PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL . 22 N O. 1 2003
Kelayakan Perubahan Teknologi Usahatani Padi di Lahan Rawa Kalimantan Barat Akhmad Musyafak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat
ABSTRACT. The Feasibility of Change in the Rice Farming Technology at Swampy Area In West Kalimantan. This assessment was carried out in four schemes of the ISDP project area in Pontianak Regency, as the center of the ISDP project area in West Kalimantan. The objectives of this assessment were (1) to identify the change in the farming culture on the rice farming system in the ex-ISDP project area, (2) to know the feasibility of change in the rice farming technology at the swamps land from the endogenous technology to the ISDP introduction technology, and (3) to know the additional production and selling price of rice on the BEP condition. The primary data were obtained ame from a field survey, while the secondary data were obtained from the involved institutions. The data were analyzed by partial budgeting analysis and feasibility study. The result of this assessment showed that (1) the ISDP project can change the farming culture, which was indicated by the change in the planting pattern into twice a season, the planting schedule use of the micro-water arranged system, the use of pesticides variously, the use of fertilizer with local specific doses, the development of farmer institutions, and the scaling up of land usage; (2) the change in the rice farming technology, from the endogenous technology to the ISDP introduction technology, was feasible, which was indicated by the increase of production of 1,026.67 kg/ha, the additional profit of Rp475,816.66 (for farmer) and Rp418,195.66 (for investor), the increase of efficiency in the rice farming system which was showed by the R/C ratio of 1.63 (for farmer) and 1.51 (for investor); and (3) the additional productions on the BEP condition were 630 kg/ha (for farmer) and 678 kg/ha (for investor), but the selling price of rice on the BEP condition were Rp737/kg (for farmer) and Rp 793/kg (for investor). Key word: Feasibility, change in technology, area, project. ABSTRAK. Kajian dilakukan di kawasan proyek ISDP di Kabupaten Pontianak dengan tujuan untuk (1) mengidentifikasi perubahan teknologi usahatani padi di lahan rawa/pasang surut eks proyek; (2) mengetahui kelayakan perubahan teknologi petani menjadi teknologi introduksi ISDP; dan (3) mengetahui tambahan produksi dan harga jual padi pada kondisi titik impas. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari survei dan data sekunder dari instansi terkait. Analisis data menggunakan analisis anggaran parsial dan studi kelayakan. Hasil kajian menunjukkan Proyek ISDP telah membawa perubahan terhadap pola tanam dari satu kali menjadi dua kali per tahun, jadwal tanam serentak, penggunaan sistem tata air mikro, penggunaan pestisida lebih variatif, mekanisasi pertanian, varietas unggul, pupuk dengan takaran spesifik lokasi, berkembangnya kelembagaan, dan meningkatkan skala usaha. Implikasinya, perubahan teknologi usahatani padi dari pola petani menjadi pola introduksi layak dilakukan. Hal ini diindikasikan oleh peningkatan hasil 1.026,67 kg/ha, tambahan keuntungan Rp475.817 untuk petani atau Rp418.196 untuk investor, peningkatan efisiensi usahatani yang ditunjukkan oleh nilai R/C sebesar 1,63 untuk petani atau 1,51 untuk investor. Tambahan hasil pada kondisi titik impas adalah 630 kg/ha untuk petani dan 678 kg/ha untuk investor. Harga jual padi pada kondisi titik impas adalah Rp737 untuk petani dan Rp793/kg untuk investor. Kata kunci: Kelayakan, perubahan teknologi, kawasan, proyek.
56
K
ontribusi sektor pertanian dalam perekonomian Kalimantan Barat pada tahun 2001 mencapai 25% (BPS Propinsi Kalimantan Barat 2001). Wilayah Kalimantan Barat dengan luas 14,68 juta ha terdiri dari lahan kering seluas 3,01 juta ha (20,49%); lahan pasang surut (rawa) 1,90 juta ha (12,95%), gambut 1,68 juta ha (11,41%), lahan nonpasang surut 18,8 ribu ha (0,13%), lahan perairan seluas 8,3 ribu ha (BPS Kalbar 1997), dan lainnya lahan pegunungan. Optimalisasi pemafaatan sumber daya lahan khususnya lahan rawa/pasang surut, telah dilakukan oleh Proyek Pengembangan Lahan RawaTerpadu atau Integrated Swamps Development Project (ISDP) Kalimantan Barat dari tahun 1995 sampai 2000 yang dipusatkan di Kabupaten Pontianak. Proyek ISDP Kalimantan Barat dilaksanakan pada 11 scheme atau kelompok kawasan pengembangan dengan luas 11.125 ha. Scheme-scheme tersebut terdiri dari Kapuas Kecil II dan III (2.386 ha), Sei Kakap (2.416 ha), Rasau Jaya (2.155), Pinang Luar (557,5 ha), Sei Bulan (488,5 ha), Jangkang I (341 ha), Air Putih (644 ha), Olak-olak Kubu (796 ha), Kubu (243 ha), Arus Deras (253 ha), dan Sei Nipah (845 ha). Petani yang terlibat dalam proyek tersebut berjumlah 11.033 orang yang terbagai dalam 296 kelompok tani (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Kalimantan Barat 1999a). Implementasi Proyek ISDP dilakukan secara terpadu antara Badan Litbang Pertanian yang berperan sebagai pengawal teknologi, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kalimantan Barat berperan dalam perluasan areal, dan Dinas Pekerjaan Umum Kalimantan Barat berperan dalam pembangunan infrastruktur (jalan, bangunan irigasi, drainase, dan pintu-pintu air). Selama kurun waktu tersebut telah diintroduksikan berbagai teknologi tanaman pangan, peternakan, perkebunan, dan perikanan. Teknologi yang diintroduksikan juga bervariasi menurut tahapan usahatani, mulai dari teknologi budi daya sampai pascapanen. Teknologi usahatani padi telah diintroduksikan secara komprehensif, mulai dari sistem tata air mikro, pemberian amelioran (abu sawmill, abu sekam, dolomite), varietas unggul (IR42, IR64, Cisanggarung, Ciliwung, Cisokan, Laut Tawar, Lematang, Way Seiputih, Pelita), jarak tanam, pemupukan, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit, panen, dan alsintan (Ananto
