e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
NASKAH PUBLIKASI
ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI BANTEN
Program Studi Agribisnis
Oleh :
Ratih Ratna Puri H 0808192
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
1
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
2
ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI BANTEN
Ratih Ratna Puri1, Mohd. Harisudin, Agustono3 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja sektor pertanian dan sektor perekonomian lainnya, mengetahui kinerja subsektor pertanian, mengetahui kinerja sektor pertanian dan sektor perekonomian lainnya pada masa mendatang, mengetahui kinerja subsektor pertanian pada masa mendatang, serta mengetahui faktor-faktor apa saja yang menentukan kinerja sektor pertanian dan subsektor pertanian di wilayah Provinsi Banten. Hasil penelitian menunjukkan, dengan menggunakan analisis LQ sektor pertanian merupakan sektor non basis dalam perekonomian wilayah di Provinsi Banten, sedangkan subsektor pertanian yang merupakan subsektor basis adalah subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor peternakan. Berdasarkan hasil analisis DLQ sektor pertanian di Provinsi Banten pada lima tahun yang akan datang merupakan sektor basis. Subsektor tanaman bahan makanan, subsektor peternakan dan subsektor perikanan merupakan subsektor basis, sedangkan subsektor perkebunan dan subsektor kehutanan merupakan subsektor non basis. Berdasarkan analisis shift share faktor penentu utama kinerja sektor pertanian adalah faktor lokasi. Faktor penentu utama kinerja subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor peternakan adalah faktor lokasi, sedangkan faktor penentu kinerja subsektor perkebunan, subsektor kehutanan, dan subsektor perikanan adalah faktor struktur ekonomi. Saran yang diberikan adalah sebaiknya Pemerintah Provinsi Banten melakukan perubahan mengenai anggaran seiring dengan meningkatnya status sektor pertanian menjadi sektor basis, serta perlu adanya kebijakan-kebijakan pemerintah terkait dengan faktor lokasi yang menentukan kinerja sektor pertanian, seperti adanya perbaikan sarana pertanian yang dapat menunjang kegiatan pertanian dan peraturan daerah yang melindungi kelestarian lahan usaha pertanian. Kata Kunci: Kinerja, Sektor Pertanian, Provinsi Banten
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
3
PERFORMANCE OF AGRICULTURAL SECTOR IN ECONOMIC REGION IN THE PROVINCE OF BANTEN Ratih Ratna Puri1, Mohd. Harisudin2, Agustono3 ABSTRACT The study aims to determine the performance of agriculture and other economic sectors, determine the performance of the agricultural subsectors, determine the performance of the agricultural sector and other sectors of the economy in the future, knowing the performance of the agricultural subsector in the future, and to know what factors determine the performance agricultural sectors and subsectors of agriculture in the province of Banten. The results showed, using LQ analysis of agricultural sector is the sector non bases in the province of Banten, while the agricultural sub sector which is a bases is the food crops subsector and livestock subsector. Based on the analysis of the agricultural sector DLQ in the province of Banten the coming five years is a sector basis. Subsectors of crops, livestock subsector and fisheries subsector is a non bases sector, while the plantation subsector and forestry subsector is the non bases subsector. Based on the shift share analysis of major determinants of the performance of the agricultural sector is the location factor. The main determinants of food crops subsector performance and livestock subsector is the location factor, while the determinants of the performance of the plantation subsector, forestry subsectors, and fisheries subsector is the factor structure of the economy. Advice given is according to the analysis of DLQ, the agricultural sector to sector bases at the time, the government of Banten Province Banten provincial government should make changes to the budget that is more directed to the development in the agricultural sector and before the relevant government policies the factors that determine the location of the performance of the agricultural sector, such as improvement of agricultural facilities that can support agricultural activities and the existence of local regulations that protect agricultural land preservation.
Keywords: Performance, Agriculture Sector, Province of Banten
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
4
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan pertumbuhan ekonomi yang baik.
