jenis tanaman kehutanan. Sedangkan jumlah tenaga kerja terkecil adalah buruh nelayan yang hanya 0,28% atau 1.236 jiwa. Tabel 7 PDRB berbagai sektor di Kabupaten Lebak No 1
Lapangan Usaha
PDRB (Rpx1.000.000) 2007
2008
Pertanian
2.192.697
Tanaman Bahan Makanan
1.405.312
Tanaman Perkebunan Peternakan
Persentase (%)
*%
2007
2008
2.381.827
26,67
26,08
8,63
1.541.136
17,09
16,88
9,67
420.357
445.524
5,11
4,88
5,99
278.081
299.063
3,38
3,27
7,55
Kehutanan
37.721
40.049
0,46
0,44
6,17
Perikanan
51.226
56.056
0,62
0,61
9,43
2
Pertambangan dan Penggalian
86.121
90.149
1,05
0,99
4,68
3
Industri Pengolahan
589.329
644.493
7,17
7,06
9,36
4
Listrik, Gas dan Air Bersih
35.671
38.311
0,43
0,42
7,40
5
Bangunan/Konstruksi
6
Perdagangan, Hotel dan Restoran
253.696
282.803
3,09
3,10
11,47
1.398.841
1.630.522
17,01
17,86
16,56
Pengangkutan dan Komunikasi 546.891 645.434 Keuangan, Persewaan dan Jasa 280.442 304.388 Perusahaan 9 Jasa – Jasa 645.698 732.009 Rata-rata 913.565 1.014.640 Sumber: Kabupaten Lebak dalam Angka (2008) Keterangan: *% = Perubahan persentase tahun 2007-2008
6,65
7,07
18,02
3,41
3,33
8,54
7,85
8,02
13,37
7 8
25
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah dari nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Salah satu indikator perekonomian suatu region/wilayah kabupaten dapat dilihat dari besarnya PDRB. PDRB terbesar Kabupaten Lebak berasal dari sektor pertanian yang mencapai Rp 2.192,7 miliar di tahun 2007 dan Rp 2.381,83 miliar di tahun 2008. Kontribusi sektor pertanian secara keseluruhan berasal dari kontribusi beberapa sub sektornya, antara lain tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Pada tahun 2008, sub sektor kehutanan memberikan kontribusi terendah dibandingkan sub sektor pertanian lainnya, yaitu sebesar Rp 40,05 miliar (1,68%). Sedangkan pada tahun tersebut, kontribusi terbesar diberikan oleh sub sektor tanaman bahan makanan yaitu sebesar Rp 1.541,14 miliar (64,70 %). Secara total, kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB tahun 2007 dan 2008 hanya mencapai 0,46% dan 0,44%. Walaupun PDRB sektor kehutanan mengalami peningkatan sebesar 1,67% di tahun 2008, namun PDRB sektor kehutanan pada tahun tersebut masih merupakan PDRB terkecil setelah PDRB sektor listrik, gas dan air bersih (0,42%). Hal ini menggambarkan bahwa sektor kehutanan belum dapat dijadikan sektor andalan yang dapat memberikan kontribusi yang optimal terhadap perekonomian Kabuapaten Lebak.
26
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Potensi Sumberdaya Hutan di Kabupaten Lebak 5.1.1 Kawasan Hutan di Kabupaten Lebak Kawasan hutan atau hutan negara di Kabupaten Lebak terdiri dari hutan produksi, hutan konservasi (Taman Nasional Gunung Halimun), dan hutan lindung. Hutan produksi di Kabupaten Lebak dikelola oleh Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten (KPH Banten), sedangkan hutan konservasi dan hutan lindung dikelola oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak. Kawasan hutan konservasi di dalamnya terdapat Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) yang dikelola oleh Balai Taman Nasional dengan luas 16.380 ha.
Gambar 1 Luas hutan di Kabupaten Lebak berdasarkan fungsinya. Luas hutan di Kabupaten Lebak mencapai 79.802,31 ha atau 26,21% dari luas wilayah (304.472 ha). Hutan konservasi di Kabupaten Lebak merupakan hutan terluas yang mencapai 42.925,15 ha atau 53,79%. dari keseluruhan luas hutan. Sedangkan luas kawasan hutan lainnya terdiri dari 32.451,57 ha (40,66%) hutan produksi dan 4.425,59 ha hutan lindung (5,55%). a. Hutan Produksi Berdasarkan SK Menhut No. 149 tahun 1999, hutan Perhutani di Kabupaten Lebak terdiri dari 13.381,09 ha hutan produksi tetap, 19.070,48 ha hutan produksi
27
terbatas dan 2.915,16 ha hutan lindung di dalamnya. Hutan produksi di Kabupaten Lebak memiliki tiga kelas perusahaan, yaitu Kelas Perusahaan Jati, Kelas Perusahaan Akasia, dan Kelas Perusahaan Damar, yang tersebar di empat BKPH. Tabel 8 Luas hutan berdasarkan kelas perusahaan di Kabupaten Lebak Kelas Perusahaan (ha) No. BKPH Jati Akasia Damar Total 1 Rangkasbitung 7.433,12 7.433,12 2 Gn. Kencana 8.984,44 8.984,44 3 Malingping 7649,66 5.641,63 13.291,29 4 Bayah 3496,90 2.160,98 5.657,88 Total 11.146,56 22.059,19 2.160,98 35.366,73 Sumber: DKP/ SSPDE Perhutani KPH Banten (2009)
Kelas Perusahaan Akasia (Acacia mangium) memiliki luas terbesar yaitu 22.059,19 ha yang menyebar di tiga BKPH. Sedangkan kelas perusahaan dengan luas lahan terkecil adalah Kelas Perusahaan Damar yaitu 2.160,98 ha yang hanya menyebar di BKPH Bayah. Ketiga kelas hutan produksi tersebut ditujukan dalam mengoptimalkan hasil hutan produksi di Kabupaten Lebak berupa kayu bulat. Tabel 9 Produksi kayu bulat di Kabupaten Lebak tahun 2004-2008 Produksi (m3) Tahun
Jati
Pinus
Mahoni
Akasia
Rasamala
Sengon
Acour
Rimba campur
Total
2004
316
-
3.701,62
1.626,60
260,63
530,63
-
568,60
7.004,07
2005
349
-
1.247,39
3.721,46
-
-
-
-
5.317,85
2006
19
-
174,14
6.454,60
-
-
-
200,34
6.848,08
2007
872
249,97
1.132,21
2.965,80
-
-
-
188,93
5.408,91
2008
855
37,98
5.840,32
3.178,83
-
120,82
44,98
60,75
10.138,68
*Rata
482,2
57,59
2.419,14
3.589,46
52,3
130,29
8,99
203,72
6.943,57
Sumber: DKP/ SSPDE Perhutani KPH Banten (2009) Keterangan: *Rata = Rata-rata produksi kayu bulat di Kabupaten Lebak selama tahun anggaran 2004-2008 dalam m3/tahun.
Menurut Tabel 9, Kabupaten Lebak pada tahun 2004-2008 memproduksi kayu bulat dengan rata-rata mencapai 6.943,57 m3/tahun. Produksi kayu bulat tersebut mengalami fluktuatif di setiap tahunnya. Adapun jenis tanaman yang memiliki produksi kayu bulat dengan rata-rata terbesar adalah jenis akasia (Acacia mangium) dan mahoni (Swietenia spp) yang masing-masing mencapai 3.589,46 m3/tahun dan 2.419,14 m3/tahun, sedangkan jenis acour (Accacia auriculiformis)
28
memproduksi kayu bulat dengan rata-rata terkecil, yaitu 8,99 m3/tahun. Pada jenis tanaman lainnya tidak diproduksi setiap tahun dan umumnya dalam jumlah yang relatif kecil, termasuk jenis jati. Peningkatan produksi secara signifikan terjadi pada tahun 2008 yaitu 87,44% atau mengalami peningkatan 4.729,77 m3. Dibandingkan dengan total produksi kayu bulat di Provinsi Banten, produksi kayu bulat Kabupaten Lebak di tahun 2008 mempunyai persentase terkecil (14,20%). Hal ini menunjukan bahwa telah terjadi peningkatan produksi yang signifikan di kota/kabupaten lainnya di Provinsi Banten. Tabel 10 Persentase produksi kayu bulat di Kabupaten Lebak terhadap kayu bulat di Provinsi Banten tahun 2004-2008 No.
Tahun
1 2 3 4 5
2004 2005 2006 2007 2008
Produksi Kayu bulat (m3) Lebak Provinsi Banten 7.004,07 26.477,18 5.317,85 19.675,74 6.848,08 22.895,92 5.408,91 34.804,58 10.138,68 71.412,11
Persentase (%) 26,45 27,03 29,91 15,54 14,20
Sumber: DKP/ SSPDE Perhutani KPH Banten, diolah (2009) Catatan: Produksi kayu bulat Provinsi Banten sama dengan produksi kayu di KPH Banten, karena KPH Banten mengelola hutan produksi yang berada pada wilayah provinsi Banten.
b. Hutan Konservasi Kawasan hutan konservasi merupakan kawasan hutan yang lebih diperuntukan pada fungsi pelestarian dan pengawetan tumbuhan atau satwa liar dan ekosistemnya. Hutan konservasi mencapai 42.925,15 ha, dimana didalam kawasan hutan ini terdapat kawasan taman nasional seluas 16.380 ha. Kawasan taman nasional ini merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, parwisata dan rekreasi alam (UU No. 41 tahun 1999). Berdasarkan SK Menhut No.175/Kpts-II/2003, terjadi perubahan fungsi kawasan eks Perum Perhutani (KPH Banten) atau eks hutan lindung dan hutan produksi terbatas di sekitar taman nasional menjadi satu kesatuan kawasan konservasi TNGH. Hal ini didasarkan pada pertimbangan terhadap perkembangan kondisi kawasan di sekitarnya terutama kawasan hutan lindung.
29
c. Hutan Lindung Hutan lindung di Kabupaten Lebak mempunyai persentase yang cukup tinggi yaitu 5,55% atau 4.425,59 ha. Hutan lindung ini mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Hutan lindung ini merupakan penyangga kestabilan wilayah Kabupaten Lebak terutama dalam mengantisipasi terjadinya bencana alam/kerusakan alam. Di dalam hutan lindung ini diperbolehkan pemanfaatan kawasan dengan tidak mengubah fungsi utamanya, antara lain budidaya jamur, penangkaran satwa, budidaya tanaman obat dan tanaman hias, pemanfaatan wisata alam serta jasa lingkungan lainnya, mengambil rotan, buah dan madu. 5.1.2 Hutan Rakyat di Kabupaten Lebak Hutan rakyat merupakan bentuk apresiasi masyarakat dalam pengembangan sektor kehutanan di Kabupaten Lebak. Dengan partisipasi masyarakat dalam menjaga hutan, yaitu dengan membangun budaya menanam turut menjaga keberadaan kawasan hutan. Masyarakat dianggap sebagai pelaku utama yang intensif dalam berinteraksi dengan alam (hutan), sehingga memberikan pengaruh yang kuat terhadap keadaan alam (hutan) itu sendiri. Oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama yang baik antara Pemerintah Daerah (sebagai pusat pelayanan masyarakat) dengan masyarakat sekitar. Perkembangan hutan rakyat tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah melalui produk yang dihasilkan, yaitu berupa kayu. Tabel 11 Potensi hutan rakyat di Kabupaten Lebak No.