MUSYAFAK: KELAYAKAN U SAHATANI PADI DI LAHAN RAWA KALIMANTAN BARAT
1996). Di sisi lain, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kalimantan Barat berupaya mempertahankan eksistensi berbagai teknologi yang telah diintroduksikan untuk mendukung suskesnya program Gentaton (Gerakan Satu Juta Ton) tahap II, di mana salah satu targetnya adalah produksi 1 juta ton beras. Tiga tahun setelah ISDP dilaksanakan, tepatnya tahun 1998, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Kalimantan Barat mencanangkan program Gentaton dengan target produksi untuk padi 1 juta ton, 50 ribu ton jagung, dan 10 ribu ton kedelai. Pelaksanaan program tersebut berlanjut sampai sekarang, dan pada tahun 2002 dilakukan Gentaton tahap II. Program tersebut dilaksanakan dengan dua usaha pokok, yaitu peningkatan mutu intensifikasi (PMI) dan perluasan areal tanam (PAT). Untuk mencapai sasaran produksi 1 juta ton GKG, 50 ribu ton jagung, dan 10 ribu ton kedelai, maka sasaran luas tanam untuk tahun 2001 adalah 263.790 ha untuk padi, 32.150 ha untuk jagung, dan 10.840 ha untuk kedelai. Realisasi program Gentaton (angka sementara tahun 2001) adalah: produksi mencapai 978.151 ton (98,32% dari target), jagung 36.620 ton, (74,32%), dan kedelai 1.634 ton (21,03%) (Distan. Pangan Prop. Kalbar 2002). Kedua Proyek Pengembangan Lahan Rawa/pasang surut Terpadu (ISDP) dengan Program Gentaton mempunyai keterkaitan. Melalui pemanfaatan secara optimal, lahan rawa/pasang surut diharapkan dapat memberi kontribusi secara siginifikan terhadap suksesnya Program Gentaton. Secara empiris telah terbukti bahwa penerapan berbagai teknologi introduksi selama proyek berlangsung dapat meningkatkan produksi padi. Akan tetapi petani tidak mengejar produksi maksimum (maximized product), melainkan mengejar keuntungan maksimum (maximized profit). Seiring dengan perkembangan waktu, harga input dan harga output mengalami perubahan yang signifikan. Harga input seperti benih, pupuk anorganik, pestisida, dan upah tenaga kerja mengalami kenaikan, sedangkan harga produk pertanian (harga gabah) berfluktuasi. Untuk memberikan kontribusi pemikiran kepada Pemerintah Daerah Kalimantan Barat, sekaligus umpan balik (feed back) bagi Proyek ISDP maka dilakukan kajian terhadap kelayakan perubahan teknologi di kawasan eks Proyek ISDP. Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas dan akurat mengenai kelayakan perubahan teknologi dari teknologi petani (endogenous technology) menjadi teknologi introduksi (introduction technology ), mengingat dalam kurun waktu permulaan proyek sampai sekarang telah terjadi kenaikan harga input dan perubahan harga output. Perubahan harga tersebut akan mempunyai
pengaruh yang besar terhadap kelayakan teknologi introduksi. Tujuan dari kajian ini adalah (1) mengidentifikasi perubahan teknologi usahatani padi di lahan rawa/ pasang surut eks proyek ISDP Kalimantan Barat; dan (2) mengetahui kelayakan perubahan teknologi usahatani padi pada lahan rawa/pasang surut dari teknologi petani menjadi teknologi introduksi ISDP; dan (3) mesngetahui perubahan tingkat produksi dan harga jual padi pada kondisi titik impas.
METODE PENELITIAN Metode Dasar Pengkajian dilakukan berdasarkan alasan riset termasuk riset terpakai (applied research), tempat pengkajian termasuk riset lapangan (field research), sedangkan teknik riset menggunakan teknik survei (survey technique). Riset terpakai adalah suatu riset yang didasarkan atas keinginan untuk mengetahui suatu keadaan agar dapat memperbaikinya secara lebih baik, efektif dan efisien. Riset lapang adalah riset yang dilakukan dengan cara mendatangi tempat-tempat sampel seperti rumah tangga, perusahaan, sawah, dan tempat lain. Pengkajian dengan teknik survei adalah pengkajian yang bersifat deskriptif untuk menguraikan suatu keadaan tanpa melakukan perubahan terhadap variabel tertentu (Supranto 1997). Lokasi dan Waktu Pengkajian dilaksanakan pada kawasan eks Proyek ISDP, yaitu scheme Rasau Jaya, Pinang Luar, Air Putih, dan Sungai Kakap pada tahun 2001, setelah 1 tahun proyek berakhir. Teknik Pengambilan Sampel Pemilihan lokasi scheme menggunakan teknik simple random sampling, sedangkan pengambilan sampel petani menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Suratno dan Lincolin Arsyad (1999), simple random sampling adalah teknik pengambilan sampel secara acak melalui undian atau menggunakan angka acak, sedangkan purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan sengaja menurut ciri-ciri yang dimiliki sampel tersebut. Ciri-ciri tersebut adalah petani sampel yang sudah mengadopsi teknologi anjuran (adopter) dan petani sampel yang tidak mengadopsi teknologi anjuran (nonadopter). Teknologi yang digunakan petani adopter adalah teknologi 57
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL . 22 N O. 1 2003
yang direkayasa oleh petani sendiri dan digunakan secara turun temurun. Sampel terdiri atas 80 petani, 40 di antaranya petani adopter dan sisanya petani nonadopter. Penelitian dilakukan di empat scheme, pada setiap scheme diambil 20 sampel petani (10 petani adopter dan 10 petani nonadopter).