Menurut
Martono (2008), proses pembangunan secara filosofis dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan berkesinambungan. Proses ini bertujuan menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif untuk pencapaian aspirasi warga. Menurut Arsyad (2009), sejak masa Pasca Perang Kedua aspek-aspek yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi telah menjadi titik pusat perhatian yang dibahas para ekonom, baik pembangunan ekonomi daerah maupun pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses di mana pembangunan daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada serta membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta. Hal tersebut bertujuan untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan mendorong pembangunan ekonomi nasional maupun ekonomi daerah. Pembangunan nasional terbagi dalam dua sektor, yaitu pembangunan sektor perekonomian dan pembangunan sektor non perekonomian. Pada sektor perekonomian terbagi menjadi sembilan sektor, yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan galian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, sektor persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa. Pada sektor non perekonomian terbagi menjadi sektor pendidikan, sektor kesehatan, sektor budaya dan sektor politik yang dapat menyumbang pembangunan perekonomian negara. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang nyata dalam pembentukan PDB nasional. Berdasarkan Undang-undang No. 23 Tahun 2000 status Karesidenan Banten Provinsi Jawa Barat berubah menjadi Provinsi Banten, sehingga
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
5
Provinsi Banten termasuk provinsi baru (BPS Provinsi Banten, 2009). Provinsi Banten tentu masih menghadapi berbagai tantangan, ketertinggalan, dan permasalahan. Namun Provinsi Banten mempunyai potensi yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal untuk dijadikan modal dalam mengatasi berbagai tantangan, ketertinggalan dan permasalahan. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana kinerja sektor pertanian dan sektor perekonomian lainnya di Provinsi Banten? 2. Bagaimana kinerja subsektor pertanian di Provinsi Banten? 3. Bagaimana kinerja ke depan sektor pertanian dan sektor perekonomian lainnya di Provinsi Banten? 4. Bagaimana kinerja ke depan subsektor pertanian Provinsi Banten? 5. Faktor utama apakah yang menentukan kinerja sektor pertanian dan subsektor pertanian di Provinsi Banten? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui kinerja sektor pertanian dan sektor perekonomian lainnya di Provinsi Banten. 2. Mengetahui kinerja subsektor pertanian yang ada di Provinsi Banten. 3. Mengetahui kinerja yang terjadi ke depan pada sektor pertanian dan perekonomian lainnya di Provinsi Banten. 4. Mengetahui kinerja ke depan pada masing-masing subsektor pertanian di Provinsi Banten. 5. Mengetahui faktor utama apakah yang menentukan kinerja sektor pertanian dan subsektor pertanian di Provinsi Banten. D. Kegunaan Penelitian 1. Bagi Peneliti 2. Bagi Pemerintah 3. Bagi Pembaca
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
6
E. Kerangka Teori Pendekatan Masalah PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI BANTEN
SEKTOR NON PEREKONOMIAN
SEKTOR PEREKONOMIAN
SEKTOR NON PERTANIAN
SEKTOR PERTANIAN
SUB. SEKTOR PERTANIAN
TEORI EKONOMI BASIS
METODE PENGUKURAN TIDAK LANGSUNG
METODE PENGUKURAN LANGSUNG
STRUCTURAL SHIFT SHARE
DLQ
LQ
LQ>1 SEKTOR BASIS
SHIFT SHARE ANALYSIS
LQ<1 SEKTOR NON
DLQ>1 SEKTOR BASIS
DLQ<1 SEKTOR NON BASIS
SSS>LSS, FAKTOR PENENTU PERUBAHAN KINERJA ADALAH STRUKTUR EKONOMI SSS=LSS, STRUKTUR EKONOMI DAN FAKTOR LOKASI SAMASAMA SEBAGAI FAKTOR PENENTU PERUBAHAN KINERJA SSS
Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian F. Asumsi-asumsi 1. Permintaan penduduk di wilayah Provinsi Banten mempunyai pola yang sama dengan pola permintaan Indonesia.
