36
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN DAERAH TERHADAP REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN NGAWI TAHUN 2013 Oleh : Rachmawati Koesoemaningsih (Ketua) Sutawa (Anggota) A.R.Djoko Purwito (Anggota)
Abstract This study aims to analyze the magnitude of contributing Local Revenue (PAD), the fund balance, and the Other Local Income of Legal to The Realization of Regional Receipt and Expenditure Budget (APBD)of Ngawi Regency fiscal year 2013. The data collection techniques using documentary study, while the analysis of data using the Joint contingency, namely the analysis of the cross-table models and methods of time series analysis with model Least Square method. The results of the study concluded that contribution local revenue (PAD) to the Realization of Regional Receipt and Expenditure Budget (APBD) of Ngawi Regency fiscal year 2013 was minimal in the amount of 7.12%; Contribution to the Realization of Regional Receipt and Expenditure Budget (APBD) of Ngawi Regency fiscal year 2013 is very large, reaching 74.12%; Contributions Other Local Income of Legal towards the Realization of Regional Receipt and Expenditure Budged (APBD) of Ngawi Regency fiscal year 2013, reaching 20.72%; Estimated contribution of the regional income to the Realization of Regional Receipt and Expenditure Budget (APBD) of Ngawi Regency fiscal year 2014-2018 are: 2014 Rp. 1,559,163,506,000,- ; 2015 Rp.1,715,070,369,400,-; 2016 Rp.1,870,977,231,800,-; 2017 Rp.2,025,884,094,200,- ; and 2018 amounted to Rp. 2,182,790,956,600,Keywords: Local Revenue (PAD), Fund Balance, Other Local Income of legal, Realization of Regional Receipt and Expenditure Budget (APBD) A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana telah diketahui bahwa sejak digulirkannya otonomi daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk
mengatur rumah tangganya sendiri. Konsekuensi dari kewenangan tersebut, pemerintah daerah harus memiliki kemampuan dalam penyediaan dana guna penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sebagai implementasi dari undang-undang tersebut, yang perlu dipersiapkan oleh daerah
Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
diantaranya adalah menggali potensi daerah baik berupa sumber daya manusia, sumber daya alam maupun sumber daya yang lain terutama yang menjadi unggulan dan kekhasan daerah. Semua potensi daerah tersebut menjadi modal guna meningkatkan kegiatan ekonomi daerah. Atau dengan kata lain bahwa pemerintah daerah harus memiliki kemampuan memanfaatkan setiap peluang serta menggali sumber-sumber baru guna meningkatkan Penerimaan daerah atau sering disebut pendapatan daerah merupakan sumber pendanaan bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Adapun pendapatan daerah bersumber dari Pendapatan Asli daerah (PAD) yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan yang sah. Selain itu juga bersumber dari Dana Perimbangan yang terdiri dari bagi hasil pajak/bukan pajak, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Sumber pendapatan daerah yang lain adalah dari lain-lain pendapatan daerah yang sah, yaitu terdiri dari pendapatan hibah, bagi hasil pajak dari propinsi, dana penyesuaian dan otonomi khusus, bantuan keuangan dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya. Kekuatan finansial dari berbagai sumber tersebut harus benar-benar digali secara optimal sehingga pemerintah daerah kabupaten memiliki modal untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah. Meskipun dalam kenyataan
37
sampai saat ini, sebagian besar pemerintah kabupaten / kota di Indonesia memiliki pendapatan daerah yang minim, sehingga belum mampu membiayai pengeluaran rutinnya dan masih mengandalkan Dana Alokasi Umum (DAU) yang berasal dari pemerintah pusat. Hal ini tercermin pada struktur keuangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dimana besaran DAU selalu dominan dibanding dengan sumber keuangan lainnya. Kondisi demikian jelas mencerminkan bahwa pemerintah daerah kabupaten belum memiliki kemampuan financial untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah. Padahal seharusnya sebagaimana dikemukakan Halim (2004: 348) bahwa otonomi daerah bisa diwujudkan hanya apabila disertai sistem keuangan yang efektif. Selain itu pemerintah daerah secara finansial harus bersifat independen terhadap pemerintah pusat dengan jalan sebanyak mungkin menggali potensi daerah menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD) atau pendapatan lain yang sah guna meningkatkan pendapatan daerah. Hal demikian juga terjadi pada Pemerintah Kabupaten Ngawi, dimana dari hasil studi menemukan data keuangan tahun anggaran 2012 yang menunjukkan bahwa realisasi pendapatan daearah (PAD) sebesar Rp. 65.682.402.798,- sementara untuk DAU sebesar Rp.796.619.883.056,-. Demikian juga yang terjadi pada tahun
Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
anggaran 2013 juga menunjukkan realisasi PAD sebesar Rp.100.730.326.000,sedangkan dari DAU sebesar Rp.980.530.132.000,- Jadi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kabupaten ngawi masih mangandalkan pembiayaan dari pemerintah pusat melalui dana perimbangan (Dokumen Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kab. Ngawi). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Berapakah kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) terhadap realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2013? 2. Berapakah kontribusi dana perimbangan terhadap realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2013? 3. Berapakah kontribusi lain-lain pendapatan daerah yang sah terhadap realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2013? 4. Berapakah perkiraan kontribusi pendapatan daerah terhadap realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Ngawi selama lima tahun ke depan (2014-2018)?
38
C. Tujuan Penelitian Adapun sebagai tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui besarnya kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) terhadap realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2013. 2. Untuk mengetahui besarnya kontribusi dana perimbangan terhadap realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2013. 3. Untuk mengetahui besarnya kontribusi lain-lain pendapatan daerah yang sah terhadap realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2013. 4. Untuk mengetahui perkembangan kontribusi komponen pendapatan daerah terhadap realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2009 – 2013. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut : 1. Menambah khasanah kajian tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terutama dalam kaitannya dengan komponen Pendapatan Daerah. 2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi aparatur pemerintah
Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
(khususnya aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten Ngawi) untuk mencari terobosan baru guna mengoptimalkan upaya peningkatan pendapatan daerah . 3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan kajiannya dalam bidang yang relevan dengan perkembangan ilmu dan dengan menggunakan metode yang lebih kompleks. E. Kajian Teori 1. Kajian Tentang Pendapatan Daerah Pendapatan daerah adalah penambahan dalam manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus masuk atau peningkatan asset/aktiva, atau pengurangan utang / kewajiban yang mengakibatkan penambahan ekuitas dana yang berasal dari kontribusi peserta ekuitas dana (Halim, 2004:66). Manurut Barata (2004: 90) bahwa pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas daerah yang menambah ekuitas dana dalam periode tahun anggaran bersangkutan. Sementara menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah disebutkan bahwa Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Senada dengan itu menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
39
Daerah disebutkan bahwa pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Jadi yang dimaksud pendapatan daerah dalam penelitian ini adalah seluruh penerimaan daerah dalam peningkatan aktiva pada tahun berjalan yang bersumber dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa sumbersumber pendapatan daerah terdiri dari: a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), adalah seluruh pendapatan yang diperoleh daerah berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang meliputi: 1) Pajak daerah; 2) Retribusi daerah; 3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4) Lain-lain pendapatan daerah yang sah. b. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU No.33 Tahun 2004). Adapun kelompok dana perimbangan meliputi (Soepriyanto, 2002:84): 1) Bagi hasil pajak seperti: Pajak Bumi dan Bangunan
Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
2)
3)
4)
5)
(PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), PPh 21. Bagi hasil bukan pajak seperti: provisi sumber daya hutan, pemberian hak atas tanah Negara, Lendrent, penerimaan izin ekplorasi. Dana alokasi umum (DAU), yaitu dana perimbangan dalam rangka untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah. Dana alokasi khusus (DAK), yaitu dana perimbangan dalam rangka untuk membiayai kebutuhan tertentu. Dana perimbangan dari provinsi adalah dana perimbangan dalam pemerintah kabupaten/kota yang berasal dari Pemerintah Provinsi.