Selanjutnya diukur tingkat efisiensi penggunaan modal pada kedua pola usahatani tersebut. Tingkat efisiensi usahatani diukur melalui analisis perbandingan antara penerimaan dan biaya (B/C Ratio). Menurut Kadariah et al. (1978), gross B/C ratio dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: n
Σ
Teknik Pengumpulan Data Data yang akan dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari petani adopter dan petani nonadopter. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara, yaitu observasi, wawancara, dan angket (kuesioner). Metode Analisis Analisis Identifikasi Perubahan Kultur Teknis Untuk mengukur perubahan teknologi pada kawasan eks Proyek ISDP digunakan dua pendekatan yaitu (1) before and after project, dan (2) with and without project. Pada pendekatan pertama digunakan field survey dengan mendatangi petani sampel dengan golongan umur yang bervariasi (tua dan muda) untuk wawancara guna mengetahui kondisi sebelum dan setelah proyek berlangsung. Pada pendekatan kedua dilakukan field survey ke petani nonadopter (untuk mengetahui kondisi tanpa proyek) dan field survey ke petani adopter (untuk mengetahui kondisi dengan proyek). Dengan dua pendekatan ini diharapkan dapat diketahui perubahan teknologi usahatani padi di kawasan tersebut secara akurat. Selanjutnya data ditabulasi ke dalam tabel dan dilakukan analisis terhadap dua kondisi tersebut. Analisis Kelayakan Perubahan Teknologi Untuk mengetahui hubungan antara biaya produksi, volume penjualan dan penerimaan, terlebih dahulu dilakukan analisis anggaran terpisah (partial budgeting analysis) pada usahatani padi pola petani (menggunakan teknologi petani) dan usahatani introduksi (menggunakan teknologi introduksi Proyek ISDP). Dengan melakukan perhitungan-perhitungan tersebut akan diketahui total gains (total manfaat) dan total losses (total biaya tambahan). Perubahan teknologi akan layak jika selisih dari total gains dengan total losses positif, dan sebaliknya tidak layak jika selisih dari keduanya negatif.
58
Gross B/C =
Bt
t=1 (1+i) n
Σ
t
Ct t
t=1 (1+i)
Bt : penerimaan total usahatani selama periode waktu t Ct : pengeluaran total usahatani selama periode waktu t Karena jangka waktu pengkajian hanya satu musim, Adnyana dan Kariyasa (1995) menyatakan perbandingan antara penerimaan dan pengeluraran dapat disederhanakan sebagai berikut: Gross B/C ratio =
Penerimaan dalam satu musim Pengeluaran dalam satu musim
Makarim et al. (1999) menyatakan bahwa kelayakan ekonomi penggunaan varietas baru dapat dianalisis secara parsial berdasarkan konsep marginal B/C ratio yang merupakan perbandingan antara total pengurangan pendapatan (total losses) dengan total penambahan pendapatan (total gains). Secara sederhana konsep ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Marginal B/C ratio =
Total gains Total losses
Total gains = kenaikan pendapatan Total losses = kenaikan biaya Perubahan teknologi akan layak jika marjinal B/C lebih besar dari satu. Analisis Titik Impas Analisis titik impas produksi (break even yield) dan titik impas harga (break even price) merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mempelajari hubungan antara biaya, penerimaan, dan volume produksi (Adnyana dan Kariyasa 1995). Menurut Kay
MUSYAFAK: KELAYAKAN U SAHATANI PADI DI LAHAN RAWA KALIMANTAN BARAT
dan Edwards (1994) break even yield dan break even price (BEP) dapat dihitung dengan rumus berikut: Break even yield =
Break even price =
Total cost Output price Total cost Expected yield
Secara matematis formulasi tersebut dapat diperoleh berdasarkan rumus yang telah diuraikan oleh Musyafak (2000) sebagai berikut: Keuntungan = TR - TC Keuntungan = TR - (VC + FC); Kondisi BEP keuntungan = 0 Π = TR - (VC + FC) = 0 TR = VC + FC Pj.Q = VC + FC Pj* =
Q* = Π TR TC VC FC Pj* Q*
VC + FC Q VC + FC Pj
(harga out put pada kondisi BEP)
(produksi pada kondisi BEP
= keuntungan = total penerimaan = total biaya = biaya variabel = biaya tetap = harga out put pada kondisi BEP = produksi pada kondisi BEP
Perubahan teknologi akan layak jika kenaikan produksi aktual lebih besar dari kenaikan produksi kondisi BEP dan perubahan harga padi aktual di atas perubahan harga padi kondisi BEP.
HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Teknologi Usahatani Padi Selama proyek ISDP berlangsung telah dilakukan berbagai introduksi teknologi ke petani. Seiring dengan perjalanan waktu telah terjadi proses perubahan teknologi usahatani, kelembagaan, perilaku petani, dan pola pikir petani. Teknologi berubah dari teknologi petani (endogenous technology) menjadi teknologi introduksi, kelembagaan berkembang, perilaku petani
berubah dari tidak terorganisir menjadi terorganisir dan berkelompok, dan pola pikir petani pun berubah dari berorientasi subsisten menjadi berorientasi komersial. Hasil identifikasi perubahan teknologi usahatani padi selama kurun waku berlangsungnya proyek dapat dilihat pada Tabel 1. Sebelum proyek ISDP berlangsung sebagian besar petani (95%) masih menerapkan pola padi lokal-bera, sedangkan sisanya (5%) menerapkan pola tanam padi lokal-palawija atau padi unggul-palawija. Intensitas pertanaman pada saat proyek berlangsung masih rendah yaitu 103%. Petani yang melakukan dua kali tanam dalam satu tahun (5%) adalah petani pengurus kelompok dan petani andalan. Perubahan yang terjadi setelah proyek ISDP adalah peningkatan jumlah petani yang menerapkan dua kali tanam dalam setahun, mencapai 53,2% dengan pola padi unggul-padi unggul dan padi unggul-palawija, sedangkan sisanya (46,8%) masih menggunakan pola padi lokal-bera. Padi unggul yang banyak ditanam petani adalah Cisokan, IR64, dan IR42, Cisadane, sedangkan padi lokal yang masih ditanam sampai sekarang adalah Saigon Merah, Simpang, dan Si Randah. Intensitas pertanaman setelah proyek meningkat menjadi 143%. Kelompok tani pada kondisi sebelum proyek sudah terbentuk, tetapi masih berkelas pemula, sehingga peranannya kurang optimal, termasuk dalam penentuan jadwal tanam. Pada kondisi tersebut belum ada kesepakatan jadwal tanam dalam satu hamparan, baik antarpetani maupun kelompok tani. Setelah adanya proyek, terjadi perubahan kelas kelompok tani yaitu kelas pemula 6,25%, kelas lanjut 68,75%, dan kelas madya 25%. Seiring dengan membaiknya kinerja kelompok tani telah ditempuh kesepakatan jadwal tanam dalam satu kelompok hamparan antarkelompok tani. Sebelum adanya proyek masih banyak petani yang belum mengerti sistem tata air mikro (TAM). Kendala utama penerapan TAM pada waktu itu adalah belum adanya pintu-pintu air yang berfungsi untuk mengendalikan keluar masuknya air pasang surut dalam sistem TAM. Namun sekarang, setelah banyak dibangun saluran irigasi dan pintu-pintu air permanen, telah berkembang penggunaan sistem TAM. Pembersihan lahan sebelum adanya proyek dilakukan dengan cara tebas, bakar dan kakas. Pada musim kemarau, lahan dibersihkan dengan cara tebas, setelah kering dibakar, dan ranting-ranting yang tidak terbakar dibersihkan (dikakas). Pada musim hujan, tanaman yang ada ditebas atau jerami yang tersisa direbahkan dengan pohon pisang yang digulingkan. Pembersihan lahan pada saat ini tidak berbeda dengan sebelum ada proyek. Hanya, pada saat ini dilakukan penyemprotan 59
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL . 22 N O. 1 2003 Tabel 1. Perubahan teknologi usahatani padi sebelum dan sesudah Proyek ISDP di Kabupaten Pontianak. Uraian
Sebelum Proyek ISDP
Sesudah Proyek ISDP
1. Pola tanam
95% petani menerapkan pola padi lokal-bera, dan 5% pola padi lokal-palawija atau padi unggul (IR42, Cisadane)-palawija (IP 103%)
2. Jadwal tanam
Belum ada kesepakatan jadwal tanam dalam satu hamparan lahan, baik antarpetani atau kelompok tani 95% belum mengerti dan belum menerapkan sistem tata air mikro. - Musim kemarau: ditebas, setelah kering dibakar, kemudian dikakas (pembersihan batang/ranting kayu) - Musim hujan: ditebas atau perebahan jerami.
53,19% petani menggunakan pola tanam anjuran padi unggul-padi unggul, atau padi unggul-palawija, dan sekitar 46,81% padi lokal-bera (IP 143%). Ada kesepakatan jadwal tanam dalam satu kelompok hamparan antarkelompok tani
3. Sistem Tata Air Mikro (TAM) 4. Pembersihan lahan
5. Pengolahan tanah 6. Penggunaan varietas
60% menggunakan teknologi TOT, dan 40% sistem cangkul balik. 95% petani menanam varietas lokal berumur 6 bulan (Si Randah, Saigon Merah, dan Simpang)
7. Pemupukan
Hanya mengandalkan urea untuk peningkatan produktivitas, dengan takaran100 kg/ha
8. Pengendalian HPT
Secara sendiri-sendiri dan tradisonal
9. Panen 10. Produktivitas
Menggunakan ani-ani Padi lokal 1,5-1,9 t/ha, padi unggul 2,0-2,5 t/ha
11. Kelembagaan
- Kelompok tani - KUD masih sedikit dan sebagian besar tidak aktif
12. Skala usaha
0,6 ha/musim
herbisida sistemik setelah dilakukan penebasan atau perebahan jerami. Dengan cara ini pengolahan lahan lebih mudah dan penyiangan pertama tidak menyita waktu. Persiapan lahan sebelum Proyek ISDP adalah dengan cara tanpa olah tanah (TOT) atau dengan cara cangkul balik (minimum tillage). Setelah ada proyek, sebagian petani sudah menggunakan traktor (35,88%), teknik cangkul balik( 56,76%), dan teknik TOT (7,36%). Pengolahan lahan harus disesuaikan dengan kondisi pirit atau tipe luapan air. Sebelum ada proyek, sekitar 95% petani masih menggunakan varietas lokal dengan umur 180 hari atau 6 bulan. Padi lokal mempunyai kelebihan yaitu pemeliharaan relatif mudah, biaya usahatani relatif murah, dan relatif tahan terhadap hama dan penyakit 60
