ISSN 1829-7978
ANALISIS ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH KABUPATEN REMBANG TAHUN 2007 Oleh: Muhammad Tahwin* Setyo Hastuti** Abstract The proportion of local revenue (PAD), Rembang against budget on average over three years from 2005 to 2007 was low, amounting to 6.79%. Thus, Rembang dependence on central government is still very large which is reflected in the amount of fund balance averaged over the three years 20052007 amounted to 88.66%. In the year 2007 Apex district budget deficit, so we need alternative measures to reduce the level of deficit and dependence on the center include: policies to increase local revenue and spending policies are more selective with based on performance. Keyword: Regional Shopping Revenue Budget, Rembang District
PENDAHULUAN Otonomi daerah adalah suatu proses pembagian kekuasaan/wewenang antara pusat dengan daerah (power sharing). Dalam pembentukan daerah otonomi diperlukan kemampuan keuangan daerah yang memadai. Menurut UU. No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa sumber keuangan daerah berasal dari: hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain–lain PAD yang sah.
Sementara itu Samudra (1995:50) mengemukakan sumber pendapatan meliputi tidak saja Pendapatan Asli Daerah (PAD), akan tetapi termasuk pula sumber pendapatan daerah yang berasal dari penerimaan pemerintah pusat, yang dalam realisasinya dapat saja berbentuk bagi hasil penerimaan pajak dari pusat atau lainnya yang berbentuk subsidi (sokongan) untuk keperluan pembangunan daerah dan sebagainya. Alokasi sumber-sumber keuangan pemerintah untuk
*Dosen Tetap STIE YPPI Rembang **Guru SMPN 1 Lasem Kab. Rembang
daerah bisa disebabkan oleh adanya permintaan daerah untuk membiayai kebutuhankebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Hal ini menurut Goedhart (1982;36) bahwa pengeluaran pemerintah pada dasarnya selalu mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat. Dengan meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat yang juga mencerminkan semakin tingginya tingkat kemakmuran masyarakat akan mendorong keinginan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah semakin baik yang pada akhirnya meningkatkan pengeluaran pemerintah. Kenyataan yang terjadi dari sumber pendapatan daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) hampir diseluruh kabupaten dan kota di Indonesia kontribusinya kecil sekali dibandingkan dengan Dana Perimbangan (Mursito,
POTENSIO Volume 10 No. 2 Januari 2009 - 64
ISSN 1829-7978 2005:197). Padahal menurut Halim (2001: 167) ciri utama yang menunjukkan suatu
3. Memberi isi dan arti kepada tanggungjawab Pemerintah Daerah
daerah mampu melaksanakan otonomi adalah:
umumnya dan Kepala Daerah khususnya, karena Anggaran Pendapatan Belanja
1. Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan
Daerah (APBD) menggambarkan seluruh kebijakan Pemerintah Daerah.
untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangannya
4. Merupakan suatu sarana untuk melaksanakan pengawasan terhadap daerah
sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerin-
dengan cara yang lebih mudah dan berhasil guna.
tahannya. 2. Ketergantungan kepada bantuan
5. Merupakan suatu pemberian kuasa kepada Kepala Daerah untuk melakukan
pusat harus seminimal mungkin agar Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus
penyelenggaraan keuangan daerah dalam batas-batas tertentu.
menjadi bagian sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah, sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar. Sedangkan untuk mengetahui secara nyata kemampuan keuangan daerah adalah dengan melihat APBD, yang merupakan
Demikian juga Pemerintah Daerah Kabupaten Rembang, dalam rangka melaksanakan program-program pembangunannya juga berdasar pada APBD. Untuk lebih jelasnya mengenai APBD Kabupaten Rembang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.
perencanaan keuangan daerah dan menentukan besarnya penerimaan serta
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Rembang
pengeluaran daerah untuk membiayai semua kegiatan pembangunan dalam setiap tahun
Tahun 2005-2007
anggaran (Udjianto, 2003:50). Berkaitan dengan APBD tersebut, Samudra (1995:59) mengemukakan alasan pentingnya Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), yaitu: 1. Menentukan jumlah pajak yang dibebankan kepada rakyat daerah yang bersangkutan. 2. Merupakan suatu sarana untuk dapat mewujudkan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.