Wilayah
1
Lebak Utara
2
Lebak Selatan
3 4
Lebak Barat Lebak Timur
Jenis Tanaman Albazia, Salam, Mahoni, Manii, Jati, Jengkol, Lame, Durian, Sungkai, Kecapi, Akasia, Rimba campur, Sukun Albazia, Mahoni, Jati, Kecapi, Rimba campur, Manglid, Puspa, Pulai, Karet, Manii, Bambu, Kihiang, Tisuk Rimba campur Albazia, Jati, Mahoni, Manii, Jengkol, Kecapi, Akasia, Puspa, Pulai, Durian, Rimba campur Total
Jumlah Tegakan (batang)
Luas Hutan Rakyat (ha)
1.353.335
2.924,00
8.258.121
7.7630,60
746.100 2.819.875
3.578,50 15.612,00
21.759.630
29.876,10
Sumber: Rekap total Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak (2008)
30
Potensi hutan rakyat Kabupaten Lebak dengan luas 29.876,10 ha (9,81% dari total luas hutan) atau 37,44% dari hutan negara, mampu menghasilkan 21.759.630 tegakan/batang. Total tegakan yang ada ditujukan untuk menghasilkan kayu dalam jumlah volume (m3) yang besar. Jenis albazia atau sengon merupakan jenis tanaman yang hampir menyebar di seluruh wilayah bagian Kabupaten Lebak. Potensi hutan rakyat terbesar terdapat pada wilayah Kabupaten Lebak bagian Selatan yang mencapai 8.258.121 batang. Sedangkan Kecamatan yang mempunyai potensi tegakan terbesar adalah Kecamatan Gunung Kencana (Kabupaten Lebak bagian Barat). Adapun keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 12 Produksi rata-rata kayu hutan rakyat per tahun di Kabupaten Lebak No.
Jenis Tanaman
Produksi Kayu (m3/tahun) Bulat
Bulat
Olahan
504
673
0,21
0,60
Mahoni
2.633
35
2.668
3,21
0,04
Albazia
9.527
23.182
32.709
11,60
27,39
654
892
0,29
0,77
2.215
22.488
24.703
2,70
26,57
5
10
15
0,01
0,01
600
-
600
0,73
-
4.583
26.783
27,03
5,41
-
222
222
-
0,26
44.555 82.142
32.969 84.647
77.524
54,24
166.789
100
38,95 100
Jati
2 3
Kecapi
5
Manii
6
Durian
7
Karet
8
Olahan
Persentase (%)
169
1
4
Total
Kelompok Meranti
9
Kelompok Kayu Indah
10
Rimba campur Total
238
22.200
Sumber: Rekap total Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak (2008)
Tabel 12 menunjukan bahwa potensi hutan rakyat di Kabupaten Lebak dalam menghasilkan kayu dengan rata-rata mencapai 166.789 m3/tahun yang terdiri dari produksi kayu bulat sebesar 82.141 m3/tahun dan produksi kayu olahan sebesar 84.647 m3/tahun. Adapun tanaman yang tingkat produksinya tinggi diantaranya jenis kayu rimba campur yaitu 32.969 m3/tahun (38,95%) untuk kayu olahan dan 44.555 m3/tahun (54,24%) untuk kayu bulat.
31
5.1.3 Potensi Sumberdaya Hutan Non Kayu di Kabupaten Lebak a. Bambu Bambu merupakan salah satu jenis hasil hutan non kayu di Kabupaten Lebak. Bambu di Kabupaten Lebak umumnya digunakan untuk bahan material bangunan, tempat duduk/bangku, meja, jendela, atau pun alat musik tradisional seperti angklung (www.java.web.id). Potensi bambu yang sudah ada di Kabupaten Lebak menyebar di 26 Kecamatan (Lampiran 5), dimana jumlah batang dan rumpunnya masing-masing mencapai 3.035.858 dan 165.721. Luas keseluruhan dari lahan yang ditanami tanaman bambu tersebut mencapai 3.085 ha (10,33% dari total luas hutan rakyat). Tabel 13 Potensi bambu di Kabupaten Lebak Luas (ha)
No.
Wilayah
1
Lebak Utara
823
2
Lebak Barat
3
Lebak Timur
4
Lebak Selatan Jumlah
Jumlah Jenis Bambu
Batang
Rumpun
634.825
60.600
340
Hitam, Mayan, Gombong, Tali, Betung Mayang, Kasap, Tali
469.500
27.974
844
Tali, Betung, Surat, Mayan, Hitam,
515.800
17.979
1.415.733
59.168
3.035.858
165.721
1.078 3.085
Mayan, Hitam, Tali, Betung, Gombong, Surat, Haur, Kasap -
Sumber: Rekap total Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak (2008)
Potensi bambu tertinggi berada pada wilayah Kabupaten Lebak bagian Selatan yaitu mencapai 1.415.733 batang. Kabupaten Lebak bagian Selatan ini merupakan wilayah yang mempunyai luas lahan terbesar (1.078 ha) untuk tanaman bambu dengan ragam jenis terbanyak. Sedangkan jumlah batang terendah (469.500) berada pada luas lahan 340 ha di Kabupaten Lebak bagian Barat. b. Sarang Burung Walet Budidaya sarang burung walet merupakan industri yang istimewa dan sangat penting untuk beberapa orang di seluruh wilayah Indonesia terutama di Jawa Timur. Sarang burung walet terbuat dari air liur burung walet yang dianggap mempunyai manfaat untuk kesehatan (Mackay dalam Dalaney 2008). Kabupaten Lebak merupakan salah satu daerah yang telah mengembangkan usaha sarang
32
burung walet, dimana komoditi ini merupakan salah satu sumber bagi PAD Kabupaten Lebak. Sarang burung walet ini merupakan salah satu jenis komoditi dari kegiatan aneka usaha hutan yang mempunyai jenis penarikan pungutan berupa pajak pengambilan sarang burung walet dan retribusi izin pengusahaan sarang burung walet. Kedua jenis pungutan tersebut merupakan potensi bagi sumber keuangan daerah Kabupaten Lebak yang telah diatur dalam Perda No. 6 tahun 2005 dan Perda No. 7 tahun 2000. Tabel 14 Potensi kepemilikan bangunan sarang burung walet di Kabupaten Lebak No.
Wilayah
1
Jumlah Pemilik
Jenis Bangunan Semi Permanen Permanen 25 -
Jenis Walet
Memiliki Izin Sudah
37 Seriti Lebak Utara 2 6 4 Seriti Lebak Barat 3 52 19 19 Seriti Lebak Timur 4 45 35 3 Seriti Lebak Selatan Total 140 83 22 Sumber: Rekap total Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak (2008)
Belum
14
23
0 9 8 31
6 43 37 109
Kegiatan pengusahaan sarang burung walet di Kabupaten Lebak dititik beratkan kepada penangkar yang sudah memiliki bangunan. Pengusaha sarang burung walet terbanyak berada pada wilayah Kabupaten Lebak bagian Timur, yaitu terdapat 52 pemilik. Dimana, bangunan permanen lebih banyak dibandingkan bangunan semi permanen yang mencapai sekitar 55% dari total pemilik yang ada di Kabupaten Lebak. Akan tetapi, kegiatan pembudidayaan sarang burung walet ini banyak yang belum memiliki izin usaha, yaitu dari 140 pemilik bangunan sarang burung walet hanya 31 atau sekitar 22% yang sudah mempunyai izin. c. Hutan Wisata Menurut keputusan menteri kehutanan RI No: 687/Kpts/II/1989, hutan wisata adalah kawasan hutan yang diperuntukan secara khusus, dibina dan dipelihara guna kepentingan pariwisata dan wisata buru, yaitu hutan wisata yang memiliki keindahan alam dan ciri khas tersendiri sehingga dapat dimanfaatkan bagi kepentingan rekreasi dan budaya atau biasa disebut taman wisata.
33
Tabel 15 Jumlah pengunjung hutan wisata di Kabupaten Lebak NoN
No.
Hutan Wisata
1 2
Pantai Pulau Manuk Pantai Cibobos
2005/2006 5.000 5.000
Pengunjung (Orang) 2007 2008 2.494 19.112 2.413 2.892
2009 17.511 3.652
Sumber: Data potensi pariwisata Kabupaten Lebak tahun 2005-2009
Kawasan lindung dengan keunggulan panorama berpotensi untuk dijadikan kawasan hutan wisata seperti Tabel 15, yaitu Hutan Pantai Pulau Manuk dan Hutan Pantai Cibobos yang berada dalam wilayah BKPH Bayah. Kedua kawasan ini dapat dijadikan sebagai sumber kontribusi sektor kehutanan bagi pendapatan daerah Kabupaten Lebak, yaitu berasal dari pemungutan tiket masuk para pengunjung. Adapun penarikan pungutan terhadap tiket masuk untuk kedua kawasan tersebut telah diserahkan pada sektor pariwisata. Sehingga dilihat dari fungsi hutan yang diberikan, secara tidak langsung hutan tetap memberikan kontribusinya terhadap upaya peningkatan pendapatan daerah Kabupaten Lebak, karena pungutan tiket masuk tersebut pada akhirnya akan diserahkan pada kas daerah. d. Sumberdaya Air Hutan memiliki peran terhadap penyediaan air bumi yaitu dilihat dari fungsi tanah hutan sebagai penyimpan air. Air yang disimpan di dalam tanah akan keluar dalam bentuk mata air, sedangkan air yang dialirkan di atas permukaan tanah akan menuju ke muara sungai atau ditampung dalam bentuk situ/waduk. Potensi sumberdaya air ini merupakan potensi bagi Kabupaten Lebak yang turut berperan dalam pembangunan daerah. Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak tahun 2008, Kabupaten Lebak mempunyai potensi besar terhadap keberadaan mata airnya. Terdapat sebanyak 2.562 mata air dengan 884 mata air yang mengalir tiap tiga bulan, 758 mata air yang mengalir tiap enam bulan, 533 mata air yang mengalir tiap sembilan bulan, dan 413 mata air yang mengalir tiap satu tahun. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Data Statistik BPS Kabupaten Lebak 2008 menyatakan bahwa Kabupaten Lebak juga terdiri dari beberapa daerah aliran sungai (DAS), diantaranya DAS Ciujung, Ciliman, dan Cimandur. DAS Ciujung meliputi beberapa sungai,
34
diantaranya sungai Ciujung, Cilaki, Ciberang, dan Cisimeut, yang bermuara di Laut Jawa. Sedangkan DAS Ciliman dan DAS Cimandur bermuara di samudera Indonesia yang meliputi tujuh sungai, yaitu Sungai Ciliman dengan anak sungainya, Sungai Cimandur, Sungai Cibareno, Sungai Cisiih, Sungai Cihara, Sungai Cipogar, dan Sungai Cibaliung. Potensi
Sumberdaya
air
lainnya
adalah
daerah
tangkapan
air/situ/bendungan. Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak tahun 2008, Kabupaten Lebak memiliki 36 situ dengan luas mencapai 448 ha yang tersebar di 11 kecamata dengan volume total yang dapat ditampung mencapai 159.500 m3 (Lampiran 4). Tiga potensi sumberdaya air yang ada di Kabupaten Lebak tersebut selama ini belum dikelola dan hanya difokuskan pada fungsi ekologisnya saja. Sedangkan dilihat dari perannya, sumberdaya air memberikan manfaat yang banyak diantaranya untuk keperluan rumah tangga, komersial dan industri, dengan penggunaan air di pedesaan terutama oleh petani dengan sistem irigasi wilayah pertanian, atau untuk perkebunan dan peternakan (Anwar 2006). Ragam manfaat yang dirasakan terhadap pemakaian air dapat memberikan gambaran bahwa air mempunyai kedudukan yang penting, terutama dalam menunjang kegiatan pembangunan daerah di Kabupaten Lebak. Hal ini dapat dilihat dari luas penggunaan lahan yang sebagian besar merupakan lahan pertanian (178.860 ha atau 51%). Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Kabupaten Lebak. Sehingga ditinjau dari fungsi tanah hutan, secara tidak langsung hutan memberikan kontribusi terhadap proses pembangunan daerah Kabupaten Lebak. 5.1.4 Industri Kehutanan Kepemilikan chainsaw maupun sawmil mempunyai keterkaitan terhadap perkembangan industri kayu di Kabupaten Lebak. Semakin banyak pemilik chainsaw maupun sawmil di Kabupaten Lebak, kegiatan penebangan pohon dan penggergajian kayu juga akan semakin tinggi. Menurut Tabel 16, kepemilikan chainsaw yang belum mendapatkan izin mencapai 498 atau sekitar 99%, sedangkan kepemilikan sawmil yang belum mendapatkan izin sekitar 107 atau 57%. Sedikitnya kepemilikan izin terhadap
35
chainsaw maupun sawmil dapat memberikan kemungkinan belum dilakukannya penarikan pajak/retribusi untuk kedua komoditi tersebut. Tabel 16 Potensi kepemilikan chainsaw dan sawmil di Kabupaten Lebak
Sumber: Rekap total Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak (2008) Keterangan: A = Chainsaw B = Sawmil (Penggergajian Kayu)
5.1.5 Program Kehutanan Program kehutanan merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka membangunan hutan baik dalam rangka merehabilitasi hutan ataupun kegiatan lainnya yang mencakup peningkatan pembangunan sektor kehutanan. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak memiliki program kehutanan untuk tahun 2009 sampai dengan 2014. Kegiatan program kehutanan ini dapat berupa rehabilitasi atas kerusakan hutan, sehingga hutan dapat dipotensialkan kembali, begitu pun program yang terkait dengan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan, serta kegiatan-kegiatan lainnya dalam menggali potensi hutan. Dengan semakin baiknya pemanfaatan dan pengelolaan hutan secara optimal akan berdampak pada peningkatan penerimaan sektor kehutanan terhadap pendapatan daerah. Terdapat dua program yang ditujukan langsung pada upaya peningkatan PAD (Tabel 17). Hal tersebut terlihat pada program pembinaan dan penertiban industri hasil hutan, contohnya melalui kegiatan sosialisasi dan pelatihan usaha peningkatan PAD. Program lainnya berupa program pemanfaatan sumberdaya hutan dengan jenis kegiatan berupa pengembangan hasil hutan non kayu, pengelolaan dan pemanfaatan hutan, serta kegiatan aneka usaha hasil hutan bukan kayu.