Dibangunnya pintu-pintu air sehingga masuk keluarnya air dapat dikendalikan. - Musim hujan: tebas/perebahan jerami, disemprot dg herbisida sistemik (4 l/ha). - Musim Kemarau: tebas, bakar, disemprot dengan herbisida 35,88% menggunakan traktor, 56,76% sistem cangkul balik (manual), 7,36% TOT. 46,81% petani masih menanam padi lokal dan 53,19% padi unggul (IR42, Cisadane, IR64, dan Cisokan) Takaran pupuk tergantung varietas dan tipe luapan air. Takaran pupuk 175 kg urea, 75 kg SP36, 25 kg/ha KCl untuk padi Cisadane, (b) 125 kg urea, 200 kg Rock Phosphat, 50 kg/ha KCl untuk padi IR64, (c) 150 kg urea, 75 kg SP36, 50 kg/ha KCl untuk padi Cisokan. Regu Pengendali Hama (RPH), pengendalian lebih terencana dan efektif. Menggunakan sabit bergerigi Padi lokal 1,7-1,9 t/ha Padi unggul 2,7-2,9 t/ha - 296 kelom0pk tani - 18 KUD - 52 P3A - 42 RPH (regu pengendali hama) - 183 KWT (kelompok tani wanita) 0,91 ha/musim
tertentu. Kerugiannya adalah, produktivitas rendah dan umur panjang. Setelah adanya proyek terjadi perubahan penggunaan varietas padi, 53,19% petani sudah menggunakan varietas unggul seperti IR42, Cisadane, IR64, dan Cisokan, sedangkan sisanya (46,81%) masih menanam padi lokal (Si Randah, Saigon Merah, dan Simpang). Sebelum ada proyek, pemupukan menggunakan urea dengan takaran 100 kg/ha. Setelah ada proyek, penggunaan pupuk berkembang dengan takaran yang variatif, bergantung pada varietas yang ditanam dan tipe lahan. Demikian juga halnya pengendalian hama dan penyakit. Sebelum ada proyek, pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara sendiri-sendiri oleh petani. Setelah ada proyek dibentuk Regu Pengendali Hama (RPH). Setelah terbentuk lembaga tersebut ter-
MUSYAFAK: KELAYAKAN U SAHATANI PADI DI LAHAN RAWA KALIMANTAN BARAT
jalin kebersamaan antarpetani maupun antarkelompok dalam penanggulangan hama. Alat yang digunakan untuk panen sebelum ada proyek adalah ani-ani dan setelah ada proyek menggunakan sabit bergerigi. Dengan menggunakan teknologi introduksi tersebut terjadi peningkatan hasil padi varietas unggul dari 2,0-2,5 t/ha (sebelum ada proyek) menjadi 2,7-2,9 t/ha (setelah ada proyek), sedangkan hasil padi lokal dari 1,5-1,9 t/ha menjadi 1,7-1,9 t/ha. Dengan adanya proyek ISDP terjadi pengembangan kelompok tani, baik dari segi jumlah maupun kelas, KUD berfungsi secara lebih optimal, dan kelembagaan baru yang muncul adalah P3A, RPH, dan KWT. Adanya proyek ISDP menjadikan sarana dan prasaran usahatani lebih berkembang. Beberapa infrastruktur seperti saluran irigasi dan drainase, pintu air, jalan usahatani, alsintan, toko/warung sarana produksi ikut andil dalam meningkatkan skala usahatani. Sebelum ada proyek, skala usahatani rata-rata 0,6 ha, setelah ada proyek, skala usaha meningkat menjadi rata-rata 0,91 ha. Kelayakan Perubahan Teknologi Dengan adanya Proyek ISDP yang dimulai pada tahun 1995 dan berakhir tahun 2000 telah terjadi perubahan teknologi usahatani di kawasan proyek tersebut. Perubahan teknologi juga membawa dampak pada perubahan produksi dan pendapatan usahatani padi. Keragaan teknologi usahatani padi dengan pola petani dan pola introduksi dapat dilihat pada Tabel 2. Penggunaan komponen teknologi pada pola petani dan pola introduksi terdapat perbedaan. Jumlah bibit yang digunakan sama untuk kedua pola, tetapi varietas yang digunakan berbeda. Pada pola introduksi digunakan varietas unggul yang sesuai dengan kondisi agroekosistem setempat yaitu Cisadane, IR64, dan Cisokan, sedangkan pada pola petani digunakan padi lokal.
Penggunaan pupuk pada pola introduksi lebih variatif yaitu urea, SP36, Rock Phosphat, dan KCl, demikian juga takaran pupuk yang lebih mengarah kepada spesifik lokasi (tipe luapan) dan varietas. Pada pola petani hanya digunakan urea dengan takaran seragam, yaitu 100 kg/ha, sesuai dengan sifat padi lokal yang kurang responsif terhadap pemupukan. Penggunaan pestisida (insektisida, rodensitida, herbisida, fungisida) pada pola introduksi lebih variatif dan takarannya lebih tinggi karena varietas unggul lebih rentan terhadap serangan OPT. Tingkat penggunaan tenaga kerja pada pola introduksi juga lebih tinggi, karena pemeliharaan padi unggul lebih intensif dibanding padi lokal. Hasil padi unggul lebih tinggi dibanding padi lokal karena padi unggul secara genetis lebih baik disamping pemupukan dan perawatannya lebih intensif. Dibanding varietas lokal, varietas unggul mampu memberikan hasil 56% lebih tinggi. Peningkatan hasil tidak selalu berdampak terhadap peningkatan keuntungan usahatani. Jika marginal revenue (MR) lebih tinggi dibanding marginal cost (MC) maka akan terjadi penambahan keuntungan, dan sebaliknya. Untuk itu perlu dilakukan analisis anggaran parsial (partial budget analysis). Hasil analisis anggaran parsial berbagai varietas padi di kawasan eks Proyek ISDP dapat dilihat pada Tabel 3. Analisis usahatani dengan pendekatan analisis anggaran parsial disajikan dalam dua model, yaitu analisis secara petani dan analisis secara usahatani. Analisis secara petani dimaksudkan untuk memberi gambaran kepada petani pemilik penggarap mengenai korbanan (biaya) dan manfaat yang akan diperoleh. Analisis secara usahatani dimaksudkan untuk memberi gambaran kepada investor mengenai besarnya biaya dan manfaat yang akan diterima. Dengan analisis secara petani biaya tenaga kerja, sewa lahan, dan bunga modal tunai tidak dihitung karena secara riil (secara
Tabel 2. Keragaan komponen teknologi usahatani padi (skala usaha 1 ha) pada pola petani dan pola intoruduksi di kawasan eks Proyek ISDP. Pola introduksi
Pola petani
Uraian Cisadane Bibit (kg) Urea (kg) SP36 (kg) Rock phosphat (kg) KCl (kg) Insektisida (lt) Rodentisida (kg) Herbisida (lt) Fungisida (lt) Tenaga kerja (HOK) Tenaga traktor(HKM) Produksi (kg)
30,0 125,0 75,0 25,0 1,0 2,0 6,0 0,5 101,0 2.790,0
IR64
Cisokan
Si Randah
30,0 125,0 200,0 50,0 1,0 1,5 6,0 0,5 82,0 1,0 2.830,0
30,0 150,0 75,0 50,0 1,0 1,0 6,0 0,5 78,0 1,0 2.900,0