POTENSIO Volume 10 No. 2 Januari 2009 - 65
ISSN 1829-7978 Dari data pada tabel 1 terlihat bahwa pada tahun 2005 APBD mengalami surplus sebesar RP. 37.774.476.000 dan pada tahun 2006 juga surplus sebesar Rp. 36.988.563. Namun pada tahun 2007 mengalami defisit sebesar Rp. 59.422.010.000. Sedangkan untuk melihat kontribusi masing-masing sektor dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Persentase Sumbangan Masingmasing Sektor Terhadap Kondisi Keuangan Darah Kabupaten Rembang Tahun 2005-2007
Tinjauan Pustaka Anggaran daerah pada hakekatnya merupakan salah satu alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab. Dengan demikian APBD harus benar-benar dapat mencerminkan kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi keanekaragaman daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) disusun dengan pendekatan kinerja dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah paling lambat 1 (satu) bulan setelah APBN ditetapkan, demikian juga halnya dengan perubahan APBD ditetapkan dengan peraturan Daerah selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan. Untuk mengukur kinerja keuangan Pemerintah Daerah, maka perlu dikembangkan standar analisa belanja, tolok ukur kinerja dan standar biaya. Standar analisa belanja adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya terhadap suatu kegiatan, dan yang dimaksud dengan tolok
Dari tabel 2 terlihat bahwa kontribusi dana perimbangan masih sangat besar yaitu pada
ukur kinerja adalah ukuran keberhasilan yang dicapai pada setiap unit organisasi perangkat
tahun 2005 sebesar 88,95 %, pada tahun 2006 sebesar 88,62 % dan pada tahun 2007
daerah, sedangkan yang dimaksud dengan standar biaya adalah harga satuan unit biaya
sebesar 88,42 %. Sebaliknyak kontribusi Pendapatan Asli daerah masih sangat kecil
yang berlaku bagi masing-masing daerah. Maka menurut Lesminingsih (dalam Halim
yaitu pada tahun 2005 sebesar 7,45 %, pada tahun 2006 sebesar 5,02 % dan pada tahun
2004:223), penyusunan APBD hendaknya mengacu pada norma dan prinsip anggaran
2007 sebesar 7,90 %.
yaitu: 1.
Transparansi dan Akuntabilitas
Anggaran
POTENSIO Volume 10 No. 2 Januari 2009 - 66
ISSN 1829-7978 Transparansi
tentang
anggaran daerah merupakan salah satu persyaratan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan bertanggungjawab. Mengingat anggaran daerah merupakan salah satu sarana evaluasi pencapaian kinerja dan tanggungjawab pemerintah mensejahterakan masyarakat, maka APBD harus dapat memberikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. Selain itu setiap dana yang diperoleh, penggunaannya harus dapat dipertanggungjawabkan. 2.
Disiplin Anggaran
APBD disusun dengan berorientasi pada kebutuhan masyarakat tanpa harus meninggalkan keseimbangan antara pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat. Oleh karena itu anggaran yang disusun harus dilakukan berlandaskan azaz efisiensi, tepat guna, tepat waktu dan dapat dipertanggung jawabkan. Pemilihan antara belanja
yang bersifat rutin dengan belanja yang bersifat
4. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran
pembangunan/modal harus dikasifikasikan secara jelas
Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik
agar tidak terjadi pencampuradukan kedua sifat
mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pela-
anggaran yang dapat menimbulkan pemborosan
yanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepen-
dan kebocoran dana. Pendapatan yang diren-
tingan masyarakat. Oleh karena itu untuk dapat
canakan merupakan perkiraan yang terukur secara
mengendalikan tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran,
rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber
maka dalam perencanaan perlu ditetapkan secara jelas
pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan
tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang akan diperoleh
pada setiap pos/pasal merupakan batas tertinggi
masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang
pengeluaran belanja. Penganggaran pengeluaran
diprogramkan.
harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. 3.
Keadilan Anggaran
5.