36
Program kehutanan didominasi oleh program perlindungan dan konservasi sumberdaya alam (30%). Sedangkan alokasi kegiatan program kehutanan yang mengarah pada upaya peningkatan PAD lebih sedikit yaitu 18% dari total kegiatan atau sebanyak lima kegiatan. Sedikitnya program kehutanan yang mengarah pada upaya peningkatan PAD ini dapat berdampak pada pemanfaatan yang kurang optimum terhadap sumberdaya hutan yang ada. Tabel 17 Program kehutanan tahun 2009-2014 di Kabupaten Lebak No 1
2
Program Kegiatan Program Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Hutan
Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan
3
Program Pembinaan dan penertiban industri hasil hutan
4
Program Perlindungan dan Konservasi Sumberdaya Alam
Jenis Kegiatan 1. Pengembangan hasil hutan non kayu
% 11
2. Pengelolaan dan pemanfaatan hutan 3. Pengembangan aneka usaha hasil hutan bukan kayu 1. Pembuatan bibit/benih tanaman kehutanan
15
2. Peningkatan peran serta masyarakat dalam rehabilitasi hutan dan lahan 3. Pembuatan Kebun Bibit Desa (KBD). 4. Pembibitan tanaman kehutanan 1. Sosialisasi peraturan daerah mengenai pengelolaan industri hasil hutan 2. Sosialisasi dan pelatihan usaha peningkatan PAD 1. Pengendalian kerusakan hutan dan lahan
7
30
2. Peningkatan konservasi daerah tangkapan air dan sumber-sumber air 3. Peningkatan peran serta masyarakat dalam perlindungan dan konservasi SDA 4. Koordinasi peningkatan pengelolaan kawasan Konservasi 5. Rehabilitasi sumber mata air.
6. Rehabilitasi daerah tangkapan air (DTA) bendungan. 7. Penanganan sempadan sungai. 8. Pengembangan metode dan materi penyuluhan 5 Program Rehabilitasi dan 1. Perencanaan dan penyusunan program 15 Pemulihan Cadangan pembangunan pengendalian SDA dan lahan hutan Sumberdaya Alam 2. Rehabilitasi hutan dan lahan 3. Pelaksanaan inventarisasi hutan hak 4. Perencanaan kehutanan dan perkebunan 6 Program Pengelolaan 1. Penataan RTH 11 Ruang Terbuka Hijau 2. Pemeliharaan RTH (RTH) 3. Penghijauan kota dan turus jalan 7 Program Peningkatan 1. Pelatihan petani dan pelaku agribisnis 11 Kesejahteraan Petani 2. Peningkatan kemampuan lembaga petani 3. Bina kelompok usaha produktif. Total kegiatan 27 100 Sumber: Laporan rencana kegiatan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak (2009)
37
5.2 Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia merupakan faktor penting bagi keberhasilan pembangunan kehutanan di Kabupaten Lebak karena manusia berfungsi sebagai penggerak dari sistem yang ada. Dalam kegiatan pembangunan tersebut diperlukan sumberdaya manusia yang berkualitas guna mendorong terjadinya kegiatan pembangunan daerah. Dalam era otonomi, dimana telah terjadi pelimpahan wewenang yang bersifat sentralistik (Pusat) menjadi desentralisasi (Daerah), sehingga pengawasan sumberdaya alam/sumberdaya hutan di Kabupaten Lebak dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak. Struktur kepegawaian Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan struktur kepegawaian Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak, terdapat 43 orang pegawai. Struktur yang ada terdiri dari Kepala Dinas, Kepala Bidang, Kepala sub Bagian, Kepala Seksi, Kepala UPTD, sekretaris, pengelola seksi, dan pengelola sub bagian. Pada gambar ditunjukkan juga bahwa banyaknya jumlah tenaga kerja pengelola terbanyak berada pada Kasi (Kepala seksi) yaitu 10 tenaga kerja. Dari sebelas Kasi yang ada, yang terkait pada upaya peningkatan PAD sektor kehutanan Kabupaten Lebak diantaranya Kasi Produksi dan Peredaran Hasil Hutan, Kasi Bina Usaha, dan Kasi Bina Produksi. Sehingga terdapat sebanyak tiga orang kepala seksi dengan lima orang tenaga pengelola atau hanya sekitar 18,60% dari total tenaga kerja yang terkait pada upaya peningkatan PAD. Jumlah tenaga kerja yang ada di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak akan memberikan pengaruh terhadap jenis program kehutanan. Sehingga dengan sedikitnya jumlah tenaga kerja yang mengarah pada peningkatan PAD ini akan berdampak juga pada sedikitnya program kehutanan yang mengarah pada upaya peningkatan PAD Kabupaten Lebak. Hal ini dapat dilihat dari program kehutanan yang ada, dimana hanya sekitar 18% dari total kegiatan program kehutanan yang terkait dengan upaya peningkatan PAD.
38
Kepala Dinas
Kepala Bidang
1. Kabid Perencanaan 2. Kabid Pengembangan Usaha 3. Kabid Pengembangan Kehutanan 4. Kabid Pengembangan Perkebunan
Kepala Sub Bagian
1. Kasubag Kepegawaian (Pengelola: 3 orang) 2. Kasubag Keuangan (Pengelola: 2 orang) 3. Kasubag Umum (Pengelola: 2 orang)
Kepala Seksi
1. Kasi Produksi dan Peredaran Hasil Hutan (Pengelola: 2 orang) 2. Kasi Data dan Perpetaan (Pengelola: 1 orang) 3. Kasi Pengolahan Hasil (Pengelola: 0 orang) 4. Kasi Evaluasi dan Pelaporan (Pengelola: 1 orang) 5. Kasi Program (Pengelola: 1 orang) 6. Kasi Bina Usaha (Pengelola: 1 orang) 7. Kasi Kelembagaan Usaha (Pengelola: 0 orang)
Kepala UPTD
Sekretaris
1. Kepala UPTD Wilayah I 2. Kepala UPTD Wilayah II 3. Kepala UPTD Wilayah III 4. Kepala UPTD Wilayah IV 5. Kepala UPTD Wilayah V 6. Kepala UPTD Wilayah VI
8. Kasi Perlintan (Pengelola: 0 orang) 9. Kasi Perlindungan Hutan dan Konservasi SDA (Pengelola: 1 orang) 10. Kasi Bina Produksi (Pengelola: 2 orang) 11. Kasi Rehabilitasi (Pengelola: 1 orang)
Gambar 2 Struktur kepegawaian Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak.
5.3 Pendapatan Daerah Kabupaten Lebak Penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia dilaksanakan melalui prinsip otonomi daerah, antara lain melalui pengaturan alokasi sumberdaya negara yang dapat memberi kesempatan bagi peningkatan kinerja daerah dalam penyelenggaraan pembangunan dan pelayanan publiknya (Sutedi 2009). Kegiatan otonomi daerah ini merupakan realisasi dari bentuk desentralisasi dan dekonsentrasi Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan UU
39
No. 32 tahun 2004. Pelimpahan ini memberikan kesempatan besar bagi ruang lingkup kerja Pemerintah Daerah untuk membangun daerahnya dalam memajukan kesejahteraan masyarakat sekitar. Oleh karena itu diperlukan kegiatan menggali sumber-sumber potensial yang dapat ditujukkan dalam meningkatkan pendapatan daerah, termasuk dalam sektor kehutanannya. 5.3.1 Sumber Pendapatan Daerah dan Jenisnya di Kabupaten Lebak Pendapatan daerah yang berasal pada tiga sumber (PAD, dana perimbangan, dan pendapatan daerah lain-lain yang sah) memiliki beberapa kategori jenis penerimaan. Pada masing-masing kategori jenis penerimaan tersebut terdapat berbagai jenis yang berbeda sebagai sumber penerimaannya. Tabel 18 menunjukan sumber pendapatan daerah Kabupaten Lebak secara keseluruhan terdiri dari 76 jenis sumber pendapatan yang terdiri dari 53 jenis penerimaan PAD, 18 jenis penerimaan dana perimbangan, dan lima jenis penerimaan dari lain-lain pendapatan daerah yang sah. Jenis-jenis penerimaan pada masing-masing sumber pendapatan daerah dijelaskan secara lebih rinci pada Lampiran 7 dan Lampiran 8. Tabel 18 Sumber dan jenis pendapatan daerah di Kabupaten Lebak No 1
2
Sumber Pendapatan Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Total Dana Perimbangan
Jenis a. Pajak Daerah b. Retribusi Daerah c. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengambilan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
30 4
d. Lain-Lain PAD yang Sah
11 53 8 0
a. Bagi Hasil b. Dana Alokasi Umum (DAK) c. Dana Alokasi Khusus (DAK)
3
Total Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah
Jumlah 8
a. Pendapatan Hibah b. Dana Bagi Hasil Pajak Provinsi dan Pemda c. Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus d. Bantuan Keuangan dari Provinsi e. Dana Darurat
Total Total Komponen Pendapatan Daerah
Sumber: Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Lebak (2008)
10 18 1 1 1 1 1 5 76
40
PAD pada pajak daerah didominasi oleh pajak yang terkait dengan perihal kepariwisataan, seperti pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame dan pajak penerangan jalan (Lampiran 7). Sehingga dari kondisi tersebut dapat dikembangkan suatu potensi wisata alam yang dapat meningkatkan PAD melalui pajak daerah tersebut. Apabila dilihat dari sektor kehutanannya sendiri dapat dikembangkan hutan wisata. Sumber PAD lainnya berasal dari retribusi daerah yang dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu retribusi jasa umum, retribusi usaha, dan retribusi perizinan tertentu. Kabupaten Lebak mempunyai 16 jenis retribusi jasa umum, 2 jenis retribusi usaha, dan 12 jenis retribusi perizinan tertentu. Retribusi jasa umum ini merupakan pungutan yang diambil berdasarkan timbal balik dari penyediaan jasa dari Pemerintah Daerah yang kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat setempat yang didasarkan pada segi kemampuan masyarakat dengan memperhatikan aspek keadilan (Sutedi 2009). Jika dilihat dari segi sektor kehutanannya, dapat dikembangkan kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan berupa pemanfaatan jasa hidrologis dan sejenisnya yang kemudian dapat dijadikan sebagai sumber PAD Kabupaten Lebak. Tabel 19 Komposisi pendapatan daerah Kabupaten Lebak tahun 2004-2008 Sumber Pendapatan (x Rp 1.000.000) Pendapatan Daerah *(%) (x Rp 1000.000) PAD % DP % PDL % 2004 18.990 5,63 300.998 89,26 17.217 5,11 337.205 2005 23.359 5,86 363.266 91,09 12.181 3,05 398.805 18,27 2006 37.758 6,33 558.599 93,67 596.357 49,54 2007 49.035 7,12 599.476 87,09 39.844 5,79 688.354 15,43 2008 51095 6,34 664.171 82,42 90.540 11,24 805.807 17,06 *R 36.047 6,26 497.302 88,71 31.956 5,04 565.306 20,06 Sumber: Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Lebak diolah (2008) Keterangan: * : Perubahan persentase Pendapatan Daerah; *R : Rata-rata; PAD : Pendapatan Asli Daerah; DP : Dana Perimbangan PDL : Pendapatan Daerah lain-lain Tahun
Menurut Tabel 19, pendapatan daerah Kabupaten Lebak terus mengalami peningkatan selama tahun anggaran 2004-2008. Hal ini didukung dengan peningkatan yang terus terjadi selama tahun 2004-2008 pada dua sumber pendapatan daerah yaitu PAD dan dana perimbangan. Dilihat dari rata-rata PAD Kabupaten Lebak hanya mencapai 6,26% per tahun, sedangkan dari lain-lain pendapatan daerah yang sah 5,04% per tahun. Kedua sumber penerimaan tersebut
41
memberikan kontribusi yang sangat berbeda jauh dibandingkan kontribusi yang berasal dari dana perimbangan dengan rata-ratanya mencapai 88,71% per tahun. Dana perimbangan merupakan dana yang berasal dari pusat dalam rangka pemerataan
bagi
daerah-daerah
yang
tidak/kurang
berpotensi
terhadap