30,0 100,0 2,0 5,0 77,0 1.900,0
Saigon Merah 30,0 100,0 1,0 5,0 80,0 1.710,0
Simpang 30,0 100,0 1,0 5,0 87,0 1.830,0
61
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL . 22 N O. 1 2003
tunai ) petani tidak pernah mengeluarkan uang untuk biaya tersebut. Dengan analisis secara usahatani, semua biaya dihitung karena secara riil investor akan mengeluarkan biaya tersebut. Pada Tabel 3 terlihat bahwa usahatani padi yang paling menguntungkan petani dan investor adalah usahatani yang menggunakan varietas IR64. Usahatani yang paling efisien bagi petani adalah yang menggunakan varietas lokal Si Randah, Sedangkan usahatani yang paling efisien bagi investor adalah IR64. Usahatani padi unggul maupun padi lokal bagi investor kurang menguntungkan dan penuh dengan risiko (nilai R/C rendah). Usahatani yang sesuai untuk investor adalah yang mempunyai nilai R/C lebih besar dari 2. Bagi petani terdapat berbagai macam pilihan dalam mengambil keputusan untuk menentukan varietas padi yang hendak diusahakan. Sebagai bahan untuk pengambilan keputusan tersebut digunakan nilai keuntungan dan nilai R/C. Dari hasil analisis anggaran parsial terjadi trade off antara nilai keuntungan dan nilai R/C. Keuntungan yang tinggi tidak diikuti oleh nilai
R/C yang tinggi dan halnya nilai R/C yang tinggi tidak diikuti oleh nilai keuntungan yang tinggi. Untuk itu ada dua pilihan bagi petani, yaitu: a. Jika petani mempunyai cukup modal maka dianjurkan untuk memilih usahatani yang mempunyai nilai keuntungan tertinggi, yaitu menanam padi varietas IR64. b. Jika petani mempunyai keterbatasan modal maka dianjurkan untuk memilih usahatani yang paling efisien dalam penggunaan modal yang ditunjukkan oleh nilai R/C tertinggi yaitu menanam padi varietas lokal Si Randah. Perubahan penggunaan teknologi dari pola petani menjadi pola introduksi menyebabkan meningkatnya biaya usahatani, tetapi di sisi lain meningkatkan penerimaan. Dalam hal ini terjadi "tarik-ulur" dua kekuatan yang berlawanan arah yaitu peningkatan biaya (negatif) dan peningkatan penerimaan (positif). Layak tidaknya perubahan teknologi pada kedua pola tersebut sangat bergantung pada hasil akhir "tarik-ulur" dua kekuatan tersebut.
Tabel 3. Analisis usahatani padi (skala usaha 1 ha) pada pola petani dan pola intoruduksi di kawasan eks Proyek ISDP. Pola introduksi (Rp)
Pola petani (Rp)
Uraian Cisadane Biaya Variabel Sarana Produksi Benih (unggul) Urea SP 36/ rock phospat KCl Insektisida (spontan) Redentisida (petokrum) Herbisida (Polaris) Fungisida (Delsene) Tenaga Kerja (DK) Tenaga Kerja (LK)
IR64
Cisokan
Rata-rata
Si Randah
Saigon Merah
Simpang
Rata-rata
2.569.000 803.250 75.000 150.000 187.500 68.750 70.000 30.000 192.000 30.000 750.750 1.015.000
2.489.250 763.000 81.000 150.000 80.000 137.500 70.000 22.500 192.000 30.000 726.250 1.000.000
2.555.000 890.000 78.000 180.000 187.500 137.500 70.000 15.000 192.000 30.000 665.000 1.000.000
2.537.750 818.750 78.000 160.000 151.667 114.583 70.000 22.500 192.000 30.000 714.000 1.005.000
1.707.750 355.000 45.000 120.000 30.000 160.000 652.750 700.000
1.740.000 340.000 45.000 120.000 15.000 160.000 700.000 700.000
1.862.500 340.000 45.000 120.000 15.000 160.000 752.500 770.000
1.770.083 345.000 45.000 120.000 20.000 160.000 701.750 723.333
368.953 250.000 7.800 1.500 109.653
367.970 250.000 9.500 2.000 106.470
374.000 250.000 8.000 2.000 114.000
370.307.67 250.000 8.433 1.833 110.041
323.370 250.000 8.000 1.500 63.870
322.470 250.000 8.000 1.500 62.970
326.670 250.000 8.000 1.500 67.170
324.170 250.000 8.000 1.500 64.670
Biaya Tunai *) Biaya Total **)
1.827.550 2.937.953
1.774.500 2.857.220
1.900.000 2.929.000
1.834.016.67 2.908.057.67
1.064.500 2.031.120
1.049.500 2.062.470
1.119.500 2.189.170
1.077.833 2.094.253
Penerimaan Hasil (kg)
3.348.000 2.790
3.396.000 2.830
3.480.000 2.900
3.408.000 2.840
2.280.000 1.900
2.052.000 1.710
2.196.000 1.830
2.176.000 1.813
Keuntungan Secara petani (V-III)) Secara usahatani (V-IV)
1.520.450 410.047
1.621.500 538.780
1.580.000 551.000
1.573.983 499.942
1.215.500 248.880
1.002.500 (10.470)
1.076.500 6.830
1.098.167 81.747
R/C ratio Secara petani (V/III)) Secara usahatani (V/IV)
1,83 1,14
1,91 1,19
1,83 1,19
1,86 1,17
2,14 1,12
1,96 0,99
1,96 1,00
Biaya Tetap Sewa lahan . Penyusutan alat Sewa Handsprayer Bunga tunai (6%/musim)
*) biaya tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan dan bunga modal tunai tidak diperhitungkan (biaya tunai) **) semua biaya usahatani diperhitungkan (biaya total)
62
2,02 1,04
MUSYAFAK: KELAYAKAN U SAHATANI PADI DI LAHAN RAWA KALIMANTAN BARAT
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa peningkatan penerimaan usahatani lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan biaya usahatani. Dengan kata lain, peningkatan penerimaan usahatani mampu mengkompensasi peningkatan biaya usahatani. Perubahan teknologi usahatani padi dari pola petani menjadi pola introduksi pada kawasan eks Proyek ISDP di Kabupaten Pontianak berdampak pada: a. Peningkatan hasil padi sebesar 1.027 kg/ha b. Tambahan keuntungan Rp475.817 (analisis secara petani) atau Rp418.195,66 (analisis secara usahatani). c. Peningkatan efisiensi usahatani yang diindikasikan oleh nilai R/C sebesar 1,63 (analisis secara petani) atau 1,51 (analisis secara usahatani). Berdasarkan indikator-indikator tersebut diketahui bahwa perubahan teknologi usahatani padi dari pola petani menjadi pola introduksi pada kawasan eks Proyek ISDP di Kabupaten Pontianak masih layak dilakukan, meskipun telah terjadi perubahan harga input dan output sejak proyek tersebut dilaksanakan.