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah, diantaranya bersumber dari : 1) Pendapatan hibah; 2) Bagi hasil pajak dari Provinsi dan pemerintah daerah lainnya; 3) Dana penyesuaian dan otonomi khusus; 4) Bantuan keuangan dari Provinsi atau pemerintah daerah lainnya; Jika dilihat dari komponen pendapatan daerah, maka pendapatan asli daerah menjadi komponen yang utama karena ini menjadi tolok ukur kemampuan daerah di bidang fiskal. Menurut
40
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Mengingat begitu pentingnya peran PAD dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, maka sudah sewajarnya jika pemerintah daerah harus berupaya secara maksimal dan mencari terobosan baru yang kreatif dan inovatif guna meningkatkannya. Dengan begitu pemerintah daerah tidak perlu terlalu mengharapkan bantuan keuangan dari pemerintah pusat dalam bentuk Dana Perimbangan misalnya dalam bentuk dana alokasi umum (DAU) ataupun dana alokasi khusus (DAK). Sehubungan dengan ini Pratiwi (2007) menulis bahwa proporsi Pendapatan Asli Daerah yang rendah, di lain pihak menyebabkan Pemerintah Daerah memiliki derajat kebebasan rendah dalam mengelola keuangan daerah. Sebagian besar pengeluaran, baik rutin maupun pembangunan, dibiayai dari dana perimbangan, terutama Dana Alokasi Umum. Alternatif jangka pendek peningkatan penerimaan Pemerintah Daerah adalah menggali dari Pendapatan Asli Daerah.
Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
2.
Kajian Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu anggaran daerah yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut: rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci; adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya yang sehubungan dengan aktivitasaktivitas tersebut, dan adanya biayabiaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan; jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka; periode anggaran, yaitu biasanya 1 (satu) tahun (Halim, 2004:15). Sementara menurut UU No. 33 Tahun 2004 menyatakan, bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau yang disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Senada dengan itu menurut Undang-undang Keuangan Negara (2002) bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Di dalam APBD tercermin kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan sumber-sumber
41
kekayaan daerah (UU Keuangan Negara, 2002). Selanjutnya menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung 1 Januari sampai 31 Desember. Berdasarkan berbagai pengertian di atas, maka yang dimaksud Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam penelitian ini adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD) yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah dalam masa satu tahun mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember pada tahun yang bersangkutan. Unsur-unsur APBD menurut Halim (2004: 15-16) meliputi: a. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci. b. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaranpengeluaran yang akan dilaksanakan. c. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangan dalam bentuk angka. d. Periode anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun. Selain berbagai unsur tersebut, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) juga memiliki fungsi sebagai berikut : a. Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi
Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
dasar untuk merealisasi pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan. b. Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. c. Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah. d. Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian daerah. e. Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakankebijakan dalam penganggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. f. Fungsi stabilitasi memliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah (Wikipedia) Jika dilihat dari struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), maka menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, bentuk dan susunan APBD
42
sesuai pasal 22 ayat (1) terdiri atas 3 bagian, yaitu : “pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah. Adapun bentuk susunan APBD Kabupaten Ngawi Tahun 2013 meliputi (DPPKA Kabupaten Ngawi): a. Pendapatan : 1) Pendapatan asli daerah; 2) Dana perimbangan; 3) Lain-lain pendapatan daerah yang sah. b. Belanja Daerah : 1) Belanja tidak langsung: a) Belanja pegawai; b) Belanja hibah; c) Belanja bantuan sosial; d) Belanja bagi hasil kepada provinsi / kabupaten /kota dan Pemerintahan Desa; e) Belanja bantuan keuangan kepada provinsi / kabupaten /kota dan Pemerintahan Desa serta Partai politik; f) Belanja tidak terduga; 1) Belanja langsung : a) Belanja pegawai; b) Belanja barang dan jasa; c) Belanja modal; c. Pembiayaan: 1) Penerimaan pembiayaan; 2) Pengeluaran pembiayaan; 3) Pembiayaan neto lebih; F. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual biasanya dijadikan dasar untuk menyusun kerangka berpikir dalam suatu penelitian. Jadi pada prinsipnya kerangka konseptual dibangun untuk memahami
Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
43
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
hubungan antar variabel untuk menjawab permasalahan penelitian. Sehubungan dengan ini, dari berbagai hasil studi dapat diketemukan berberapa kajian sejenis, diantaranya dilakukan oleh Thesaurianto (2007) yang menganalsis pengelolaan keuangan daerah terhadap kemandirian daerah menyimpulkan bahwa komponen pendapatan asli daerah yang meruipakan sumber pendapatan daerah memberi sumbangan nyata terhadap kemampuan keunagan daerah (APBD). Sementara hasil
penelitian Prakoso (2004) disimpulkan bahwa komponen pendapatan daerah yaitu DPBD yaitu belanja daerah. Senada dengan itu secara empiris terbukti bahwa pendapatan mempengaruhi belanja, sedangkan yang lain menyatakan bahwa belanja mempengaruhi pendapatan (Chang dan Ho, 2002). Berdasar kajian teori tersebut, maka kerangka konseptual dapat melahirkan kerangka berpikir sebagaimana tertuang dalam bagan berikut :
Bagan 1 Kerangka Konseptual Pendapatan Daerah (X) : 1. PAD 2. Dana Perimbangan 3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah
G. Metodologi 1. Definisi Operasional Variabel a. Variabel Independen dalam penelitian ini adalah Pendapatan Daerah Pendapatan daerah adalah seluruh penerimaan daerah dalam peningkatan aktiva pada tahun berjalan yang bersumber dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain lain. Pendapatan daerah yang sah. Untuk mengukur variabel ini dihitung besarnya pendapatan daerah selama tahun 2013 dalam satuan rupiah.