Format Anggaran
Pada dasarnya APBD disusun berdasarkan format anggaran defisit (deficit budget format). Selisih
Pembiayaan pemerintah
antara pendapatan dan belanja mengakibatkan
daerah dilakukan melalui mekanisme pajak dan
terjadinya surplus atau defisit anggaran. Apabila terjadi
retribusi yang dipikul oleh segenap lapisan masya-
surplus, daerah dapat membentuk dana cadangan,
rakat. Untuk, itu pemerintah wajib mengalokasikan
sedangkan bila terjadi defisit, dapat ditutupi melalui sumber
penggunaannya secara adil agar dapat dinikmati oleh
pembiayaan pinjaman dan atau penerbitan obligasi
seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi
daerah sesuai dengan ketentuan perundang-
dalam pemberian pelayanan.
undangan yang berlaku.
POTENSIO Volume 10 No. 2 Januari 2009 - 67
ISSN 1829-7978 Secara operasional anggaran daerah merupakan
tahui kemampuan keuangan daerah, baik dari sisi
%, pada tahun 2006 sekitar 14,68 % dan pada tahun
alat untuk mengukur kemampuan dan potensi
pendapatan maupun dari sisi belanja. Maka berdasar pada
2007 sekitar 80 %. 5. Lain-lain PAD pada
suatu daerah serta sebagai alat alokasi dana/pembia-
tabel 1, akan tampak struktur yang jelas dari posisi keua-
tahun 2005 mengalami peningkatan sekitar 357 %,
yaan untuk berbagai program dan kemudian diterapkan
ngan Kabupaten Rembang dalam rangka membiayai
pada tahun 2006 sekitar 14,62 % dan pada tahun
dalam menjalankan fungsi dan tugas penyelenggaraan
kegiatan pembangunannya, sebagai berikut:
2007 sekitar 80,9 %. 6. Untuk dana perim-
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan
1. Pendapatan Asli daerah selalu meningkat dari
bangan juga mengalami peningkatan pada tahun
masyarakat. Dalam kaitan ini anggaran belanja pemabang-
tahun 2005-2007 yaitu berturut-turut pada tahun
2005 sekitar 8,62 %, pada tahun 2006 sekitar 69,5 %,
unan hendaknya tertuju pada program yang dapat
2005 naik sekitar 16,98 %, pada tahun 2006 naik sekitar
dan pada tahun 2007 sekitar 1,98 %.
mendorong pemanfaatan potensi sumber daya secara
14,62 %, dan pada tahun 2007 naik sekitar 65,56 %.
7. Untuk belanja secara keseluruhan pada tahun
optimal (Armayani dalam Halim 2004: 233).
2. Penerimaan pajak daerah juga mengalami pada
2005 mengalami penurunan sebesar Rp. 279,3 milyar
tahun 2005 naik sekitar 0,09 %, pada tahun 2006 naik
atau sekitar 2, 89 %, dan pada tahun 2006 naik
sekitar 14,63 %, dan pada tahun 2007 naik sekitar 5,06
sebesar 59,21 %, dan pada tahun 2007 naik sebesar
%. daerah
27,22 % 8. Untuk belanja apa-
yang memberi kontribusi terbesar terhadap penda-
ratur negara pada tahun 2005 mengalai kenaikan sebesar
patan daerah terus mengalami peningkatan
0,18 %, pada tahun 2006 naik sebesar 30,42 % dan pada
pada tahun 2005 sekitar 4,44 %, pada tahun 2006 sekitar
tahun 2007 naik sebesar 22,09 %.
14,63 %, pada tahun 2007 sekitar 83,5 %.
9. Untuk belanja pelayanan publik pada tahun
4. Bagian laba perusahaan mengalami kenaikan
2005 mengalai penurunan sebesar 8,3 %, pada tahun
pada tahun 2005 sebesar 7,8
2006 naik sebesar 114,7 %
Hasil Analisis APBD merupakan kebijaksanaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disusun berdasarkan instruksi menteri dalam negeri serta berbagai pertimbangan lainnya dengan maksud agar penyusunan, pemantauan, pengendalian dan evaluasi APBD mudah dilakukan. Pada sisi lain APBD dapat pula menjadi sarana bagi pihak tertentu untuk melihat atau menge-
3.