Titik Impas Perubahan Teknologi Perubahan teknologi usahatani padi petani akan layak dilakukan jika tambahan hasil di atas yang disyaratkan (tambahan hasil BEP), dan harga jual gabah lebih tinggi dari harga jual minimum (harga jual BEP). Analisis titik impas bermanfaat untuk mengetahui seberapa jauh konsistensi kelayakan perubahan usahatani. Semakin besar selisih antara tambahan hasil aktual dengan tambahan hasil BEP dan semakin besar selisih harga jual aktual dengan harga jual BEP mengindikasikan bahwa perubahan teknologi usahatani mempunyai konsistensi yang tinggi. Hasil analisis titik impas tambahan hasil dan titik impas harga jual gabah dengan perubahan teknologi usahatani padi dari pola petani menjadi pola introduksi dapat dilihat pada Tabel 5. Perubahan teknologi usahatani padi layak dilakukan kalau tambahan hasil yang diperoleh minimal 630,15 kg/ha untuk petani dan 678,17 kg/ha untuk investor dengan catatan harga tidak berubah (ceteris paribus). Dengan demikian hasil minimal padi yang harus dicapai adalah 1.656,82 kg/ha untuk petani dan
Tabel 4. Tambahan biaya (losses) dan pendapatan (gains) akibat perubahan teknologi usahatani padi (skala usaha 1 ha) dari pola petani menjadi pola intoruduksi di kawasan eks Proyek ISDP. Uraian
Pola introduksi (Rp)
Pola petani (Rp)
Tambahan (Rp)
Biaya variabel Sarana produksi Benih (unggul) Urea SP36/rock phospat KCl Insektisida (spontan) Redentisida (petokrum) Herbisida (Polaris) Fungisida (Delsene) Tenaga kerja (DK) Tenaga kerja (LK)
2.537.750 818.750 78.000 160.000 151.667 114.583 70.000 22.500 192.000 30.000 714.000 1.005.000
1.770.083 345.000 45.000 120.000 20.000 160.000 701.750 723.333
767.667 473.750 33.000 40.000 151.667 114.583 70.000 2.500 32.000 30.000 12.250 281.667
Biaya Tetap Sewa lahan Penyusutan alat Sewa handsprayer Bunga tunai (6%/musim) Biaya tunai *) Biaya total **) Penerimaan Hasil (kg)
370.308 250.000 8.433 1.833 110.041 1.834.017 2.908.058 3.408.000 2.840
324.170 250.000 8.000 1.500 64.670 1.077.833 2.094.253 2.176.000 1.813
46.138 0 433 333 45.371 756.183 813.804 1.232.000 1.027
Tambahan Keuntungan Secara petani (V-III) = 1.232.000 - 756.183 = 475.817 Secara usahatani (V-IV) = 1.232.000 - 813.804 = 418.196 Marjinal R/C Secara petani (V/III)= 1.232.000/756.183 = 1,63 Secara usahatani (V/IV)= 1.232.000/813.804 = 1,51 *) Biaya tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan dan bunga modal tunai tidak diperhitungkan (biaya tuna i) **) Semua biaya usahatani diperhitungkan (biaya total)
63
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL . 22 N O. 1 2003 Tabel 5. Analisis titik impas (BEP) perubahan teknologi usahatani padi (skala 1 ha) dari pola petani menjadi pola intoruduksi di kawasan eks Proyek ISDP. Total losses (Rp)
Total gains (Rp)
Tambahan biaya variabel Tambahan sarana produksi Benih (unggul) Urea SP36/ rock phospat KCl Insektisida (spontan) Redentisida (petokrum) Herbisida (Polaris) Fungisida (Delsene) Tambahan tenaga kerja (DK) Tambahan tenaga kerja (LK) Tambahan biaya tetap Sewa lahan Penyusutan alat Sewa handsprayer Bunga tunai (6%/musim) Losses tunai *) Losses total **) Analisis Titik Impas Produksi a. Tambahan keuntungan secara petani Titik impas produksi secara petani:
b. Tambahan keuntungan secara usahatani Titik impas produksi secara usahatani:
Analisis Titik Impas Harga a. Tambahan keuntungan secara petani Titik impas harga secara petani: b. Tambahan keuntungan secara usahatani Titik impas harga secara usahatani:
767.667 473.750 33.000 40.000 151.667 114.583 70.000 2.500 32.000 30.000 12.250 281.667 46.138 0 433 333 45.371 756.183 813.804 =
=
=
=
BEP produksi: Total gains = ∆Q x Rp 1.200 BEP harga: Total gains = 1.027 kg x Pj
1.200 x ∆Q - 756.183 1.200 x ∆Q - 756.183 = 0 1.200 x ∆Q = 756.183 ∆Q = 756.183 / 1.200 = 630,15 kg 1.200 x ∆Q - 813.804 1.200 x ∆Q - 813.804 = 0 1.200 x ∆Q = 813.804 ∆Q = 813.804/1.200 = 678,17 kg 1.027 x Pj - 756.183 1.027 x Pj = 756.183 Pj = 756.183/1.027 = Rp736,54 1.027 x Pj - 813.804 1.027 x Pj - 813.804 = 0 1.027 x Pj = 813.804 Pj = 813.804/1.027 = Rp792,66
*) biaya tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan dan bunga modal tunai tidak diperhitungkan (biaya tunai) **) semua biaya usahatani diperhitungkan (biaya total)