APBD (Y) : 1. Pendapatan 2. Belanja Daerah 3. Pembiayaan
b. Pendapatan asli daerah (PAD), adalah seluruh pendapatan yang diperoleh daerah berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang meliputi: Pajak daerah, Retribusi daerah, Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Untuk mengukur variabel ini dihitung besarnya pendapatan asli daerah selama tahun 2013 dalam satuan rupiah.
Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
c. Dana perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Untuk mengukur variabel ini dihitung besarnya dana perimbangan selama tahun 2013 dalam satuan rupiah. d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah, yaitu sejumlah dana yang bersumber dari Pendapatan hibah, Bagi hasil pajak dari Provinsi dan pemerintah daerah lainnya, Dana penyesuaian dan otonomi khusus, dan Bantuan keuangan dari Provinsi atau pemerintah daerah lainnya; Untuk mengukur variabel ini dihitung besarnya lain-lain pendapatan daerah yang sah selama tahun 2013 dalam satuan rupiah. e. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD yaitu rencana keuangan tahunan pemerintah daerahyang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD) yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah dalam masa satu tahun mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember pada tahun 2013.Untuk
44
mengukur variabel ini dihitung besarnya realisasi APBD selama tahun 2013 dalam satuan rupiah. 2. Populasi dan Pengambilan Sampel Populasi sering diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2013: 49). Dari pengertian ini, maka populasi dalam penelitian ini adalah dokumen anggaran pendapatan dan belanja negara (APBD) Pemerintah Kabupaten Ngawi. Metode sampling yang dipakai dalam penelitian ini adalah sampel non probabilita, yaitu penarikan sampel yang tidak memberikan kesempatan yang sama kepada unsur populasi. Adapun teknik sampling yang dipilih Convinience Samples, yaitu cara penarikan sampel non probabilitas tidak terbatas dan mudah dilakukan (Cooper & Emory, 2003: 113). Penggunaan teknik sampling ini didasarkan alasan bahwa data yang diperoleh masih mudah diperoleh. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang utama dalam penelitian ini adalah metode dokumenter, yaitu cara mencari data yang berkaitan dengan variabel penelitian berupa
Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
catatan tertulis (Arikunto, 2007: 236). Sehubungan dengan ini dokumen yang dibutuhkan adalah dokumen berkaitan dengan pendapatan daerah dan APBD tahun 2009 – 2013, dan dokumen lain yang berkatan dengan permsalahan penelitian. Metode lain yang mendukung adalah observasi dan wawancara. Wawancara lebih difokuskan untuk mengecek kebenaran dokumen yang berhasil dikumpulkan. 4. Teknik Analisis Data a. Analisis Joint Contingency, yaitu analisis dengan model tabel silang yang dapat menghasilkan asosiasi dimana asosiasi dapat menunjukkan hubungan sebab akibat (Bohrnstedt dalam Y.Slamet, 2003: 27). b. Analisis Time Series, yaitu model analisis yang pada prinsipnya melihat pengukuran dari waktu ke waktu tertentu. Pengukuran dapat dilihat dari berbagai cara dan yang paling sering adalah dengan cara frekuensi, persentase, atau dengan cara melihat pusat kecenderungan (central tendency) dari suatu gejala atau kejadian. Model yang dipakai dalam penelitian ini adalah Least Square Method (metode kuadrat terkecil). Adapun tujuan dari metode ini adalah untuk menemukan pola data secara historis dan mengekstrapolasi-
45
kan pola tersebut untuk masa yang akan datang. H. Hasil dan Pembahasan 1. Kondisi Geografis Kabupaten Ngawi merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang secara geografis berada di bagian paling Barat yang berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Ngawi merupakan jalur penghubung dengan Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Ngawi adalah 1.295,898 Km² atau 129.598,51 Ha, yang secara administratif Pemerintahan terbagi dalam 19 Kecamatan, 4 Kelurahan, dan 213 desa. Secara astronomis terletak pada posisi 7°21„ ‐ 7° 31‟ Lintang Selatan dan 111° 10 „ ‐ 111°40‟ Bujur Timur. Adapun Batas‐batas wilayah Kabupaten Ngawi adalah sebagai berikut : - Sebelah Utara : Kabupaten Blora dan Kabupaten Grobogan Propinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Bojonegoro Propinsi Jawa Timur. - Sebelah Barat : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sragen Propinsi Jawa Tengah. - Sebelah Timur : Kabupaten Madiun
Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
- Sebelah Selatan : Kabupaten Madiun dan Kabupaten Magetan. Sementara menurut penggunaan tanahnya dibagi menjadi lahan sawah 50.476 Ha (38,95%), tegalan/ pekarangan 14.037 Ha (10,83 %), perkebunan 2.275 Ha (1,76 %), hutan 41.803 Ha (32,26 %), Pemukiman/ Perumahan 17.453 Ha (13,47 %), dan lain‐lain 3.554 Ha (2,74 %). Dapat digambarkan sebagai berikut : - Persawahan, yang luas terdapat di Kecamatan Geneng, Paron, Karangjati, Kedunggalar dan Padas yang umumnya terletak pada ketinggian 25‐100 meter dari permukaan laut dengan kemiringan tanah 0‐2%. - Tegalan, yang luas terdapat di Kecamatan Bringin, Kendal, Ngawi, Pitu Mantingan dan Widodaren yang umumnya terletak pada ketinggian 100‐500 Meter dari permukaan laut dengan kemiringan tanah 2‐15%. - Pekarangan, yang luas terdapat di Kecamatan Geneng, Karangjati, Kedunggalar, Kendal, Paron, Ngawi dan Widodaren umumnya terletak pada ketinggian 25‐100 meter dari permukaan laut dengan kemiringan 0‐2%. - Hutan sejenis dengan tanaman jati, terdapat di
46
Kecamatan Bringin, Kendal, Mantingan, Widodaren, Karangjati dan Pitu. - Tanaman Pinus, terdapat di Kecamatan Jogorogo, Kendal, Ngrambe, dan Sine yang umumnya terletak pada ketinggian 100‐lebih dari 1000 Meter dari permukaan laut dengan kemiringan tanah 2‐15%. - Kebun Karet, terdapat di Kecamatan Widodaren, sedangkan kebun Teh terdapat di Kecamatan Sine, dan kebun Kelapa terdapat di Kec. Ngawi. Secara geografis Kabupaten Ngawi dialiri dua sungai besar : 1. Bengawan Solo yang membujur dari Barat ke Timur. 2. Sungai Madiun dari Selatan ke Utara. Kedua sungai tersebut bertemu di ujung Kota Ngawi dan mengalir menjadi satu ke Utara memasuki wilayah Kabupaten Bojonegoro. Disamping itu terdapat pula sungai‐sungai kecil yaitu Sungai Banger, Sidolaju, Alas Tuwo, Batu Bunder, Kenteng, Kasihan, Plampok, Ketonggo yang bermuara di sungai Bengawan Solo dan Sungai Kukur Ketonggo yang bermuara di Sungai Madiun (LKPJ: 2014).
Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
47
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
2. Kondisi Demografis Dilihat dari kepadatan penduduk geografis menunjukan jumlah penduduk pada suatu daerah setiap kilometer persegi. Selain itu juga menunjukan penyebaran penduduk dan tingkat kepadatan penduduk di suatu daerah. Adapun jumlah penduduk Kabupaten Ngawi sampai dengan akhir Tahun 2013 mencapai 912.867 Jiwa, terdiri dari laki‐laki 448.574 jiwa dan perempuan 464.193 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk rata rata 0,16 % pertahun dan daerah hunian yang tersebar di 19 Kecamatan dengan tingkat penyebaran bervariasi antara 24.542‐88.540 jiwa. Kecamatan yang mempunyai penduduk paling banyak adalah Kecamatan
Paron dengan jumlah penduduk sebesar 88.510 Jiwa, sedangkan yang paling sedikit adalah Kecamatan Kasreman dengan jumlah penduduk sebesar 24.545 Jiwa. Wilayah ini mempunyai luas wilayah yang kecil dan merupakan wilayah pemekaran dari Kecamatan Padas (LKPJ:2014). Kondisi penduduk di Kabupaten Ngawi berdasarkan usia sampai akhir Desember 2013 sebagimana dikemukakan dalam tabel berikut ini:
Tabel 1 Jumlah Penduduk Kabupaten Ngawi Menurut Kelompok Usia (Sampai dengan Desember 2013) Usia Laki-Laki Perempuan Jumlah 0-4 33 878 31 742 65 620 5-9 35 038 32 350 67 388 10-14 37 881 37 468 75 349 15-19 33 176 33 328 66 503 20-24 25 841 27 566 53 407 25-29 31 494 33 195 64 689 30-34 32 229 33 503 65 733 35-39 33 275 34 074 67 349 40-44 35 860 37 735 73 595 45-49 34 094 36 142 70 235 50-54 32 796 32 214 65 011 55-59 27 459 24 812 52 271 Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
48
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
Usia Laki-Laki Perempuan Jumlah 60-64 18 269 20 522 38 791 65 + 37 275 49 543 86 863 Jumlah 448 574 464 193 912 867 Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Ngawi 2014 Dari tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk adalah kelompok usia produktif (usia 15‐60) yang mencapai 638.374 jiwa atau 70%, disusul kemudian kelompok anak‐anak (usia 0‐15) mencapai 102.234 jiwa atau 11,21% dan kelompok lanjut usia (usia 60 tahun keatas) mencapai 111.303 jiwa atau 18,78%. Dari data jumlah penduduk berdasarkan usia, rasio ketergantungan total adalah 42,84 % artinya setiap 100 orang berusia produktif di Kabupaten Ngawi menanggung 42 orang yang belum produktif dan dianggap tidak produktif lagi. Rasio sebesar 42,84 % tersebut di seimbangkan oleh rasio ketergantungan penduduk muda sebesar 16,01 % dan rasio ketergantungan penduduk tua sebesar 26,83 %. Dari indikator ini terlihat bahwa pada tahun 2013 penduduk berusia kerja di Kabupaten Ngawi masih dibebani tanggung jawab akan penduduk usia tua yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan tanggung jawab terhadap penduduk usia tua. Dilihat dari jumlah Penduduk Kabupaten Ngawi sebagian besar tinggal di daerah pedesaan sehingga sesuai potensi daerah yang agraris
maka mata pencaharian penduduk Kabupaten Ngawi sebagian besar adalah bekerja dibidang pertanian, baik sebagai buruh tani atau petani penggarap. Sedangkan sebagian lainnya bekerja sebagai Pegawai, pedagang, dan lain‐lain. 3. Kondisi Perekonomian Daerah Berdasar LKPJ tahun 2014 dapat diketahui tentang kondisi perekonomian daerah Kabupaten Ngawi. Adapun kondisi perekonomian suatu daerah dapat dicermati dari beberapa indikator makro, yaitu diantaranya adalah nilai tambah yang dihasilkan oleh daerah yang bersangkutan dari setiap sektor produksi. Dalam hal ini sering disebut dengan istilah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB menurut lapangan usaha, atau menurut sektor produksi merupakan penjumlahan nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan ekonomi yang beroperasi di daerah yang bersangkutan pada suatu periode waktu tertentu. Jadi PDRB merupakan nilai tambah yang dasar pengukurannya timbul akibat adanya berbagai aktivitas ekonomi
Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
dalam suatu daerah. Data PDRB dapat mencerminkan suatu kemampuan daerah dalam mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Besaran PDRB yang dihasilkan oleh masing‐masing daerah sangat bergantung pada potensi sumber daya alam dan factor produksinya. Selin itu PDRB juga dapat mencerminkan struktur perekonomian dan laju pertumbuhan ekonomi daerah. Berbagai bidang yang dapat menjadi sumber perekonomian daerah adalah meliputi potensi unggulan daerah. Hal ini dapat dilihat pada struktur perekonomian suatu daerah, karena dalam struktur perekonomian suatu daerah ditunjukkan besarnya konstribusi masingmasing sektor ekonomi dalam kemampuan menciptakan nilai tambah, hal tersebut menggambarkan ketergantungan daerah terhadap kemampuan produksi dari masing‐masing sektor ekonominya, artinya semakin besar konstribusi suatu sektor terhadap struktur perekonomian daerah maka sektor tersebut merupakan sektor unggulan daerah. Dari sektor Pertanian, mencakup segala pengusahaan yang didapat dari alam dan merupakan barang biologis atau hidup, dimana hasilnya akan digunakan untuk kebutuhan
49
sendiri maupun dijual kepada pihak lain (tidak termasuk kegiatan yang tujuannya untuk hobi saja). Sektor pertanian dibagi ke dalam 5 subsektor yaitu: Tanaman Bahan Makanan, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan. Sektor tanaman bahan makanan, mencakup komoditi tanaman bahan makanan seperti padi dan palawija, sayur‐ sayuran, buah‐buahan dan hasil‐hasil produk ikutannya. Termasuk dalam cakupan ini adalah hasil‐hasil dari pengolahan yang dilakukan secara sederhana seperti beras tumbuk, gaplek, sagu dan sejenisnya. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh melalui pendekatan produksi, yaitu dengan mengalikan masing‐ masing kuantum produksi dengan harga dari setiap komoditi pada tahun bersangkutan yang selanjutnya dikurangi dengan biaya antara atas dasar harga berlaku (diperoleh dengan menggunakan rasio biaya antara terhadap output yang didapat dari hasil survei khusus). Nilai tambah atas dasar harga konstan dihitung dengan cara revaluasi, yaitu mengalikan masing‐masing kuantum produksi dengan harga dari setiap komoditi pada tahun dasar yang selanjutnya dikurangi
Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