sumberdaya daerahnya, akibat adanya perbedaan karakteristik dan potensi pada masing-masing daerah tersebut, sehingga kesenjangan antardaerah dapat diminimalkan. Sutedi (2009) menyatakan bahwa pemerataan pembangunan sebagai salah satu prinsip dasar penyelenggaraan pemerintahan bertambah penting artinya agar pertumbuhan pada setiap daerah maupun perkembangan antardaerah dapat berlangsung secara sinergis. PAD merupakan salah satu sumber pendapatan yang hampir keseluruhan berasal dari daerah tersebut. Hal ini dikarenakan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas pembiayaan dan pelaksanaan asas desentralisasi (otonomi), dimana setiap daerah seharusnya mempunyai kesanggupan dalam membiayai rumah tangganya sendiri yaitu dari berbagai sumber potensi daerah yang dimiliki. Namun dalam kenyataannya, PAD di Kabupaten Lebak masih kecil dibandingkan dengan dana perimbangan. Besarnya dana perimbangan yang dominan dari suatu pendapatan daerah mengindikasikan bahwa masih terdapat ketergantungan daerah pada Pemerintah Pusat. Sehingga dapat dinyatakan bahwa kegiatan desentralisasi di Kabupaten Lebak masih belum sepenuhnya berjalan. 5.3.2 Pendapatan Sektor Kehutanan di Kabupaten Lebak Pendapatan sektor kehutanan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu pendapatan yang bersumber dari daerah/kabupaten (PAD) dan pendapatan yang bersumber dari pusat (dana perimbangan). Pendapatan yang bersumber dari daerah Kabupaten Lebak terdiri dari pajak pengambilan sarang burung walet, retribusi izin pengusahaan sarang burung walet, dan retribusi izin tebang. Sedangkan pendapatan yang bersumber dari pusat yaitu Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH). a. Pajak Pengambilan Sarang Burung Walet Pajak pengambilan sarang burung walet merupakan jenis pajak daerah baru yang dapat dipungut oleh daerah untuk memperoleh manfaat ekonomis dari
42
keberadaan dan perkembangan sarang burung walet di wilayahnya. Karena burung walet yang terdapat di Kabupaten Lebak merupakan kekayaan alami yang dijadikan sumber pendapatan sebagian masyarakat melalui pengelolaan dan pengusahaan sarangnya. Pajak sarang burung walet ini termasuk dalam jenis penerimaan dari sektor kehutanan Kabupaten Lebak yang ditetapkan pada Perda No. 6 tahun 2005. Dikeluarkannya peraturan ini bertujuan untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan akibat semakin banyaknya usaha pembudidayaan dan penangkaran burung walet dan sejenisnya di Kabupaten Lebak. Pembudidayaan burung walet diindikasikan dapat berkembang dengan baik, sehingga dapat memberikan kontribusi yang optimal terhadap pendapatan daerah. Pemanfaatan sarang burung walet ini merupakan kegiatan melindungi dan melestarikan burung walet di habitat alami dari bahaya kepunahan baik lokal maupun global, serta mengoptimalkan sarang burung walet dalam upaya pemanfaatan secara lestari. Pajak pengambilan sarang burung walet di Kabupaten Lebak selanjutnya dikelola oleh Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Lebak. Tabel 20 Besarnya pajak pengambilan sarang burung walet dan kontribusinya terhadap PAD dan pendapatan daerah Kabupaten Lebak Tahun
PPSBW
*(%)
PAD (Rp)
PD (Rp)
Kontribusi (%)
PAD PD 2004 18.990.272.409 337.204.818.886 0,000 2005 23.358.550.477 398.805.269.137 0,000 2006 13.951.000 37.757.811.943 596.356.529.490 0,037 0,0023 2007 9.501.000 -31,90 49.034.721.346 688.354.232.531 0,019 0,0014 2008 13.411.000 41,15 51.095.272.123 805.806.745.867 0,026 0,0017 Sumber: Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Lebak diolah (2008) Keterangan: PPSBW = Pajak Pengambilan Sarang Burung Walet *(%) = Perubahan Persentase PD = Pendapatan Darah
Tabel 20 menunjukan nilai pajak pengambilan sarang burung walet muncul di tahun 2006. Munculnya penerimaan dari jenis pajak ini baru ada di tahun 2006 dikarenakan perkembangan terhadap pembudidayaan sarang burung walet merupakan jenis usaha yang baru oleh masyarakat sekitar Kabupaten Lebak. Hal ini didukung dengan baru dikeluarkannya peraturan daerah untuk jenis pajak ini di tahun 2005.
43
Pajak pengambilan sarang burung walet memberikan kontribusi yang sangat kecil bagi Kabupaten Lebak, dimana kontribusi tertinggi hanya mencapai 0,037% terhadap PAD dan 0,0023% terhadap pendapatan daerah. Apabila dilihat dari besar pajak yang dicapai dengan tingkat perkembangannya (*), pajak pengambilan sarang burung walet ini dapat dikatakan belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari penurunan yang terjadi di tahun 2007 sebesar 31,19%. Sedangkan pada tahun 2008, walaupun kenaikan terjadi sebesar 41,15%, namun besarnya penerimaan pajak masih lebih kecil dibandingkan pada tahun 2006. b. Retribusi Izin Pengusahaan Sarang Burung Walet Retribusi izin pengusahaan sarang burung walet merupakan pungutan yang dikenakan kepada masyarakat yang melakukan kegiatan pengusahaan sarang burung walet dengan pemberian izin pengusahaan. Retribusi ini adalah bentuk realisasi dari Perda Kabupaten Lebak No. 7 Tahun 2000. Dalam Perda tersebut dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan pengusahaan sarang burung walet adalah semua kegiatan pengambilan sarang Burung walet baik di habitat alami maupun di luar habitat alaminya. Jenis burung walet yang dimaksud adalah satwa liar yang termasuk ke dalam marga Collocalia fuchipagus, Collocalia maxima, Collocalia esculanta, Collocalia gigas, Collocalia vanikorensis, dan Collocalia brevirostis. Retribusi pengusahaan sarang burung walet ini dikenakan untuk mengganti biaya administrasi, pengawasan lapangan, survei lapangan, biaya pembinaan teknis dari Dinas Teknis, serta untuk mengisi kas daerah. Penarikan retribusi izin pengusahaan sarang burung walet ditetapkan karena wilayah Kabupaten Lebak mempunyai sejumlah bangunan untuk pembudidayaan sarang burung walet yang mampu menghasilkan pemasukan bagi daerah. Untuk wilayah Kabupaten Lebak, dinas pengelola retribusi izin pengusahaan sarang burung walet adalah Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak. Besarnya penarikan retribusi sarang burung walet kemudian akan dilaporkan kepada Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Lebak. Berdasarkan Keputusan Bupati Lebak No. 14 Tahun 2000, retribusi izin pengusahaan sarang burung walet ditetapkan berdasarkan perhitungan klasifikasi jenis walet, jumlah populasi, luas bangunan, dan jangka waktu, dengan perkiraan
44
harga yang berlaku pada masa waktu pemberian pelayanan retribusi izin pengusahaan sarang burung walet tersebut. Tabel 21 Besarnya retribusi izin pengusahaan sarang burung walet dan kontribusinya terhadap PAD dan pendapatan daerah Kabupaten Lebak Kontribusi (%) Tahun *(%) PAD (Rp) PD (Rp) PAD PD 2004 10.028.225 18.990.272.409 337.204.818.886 0,053 0,0030 2005 10.074.475 0, 46 23.358.550.477 398.805.269.137 0,043 0,0025 2006 40.750.000 304,49 37.757.811,943 596.356.529.490 0,108 0,0068 2007 19.750.000 -51,53 49.034.721.346 688.354.232.531 0,040 0,0029 2008 19.250.000 -2,53 51.095.272.123 805.806.745.867 0,038 0,0024 Sumber: Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Lebak (2008) Keterangan: RIPSBW = Retribusi Izin Pengusahaan Sarang Burung Walet *(%) = Perubahan persentase PD = Pendapatan Daerah RIPSBW (Rp)
Pada tahun 2005 telah terjadi perubahan dengan dikeluarkannya Perda No. 7 tahun 2005 tentang Retribusi Izin Pengusahaan dan Penangkaran Sarang Burung Walet dan sejenisnya. Menurut Perda No. 7 tahun 2005 ini, pemungutan retribusi dilakukan berdasarkan pada luas bidang baik di habitat alami maupun di habitat buatan. Selama tahun 2004-2008, retribusi izin pengusahaan sarang burung walet mengalami fluktuatif di setiap tahun. Pada tahun 2006, pendapatan dari retribusi ini meningkat secara signifikan yaitu mencapai 304,49% atau bertambah Rp 30.675.525 dari tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya perubahan Perda No. 7 tahun 2000 menjadi Perda No. 7 tahun 2005. Kontribusi dari retribusi izin pengusahaan sarang burung walet ini terhadap PAD masih tergolong kecil, dimana kontribusi terbesar hanya 0,108% di tahun 2006. Dilihat dari sedikitnya pemilik bangunan sarang burung walet yang sudah terdaftar atau banyaknya bangunan yang tidak memiliki izin (Tabel 13) dapat menjadi penyebab dari kecilnya kontribusi jenis retribusi izin pengusahaan sarang burung walet. c. Retribusi Izin Tebang Hutan Rakyat Retribusi izin tebang diatur dalam Perda Kabupaten Lebak No. 12 tahun 2002 tentang Retribusi Izin Penebangan Kayu. Retribusi izin tebang dipungut sebagai pembayaran atas pemberian izin dan atau pelayanan dari Pemerintah
45
Daerah untuk kegiatan penebangan yang dilakukan oleh perorangan atau suatu badan usaha yang masih berada di wilayah Kabupaten Lebak. Perda No. 12 tahun 2002 menetapkan klasifikasi penebangan kayu di Kabupaten Lebak berdasarkan volume penebangan dalam rangka pengendalian penebangan, yaitu dengan memperhatikan sisa tegakan hasil tebangan dan lokasi penebangan. Klasifikasi tersebut antara lain izin penebangan volume kecil (penebangan di bawah 25 batang) dan izin penebangan volume besar (penebangan di atas 25 batang). Adapun yang berwenang dalam melakukan pemeriksaan atas penebangan dan pengangkutan kayu yang berada dan atau melintas di Kabupaten Lebak, baik yang berasal dari hutan negara maupun hutan rakyat adalah Dinas kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak. Besarnya penerimaan hasil retribusi izin tebang akan masuk ke kas daerah yang dikelola oleh Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Lebak. Penerimaan retribusi izin tebang kayu Kabupaten Lebak dari tahun 2004-2008 dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Besarnya retribusi izin tebang kayu dan kontribusinya terhadap PAD dan pendapatan daerah Kabupaten Lebak Retribusi (%) Pendapatan Izin Tebang *(%) PAD (Rp) Daerah (Rp) PAD PD (Rp) 2004 105.929.050 18.990.272.409 337.204.818.886 0,558 0,031 2005 145.603.607 37,45 23.358.550.477 398.805.269.137 0,623 0,037 2006 163.498.200 12,29 37.757.811.943 596.356.529.490 0,433 0,027 2007 180.356.250 10,31 49.034.721.346 688.354.232.531 0,368 0,026 2008 190.579.125 5,67 51.095.272.123 805.806.745.867 0,373 0,024 Sumber: Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Lebak, (2008) Keterangan: *(%) = Perubahan persentase; PD = Pendapatan Daerah Tahun
Retribusi izin tebang selama tahun 2004-2008 relatif mengalami peningkatan. Peningkatan tertinggi pada tahun 2005 yaitu mencapai 37,45%. Namun, dilihat dari kontribusinya terhadap PAD Kabupaten Lebak mengalami penurunan, kecuali di tahun 2005 yang naik sebesar 0,065%. Dibandingkan dengan total pendapatan daerah maupun PAD Kabupaten Lebak, retribusi izin tebang juga mengalami penurunan. Berdasarkan Tabel 23, besarnya tarif yang dikenakan terhadap kegiatan penebangan kayu disesuaikan dengan jenis kayu. Penebangan kayu dengan jenis bertarif tinggi memiliki kemungkinan besar dalam memberikan penerimaan yang tinggi terhadap retribusi izin tebang kayu ini.