1.704,84 kg/ha untuk investor, sedangkan hasil riil di lapang adalah 1.026,67 kg/ha. Harga jual gabah pada kondisi titik impas adalah Rp736,54 untuk petani dan Rp792,66 untuk investor, sedangkan harga jual riil adalah Rp1.200,00/kg. Dengan demikian perubahan teknologi usahatani padi dinilai layak. Perubahan teknologi tidak akan layak jika harga jual riil gabah di bawah harga jual BEP.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pelaksanaan Proyek Pengembangan Lahan Rawa Terpadu (ISDP) selama kurun waktu 5 tahun telah 64
membawa perubahan teknologi usahatani. Hal ini diindikasikan oleh perubahan pola tanam dari satu kali tanam menjadi dua kali tanam per tahun, kesepakatan jadwal tanam serentak, penggunaan sistem tata air mikro, penggunaan herbisida, traktor, varietas unggul, pupuk dengan takaran spesifik lokasi, pengendalian hama secara terorganisir, penggunaan sabit bergerigi, kelembagaan lebih perkembangan kelompok tani, KUD, P3A, RPH, KWT, skala usaha meningkat dari 0,6 hektar menjadi 0,91 hektar. Perubahan teknologi usahatani padi dari pola petani menjadi pola introduksi berdampak pada peningkatan hasil sebesar Rp1.026,67 kg/ha, tambahan keuntungan Rp475.816,66 (analisis secara petani) atau Rp 418.195,66 (analisis secara usahatani), peningkatan efisiensi usahatani yang diindikasikan oleh nilai R/C
MUSYAFAK: KELAYAKAN U SAHATANI PADI DI LAHAN RAWA KALIMANTAN BARAT
sebesar 1,63 (analisis secara petani) atau 1,51 (analisis secara usahatani). Berdasarkan analisis titik impas (break even point) diketahui bahwa terdapat tambahan hasil minimal sebesar 630,15 kg/ha untuk petani dan 678,17 kg/ha untuk investor dengan catatan harga-harga tidak berubah (ceteris paribus). Tambahan hasil riil di lapang adalah 1.026,67 kg/ha. Harga jual gabah pada kondisi titik impas adalah Rp736,54 untuk petani dan Rp792,66 untuk investor, sedangkan harga jual riil gabah adalah Rp1.200,00/kg. Dengan demikian perubahan teknologi usahatani padi dari pola petani menjadi pola introduksi dinilai layak. Saran 1. Perlu adanya keberlanjutan pembinaan kelembagaan pendukung seperti P3A dan RPH (Regu Pengendali Hama), mengingat fungsinya sangat penting dalam usaha peningkatan produktivitas pertanian. 2. Perlu pemeliharaan saluran irigasi dan pintu-pintu air, mengingat peranannya sangat penting di agroekosistem lahan pasangf surut.
DAFTAR PUSTAKA Adnyana M.O. dan K. Kariyasa. 1995. Analisa sosial ekonomi kelayakan teknologi pertanian. Makalah disampaikan pada
Pelatihan Metode Penelitian dan Pengembangan Pertanian dengan Pendekatan Agribisnis di BLPP Cihea 27 Maret 1995. Ananto, E. E. 1996. Laporan Tahunan 1995/1996. Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu/ISDP. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. p.59-90. Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Barat. 1997. Kalimantan Barat dalam angka Tahun 1996. Pontianak Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Barat. 2001. Kalimantan Barat dalam Angka Tahun 2000. Pontianak Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Kalimantan Barat. 1999a. ISDP Pertanian Kalimantan Barat Dalam Angka (1994/1995-1998/1999). Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Kalimantan Barat. Pontianak Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Kalimantan Barat. 1999b. Tinjauan pelaksanaan kegiatan ISDP di Scheme Pinang Luar Kecamatan Kubu Kabupaten Pontianak. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Kalimantan Barat. 2002. Laporan tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2001. Pontianak. Kadariah, L. Karlina, dan C. Gray. 1978. Pengantar evaluasi proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Kay, R.D. and W.M. Edwards. 1994. Farm management. Third Edition. McGraw-Hill Inc. New York. p.154 Makarim, A.K., Sjaifullah, S. Partohardjono, M. Hasanah dan A. Setyono. 1999. Metodologi penelitian dan pengkajian tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Musyafak, A. 2000. Analisis finansial dan keunggulan kompetetif usahatani bawang putih spesifik lokasi di Kabupaten Magelang. Prosiding Seminar Regional Pengembangan Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi di Kalimantan Barat. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor Suratno dan Lincolin Arsyad. 1999. Metodologi penelitian untuk eknomi dan bisnis.Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) AMP YKPN. Yogyakarta. Supranto, J. 1997. Metode riset: Aplikasinya dalam pemasaran. Rineka Cipta. Jakarta.
65