dengan biaya antara atas dasar harga konstan. Tanaman perkebunan rakyat, mencakup hasil tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat seperti jambu mete, kelapa, kopi, kapuk, kapas, tebu, tembakau dan cengkeh beserta produk ikutannya dan hasil‐hasil pengolahan sederhana seperti minyak kelapa, tembakau olahan dan kopi olahan. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh melalui pendekatan produksi, sedangkan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan dihitung dengan cara revaluasi. Tanaman perkebunan besar, mencakup kegiatan yang memproduksi komoditi perkebunan yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan besar seperti karet, teh, kopi, coklat, minyak sawit, tebu. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh melalui pendekatan produksi, sedangkan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan dihitung dengan cara revaluasi. Peternakan dan hasil‐ hasilnya, meliputi produksi ternak besar (sapi, kerbau, kuda, babi, domba, dsb) ternak kecil (kelinci, marmut, dsb) dan unggas (ayam, itik, puyuh, dsb) maupun hasil‐hasil ternak seperti kulit, susu segar, telur, pupuk kandang. Produksi sub sector
50
peternakan diperkirakan sama dengan jumlah ternak yang dipotong ditambah perubahan stok populasi ternak dan ekspor ternak netto (selisih antara jumlah yang diekspor dengan yang diimpor). Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh melalui pendekatan produksi, sedangkan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan dihitung dengan cara revaluasi. Kehutanan, meliputi kegiatan penebangan kayu, pengambilan hasil hutan lainnya dan perburuan. Kegiatan penebangan kayu menghasilkan kayu gelondongan, kayu bakar, arang dan bambu, sedangkan hasil kegiatan pengambilan hasil hutan lainnya berupa damar, rotan, kulit kayu dan lain‐lain. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh melalui pendekatan produksi, sedangkan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan dihitung dengan cara evaluasi. Perikanan, meliputi semua hasil dari kegiatan perikanan laut, perairan umum, tambak, kolam, sawah (mina padi) dan keramba, serta pengolahan sederhana (pengeringan dan penggaraman ikan). Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh melalui pendekatan produksi, sedangkan nilai tambah bruto atas dasar
Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
harga konstan dihitung dengan cara revaluasi. Selain sektor pertanian juga sektor pertambangan dan penggalian. Kegiatan pertambangan dan penggalian mencakup penggalian, pengeboran, penyaringan dan pengambilan pemanfaatan segala macam benda non biologis seperti barang tambang, mineral dan barang galian yang tersedia di alam. Sektor ini dibagi ke dalam 2 subsektor yaitu subsektor penggalian dan subsector pertambangan. Di Kabupaten Ngawi belum ada kegiatan di subsektor pertambangan, sehingga pada sektor ini hanya disumbang oleh subsektor penggalian. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh melalui pendekatan produksi, sedangkan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan dihitung dengan cara revaluasi. Selanjutnya sektor industri pengolahan, yaitu kegiatan untuk mengubah bentuk baik secara mekanis maupun kimiawi dari bahan organik atau anorganik menjadi produk baru yang lebih tinggi mutunya. Dalam penghitungannya sektor ini terdiri dari duasubsektor yaitu: subsektor industri besar/ sedang dan subsektor industri kecil/ kerajinan rumah tangga. Pengelompokan tersebut berdasarkan jumlah tenaga kerja
51
yang dilibatkan, dimana industri besar/ sedang adalah industri dengan jumlah tenaga kerja 20 atau lebih, sedangkan industri kecil/ kerajinan rumahtangga adalah industri dengan jumlah tenaga kerja kurang dari 20 orang. Untuk kelompok industry besar dan sedang ruang lingkup dan metode penghitungan nilai tambah atas dasar harga berlaku berdasarkan hasil survei industri tahunan BPS Kabupaten Ngawi, sedangkan penghitungan nilai tambah atas dasar harga konstan melalui cara deflasi dengan Indeks Harga Perdagangan Besar masing‐masing kelompok industry digunakan sebagai deflator. Untuk output dan nilai tambah subsektor industri kecil/ kerajinan rumah tangga diperoleh dengan pendekatan produksi. Bila dalam penghitungan industri pengolahan dipisahkan antara industri besar/ sedang dan industri kecil/ kerajinan rumahtangga, dalam publickasinya sektor ini disajikan menurut klasifikasi lapangan usaha meliputi :1) Industri makanan, minuman dan tembakau; 2) Tekstil, barang dari kulit dan alas kaki; 3) Barang dari kayu dan hasil hutan lainnya; 4) Kertas dan barang cetakan; 5) Pupuk, barang kimia dan barang dari karet/plastic; 6) Semen dan barang galian bukan logam; 7) Logam dasar besi dan
Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
baja; 8) Alat angkutan, mesin dan peralatannya; 9) Barang lainnya. Kemudian sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor ini terdiri dari tiga subsektor yaitu subsektor perdagangan, subsektor hotel dan subsektor restoran. Pada dasarnya kegiatan yang dicakup meliputi kegiatan perdagangan, penyediaan akomodasi/ hotel, serta penjualan makanan dan minuman seperti restauran, warung, kedai, pedagang keliling dan sejenisnya. Perdagangan Subsektor perdagangan mencakup kegiatan membeli dan menjual barang, baik baru maupun bekas, untuk tujuan penyaluran/ pendistribusian tanpa merubah bentuk barang tersebut. Subsektor perdagangan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu perdagangan besar dan perdagangan eceran. Perdagangan besar mencakup kegiatan pembelian dan penjualan kembali barang baru atau bekas oleh pedagang dari produsen atau importir ke pedagang besar lainnya, pedagang eceran, perusahaan dan lembaga yang tidak mencari untung. Sedangkan perdagangan eceran mencakup kegiatan pedagang yang umumnya melayani konsumen perorangan atau rumahtangga. Penghitungan nilai tambah subsektor perdagangan
52