46
Tabel 23 Besarnya tarif retribusi berdasarkan jenis kayu No. 1 2
Jenis Kayu Kelompok jenis kayu indah/m3 Kayu Jati/m3 a. Diameter 30 cm ke atas b. Diameter 20-29 cm c. Diameter 19 cm ke bawah Kelompok jenis Meranti/m3 Rimba campur dan bahan baku serpih/m3 Kayu diameter kecil, kayu bakar, dan bahan baku arang/SM Bambu ukuran besar (Diameter Pangkal 8 cm ke atas/batang) Rotan/Kg
3 4 5 6 8
Tarif (Rp) 8.000 8.000 6.000 4.000 4.000 3.000 500 100 350
Sumber: Perda No. 12 tahun 2002
d. Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) Provisi sumberdaya hutan/PSDH merupakan penerimaan yang berasal dari hasil produksi kayu sebelum dijual atau dibawa ke luar daerah oleh sejumlah perusahaan pemegang izin usaha pengusahaan hasil hutan kayu (IUPHHK) dan hak pengusahaan hutan (HPH). Produksi kayu di Kabupaten Lebak berasal dari hutan produksi yang dikelola oleh pihak Perhutani. Oleh karena PSDH merupakan pungutan terhadap pemanfaatan hasil hutan negara, sehingga PSDH masuk dalam kategori dana perimbangan. Tabel 24 Besarnya PSDH dan kontribusinya terhadap dana perimbangan dan pendapatan daerah Kabupaten Lebak tahun 2004-2008 Kontribusi Dana Pendapatan (%) Perimbangan Daerah (Rp) (Rp) DP PD 2004 77.298.823 300.997.527.477 337.204.818.886 0,026 0,023 2005 -100,00 363.265.718.660 398.805.269.137 0,000 0,000 2006 73.576.645 558.598.717.547 596.356.529.490 0,013 0,012 2007 457.219.066 521,42 599.475.728.919 688.354.232.531 0,076 0,066 2008 612.460.395 33,95 664.171.070.286 805.806.745.867 0,092 0,076 Sumber: Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Lebak (2008) Keterangan: *(%) = Perubahan persentase; PD = Pendapaan Daerah DP = Dana Perimbangan Tahun
PSDH (Rp)
*(%)
PSDH diatur dalam PP No. 104 tahun 2000 tentang Dana Perimbangan. Besarnya proporsi bagi hasil bukan pajak ini yaitu 16% untuk daerah provinsi yang bersangkutan, 32% untuk daerah kabupaten/kota penghasil, dan 32% untuk daerah kabupaten/kota lainnya bukan penghasil dalam provinsi yang bersangkutan dengan porsi yang sama besar untuk semua kabupaten/kota, serta 20% untuk pusat.
47
Besarnya kontribusi PSDH terhadap dana perimbangan masih sangat kecil, begitu juga jika dilihat dari kontribusinya terhadap pendapatan daerah (Tabel 24). Peningkatan PSDH terus terjadi setelah tahun 2006 dan tertinggi di tahun 2007 mencapai 521,42%. Peningkatan yang signifikan ini menunjukan bahwa pada tahun tersebut telah mengalami produksi yang tinggi terhadap kayu sebagai hasil hutan produksi. Oleh Karena PSDH adalah jenis sumber penerimaan yang berasal dari dana perimbangan, maka Tabel 24 belum memberikan gambaran terhadap PSDH yang sebenarnya dihasilkan oleh Kabupaten Lebak. Oleh karena itu, perlu diketahui besarnya PSDH yang dikeluarkan Perhutani (hutan produksi) di Kabupaten Lebak, dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25 Realisasi PSDH dari hutan produksi Kabupaten Lebak Tahun
Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH)
Persentase (%)
*(%)
2004 66.086.047 10,08 2005 65.332.957 9,97 -1,14 2006 74.876.273 11,43 14,61 2007 177.859.870 27,14 137,54 2008 271.213.700 41,38 52,49 Rata-Rata 131.073.769 20,00 Sumber: Perum Perhutani KPH Banten dan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Lebak (2008) Keterangan: *(%) = Perubahan persentase
PSDH yang dihasilkan oleh Kabupaten Lebak dipengaruhi oleh produksi kayu bulat yang dikeluarkan Perhutani. Tabel 25 menunjukan bahwa penerimaan PSDH menurun hanya di tahun 2005 yaitu sebesar 1,14% dan mengalami peningkatan tertinggi di tahun 2007 sebesar 137,54%. Jika dilihat pada produksi kayu bulat (Tabel 9), penurunan yang terjadi yaitu di tahun 2005 dan 2007. Sehingga terjadi ketidakseimbangan antara produksi kayu bulat dengan besarnya PSDH yang dikeluarkan pada tahun 2007. Hal ini diakibatkan karena pada tahun 2007, jenis jati mengalami produksi tertinggi
yaitu mencapai 872 m3. Jati
merupakan jenis kayu yang mempunyai harga jual/tarif yang tinggi. 5.3.3 Kontribusi Sektor Kehutanan Kabupaten Lebak Sektor kehutanan yang memberikan kontribusi untuk pendapatan daerah selama tahun 2004-2008 terdiri dari empat jenis, yaitu pajak pengambilan sarang burung walet, retribusi izin pengusahaan sarang burung walet, retribusi izin tebang, dan bagi hasil non pajak berupa provisi sumberdaya hutan (PSDH).
48
Besarnya kontribusi pada masing-masing jenis tersebut dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 Kontribusi sektor kehutanan terhadap pendapatan daerah di Kabupaten Lebak tahun 2004-2008 (Rpx1.000.000)
Sumber: Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Lebak, diolah (2008) Keterangan: A : Pajak pengambilan sarang burung walet B : Retribusi izin tebang C : Retribusi izin pengusahaan sarang burung walet D : PSDH (Provisi Sumber Daya Hutan) PD : Total pendapatan daerah % : Persentase *Rata : Rata-rata per tahun *PAD : Pendapatan asli daerah sektor kehutanan *DP : Dana perimbangan sektor kehutanan *PD : Pendapatan sektor kehutanan
Secara keseluruhan, dana perimbangan sektor kehutanan memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap pendapatan daerah dibandingkan dengan PAD sektor kehutanan yang rata-ratanya hanya mencapai 0,0341% per tahun (Rp 184,54 juta per tahun). Dana perimbangan sektor kehutanan memberikan kontribusi dengan rata-rata mencapai 0,04% per tahun (Rp 244,1 juta per tahun). Selisih rata-rata antara PAD sektor kehutanan dengan dana perimbangan sektor kehutanan mencapai Rp. 59,58 juta per tahun. Nilai selisih ini memberikan arti penting bagi pembangunan daerah dalam era otonomi, khususnya sektor kehutanan. PAD sektor kehutanan menggambarkan tingkat keberhasilan daerah dalam mengurus rumah tangganya (otonomi) yang terkait pada bidang/sektor kehutanan. Sedangkan kemampuan daerah dalam menanggulangi ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat dapat dilihat dari tingkat PAD yang dicapai. Dana perimbangan baik dari kontribusinya terhadap pendapatan daerah Kabupaten Lebak maupun terhadap pendapatan daerah sektor kehutanan itu sendiri masih memberikan persentase yang lebih tinggi dibandingkan penerimaan
49
PAD. Hal ini menunjukan bahwa peran Pemerintah memang sangat dibutuhkan dalam pembangunan daerah Kabupaten Lebak, termasuk sektor kehutanan. Hal ini dikarenakan pendapatan daerah dari sektor kehutanan masih tergolong rendah. Rendahnya pendapatan yang disumbangkan oleh sektor kehutanan terhadap pendapatan daerah Kabupaten Lebak disebabkan oleh rendahnya pendapatan dari tiap-tiap jenis sumber penerimaan sektor kehutanan, mulai dari pajak pengambilan sarang burung walet, retribusi izin pengusahaan sarang burung walet, retribusi izin tebang, hingga nilai PSDH-nya. Secara total, pendapatan daerah yang dikontribusikan dari sektor kehutanan selama tahun 2004-2008 memiliki rata-rata sebesar Rp 428,6 juta per tahun atau 0,07% per tahun. Kontribusi terbesar dari sektor kehutanan terhadap pendapatan daerah terjadi pada tahun 2008, yaitu 0,104%, dengan komposisi 0,028% dari PAD sektor kehutanan dan 0,076% dari dana perimbangan sektor kehutanan. Sedangkan kontribusi terendah sektor kehutanan terhadap pendapatan daerah terjadi pada tahun 2005, yaitu sebesar 0,039%. Kecilnya kontribusi sektor kehutanan terhadap pendapatan daerah ini juga disebabkan karena masih kecilnya total PAD yang berkontribusi (6,26%) terhadap pendapatan daerah Kabupaten Lebak. Penerimaan yang disumbangkan oleh beberapa jenis sektor kehutanan (0,001%-0,04% per tahun) yang tergolong kecil terhadap pendapatan daerah Kabupaten Lebak memberikan gambaran bahwa masing-masing jenis sektor kehutanan tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Optimalisasi manfaat hutan merupakan terjadinya kesimbangan antara manfaat ekologi, manfaat ekonomi dan manfaat sosial secara lestari. Dengan upaya pengelolaan yang efektif dan efisien, Kabupaten Lebak memiliki prospek jangka panjang yang dapat turut memberikan kontribusi yang tinggi terhadap pembangunan daerah, dilihat dari banyaknya potensi sektor kehutanan yang dimiliki Kabupaten Lebak baik dari potensi luas (26,21% dari luas wilayah) maupun berbagai produk yang dihasilkan.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain: 1. Pendapatan daerah Kabupaten Lebak memiliki pendapatan rata-rata mencapai Rp 565,31 miliar/tahun. Pendapatan daerah ini sebagian besar berasal dari dana perimbangan yaitu 88,71% per tahun. Besarnya dana perimbangan ini meggambarkan tingkat ketergantungan daerah Kabupaten Lebak terhadap Pemerintah Pusat masih tinggi, sehingga desentralisasi belum dapat berjalan sepenuhnya.