LOCATIONAL SHIFT SHARE
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
7
2. Permintaan wilayah Provinsi Banten pada suatu produk akan dipenuhi terlebih dahulu oleh produksi wilayah Provinsi Banten serta kekurangannya diimpor dari luar wilayah Provinsi Banten. 3. Perilaku faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pertanian masih sama dengan waktu sebelumnya. G. Pembatasan Masalah 1. Data yang dianalisis dalam penelitian ini merupakan data time series yaitu berupa data PDRB Provinsi Banten dan data PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000, selama lima tahun dari tahun 2006-2010. 2. Sektor pertanian dan subsektor pertanian merupakan sektor yang akan dianalisis secara fokus. II. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik (Nazir, 2003). B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (Singarimbun dan Sofian, 1995). Lokasi penelitian dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa Provinsi Banten memiliki letak strategis, yaitu sebagai pintu gerbang perekonomian antara arus pergerakan manusia, barang dan jasa pulau Jawa dan Sumatra serta adanya kedekatan jarak dua pusat pertumbuhan ekonomi nasional yaitu antara DKI Jakarta dan Bandung. C. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. D. Metode Analisis Data 1. Kinerja Sektor Pertanian dan Sektor Perekonomian Lainnya serta Subsektor Pertanian Menurut Arsyad (2009), analisis Kinerja sektor pertanian dan sektor perekonomian lainnya serta subsektor pertanian didekati dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ).
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
8
Rumus LQ sebagai berikut: LQ =
vi vt Vi Vt
Keterangan : LQ : Indeks Location Quotient vi : PDRB sektor pertanian atau subsektor pertanian Provinsi Banten vt : PDRB total atau sektor pertanian Provinsi Banten Vi : PDB sektor pertanian atau subsektor pertanian Indonesia Vt : PDB total atau sektor pertanian Indonesia Apabila dalam perekonomian wilayah di Provinsi Banten nilai LQ suatu sektor perekonomian >1, maka sektor pertanian dan subsektor pertanian tersebut merupakan sektor basis, sedangkan jika nilai LQ <1, berarti sektor pertanian dan subsektor pertanian tersebut merupakan sektor non basis. 2. Kinerja Sektor Pertanian dan Subsektor Pertanian pada Masa Mendatang Menurut Suyatno (2000), penentuan sektor basis yang akan terjadi pada masa yang akan datang pada sektor pertanian dan subsektor pertanian digunakan metode Dynamic Location Quotient (DLQ). Rumus DLQ sebagai berikut: (1+ gij ) (1 + gj ) DLQ= (1 + Gi ) (1 + G )
t
Keterangan : gij gj Gi G t
: rata-rata laju pertumbuhan (PDRB) sektor pertanian atau subsektor pertanian Provinsi Banten : rata-rata laju pertumbuhan (PDRB) total atau PDRB sektor pertanian atau subsektor pertanian Provinsi Banten : rata-rata laju pertumbuhan (PDB) sektor pertanian atau subsektor pertanian Indonesia : rata-rata laju pertumbuhan (PDB) total atau PDB sektor pertanian atau subsektor pertanian Indonesia : database rentang tahun proyeksi (lima tahun)
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
9
Apabila diperoleh nilai DLQ >1 berarti suatu sektor masih dapat diharapkan untuk menjadi sektor basis pada masa yang akan datang, sedangkan apabila nilai DLQ <1 berarti sektor tersebut tidak dapat diharapkan untuk menjadi sektor basis di masa yang akan datang. 3. Faktor Penentu Kinerja Sektor Pertanian dan Subsektor Pertanian. Menurut Suyatno (2000), penentuan faktor penyebab kinerja sektor perekonomian dan subsektor pertanian digunakan analisis Shift Share dengan rumus sebagai berikut: TSS = ∑(gn-gin)Xino + ∑(Gi-G)Xino + ∑(gin-Gi)Xino SSS = ∑(gn-gin)Xino + ∑(Gi-G)Xino LSS = ∑(gin-Gi)Xino Keterangan : TSS : Total Shift Share SSS : Structural Shift Share LSS : Locational Shift Share gn : rata-rata laju pertumbuhan (PDRB) total atau PDRB sektor pertanian Provinsi Banten gin
:
rata-rata laju pertumbuhan (PDRB) sektor perekonomian atau subsektor pertanian Provinsi Banten
Gi
:
rata-rata laju pertumbuhan (PDB) sektor pertanian atau subsektor pertanian Indonesia
G
:
rata-rata laju pertumbuhan (PDB) total atau PDB 9sektor pertanian Indonesia
Xino :
PDRB sektor pertanian atau subsektor pertanian Provinsi Banten pada tahun awal.