dilakukan dengan pendekatan arus barang (Commodity Flow), yaitu dengan menghitung besarnya nilai komoditi pertanian, pertambangan dan penggalian, Industri, serta komoditi impor yang diperdagangkan. Dari nilai komoditi yang diperdagangkan, diturunkan nilai margin perdagangan yang merupakan output perdagangan yang selanjutnya dipakai untuk menghitung nilai tambahnya. Rasio besarnya barang‐barang yang diperdagangkan, margin perdagangan dan persentase nilai tambah didasarkan pada data hasil penyusunan tabel Input‐ output serta survei khusus. Nilai produksi Bruto atas dasar harga konstan, dihitung dengan mengalikan rasio‐rasio di atas dengan output atas dasar harga konstan pada tahun dasar dari sektor‐sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, industri serta impor. Nilai tambah atas dasar harga berlaku dan konstan dihitung berdasarkan perkalian antara rasio nilai tambah dengan outputnya. Subsektor hotel mencakup kegiatan penyediaan akomodasi yang menggunakan sebagian atau seluruh bangunan sebagai tempat penginapan. Yang dimaksud akomodasi disini adalah hotel berbintang maupun tidak berbintang, serta tempat tinggal
Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
lainnya yang digunakan untuk menginap seperti losmen, motel dan penginapan. Termasuk pula kegiatan penyediaan makanan dan minuman serta penyediaan fasilitas lainnya bagi para tamu yang menginap dimana kegiatan tersebut berada dalam satu kesatuan manajemen dengan penginapan yang datanya sulit dipisahkan. Penyediaan penginapan yang diusahakan oleh yayasan atau pemerintah juga dikelompokkan disini bila segala macam keterangan dan data mengenai kegiatan ini dapat dipisahkan dengan kegiatan utamanya. Output dihitung dengan cara mengalikan jumlah malam tamu dan tarif. Dalam hal ini malam tamu dianggap sebagai kuantum dari output. Sementara untuk sub sektor restoran meliputi usaha kegiatan penyediaan makanan dan minuman jadi yang pada umumnya dikonsumsi ditempat penjualan baik dengan tempat tetap maupun tidak tetap. Kegiatan subsektor ini antara lain rumah makan, warung nasi, warung kopi, katering, kantin, tukang bakso, tukang es. Penyediaan makanan dan minuman jadi serta usaha katering, pelayanan restoran kereta api dan kantin yang merupakan usaha sampingan, sejauh datanya dapat dipisahkan termasuk dalam subsektor
53
restoran. Nilai tambah bruto restoran dapat diperoleh dengan pendekatan produksi. Indikator yang digunakan adalah jumlah tenaga kerja, jumlah restoran, atau jumlah pengunjung. Sedangkan indikator harga digunakan adalah rata‐rata output per tenaga kerja, rata‐rata output per restoran, atau rata‐rata output per pengunjung dari survei khusus. Output atas dasar harga berlaku diperoleh berdasarkan perkalian antara indicator produksi dengan indikator harga. Sedangkan output atas dasar harga konstan diperoleh menggunakan metode ekstrapolasi dengan indeks produksi (sesuai dengan indicator produksi yang dipakai) sebagai ekstrapolator. Selain sektor-sektor di atas, masih terdapat sektor yang lain yaitu sektor listrik, gas, air bersih, dan sector bangunan yang mencakup semua kegiatan pembangunan fisik konstruksi, baik berupa gedung, jalan, jembatan, terminal, pelabuhan, dam, irigasi, eksplorasi minyak bumi maupun jaringan listrik, gas, air minum, telepon, dan sebagainya. Tidak ketinggalan juga sektor pengangkutan dan komunikasi. Sektor ini dibagi menjadi dua subsektor yaitu angkutan dan komunikasi. Subsektor angkutan mencakup kegiatan pengangkutan umum
Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
54
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
untuk barang dan penumpang, baik melalui darat, laut, sungai/ danau, dan udara serta jasa penunjangnya. Sedangkan subsektor komunikasi meliputi pos dan giro, telekomunikasi dan jasa penunjang komunikasi.
4. Kontribusi PAD Terhadap Realisasi APBD Tahun 2013 Berdasar dokumen yang telah berhasil dikumpulkan diperoleh data sebagaimana dikemukakan dalam tabel berikut:
Tabel 2 Kontribusi PAD Terhadap Realisasi APBD Tahun 2013 No 1
Komponen PAD Hasil Pajak Daerah
Jumlah
Realisasi APBD
24.174.325.000
% 1,71
1.415.902.461.800 2
Hasil Retribusi Daerah
37.620.701.000
2,66
3
Lain2 Pendapatan Yang Sah
38.935.300.000
2,75
Total
00.730.326.000
1.415.902.461.800
7,12
Sumber : DPPKA Kabupaten Ngawi
Dari tabel 2 di atas menunjukkan bahwa kontribusi pajak daerah terhadap realisasi APBD sebesar Rp. 24.174.325.000,- atau sebesar 1,71 %. Sementara kontrirbusi dari sektor retribusi terhadap realisasi APBD sebesar Rp. 37.620.701.000,atau sebesar 2,66%. Selanjutnya dari sektor Lain-lain pendapatan yang sah kontribusinya terhadap realisasi APBD sebesar Rp.38.935.300.00,atau sebesar 2,75 %. Jadi total
kontribusi dari seluruh komponen pendapatan asli daerah terhadap realisasi APBD Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2013 sebesar Rp. 100.730.326.000,- atau 7,12 %. 5. Kontribusi Dana Perimbangan Terhadap Realisasi APBD Tahun 2013 Berdaskan dokumen yang tersimpan pada DPPKA Kabupaten Ngawi tahun 2013 diperoleh data tentang dana perimbangan sebagai berikut :
Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
55
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
Tabel 3 Kontribusi Dana Perimbangan Terhadap Realisasi APBD Tahun 2013 No
Komponen Dana
Jumlah
Perimbangan
Realisasi APBD
1
Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak
2
Dana Alokasi Umum
980.530.132.000
3
Dana Alokasi Khusus
65.997.050.000
Total
1.049.546.568.000
% 0,21
3.019.386.000 1.415.902.461.800
69,25 4,66
1.415.902.461.800
74,12
Sumber : DPPKA Kabupaten Ngawi Berdasarkan tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa kontribusi dari semua komponen dana perimbangan terhadap realisasi APBD tahun 2013 adalah sebesar Rp. 1.049.546.568.000,atau berkontribusi sebesar 74,12 %. Sementara jika dilihat dari masingmasing komponen, maka Dana Alokasi Umum (DAU) menjadi komponen yang berkontribusi dominan terhadap realisasi APBD Kabupaten Ngawi tahun 2013 jika dibandingkan dengan komponen lainnya, yaitu mencapai Rp. 980.530.132.000,atau sebesar 69,25 %. Sementera untuk Dana Alokasi Khusus (DAK)
berkontribusi sebesar Rp. 65.997.050.000,- atau sebesar 4,66 %, sedangkan komponen Bagi hasil pajak/bukan pajak berkontribusi sebesar Rp. 3.019.386.000,- atau sebesar 0,21%. 6. Kontribusi Lain-lain Pendapatan Yang Sah Terhadap Realisasi APBD Tahun 2013 Lain-lain pendapatan yang sah terdiri dari bagi hasil pajak, dana penyesuaian otonomi daerah, dan bantuan keuangan provinsi atau kabupataten/kota lainnya. Adapun data yang berhasil dihimpun tersaji dalam tabel berikut ini:
Tabel 4 Kontribusi Lain-lain Pendapatan Yang Sah Terhadap Realisasi APBD Tahun 2013 No Lain2 Pendapatan Jumlah Realisasi APBD % Yang Sah 1 Bagi Hasil Pajak 58.140.324.000 4,11 2 Dana Penyesuaian 216.640.698.000 1.415.902.461.800 15,30 Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
56
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
Lain2 Pendapatan Jumlah Yang Sah Otonami 3 Bantuan Keuangan 18.589.331.000 Provinsi Total 93.370.353.000 Sumber : DPPKA Kabupaten Ngawi No
Dari tabel 4 di atas dapat dipahami bahwa komponen Dana Penyesuaian Otonomi berkontribusi dominan terhadap realiasasi APBD kabupaten Ngawi tahun 2013 yaitu sebesar Rp.216.640.698.000,- atau sebesar 15,30 % jika dibandingkan dengan komponen lainnya. Sementara untuk komponen Bagi hasil pajak berkontribusi sebesar Rp. 58.140.324.000,- atau sebesar 4,11 %, sedangkan komponen Bantuan Keungan Provinsi atau Kabupaten/Kota lainnya mencapai Rp.18.589.331.000,- atau sebesar 1,31 %. 7. Prediksi Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi APBD Selama lima Tahun Terakhir ( 2014-2018) Pendapatan Daerah Kabupaten Ngawi selama lima tahun terakhir yaitu tahun 2009 –
Tahun 2009
Realisasi APBD
%
1,31 1.415.902.461.800
20,72
2013 seperti terlihat dalam tabel berikut : Tabel 5 Pendapatan Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2009 - 2013 No. Tahun Pendapatan Daerah (dalam ribuan) 1 2009 797.745.305 2 2010 887.001.510 3 2011 1.130.520.094 4 2012 1.242.334.636 5 2013 1.399.613.054 Sumber : DPPKA Kabupaten Ngawi
Berdasarkan data pendapatan daerah selama lima tahun terakhir seperti terlihat pada tabel 5 di atas akan dicari kecenderungan trend kontribusi pendapatan daerah selama lima tahun ke depan yaitu tahun 2014-2018. Adapun langkahlangkahnya adalah mencari persamaan pendapatan daerah sebagai berikut :
Tabel 6 Perhitungan Persamaan Pendapatan Daerah Pendapatan Daerah (dalam ribuan) X XY Y 797.745.305 -2 -1.595.490.610
X2 4
Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
57
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
Pendapatan Daerah (dalam ribuan) Y 887.001.510
Tahun 2010
X
XY
X2
-1
-887.001.510
1
2011
1.130.520.094
0
0
0
2012
1.242.334.636
1
1.242.334.636
1
2013
1.399.613.054
2
2.799.226.108
4
0
1.559.068.624
10
Jumlah
5.457.214.599
Selanjutnya : ∑Y
5.457.214.599.000
a =
= Y = n ∑ XY
b =
= 1.091.442.919.800 5
1.559.068.624.000
= ∑ X2 10 Sehingga diperoleh persamaan :
= 155.906.862.400
Y = 1.091.442.919.800 + 155.906.862.400 X Dengan ketentuan: Periode Dasar : tahun 2011 Unit X Unit Y
: tahunan : rupiah / tahun
Jadi Perkiraan kontribusi pendapatan daerah terhadap APBD Kabupaten Ngawi sebagai berikut: Tahun 2014 = 1.091.442.919.800 + 155.906.862.400 (3) = 1.559.163.506.000 Tahun 2015 = 1.091.442.919.800 + 155.906.862.400 (4) = 1.715.070.369.400 Tahun 2016 = 1.091.442.919.800 + 155.906.862.400 (5) = 1.870.977.231.800 Tahun 2017 = 1.091.442.919.800 + 155.906.862.400 (6) = 2.025.884.094.200 Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
58
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
Tahun 2018
= 1.091.442.919.800 + 155.906.862.400 (7) = 2.182.790.956.600
Dari anggka prediksi di atas dapat dijelaskan bahwa perkiraan kontribusi Pendapatan daerah terhadap Realisasi APBD Kabupaten Ngawi tahun 2014 sebesar Rp.1.559.163.506.000,- . Pada tahun 2015 perkiraan kontribusi pendapatan daerah sebesar Rp.1.715.070.369.400,-. Selajutnya pada tahun 2016 perkiraan kontribusi pendapatan daerah sebesar Rp. 1.870.977.231.800,- Sementara pada tahun 2017 kontribusi pendapatan daerah menjadi sebesar Rp. 2.025.884.094.200,sedangkan pada tahun 2018 kontribusi pendapatan daerah terhadap realisasi APBD kabupaten Ngawi menjadi sebesar Rp. 2.182.790.956.600,8. Pembahasan Dari hasil analisis Joint Contingency, yaitu analisis dengan model tabel silang telah diketahui bahwa kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Realisasi APBD Kabupaten Ngawi tahun 2013 sebesar Rp. 100.730.326.000,atau 7,12 %. Kondisi ini jelas sangat memprihatinkan karena seharusnya PAD harus memberikan sumbangan terbesar atau berkontribusi dominan terhadap relaisasi APBD. Oleh
karena itu Pemerintah Kabupaten Ngawi harus lebih kreatif mencari terobosan baru guna meningkatkan pendapatan asli daerahnya, karena PAD mencerminkan kemampuan keungan daerah. Hal ini sejalan pendapat Mukhlis (2010) bahwa PAD memiliki peran penting dalam rangka pembiayaan pembangunan di daerah. Berdasarkan pada potensi yang dimiliki masingmasing daerah, peningkatan dalam penerimaan PAD ini akan dapat meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Seiring dengan perkembangan perekonomian daerah yang semakin terintegrasi dengan perekonomian nasional dan internasional, maka kemampuan daerah dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber penerimaan PAD menjadi sangat penting. Sementara jika dilihat dari besarnya kontribusi dari masing-masing komponen ternyata untuk komponen pajak daerah dan retribusi daerah, masing-masing hanya berkontribusi sebesar 1,71 % dan 2,66%. Hal ini jelas masih sangat banyak peluang untuk meningkatkanya asalkan mau bekerja keras dan kreatif.
Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
Jika dilihat dari stuktur Realisasi APBD Kabupaten Ngawi Tahun 2013, ternyata dana perimbangan tetap berkontribusi dominan terhadap realisasi APBD tahun 2013 yaitu mencapai Rp. 1.049.546.568.000,atau berkontribusi sebesar 74,12 %. Dari kontribusi sebesar 74,12 % tersebut sumbangan terbesar dari komponen Dana Alokasi Umum (DAU) yaitu mencapai Rp.980.530.132.000,atau sebesar 69,25 %. Ini memilki makna bahwa Pemerintah Kabupaten Ngawi pada tahun 2013 masih mengandalkan bantuan keungan dari pemerintah pusat guna membiayai penyelengaraan pemerintahan daerahnya. Sementara untuk membiayai pembangunan sarana dan prasarana sebagian masih menggantungkan bantuan keuangan dari pemerintah pusat melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) yaitu sebesar Rp. 65.997.050.000,- atau 4,66 %. Dari kenyataan ini wajar jika pembangunan sarana dan prasarana di wilayah Kabupaten Ngawi sampai dengan tahun 2013 tidak ada perkembangan yang berarti. Hal ini terbukti masih banyak jalan-jalan kabupaten yang rusak, pembangunan fisik juga tidak Nampak.
59
Selanjutnya kontribusi Lainlain Pendapatan Yang Sah Terhadap Realisasi APBD Tahun 2013 mencapai Rp. 293.370.353.000,- atau berkontribusi sebesar 20,72 %. Jika dilihat dari masing-masing komponen maka dapt diketahui bahwa komponen Dana Penyesuaian Otonomi berkontribusi dominan terhadap realiasasi APBD kabupaten Ngawi tahun 2013 yaitu mencapai Rp.216.640.698.000,atau sebesar 15,30 %. Sementara untuk komponen Bagi hasil pajak berkontribusi sebesar Rp. 58.140.324.000,4,11 %, sedangkan komponen Bantuan Keungan Provinsi atau Kabupaten/Kota lainnya mencapai Rp.18.589.331.000,atau sebesar 1,31 %. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan ekonomi daerah yang bersumber dari potensi daerah baik dari tingkat provinsi maupun kabupaten/kota juga masih sangat rendah, sehingga masih memungkinkan untuk digali lebih lanjut. Dari hasil perhitungan dengan Least Square Method telah diketahui bahwa angka prediksi kontribusi Pendapatan Daerah terhadap Realisasi APBD Kabupaten Ngawi selama lima tahun terakhir (2014-2018) adalah sebagai berikut : pada tahun 2014
Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
berkontribusi sebesar Rp.1.559.163.506.000,- . Pada tahun 2015 perkiraan kontribusi pendapatan daerah sebesar Rp.1.715.070.369.400,-. Selajutnya pada tahun 2016 perkiraan kontribusi pendapatan daerah sebesar Rp. 1.870.977.231.800,- Pada tahun 2017 kontribusi pendapatan daerah menjadi sebesar Rp. 2.025.884.094.200,- sedangkan pada tahun 2018 kontribusi pendapatan daerah terhadap realisasi APBD kabupaten Ngawi menjadi sebesar Rp. 2.182.790.956.600,Dalam perkiraan ini, semua komponen Pendapatan Daerah masuk di dalamnya, yaitu Pandapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lainlain Pendapatan Yang Sah. Jika ternyata dari perkiraan lima tahun tersebut (2014-2018), DAU juga mengalami peningkatan signifikan maka berarti kemandirian keuangan dari Pemerintah Kabupaten Ngawi sampai tahun 2018 juga belum berhasil, artinya bahwa Pemerintah Kabupaten Ngawi masih sangat tergantung bantuan keuangan dari pemerintah pusat guna pengelolaan pemerintahannya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Prakosa (2004) yang menyatakan bahwa besarnya belanja daerah dipengaruhi oleh
60
jumlah DAU yang diterima dari Pemerintah Pusat. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan Pemerintah Kabupaten/Kota terhadap Pemerintah Pusat masih tinggi. Jika hal ini masih berlangsung terus maka otonomi daerah kemungkinan besar akan sangat terhambat. Permasalahan yang perlu dipecahkan agar tidak terjadi flypaper effect yang tidak lain gambaran sikap ketergantungan Pemerintah Kabupaten/Kota terhadap Pemerintah pusat, maka diperlukan langkah-langkah strategis dalam menggali potensi Pendapatan Asli Daerah menjadi sangat penting. I. Kesimpulan 1. Kontrtibusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2013 sangat minim yaitu sebesar 7,12 % atau sebesar Rp. 100.730.326.000,dari realisasi APBD sebesar Rp.1.415.902.461.800,2. Kontribusi Dana Perimbangan terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2013 sangat besar yaitu mencapai 74,12 % atau
Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
sebesar Rp. 1.049.546.568.000,dari realisasi APBD sebesar Rp.1.415.902.461.800,3. Kontribusi Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2013 minim yaitu mencapai 20,72 %, atau sebesar Rp. 293.370.353.000,dari realisasi APBD sebesar Rp.1.415.902.461.800,4. Perkiraan kontribusi pendapatan daerah terhadap realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Ngawi selama lima tahun ke depan (20142018) adalah : Tahun 2014 sebesar Rp. 1.559.163.506.000,-; Tahun 2015 sebesar Rp. 1.715.070.369.400,- ; Tahun 2016 sebesar Rp. 1.870.977.231.800,- ; Tahun 2017 sebesar Rp. 2.025.884.094.200,- ; dan Tahun 2018 sebesar Rp. 2.182.790.956.600,J. Saran Dari hasil penelitian terbukti bah wa secara empiris kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap Realisasi APBD Tahun 2013 sangat minim, maka sudah seharusnya
61
Pemerintah Kabupaten Ngawi mencari terobosan baru guna meningkatkan PAD, hal ini dapat dilakukan dengan cara menggali potensi daerah misalnya dengan cara meningkatkan retribusi daerah, pajak daerah, dan bidangbidang lain yang belum tergarap seperti sektor pariwisata, sehingga diharapkan ke depan Pemerintah kabupaten Ngawi memiliki kemandirian di bidang keuangan. K. Keterbatasan Penelitian Berbagai temuan dalam penelitian ini masih sangat terbatas dalam tataran teoritis, namun dalam tataran praktis masih diperlukan untuk didiskusikan secara lebih lanjut. Selain itu juga perlu kajian lebih lanjut secara komprehensif, misalnya dari paradigma kebijakan publik, politis, manajemen keuangan, sistem perencanaan, sistem penganggaran daeran dan paradigma lainnya. Daftar Pustaka Abdul Halim, 2004, “Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah Di Jawa dan Bali,” Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya.
Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013
MEDIA SOERJO Vol. 15 No 2 Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
Arikunto, Suharsimi, 2007, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta. Barata, Atep Adya, 2004, Pendapatan Asli Daerah, Jakarta, Rajawali. Chang, Tsangyao & Yuan-Hong Ho. 2002, “Tax or spend, what cause what: Taiwan‟s experience,” International Journal of Business and Economics. Cooper, Donald R., & Emory William, Metode Penelitian Bisnis (terjemahan), Erlangga, Jakarta, 1997. Kuncoro, Daru, 2003, “Analisis Kemampuan PAD Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah,” Tesis, Semarang, Pasca Sarjana UNDIP. Mukhlis, Imam, 2010, “Peran Pajak Daerah dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah,” Makalah Seminar, Malang, Fakultas Ekonomi U niversitas Negeri Malang. Prakosa, Kesit Bambang, 2004, Analisis Pengaruh Dana Alokasi umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah, JAAI VOLUME 8 NO. 2, ISSN: 1410 – 2420 Pratiwi, 2007, Proposi Pendapatan Asli Daerah, Jakarta, Rajawali.
62
Slamet, Y., 2003, Analisis Kuantitatif Untuk Data Sosial, Solo, Dabara Publisher. Sugiyono, 2013, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung, Alfabeta. Suprayitno, Pudji, 2003, “ Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Fiskal daerah (studs kasus dl Kabupaten Banjarnegara,” Tesis, Semarang, UNDIP. Thesaurianto, Kuncoro, 2007, “Analisis Pengelolaa Keuangan Daerah Terhadap Kemandirian Daerah,” Tesis, Semarang, UNDIP. LKPJ Bupati Ngawi Tahun 2014 Ngawi Dalam Angka Tahun 2014 UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah UU Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Peraturan Mendagri Nomor 13 tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Mendagri Nomor 59 tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Rachmawati Koesoemaningsih, Sutawa, A.R.Djoko Purwito, Analisis Kontribusi Pendapatan Daerah Terhadap Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2013