2. Kabupaten Lebak memiliki sumber pendapatan daerah yang berasal dari sektor kehutanan yang terdiri dari tiga jenis PAD dan satu jenis dana perimbangan. PAD sektor kehutanan bersumber dari pajak pengambilan sarang burung walet, retribusi izin pengusahaan sarang burung walet dan retribusi izin tebang. Sedangkan dana perimbangan sektor kehutanan bersumber dari PSDH. 3. Kontribusi sektor kehutanan terhadap pendapatan daerah di Kabupaten Lebak selama tahun 2004-2008 masih tergolong kecil yaitu 0,07% per tahun. Pendapatan rata-rata untuk masing-masing jenis penerimaan sektor kehutanan diantaranya: 0,001% per tahun dari pajak pengambilan sarang burung walet, 0,004% dari retribusi izin pengusahaan sarang burung walet, 0,03% dari retribusi izin tebang, dan 0,04% dari PSDH. 5.2 Saran Saran yang dapat direkomendasikan dari penelitian ini antara lain: 1. Spesifikasi program kehutanan yang mengarah langsung terhadap peningkatan PAD pada jenis-jenis sumber pendapatan sektor kehutanan yang sudah ada, seperti program dalam upaya pengembangan sarang burung walet (Pajak Pengambilan Sarang Burung Walet dan Retribusi Izin Pengusahaan Sarang Burung Walet), maupun pengembangan hutan rakyat (Retribusi Izin Tebang). 2. Penelitian lanjutan terkait dengan sumber-sumber potensial di sekktor kehutanan Kabupaten Lebak yang belum tergali dalam rangka mendukung peningkatan kontribusinya terhadap pendapatan daerah Kabupaten Lebak.
51
DAFTAR PUSTAKA Affandi OP, Pindi. 2004. Perhitungan Nilai Ekonomi Pemanfaatannya Hasil Hutan NonMarketable oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan. Jurusan Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian. Medan: Universitasn Sumatera Utara. Anonim. 2009. Analisis Penerimaan Bagi Hasil Sumber Daya Alam dari Iuran Hasil Hutan dan Iuran Hak Pengusahaan Hutan Provinsi Kalimantan Timur. Tesis Magister Ekonomika Pembangunan. Tidak diterbitkan. Anwar, Affendi. 2006. Menuju Sistem Pembayaran Bagi Jasa-Jasa Perbaikan Lingkungan dalam Kaitannya dengan Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Lahan dan Air di DAS Citarum. Makalah Tim Pascasarjana. Bogor: Lembaga dan Pemberdayaan Masyarakat Pertanian Bogor. [Bappeda Lebak] Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten Lebak. 2008. Final Peta Kabupaten Lebak. Rangkas Bitung: Bappeda Lebak. [BPS Lebak] Badan Pusat Statistik. 2008. Lebak dalam Angka Tahun 2008. Rangkas Bitung: BPS Lebak. [BPS Lebak] Badan Pusat Statistik. 2008. Lebak dalam Angka Tahun 2008. Rangkas Bitung: BPS Lebak. Dalaney, Daniel Vincent. 2008. Budidaya Sarang Burung Walet di Jawa Timur [skripsi]. Malang: Universitas Muhamadiah Malang. [Dishutbun Lebak] Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak. 2008. Laporan dalam Rekap Total Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak. Rangkas Bitung: Dishutbun Lebak. [Dishutbun Provinsi Banten] Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten. 2009. Data dan Informasi Kehutanan. Banten: Dishutbun Provinsi Banten. [DPPKD Lebak] Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Lebak. 2008. Laporan Target dan Realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten Lebak. Rangkas Bitung: DPPKD Lebak. [Disporabudpar Lebak] Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata Daerah Kabupaten Lebak. 2008. Data potensi pariwisata Kabupaten Lebak tahun 2005-2009. Rangkas Bitung: Disporabudpar Lebak. Indonesia Corruption Watch dan Greenomics Indonesia. 2004. Pungutan Usaha Kayu; Evolusi terhadap Mekanisme Perhitungan, Pemungutan, dan Penggunaan Pungutan Usaha Kayu. Jakarta. Kartodihardjo, Hariadi. 2002. Re-orientasi Sistem Perijinan dan Pengesahan Menuju Perubahan Budaya Pengelolaan Hutan Skala Besar. Komuniti Forestry:22-23.
52
KPH Banten Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. 2009. Laporan Triwulan III KPH Banten Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Serang. Pawitno. 2003. Kontribusi Pendapatan Sub Sektor Kehutanan Terhadap Pendapatan Daerah di Papua [skripsi]. Manokwari: Universitas Negeri Papua. Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kahutanan. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2000. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan atas UU RI No. 18 Tahun 1997 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2000. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 Tentang Dana Perimbangan. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2000. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2006. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 18 Tahun 2006 Tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pengenaan, Pemungutan dan Pembayaran Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR). Jakarta. Pemerintah Kabupaten Lebak. 2000. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2000 Tentang Retribusi Izin Pengusahaan Sarang Burung Walet. Kabupaten Lebak. Pemerintah Kabupaten Lebak. 2005. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Izin Pengusahaan dan Penangkaran Sarang Burung Walet dan Sejenisnya. Rangkas Bitung. Pemerintah Kabupaten Lebak. 2005. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pajak Pengambilan Sarang Burung Walet dan Sejenisnya. Kabupaten Lebak. Pemerintah Kabupaten Lebak. 2002. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Retribusi Izin Penenbangan Kayu. Kabupaten Lebak.
53
Pemerintah Kabupaten Lebak. 2009. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Lebak Tahun 2009-2014. //http:www.lebakbab.go.id/files/Gambaran%20Keuangan.doc [15 September 2009]. Pemerintah Kabupaten Lebak. 2009.//www.lebakbab.org [29 September 2009]. Riswati, Wati. 2009. Kontribusi Sektor Kehutanan Terhadap Pendapatan Daerah Kabupaten Garut [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Samsu, Heru Komarudin, Sian McGrath, Yan Ngau dan Dt Iman Suramenggala. 2005. Kontribusi Izin Pemungutan dan Pemanfaatan Kayu (IPPK) 100 ha terhadap Pendapatan Daerah Studi Kasus di Kabupaten Bulungan. Bogor: Center for International Forestry Research (CIFOR). Sugiyanto, Rachmad. 2009. Perluasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. //http:www.koranbekasi.com/2008/07/21/perluasan-taman-nasional-gununghalimun-salak [14 Oktober 2009]. Suhendang, Endang. 2002. Pengantar Ilmu Kehutanan. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Sulung, Toni Ismanto. 2005. Peranan Hutan Rakyat dalam Perekonomian Wilayah dan Strategi Pengembangan di Kabupaten Lebak [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Suparmoko. 1989. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Suparmoko, M. 2002. Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah. Yogyakarta: Penerbia Andi. Sutedi A. 2009. Implikasi Hukum atas Sumber Pembiayaan Daerah Dalam Kerangka Otonomi Daerah. Jakarta: Sinar Grafika. //http:www.java.web.id [16 Agustus 2010] //http:www.mediaindonesia.com [28 Februari 2010]
LA MP IRA N
55
Lampiran 1 Peraturan Perundang-Undangan No A
Jenis Peraturan PerundangUndangan Undang-Undang 1. UU No. 32 tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah
Penjelasan Isi
2. UU No. 34 tahun 2000
Perubahan Atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan, yang terdiri dari: 1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu penerimaan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan Lain-lain PAD yang Sah; 2) Dana Perimbangan; dan 3) Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan Pajak Daerah. Wajib Pajak/Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak/retribusi yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu. Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun takwim kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayarkan pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam tahun pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan pemerintah daerah. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
56
(Lanjutan Lampiran 1) No.
Jenis Peraturan Perundang-Undangan
Tentang
Penjelasan Isi
3. UU No. 33 tahun 2004
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah
B
Peraturan Pemerintah 1. PP No. 104 tahun 2000
Dana Perimbangan
Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Penerimaan negara dari sumberdaya alam sektor kehutanan, sektor pertambangan umum, dan sektor perikanan dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk daerah. Penerimaan negara dari sumberdaya alam sektor kehutanan terdiri dari : a. Penerimaan Iuran Hak Pengusahaan Hutan; b. Penerimaan Provisi Sumberdaya Hutan. Bagian Daerah dari penerimaan negara Iuran Hak Pengusahaan Hutan dibagi dengan perincian : a. 16% untuk Daerah Provinsi yang bersangkutan; b. 64% Daerah Kabupaten/Kota penghasil. Bagian Daerah dari penerimaan negara Provisi Sumberdaya Hutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dibagi dengan perincian : a. 16% untuk Daerah Provinsi yang bersangkutan; b. 32% untuk Daerah Kabupaten/Kota penghasil; c. 32% (tiga puluh dua persen) untuk Daerah Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan.
57
(Lanjutan Lampiran 1) No.
Jenis Peraturan Perundang-Undangan
Tentang
Penjelasan Isi
2. PP No.105 tahun 2000
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
C
Peraturan Daerah 1. Perda No. 6 tahun 2005
Pengambilan Sarang Burung Walet dan Sejenisnya
2. Perda No. 7 tahun 2000
Retribusi Izin Pengusahaan Sarang Burung Walet
Bagian Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf c, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua Kabupaten/Kota dalam Provinsi yang bersangkutan. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD, adalah suatu rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD. Pejabat dan atau pegawai daerah yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku diberi kewenangan tertentu dalam kerangka pengelolaan Keuangan daerah. Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatuhan. Burung Walet dan sejenisnya yang terdapat di Kabupaten Lebak merupakan kekayaan alami yang dijadikan sumber pendapatan sebagian pendapatan masyarakat melalui pengelolaan dan pengusahaan sarangnya. Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan Pajak Daerah. Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan keputusan Bupati. Dasar pengenaan Pajak Pengambilan Sarang Burung Walet dan Sejenisnya adalah nilai jual Sarang Burung Walet dan Sejenisnya. Tarif Pajak Pengambilan Sarang Burung Walet dan Sejenisnya ditetapkan sebagai berikut: a) sebesar 15% dari dasar pengenaan pajak untuk habitat alami; b) sebesar 10% dari pasar pengenaan pajak untuk di luar habitat alami (budidaya/ buatan). Burung Walet adalah satwa liar yang termasuk ke dalam marga Collocalia fuchipagus, Collocalia maxima, Collocalia esculanta, Collocalia gigas, Collocalia vanikorensis, dan Collocalia brevirostis.
58
(Lanjutan Lampiran 1) No.
Jenis Peraturan Perundang-Undangan
Tentang
Penjelasan Isi
3. Perda No. 7 tahun 2005
Retribusi Izin Pengusahaan dan Penangkaran Sarang Burung Walet dan Sejenisnya
4. Perda No. 12 tahun 2002
Retribusi Izin Penebangan Kayu
Pengusahaan Burung Walet adalah bentuk kegiatan pengambilan Saeang Burung walet di habitat alami dan di luar habitat alami. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundangundangan retribusi diwajibkan untuk memanfaatkan jasa atau perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa atau perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Objek Retribusi adalah setiap pengusahaan sarang burung walet oleh orang pribadi atau badan. Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengusahaan sarang burung walet. Besarnya tarif ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan mempertimbangkan biaya penyediaan jasa perizinan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan. Ijin Pengusahaan dan Penangkaran Sarang Burung Walet adalah surat yang berisi hak dan kewajiban orang atau badan dalam kegiatan pengusahaan dan penangkaran sarang burung walet baik di habitat alami maupun buatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Wajib retribusi adalah orang atau badan yang menurut peraturan perundangundangan diwajibkan melakukan pembayaran retribusi. Masa retribusi adalah jangka waktu tertentu yang merupakan batas wajib retribusi untuk mendapatkan jasa dan pelayanan dari Pemerintah Daerah. Penebangan adalah kegiatan penebangan jenis pohon kayu, bambu, dan sejenisnya yang ditanam di luar kawasan hutan negara. Wajib Retribusi adalah orang perorangan atau badan menurut peraturan perundangundangan di bidang retribusi diwajibkan unutk melakukan pembayaran retribusi. Masa Retribusi adalah jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk melakukan pembayaran Provisi Sumberdaya Hutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dibagi dengan perincian : a. 16% untuk Daerah Provinsi yang bersangkutan; b. 32% untuk Daerah Kabupaten/Kota penghasil; c. 32% (tiga puluh dua persen) untuk Daerah Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan. Objek Retribusi adalah kayu yang ditebang dan berada di Kabupaten Lebak.
59
(Lanjutan Lampiran 1) No.
Jenis Peraturan Perundang-Undangan
Tentang
Penjelasan Isi
D
Keputusan Bupati No. 7 Tahun 2000
Pedoman Pemungutan Sarang Burung Walet
Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan penebangan kayu. Dalam rangka pengendalian penebangan kayu, diklasifikasikan penebangan kayu berdasarkan volume penebangan, yaitu meliputi: 1) Izin Penebangan Volume Kecil bagi penebangan di bawah 25 batang; 2) Izin Penebangan Volume Besar bagi penebangan di atas 25 batang. Tingkat penggunaan jasa retribusi diukur berdasarkan jenis kayu, pengukuran, dan volume kayu yang akan ditebang. Prinsip penerapan tarif adalah untuk biaya administrasi, pemeriksaan, pengukuran, dan pengendalian. Tarif Retribusi Izin Pengusahaan Sarang Burung Walet ditetapkan berdasarkan perhitungan klasifikasi jenis walet, jumlah populasi, luas bangunan, dan jangka waktu, dengan perkiraan harga yang berlaku pada masa waktu pemberian pelayanan Izin Pengusahaan Sarang Burung Walet.
60
Lampiran 2 Struktur kelas hutan KPH Banten wilayah Kabupaten Lebak No. A 1.
2.
B
Kelas Hutan Untuk Produksi Untuk Produksi kayu Acacia mangium I. PRODUKTIF KU X KU IX KU VIII KU VII KU VI KU V KU IV KU III KU II KU I Jumlah (I) Masak Tebang (MT) Miskin Riap (MR) Jumlah MT dan MR Jumlah (I) II. TIDAK PRODUKTIF LTJL (Lapangan Tebang Habis Jangka Lampau) TK (Tanah Kosong) TKL (Tanaman Kayu Lain) HAKL (Hutan Alam Kayu lain) TABK (Tanaman Alam Bertumbuhan Kurang) HABK (Hutan Alam Bertumbuhan Kurang) Jumlah (II) Jumlah (I+II) Bukan Untuk Produksi Kayu Acacia mangium HLT (Hutan Lindung Terbatas) TJKL ( Tanaman Jenis Kayu Lain) Jumlah (2) Jumlah A Bukan Untuk Produksi TBP (Tak Baik untuk Produksi) LDTI (Lapangan Dengan Tujuan Istimewa) SA/HW (Hutan Suaka Alam/ Hutan Wisata) HL (Hutan Lindung) Alur Jumlah B Jumlah A + B
RPKH 2008 – 20012 Bonita KBD Luas Rata- Rata(Ha) Rata Rata
46,60 97,50 77,40 12,50 53,10 6,00 543,89 927,30 1.764,29 11,65 11,65 1.775,94
2 2 2 3 2 1 2 2 2 2
0,77 0,63 0,86 0,80 1,01 0,62 0,74 0,95 0,64 0,32
18,07 1.062,75 11.012,95 204,35 12.298,12 14.074,06
-
-
3.926,22
-
-
3.926,22 18.000,28
-
-
999,22 2.982,81 196,88 4.178,91 22.179,19
-
-
Sumber: RPKH jangka 2004-2012 Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten KPH Banten
61
Lampiran 3 Potensi mata air di Kabupaten Lebak Jumlah Mata Air (Unit) 1 Bayah 124 2 Cikulur 99 3 Panggarangan 91 4 Cigemblong 67 5 Cileles 299 6 Curugbitung 25 7 Lebakgedong 25 8 Maja 51 9 Gunung Kencana 213 10 Bojongmanik 28 11 Cirinten 19 12 Cihara 294 13 Malingping 41 14 Muncang 39 15 Cibadak 17 16 Sajira 60 17 Cibeber 301 18 Cimarga 37 19 Wanasalam 65 20 Cilograng 387 21 Cijaku 75 22 Sobang 26 23 Kalanganyar 7 24 Warunggunung 7 25 Leuwidamar 49 26 Cipanas 23 27 Rangkasbitung 32 28 Banjarsari 87 Total 2,588 Sumber: Rekap total Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak (2008) No.
Kecamatan
3 Bulan 36 32 28 25 114 8 10 66 8 150 4 1 43 18 257 24 7 10 5 6 32 884
Lamanya Mengalir 6 Bulan 9 Bulan 24 47 16 6 54 9 26 11 105 57 2 12 37 55 32 12 6 19 90 26 22 12 20 12 10 6 9 26 74 93 14 23 22 25 52 47 27 20 12 5 7 2 3 17 13 4 6 13 4 29 16 758 533
12 Bulan 17 45 5 23 23 5 4 60 2 28 7 3 25 91 31 4 2 2 9 8 9 10 413
62
Lampiran 4 Potensi situ di Kabupaten Lebak
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Kecamatan
Nama DTA/Bendungan
Bayah
Cibuluh, Cipangasahan, Cisuren, Cikaret, Ciapul Cikulur Situ Bangreung Cileles Cina Daku Maja Ci Cinta Malingping Cilangkahan I dan II Sajira Citinggar, Cobojan, Cikondang, Ciunem Cibeber Panyaungan, Ciburial Cimarga Situ Palayangan Cijaku Curuglame Warunggunung Bunut, Sagat, Cilebun, Ajid Leuwidamar Cikekel, Dandang Rangkasbitung Bendungan Cijoro, Bendungan Pasir Limus Banjarsari Cimadang JUMLAH TOTAL
Sumber: Rekap total Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak (2008)
Jumlah (unit)
Luas (ha)
Volume (m3)
6
175
39.000
1 1 1 8 4 2 1 1 4 3 2
8 1 3
100.000 6.500 5.000
0.24 2.75 240
6.500
2 36
16 448
2
2.500
159.500
63
Lampiran 5 Potensi bambu di Kabupaten Lebak No.
Kecamatan
Luas (Ha)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Bayah Cikulur Panggarangan Cigemblong Cileles Lebakgedong Maja Gunung Kencana Bojongmanik Cihara Malingping Muncang Cibadak Sajira Cibeber Cimarga Wanasalam
34,15 298,00 65,00 45,00 105,00 171,00 75,00 49,00 225,00 78,00 176,00 102,00 95,00 238,00 522,00 219,00 35,00
18
Cilograng
88,25
19 Cijaku 20 Sobang 21 Kalanganyar 22 Warunggunung 23 Leuwidamar 24 Cipanas 25 Rangkasbitung 26 Banjarsari Jumlah
35,00 20,00 23,00 27,00 77,00 10,65 86,00 186,00 3.085
Jenis Bambu Hitam, Tali dan Mayan Hitam, Tali, Gombong dan Mayan Mayan. Tali, Hitam Mayan, Tali, Haur, Serat Tali, Mayan Tali, Betung Betung, Tali Mayang, Kasap, Tali Mayan, Tali Tali , Mayan Tali , Mayan, Kasap Tali, Betung , Surat Tali, Mayang, Hitam Tali , Mayan Tali, Mayan, Hitam Mayan, Tali , Hitam dan Gombong Tali , Ater dan Hitam Mayan, Tali , Hitam, Gombong, Surat dan Betung mayan, haur, Surat, hitam, Tali Mayan, Hitam, Tali Gombong, Hitam Tali , Gombong Hitam, Apus dan Mayan Campur Tali , Gombong Mayan, Hitam, Tali
Sumber: Rekap total Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak (2008) Keterangan: Bambu Tali : Gigantochloa apus Bambu Hitam : Gigantochloa atroviolacea Bambu Ater : Gigantochloa atter Bambu Gombong : Gigantochloa verticillata Bambu Betung : Dendrocalamus asper Bambu Haur : Bambusa vulgaris
Jumlah Batang Rumpun 40.400 3.512 171.900 17.099 5.607 540 112.500 2.250 41.000 589 -
-
30.000 39.000 2.250 97.500 176.000 192.000 97.500 222.100 419.020 148.700 6.941
1.500 2.245 225 6.480 17.600 5.100 19.500 10.265 19.875 2.966 293
470.765
6.868
87.000 29.400 142.100 11.500 6.150 63.900 33.125 389.500 3.035.858
1.750 594 7.500 2.700 730 1.065 9.335 25.140 165.721
64
Lampiran 6 Produksi kayu bulat dan kayu olahan hutan rakyat per kecamatan
No
Kecamatan
Jenis Komoditas
Produksi Kayu (M3/Tahun) Bulat
1 2 3 4 5 6
Bayah Panggarangan Cigemblong Cileles Curugbitung Gunung Kencana
Jati , Rimba campur, Mahoni Rimba campur Rimba campur Albazia mahoni Campuran Kelompok Meranti , Rimba campur, Mahoni
7
Bojongmanik
8
Cibadak
Rimba campur, Karet Albazia, Kecapi
9
Cibeber
Albazia, Manii
10 11
Cimarga Wanasalam
Albazia, Manii Rimba campur Kelompok Kayu Indah, Meranti, Jati, Rimba 12 Cilograng campur 13 Cijaku Rimba campur 14 Kalanganyar Rimba campur 15 Leuwidamar Albazia, Kecapi, Durian, Mahoni sumber: Rekap total Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak (2008) Keterangan: Albazia : Paraseraenthes falcataria atau Alabzia falcataria Jati : Tectona grandis Mahoni : Swietenia spp Karet : Hevea brasiliensis Kecapi : Sondoricum koetjape Manii : Maesopsis emanii Kelompok Meranti : - Balau (Dyospiros spp) - Bangkirai (Shorea falcifera) - Jelutung (Dtera spp) - Kapur (Dryobalanops spp) - Matoa (Pometia spp) - Merawan (Hopea spp) - Pulai (Alstonia spp) - Resak (Vetica spp), dan lain-lain Kelompok Kayu Indah : - Bongin (Irvingia malayan) - Bungu (Langeerstroemia specia) - Cempaka (Michelia spp) - Cendana (Santalum album) - Dahu (Dracontomelon dao) - Johar (Cassia siamea) - Kupang (Ormosia sumatrana) - Lasi (Adina fagifolia), dan lain-lain Rimba campur : - Bakau (Rhyzopora spp dan Bruguiera spp) - Duabangsa (Duabangsa molucana) - Eucalyptus (Eucalyptus spp) - Jabon (Anthocephalus cadamba) - Merbau (Instia spp), dan lain-lain
Olahan
248 565 1.215 9.468 9.100 53.175
7.870 2.445 3.600 12.167
600
5.700
-
708
2.265
41.750
2.165 180
3.226 1.700
-
4.606
1.275 1.320 565
225 650
65
Lampiran 7 Rincian komponen pos pendapatan asli daaerah Kabupaten Lebak Pendapatan Asli Daerah (PAD)
No
Pajak Daerah
No
Retribusi Daerah
1
Pajak Hotel
1
2
Pajak Restauran
2
Retr. Pelayanan Kesehatan/Dinas Kesehatan Retr. Pelayanan Kesehatan/RSUD
3
Pajak Hiburan
3
Retr. Pelayanan Persampahan
4
Pajak Reklame
4
5
5
6
Pajak penerangan Jalan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Gol. C
Retr. Penggantian Biaya KTP dan Akte Catatan Sipil Retr. Parkir di Tepi Jalan
6
Retr. Pasar
7
Pajak Parkir
7
Retr. Pengujian Kendaraan Bermotor
8
Pajak Pengambilan Sarang Burung Walet
8
Retr. Penggantian Biaya Cetak Peta
9
Retr. Pemakaian Kekayaan Daerah
10
Retr. Jasa Usaha Tempat Pelelangan/TPI
11
Retr. Terminal
12
Retr. Tempat Khusus Parkir
13
Retr. Penyedotan Kakus
14
Retr. Rumah Potong Hewan
15
Retr. Tempat Pendaratan Kapal
16
Retr. Tempat Rekreasi dan Olahraga
No
Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengambilan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
No
Lain-lain PAD yang Sah
1
Bagian Laba Lembaga Keuangan Bank (PT. Bank Jabar dan Banten)
1
Hasil Penjualan Aset Daerah yang Tidak dipisahkan
2
Bagian Laba atas Penyimpanan Modal kepada Koperasi Bina Mukti
2
Jasa Giro
3
Pendapatan Bunga Deposito
Bagian Laba atas Penyimpanan Modal kepada Koperasi DWP Melati Bagian Laba Lembaga Keuangan Non Bank (P. D BPR)
4
Tuntutan Ganti Kerugian Daerah
5
Pendapatan Denda atas Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan
6
Pendapatan dari Pengembalian
3
4
66
(Lanjutan Lampiran 7) Pendapatan Asli Daerah (PAD) No. Pajak Daerah
No.