Kriteria : a. Jika nilai SSS > LSS berarti faktor yang paling menentukan kinerja sektor pertanian atau subsektor pertanian di Provinsi Banten adalah faktor struktur ekonominya. b. Jika nilai SSS < LSS berarti faktor yang paling menentukan kinerja sektor pertanian atau 9subsektor pertanian di Provinsi Banten adalah faktor lokasinya.
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
10
c. Jika nilai SSS = LSS berarti faktor struktur ekonomi dan faktor lokasi sama-sama kuat dalam menentukan kinerja sektor pertanian atau subsektor pertanian di Provinsi Banten. III.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kinerja Sektor Pertanian dan Sektor Perekonomian lainnya di Provinsi Banten Berdasarkan analisis Location Quotient yang dilakukan pada sembilan sektor perekonomian di Provinsi Banten, maka hasilnya dapat dilihat pada Tabel berikut: Tabel 1. Nilai LQ Sektor Pertanian dan Sektor Non Pertanian dalam Perekonomian di Provinsi Banten Tahun 2006-2010 Lapangan Usaha Pertanian Non Pertanian Pertambangan dan Galian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Kontruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
2006 0,593
2007 0,590
2008 0,577
2009 0,595
2010 0,650
Rata-rata 0,601
Keterangan Non Basis
0,011 1,818
0,013 1,808
0,014 1,790
0,016 1,761
0,015 1,656
0,014 1,767
Non Basis Basis
6,172
5,875
5,664
5,178
5,505
5,657
Basis
0,446
0,466
0,465
0,475
0,476
0,466
Non Basis
1,106
1,136
1,182
1,243
1,231
1,179
Basis
1,307
1,227
1,131
1,084
1,075
1,155
Basis
0,334
0,352
0,379
0,408
0,414
0,378
Non Basis
0,484
0,500
0,530
0,535
0,529
0,516
Non Basis
Sumber : Analisis Data Sekunder Tabel 1 menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor non basis dalam perekonomian di Provinsi Banten, sehingga sektor pertanian hanya dapat dikatakan sebagai sektor penunjang bagi pertumbuhan perekonomian di Provinsi Banten. Sektor pertanian selama kurun waktu 5 tahun yaitu dari tahun 2006-2010 memiliki rata-rata LQ sebesar 0,601. Pada tahun 2006 nilai LQ sektor industri pengolahan adalah sebesar 0,593 dan cenderung mengalami penurunan pada tahun 2007 yaitu sebesar 0,590, kemudian pada tahun 2008 sebesar 0,577, pada tahun 2009 sebesar 0,595 dan pada tahun 2010 sebesar 0,650. Sektor pertanian di Provinsi Banten hanya dapat memenuhi kebutuhan wilayahnya sendiri dan belum dapat memenuhi kebutuhan di luar wilayahnya, setara dengan sektor pertambangan dan galian, sektor bangunan dan kontruksi,
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
11
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Sektor perekonomian di wilayah Provinsi Banten yang memiliki nilai basis atau dapat memenuhi kebutuhan di luar wilayahnya adalah sektor industri pengolahan, sektor listrik gas, dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor pengangkutan dan komunikasi. B. Kinerja Subsektor Pertanian di Provinsi Banten Berikut ini adalah hasil analisis dengan menggunakan metode LQ (Location Quotien) untuk menentukan subsektor pertanian apa saja yang merupakan subsektor basis di Provinsi Banten. Tabel 2. Nilai LQ Subsektor Pertanian Provinsi Banten Tahun 2006-2010 Subsektor Pertanian Tabama Tanaman Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan
2006 1,265 0,532 1,501 0,093 0,597
2007 1,269 0,449 1,515 0,112 0,651
2008 1,243 0,468 1,726 0,098 0,659
2009 1,210 0,490 1,544 0,093 0,739
2010 1,331 0,496 1,527 0,104 0,692
Rata-rata 1,234 0,487 1,562 0,100 0,668