Retribusi
POTENSIO Volume 10 No. 2 Januari 2009 - 68
ISSN 1829-7978 dan pada tahun 2007 naik sebesar 33,23 %
si terhadap keuangan daerah (APBD) sebesar 6,79 %
terlihat dari masih rendahnya penerimaan dari laba
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber
2. K e t e r g a n t u n g a n kepada bantuan pusat masih
perusahaan daerah.
penerimaan dari daerah sendiri yang perlu terus
sangat besar yang terlihat dari besarnya dana
yang dilakukan Pemerintah Daerah
ditingkatkan agar dapat membantu dalam memikul
perimbangan yang secara rata-rata selama tiga tahun
sebagian beban biaya yang diperlukan untuk penye-
sebesar 88,66 %.
lenggaraan pemerintahan dan kegiatan pembangunan yang semakin meningkat. Selain itu dengan berdasar
juga dapat bersumber dari dana perimbangan. Yang mana dana perimbangan dimaksudkan untuk memenuhi keterbatasan keuangan daerah, dalam menjalankan administrasi pemerintahan dan pembangunan. Maka berdasar pada tabel 2, akan dampak bagaimana sumbangan dari pendapatan asli daerah dan dana perimbangan sebagai berikut: 1. Kontribusi pendapatan asli daerah masih sangat rendah karena secara rata-rata selama tiga tahun hanya memberikan kontribu-
Tingginya belanja
Untuk belanja yang dilakukan pemerintah justru
Dengan demikian berda-
anggaran terbesar ada pada belanja aparatur negara dan
sar pada uaraian diatas dapat diidentifikasikan faktor-faktor
bukan pada pelayanan publik. Seharusnya dengan ang-
yang menjadi akar dari permasalahan yaitu:
garan yang berbasis kinerja, belanja terbesar adalah untuk
pada undang-undang otonomi daerah bahwa penerimaan daerah selain berasal dari penerimaan asli daerah
b.
a.
Rendahnya peneri-
kepentingan masyarakat yaitu pelayanan publik.
maan dari Pendapatan Asli daerah, yang disebabkan :
Pembahasan
a. Penerimaan dari sektor pajak masih rendah, hal
Berdasar pada permasalahan yang muncul maka
ini terlihat dari fluktuatifnyapersentase kenaikan
alternatif yang diharapkan dapat merupakan solusi
pajak. Seharusnya dengan perkembangan waktu dima-
adalah: 1. Peningkatan peneri-
na dengan bertambahnya objek pajak dan tarif pajak,
maan Pendapatan Asli Daerah yang dapat dilakukan
maka penerimaan pajak persentasenya akan selalu
dengan: a) Pemanfaatan sum-
naik tidak fluktuatif. b. Adanya kemungkinan
ber-sumber pendapatan daerah dengan melakukan
dalam penentuan target penerimaan pajak tidak
pengukuran potensi sumbersumber penerimaan daerah,
didasarkan pada potensi yang ada.
yang menyangkut relevansi antara potensi dengan
c. Belum optimalnya kinerja dari BUMD yang
realisasi dari sumbersumber penerimaan daerah.
POTENSIO Volume 10 No. 2 Januari 2009 - 69
ISSN 1829-7978 b) Penggalian dan pemungutan pajak daerah.
c) Pengadministrasian penerimaan daerah
Masalah penggalian sumber-sumber baru merupakan
Pada dasarnya pengadministrasi ini adalah untuk
salah satu dampak dalam peningkatan penerimaan
meninjau kembali lembaga atau dinas penghasil di
daerah. Konsekwensinya, harus menggunakan cara
kabupaten apakah lembaga tersebut sudah bekerja
yang berhasil dan daya guna, artinya penggarapan suatu
secara optimal d) Penentuan target
sumber baru hasilnya minimal mencukupi serta
yang didasarkan potensi
dapat memberi manfaat dengan memperhatikan
Selama ini dalam penentuan target untuk
prinsip-prinsip penerimaan. Untuk itu perlu adanya
penerimaan pendapatan hanya didasarkan pada
penelitian untuk mengetahui: a. Apakah secara eko-
penerimaan tahun sebelumnya, belum berdasar
nomis dapat dipungut b. Apakah cocok seba-
pada potensi yang sebenarnya
gai penerimaan daerah c. Kemampuan wajib
2. Meningkatkan pendapatan daerah melalui pe-
bayar. Selain itu harus dilakukan
ngembangan usaha BUMD.