Retribusi Daerah
17
Retr. Penjualan Produksi Usaha Daerah
18
Retr. Pengelolaan Rice Milling Plant (RMP)
19
Retr. Izin Mendirikan Bangunan
20
Retr. Izin Gangguan/SITU
21
Retr. Izin Trayek
22
Retr. Izin Peruntukan Penggunaan Tanah
23
25
Retr. Izin Tebang Retr. Izin Pengusahaan Sarang Burung Walet Retr. Surat Izin Usaha Perdagangan
26
Retr. Izin Wajib Daftar Perusahaan
27
Retr. Surat Izin Usaha Perdagangan
24
No.
Retr. Izin Tanda Daftar Gudang Retr. Izin Tanda Daftar Industri dan Izin 29 Usaha Industri Retr. Penyelenggaraan Perizinan 30 Pertambangan Umum Sumber:Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Lebak (2008)
Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengambilan Kekayaan Daerah Yyang Dipisahkan
No.
7
Lain-lain PAD yang Sah
Pendapatan dari Pengembalian Atas Temuan Pemeriksaan
8
Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga
9
Penerimaan Iuran Tetap Pertambangan
10
Penerimaan Pencadangan Wilayah Pertambangan
11
Penerimaan Lain-lain
28
67
Lampiran 8 Rincian komponen pos dana perimbangan dan pos lain-lain pendapatan daerah yang sah Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak/ Bukan Pajak No.
1 2 3 4 5
Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana Alokasi Khusus (DAK)
Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah
Bagi Hasil Pajak
Bagi hasil Bukan Pajak/SDA
Pajak Bumi dan Bangunan
Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH)
DAK Bidang Pendidikan
Pendapatan Hibah
Iuran Tetap/ Landrent
DAK Bidang Kesehatan
Dana Bagi Hasil Pajak Provinsi dan Pemda
Iuran Eksploitasi (Royaliti)/ Eksplorasi Penerimaan Pungutan Pengusahaan Perikanan Penerimaan Pungutan Hasil Perikanan
DAK Bidang Kependudukan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Bagi Hasil Pajak Penghasilan
6 7 8 9 10 Sumber: Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Lebak (2008)
DAK Bidang Jalan DAK Bidang Irigasi DAK Bidang Air Minum dan Penyehatan Lingkungan DAK Bidang Kelautan dan Perikanan DAK Bidang Pertanian DAK Bidang Lingkungan Hidup DAK Bidang Kehutanan
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Bantuan Keuangan dari Provinsi
68
Lampiran 9 Rincian pendapatan Kabupaten Lebak tahun anggaran 2004 - 2008
No. 1
2
3
Jenis Penerimaan Pajak Asli Daerah (PAD)
Total Penerimaan Dana Perimbangan
Total Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah
Komponen Penerimaan Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengembalian Kekayaan Daerah yang dipisahkan Lain-lain PAD yang Sah Bagi Hasil Pajak Bagi Hasil Bukan Pajak/SDA Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Pendapatan Hibah Dana Bagi Hasil Pajak Provinsi dan Pemda Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Bantuan Keuangan dari Provinsi Dana Darurat
Total Total Pendapatan Daerah
2004 2.883.921.947 9.213.898.905
2005 4.662.847.740 12.168.111.660
Tahun 2006 5.147.071.442 18.440.674.399
342.405.265
487.065.879
690.076.394
1.123.421.930
1.921.883.509
6.550.046.292,29
6.040.525.198
13.479.989.708
16.766.967.751
12.123.716.327
18.990.272.409,29 18.433.576.367
23.358.550.477 23.754.977.342
37.757.811.943 34.902.140.560
49.034.721.346 39.717.526.737
51.095.272.123 42.438.918.645
772.606.528
733.294.730
611.334.023
943.202.182
1.448.790.641
264.401.000.000
288.401.000.000
458.050.000.000
507.639.000.000
554.305.361.000
10.910.000.000
20.119.999.000
30.410.000.000
51.176.000.000
65.978.000.000
294.517.182.895 13.274.000.000
333.009.271.072 12.181.000.000
523.973.474.583 -
599.475.728.919 2.000.000.000
664.171.070.286 4.000.000.000
6.480.344.582
10.256.447.588
14.625.242.964
17.843.782.266
19.038.604.058
-
-
-
2007 5.964.875.186 25.179.456.479
2008 7.418.832.719 29.630.839.568
-
47.501.799.400
-
20.000.000.000
20.000.000.000
20.000.000.000
20.000.000.000
3,943.019.000 23.697.363.582 337.204.818.886,29
42.437.447.588 398.805.269.137
34.625.242.964 596.356.529.490
39.843.782.266 688.354.232.531
90.540.403.458 805.806.745.867
Sumber: Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Lebak (2008)
69
Lampiran 10 Kepemilikan chainsaw dan shawmil di Kabupaten Lebak No.
Kecamatan
A
B
A
B
Jumlah Mesin (unit) A B
Jumlah Pengusaha
Kapasitas Produksi (m3)
Izin A
Belum Izin B
A
B
1
Bayah
25
7
8.118
-
25
7
-
25
7
2 3
Cikulur Panggarangan
45 3
3 3
9.400
-
47 6
3 6
45
3
3
7 -
4
Cigemblong
9
9.400
-
47
-
-
-
9
-
4 5
Cileles Curugbitung
22 22
4 3
-
-
22
4 2
-
1
22 22
4 2
6 7
Lebakgedong Maja
23 24
2 2
-
1.080
34 26
2 3
-
-
23 24
2 2
8 9
Gunung Kencana Bojongmanik
66 11
3 4
10.890 800
1.656 1.008
67 8
2 4
-
2 2
66 11
1 2
10
Cirinten
11 12
Cihara Malingping
13 14
-
6
-
-
6
-
6
24 8
4 7
4.800 -
4.150 11.100
24 10
4 9
-
-
24 8
4 7
Muncang Cibadak
11
17 5
-
28.200 1.270
11
31 5
-
17 5
11
-
15
Sajira
10
6
-
2.009
10
5
-
-
10
6
16 17
Cibeber Cimarga
17
5 11
10.608 2997
5.400 4.045
69 30
10 11
-
4 7
17
1 4
18 19
Wanasalam Cilograng
37
3 8
6.525
550 12.000
37
3 7
-
-
37
3 8
20 21
Cijaku Sobang
57
6 4
10.400 -
2.450 -
52 57
6 4
-
4 2
57
2 2
22
Kalanganyar
7
1
442
600
7
1
-
1
7
-
23 24
Warunggunung Leuwidamar
16 52
23
924 745
16.250
16 58
26
-
3
16 52
20
25 26
Cipanas Rangkasbitung
16
28 3
790
90.000 6.000
16
47 3
-
11 2
16
27 1
Banjarsari 12 21 9.200 23.950 14 23 JUMLAH TOTAL 517 189 86.039 21.718 693 234 Sumber: Rekap total Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak (2008) Keterangan: A = Chainsaw B = Shawmil (Penggergajian Kayu)
3
12 82
12 514
9 121
27
-
70
Lamipran 11 Potensi sarang burung walet di Kabupaten Lebak No.
Kecamatan
Jumlah Pemilik
Jenis Bangunan Semi Permanen Permanen
1
BAYAH
14
13
2
CIKULUR
5
5
3
CIGEMBLONG
4
3
1
4
Cileles
2
-
-
5
Curugbitung
1
1
6
Gunung Kencana
4
7
Bojongmanik
8
Memiliki Izin Sudah
1
Belum
Jenis Walet
14
Seriti
2
Seriti
4
Seriti
-
2
Seriti
-
-
1
Seriti
4
-
-
4
Seriti
2
1
1
-
2
Seriti
Cirinten
1
-
-
-
1
Seriti
9
CIHARA
2
2
-
-
2
Seriti
10
Malingping
7
-
-
-
7
Seriti
11
CIBADAK
12
-
-
10
2
Seriti
12
SAJIRA
6
6
-
3
3
Seriti
13
CIBEBER
6
6
-
-
6
Seriti
14
CIMARGA
5
5
-
-
5
Seriti
15
WANASALAM
5
5
-
1
4
Seriti
16
CILOGRANG
4
4
-
4
-
Seriti
17
CIJAKU
3
2
1
3
-
Seriti
18
SOBANG
8
-
-
-
8
Seriti
19
KALANGANYAR
14
14
-
1
13
Seriti
20
LEUWIDAMAR
20
4
12
-
20
Seriti
21
CIPANAS
15
8
6
6
9
Seriti
31
109
3
Total 140 83 22 Sumber: Rekap total Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak (2008)
71
Lampiran 12 Dasar pengenaan tarif bangunan sarang burung walet Kabupaten Lebak No. 1
Peraturan Daerah Perda No 7 Tahun 2000
Jumlah Sarang per m2
0,00 - 0,25
2
Perda No 7 Tahun 2005
Dasar Pengenaan Tarif Tarif Retribusi/ M2/ Jenis Walet Putih Walet Pakang (Rp) (Rp) Hitam (Rp) 500 125 0
0,26 - 0,50
1.5
375
0
0,51 - 0,75
2.5
625
125
0,76 - 1,00
3.5
875
175
1,01 - 1,25
4.5
1.125
225
1,26 - 1,50
5.5
1.375
275
1,51 - 1,75
6.5
1.625
325
1,76 - 2,00
7.5
1.875
375
2,01 - 2,25
8.5
2.125
425
2,26 - 2,50
9.5
2.375
475
2,51 - 2,75
10.5
2.625
525
2,75- 3,00
11.5
2.875
575
3,01 - 3,25
12.5
3.125
625
3,26 - 3,50
13.5
3.375
675
3,51 - 3,75
14.5
3.625
725
3,76 - 4,00
15.5
3.875
775
4,01 - 4,25
16.5
4.125
825
4,26 - 4,50
17.5
4.375
875
4,51 - 4,75
18.5
4.625
925
4,76 - 5,00 Jenis Pengusahaan
19.5 Luas Bidang (m2) a. 1 - 100
4.875
975 Tarif (Rp)
Habitat Buatan
250.000
b. 101 - 200
500.000
c. 201 - 400
1.000.000
d. 401 - 800
1.500.000
e. >801
1.750.000
Habitat Alami Sumber: Keputusan Bupati No. 14 tahun 2000 dan Peraturan Daerah No. 7 tahun 2005
100.000
72
Lampiran 13 Peta wilayah Kabupaten Lebak Keterangan:
U
Batas Wilayah Batas Kecamatan
B
T
Batas Desa Garis Pantai
S
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
: Kecamatan Warunggunung : Kecamatan Cibadak : Kecamatan Rangkasbitung : Kecamatan Kalanganyar : Kecamatan Maja : Kecamatan Curugbitung : Kecamatan Sajira : Kecamatan Cimarga : Kecamatan Cikulur : Kecamatan Cileles : Kecamatan Gunung Kencana : Kecamatan Banjarsari : Kecamatan Cirinten : Kecamatan Bojongmanik : Kecamatan Leuwidamar : Kecamatan Muncang : Kecamatan Cipanas : Kecamatan Lebakgedong : Kecamatan Sobang : Kecamatan Cibeber : Kecamatan Panggarangan : Kecamatan Cilograng : Kecamatan Bayah : Kecamatan Cihara : Kecamatan Cigemblong : Kecamatan Cijaku : Kecamatan Malingping : Kecamatan Wanasalam
Utara Timur Barat Selatan
: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9 : 7, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19 : 10, 11, 12 : 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28
Skala: 2,5 km
0 km
5 km