Sumber : Analisis Data Sekunder Tabel 2 menunjukkan bahwa subsektor tabama dan subsektor peternakan merupakan sektor basis di Provinsi Banten, namun nilai LQ ini mengalami fluktuasi dengan kecenderungan menurun selama kurun waktu penelitian yaitu dari tahun 2006-2010, hal ini dikarenakan sebagian besar penggunaan lahan usaha pertanian yang ada sebagai lahan yang ditanami tanaman bahan makanan, seperti padi sawah dan padi ladang. Subsektor peternakan merupakan subsektor basis di Provinsi Banten, hal ini terkait dengan adanya pendukung dari ketersedian pakan yang cukup serta keadaan wilayah yang cukup baik untuk usaha peternakan seperti kerbau, sapi, dan kambing. Sektor tanaman perkebunan, sektor kehutanan dan subsektor perikanan merupakan subsektor non basis di Provinsi Banten, hal ini dikarenakan bahwa area perkebunan dan kehutanan sangat sedikit di Provinsi Banten, sehingga subsektor tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan di dalam maupun diluar wilayah Provinsi Banten. Perkembangan kinerja subsektor perikanan di Provinsi Banten dapat dikatakan juga masih kurang maksimal, hal ini dikarenakan masih kurangnya kesadaran nelayan untuk serius menangkap ikan
Keterangan Basis Non Basis Basis Non Basis Non Basis
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
12
akibat keterbatasan modal dan teknologi serta adanya produk ikan kiriman dari luar wilayah maupun negara, sehingga nelayan sulit aktif menangkap ikan. C. Kinerja Sektor Pertanian dan Sektor Perekonomian lainnya ke depan di Provinsi Banten Kinerja dari sektor pertanian dan sektor perekonomian lainnya yang ada di Provinsi Banten dapat diketahui dengan menggunakan metode Dynamic Location Quotient. Hasil analisis Dynamic Location Quotient terhadap sektor pertanian Provinsi Banten akan menunjukkan apakah sektor tersebut mengalami peningkatan kinerja, penurunan atau kinerjanya stabil di masa sekarang dan pada masa mendatang. Hasil dari analisis tersebut dapat dilihat dalam Tabel 3. Tabel 3. Kinerja Sektor Pertanian dan Sektor Perekonomian lainnya ke depan di Provinsi Banten. Sektor Perekonomian Pertanian Non Pertanian Pertambangan dan Galian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Kontruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
2011 1,026
2012 1,053
DLQ 2013 1,081
2,877 1,484 1,216 1,087 1,373 0,684
8,279 2,203 1,478 1,181 1,884 0,468
23,821 3,269 1,797 1,283 2,586 0,320
68,541 4,852 2,185 1,395 3,549 0,219
197,213 7,201 2,656 1,515 4,871 0,150
Basis Basis Basis Basis Basis Non Basis
1,713
2,934
5,025
8,606
14,740
Basis
1,367
1,868
2,554
3,491
4,772
Basis
Keterangan
2014 1,110
2015 1,139
Basis
Sumber : Analisis Data Sekunder Tabel 3 menunjukkan bahwa sektor perekonomian yang diprediksi menjadi sektor basis atau sektor yang dapat memenuhi kebutuhan di luar wilayah Provinsi Banten adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan galian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan dan kontruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa, sedangkan sektor yang diramalkan menjadi sektor non basis atau tidak dapat memenuhi kebutuhan di luar wilayahnya di masa mendatang adalah sektor pengangkutan dan komunikasi.
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
13
Pertanian di Provinsi Banten yang akan diramalkan dapat menjadi sektor basis di masa yang akan datang karena adanya program pemerintah Provinsi Banten yang tercantum dalam RPJMD Banten 2007 – 2012, yaitu sebagai berikut: a.
Perkuatan struktur ekonomi berbasis agribisnis, dimana struktur ekonomi yang kokoh didasarkan pada ketersediaan sumber daya alam dan produk unggulan yang dapat diolah dan dimanfaatkan secara optimal dan lestari. Pendekatan yang dilakukan mengacu pada konsep pengembangan ekonomi lokal. Pada prinsipnya mengandung makna bahwa pembangunan ekonomi diarahkan pada upaya mengelola dan mendayagunakan potensi sumber daya secara optimal.
b.
Pemberdayaan masyarakat, dimana pembangunan ekonomi berbasis sumber daya lokal harus meningkatkan peranan masyarakat, hal tersebut bertujuan agar pembangunan ekonomi ini berkesinambungan, sehingga partisipasi masyarakat harus dijadikan modal utama dalam pengelolaan sumberdaya lokal.
c.