pemetaan terhadap obyek maupun subyek pajak dan retribusi yang potensial. Pemetaan tidak hanya terhadap besaran dari pajak maupun retribusi tetapi juga jenis pajak obyek pajak maupun wajib pajak. Sehingga akan diketahui jenisjenis pajak apa yang belum tergali maupun wajib pajak yang belum terdaftar sebagai wajib pajak.
pada
Pengelolaan BUMD sebagai salah satu sumber penerimaan daerah harus lebih profesional, karena selama ini banyak BUMD yang belum mampu menghasilkan pemasukan tetapi justru lebih banyak memanfaatkan subsidi dari APBD. c. Mengurangi garan belanja.
ang-
Mengurangi anggaran belanja terutama untuk
aparatur negara, yang mana pembiayaan harus didasarkan pada urusan wajib dan pilihan sesuai dengan permasalahan yang akan dipecahkan dengan pengelolaan yang transparan, berbasis kinerja, efisien, efektif, dan akuntabel dan mempertimbangkan keterbatasan anggaran serta membatasi usulan dengan urgensi yang paling tinggi. d. Dalam menentukan alokasi anggaran harus dilakukan analisis dan kajian terhadap bidang-bidang pembangunan daerah yang secara langsung memiliki determinasi dan secara siginfikan mendukung terhadap visi dan misi Kabupaten Rembang. e. Harus ada pagu indikatif untuk membatasi usulan SKPD agar lebih realistis dan terukur, sehingga diperlukan tolok ukur analisis yang jelas dengan melihat proporsi terhadap total pembiayaan pembangunan. Simpulan 2. Rendahnya proporsi pendapatan asli daerah (PAD) terhadap APBD
POTENSIO Volume 10 No. 2 Januari 2009 - 70
ISSN 1829-7978 secara rata-rata selama tiga tahun dari 2005-2007 yaitu
DAFTAR PUSTAKA
sebesar 6,79 %. 3. Ketergantungan pada
Cahyono, Budi, (2005), ”Analisis Potensi Sumber-Sumber Pendapatan Asli daerah (PAD) Kabupaten Grobogan”, Jurnal Riset Bisnis Indonesia, Juli, Vol. 1 (2).
pemerintah pusat masih sangat besar yang tercermin dalam besarnya dana perimbangan yang mencapai rata-rata selama tiga tahun 2005-2007 sebesar 88,66 %. 4. Pada tahun 2007 APBD kabupaten Rembang mengalami defisit. 5. Diperlukan langkahlangkah alternatif untuk mengurangi tingkat defisit dan ketergantungan terhadap pusat yang mencakup: a. Kebijakan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah b. Kebijakan anggaran belanja yang lebih selektif dengan berbasis pada kinerja.
Goedhart , C., (1982), ”GarisGaris Besar Ilmu Keuangan Negara”, cetakan ke tiga, Jakarta: Djambatan Halim, Abdul, (2001), ”Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah”, Yogyakarta: UPP-AMP YKPN. Mahi, Raksaka, (2005), ”Peran Pendapatan Asli Daerah di Era Otonomi” , Jurnal Ekonomi dan P e m b a n g u n a n Indonesia, Vol. VI, No. 01. Mursinto, Joko, (2005), ”Otimalisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)”, Majalah
Ekonomi, Tahun XIV, No. 2 Agustus. Pemkab. Rembang, ”APBD”, 2005-2007 Samudra, Azhari A, (1995), ”Perpajakan di Indonesia: Keuangan, Pajak dan Retribusi Daerah”, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Soeratno dan Suparmono, (2002), ”Urgensi Pajak Daerah dan Penghasilan Daerah Dalam Struktur Pendapatan Asli Daerah Propinsi daerah Istimewa Yogjakarta”, Jurnal Akuntansi dan Manajemen, Agustus. Udjianto, Didit W, (2003), ”Pendapatan Asli daerah Dalam P e m b i a y a a n Pengeluaran Rutin daerah Kabupaten Kulon Progo”, Jurnal Ekonomi Studi Pembangunan, April, Vol. 4, No. 1.
POTENSIO Volume 10 No. 2 Januari 2009 - 71