Revitalisasi kawasan dan wilayah, yang diorientasikan pada pemberdayaan masyarakat
dan
pemerataan
pembangunan
yang
bertumpu
pada
pengembangan dan pengintegrasian kawasan melalui pembentukan keterkaitan geografis dan fungsional antar kawasan yang berperan sebagai penggerak utama (pusat pertumbuhan). D. Kinerja Subsektor Pertanian ke depan di Provinsi Banten Perubahan kinerja dari subsektor pertanian yang ada di Provinsi Banten dapat diketahui dengan metode Dynamic Location Quotient. Hasil analisis Dynamic Location Quotient terhadap subsektor pertanian Provinsi Banten akan menunjukkan apakah subsektor tersebut mengalami peningkatan kinerja, penurunan atau kinerjanya stabil di masa kini dan pada masa yang akan datang pada rentang waktu 5 tahun (2011-2015). Hasil dari analisis tersebut dapat dilihat dalam Tabel 4 sebagai berikut:
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
14
Tabel 4. Kinerja Subsektor Pertanian ke depan di Provinsi Banten Lapangan Usaha Subsektor Tabama Subsektor Perkebunan Subsektor Peternakan Subsektor Kehutanan Subsektor Perikanan
2011 1,220 0,826 1,449 0,725 1,012
2012 1,489 0,683 2,098 0,526 1,024
DLQ 2013 1,817 0,564 3,039 0,381 1,036
Keterangan 2014 2,218 0,466 4,402 0,277 1,048
2015 2,707 0,385 6,377 0,201 1,060
Basis Non Basis Basis Non Basis Basis
Sumber : Analisis Data Sekunder Tabel 4 menunjukkan bahwa pada masa yang akan datang diperkirakan subsektor tabama, subsektor peternakan dan subsektor perikanan merupakan subsektor basis, sedangkan subsektor tanaman perkebunan dan subsektor kehutanan merupakan subsektor non basis di Provinsi Banten. Subsektor tabama merupakan subsektor yang tetap basis di masa yang akan datang, hal ini dikarenakan bahwa subsektor tabama merupakan subsektor yang diprioritaskan untuk dipertahankan kinerjanya sama halnya dengan subsektor peternakan. Subsektor perkebunan dan subsektor kehutanan merupakan subsektor yang tetap menjadi subsektor non basis di masa yang akan datang, sedangkan subsektor perikanan menjadi subsektor basis di masa yang akan datang, hal ini dikarenakan bahwa pemerintah mulai memberikan perhatian lebih terkait dengan adanya bantuan dan program-program dari pemerintah untuk peningkatan subsektor perikanan di wilayah Provinsi Banten, seperti adanya bantuan modal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2010, yaitu menyerahkan bantuan sebesar Rp 33,2 miliar kepada para nelayan di Provinsi Banten serta adanya program nasional Kawasan Minapolitan pesisir Provinsi Banten, dari Tanjung Pasir di Kabupaten Tangerang sampai Sawarna di Kabupaten Lebak untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan.
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
15
E. Faktor Utama Penentu Kinerja Sektor Pertanian dan Subsektor Pertanian di Provinsi Banten. Faktor utama penentu kinerja sektor pertanian dan subsektor pertanian di Provinsi Banten dapat dilihat di dalam Tabel 5. Tabel 5. Faktor Penentu Kinerja Sektor Pertanian dan Subsektor Pertanian di Provinsi Banten SSS Sektor Pertanian Subsektor Pertanian Tabama Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan
LSS -2.263.505 -672.174 532.564 -1.010.100 12.525 408.588
Faktor Penentu -2.062.305 Faktor Lokasi
778.968 -518.216 1.042.808 -11.505 -392.472
Faktor Lokasi Faktor Struktur Ekonomi Faktor Lokasi Faktor Struktur Ekonomi Faktor Struktur Ekonomi
Sumber : Analisis Data Sekunder Berdasarkan analisis Shift Share pada Tabel 5 diketahui bahwa faktor penentu utama kinerja sektor pertanian ditentukan oleh faktor lokasi. Sebagai provinsi yang baru, Provinsi Banten merupakan provinsi dengan kondisi wilayah di Provinsi Banten yang didominasi dengan tingginya tingkat bangunan
industri-industri
dan
bangunan
lainnya
(perumahan,
hotel,
pertokoan) yang banyak di bangun di wilayah Provinsi Banten. Hal ini megakibatkan tingginya tingkat peralihan lahan usaha pertanian menjadi lahan non pertanian, contohnya di Kota Serang yang pada awalnya masih banyak ditemui lahan persawahan saat ini lahan persawahan telah berkurang karena Kota Serang merupakan Ibu Kota Provinsi Banten, sehingga alih fungsi lahan pertanian untuk pembangunan gedung-gedung pemerintahan banyak terjadi. Subsektor perkebunan, kehutanan dan perikanan memiliki nilai SSS yang lebih besar dibandingkan nilai LSS, hal ini menunjukkan bahwa faktor struktur ekonomi merupakan sebagai faktor utama yang mempengaruhi perubahan kinerja subsektor perkebunan, kehutanan dan perikanan. Keadaan ini terkait dengan keadaan wilayah Provinsi Banten yang dominan dengan wilayah perkotaan, sehingga pemerintah Provinsi Banten kurang optimal dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pengembangan potensi subsektor perkebunan, kehutanan dan perikanan.
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
IV.
16
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Berdasarkan analisis LQ, selama tahun 2006-2010 kinerja sektor pertanian menjadi sektor non basis dalam pertumbuhan perekonomian wilayah di Provinsi Banten setara dengan sektor pertambangan dan galian, sektor bangunan dan kontruksi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa. 2. Berdasarkan analisis LQ, subsektor pertanian yang memiliki kinerja sebagai subsektor basis dari tahun 2006-2010 adalah subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor peternakan, sedangkan sektor pertanian yang menjadi subsektor non basis adalah subsektor perkebunan, subsektor kehutanan, dan subsektor perikanan. 3. Berdasarkan analisis DLQ, selama tahun 2011-2015 diramalkan kinerja sektor pertanian menjadi sektor basis yang berperan penting dalam pertumbuhan perekonomian wilayah di Provinsi Banten bersama dengan sektor pertambangan dan galian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan dan kontruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa. 4. Berdasarkan analisis DLQ, subsektor pertanian yang diramalkan memiliki kinerja sebagai subsektor basis dari tahun 2011-2015 adalah subsektor tanaman bahan makanan, subsektor peternakan dan subsektor perikanan. Sedangkan sektor pertanian yang memiliki sebagai subsektor non basis adalah subsektor perkebunan dan subsektor kehutanan. 5. Berdasarkan analisis Shift Share, faktor yang menentukan kinerja sektor pertanian adalah faktor lokasi. Faktor yang menentukan kinerja subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor peternakan di Provinsi Banten adalah faktor lokasi, sedangkan faktor penentu kinerja subsektor
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
17
perkebunan, subsektor kehutanan, dan subsektor perikanan di Provinsi Banten adalah faktor struktur ekonomi. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, saran yang dapat diberikan yaitu: 1. Menurut hasil analisis DLQ, sektor pertanian menjadi sektor basis pada masa yang akan datang dengan adanya tren kebijakan pemerintah Provinsi Banten, maka Pemerintah Provinsi Banten sebaiknya melakukan perbaikan struktur anggaran seiring dengan meningkatnya status sektor pertanian menjadi sektor basis. 2. Perlu adanya kebijakan-kebijakan pemerintah terkait dengan faktor lokasi yang menentukan kinerja sektor pertanian, yaitu seperti adanya perbaikan sarana pertanian yang dapat menunjang kegiatan pertanian serta adanya perancangan Peraturan Daerah (Perda) yang melindungi kelestarian lahan dan membatasi adanya alih fungsi lahan secara bijaksana agar lahan usaha pertanian tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, L. 2009. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE UGM. Yogyakarta BPS. Provinsi Banten. 2009. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Banten Menurut Lapangan Usaha. 2009. Banten Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta Martono, T. 2008. Ekonomi Pembangunan. LPP UNS dan UNS Press. Surakarta Singarimbun, M dan Sofian E. 1995. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta Suyatno. 2000. Analisa Economic Base Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Tingkat II Wonogiri: Menghadapi Implementasi UU No. 22/1999 dan UU No. 5/1999. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. I No.2, Desember 2000: 144-159. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta